Вы находитесь на странице: 1из 2

Just Give Me A Reason

Sori yah baru buat tulisan lagi. Saya baru saja bertarung sampai mati dengan soal blok 4 dan 5.
Uuuaasseemmm tenan. Yah gak papa, gak mama juga, namanya juga ujian bro.. Maklumin aja yah.
Banyak sih yang aku mau curhatin ke semua pembaca. Misalnya seperti soal ujian yang sama dengan
tahun lalu, tentang seorang anak yang terobsesi dengan nilai, atau masalah cinta seperti pacaran
elektronik yang hang (baca : rumit). Menurut saya ini sangat menarik untuk dibahas secara mendalam.

Satu lagi tentang kegiatan kampus saya, saya beberapa minggu lalu mengunjungi seorang
pemulung. Pembaca tahulah pemulung itu seperti apa. Tak perlu dideskripsikan di sini. Nanti ada tulisan
khususnya.

But, I Love U Baby....... I Love U Baby, But.......

Ungkapan di atas sudah naik daun sejak beberapa bulan lalu, padahal baby saja belum naik kelas
(gak nyambung). Seneng yah kalo orang bilang I Love U ke kita. Serasa melayang-layang seperti
melayang-layang. Jangan sampai putus saja layangannya dan yang bilang I Love U itu adalah lawan jenis
(kalo sesame jenis = gua banget, xixixixi).

Ini menjadi berbeda saat I Love U berhubungan dengan sebuah alasan. Jika ia menjadi alasan,
oke lah, tapi jika karena ia melahirkan banyak alasan, rumitlah hidup, galaulah seluruh Surabaya, dan
kegetiran dalam dunia persilatan.

Makanya, saya mau berbicara tentang alasan. Alasan…. Alasan….

Alasan mungkin saja adalah kata berbohong. Demi menyelamatkan nyawa dan keluarga.
Misalnya saja seorang anak yang merokok di toilet sekolah lalu pintunya digedor oleh guru. Dia teriak :
“saya lagi mandi, Pak. Sabunnya wangi Marlboro”. Alasan kan? Tapi hidupnya selamat. (Emmm, yah
untuk semetara waktu, sebelum gurunya menyadari toilet pria tidak punya air apa lagi shower).

Seorang kaya memberikan setengah hartanya ke fakir miskin. Untuk kasus ini kita tidak perlulah
menanyakan alasan dia melakukannya. Nanti malah prasangka buruk mendatangi kita. Sama seperti kita
dengan bodoh menanyakan alasan Pak SBY menjadi Presiden. Ya jelas untuk memimpinlah. Kalo dia mau
jualan, pasti jadi pedagang.

Penelitian alasan seseorang tentang kebaikan yang dilakukannya malah membuat kebaikannya
berkurang hanya karena penelitian kita yang banyak jangan-jangan. Jangan-jangan dia hanya ingin
korupsi, jangan-jangan dia ingin rebut cintanya, jangan-jangan dia ingin mengambil hati orang lain,
jangan-jangan dia itu jangan-jangan, jangankan jangan, jangan saja dia jangan. Bahaya kan?
Sama seperti di kampus, seorang tiba-tiba menraktir anda. Makanan itu akan menjadi enak bila
dibumbui dengan terima kasih. Kalo ditambah jangan-jangan? Prasangka burukmu yang membuat
makanan tak enak rasanya.

Dulu saya menjadi Ketua Osis, dan saya jarang sekali marah-marah pada teman saya yang adalah
anggota OSIS. Mengapa? Karena saya suka menanyakan alasan mereka dalam bertindak. “Mengapa
kamu terlambat?”. “Motor saya tadi meledak (gak lebay juga sih, pokoknya ada musibah)”. Masa
dengan alasan sebagus itu kita lantas memarahinya? Tentu saja tidak.

Tentu kita setuju perang itu adalah hal yang tak patut dilakukan. Semua akan berakibat fatal.
Tetapi kita setuju saat Indonesia berperang sekitar tahun 40-an. Mengapa tiba-tiba kita setuju? Yah
karena alasan. Alasan. Alasan.

Alasannya kan kita mau merdeka. Oke, alasan itu cukup kuat untuk melegalkan perang.
Melegalkan perang? Aneh kan? Tapi itu loh kekuatan alasan.

Sama juga seperti di kampus, saat orang menumpahkan minuman di bajumu. Jangan langsung
memukul batang hidungnya, apalagi batangnya yang lain. Coba lihat alasan dia melakukannya, jika
ternyata dia cacat? Apa kita masih harus memukulnya? Hahahhahah… Ya sudah ya sudah… Respon
paling tepat adalah ke toilet dan pipis (ngoc*k juga boleh deh).

Ide-ide saya sudah habis saudara-saudara, dan ini waktunya saya menutup tulisan ini.

Ketika seorang berbuat baik, janganlah menyakan alasannya, karena dia itu sudah baik.

Ketika seorang berbuat buruk, tanyalah alasannya, karena di balik keburukannya dia punya alasan yang
baik.

Вам также может понравиться