Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KOMPETENSI 4
Disusun oleh:
Lena Wahyu S 201620401011075
Panahasini Winaomi 201620401011080
Rifqi Eka Budianta 201620401011114
Alfiah Fuarti Hana P 201620401011137
M. Dicky Arfiansyah 201620401011113
Radityo Haryo Y 201620401011074
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
VAGINITIS DAN VULVITIS
Pengertian
di pelayanan primer. Pada sekitar 90% dari perempuan yang terkena, kondisi ini
Vaginitis merupakan infeksi vagina yang dapat terjadi secara langsung pada luka
terjadi ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal
terbatas.
Vaginitis adalah infeksi pada vagina yang disebabkan oleh vaginisis
bakterial, kandidiasis/ trikomoniasis vulvo vaginal, dan zat yang bersifat iritatif.
Etiologi
Vaginitis dapat disebabkan oleh ;
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamedia gonokokus)
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes dan wanita
vagina, pakaian dalam yang terlalu ketat yang tidak berpori dan tidak menyerap
keringat
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Perubahan hormonal.
Patofisiologi
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antar lain basil doderlein,
simbiosis diantara mereka. Jika simbiosis ini terganggu, dan jika kuman-kuman
amine, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan ekspoliasi sel epitel
vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi
menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri.Cairan yang abnormal sering tampak
atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah melakukan hubungan seksual
atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya semakin menyengat karena
terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak yang
terbakar pada vulva dan vagina. Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina
keluar cairan kental seperti keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita
keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. Gatal-gatalnya sangat
hebat.
Cairan yang encer dan terutama jika mengandung darah, bisa disebakan
oleh kanker vagina, serviks (leher rahim) atau endometrium. Polip pada serviks
gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma
manusia maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar
ke daerah lain).
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi
herpes atau abses. Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole kanker atau
vulva.
Jenis-Jenis Vaginitis
1.Vaginitis trichomonas vaginalis
Infeksi ini disebabkan oleh trichomonas vaginalis yang mempunyai bentuk kecil,
berambut getar dan lincah bergerak. Gejala utamanya : terdapat keputihan encer
dijumpai pada wanita hamil, karena terdapat perubahan asam basa. Gejala
sangat gatal dan mengganggu, pada dinding vagina sering dijumpai membran
jenis bakteri
5. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, > 20% sel epitel vagina adalah sel
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang dan
genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk
mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang
Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh
2. Pengobatan
Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air
bisa membantu mengurangi jumlah cairan. Cairan vagina akibat vaginitis perlu
pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak
boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko
menjadi menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10
hari.Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar
estrogen. Estrogen bisa diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim
dikutil)
Virus Herpes Acyclovir (tablet atau salep)
yang tidak terlalu ketat dan menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap
terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga kebersihan vulva (sebaiknya
dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau berendam dalam air dingin.
Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan
krim atau salep corticosteroid dan antihistamin per-oral (tablet). Krim atau tablet
disebut vulva. Hal ini dapat disebabkan oleh vulva berkontak dengan iritasi yang
dapat menyebabkan dermatitis, eksim atau reaksi alergi. Dikenal alergen seperti
sabun mandi dan wewangian. Seorang wanita juga bisa mengalami peradangan
vulva akibat infeksi. Hal ini lebih sering terlihat pada wanita pascamenopause dan
praremaja karena tingkat estrogen yang lebih rendah dalam tubuh mereka
Etiologi
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita
menyerap keringat
g. Tinja
3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4. Terapi penyinaran
5. Obat-obatan
6. Perubahan hormonal.
Faktor Resiko
Setiap wanita dari segala usia dapat terserang vulvitis. Wanita yang belum
yang lebih tinggi terserang vulvitis. Tingkat estrogen yang lebih rendah mereka
dapat membuat mereka lebih rentan terhadap kondisi karena jaringan vulva lebih
Gejala
1. Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal dari
vagina.
Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat atau
disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal sering tampak lebih
sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh. Vulva terasa agak gatal dan
mengalami iritasi.
3. Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar
keju. Infeksi ini cenderung berulang pada wanita penderita diabetes dan
berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap. Gatal-
hubungan seksual.
7. Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus
vulva.
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
2014).
(Wijayanti, 2014):
a. Pengukuran pH
vaginalis
dibawah mikroskop.
sel ini disebut clue cell yang merupakan cirri khas infeksi
Gardnerella vaginalis.
c. Perwarnaan Gram
d. Kultur
e. Pemeriksaan serologis
ELISA.
kondisi ini diduga karena perubahan keseimbangan flora normal di vagina akibat
semua bakteri anaerob hanya memiliki enzim katalase peroksidase dalam jumlah
bakteri patogen. Jika mekanisme pertahanan ini gagal, maka banyak bakteri
dan menimbulkan keluhan. Sekitar 50% wanita terdapat G.vaginalis sebagai flora
secret pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respons inflamasi
lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam
Patofisiologis
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang
pada kasus infeksi monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob pada kasus
seksual dan bukan merupakan bagian flora normal seperti trichomonas vaginalis
dan nisseria gonorrhoea dapat menimbulkan gejala. Gejala yang timbul bila
purulen. Diantara wanita dengan vaginitis non spesifik. Baunya disebabkan oleh
dapat merusak sel – sel epitel dengan cara sama dengan infeksi lainya (Andrew,
2011).
Gambaran Histopatologi
Gambar 2.1. Vulvitis diambil dari :
https://quizlet.com/58398359/gynecologic-pathology-flash-cards/
diakses tanggal 15 Oktober 2015
Vulva biopsi :
kecil
c. Sel besar dengan inti bulat sering mengandung nukleolus besar
Sitoplasma pucat atau vakuolisasi terutama sel cincin metera
Penatalaksanaan
1. Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa
penyebabnya.
3. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-
campuran cuka dan air.Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama
panggul.
5. Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi
menempel satu sama lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari.
6. Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar
Estrogen bisadiberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang
metronidazole (tablet).
Komplikasi
1. Komplikasi (Sunarso, 2012)
a. Endometrititis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin
endometritis.
b. Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks
Secara umum baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan pencegahan yang
DAFTAR PUSTAKA
BAKTERIAL VAGINOSIS
umum pada wanita usia subur. Ini terjadi ketika keseimbangan normal bakteri di
vagina terganggu dan digantikan oleh pertumbuhan berlebih dari bakteri tertentu..
yang tinggi sebagai flora normal vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang
Etiologi
Ekosistem vagina normal adalah sangat kompleks. Lactobacillus merupakan
spesies bakteri yang dominan (flora normal) pada vagina wanita usia subur, tetapi
ada juga bakteri lainnya yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat bakterial
yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada dalam konsentrasi rendah.
Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis
dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri vagina
bakterial vaginosis.
genus Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-
ribonukleat. Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram
negatif atau variabel gram. Tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole, dan
berupa asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam
dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.
lebih sensitive G. Vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada
wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. Saat ini dipercaya bahwa G. vaginalis
vaginosis.
• Mycoplasma hominis
normal bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan
hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85 % wanita dengan bakterial
Faktor Resiko
bakteri anerobik.
5. Vagina yang terlalu sering dalam keadaan lembab dan jarang mengganti
celana dalam.
Patogenesis
terdiri dari unsur-unsur yang berbeda yang saling mempengaruhi. Salah satu
komponen lengkap dari ekosistem vagina adalah mikroflora vagina endogen, yang
terdiri dari gram positif dan gram negatif aerobik, bakteri fakultatif dan obligat
dalam memelihara pH tetap di bawah 4,5 (antara 3,8 - 4,2), dimana merupakan
normal tetapi tidak pada bakterial vaginosis. Mekanisme ketiga pertahanan yang
yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa. Perubahan ini terjadi akibat
tumbuh di vagina.
Sekret vagina adalah suatu yang umum dan normal pada wanita usia
produktif. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan
jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan
sekresi dari kelenjar Bartolini. Pada wanita, sekret vagina ini merupakan suatu hal
yang alami dari tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin, dan pertahanan
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh, atau
terdiri dari sel-sel epitel yang matur, sejumlah normal leukosit, tanpa jamur,
pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam
vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret
amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan
menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina. Basil-basil
menambahkan deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh
pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respon inflamasi lokal
yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret
Trichomonas.
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab bakterial
mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra tetapi tidak
3.5 Patofisiologi
ETIOLOGI
Bakteriosin : H2O :
menghambat Lactobasilus mempertahankan
pertumbuhan ke amanan Vagina
mikroorganisme
an aerob lain di
vagina
Lactobasilus
G vaginalis Vaginitis
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina
menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin
dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang
khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada
sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar
vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita
mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema
pada vulva. Nyeri abdomen, disuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa.Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan
tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya
sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi
cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi
dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan
kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel
spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda
bakterial vaginosis, > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram.
Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial
Bacteroides
dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul
sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri
dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-
karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau
Diagnosis
terus-menerus dengan bau yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi
fisis relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit inflamasi dapat
juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat
bakterial vaginosis. WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar
ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar dari 4,5, tes amin positif dan
berbau amis dan ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin yang positif
oleh sebab itu didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering
disebut sebagai kriteria Amsel (1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari
dan abnormal.
2. pH vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau
Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan
Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa
keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina
berwarna kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva,
juga vagina dan serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan
dispareunia.
Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis sering sangat menyerupai
ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis
2. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans
atau kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis
adalah pruritus akut dan keputihan. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya
sedikit. Kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih
yang terdiri dari gumpalan jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada
vagina. Dapat juga disertai rasa sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat
berkemih.
Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna
untuk mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada
kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal,
terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga
seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan
umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak
halus yang mudah terselip disana-sini dan akhirnya mengundang jamur dan
usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada
salahnya Anda membawa cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-
pori-porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans
dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan
vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan
jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberi
pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah. Oleh karena itu perlu
mendapatkan pengobatan, dimana jenis obat yang digunakan hendaknya tidak
endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat-obat yang efektif
a. Terapi sistemik
1. Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang
x 400 mg atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini
sekitar 66%).
- Kurang efektif bila dibandingkan regimen 7 hari
- Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat
menjadi gelap.
2. Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan
terhadap metronidazol
4. Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.
5. Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.
6. Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
7. Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.
4. Triple sulfonamide cream(Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan
Komplikasi
setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang
komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir
rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan
agar semua wanita hamil yang sebelumnya melahirkan bayi prematur agar
tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang sama dapat
disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3 kasus.
Daftar Pustaka
Hacker, & Moore. 2001. Esensial Obsterti dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Kumar N, Behera B, Sagiri SS, Pal K, Ray SS, Roy S. Bacterial vaginosis:
Etiology and modalities of treatment.J Pharm Bioallied Sci. 2011; 3 (4): 496-
503.
7 (48): 3060-7.
Salpingitis
Definsi
Salpingitis adalah infeksi atau peradangan pada saluran tuba. Hal ini
saluran tuba. Hampir semua kasus salpingitis disebabkan oleh infeksi bakteri,
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan
sel telur yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan seperma
Etiologi
tuba fallopi dan ovarium) yang menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah
vagina atau servikx. Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama,
melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah
laparatomi, pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari organ
Patofisiologi
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba
fallopi. Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah
satu tuba fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada beberapa kasus,
dan Streptococcus. Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular
meradang
termasuk:
- Hubungan seksual
- Penyisipan sebuah IUD (perangkat intra-uterus)
- Keguguran
- Aborsi
- Melahirkan
- Apendisitis
Salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertilitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan
kerusakan pada tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bisa
membuahi sel telur. Radang tuba falopii dan radang ovarium biasanya terjadi
bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk
radang tersebut. Radang itu kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari
uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan
Faktor Resiko
Resiko pada wanita yang tidak menikah, hubungan seks di usia muda dan
punya lebih dari satu pasangan. Infeksi dapat mencapai tuba bila aliran menstruasi
- endometrial biopsy
- curettage
- hysteroscopy
Resiko lain terjadi jika suatu faktor dalam vagina dan serviks yang
- Kontraksi uterus
- Sperma, ikut membawa agen ke arah tuba.
Gambaran Klinis
Radang tuba Falloppii dan radang ovarium biasanva terjadi bersamaan. Oleh
sebab itu tepatlah nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut.
uterus melalui mukosa. Pada endosalping tampak edema serta hiperemi dan
infiltrasi leukosit; pada infeksi yang ringan epitel masih utuh, tetapi pada infeksi
yang lebih berat kelihatan degenerasi epitel yang kemudian menghilang pada
daerah yang agak luas, dan ikut juga terlihat lapisan otot dan serosa. Dalam hal
yang akhirnya dijumpai eksudat purulen yang dapat keluar melalui ostium tuba
pada abortus septik, Infeksi ini menjalar dari serviks uteri atau kavum uteri
dengan jalan darah atau limfe ke parametrium terus ke tuba, dan dapat pula ke
peritoneum pelvik.
abdominalis. Sebagian dari epitel mukosa tuba masih berfungsi dan mengeluarkan
dinding tebal yang berisi nanah. Pada piosalping biasanya terdapat perlekatan
menebal dan tampak fibrosis dan dapat pula ditemukan pengumpulan nanah
jaringan di sekitarnya, seperti ovarium, uterus dan usus. Salah satu jenis ialah
sedang pada abses tubo-ovarial piosalping bersatu dengan abses ovarium. Abses
ovarium yang jarang terdapat sendiri, dari stadium akut dapat memasuki stadium
genital.
dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada mulanya rasa nyeri unilateral,
peritoneum.
- Disuria dan sering kencing menunjukkan adanyan keterkaitan
bau
- Dismenorea
- Tidak nyaman atau hubungan seksual yang menyakitkan
- Kadang-kadang ada tendensi pada anus karena proses dekat pada
Diagnosis
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Umum: suhu biasanya meningkat, sering sampai
membungkuk.
- Pemeriksaan Abdomen: nyeri maksimum pada kedua kuadran
dengan dehidrasis.
- Pewarnaan gram endoserviks dan biakan : diplokokus gram-negatif
pemeriksaan rutin.
Penatalaksanaan
a) Antibiotik
keberhasilan 85% dari kasus. Perawatan dini dengan antibiotik yang tepat efektif
di atas sangat penting untuk mencegah gejala sisa jangka panjang. Mitra seksual
Dua rejimen rawat inap telah terbukti efektif dalam pengobatan penyakit
ditambah doksisiklin, 100 mg intravena atau oral setiap 12 jam . Rejimen ini
anaerobik efektif.
Klindamisin, 900 mg intravena setiap 8 jam, ditambah gentamisin intravena
c) Tindakan Bedah
Kecuali pecah diduga, lembaga terapi antibiotik dosis tinggi di rumah sakit, dan
terapi monitor dengan USG. Pada 70% kasus, antibiotik yang efektif, dalam 30%,
ada respon yang tidak memadai dalam 48-72 jam, dan intervensi yang diperlukan.
d) Berobat jalan
Jika keadaan umum baik, tidak disertai demam, Berikan antibiotic seperti :
efeknya
- Kegiatan seksual dikurangi atau menggunakan pengaman
- Cara mengetasi infeksi yang berulang
j) Pengobatan dilanjutkan sampai pasien pulang dan sembuh total.
Komplikasi
terinfeksi juga
- Tubo-ovarium abses - sekitar 15 persen dari wanita dengan salpingitis
rupa bahwa telur dan sperma tidak dapat bertemu. Setelah satu serangan
PID salpingitis atau lainnya, risiko seorang wanita infertilitas adalah sekitar
DAFTAR PUSTAKA
KEHAMILAN NORMAL
1. Definisi
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan
brlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut
ke 40 ) (Prawiharjo,2014).
2. Proses terjadinya kehamilan menurut Prawiharjo :
gepeng dan mengandung bahan nukleus, ekor, dan bagian yang silindrik
tiba. Pada masa pubertas sel-sel sperma togonium tersebut dalam pengaruh
membelah dua lagi dengan hasil dua spermatid yang masing-masing memiliki
jumlah kromosom setengah dari jumlah yang khas untuk jenis itu. Dari
yang mengandung karbohidrat dan asam amino. Ovum dilingkari oleh zona
pelusida. Diluar zona pelusida ini ditemukan sel-sel korona radiata, dan
bahan dari sel-sel korona radiata dapat disalurkan ke ovum melalui saluran-
a) Pembuahan
Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio
pada waktu koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke
kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai kebaian ampula
tuba dimana spermatozoa dapat memasuki ovum yang telah siap untuk
untuk membuahi.
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum dan spermatozoa yag
spermatozoa kedalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi
ovum, spermatozoa harus melewati korona radiata (lapisan sel diluar ovum)
dan zona pelusida suatu bentuk glikoprotein ekstra seluler), yaitu dua lapisan
yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi lebih dari satu
spermatozoa.
Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks
ovum. Granula korteks didalam ovum berfusi dengan membran plasma sel,
sama lain membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh
spermatozoa. Proses ini mencegah ovum dibuahi lebih dari satu sperma.
terdiri atas bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat
zigot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung
banyak zat asam amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi,
terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada
dalam stadium morula. Energi untuk pembelahan ini diperoleh dari vitelus,
hingga volume vitelus makin berkurang dan terisi seluruhnya oleh morula.
Dengan demkian, zona pelusida tetap utuh, atau dengan perkataan lain,
besarnya hasil konsepsi tetap sama. Dalam ukuran yag sama ini hasil konsepsi
disalurkan terus sampai ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian-
bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan ke arah kavum uteri oleh arus
serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.
b) Nidasi
Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut
dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi
blastokista diselubungi oleh suatu simpai yang disebut trofoblas. Tropoblas ini
aliran darah maternal kedalam plasenta, dan kelahiran bayi. Sejak trofoblas
glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas. Nidasi diatur oleh suatu
proses yang kompleks antara trofoblas dan endometrium. Di satu sisi trofoblas
dan plasentasi yang normal adalah hasil keseimbangan proses antara trofoblas
dan endometrium.
Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum
hormon yag non invasif. Trofoblas yang semakin dekat dengan endometrium
jaringan maternal.
Dalam tingkat nidasi, trofoblas antara lain menghasilkan hormon human
sampai kurang lebih hari ke-60 kehamilan untuk kemudia turun lagi. Diduga
bahwa fungsinya ialah mempengaruhi korpus luteum untuk tumbuh terus, dan
masuk dalam lapisan desidua, dan luka pada desidua kemudian menutup
tali pusat berpangkal sentral atau parasentral. Bila sebaliknya dengan bagian
uterus, dekat pada fundus uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut
adanya kehamilan.
Setelah nidasi berhasil, selanjutnya hasil konsepsi akan bertumbuh dan
dan jaringa ibu oleh suatu lapisan sitotrofoblas disisi bagian dalam dan
sinsiotrofoblas disisi bagian luar. Kondisi ini kritis ridak hanya untuk
pertukaran nutrisi , tetapi juga untuk melndungi janin yag bertumbuh dan
terjadi, mulailah diferensiasi sel-ssel blastokista. Sel-sel yang lebih kecil, yang
sel-sel yang lebih besar menjadi ektoderm dan membentuk ruang amnion.
Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri
atas tiga unsur lapisan, yakni sel-sel ektoderm, mesoderm, dan entoderm.
Sementara itu, ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom
akhirnya dinding ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan
Body stalk menjadi tali pusat. Dalam tali pusat sendiri yang berasal dari body
dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion . didalamnya
c) Plasentasi.
Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah
plasenta.
Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi
dan dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah jain ini berakhir
intervilinya dipenuhi dengan darah meternal yang dipasok oleh arteri spiralis
dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili korialis ini akan bertumbuh menjadi
desidua kapsularis yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus
disebut desidua basalis disitu plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi
dinding uterus yang lain adalah desidua pariealis. Hasil konsepsi sendiri
membrane yag kelak menjadi korion. Selain itu, vili korialis yang behubungan
uteri sehingga lambat-laun menghilang; korion yag gundul ini disebut korion
laeve.
Darah ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan
Disini jelas tidak ada pencampuran darah antara janin dan darah ibu. Ada juga
sel-sel desidua yang tidak dapat dihancurkan oleh tropoblas dan sel-sel ini
ini.
3. Fisiologi Janin
a) Perkembangan Konseptus: Sejak konsepsi perkembangan
hasil konsepsi disebut janin konseptus ialah semua jaringa konsepsi yang
membagi diri menjadi menjadi berbagai jaringan embrio, korion, amnion, dan
plasenta.
b) Embrio dan Janin : Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan
terjadi fertilisasi di ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada
klinik pada usia gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak sebagai kantong
gestasi berdiameter 1 cm, tetapi embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari
gestasi berukuran 2 – 3 cm. Pada saat itu akan tampak denyut jantung secara
USG. Pada akhir minggu ke-8 usia gestasi – 6 minggu usia embrio – embrio
berukuran 22 – 24 mm, dimana akan tampak kepala yang relatif besar dan
tonjolan jari. Gangguan atau teratogen akan mempunyai dampak berat apabila
terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih pada minggu ke-3.
Usia gestasi 6 minggu tampak pembentukan organ : Pembentukan hidung,
dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari telah brbentuk, namun masih
besar janin, terbentuk muka janin; kelopak mata terbentuk namun tak akan
cm. Ini merupakan awal dari trimester ke-2. Kulit janin masih transparan,
telah mulai tumbuh lanugo (rambut janin). Janin bergerak aktif, yaitu
menghisap dan menelan air ketuban. Telah terbentuk mekonium (feses) dalam
terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh verniks kaseosa
Sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka.
2500 gram. Bulu kulit jannin (lanugo) mulai berkurang, pada saat 35 minggu
kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air
maka sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi satu vena dan 2 arteri. Vena
kedua arteri menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah kearah plasenta
kanan – memasok darah ke hati – dan duktus venosus yang berdiameter lebih
besar, akan bergabung dengan vena kava inferior masuk ke atrium kanan.
Darah yang masuk ke jantung kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum,
masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan menuju aorta
dan seluruh tubuh. Darah yang bersi banyak oksigen itu terutama kan
sebagian besar darah bersih dari duktus venosus langsung akan mengalir
ventrikel kanan.
Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru. Karena paru belum
Darah itu akan bergabung diaorta desending, bercampur dengan darah bersih
Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikal, duktus venosus, dan duktus
arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi,
peningkatan kadar oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonlis, duktus
arteriosus akan menutup dalam 3 hari dan total pada minggu ke-2.
d) Sistem Respirasi
Gerakan napas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu dan
diantara jeda adalah periode apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai
Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang mengandung sel tipe I dan II.
Sel tipe II membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang penting untuk
kurang; juga pada preterm ternyata dapat dirangsang untuk meningkat dengan
cara pemberian kortikosteroid pada ibunya. Pemeriksaan kadar L/S rasio pada
e) Sistem Gastrointestinal
baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan akan
tampak gerakan peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan akan
sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia dan stres, akan tampak cairan
dan berlanjut sampai usia bayi 1 tahun. Fungsi saraf sudah tampak pada usia
lengkap dapat dilihat pada 4 bulan. Janin janin sudah dapat menelan pada
Janin sudah mampu mendengar sejak 16 minggu atau 120 hari. Ia akan
mendengar suara ibunya karena rambat suara internal lebih baik dari pada
suara eksternal. Kemampua melihat cahaya agaknya baru jelas pada akhir
kehamilan, sementara gerak bola mata sudah lebih awal. Gerakan ini
h) Kelenjar Endokrin : Sistem endokrin janin telah bekerja sebelum sistem saraf
TSH; dan (5) gonadotrof, yang menghasilkan Lh, FSH. Pada kehamilan 7
Apabila terdapat kromosm Y, akan terbentuk testis. Sel benih primordial yang
berasal dari yolk sac bermigrasi kelekukan bakal gonad. Perkembangan testis
diatur oleh gen testis determining factor (TDF) atau disebut sex determining
Sebaliknya, apabila tidak terdapat testis, akan terbentuk gonad dan fenotip
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawiharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.
1. DEFINISI
Abortus komplit merupakan abortus spontan yang tidak dapat dihindari.
Abotus komplit (keguguran lengkap) adalah abortus yang hasil konsepsi (desidua
dan fetus) keluar seluruhnya sebelum usia 20 minggu dan berat badan di bawah
500 gram. Ciri terjadinya abortus komplit adalah perdarahan pervaginam,
kontraksi uterus, ostium sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam
uterus, uterus telah mengecil. Diagnosis abortus komplit ditegakkan bila jaringan
yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
2. EPIDEMIOLOGI
Insiden abortus spontan komplit belum diketahui secara pasti, namun
demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus. Insiden abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Angka-angka tersebut berasal
dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu berubah,
kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui dan
pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai
abortus spontan.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-15% pada trimester ketiga.
Risiko abortus spontan semakin meningkat bertambahnya paritas disamping
dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang dikenali
secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun,
menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Untuk usia paternal
yang sama, kenaikannya adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.
3. ETIOLOGI
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab pada peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil
konsepsi terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau
janin, namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya sering janin sebelum
ekspulsi masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum, zigot, atau
oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan
oleh penyakit pada ayahnya.
A. Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi.
Peristiwa abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu,
63ank arena saat terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus
dapat ditentukan etiologi abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit,
kondisi kejiwaan, dan kelainan perkembangan pernah terlibat dalam
peristiwa abortus euploidi, dan beberapa hal lainnya adalah :
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorroeae, Streptococcus agalactina, Herpes simplex virus,
Cytomegalovirus listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma homonis dan Ureaplasma urealyticum dari traktus
genitalia sebagian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan
hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut
traktus genitalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme
tersebut, Ureaplasma urealyticum merupakan penyebab utama.
b. Penyakit-penyakit Kronis yang Melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang
menyebabkan abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin dan persalinan premature.
c. Pengaruh Endokrin
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme,
diabetes mellitus, dan defisiensi progesterone. Diabetes tidak menyebabkan
abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Diabetes maternal
pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus
spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh peneliti lainnya. Defisiensi
progesterone karena kurangnya sekresi hormone tersebut dari korpus luteum
atau plasenta mempunya hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Progesterone berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormone
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan
dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinannya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
Nausea serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan
dan setiap deplesi nutrient yang ditemukan jarang diikuti dengan abortus
spontan. Sebagian besar mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang
penting untuk mengurangi abortus spontan.
e. Obat-obatan dan Toksin Lingkungan
Beberapa toksin di lingkungan seperti benzene dapat menyebabkan
malformasi fetus dan keguguran. Selain itu bahan kimia lain seperti arsenik,
formaldehid, timah, ethylenoxide, dan diklorodifeniltrikloroethan (DDT)
juga dikaitkan.
f. Faktor-faktor Imunologis
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan
abortus spontan yang berulang, antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan
antibody anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destrusi vaskuler,
thrombosis, abortus, serta destruksi plasenta.
g. Gamet yang Menua
Baik umur sperma dapat mempengaruhi angka insiden abortus
spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila
inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan
temperature basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa gamet yang
bertambah tua di dalam traktus genitalia wanita sebelum fertilisasi dapat
menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang
juga selaras dengan hasil observasi tersebut.
h. Trauma Fisik dan Trauma Emosional
Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian
embrio atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma,
kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi, tetapi
lebih merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus.
Abortus yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak
ada dasar yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan,
marah, ataupun cemas.
i. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan acquired (didapat) dan
kelainan yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus
Mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh
pemberian dietilstilbestrol (DES).Malformasi kongenital termasuk fusi
duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus,
bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired sering
dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang termasuk
perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma.Leiomioma uterus yang
besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abotus, bahkan
lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma
submucosa, tapi bukan mioma intamural atau subserosa, lebih besar
kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma
dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis
lainnya ternyata negatif dan
histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum
endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus
yang dapat mengalami rupture pada kehamilan berikutnya, sebelum atau
selama persalinan.
Trauma akibat laparotomy kadang-kadang dapat mencetuskan
terjadinya abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan
tersebut dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya
abortus. Meskipun demikian, sering kali kista ovarium dan mioma
bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu
gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus. Perlekatan
intrauteri (sinekia atau sindroma Ashennen) paling sering terjadi akibat
tindakan kuretasu pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortion
atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut akibat
destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini
mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat
endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implantasi hasil
pembuahan.
j. Inkompetensi Serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten
biasanya terjadi pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi
setelah membran plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai
dengan ballooning membran plasenta ke dalam vagina.
B. Faktor Paternal
Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan factor paternal dalam
proses timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma
dapat menimbulkan zigot yang mengandung bahan kromosom yang terlalu
sedikit atau terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.
Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemia,
dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol,
nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.
C. Faktor Fetal
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian
janin atau cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada
hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan
janin antara lain kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna, dan
pengaruh dari luar. Kelainan kromosom merupakan kelainan yang sering
ditemukan pada abortus spontan seperti trisomi, poliploidi, dan
kemungkinan pula kelainan kromosom seks. Trisomi autosomalmerupakan
anomaly yang paling sering ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh
poliploidi (21%), dan monosomi X (13%). Lingkungan yang kurang
sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi
kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi
terganggu.
Pengaruh dari luar, seperti radiasi, virus, obat-obat yang sifatnya
teratogenik.
D. Faktor Plasenta
Pada plasenta, seperti endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin, keadaan ini bisa terjadi sejak
kehamilan muda, misalnya karena hipertensi yang menahun.
4. PATOFISIOLOGI
Proses abortus komplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis maupun medisinalis. Proses
terjadinya berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan di atasnya. Selanjutnya, sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa
waktu. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena vili koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu, vili koriales menembus desidua
lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalan janin,
disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
5. GAMBARAN KLINIS
a. Ditandai dengan keluarnya seluruh hasil konsepsi.
b. Perdarahan pervaginam ringan terus berlanjut sampai beberapa waktu
lamanya.
c. Umumnya pasien datang dengan rasa nyeri abdomen yang sudah
hilang.
Umunya terjadi pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan
kram pada perut bagian bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemudian
sudah keluar bersama-sama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu
ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta
akan terpisah. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam
uterus, maka akan terjadi perdarahan.
Cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus
komplit. Sedangkan, pada usia abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut,
sering perdarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga
terjadi syok hipovolemik.
6. DIAGNOSIS
Diagnosis abortus spontan komplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspekulo, dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus
spontan komplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah.
Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti terlihat pada kehamilan
ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan
memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan posisi uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga pentingdilakukan untuk menetukan jenis tindakan yang sesuai.
7.
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik pada Pasien Abortus
DIAGNOSIS BANDING
A. Molahidatidosa
Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik
mola hidatidosa mudah dikenali yaitu berupa gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm. Secara histopatologi yang khas dari
mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada
vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.
Pada awalnya gejala mola hidatidosa sama pada gejala awal
kehamilan namun kemudian perkembangannya lebih pesat, sehingga
didapatkan besar uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa yang biasa
terjadi pada bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu.
Sifat perdarahan bisa intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
sehingga menyebabkan syok atau kematian. Mola biasanya disertai dengan
preeklampsia hanya perbedaannya preeklampsia pada mola terjadi pada
kehamilan lebih muda dari pada kehamilan biasa. Pada USG didapatkan
gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau
gambaran seperti sarang lebah (honey comb).Pada kehamilan trimester I
gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan
dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit, atau
mioma uteri.
B. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Pada kehamilan ektopik penderita umumnya menunjukkan gejala-
gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa sedikit nyeri di perut bagian
bawah yang tidak terlalu dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan
uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar tuanya
kehamilan. selain itu dapat dilakukan usaha menggerakkan serviks uteri
yang menimbulkan nyeri yang disebut nyeri goyang serviks (+) atau slinger
pain. Demikian pula kavum douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan
oleh karena terisi oleh darah.
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur
pada tuba tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan
tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian
diikuti dengan syok atau pingsan. Ini adalah tanda khas terjadinya
kehamilan ektopik terganggu.
Pada kehamilan ektopik terganggu nyeri adalah keluhan utama. Rasa
nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi tetapi setelah darah masuk ke dalam
rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina
menyebabkan defekasi yang nyeri.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET.
Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan biasanya berwana coklat tua bila berasal dari
uterus.
Pada USG didapatkan gambaran uterus yang tidak memiliki kantong
gestasi dan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah berada diluar
uterus. Apabila sudah terganggu (ruptur) maka kantong gestasi sudah tidak
jelas tetapi akan didapatkan massa hiperekoik yang tidak beraturan , tidak
berbatas tegas, dan disekitarnya didapatkan gambaran cairan bebas
(gambaran darah intraabdominal). Bila tidak tersedia fasilitas USG dapat
dilakukan pemeriksaan pungsi kavum Douglasi (kuldosentesis).
8. PENANGANAN
Penanganan abortus spontan komplit, antara lain :
a. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.
b. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau
transfuse darah.
c. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.
9. PROGNOSIS
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70-85% tanpa
tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus spontan komplit yang
dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu.
DAFTAR PUSTAKA
2. Epidemiologi
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu
63,5%, sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan
perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi
anemia defesiensi pada ibu hamil di Indonesia.
2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan
dengan anemia dalam kehamilan.
3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia
defesiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya
saling berinteraksi.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering
ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya
meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang
tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat.
3. Etiologi
4. Patofisiologi
Zat besi merupakan zat penting untuk organisme hidup karena
berfungsi pada berbagai proses metabolisme, termasuk transport osigen,
sintesis DNA , dan transport elektron.
Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan
meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang atern serta kembali
normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar
800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel
darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak
pada usia kehamilan 32 minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-
200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan. Dengan demikian
jika cadangan zat besi sebelum kehamilan berkurang maka pada saat hamil
pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi.
Gangguan pencernaan dan absorbs zat besi bisa menyebabkan
seseorang mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi
didalam tubuh mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat
tetapi bila pasien mengalami gangguan pencernaan maka zat besi tersebut
tidak bisa diabsorbsi dan dipergunakan oleh tubuh.
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan
keseimbangan zat besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak
mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama-tama untuk mengatasi
keseimbanganyang negatif ini tubuh menggunakan Universitas Sumatera
Utara cadangan besi dalam jaringan cadangan. Pada saat cadangan besi itu
habis barulah terlihat tanda dan gejala anemia defisiensi besi.
Berkembangnya anemia dapat melalui empat tingkatan yang masing-
masing berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu.
1. Tingkatan pertama disebut dengan kurang besi laten yaitu suatu
keadaan dimana banyaknya cadangan besi yang berkurang
dibawah normal namun besi didalam sel darah merah dari jaringan
tetap masih normal.
2. Tingkatan kedua disebut anemia kurang besi dini yaitu penurunan
besi cadangan terus berlangsung sampai atau hampir habis tetapi
besi didalam sel darah merah dan jaringan belum berkurang.
3. Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang besi lanjut yaitu
besi didalam sel darah merah sudah mengalami penurunan namun
besi dan jaringan belum berkurang.
4. Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam jaringan
yaitu besi dalam jaringan sudah berkurang atau tidak ada sama
sekali.
5. Gejala klinis
Gejala berupa :
- Lemah dan cepat lelah ketika beraktivitas
- Kram pada kaki ketika menaiki tangga
- Craving ice misalnya sayuran dingin untuk di hisap dan di kunyah
- Intoleransi dingin
- Penurunan resistensi terhadap infeksi
- lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang,
- telinga berdenging
- nafsu makan menurun, malaise, konsentrasi hilang
- keluhan mual muntah lebih hebat
Pemeriksaan fisik :
- konjungtiva anemis, lidah luka, jaringan di bawah kuku tampak pucat,
pembesaran kelenjar limpa.
Gejala khas :
- koilonychias, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, atrofi
mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia dan pica.
6. Penatalaksanaan
- Lakukan pemeriksaan hapusan darah tepi terlebih dahulu
- Bila pemeriksaan hapusan darah tepi tidak tersedia, maka berikan
suplementasi tablet besi dan asam folat (60 mg besi elemental dan 250
µg asam folat) diberikan 3x sehari. Bila dalam 90 hari muncul
perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai 42 hari pasca salin.
Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat kadar Hb
tidak meningkat, rujuk pasien.
- Bila hasil hapusan darah tepi menunjukkan mikrositik hipokrom : cek
kadar ferritin. Kadar ferritin < 15ng/ml berikan terapi dosis setara 180
mg besi elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal lakukan
pemeriksaan SI dan TIBC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. 2013. Buku Saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan. Kementerian kesehatan RI : Jakarta
2. Fatimah, Hadju et al. 2011. Pola konsumsi dan kadar hemoglobin pada ibu
hamildi kabupaten maros Sulawesi selatan. Makalah kesehatan vol. 15 (1):31-36 :
Jakarta
3. Rigby, Fidelma. 2016. Anemuia and Trombocytopenia in Pregancy. Emedicine.
Medscape.com.
Ruptur Perineum
1. Pengertian
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak
dibawah dasar panggul. Batas–batasnya adalah:
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya
rata-rata 4 cm (Winknjosatro,2007). Perineum merupakan daerah tepi bawah
vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat persalinan kadang
perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan
(Sumara,dkk,2002). Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan
lahir. Berbeda dengan episiotomy, robekan ini bersifatnya traumatik karena
perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin lewat(Siswosudarmo, Ova
Emilia, 2008).
Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat
dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus
dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu
palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan
pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan
seksama(Sumarah,2009).
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali
musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak
mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa
vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkanluka laserasi yang
berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apexpada
vagina dan apex lainnya didekat rectum (Oxorn,2010).
Pada robekan perineumderajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot
difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka
pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-
jaringan dibawahnya (Sumarah,2009).a. Robekan derajat pertama b. Robekan
derajat kedua c. Robekan derajat ketiga
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah
dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi
sfingter. Ada argument yang baik bahwa robekan derajat ketiga dan keempat,
khususnya jika rumit, hanya boleh diperbaikioleh profesional berpengalaman
seperti ahli bedah kolorektum, dan harus ditindak-lanjuti hingga 12 bulan setelah
kelahiran. Beberapa unit maternitas memiliki akses ke perawatan spesialis
kolorektal yang memiliki bagian penting untuk berperan (Mauree boyle,2009).d.
Robekan derajat keempat
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak
didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan
telah terjadi perlukaan jalan lahir (Taufan Nungroho,2012).
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah
segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan
plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam
keadaan menggigil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus
setelah massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan
tidak berkurang. Dalam hal apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan
karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat
ynag fatal seperti terjadinya syok (Rukiyah,2012). c. Bila perdarahan berlangsung
meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan adanya retensi plasenta maupun
sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir(Taufan 2012).
8. Mempersiapkan Penjahitan
a. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat
tidur meja. b. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
h. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah
dilihat dan panjahitan tanpa kesulitan.
i.Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,
vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang
ada sambil menilai dalam luasnya luka.
j.Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi/
sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau lebih jauh untuk memeriksa
bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang
bersarung tangan ke dalam anus dengan hati –hati dan angkat jari tersebut
perlahan –lahan untuk mengidentifikasi sfinter ani. Raba tonus atau ketegangan
sfinger.Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan
harus segera dirujuk. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
k. Ganti sarung tangan sengan sarungtangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
yang baru setelah melakukan pemeriksaaan rektum.
l.Berikan anastesi lokal. m. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat,
tidak pipih) dan benang. Gunakan benang kronik 2-0 atau 3-0. Benang kromik
bersifat lentur, kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi
jaringan.Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit
dan jepit jarum tersebut(APN 2012).
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan
memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan
sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi
terjadinya perdarahan pada kala III dan mempercepat lahirnya plasenta.
11. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera
diatasi, yaitu, Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca
persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai
kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal
perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus
otot (Depkes,2006).a. Perdarahan b. Fistula
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan
banyak darah yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru
yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah ruptur perineum (Martius,
1997).
ANATOMI
HISTOLOGI
Kelenjar sebasea merupakan struktur unilobular atau multi lobular yang
biasanya berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar sebasea ini
mengandung kelenjar asini yang berhubungan dengan duktus eksretori
yang tersusun dari epitelium skuamosa yang berlapis-lapis. Kelenjar ini
dikelilingi oleh jaringan ikat.
FISIOLOGI
Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung
squalen, kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari
bakteri yang menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas,
sehingga lemak yang keluar dari saluran folikel rambut memiliki komposisi
yang berbeda dengan kelenjar sebasea ( adanya tambahan monogliserida
dan digliserida ). Berikut kompisisi dari sebum :
Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan
bahwa Sebum merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli
berpendapat bahwa sebum mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan
dari kulit dan menghaluskan dan melembutkan kulit. Sebum telah terbukti
dapat melindungi kulit dari infeksi seperti bakteri, jamur, karena
mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan kelenjar
eksorkrin.
Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi
oleh androgen dan seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria
sekresi sebum dapat mencapai usia 80 tahun, pada wanita hanya sampai 60
tahun ( setelah menopause). Pada orang tua, kelenjar sebasea mengalami
hiperplasia tetapi sekresi sebum tidak meningkat.
a. Faktor perangsang produksi Sebum
Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar
sebasea memerlukan hormon Androgen. Pasien yang
memiliki keadaan genetik pada androgen reseptor, tidak
mempunyai sebum dan akne.
Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam
menginhibisi produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat
hasilnya dalam 2 minggu setelah pemakaian. Kelenjar
sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari
kelenjar sebasea pun berkurang.
Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi
sebum. Rekayasa genetik yang dilakukan pada tikus dengan
kekurangan reseptor melanokortin-5 mengalami hipoplasia
dari kelenjar sebasea sehingga produksi sebum berkurang.
Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah teridentifikasi
pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat
dimodulasi.
Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor
membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk
mentranskiripsikan gen-gen yang bersangkutan metabolisme
lemak dan proliferasi dan diferensiasi seluler.
Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan
jaringan penyangga kulit. FGFR 2 memiliki peran penting
dalam embriogenesis pada formasi kulit. Mutasi pada FGFR
2 menyebabkan Apert syndrom yang biasanya disertai akne,
tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen
sendiri bekerja sebagai inhibitor Androgen dan gonad via
hipofisis. Pada Terapi Pengganti Hormon (TPH) dapat
meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana tergantung
Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana
Esterogen itu sendiri menekan produksi sebum.
Progesteron
Efek progesteron terhadap produksi sebum masih
kontradiksi. Pada wanita menstruasi, peningkatan sekresi
sebum dianggap sebagai efek dari progesteron.
DEFINISI
Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana
terdapatnya pus atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang
disebabkan oleh proses perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa
penyakit yang dapat menimbulkan abses pada foikel rambut dan kelenjar
sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel.
Folikulitis
1. Folikulitis superfisialis
2. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul
perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul
dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn
infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi
dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit
(folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Setiap rambut
tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di bawah kulit.
Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa
bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas
dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel
rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan
pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini
merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang
kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang.
Akne vulgaris
1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea
yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau
terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
2. Meningkatnya sekresi sebum.
3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
Hormon
Hormon Androgen merupakan pencetus utama
meningkatnya sekresi sebum pada laki dan perempuan.
Diet
Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti
permen, coklat, dianggap oleh beberapa dokter dan pasien
sebgai pencetus terjadinya AV. Tetapi berdasarkan penelitian
tidak ada korelasi yang bermakna antara AV dan diet.
Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor pencetus
AV. Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan antara intak
susu dan AV.
Berkeringat
Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat
bekeringat yang banyak terutama di tempat panasdan
pekerjaan; seperti koki.
Faktor eksternal
Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat
menyebabkan terjadinya ‘folikulitis oil’. Menyebabkan
terjadinya lesi seperti AV. Ter, DDT, Kosmetik yang
mengandung komedogenik oil.
Iatrogenik
Kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik, dapat
menyebabkan hiperkeratosis pada pilosebaseus yang
akhirnya menyebabkan AV.
Stress
Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang
datang dengan keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya
AV yang meluas di wajah mereka yang berkaitan dengan
stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi antara stress
dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini
bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan
produksi dari sebum.
Merokok
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
Radiasi UV
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
PATOFISIOLOGI
Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri
Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering
adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi
beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan
membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan.
Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan
berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita.
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic,
peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri
pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG
sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE. Pada follikulitis superfisial,
populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada
folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh
yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.
Gambar 3. Folikulitis
PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah
pembentukan komedo, teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana
disebut terbuka bila terlihat bintik putih di folikuler orifisea dan tertutup
bila tidak terlihat bintik hitam.
Gmb 6 : komedo hitam dan putih.
Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam,
melainkan melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari
deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai
partikel halus, melainkan terlepas dalam bentuk lembaran yang tidak bisa keluar
melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi sumbatan. Penyebab terjadinya
deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui. Sekresi sebum bukan
faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai
pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang pernah di teliti
pada kuping kelinci;sunblock;cocoa powder, infeksi dari bakteri yang
menyebabkan inflamasi.
MANIFESTASI KLINIS
Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada
daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada
folikulitis seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis
gambaran klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri,
tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga,
tergores atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya
dapat berupa papul atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat
rambut dan biasanya multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi.
Tempat predileksi biasanya pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini
dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir sama seperti
folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di
sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat
meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis
Lokasi
Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit
lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV memiliki
lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-inflamasi
adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang tertutup
(komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu papulopustular, papulonodular,
nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak sebagai lesi yang
datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya hitam. Komedo putih
mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena letaknya lebih dalam
dan tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat, sedikit
menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk
mendeteksi lesi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah
dermapatologi, pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas
antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel yang tidakbisamembaik di
hubungkan dengan penyakit leukositosis.
a) Furunkel
Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat
mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh leukosit
polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar,
membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,
dan limfosit.
b) Karbunkel
Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum dapat tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak seperti nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis tidak
memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang
pada pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang
memiliki peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
di laboratorium mikrobiologi. Namun hasilnya sering tidak
memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam
lemak bebas meningkat dan oleh karena itu pada pencegahan dan
pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
2.4 PENATALAKSANAAN
Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi
pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.
1. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit,
menghindari garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian
atau mencukur dan luka atau trauma.
2. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
1. Kemicetin salap 2 %
2. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %
( jika ada eksudasi)
3. Salep natrium fusidat.
1. Non Farmakologis
2. Farmakologis
a) Topikal:
Mupirocin
Asam Fusidat
b) Sistemik:
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan.
Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan
komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti mikrobial harus
dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus
ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus
sering dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.
Akne vulgaris
Topikal Antibiotik
Terapi Sistemik :
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering
digunakan dalam pengobatan akne. Walaupun tidak
mengurangi produksi sebum, tetapi mengurangi proses
terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan indikator
aktifitas dari P. acne.
Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.
Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan
efek androgen pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan
anti-androgen, atau agen-agen yang dapat mengruangi produksi dari
hormon androgen melalui indung telur, atau kelenjar adrenal.
Agen yang memblok reseptor androgen
- Spironolakton.
- Ciproterone asetat.
- Flutamide.
Inhibitor produksi androgen
- Glukokortikoid
Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide
yang bekerja pada hipofise untuk mengganggu proses siklus
gonadotropin. Obat ini efektif untuk mengatasi akne dan
hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan estrogen pun
terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause
lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang
dapat mensupresi produksi sebum.
Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk
pengobatan akne yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi
untuk akne yang parah, bernodul, skar, dan untuk pengobatan
akne yang sebelumnya gagal. Isotretinoin juga efektif untuk
terapi pasien dengan hidradenitis supurativa, rosasea, dan akne
gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi sebelumnya.
Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan
yang menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran
spontan, malformasi pada fetus. Efek samping lainnya adalah
keringnya pada kulit, bibir, dan mata, mukosa, malaise,
hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang
lebih lanjut. Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan
sinar matahari mengalami perbaikan.
Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
Propionibacterium acnes jelas merupakan target dari
penggunaan fototerapi karena merupakan sumber reaksi
peradangan pada kelenjar sebasea. Organisme ini membentuk
porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen fotoaktif ini
dapat diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen,
dimana sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan
sesering mungkin. Ada yang penelitian yang mengatakan
bahwa diperlukan waktu 30 menit.
Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama
dalam menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat
berploriferasi dan akne tidak akan terjadi. Isotetrionin
merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan sekresi
sebum. Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti
fototerapi dapat memodulasi keratin.
Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam
terbentuknya jerawat. Mungkinkah fototerapi ini dapat
memodulasi imunitas kulit Beberapa hasil penelitian bisa
terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan sinar matahari dan
fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di
kulit.
ANATOMI
HISTOLOGI
Kelenjar sebasea merupakan struktur unilobular atau multi lobular yang
biasanya berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar sebasea ini
mengandung kelenjar asini yang berhubungan dengan duktus eksretori
yang tersusun dari epitelium skuamosa yang berlapis-lapis. Kelenjar ini
dikelilingi oleh jaringan ikat.
FISIOLOGI
Sebum
Pada sebum manusia yang dihasilkan dari kelenjar sebasea, mengandung
squalen, kolesterol, ester kolesterol, wax ester, dan trigliserida. Enzim dari
bakteri yang menghidrolisis trigliserida menghasilkan asam lemak bebas,
sehingga lemak yang keluar dari saluran folikel rambut memiliki komposisi
yang berbeda dengan kelenjar sebasea ( adanya tambahan monogliserida
dan digliserida ). Berikut kompisisi dari sebum :
Fungsi Sebum
Fungsi sebum pada manusia sendiri belum diketahui. Tapi dapat dipasikan
bahwa Sebum merupakan faktor utama dari penyebab akne. Beberapa ahli
berpendapat bahwa sebum mengurangi terjadinya proses hilangnya cairan
dari kulit dan menghaluskan dan melembutkan kulit. Sebum telah terbukti
dapat melindungi kulit dari infeksi seperti bakteri, jamur, karena
mengandung imunoglobulin A yang disekresi dari kebanyakan kelenjar
eksorkrin.
Sekresi sebum meningkat saat mencapai pubertas yan dipengaruhi
oleh androgen dan seiring dengan pembesaran kelenjar sebasea. Pada pria
sekresi sebum dapat mencapai usia 80 tahun, pada wanita hanya sampai 60
tahun ( setelah menopause). Pada orang tua, kelenjar sebasea mengalami
hiperplasia tetapi sekresi sebum tidak meningkat.
b. Faktor perangsang produksi Sebum
Androgen
Telah diketahui bahwa untuk produksi sebum, kelenjar
sebasea memerlukan hormon Androgen. Pasien yang
memiliki keadaan genetik pada androgen reseptor, tidak
mempunyai sebum dan akne.
Retinoid
Isotretinoin adalah zat kimia yang paling ampuh dalam
menginhibisi produksi dari sebum. Hal ini dapat terlihat
hasilnya dalam 2 minggu setelah pemakaian. Kelenjar
sebasea menjadi kecil, dan lemak yang dihasilkan dari
kelenjar sebasea pun berkurang.
Melanokortin
Pada binatang mencit melanokort meningkatkan produksi
sebum. Rekayasa genetik yang dilakukan pada tikus dengan
kekurangan reseptor melanokortin-5 mengalami hipoplasia
dari kelenjar sebasea sehingga produksi sebum berkurang.
Reseptor melanokortin-5 pada manusia telah teridentifikasi
pada kelenjar sebasea, dimana produksi sebum dapat
dimodulasi.
Peroxisom Proliferator-Activated Receptors (PPRAs)
PPRAs mirip dengan reseptor retinoid. Setiap resepetor
membentuk heterodimer dengan reseptor retinoid X untuk
mentranskiripsikan gen-gen yang bersangkutan metabolisme
lemak dan proliferasi dan diferensiasi seluler.
Fibroblast Growth Factor Receptors
FGFR 1 dan FGFR 2 terdapat di epidermis kulit dan
jaringan penyangga kulit. FGFR 2 memiliki peran penting
dalam embriogenesis pada formasi kulit. Mutasi pada FGFR
2 menyebabkan Apert syndrom yang biasanya disertai akne,
tetapi prosesnya sendiri masih tidak diketahui.
Estrogen
Estrogen dapat mengurangi proses lipogenesis. Estrogen
sendiri bekerja sebagai inhibitor Androgen dan gonad via
hipofisis. Pada Terapi Pengganti Hormon (TPH) dapat
meningkatkan produksi lemak pada kulit, dimana tergantung
Hormon dominan mana yang diberikan.
TPH ini dapat merefleksikan efek dari Progesteron, dimana
Esterogen itu sendiri menekan produksi sebum.
Progesteron
Efek progesteron terhadap produksi sebum masih
kontradiksi. Pada wanita menstruasi, peningkatan sekresi
sebum dianggap sebagai efek dari progesteron.
DEFINISI
Abses folikel rambut dan kelenjar sebasea yaitu suatu keadaan dimana
terdapatnya pus atau nanah pada folikel rambut dan kelenjar sebasea yang
disebabkan oleh proses perdangan atau inflamasi. Adanya beberapa
penyakit yang dapat menimbulkan abses pada foikel rambut dan kelenjar
sebasea yaitu folikulitis, furnkel dan karbunkel.
Folikulitis
3. Folikulitis superfisialis
4. Folikulitis Profunda
Folikulitis Profunda adalah radang folikel rambut dengan pustul
perifolikular kronik yang di tandai dengan adanya papul, pustul
dan sering terjadi rekurensi, merupakan folikulitis piogenik dengn
infeksi yang meluas kedalam folikel rambut sampai subkutan
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Folikulitis
Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Infeksi
dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut di kulit
(folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Setiap rambut
tumbuh dari folikel, yang merupakan suatu kantung kecil di bawah kulit.
Selain menutupi seluruh kulit kepala, folikel juga terdapat pada seluruh
tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki dan membrane mukosa
bibir. Folikulitis bisa di sebabkan oleh karena minyak ataupun pelumas
dan keringat berlebihan yang menutupi dan menyumbat saluran folikel
rambut. Bisa juga di sebabkan oleh gesekan saat bercukur atau gesekan
pakaian pada folikel rambut maupun trauma atau luka pada kulit. Hal ini
merupakan port de entry dari berbagai mikroorganisme terutama
staphylococcus aureus sebagai penyebab folikulitis. Folikulitis, dapat
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang
kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang.
Akne vulgaris
5. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea
yang menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau
terbuka (blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).
6. Meningkatnya sekresi sebum.
7. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada
saluran sebasea.
8. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.
Faktor Pencetus
Banyak faktor pencetus yang menyebabkan akne yaitu :
Hormon
Hormon Androgen merupakan pencetus utama
meningkatnya sekresi sebum pada laki dan perempuan.
Diet
Faktor makanan terutama makanan yang manis seperti
permen, coklat, dianggap oleh beberapa dokter dan pasien
sebgai pencetus terjadinya AV. Tetapi berdasarkan penelitian
tidak ada korelasi yang bermakna antara AV dan diet.
Menurut penelitian, coklat bukan sebagai faktor pencetus
AV. Studi lain mengatakan bahwa ada hubungan antara intak
susu dan AV.
Berkeringat
Sampai 15% pada pasien dengan AV memiliki riwayat
bekeringat yang banyak terutama di tempat panasdan
pekerjaan; seperti koki.
Faktor eksternal
Oil, seperti minyak sayur atau minyak oli yang dapat
menyebabkan terjadinya ‘folikulitis oil’. Menyebabkan
terjadinya lesi seperti AV. Ter, DDT, Kosmetik yang
mengandung komedogenik oil.
Iatrogenik
Kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik, dapat
menyebabkan hiperkeratosis pada pilosebaseus yang
akhirnya menyebabkan AV.
Stress
Menurut hasil penelitian, sebanyak 55% dari pasien yang
datang dengan keadaan dermatologi, mengeluhkan adanya
AV yang meluas di wajah mereka yang berkaitan dengan
stress. Tidak ditemukannya adanya korelasi antara stress
dengan AV. Hasil data terbaru mengatakan bahwa kelenjar
sebasea memiliki reseptor neuropeptida, dimana reseptor ini
bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi, proliferasi, dan
produksi dari sebum.
Merokok
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
Radiasi UV
Beberapa Inverstigasi mengemukakan bahwa asap rokok
mengandung asam arakidonat yang tinggi dan aromatik
hidrokarbon polisiklik yang menginduksi jalur inflamasi
fosfolipase A2. Efek lebih lanjut dapat merangsang sintesis
asam arakidonat.
PATOFISIOLOGI
Folikulitis
Secara umum, hampir 20% populasi manusia membawa bakteri
Staphylococcus aureus dalam tubuh mereka. Lokasi yang paling sering
adalah hidung, aksila dan perineum. Staphylococcus aureus memproduksi
beberapa toksin yang dapat meningkatkan kontribusi untuk invasi dan
membantu mempertahankan kehidupan stafilokokus dalam jaringan.
Produk-produk yang dihasilkan di dinding sel bakteri ini menimbulkan
berbagai efek pada sistem kekebalan tubuh penderita.
Produk-produk yang dihasilkan pada dinding sel ini adalah asam teichoic,
peptidoglycan dan protein A. Protein A ini membantu pelekatan bakteri
pada sel host. Selanjutnya, bakteri akan terikat pada porsi Fc dari IgG
sebagai tambahan pada fragmen Fab pada IgE. Pada follikulitis superfisial,
populasi sel neutrofil dapat memfiltrasi pada bagian infundibulum pada
folikel rambut dan mencetuskan suatu infeksi. Ini merupakan satu contoh
yang disebut sebagai suatu invasi secara langsung.
Gambar 3. Folikulitis
PEMBENTUKAN KOMEDO
Peristiwa yang pertama kali muncul pada jerawat adalah
pembentukan komedo, teradapatnya sumbatan pada folikel, dimana
disebut terbuka bila terlihat bintik putih di folikuler orifisea dan tertutup
bila tidak terlihat bintik hitam.
Gmb 6 : komedo hitam dan putih.
Komedo hitam sering disangka sebagai partikel debu oleh orang awam,
melainkan melanin yang teroksidasi. Pembentukan komedo dimulai dari
deskuamasi yang abnormal dari lapisan folikel. Epitel tidak rontok sebagai
partikel halus, melainkan terlepas dalam bentuk lembaran yang tidak bisa keluar
melalui lubang pada folikel, maka itu terjadi sumbatan. Penyebab terjadinya
deskuamasi epitel yang abnormal masih belum diketahui. Sekresi sebum bukan
faktor dari pembentukan komedo. Terdapat beberapa faktor yang diduga sebagai
pencetus komedo, yaitu agen fisik contohnya sinar matahari yang pernah di teliti
pada kuping kelinci;sunblock;cocoa powder, infeksi dari bakteri yang
menyebabkan inflamasi.
MANIFESTASI KLINIS
Folikulitis
Secara umum folikulitis menimmbulkan rasa gatal seperti terbakar pada
daerah rambut. Gejala konstitusional yang sedang juga dapat muncul pada
folikulitis seperti badan panas, malaise dan mual. Pada folikulitis superfisialis
gambaran klinisnya di tandai dengan timbulnya rasa gatal dan agak nyeri,
tetapi biasanya tidak terlalu menyakitkan hanya seperti gigitan serangga,
tergores atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya. Kelainan di kulitnya
dapat berupa papul atau pustul yang erimatosa yang dan di tengahnya terdapat
rambut dan biasanya multiple serta adanya krusta di sekitar daerah inflamasi.
Tempat predileksi biasanya pada tungkai bawah. Folikulitis superfisialis ini
dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari tanpa meninggalkan jaringan
parut. Pada folikulitis profunda gambaran klinisnya hampir sama seperti
folikulitis superfisialis. Folikulitis profunda ini terasa sangat gatal yang di
sertai rasa terbakar serta teraba infiltrat di subkutan yang akhirnya dapat
meninggalkan jaringan parut apabila taelah sembuh.
Gambar 7. Efloresensi folikulitis
Lokasi
Tempat predileksi AV adalah di muka, bahu, dada bagian atas. Lokasi kulit
lain, misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang terkena. AV memiliki
lesi polimorfik. Lesi bisa inflamasi dan non inflamasi. Lesi Non-inflamasi
adalah komedo, dimana bisa terbuka (komedo hitam) atau yang tertutup
(komedo putih). Lesi Inflamasi yaitu papulopustular, papulonodular,
nodulokistik, Akne Konglobata. Komedo hitam tampak sebagai lesi yang
datar atau sedikit menonjol dengan bagian tengahnya hitam. Komedo putih
mungkin tampak sukar untuk dapat dilihat karena letaknya lebih dalam
dan tidak mengandung unsur melanin. Gambarannya bisa pucat, sedikit
menimbul, papul-papul kecil. Peregangan kulit dapat membantu untuk
mendeteksi lesi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis furunkel dan karbunkel ialah
dermapatologi, pewarnaan Gram, kultur bakteri, dan sensitivitas
antibiotik.Furunkolosis dan karbunkel yang tidakbisamembaik di
hubungkan dengan penyakit leukositosis.
c) Furunkel
Terlihat abses perifolikuler setempat. Pembuluh darah setempat
mengalami dilatasi dan tempat terinfeksi diserang oleh leukosit
polimorfonuklear. Terjadi nekrosis kelenjar dan jaringan sekitar,
membentuk inti yang di kelilingi oleh daerah dilatasi vaskuler, leukosit,
dan limfosit.
d) Karbunkel
Akne Vulgaris
Diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan ekskohlesasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum
dengan ekstraktor komedo (sendok Unna). Sebum dapat tampak
sebagai massa padat seperti lilin atau massa lunak seperti nasi yang
ujungnya kadang berwarna hitam. Pemeriksaan histopatologis tidak
memperlihatkan gambaran yang spesifik berupa sebukan sel radang
pada pilosebasea. Pemeriksaan mikrobiologi terhadap jasad renik yang
memiliki peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
di laboratorium mikrobiologi. Namun hasilnya sering tidak
memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam
lemak bebas meningkat dan oleh karena itu pada pencegahan dan
pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
2.5 PENATALAKSANAAN
Folikulitis
Folikulitis kadang dapat sembuh sendiri setelah dua atau tiga hari, tetapi
pada beberapa kasus yang persisten dan rekuren perlu penanganan.
3. Umum
Cukup dengan menjaga kebersihan diri terutama kulit,
menghindari garukan dan faktor pencetus seperti gesekan pakaian
atau mencukur dan luka atau trauma.
4. Khusus, terbagi 2 yaitu secara tropikal dan secara sistemik :
Topikal, dapat di berikan antibiotik misalnya (2) :
4. Kemicetin salap 2 %
5. Kompres PK 1/ 5000 solusio sodium chloride 0,9 %
( jika ada eksudasi)
6. Salep natrium fusidat.
3. Non Farmakologis
4. Farmakologis
c) Topikal:
Mupirocin
Asam Fusidat
d) Sistemik:
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan.
Bila infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan
komordibitas, kultur dapat dilakukan. Terapi anti mikrobial harus
dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah
apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang di drainase harus
ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus
sering dilakukan. Pasien dengan furunkolosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan.
Akne vulgaris
Topikal Antibiotik
Terapi Sistemik :
Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang sering
digunakan dalam pengobatan akne. Walaupun tidak
mengurangi produksi sebum, tetapi mengurangi proses
terbentuknya asam lemak bebas yang merupakan indikator
aktifitas dari P. acne.
Eritromisin, Clindamisin, dan Dapson.
Terapi Hormonal
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah untuk meniadakan
efek androgen pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai dengan
anti-androgen, atau agen-agen yang dapat mengruangi produksi dari
hormon androgen melalui indung telur, atau kelenjar adrenal.
Agen yang memblok reseptor androgen
- Spironolakton.
- Ciproterone asetat.
- Flutamide.
Inhibitor produksi androgen
- Glukokortikoid
Inhibitor produksi androgen ovarium
Agonis Gonadotropin-releasing hormon. Seperti leuprolide
yang bekerja pada hipofise untuk mengganggu proses siklus
gonadotropin. Obat ini efektif untuk mengatasi akne dan
hirsutisme. Tetapi akibatnya pembentukan estrogen pun
terganggu, sehingga dapat menyebabkan gejala menopause
lebih awal. Obat kontrasespsi. Mengandung estrogen yang
dapat mensupresi produksi sebum.
Isotretinoin
Isotretinoin merupakan retinoid yang digunakan untuk
pengobatan akne yang parah. Isotretinoin merupakan indikasi
untuk akne yang parah, bernodul, skar, dan untuk pengobatan
akne yang sebelumnya gagal. Isotretinoin juga efektif untuk
terapi pasien dengan hidradenitis supurativa, rosasea, dan akne
gram-negatif yang tidak respon terhadap terapi sebelumnya.
Isotretinoin merupakan bahan teratogen. Pada kehamilan
yang menggunakan isotretinoin, dapat mengalami keguguran
spontan, malformasi pada fetus. Efek samping lainnya adalah
keringnya pada kulit, bibir, dan mata, mukosa, malaise,
hipertrigliseridemia, dan depresi bahkan sampai bunuh diri.
Fototerapi dan Laser
Dari berbagai macam fototerapi sedang dalam penilitan yang
lebih lanjut. Sampai 70% pasien dengan akne yang terekspos dengan
sinar matahari mengalami perbaikan.
Sasaran dari penggunaan fototerapi ini adalah :
Propionibacterium acnes jelas merupakan target dari
penggunaan fototerapi karena merupakan sumber reaksi
peradangan pada kelenjar sebasea. Organisme ini membentuk
porfirin, yang teradapat di folikel. Komponen fotoaktif ini
dapat diaktifkan dengan cahaya untuk mengaktifkan oksigen,
dimana sangat toxic untuk P. acne. Terapi harus dilakukan
sesering mungkin. Ada yang penelitian yang mengatakan
bahwa diperlukan waktu 30 menit.
Produksi sebum. Sebum, dalam arti, merupakan faktor utama
dalam menyebabkan akne. Tanpa sebum, P.acnes tidak dapat
berploriferasi dan akne tidak akan terjadi. Isotetrionin
merupakan obat yang paling efektif dalam menurunkan sekresi
sebum. Terapi berbasis cahaya dengan sasaran produksi
kelenjar sebum memiliki potensi dalam menyembuhkan akne.
Modulasi Keratinisasi. Sampai saat ini belum ada bukti
fototerapi dapat memodulasi keratin.
Modulasi respon imun. TLRs telah terbukti ikut peran dalam
terbentuknya jerawat. Mungkinkah fototerapi ini dapat
memodulasi imunitas kulit Beberapa hasil penelitian bisa
terjadi. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan sinar matahari dan
fototerapi yang mengurangi aktivasi dari sel Langerhans di
kulit.
MASTITIS
DEFINISI
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri
biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
(penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti
demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan
saluran air susu.
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi
fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan
nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat.
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan
pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran
darah. Tanda–tanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai
kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri
perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 3–4 minggu
masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan
sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin
sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan
antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa
tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada
duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi
pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini
adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang
buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan
bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu
kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara
yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk
melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis
epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana
keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.
2. Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2–3 minggu.
Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400
ml/hari).
4. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon inflamasi. Secara normal, ASI
segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
FAKTOR RISIKO
2.2Faktor Resiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E,
vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
ETIOPTOGENESIS
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Peradangan pada payudara (Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
MENIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras
dan kadang terasa nyeri.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah–
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah – pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang biasanya tidak diperlukan, namun ntuk
mengetahui jenis infeksi jamur atau bakteri sebagai penyebab dari mastitis perlu
dilakukan pemeriksaan KOH dan darah lengkap. Biasanya pada infeksibakteri,
pada pemeriksaan darah lengkap terlihat adanya peningkatan leukosit dn LED.
Pada infeksi yang disebabkan oleh jamur, pemeriksaan KOH hasilnya positif.
DIAGNOSIS:
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
Demam dengan suhu lebih dari 38,50C
Menggigil
DIAGNOSIS BANDING
Cracked Nipple
Abses nipple
PENATALAKSANAAN
Untuk menangani setiap kondisi yang telah didiskusikan, penting untuk:
1. Menganamnesis ibu, untuk mempelajari adanya penyebab nyata untuk
kesulitan ibu, atau faktor predisposisi.
2. Mengamati cara menyusui, dan mengkaji apakah teknik ibu menyusui dan
isapan bayi pada payudara memuaskan, dan bagaimana hal itu dapat
diperbaiki.
b. Mastitis
Jika dengan semua usaha pencegahan, mastitis tetap terjadi, maka ia harus
ditangani dengan cepat dan adekuat. Bila penanganan ditunda, penyembuhan
kurang memuaskan. Terdapat peningkatan risiko abses payudara dan kekambuhan.
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustrasi,
dan membuat banyak wanita merasa sangat sakit. Selain dengan penanganan yang
efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ia
mungkin telah mendapat nasihat yang membingungkan dari petugas kesehatan,
mungkin disarankan untuk berhenti menyusui, atau tidak diberi petunjuk apapun.
Ia dapat menjadi bingung dan cemas, dan tidak ingin terus menyusui. Ibu harus
diyakinkan kembali tentang nilai menyusui yang aman untuk diteruskan, bahwa
ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya, dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya. Ia memerlukan dukungan
bahwa perlu sekali untuk berusaha melampaui kesulitan ini. Ia membutuhkan
bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan,
dan bagaimana meneruskan menyusui atau memeras ASI dari payudara yang
terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat dukungan terus-
menerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin
paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu
cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama
15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.
a. Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
PENCEGAHAN
Mastitis dan abses payudara sangat mudah dicegah, bila menyusui
dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan
stasis ASI, dan bila tanda dini seperti bendungan, sumbatan saluran payudara, dan
nyeri puting susu diobati dengan cepat. Hal ini dibutuhkan sebagai bagian dari
perawatan kehamilan dan sebagai bagian yang berkelanjutan pada fasi1itas
perawatan berbasis komunitas untuk ibu dan anak.
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Wanita dan siapa saja yang merawat mereka perlu mengetahui tentang
penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat
dan tentang pemeliharaan kesehatan payudara. Butir-butir penting adalah :
mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik;
menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi
selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;
menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal – hal
berikut ini dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam
proses menyusui, dan meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
Penggunaan dot
Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama,
terutama dari botol susu.
Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk
mengisap payudara yang lain.
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain,
Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari
hal-hal tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia
melakukan perawatan ekstra pada payudaranya.
b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan
Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis.
Mereka harus dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan
atau dirawat sebelum dan setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas
kesehatan yang lebih kecil seperti pusat kesehatan, atau di rumah bila ibu
melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan. Praktik tersebut
adalah sebagai berikut :
Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera
setelah tampak tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya
pada kamar yang sama.
Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik
menyusui, baik sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk
menjamin pengisapan yang baik pada payudara, pengisapan yang efektif, dan
pengeluaran ASI yang efisien.
Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand, kapan saja bayi
menunjukkan tanda-tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari
payudara.
Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif,
dan menghindari penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila
bayinya terlalu kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat
menyusui pertama kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui
berikutnya.
f. Pengendalian infeksi
Karena penatalaksanaan menyusui yang sesuai merupakan dasar
pencegahan mastitis, pengurangan risiko infeksi juga penting, terutama dirumah
sakit. Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering. Petugas kesehatan harus mencuci tangannya setiap kali setelah kontak
dengan ibu atau bayi, atau dengan semua kemungkinan sumber organisme
patogen. Sabun biasa adekuat untuk menyingkirkan organisme permukaan, tetapi
untuk petugas kesehatan yang sering kontak dengan cairan tubuh, produk pencuci
tangan antimikroba lebih efektif, asalkan sabun kontak dengan kulit minimal 10
detik tiap pencucian. Paters menunjukkan bahwa desinfeksi tangan tambahan pada
sisi tempat tidur ibu menyusui di rumah sakit mengurangi insiden mastitis dari
2,8% sampai 0,66%. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan
ibu juga merupakan jalan yang penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.
KOMPLIKASI
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai
diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum
secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan
terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur
agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
c. Infeksi jamur
PROGNOSIS
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera. Dan
keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan tindakan
yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
DEFINISI
Trauma kulit pada papilla mamae, nama lain fissura papilla mamae.
Sebagian besar karena breastfeeding atau menyusui, dan terasa nyeri saat
menyusui. Fisura terjadi pada hari pertama sampai beberapa pekan setelah
melahirkan (postpartum). Fisura tersebut dapat menjadi tempat masuknya bakteri
piogenik patogen dan beberapa jenis jamur, fisura papilla mamae juga
berhubungan dengan keadian mastitis setelahnya.
Cracked nipple merupakan papilla mammae yang lecet terjadi pada masa
menyusui yang ditandai dengan lecetnya pada putting, berwarna kemerahan dan
puting pecah serta terasa panas. Lecetnya putting susu ( nipple) ibu yang
sebelumnya memberikan atau sedang dalam masa menyusui sehingga
menyebabkan kesakitan saat menyusui. Hal ini berpengaruh terhadap
berkurangnya produksi ASI. Cracked nipple sering terjadi pada ibu muda yang
baru pertama kali menyusui. Hal ini disebabkan karena, posisi menyusui yang
salah, tidak sempurnanya perlekatan antara mulut bayi dengan puting ibu atau saat
bayi mulai tumbuh gigi, bayi hanya menghisap dibagian putting tidak mencapai
areola. Cracked nipple dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
EPIDEMIOLOGI
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah
puting susu lecet atau nyeri. Sekitar 57% dari ibu-ibu menyusui
dilaporkan pernah menderita kelecetan pzada putingnya dan payudara bengkak.
Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus dan
mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan atau komplikasi dari
mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara. Sehingga
dapat menyebabkan tidak terlaksananya Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Cracked
nipple dapat meyebabkan bengkak pada payudara yang mengarah ke mastitis dan
biasanya terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan.
ETIOLOGI
Kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai areola tertutup
oleh mulutbayi.Bila bayi hanya menyusui pada putting susu, maka bayi akan
mendapatkan ASI sedikit
Putting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu
membersihkan putting susu
Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada putting susu ibu
Hisapan bayi yang terlalu kencang, gigitan bayi, goresan benda tajam, kuku
bayi atau ibu.
Vasospasme yang disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting akibat
pelekatan
yang kurang baik dan/atau infeksi jamur.
PATOGENESIS
Terjadinya papilla mammae lecet di awal menyusui pada umumnya
disebabkan oleh salah satu atau kedua hal berikut: posisi dan pelekatan bayi yang
tidak tepat saat
menyusu, atau bayi tidak mengisap dengan baik. Meskipun
demikian, bayi dapat belajar untuk mengisap payudara dengan baik ketika ia
melekat dengan tepat saat menyusu (mereka akan belajar dengan sendirinya).
Jadi, proses mengisap yang bermasalah seringkali disebabkan oleh pelekatan yang
kurang baik. Infeksi jamur yang terjadi di papilla mammae (disebabkan oleh
Candida Albicans) dapat pula menyebabkan puting lecet. Vasospasme yang
disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting akibat pelekatan yang kurang
baik dan/atau infeksi jamur, juga dapat menyebabkan puting lecet. Rasa sakit yang
disebakan oleh pelekatan yang kurang baik dan proses mengisap yang tidak
efektif akan terasa paling sakit saat bayi melekat ke payudara danbiasanya akan
berkurang seiring bayi menyusu. Namun jika lecetnya cukup parah, rasa
sakit dapat berlangsung terus selama proses menyusu akibat pelekatan kurang
baik/mengisap tidak efektif. Rasa sakit akibat infeksi jamur biasanya
akan berlangsung terus selama proses menyusui dan bahkan setelahnya.
Banyak ibu mendeskripsikan rasa sakit seperti teriris sebagai akibat pelekatan
yang kurang baik atau proses mengisap yang kurang efektif. Rasa sakit akibat
infeksi jamur seringkali digambarkan seperti rasa terbakar. Jika rasa sakit
pada puting terjadi padahal sebelumnya tidak pernah merasakannya, maka rasa
sakit tersebut mungkin disebabkan oleh infeksi Candida, meskipun
infeksi tersebut dapat pula merupakan lanjutan dari penyebab lain sakit pada
puting, sehingga periode tanpa sakit hampir tidak pernah terjadi. Lecet /fisura
pada papilla mammae dapat terjadi karena infeksi jamur. Kondisi dermatologis
dapat pula menyebabkan sakit pada papilla mammae.
MENIFESTASI KLINIS
• Luka lecet kekuningan
• Perlekatan yg kurang baik paling sakit saat bayi melekat dan berkurang
seiring bayi menyusu rasa sakit teriris
DIAGNOSIS:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik sesuai dengan temuan gejala klinis, Pemeriksaan
payudara bisa dilakukan dengan teknik SADARI (Pemeriksaan Payudara
Sendiri). SADARI sebaiknya dilakukan sebulan sekali, kira-kira satu minggu
setelah masa menstruasi karena disaat inilah payudara lebih lunak karena
pengaruh hormon. Wanita usia 20-an awal bisa memulai memeriksa payudara
sendiri
Pemeriksaan penunjang mammografi dan USG payudara
DIAGNOSIS BANDING
Mastitis
Abses payudara
Ca mammae
PENATALAKSANAAN
1. Bayi harus disusuikan terlebih dahulu pada puting yang normal yang lecetnya
lebih sedikit. Untuk menmghindari tekanan local pad puting maka posisi
menyusu harus sering diubah, untuk puting yang sakit dianjurkan mengurangi
frekuensi dan lamanya menyusui. Di samping itu, kita harus yakin bahwa
teknik menyusui yang diguanakan bayi benar, yaitu harus menyusu sampai ke
kalang payudara. Untuk menghindari payudara yang bengkak, ASI
dikeluarkan dengan tangan pompa, kemudian diberikan dengan sendok, gelas,
dan pipet.
2. Setiap kali selesai menyusui bekas ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi diangin-
anginkan sebentar agar melembutkan puting sekaligus sebagai anti-infeksi.
3. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan payudara.
4. Pada papilla mammae dapat dioleskan minyak lanolin atau minyak kelapa
yang telah dimasak terlebih dahulu.
5. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak
sampai terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar juga tidak menyusu terlalu
rakus.
6. Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat
menyebabkan lecet pada puting susu ibu. Jika ditemukan gejala moniliasis
dapat diberikan nistatin.
Bayi tetap disusui pada putting yang tidak lecet dgn teknik yang
benar
Setelah menyusui tidak perlu dibersihkan dan cukup dianginkan
karna sisa ASI sudah merupakan anti infeksi dan pelembut putting
susu
c. Diantara menyusui
Menjaga personal hygene dari payudara.
Menggunakan sabun non-antibakterial dan non-perfume apabila ingin
membersihkan payudara, menggunakan sabun pada daerah papila
mamae yang luka tidak dianjurkan.
Edukasi
Edukasi mengenai prinsip dasar menyusui yaitu teknik benar, susui sesuai
permintaan bayi, ibu rileks dan percaya diri saat menyusui.
Penilaian proses menyusui.
B= Body Position : Rileks, nyaman, ibu memegang seluruh tubuh bayi,
kepala tegak lurus, dagu bayi menyentuh payudara, seluruh tubuh bayi
menghadap ibu, payudara ibu mendekati bayi, bukan bayi mendekati payudara
ibu.
R= Response : Bayi mencari puting, menghisap tenang, dan asi keluar. Isapan
bayi lambat dan tenang, ada jeda diantra isapan, ada gerakan menelan dari
bayi.
E= Emotion : Ibu merangkul dengan yakin, atensi ibu baik (menatap bayi).
A= Anatomy : Payudara lunak setelah menyusui dan terasa lebih ringan
S= Suckling: Isapan bayi, kekuatan normal. Kelekatan mulut bayi yang baik:
- Dagu menyentuh payudara
- Mulut bayi terbuka lebar
- Bibir Bawah keluar
- Areola mama sedikit terlihat, biasanya bagian bawah tidak terlihat, bagian
atas sedikit terlihat.
T= Time : 15-20 menit bayi akan melepas sendiri apabila teknik dan posisi
menyusui benar.
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang
tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.
Posisi khusus berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca
operasi sesar. Bayi diletakan disamping kepala ibu dengan posisi kaki
diatas. Menyusui bayi kembar seperti memegang bola bila disusui
bersamaan di payudara ki-ka. Pada ASI yang memancar penuh, bayi di
tengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi,
dengan posisi ini bayi tidak tersedak.
Langkah Menyusui yang Benar
1. Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan
disekitar putting, duduk dan berbaring dengan santai
PENCEGAHAN
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Wanita dan siapa saja yang merawat mereka perlu mengetahui tentang
penatalaksanaan menyusui yang efektif, pemberian makan bayi dengan adekuat
dan tentang pemeliharaan kesehatan payudara. Butir-butir penting adalah :
mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan
memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik;
menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan membiarkan bayi
selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;
menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin 6 bulan.
Wanita dan orang yang merawatnya juga perlu memahami bahwa hal – hal
berikut ini dapat mengganggu, membatasi, atau mengurangi jumlah isapan dalam
proses menyusui, dan meningkatkan risiko stasis ASI, yaitu :
Penggunaan dot
Pemberian makanan dan minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama,
terutama dari botol susu.
Tindakan melepaskan bayi dari payudara pertama sebelum ia siap untuk
mengisap payudara yang lain.
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan.
Tidak menyusui, termasuk bila bayi mulai tidur sepanjang malam.
Trauma pada payudara, karena kekerasan atau penyebab lain,
Hal-hal tersebut harus dihindari atau sedapat mungkin ibu dilindungi dari
hal-hal tersebut, tetapi bila tak terhindarkan, ibu dapat mencegah mastitis bila ia
melakukan perawatan ekstra pada payudaranya.
b. Tindakan rutin sebagai bagian perawatan kehamilan
Praktik berikut ini penting untuk mencegah stasis ASI dan mastitis.
Mereka harus dilakukan secara rutin pada semua tempat di mana ibu melahirkan
atau dirawat sebelum dan setelah persalinan, yaitu rumah sakit bersalin, fasilitas
kesehatan yang lebih kecil seperti pusat kesehatan, atau di rumah bila ibu
melahirkan di sana, atau bila ibu kembali setelah melahirkan. Praktik tersebut
adalah sebagai berikut :
Bayi harus mendapat kontak dini dengan ibunya, dan mulai menyusui segera
setelah tampak tanda-tanda kesiapan, biasanya dalam jam pertama atau lebih.
Bayi harus tidur di tempat tidur yang sama dengan ibunya, atau di dekatnya
pada kamar yang sama.
Semua ibu harus mendapat bantuan dan dukungan yang terlatih dalam teknik
menyusui, baik sudah maupun belum pernah menyusui sebelumnya, untuk
menjamin pengisapan yang baik pada payudara, pengisapan yang efektif, dan
pengeluaran ASI yang efisien.
Setiap ibu harus didorong untuk menyusui on demand, kapan saja bayi
menunjukkan tanda-tanda siap menyusui, seperti membuka mulut dan mencari
payudara.
Setiap ibu harus memahami pentingnya menyusui tanpa batas dan eksklusif,
dan menghindari penggunaan makanan tambahan, botol, dan dot.
Ibu harus menerima bantuan yang terlatih untuk mempertahankan laktasi bila
bayinya terlalu kecil atau lemah untuk mengisap dengan efektif.
Bila ibu dirawat di rumah sakit, ia memerlukan bantuan yang terlatih saat
menyusui pertama kali dan sebanyak yang diperlukan pada saat mcnyusui
berikutnya.
KOMPLIKASI
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
d. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara
teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus
memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian
mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat
dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik
sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara
serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi
medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar
antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
e. Mastitis
PROGNOSIS
Papila mammae lecet/luka harus segera ditangani dengan baik, karena jika
dibiarkan saja akan memudahkan terjadinya infeksi pada payudara (mastitis).
DAFTAR PUSTAKA
Definisi
Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa
kasus, puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-kasus lain,
retraksi ini menetap.
Etiologi
a. Penyebab yang sering terjadi- Faktor menyusui:
1. Penyusuan yang tertunda.
2. Perlekatan yang tidak baik.
3. Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat.
4. Tidak menyusui pada malam hari.
5. Pemberian botol atau empeng.
6. Pemberian minuman lain selain ASI.
b. Faktor psikologis ibu:
1. Kurang percaya diri
2. Ibu khawatir / terlalu stress
3. Ibu terlalu lelah
4. Ibu tidak suka menyusui
5. Ibu mengalami baby blues
Diagnosis
Grade 1
Puting tampak datar atau masuk ke dalam
Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau
sekitar areola.
Grade 2
Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat
tekanan dilepas
Grade 3
Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan
pembedahan untuk dikeluarkan.
Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis
yang parah
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Jka retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan
pompa payudara.
Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk
mengeluarkan puting dengan jari pada beberapa bulan sebelum
melahirkan.
b. Tatalaksana Khusus : -
Referensi :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2013.Buku saku pelayanan
kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan (edisi
pertama).Jakarta.
LEPTOSPIROSIS
1. Definisi
2. Epidemiologi
3 Etiologi
Leptospirosis disebabkan kuman dari genus Leptospira dari famili
Leptospiraceae. Kuman ini berbentuk spiral, tipis, halus dan fleksibel dengan
ukuran panjang 5-15 μm, lebar 0,1-0,2 μm. Salah satu ujung leptospira berbentuk
bengkok seperti kait. Leptospira tidak berflagel, namun dapat melakukan gerakan
rotasi aktif. Kuman ini tidak mudah diwarnai, namun dapat diwarnai dengan
impregnasi perak (Jawetz, 2010).
4 Patofisiologi
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi
leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini
bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan
ginjal (Gasem MH, 2009).
Penularan leptospirosis pada manusia terjadi secara kontak langsung
dengan hewan terinfeksi Leptospira. Penularan tidak langsung terjadi melalui
genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin
hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga
terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia
dan hewan. Sedangkan untuk penularan secara langsung dapat terjadi pada
seorang yang senantiasa kontak dengan hewan (peternak, dokter hewan).
Penularan juga dapat terjadi melalui air susu, plasenta, hubungan seksual, pecikan
darah manusia penderita leptospira meski kejadian ini jarang ditemukan (Gasem
MH, 2009).
Leptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan membrane
mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran darah dan berkembang
khususnya pada konjungtiva dan batas oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon
imun seluler dan humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk
antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan sampai ke
tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak di ginjal. Leptospira dapat
mencapai ke pembuluh darah dan jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah
dan LCS pada hari ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS
ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat merusak pembuluh
darah yang dapat menyebabkan vasculitis dengan terjadi kebocoran dan
ekstravasasi darah sehingga terjadi perdarahan. Setelah terjadi proses imun
leptospira dapat lenyap dari darah setelah terbentuk agglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan
ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan
toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa
organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler (Zein,
2008).
Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai berikut:
1. Ginjal
Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk
lesi yang dapat terjadi tanpa disertai gangguan fungsi ginjal. Sedangkan
jika terjadi gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut
2. Hati
Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.
3. Jantung
Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa interstisial edema
dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan
dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal dan juga
endokarditis.
4. Otot Rangka
Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri
otot yang terjadi pada leptospira disebabkan oleh invasi langsung
leptospira.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis
anterior pada saat fase leptospiremia.
6. Pembuluh Darah
Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh darah dapat terjadi
vaskulitis dengan manifetasi perdarahan termasuk pada mukosa, organ-
organ visceral dan perdarahan bawah kulit.
7. Susunan Saraf Pusat (SSP)
Manifestasi masuknya bakteri ke dalam LCS adalah meningitis.
Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat
masuk ke LCS. Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel
mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic,
biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.
8. Weil’s Disease
Weil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan ikterus
biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia, gangguan
kesadaran dan demam tipe continue. Serotype leptospira yang
menyebabkan weil disease adalah serotype icterohaemorrhagica.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi
vascular (Zein, 2008).
5 Manifestasi Klinis
Terdapat dua bentuk manifestasi klinis penyakit leptospirosis, yaitu ringan
(anikterik) dan berat (ikterik, atau Weil’s syndrome). Masa inkubasi leptospirosis
adalah 2-20 hari, dari sejumlah individu yang terpapar, 90% akan berkembang
menjadi leptospirosis anikterik, dan 10% menjadi leptospirosis ikterik
(Nasronudin, 2007).