Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB III

ASPEK KHUSUS

A. Landasan Teori
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam
pelayanannya harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan,
menyiapkan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun
2017 Tentang Apotek, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan yang dimaksud dengan Pelayanan
Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (PERMENKES No. 35 Tahun 2016).
Menurut peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009,
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyalurannya obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan Farmasi yang dimaksud
adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Dalam pengelolaannya apotek
harus dikelola oleh apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan yang telah
memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980
Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1969
Tentang Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah :

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah


jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan
penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Apotek, pada BAB II pasal 4 menyebutkan persyaratan-persyaratan Tenaga
Kerja atau Personalia Apotek adalah sebagai berikut :
1. Lokasi
Jarak minimum antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, tetapi tetap
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah
penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan dan hygiene lingkungan.
Selain itu apotek dapat didirikan di lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya diluar sediaan farmasi (Firmansyah, M., 2009).
2. Bangunan
Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek (Firmansyah, M., 2009).
Persyaratan teknis bangunan apotek setidaknya terdiri dari (Permenkes No. 9 Tahun
2017) :
a. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
lanjut usia.
b. Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
c. Bangunan bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan
yang sejenis.
3. Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :
a. penerimaan Resep;
b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
d. Konseling;
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. Arsip.

Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:


a. instalasi air bersih;
b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan
d. sistem proteksi kebakaran.
4. Tenaga Kerja atau Personal Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2016 Tentang Perubaha atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi atau
Asisten Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/2002, personil apotek terdiri dari:
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat
Izin Apotek.
b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping APA
dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA
tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus- menerus, telah
memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker
yang berada di bawah pengawasan apoteker.
Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di apotek
yaitu (Umar, M., 2011):
a. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
b. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan, dan
pengeluaran uang.
c. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan
membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek.
5. Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut
berupa :
a. SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (Permenkes No. 31 Tahun 2016)
Sebelum mendapatkan SIPTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mempunyai
STRTTK. Untuk memperoleh STRTTK sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian harus memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini dapat diperoleh jika seorang Tenaga Teknis
Kefarmasian memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah memiliki
STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan kepada
kepala dinas kesehatan provinsi dan harus melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi
atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau
pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga
Teknis Kefarmasian; dan
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2
x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Alkes
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014, meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan.
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat. Tujuan dari perencanaan adalah agar proses
pengadaan obat atau perbekalan farmasi yang ada di apotek menjadi lebih efektif
dan efisien sesuai dengan anggaran yang tersedia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan adalah :

a. Pemilihan Pemasok, kegiatan pemasok (PBF), service (ketepatan waktu, barang


yang dikirim, ada tidaknya diskon bonus, layanan obat expire date (ED) dan
tenggang waktu penagihan), kualitas obat, dan perbekalan farmasi lainnya,
ketersediaan obat yang dibutuhkan dan harga.

b. Ketersediaan barang atau perbekalan farmasi (sisa stok, rata-rata pemakaian


obat dan satu periode pemesanan pemakaian dan waktu tunggu pemesanan, dan
pemilihan metode perencanaan.
Adapun beberapa metode perencanaan, diantaranya :
a. Metode Konsumsi, memperkirakan penggunaan obat berdasarkan pemakaian
sebelumnya sebagai perencanaan yang akan datang.
b. Metode Epidemiologi, berdasarkan penyebaran penyakit yang paling banyak
terdapat di lingkungan sekitar apotek.
c. Metode Kombinasi, mengombinasikan antara metode konsumsi dan metode
epidemiologi.
d. Metode Just In Time (JIT), membeli obat pada saat dibutuhkan.
2. Pengadaan
Suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan
jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang
efektif merupakan suatu proses yang mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan
yang ada untuk membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan diadakan,
baik jumlah maupun sumbernya. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah:
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar atau
nomor registrasi.
b. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat
dipertanggung jawabkan.
c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi.
d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.
Pengadaan di apotek dapat dilakukan dengan cara pembelian (membeli obat
ke PBF) atau dengan cara konsinyasi (dimana PBF menitipkan barang di apotek dan
dibayar setelah laku terjual). Proses pengadaan barang dengan cara pembelian
dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan ini dilakukan untuk mengetahui persediaan yang dibutuhkan
apotek untuk melayani pasien. Persediaan yang habis dapat dilihat di gudang
atau pada kartu stok. Jika barang memang habis, dapat dilakukan pemesanan.
Persiapan dilakukan dengan cara data barang-barang yang akan dipesan dari
buku defektan termasuk obat-obat yang ditawarkan supplier.
b. Pemesanan
Pemesanan dapat dilakukan jika persediaan barang habis, yang dapat
dilihat dari buku defektan. Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada PBF
melalui telepon, E-mail maupun lewat salesmen yang datang ke apotek.
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pemesanan (SP), surat
pemesanan minimal dibuat 2 lembar (untuk supplier dan arsip apotek) dan di
tanda tangani oleh apoteker. Biasanya SP dibuat 3 lembar. Untuk SP pembelian
obat-obat narkotika dibuat menjadi 4 lembar (3 lembar diserahkan pada PBF
yaitu warna putih, merah, biru dan satu lembar berwarna kuning sebagai arsip si
di apotek). Untuk obat narkotika 1 surat permintaan hanya untuk satu jenis obat,
sedangkan untuk psikotropika 1 surat permintaan bisa untuk satu atau lebih jenis
obat.
3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak/pesanan. Penerimaan merupakan kegiatan verifikasi penerimaan/penolakan,
dokumentasi dan penyerahan yang dilakukan dengan menggunakan "checklist" yang
sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk yang berisi antara lain :
a. Kebenaran jumlah kemasan dan mencocokkan fraktur dengan SP
b. Kebenaran kondisi kemasan seperti yang diisyaratkan
c. Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan;
d. Kebenaran jenis produk yang diterima;
e. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan;
f. Kebenaran identitas produk;
g. Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan brosur;
h. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi produk,
i. Jangka waktu daluarsa yang memadai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara dengan cara
menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Penyimpanan harus menjamin stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip First ln First Out (FIFO) dan First
Expired First Out (FEFO) disertai sistem informasi manajemen. Untuk meminimalisir
kesalahan penyerahan obat direkomendasikan penyimpanan berdasarkan kelas terapi
yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Apoteker harus
rnemperhatikan obat-obat yang harus disimpan secara khusus seperti narkotika,
psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar,
sitostatik dan reagensia.
5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan atau menyerahkan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan
pasien. Sistem distribusi yang baik harus:

a. Menjamin kesinambungan penyaluran atau penyerahan.


b. Mempertahankan mutu.
c. Meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kedaluarsa.
d. Menjaga ketelitian pencatatan.
e. Menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
f. Menggunakan sistem informasi manajemen.
6. Pemusnahan
Sediaan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar yang
ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan sediaan farmasi harus
dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku. Prosedur pemusnahan obat hendaklah dibuat yang
mencakup pencegahan pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat
tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan
dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan
identitas produk. Penghapusan dan pemusnahan obat baik yang dilakukan sendiri
maupun oleh pihak lain harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ketentuan pemusnahan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 :
a. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan Obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika
atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
7. Pengendalian
Pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu pengelolaan
perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat kesehatan agar mempunyai persediaan
dalam jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari kekosongan dan
menumpuknya persediaan. Pengendalian persediaan yaitu upaya mempertahankan
tingkat persediaan pada suatu tingkat tertentu dengan mengendalikan arus barang
yang masuk melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan (scheduled inventory
dan perpetual inventory), penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan
persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan, kerusakan,
kedaluarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual
atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kedaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
8. Penarikan Kembali Sediaan Farmasi
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen atau
instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Tindakan penarikan kembali
hendaklah dilakukan segera setelah diterima permintaan instruksi untuk penarikan
kembali. Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar
terhadap kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen.
Apabila ditemukan sediaan farmasi tidak memenuhi persyaratan, hendaklah disimpan
terpisah dari sediaan farmasi lain dan diberi penandaan tidak untuk dijual untuk
menghindari kekeliruan. Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem
dokumentasi yang memadai.
9. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struck penjualan) dan pencatatan
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan
narkotika (menggunakan Formulir 3 sebagaimana terlampir), psikotropika
(menggunakan Formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.
10. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan untuk mengamati dan menilai
keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik
disuatu pelayanan kefarmasian. Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur dengan indikator kepuasan dan keselamatan
pasien/pelanggan/pemangku kepentingan (stakeholders), dimensi waktu (time
delivery), Standar Prosedur Operasional serta keberhasilan pengendalian perbekalan
kesehatan dan sediaan farmasi.

C. Pelayanan Resep
Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis
yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan
penyerahan obat kepada pasien. Pelayanan resep yang dilakukan Apotek Bulung
meliputi:

1. Resep BPJS
Alur pelayanan resep BPJS di Apotek Bulung adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Bagan Alur Pelayanan Resep BPJS Apotek Bulung

Resep diskrining oleh No. kunjungan


Resep datang
Apoteker/AA pasien dalam
resep dicek
secara online

Penyerahan obat Penyiapan/


kepada pasien peracikan obat

a. Resep datang diterima oleh apoteker atau asisten apoteker


Resep-resep BPJS yang dilayani Apotek Bulung meliputi 2 metode yaitu:
a. Pasien datang ke apotek
b. Asisten apoteker mengambil resep di rumah sakit/klinik yang bekerja sama
dengan BPJS
b. Resep diskrining oleh apoteker atau asisten apoteker
Bagian-bagian yang diskrining adalah sebagai berikut:
1) Jika pengambilan obat sebelum tanggal terakhir pengambilan resep
sebelumnya maka resep tidak dilayani. Jika obat yang diresepkan bukan
untuk pengobatan penyakit kronis maka tetap dilayani. Jika tanggal
pengambilan obat sesuai atau sesudah tanggal terakhir pengambilan obat
sebelumnya maka resep dilayani
2) Cek nomer kunjungan pasien secara online
3) Skrining Administratif
Meliputi nama, alamat, usia, dan berat badan pasien. Serta nama, SIP, dan
alamat dokter
4) Skrining Farmasetis dan klinis
Meliputi dosis, indikasi, dan interaksi obat
c. Komunikasikan pada dokter penulis resep jika ditemukan ketidak sesuaian di
resep/ketidak tersedianya obat di Apotek Bulung. Jika obat habis dan tidak dapat
diganti, pasien diberikan surat tanda kekurangan obat untuk selanjutnya dapat
ditebus kembali dilain waktu.
d. Penyiapan atau peracikan obat yang dilakukan oleh asisten apoteker hanya
melayani obat-obat yang terdaftar dalam FORNAS. Beri etiket sesuai resep.
e. Penyerahan obat ke pasien disertai informasi mengenai cara penggunaan.
f. Setelah penyerahan obat, pasien diminta untuk tanda tangan sebagai dokumentasi
Apotek Bulung.
2. Resep Umum
Alur pelayanan resep umum di Apotek bulung adalah sebagai berikut:
Gambar 3.2 Bagan Alur Pelayanan Resep Umum Apotek Bulung

Resep diskrining oleh Penyiapan/


Resep datang Apoteker/AA peracikan obat

Penyerahan obat Penulisan copy


kepada pasien resep (jika perlu)

a. Resep datang diterima oleh apoteker atau asisten apoteker


b. Resep diskrining oleh apoteker atau asisten apoteker
Bagian-bagian yang diskrining adalah sebagai berikut:
1) Skrining Administratif
Meliputi nama, alamat, usia, dan berat badan pasien. Serta nama, SIP, dan
alamat dokter
2) Skrining Farmasetis dan klinis
Meliputi dosis, indikasi, dan interaksi obat
c. Penyiapan atau peracikan obat yang dilakukan oleh asisten apoteker dan
pemberian etiket
d. Penulisan copy resep jika dalam resep terdapat “iter”
e. Penyerahan obat ke pasien disertai informasi mengenai cara penggunaan.

D. Pelayanan Non Resep


Pelayanan non resep di Apotek Bulung antara lain pelayanan obat OTC dan UPDS
(Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Konsep yang dijalankan adalah konsep WWHAM
(Who, What, Action, Medicine) yang dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat
harus dipastikan obat yang akan diberikan untuk siapa, gejala apa yang dirasakan dan
sudah berapa lama berlangsung, pengobatan apa yang sudah diberikan untuk mengobati
penyakit, dan obat-obat lain yang sedang dikonsumsi. Dalam pelayanan UPDS, Apotek
Bulung menjual obat-obat yang telah masuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek).
Dalam proses pelayanan UPDS, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan
penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah sering menggunakan obat
tersebut. Apabila pasien belum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat tersebut
tidak terdapat dalam DOWA, pasien akan direkomendasikan untuk memeriksakan diri ke
dokter terlebih dahulu.

E. Pelayanan PIO / KIE


Pelayanan informasi obat di Apotek Bulung dilakukan pada pembelian obat resep
maupun non resep. Informasi yang disampaikan ke pasien antara lain bentuk obat, cara
penggunaan obat, aturan pakai, dan harga obat. Pelayanan informasi obat di Apotek
Bulung dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker sesuai dengan pengetahuan
mengenai obat yang diberikan.

F. Dokumentasi Pekerjaan Kefarmasian


Kegiatan penerimaan merupakan kegiatan yang sangat penting mulai dari jenis,
jumlah dan kualitas. Spesifikasi dan persyaratan lainnya dari barang yang diterima harus
sama dengan yang tercantum dalam kontrak. Proses penerimaan sangat penting karena
pada proses ini pihak apotek dapat menyaring barang-barang yang tidak bermutu dan
tidak sesuai denga spesifikasi yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan tentu dibutuhkan sebuah dokumentasi yang
menandakan bahwa kegiatan tersebut benar-benar terjadi, termasuk pula kegiatan di
apotek Bulung yang berkecimpung dalam penyaluran obat-obatan dan perbekalan
farmasi kepada masyarakat. Dokumentasi diperlukan untuk dapat menjamin kualitas
dan legalitas dari obat-obatan maupun perbekalan farmasi yang ada di apotek Bulung,
sehingga memberikan kepercayaan bagi masyarakat bahwa mereka mengkonsumsi dan
menggunakan perbekalan kesehatan yang benar dan tepat.
Terjaminnya kualitas dan legalitas dari barang-barang yang didatangkan ke apotek
Bulung untuk diperjualbelikan harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Bentuk
tanggung jawab tersebut dengan adanya bukti-bukti hitam di atas putih yang menunjukan
bahwa barang-barang (obat dan perbekalan farmasi) tersebut sesuai dengan pemesanan
apotek Bulung. Maka, dokumentasi kedatangan barang yang dilakukan di apotek Bulung
antara lain:
1. Faktur
2. Surat Pesanan
3. Bukti kas keluar (BKK)
4. Buku Catatan Penerimaan Barang
5. Kartu Stok

G. Manajemen dan Administrasi


Manajemen
Manajemen apotek adalah manajemen farmasi yang diterapkan di apotek. Sekecil
apapun suatu apotek, sistem manajemennya akan terdiri atas setidaknya beberapa tipe
manajemen. Seperti halnya pada sistem manajemen di Apotek Bulung antara lain sebagai
berikut:
1. Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di Apotek Bulung berkaitan dengan pengelolaan
keuangan, keluar masuknya uang, penerimaan, pengeluaran, dan perhitungan
farmakoekonominya.
2. Manajemen pembelian
Manajemen pembelian di Apotek Bulung meliputi pengelolaan defekta,
pengelolaan vendor, pemilihan item barang yang harus dibeli dengan
memperhatikan FIFO dan FEFO, kinetika arus barang, serta pola epidemiologi
masyarakat sekitar apotek.
3. Manajemen penjualan
Manajemen penjualan di Apotek Bulung meliputi pengelolaan penjualan tunai
dan kredit.
4. Manajemen Persediaan barang
Manajemen persediaan barang di Apotek Bulung meliputi pengelolaan gudang,
persediaan bahan racikan, kinetika arus barang. Manajemen persediaan barang
berhubungan langsung dengan manajemen pembelian.
5. Manajemen khusus
Manajemen khusus merupakan manajemen khas yang diterapkan apotek sesuai
dengan kekhasannya, pada Apotek Bulung pengelolaannya dilengkapi dengan ruang
khusus apoteker, ruang resep BPJS, serta ruang tunggu untuk pasien.
Administrasi
1. Administrasi Umum
Yaitu meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumen sesuai dengan ketentuan yg berlaku.
2. Administrasi Pelayanan
Yaitu Pengarsipan resep, perngarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat.
Kelengkapan Administrasi Apotek Bulung yaitu:
1. Blangko pesanan obat
2. Blangko kartu stok
3. Blangko copy resep
4. Blangko faktur dan blangko nota penjualan
5. Buku pembelian dan penerimaan obat
6. Buku penjualan obat
7. Buku keuangan
8. Buku pencatatan narkotika dan psikotropika
9. Blangko pemesanan obat narkotik & psikotropika
10. Alat tulis dan kertas sesuai dengan kebutuahan.

Administrasi keuangan di Apotek Bulung, meliputi :


1. Administrasi Penerimaan Uang
Administrasi penerimaan uang di Apotek Bulung diperoleh dari resep dan
non resep (penjualan bebas).
2. Administrasi Pengeluaran Uang
Administrasi pengeluaran uang di apotek Bulung dipergunakan untuk
biaya-biaya apotek, diantaranya:
a. Untuk biaya pegawai
b. Biaya pajak
c. Biaya operasional
d. Biaya listrik
e. Biaya PAM
f. Peralatan administrasi apotek
g. Pemeliharaan inventaris apotek, dan biaya lainnya
3. Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumen sesuai
dengan ketentuan yg berlaku.

H. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik
secara verbal atau nonverbal. Klasifikasi Komunikasi Interpersonal di Apotek Bulung
yaitu:
a. Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota pekerja apotek
Bulung.
b. Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana.
Tipe komunikasi tatap muka penting untuk pelayanan farmasi agar lebih berfariatif
dan tidak membosankan.
c. Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada dalam
kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Guna
mendapatkan infirmasi yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
d. Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi interpersonal di mana dua orang
terlibat dalam percakapan yang berupa tanyajawab. Penting dalam pelayanan
farmasi dalam mendapatkan informasi keluhan, keingina, harapan dan pendapat
pasien.
I. Pengelolaan Sediaan Kadaluarsa
Pengelolaan obat kadaluwarsa atau rusak di Apotek Bulung dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Untuk obat-obat sediaan padat, obat dilepas dari
kemasannya dan digerus hingga halus lalu dilarutkan dengan air dalam ember dan
dibuang ke dalam lubang dalam tanah. Kemasannya tidak lupa digunting sekecil
mungkin. Sedangkan untuk obat-obat sediaan cairan, buka kemasan obat, lalu buang
cairan ke dalam lubang tanah. Metode ini dapat kita lakukan jika jumlah obat yang
dimusnahkan tidak banyak, dan tidak ada kekhawatiran akan mencemari lingkungan.
Jika obat yang akan dimusnahkan itu tidak mengandung psikotropika, narkotika, dan
atau prekursor, apoteker memusnahkan obat tersebut di apotek secara mandiri dengan
saksi minimal satu orang asisten apoteker yang sudah memiliki STTK, lalu membuat
berita acara pemusnahan obat yang ditanda tangani apoteker penanggung jawab dan
asisten apoteker.
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara.

Вам также может понравиться