Вы находитесь на странице: 1из 12

KEANEKARAGAMAN LAMUN DI TIGA TIPE PANTAI (BERBATU, BERPASIR, DAN

BERLUMPUR) DI PANTAI BAMA, TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR

SEAGRASS DIVERSITY IN THREE TYPES OF SUBSTRATE (ROCKY SHORE, SANDY


SHORE, AND MUDDY SHORE), AT BAMA BEACH BALURAN NATIONAL PARK, EAST
JAVA

*Isty Alfiany
Departemen Biologi FMIPA UI, Depok
*email: isty.alfiany@ui.ac.id

Abstrak

Lamun merupakan tumbuhan Angiospermae berbiji satu (monokotil) yang hidup dan berkembang di
perairan laut dangkal. Kehidupan lamun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas, pH,
kadar oksigen terlarut, dan jenis substrat. Penelitian mengenai keanekaragaman lamun ini dilakukan di
Pantai Bama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur pada tanggal 20 – 22 Agustus 2014. Informasi
mengenai keanekaragaman lamun ini nantinya akan digunakan untuk mendukung kegiatan konservasi di
Taman Nasional Baluran. Pengambilan data dilakukan di tiga tipe pantai di Bama yaitu pantai berbatu,
berpasir, dan berlumpur dengan menggunakan metode kuadrat transect. Diperoleh 8 jenis lamun dari 2
famili di perairan Pantai Bama dengan keanekaragaman yang tergolong rendah-sedang, dominansi yang
rendah dan penyebaran yang tidak merata. Padang lamun didominansi oleh jenis Cymodocea serrulata.

Kata kunci: lamun, pantai berbatu, pantai berpasir, pantai berlumpur, Taman Nasional Baluran.

Abstract

Seagrass is the monocot Angiosperm plants that live and bloom in the shallow waters. Seagrass’ life are
affected by environmental conditions such as temperature, salinity, pH, dissolved oxygen, and type of
substrate. The study about seagrass diversity had been done at Bama beach, Baluran National Park, East
Java, at 20th – 22nd August 2014. Information about this seagrass diversity will be used on the future to
support conservation activities in Baluran National Park. Data retrieval is done in three types of Bama
beach: rocky shore, sandy shore, and muddy shore by using transect quadrat method. Eight species of
seagrass was obtained which the diversity value is classified as low-medium, low dominance, and spread
unevenly. Cymodocea serrulata is found dominant in research sites.

Keywords: seagrass, rocky shore, sandy shore, muddy shore, Baluran National Park.
PENDAHULUAN
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional yang terletak di Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Luas kawasan Taman Nasional Baluran
yaitu ± 25.000 Ha, yang terdiri dari zona inti seluas 12.000 Ha, zona rimba seluas 5.537 Ha
(perairan = 1.063 Ha dan daratan = 4.574 Ha), zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha,
zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi seluas 783 Ha. Taman
Nasional Baluran memiliki beberapa obyek dan daya tarik wisata alam yang beragam, terdiri dari
pegunungan, savana, hutan ever green dan ekosistem laut (Baluran National Park 2014).

Wisata alam laut di Taman Nasional Baluran antara lain pantai Bilik Sijile dan pantai
Bama. Pantai Bama terletak ± 3 Km dari savana Bekol dan dikelilingi hutan mangrove. Ekosistem
pantai Bama terdiri dari ekosistem pantai berpasir, berlumpur, dan berbatu. Ketiga ekosistem
tersebut memiliki keanekaragaman biota yang berbeda (Baluran National Park 2014).

Pantai berbatu tersusun dari substrat keras yang merupakan daerah dengan organisme
paling padat, serta memiliki keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan.
Organisme yang umum ditemukan di pantai berbatu adalah organisme yang mampu melekat erat
pada substrat. Pantai berpasir merupakan lingkungan yang sangat dinamis, dimana struktur fisik
habitatnya digambarkan dengan adanya interaksi antara pasir, gelombang, dan pasang surut air
laut. Pantai berlumpur merupakan pantai yang memiliki substrat yang sangat halus dan berada
pada daerah yang terlindung dari hempasan gelombang secara langsung. Pantai berlumpur
dicirikan oleh ukuran butiran sedimen halus, tingkat bahan organik yang tinggi, serta pengaruh
pasang surut yang mengaduk sedimen secara periodik. Organisme yang umum ditemukan di pantai
berpasir dan berlumpur adalah organisme penggali substrat (Nybakken 1998).

Lamun adalah salah satu jenis tumbuhan yang hidup di wilayah Pantai Bama, Taman
Nasional Baluran. Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan
berkembang biak pada lingkungan perairan laut dangkal (Wood dkk. 1969). Semua jenis lamun
merupakan tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar rimpang (rhizoma), daun,
bunga, dan buah. Padang lamun merupakan hamparan lamun di perairan pesisir yang tersusun atas
satu atau lebih jenis lamun. Produktivitas ekosistem padang lamun yang tinggi dapat dimanfaatkan
sebagai wisata bahari, bahan baku pakan buatan untuk ikan dan hewan ternak, sumber pupuk hijau,
bahan baku kerajinan anyaman, dan obat (Dahuri dkk. 2001).
Ekosistem padang lamun memiliki fungsi yang dapat melengkapi ekosistem mangrove dan
terumbu karang. Sebagai ekosistem perairan laut dangkal, maka padang lamun sangat potensial
sebagai sumber makanan bagi biota kecil dan biota tertentu, sedangkan fungsi lainnya yaitu
rhizoma dan akarnya dapat menangkap dan mengikat sedimen sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar perairan. Di samping itu, padang lamun dapat mecegah terjadinya erosi. Oleh
karena itu, keberadaan padang lamun penting (Muchtar 1999).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman lamun pada tiga tipe pantai
yang berbeda di wilayah Pantai Bama. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dan
langkah awal bagi kegiatan konservasi laut di Pantai Bama, Taman Nasional Baluran (Baluran
National Park 2014).

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 20 - 22 Agustus 2014. Pengambilan data dilakukan mulai
pukul 13.00 WIB - 16.00 WIB pada saat surut. Pengambilan sampel lamun dilakukan pada tiga
stasiun, masing-masing stasiun memiliki tiga titik transek pengambilan data sebagai substasiun.
Stasiun-stasiun penelitian mewakili tiga tipe pantai di Pantai Bama, yaitu stasiun pertama
merupakan pantai berbatu, stasiun kedua merupakan pantai berpasir, dan stasiun ketiga merupakan
pantai berlumpur (Gambar 1). Stasiun penelitian berada pada posisi geografis 114°27’36.7” -
114°27’44.83” (Bujur Timur) Lintang Selatan; 7˚50’47,05’’ – 7˚50’36.20’’ (Lintang Selatan)
Bujur Timur.
Gambar 1. Lokasi stasiun pantai berlumpur, berpasir, dan berbatu di Pantai Bama

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, roll meter, kuadrat, alat tulis,
field guide, termometer, refraktometer, DO meter, dan tongkat ukur.

Fungsi alat-alat tersebut adalah sebagai berikut: GPS berfungsi sebagai alat untuk
mengetahui koordinat posisi transek/stasiun; roll meter digunakan untuk membuat garis transek;
kuadrat digunakan untuk membuat plot pengamatan pada setiap transek; alat tulis digunakan untuk
mencatat data pengamatan di lapangan; field guide digunakan membantu identifikasi lamun;
termometer, refraktometer, DO meter, dan tongkat ukur digunakan untuk mengukur suhu,
salinitas, kadar oksigen terlarut, dan kedalaman.

Cara Kerja

Kuadran transect merupakan metode yang menggunakan kotak kuadran ukuran 50 x 50


cm dan transect untuk menghitung kelimpahan suatu organisme pada suatu area. Transect
dibentang sejauh 50m tegak lurus garis pantai di ketiga stasiun dengan jarak masing-masing
transek sebesar 10m. Lamun diidentifikasi langsung berdasarkan field guide, kemudian tegakan
lamun dihitung.
Pengukuran parameter lingkungan antara lain suhu, salinitas, kadar oksigen, dan
kedalaman dilakukan secara in situ. Pengukuran dilakukan pada titik awal, tengah, dan akhir, yaitu
pada titik 5m, 25m, dan 50m.
Metode yang digunakan untuk mengukur indeks keanekaragaman adalah Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener, kemudian digunakan indeks kemerataan (Evenness Index) dan
Indeks Dominansi Simpson.
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener digunakan untuk mengetahui karakteristik
keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas. Rumus Indeks Shannon-Wiener (Krebs 1989)
adalah:

Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies
Pi = Proporsi jumlah individu famili ke-i terhadap total individu dari S

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener memiliki indikator (Fachrul 2008) sebagai


berikut:
H’ < 1 = tingkat keanekaragaman rendah
1 ≤ H’ ≥ 3 = tingkat keanekaragaman sedang
H’ > 3 = tingkat keanekaragaman tinggi

Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui keseimbangan komunitas, menunjukkan


distribusi jumlah spesies yang ada. Rumus Indeks Kemerataan (Krebs 1989) adalah:

Dengan: H max = ln S
Keterangan:
E = Indeks Kemerataan
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
S = Jumlah spesies dalam sampel

Indeks Dominansi Simpson digunakan untuk mengetahui tingkat dominansi spesies


tertentu di suatu wilayah. Rumus Indeks Dominansi Simpson (Krebs 1989) adalah:

𝐷 = ∑(𝑃𝑖)2
i=1

Keterangan:
D = Indeks dominansi
Pi = ni/N
S = Jumlah spesies

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan yang didapatkan di ketiga pantai memperlihatkan kondisi yang berbeda.
Pantai berlumpur tidak sejernih pantai berbatu dan berpasir. Arus cenderung lebih kencang di
pantai berbatu dan tenang di pantai berlumpur karena terdapat mangrove di sekitarnya yang
berfungsi sebagai pemecah ombak. Keanekaragaman lamun yang didapatkan juga menunjukkan
perbedaan.

Spesies lamun yang ditemukan di ketiga pantai berasal dari 2 famili yang berbeda, yaitu
Potamogetonaceae (Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Halodule
pinifolia) dan Hydrocharitaceae (Halophila ovalis, Halophila minor, Enhalus acoroides, Thalasia
hemprichi). Kedua famili tersebut merupakan famili lamun yang biasa ditemukan di Indonesia.

Hasil pengamatan lamun menunjukkan nilai keanekaragaman (H’) sebesar 1.2 pada pantai
berpasir, 1.33 pada pantai berlumpur, dan 0.96 pada pantai berbatu (Tabel 2). Hal tersebut
menunjukkan bahwa keanekaragaman lamun di pantai berbatu termasuk ke dalam kategori rendah,
sedangkan keanekaragaman lamun di pantai berpasir dan berlumpur termasuk ke dalam kategori
sedang. Nilai dominansi yang didapatkan pada pantai berbatu sebesar 0.44, pantai berlumpur
sebesar 0.34, dan pantai berpasir sebesar 0.38. Nilai dominansi ketiga pantai tersebut termasuk ke
dalam kategori rendah karena mendekati angka 0. Jika dibandingkan dengan kedua pantai yang
lain, nilai keanekaragaman yang lebih rendah pada pantai berbatu didukung dengan nilai
dominansi yang tinggi pada pantai tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada pantai berbatu
terdapat satu spesies dominan yang menyebabkan rendahnya nilai keanekaragaman. Dalam
penelitian ini, pada pantai berbatu ditemukan spesies dengan jumlah individu terbanyak yaitu
Cymodocea serrulata (>1400) (Tabel 1). Cymodocea serrulata mendominasi di ketiga pantai
dengan persentase kemunculan, yaitu sebesar 47.38% pada pantai berbatu, 38.03% pada pantai
berpasir, dan 36.49% pada pantai berlumpur.

Cymodocea serrulata merupakan jenis lamun yang memiliki morfologi daun seperti
selempang yang melengkung, pangkal daun menyempit, dan arah menuju ujung daun melebar
(Gambar 2). Ciri khas lainnya adalah jenis lamun yang memiliki ujung daun bergerigi dengan
rhizoma berwarna hijau atau orange (Waycott dkk. 2004). Spesies ini hidup di pasir berlumpur,
pasir halus, atau pasir dengan substrat pecahan karang di zona intertidal. C. serrulata merupakan
spesies mid-successional yang dapat dengan cepat menyebar sejak pertama kali diintroduksi dan
mengembalikan kondisi populasinya setelah mengalami gangguan (Short dkk. 2010). Hal tersebut
menunjukkan bahwa C. serrulata termasuk ke dalam spesies yang mudah dan cepat beradaptasi
dengan lingkungan baru, sehingga keberadaannya dapat mendominasi suatu wilayah.

Gambar 2. Cymodocea serrulata [Sumber: Waycott dkk. 2004 ]

Tabel 1. Jumlah tegakan lamun di pantai berbatu, berpasir dan berlumpur


No Jenis Lamun Pantai Pantai Pantai
Berlumpur Berbatu Berpasir

1 Cymodocea rotundata 2040 1395 3058

2 Cymodocea serrulata 1670 1412 2431

3 Halodule uninervis - - 127

4 Halodule pinifolia 115 38 102

5 Thalassia hempricii 270 38 486

6 Enhalus acoroides 230 33 69

7 Halophila ovalis 112 51 58

8 Halophila minor 139 13 61

N 4576 2980 6392

Tabel 2. Nilai Keanekaragaman (H’), Kemerataan (E), dan Dominansi (D) Lamun

Batu Pasir Lumpur


H’ 0. 96 1.2 1.33
ln S 8 8.76 8.43
E 0.12 0.14 0.16
D 0.26 0.44 0.38

Nilai kemerataan yang didapatkan pada ketiga pantai berkisar antara 0.12-0.16 (Tabel 2).
Penyebaran spesies/famili pada suatu habitat dikatakan merata bila indeks kemerataan E = 1.
Indeks kemerataan yang mencapai nilai 1,00 berarti bahwa semua sampel yang ada di stasiun
tersebut memiliki jumlah jenis organisme yang sama. (Soegianto 2004). Hal tersebut menunjukkan
penyebaran individu dari famili yang tidak merata.
Keanekaragaman
Kemerataan
Dominansi

Grafik 1. Nilai Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi Lamun

Parameter lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap distribusi, pertumbuhan,


dan perkembangan lamun. Parameter lingkungan yang diambil dalam penelitian di Pantai Bama
mencakup salinitas, DO, suhu, dan pH (Tabel 3). Salinitas yang terukur dari ketiga pantai berkisar
35--37 ppt. Nilai tersebut tergolong normal karena lamun dapat mentolerir salinitas dengan kisaran
10--40 ppt dan optimum pada salinitas 35 ppt (Hartati dkk. 2012).

Kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) penting artinya dalam mempengaruhi
keseimbangan komunitas dan kehidupan organisme perairan. Selain itu, kandungan oksigen
terlarut mempengaruhi keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem perairan. Perairan yang
diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5
mg/l. Kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l mengakibatkan efek yang kurang menguntungkan
bagi hampir semua organisme akuatik (Effendi 2000). Dengan demikian, nilai DO yang berkisar
4,6--5,5 mg/l pada ketiga pantai termasuk baik untuk pertumbuhan organisme seperti lamun.

Suhu yang terukur dari ketiga pantai berkisar 29--30°C. Kisaran tersebut cocok untuk
pertumbuhan lamun karena lamun dapat tumbuh optimal dalam suhu 28--31°C. Perbedaan suhu
di perairan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (curah hujan, penguapan, kelembaban udara,
suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya matahari) (Nontji 2005).
Derajat keasaman merupakan parameter lingkungan yang menentukan tinggi rendahnya
produktivitas suatu perairan serta menunjukan reaksi asam atau basa yang berpengaruh besar
terhadap kehidupan semua organisme di perairan khususnya lamun. Kisaran pH optimum
pertumbuhan lamun adalah 7--8,5 (Keputusan MNLH 2004). Ketiga pantai memiliki pH yang
mendukung pertumbuhan lamun yaitu 7,8--8.

Tabel 3. Parameter lingkungan

Faktor Lingkungan Pantai Pantai Pantai


Berlumpur Berbatu Berpasir

Salinitas 35 ppt 36 ppt 37 ppt

DO 4,6 mg/l 5,5 mg/l 5,1 mg/l

Suhu 29°C 30°C 29°C

pH 7,9 8 7,8

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga pantai memiliki nilai keanekaragaman


lamun yang tergolong rendah-sedang (0.96--1.33), penyebaran yang tidak merata
dan dominansi yang tergolong rendah.

2. Hasil pengamatan lamun ditemukan 8 spesies yang berasal dari famili


Potamogetonaceae dan Hydrocharitaceae.

3. Spesies lamun yang mendominasi adalah Cymodocea serrulata karena dapat


beradaptasi dengan baik di segala substrat pantai dan ditemukan hampir di semua
ekosistem pesisir.
4. Parameter lingkungan yang mencakup salinitas (35--37 ppt), DO (4,6--5,5 mg/l),
suhu (29--30°C), dan pH (7,8--8) di ketiga pantai cocok untuk pertumbuhan
optimal lamun.

DAFTAR ACUAN

Baluran National Park. 2011. Sejarah, letak dan luas kawasan. http://balurannationalpark.
web.id/sejarah-letak-dan-luas-kawasan/, Diakses 10 November 2015, pk. 21.00 WIB.

Dahuri, R., Jacub, R., Sapta P.G. & Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan terpadu. Penerbit PT. Jakarta: Pradnya Paramita.Krebs, C.J. 1989. Ecological
methodology. Harper & Row, New York: x + 607 hlm.

Effendi, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Insitut Pertanian Bogor.

Fachrul, M.F. 2008. Metode sampling bioteknologi. Bumi Aksara, Jakarta: 198 hlm.

Hartati, R., A. Junaedi, Hariyadi & Mujiyanto. 2012. Struktur komunitas padang lamun di
perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. Ilmu Kelautan 17 (4): 217—
225.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Keputusan MNLH) Nomor 200 Tahun 2004.
Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Deputi
Menteri Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan
Hidup.

Muchtar, M. 1999. Karakteristik dan sifat-sifat kimia padang lamun, Lombok Selatan. P3O LIPI
Jakarta: p. 1--17.

Nontji, Anugerah. 2005. Laut nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nybakken, J.W. 1998. Biologi laut suatu pendekatan ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta: 459 hlm.
Short, F.T., R. Coles, M. Waycott, J.S. Bujang, M. Fortes, A. Prathep, A.H.M. Kamal, T.G.
Jagtap, S. Bandeira, A. Freeman, P. Erftemeijer, Y.A. La Nafie, S. Vergara, H.P.
Calumpong & I. Makm. 2010. Cymodocea serrulata. The IUCN Red List of Threatened
Species 2010: e.T173358A6998619. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2010-
3.RLTS.T173358A6998619.en. Diakses 30 November 2015, pk. 02.05 WIB.

Soegianto, A. 200harr4. Ekologi kuantitatif : metode analisis populasi dan komunitas. Penerbit
Usaha Nasional, Jakarta.

Waycott, M., McMahon K., J. Mellors, A. Calladine & D. Kleine. 2004. A Guide to tropical
seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville-
Queensland-Australia.

Wood, E. J. F., W.E. Odum & J. C. Zieman. 1969. Influence of the seagrasses on the
productivity of coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio Mem.Simp.Intern.
U.N.A.M.-UNESCO, Mexico, D.F. p. 495--502.

Вам также может понравиться