Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

Insiden cedera traktus urinarius yang disertai dengan trauma abdominal

adalah 10%. Trauma ginjal sendiri terjadi 1-5% dari semua kasus trauma. Ginjal

adalah organ genitourinarius yang paling sering cedera, rasio laki-laki banding

perempuan adalah 3:1. Meskipun trauma ginjal secara akut dapat mengancam

jiwa, namun penanganannya dapat secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir,

kemajuan dalam hal pencitraan dan strategi penatalaksanaannya dapat

menurunkan tindakan intervensi operasi dan meningkatkan perbaikan pada ginjal.

Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan

viscera, tetapi ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan

kerusakan parenchymal dan cedera vaskular. Trauma sering disebabkan kerana

jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, luka tembak dan rupture spontan.

1
BAB 2

IDENTITAS PASIEN

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. Z

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : wiraswasta

Alamat : Ds. Coet Lambideung

Agama : Islam

No RM : 10.90.95

MRS : 25 -02 - 2019

Keluhan Utama

Buang air kecil berdarah

Keluhan tambahan

Nyeri pinggang sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia Aceh Utara dengan keluhan buang

air kecil berdarah, sebelumnya pasien mengaku jatuh dari bangunan lantai 2

dengan ketinggian ± 9 meter saat bekerja sebagai buruh bangunan. Pasien juga

mengeluh nyeri dan terdapat lebam dibagian pinggangnya sebelah kanan. Pasien

juga mengeluhkan nyeri dibahu kanannya, dan juga terdapat luka lecet dibagian

2
bahu kanan dan sikunya. Keluhan mual atau muntah disangkal, penurunan

kesadaran setelah jatuh juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama : Disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal

Riwayat hipertensi : Disangkal

Riwayat alergi : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

Riwayat penggunaan obat

Tidak ada

2.2. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum : lemah, tampak sakit sedang

B. Kesadaran : compos mentis / E4M6V5

C. Vital Sign

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 87x/menit

Frekuensi nafas : 21x/menit

Suhu : 36,8°C

STATUS GENERALIS

 Kepala : Normocephali, rambut hitam

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), hiperemis (-/-), sklera

3
ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-)

 Hidung : simetris, deviasi septum (-/-),konka hiperemis (-/-),

Sekret (-/-), perdarahan (-/-), nafas cuping hidung

(-), pennafas cuping hidung (-), penciuman normal.

 Tenggorokan : pembesaran tonsil (-/-)

 Leher : Pembesaran KGB(-), trakea ditengah tidak deviasi

Thorax

 Inspeksi : dinding dada simetris statis/dinamis, retraksi (+)

 Palpasi : pergerakan nafas simetris

 Perkusi : sonor +/+

 Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung

 Inspeksi : iktus cordis tidak tampak

 Palpasi : iktus cordis teraba ICS IV linea midklavikula

dextra

 Perkusi : batas kanan jantung ICS IV linea parasternal

dextra

 Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, murmur (-)

Abdomen

 Inspeksi : bentuk normal, datar

 Palpasi : Soepel (+)

4
 Perkusi : timpani (+)

 Auskultasi : peristaltik (+)

Ekstremitas superior dan inferior : tampak luka lecet dibagian bahu kanan

pasien, akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

Status Lokalisasi : a/r flank dextra

Inspeksi : tampak hematom

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : CVA (+/-)

2.3. Pemeriksaan Penunjang

Foto CT-Scan Renal

Kesan : Subcapsular hematom renal dextra

5
Pemeriksaan Laboratorium (27-02-2019)

Hemoglobin : 14,0 g/dl


3
Eritrosit : 4,51 juta/mm
3
Leukosit : 12,50 ribu/mm
Hematokrit : 40,7 %
MCV : 90,1 fL
MCH : 31,1 pg
MCHC : 34,5 g/dl
3
Trombosit : 117 ribu/mm
Glu. Stik :99 mg/dL
Ureum : 13.54 mg/dl
Kreatinin : 0,68
Asam urat : 3.6

RESUME

Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia Aceh Utara dengan keluhan buang

air kecil berdarah, sebelumnya pasien jatuh dari ketinggian ± 9 meter. Keluhan

nyeri (+) dan terdapat memar dibagian pinggang sebelah kanan. Nyeri bahu kanan

(+), luka lecet dibagian bahu kanan dan sikunya (+). Dari pemeriksaan tanda vital

didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 87x/menit, frekuensi

napas 21x/manit, suhu 36,8°C. Pemeriksaan fisik didapatkan bentuk dada normal,

fremitus normal, suara napas vesikuler, Dari foto CT-Scan didapatkan subcapsula

hematom ren dextra

2.4. Diagnosis Banding

 Trauma ginjal

 Trauma vesika-hematuria

 Kontusio jaringan lunak sekitar ginjal

6
2.5. Diagnosis Kerja

Trauma renal dextra grade I

2.6. Penatalaksanaan

 Terapi Non medikamentosa : bed rest

 Terapi medikamentosa:

 IVFD RL 20 gtt/i

 Inj. Ceftriaxone 1gr/12j

 Inj. Novalgin 1 amp/ 12j

 Inj.kalnex 1 amp /12j

 Ranitidine 1 amp/12j

2.7. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
26/2/2019 - Nyeri KU: Sedang Susp. IVFD RL fls 20
pinggang Kesadaran: Trauma gtt/i
kanan E4M6V5 ginjal
Inj ceftriaxone
kanan
1gr/12j
TD: 110/70
mmHg Inj ranitidine 1
HR: 83x/menit amp/12 jam
RR: 21x/menit
T: 36,5°C Inj kalnex 1
amp/12 jam
Inj novalgin 1
amp/12 j
Rencana CT-Scan
Abdomen

27/2/2019 KU: Baik Trauma IVFD RL fls 20


Nyeri pinggang Kesadaran: ginjal gtt/i
kanan (+), mual E4M6V5 dextra
(+) muntah (-) Inj ceftriaxone
grade?
1gr/12j
TD: 110/70
mmHg Inj ondansetron 1
HR: 80x/menit amp/12 jam
RR: 23x/menit
T: 36,8°C Inj kalnex 1
amp/12 jam
Inj novalgin 1
amp/12 j

28/2/2019 KU: Baik Trauma PBJ


Nyeri pinggang Kesadaran: ginjal
kanan (+) Cefixime
E4M6V5 dextra
2x100mg
grade I
TD: 110/80 Ibuprofen
mmHg 3x400mg
HR: 85x/menit
RR: 20x/menit Neurodex 2x1
T: 36,9°C Vit C 2x1
Kalnex 3x1

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Trauma Ginjal

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai

macam ruda paksa baik tumpul maupun tajam. Trauma ginjal merupakan trauma

yang terbanyak pada sistem urogenitalia . kurang lebih 10% dari trauma pada

abdomen mencederai ginjal.

2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

2.1. Anatomi Ginjal

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium

(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus

abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di

bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjara drenal (juga disebut kelenjar

suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada

orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-

kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1%

berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.

Ukuran ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki

lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke

bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepar kanan yang

besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.

9
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak

pararenal) yang membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,

terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla

renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.

Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak

kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut

papilla renalis.

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu

masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis

berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi

dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi

dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang

disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan

tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau

10
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari

kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta

buah pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler

glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus

distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai

saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus tersebut dan disaring

sehingga terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian

dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke

saluran Ureter, kandung kencing kemudian ke luar melalui Uretra.

Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)

dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan

molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan

dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme

pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan

disebut urin.

2.1.1. Vaskularisasi Ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi

vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior

yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam

hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara

piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola

11
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini

kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.

Gambar 2. Vaskuarisasi Ginjal

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang

membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler

peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam

jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena

interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal

dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-

25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal

berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran

darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen

mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon

terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran

darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.

12
2.1.2. Persarafan Ginjal

Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis

(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk

kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk

ke ginjal.

2.2. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak

(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring darah.

Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut

disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus.

Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal

menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.

Fungsi ginjal adalah

1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh

3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin

dan amoniak

5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang

6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah

7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah

merah

13
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat

dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali

carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau

ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion

natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan

ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang

pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa

hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat

mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau

mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis

berat dikoreksi secara theurapeutik.

Laju mortalitas dan morbiditas trauma ginjal bervariasi tergantung dari

beratnya trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan

rencana pengobatan yang digunakan. Oleh karena itu, pilihan penanganan harus

mempertimbangkan angka mortalitas dan morbiditas. Secara keseluruhan, dengan

tekhnik penanganan modern, laju pemeliharaan ginjal mencapai 85-90%.

3. Epidemiologi, Etiologi dan Patofisiologi Trauma Ginjal

3.1. Epidemiologi Trauma Ginjal

Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma

abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma

organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa

14
perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat

trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.

3.2. Etiologi Trauma Ginjal

Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma tumpul. Secara

umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas : laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan

trauma pembuluh darah ginjal. Semua kelas tersebut memerlukan indeks

pengetahuan klinik yang tinggi dan evaluasi serta penanganan yang cepat.

Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu

1. Trauma tajam

2. Trauma iatrogenik

3. Trauma tumpul

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman merupakan 10 – 20 %

penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada

abdomen bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang

disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.

Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau

radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,

percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin

meningkatnya popularitas dari teknik-teknik di atas, insidens trauma iatrogenik

semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.

Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.

15
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan

lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian

trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.

Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.

Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja

atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga

mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian

yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.

Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima

arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

3.3. Patofisiologi Trauma Ginjal

Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang

paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa

ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada

pinggang atau bagian bawah ginjal. Ditempat costa 12 memberi impak.

Ginjal juga dapat rusak akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen

sering kali dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang

sering kali disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga.

Walaupun sering ditemukan hematoma peri-renal, pasien mungkin tidak

menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau pelvis.

Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan

motor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang

menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak,

16
merupakan penyebab lainnnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh

karena penyebab iatrogenic yang dapat bermanifestasi dengan perdarahan setelah

trauma minor.

Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala hematuria

(95%), yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang berat. Akan

tetapi, trauma vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan tidak

tampak. Oleh karena, sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma ginjal,

membutuhkan sedikit prosedur invasif, maka pemeriksaan radiologi sangatlah

penting. Dengan pemeriksaan yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani

dengan optimal secara konservatif dari penanganan pembedahan.

4. Klasifikasi dan Manifestasi Trauma Ginjal

4.1. Klasifikasi Trauma Ginjal

Berdasarkan American Association for the surgery of Trauma (AAST),

trauma ginjal terbagi dalam beberapa derajat:

1. Grade 1

Ditandai dengan:

 Hematuria dengan pemeriksaan radiologi yang normal

 Kontusio

 Hematoma subkapsular non-ekspandin.

2. Grade 2

Ditandai dengan:

 Hematoma perinefrik non-ekspanding yang terbatas pada

retroperitoneum

17
 Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman kurang dari 1 cm

tanpa adanya trauma pada sistem lain

3. Grade 3

Ditandai dengan: Laserasi ginjal yang kedalamannya lebih dari 1 cm tidak

melibatkan sistem lainnya.

4. Grade 4

Ditandai dengan:

 Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem lainnya

 Melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik

 Infark segmental tanpa disertai laserasi

 Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal

5. Grade 5

Ditandai dengan:

 Devaskularisasi ginjal

 Avulse ureteropelvis

 Laserasi lengkap atau thrombus pada arteri atau vena utama

18
Gambar 3. Klasifikasi Trauma Ginjal

4.2. Manifestasi Trauma Ginjal

Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan

pada trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah

lumbal, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba.

Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian

atas, dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa

ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera traktus.

digestivus ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.

Fraktur costae bagian bawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini

ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks

atau pneumothoraks

Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.

Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu

19
diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya

pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat

ditemukan tanda shock.

Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat

massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume

hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen

dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri

lokal. Jika pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat

mencurigai dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi

retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik,

yang bisa menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan

trauma intraperitoneal.

Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma

vertebra yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan vomiting

dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan

pada perdarahan retroperitoneal.

5. Pemeriksaan Diagnostik

5.1. Laboratorium

Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,

glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi

mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus

dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan

pemeriksaan mikroskopik.

20
Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan

dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma

ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau

kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis

trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.

5.2. Radiologi

Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai

cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde,

arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed

tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR).

Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai

menderita trauma ginjal, yaitu:

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan

yang tepat dan menentukan prognosisnya

2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma

3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral

4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya

5.2.1. Intravenous Pyelography (IVP)

Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua

ginjal dan ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah

(1) pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan

informasi maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan;

(2) dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy)

21
(3) gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.

5.2.2. Ultrasonografi (USG)

Keuntungan pemeriksaan ini adalah

1. non-invasif,

2. dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan

3. dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah

1. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih,

2. pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi

ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas,

3. trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.

5.2.2. Computed Tomography (CT)

Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan

yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat

menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini

menggunakan scanning dinamik kontras.

Keuntungan dari pemeriksaan ini adalah

1. memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius,

2. membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan

3. membantu diagnosis trauma yang menyertai

22
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah

1. pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi yang

maksimal mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan;

2. pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner;

dan

3. memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat

bladder dan ureter.

5.2.3. Angiography

Keuntungan pemeriksaan ini adalah

(1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan

trauma ginjal

(2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV

atau dengan trauma vaskuler.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah

(1) pemeriksaan ini invasif

(2) pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan

pemeriksaan, seperti waktu

(3) pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.

5.2.4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat

kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-

23
Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas

Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem

urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan

pandang yang luas.

Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :

Grade I

 Hematom minor di perinephric, pada IVP, dapat memperlihatkan

gambaran ginjal yang abnomal

 Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak

 Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada

parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal

 Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I

dapat menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu

menimbulkan masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan

tindakan operasi .

 Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa

cairan diantara parenkim ginjal

Grade II

 Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami

laserasi

 Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas

sampai ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior

paranefron.

24
 Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.

 Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats

 Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron,

dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter,

merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction

Grade III

 Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat

terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai

dengan hematuria.

 Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana

terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total

 Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A.

Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.

 Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi

memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang

viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik.

Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable

lagi.

Grade IV

 Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.

 Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras

pada derah perinefron tanpa pengisian ureter.

25
6. Manajemen Trauma ginjal

6.1.1. Emergensi

Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi

cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma / cedera intra

abdomen maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi

bedah. Jika didapatkan hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatil

diindikasikan untuk melakukan eksplorasi renal.

Urutan eksplorasi laparotomi:

(1) Mencari cedera/kelainan pembuluh darah besar intra abdomen,

(2) Eksplorasi organ Visceral dan intra abdomen lainnya harus dikerjakan

dahulu sebelum

(3) Eksplorasi renal, kecuali terjadi perdarahan ginjal yang masif dan

persisten maka harus dilakukan eksplorasi renal dahulu.

Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan

cara insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah

interior vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior

aorta; merupakan landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain.

Setelah pembuluh renal teridentifikasi maka lakukan kontrol-kendali pembuluh

darah, guna mngurangi blood loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan

angka nefrektomi, dari sekitar 56% menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah

ini diperlukan (20%) pada staging bedah cedera ginjal atau pada repair ginjal.

6.1.2. Operatif

26
6.1.2.1.Trauma tumpul

Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan operasi.

Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan

pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin (drainase),

kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari cedera ginjal).

Penilaian staging cedera pra bedah harus dilakukan secara lengkap sebelum

operasi.

Evaluation of blunt renal trauma in adults

6.1.2.2.Luka tusuk/tembus

Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan yang

lengkap hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin. Delapan

puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang memerlukan operasi

27
segera.

Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif.

Perdarahan ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang meluas di

daerah atas retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan konsisten, serta

berhubungan dengan laserasi parenkim renal mayor atau pembuluh darah ginjal

merupakan indikasi absolut eksplorasi renal.

Sedangkan adanya ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal

avibat ekstensi laserasi parenkim hingga sistem pengumpul adalah indikasi relatif.

Indikasi relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable tissue, incomplete staging

dan adanya trombosis arteri yang biasanya menyertai perdarahan dan kombinasi

dari kombinasi hal-hal di atas.

Salah satu prinsip yang menyebabkan dilakukannya nefrektomi setelah

trauma adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan ginjal

lainnya dapat dilakukan repair atau rekonstruksi.

Prinsip-prinsip repair pada trauma ginjal :

(1) total renal exposure penting untuk mengamati cedera secara penuh,

(2) debridement,

(3) hemostasis,

(4) collecting system closure dengan cara-cara seperti penutupan defek

(defect coverage), nefrektomi parsial, dan renorrhaphy.

Evaluation of penetrating renal trauma in adults

28
7. Komplikasi

7.1. Komplikasi awal

Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera

ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan

hematokrit, ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti

pada 80-85% kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross

hematuri hebat mungkin perlu tindakan operasi segera.

Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro

peritoneal yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan

dapat terjadi pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi

menunjukkan adanya inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang

29
mengakibatkan nyeri tekan perut dan nyeri flank, merupakan indikasi untuk

operasi segera.

7.2. Komplikasi lanjut

Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis

merupakan komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan

diperlukan untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan

pemeriksaan ekskresi urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang

ada tidak menyebabkan hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan

vaskuler lengkap dapat menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat

dapat terjadi 1 - 4 minggu pasca trauma.

8. Prognosis

Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada

penyebab dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan

reversible, kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan

munkin juga menghasilkan komplikasi.

Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis

baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat

mendeteksi adanya hidronefrosis atau hipertensi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Ruchelle J. L, Belldgrun A, Brunicardi F.C. Urology in Brunicardi F.C et

al, Editor. Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. McGraw-Hill. New

York. 2010. p 1459-1475.

2. McAninch J.K, Tanagho A. Injuries to The Genitourinary Tract in

Smith’s, General Urology. 16th ed. Lange. New York. 2004. P 291-311

3. Guyton, Hill. Ginjal dan Cairan tubuh in Buku Ajar. Fisiologi kedokteran.

9th ed. EGC. Jakarta. 2007. p 375-524

4. Santucci R.A, Doumanian L.R, Upper Urinary Tract Trauma in Cambell-

Wash. 10th ed. Elsevier. New York. 2012. P1172-1191

5. Summertom D.J et all. Renal Trauma in Guidelines on Urological Trauma.

European Association of Urology. 2013. p 9-23.

6. http://www.sciencenews.org/articles/20192702/food.asp

7. http://www.medscape.com/viewarticle/570489?src=mpnews

8. http://humrep.oxfordjournals.org/content/early/2019/27/02/humrep.deq323

.full.pdf+html

31

Вам также может понравиться