Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB 2

LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka

Hergar, 2017 melakukan penelitian tentang aspal modifikasi campuran agregat


dengan plastik jenis High Density Polyethylene (HDPE) dan Rena, 2006 tentang
aspal modifikasi campuran agregat dengan plastik jenis Polypropylene (PP).
Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Hegar dan Rena
masing-masing menunjukkan hasil yang memenuhi standar untuk pelaksanaan
perkerasan jalan raya.

Harga pokok produksi adalah semua biaya produksi yang digunakan untuk
memproses suatu bahan baku hingga menjadi barang dalam suatu periode waktu
tertentu. Penentuan harga pokok produksi digunakan untuk perhitungan laba atau rugi
perusahaan. Selain itu, harga pokok produksi memiliki peranan dalam pengambilan
keputusan perusahaan untuk beberapa hal seperti menerima atau menolak pesanan
dan membuat atau membeli bahan baku. Informasi mengenai harga pokok produksi
menjadi dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan harga jual produk yang
bersangkutan. (Ratna Wijayanti,2011).

Pelaksanaan analisis ekonomi sebuah produk dalam menentukan harga pokok


produksi tidak dapat terlepas dari biaya. Biaya merupakan gambaran ukuran
penggunaan sumber daya yang digunakan untuk tujuan menghasilkan produk atau
layanan. (Kinney dan Raiborn,2011).

Sistem biaya standar kurang mampu memenuhi kebutuhan manajemen dalam


perhitungan harga pokok produk yang akurat, terlebih apabila melibatkan biaya
produksi tidak langsung yang cukup besar dan keanekaragaman produk. Hal ini
mengakibatkan pengambilan keputan yang kurang tepat oleh pihak manajemen
sehubungan dengan strategi yang ditetapkan, sedangkan metode Activity-Based

7
Costing System (ABC) menggunakan berbagai tingkatan aktivitas dalam pembebanan
biaya produksi tidak langsung. (Agnes Fransica, 2011).

Biaya disebut sebagai sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu
dan diukur dalam jumlah uang dalam rangka mendapatkan barang dan atau jasa.
(Horngren dkk,2008).

Plastik merupakan bahan yang banyak digunakan. Penggunaan bahan plastik semakin
lama semakin meluas dan meningkat. Perkembangan produk plastik di Indonesia
sangat pesat pada dua dekade terakhir dengan merambah hampir di semua jenis
kebutuhan manusia. Jumlah produk plastik yang dihasilkan terdiri dari bermacam-
macam jenis. (Firman L Sahwan dkk, 2005).

Activity-Based Costing (ABC) juga dapat didefinisikan sebagai sistem penghitungan


biaya yang berusaha memperbaiki sistem penghitungan tradisional dengan
menekankan pada aktivitas sebagai objek dasar, Aktivitas tersebut dapat berupa
kejadian, tugas atau unit pekerjaan dengan tujuan khusus, seperti contoh:
perancangan produk, penyetelan mesin, pengoperasian mesin dan pendistribusian
produk. Biaya-biaya yang tidak bisa dibebankan ke dalam produk dibebankan pada
aktivitas-aktivitasnya dan biaya-biaya pada masing-masing aktivitas tersebut
dibebankan pada produk berdasarkan proporsi konsumsi produk tersebut pada
masing-masing aktivitas. (Hilton, 2003).

Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat yang terdiri
dari hidrokarbon atau turunannya, yang terlarut dalam trichloro-ethylene, bersifat
tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna
hitam atau kecoklatan, anti terhadap air dan bersifat adhesive. (British Standard 3690,
1982).

Biaya produksi dapat diperkecil dengan meningkatkan kapasitas produksi dengan


catatan harga-harga inputnya konstan. Dengan kapasitas produksi yang besar, maka
pemanfaatan input menjadi lebih efisien. Pabrik besar akan menghasilkan satuan

8
output per satuan input yang lebih tinggi ketimbang pabrik kecil. (Jackson, 1982;
diadaptasikan oleh Pratten 1971).

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan dalam mekalukan penelitian
sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
akan dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian
dengan judul yang sama dengan judul penelitian penulis. Tabel 2.1 berikut memuat
beberapa penelitian terdahulu berupa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


Hegar Lasardi Kurniawan Analisis Uji Indirect Nilai ITS meningkat, nilai
(2017) Tensile Strength (ITS), kuat lentur meningkat,
Bending, Cantabro, dan menurunkan nilai
Permeabilitas pada Split Cantabro Loss,
Mastic Asphalt (SMA) Mengurangi nilai
dengan Bahan Tambah koefisien permeabilitas.
Plastik HDPE
Medipta Auliya Dinantika Analisis Estimasi Harga Harga pokok produksi
(2017) Pokok Produksi Damar Damar Aspal adalah Rp
Aspal 30.202,-/kg dan Aspal Pen
60/70 adalah Rp
2.695,-/kg
Rizal Ajie Pamungkas Desain Asphalt Concrete
(2018) menggunakan Limbah
Plastik Polyethelene
Terephalate (PET)
sebagai Pengganti
Agregat
Yola Sukma Anggoro Desain Asphalt Concrete

9
(2018) menggunakan Limbah
Plastik Polypropylene
(PP) sebagai Pengganti
Agregat
Aziz Nurrahmat Analisis Estimasi Harga
Ramadhan (2018) Pokok Produksi Asphalt
Concrete menggunakan
Limbah Plastik sebagai
Pengganti Agregat

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sistem Activity Based Costing

2.2.1.1 Konsep Activity Based Costing

Sistem Acitivty Based Costing (ABC) merupakan metode menghitung aktivitas serta
membebankan biaya ke objek biaya seperti produk dan jasas berdasarkan aktivitas
yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk dan jasa. Sistem Activity Based
Costing dapat memperbaiki sistem kalkulasi biaya dengan mengidentifikasikan
aktivitas individual sebagai biaya pokok. Aktivitas ini dapat berupa kejadian, tugas,
atau unit kerja dengan tujuan khusus seperti perancangan produk, penyetelan mesin,
pengoperasian mesin dan pendistribusian produk. (Horngren dkk, 2008)

Konsep sistem Activity Based Costing berfokus pada pembebanan biaya berdasarkan
aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa. (Cooper dan Kaplan, 1988).

Menurut Garrison, Noreen, dan Brewer, model sistem Activity Based Costing
digambarkan pada gambar di bawah ini.

Objek Biaya (Produk )

Aktivitas

10
Konsumsi Sumber Daya

Biaya

Gambar 2.1 Konsep Activity Based Costing oleh Garrison dkk (2013)

Dalam konsep yang digambarkan dalam bagan diatas. Terlihat bahwa objek biaya
menghasilkan aktivitas dalam proses produksinya. Aktivitas ini kemudian dilakukan
dengan mengkonsumsi sumber daya perusahaan sehingga selanjutnya konsumsi
sumber daya itu akan menghasilkan biaya. Berdasarkan bagan tersebut dapat dilihat
pula bahwa sumber daya perusahaan dikonsumsi oleh aktivitas. Konsumsi sumber
daya terjadi karena aktivitas menghasilkan barang dan jasa. Sehingga dapat dikatakan
bahwa aktivitas merupakan komponen utama dalam sistem Activity Based Costing.

Menurut Hansen dan Mowen, Sistem Activity Based Costing sendiri digambarkan
dalam gambar di bawah ini.

Biaya Sumber Daya

Penelusuran Penggerak
Pembebanan Biaya Penelusuran Langsung
Biaya

Aktivitas

Penelusuran Penggerak
Pembebanan Biaya
Biaya

Produk

Gambar 2.2 Model Activity Based Costing Hansen dan Mowen (2013)

Berdasarkan gambar diatas sistem Activity Based Costing merupakan sistem yang
menggunakan pembebanan dua tahap. Pertama melakukan pembebanan sumber daya
terhadap aktivitas. Yaitu sumber daya dikonsumsi oleh aktivitas. Pembebanan yang

11
kedua yaitu melakukan pembebanan aktivitas pada produk. Sistem Activity Based
Costing juga merupakan sistem pembebanan biaya untuk mencari unit cost atau biaya
produksi yang didasarkan pada aktivitas menghasilkan produk. Penerapan sistem
Activity Based Costing kemudian juga diterapkan guna menghitung harga pokok jasa.

2.2.1.2 Manfaat Penggunaan Sistem Activity Based Costing

Penerapan sistem Activity Based Costing digunakan untuk menghasilkan informasi


biaya yang baru. Manfaat penggunaan sistem Activity Based Costing antara lain:

A) Memberi informasi mengenai biaya yang lebih akurat, yaitu hubungan sebab
akibat dengan sumber daya. (Chea, 2012)
B) Memprediksi aliran biaya (Krishnan, 2006)
C) Mampu memberikan informasi guna melakukan evaluasi manajemen seperti
mereduksi biaya yang kurang memberikan manfaat ekonomis.

2.2.1.3 Komponen dalam Sistem Activity Based Costing

Dalam sistem Activity Based Costing terdapat beberapa komponen yang sangat
berperan dalam perhitungan harga pokok produk. Perhitungan dengan sistem Activity
Based Costing akan melibatkan pemicu biaya, hierarki dan penelusuran.

A) Pemicu Biaya (Cost Driver)


Cost Driver merupakan tingkat aktivitas atau volume yang menjadi dasar
timbulnya biaya dalam rentang waktu tertentu. Artinya terdapat hubungan
sebab akibat perubahan tingkat aktivitas atau volume dengan tingkat
perubahan biaya total (Horngren dkk, 2008).

Pemicu biaya sendiri merupakan faktor yang dipakai untuk menetapkan


tingkat biaya dari suatu aktivitas dalam objek biaya (Krishnan, 2006).

B) Hierarki Biaya
Hierarki biaya yaitu kegiatan mengelompokkan biaya tidak langsung menjadi
kelompok biaya yang berbeda. Sistem Activity Based Costing biasanya
menggunakan hierarki biaya dalam empat tingkatan biaya tingkat unit output,

12
biaya tingkat batch, biaya pendukung produk, dan biaya pendukung fasilitas
untuk mengidentifikasi dasar alokasi yang merupakan pemicu biaya dari biaya
pada cost pool aktivitas.

1) Biaya Tingkat Unit Output


Biaya tingkat unit output merupakan aktivitas yang dilaksanakan atas
setiap unit produk atau jasa individual.

2) Biaya Tingkat Batch


Biaya tingkat batch merupakan biaya aktivitas yang berkaitan dengan
kelompok unit, produk atau jasa dan bukan setiap unit produk atau jasa
individual. Contoh biaya tingkat batch adalah biaya penanganan bahan
dan inspeksi mutu yang berkaitan dnegan batch produk yang dibuat.

3) Biaya Pendukung Produk


Biaya pendukung produk merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk
mendukung setiap produk tanpa menghiraukan jumlah unit atau batch unit
yang dibuat. Contoh untuk biaya ini yaitu biaya untuk design dan
perancangan.

4) Biaya Pendukung Fasilitas


Biaya pendukung fasilitas merupakan biaya aktivitas yang tidak dapat
ditelusuri ke produk namun mendukung operasi perusahaan secara
keseluruhan. Contoh biaya ini yaitu biaya administrasi dan biaya umum.

Pengelompokan biaya kedalam cost pool atau pusat-pusat biaya ini bertujuan
untuk memudahkan melakukan pembebanan konsumsi sumber daya ke
aktivitas. Pusat biaya ini dipakai untuk mengelompokkan aktivitas sesuai
levelnya. Aktivitas yang sudah teridentifikasi kemudian dilihat adanya
keterkaitan dengan sumber daya.

C) Penelurusan
Penelusuran atau tracing merupakan pembebanan aktual biaya pada objek
biaya dengan menggunakan ukuran yang dapat diamati atau sumberdaya yang

13
dikonsumsi oleh objek biaya. Penelusuran pada obyek biaya dapat dilakukan
dengan menggunakan dua cara berikut:

1) Penelusuran Langsung (Direct Tracking)


Penelurusan langsung yaitu suatu proses pengidentifikasian dan
pembebanan biaya yang berkaitan secara khusus dan fisik dengan objek
biaya. Penelusuran ini paling sering dilakukan dengan cara pengamatan
langsung kepada objek biaya. (Hansen dan Mowen, 2013)

2) Penelusuran Penggerak (Driver Tracing)


Penelusuran penggerak adalah pengukuran dengan penggunaan penggerak
untuk membebankan biaya pada objek biaya. Dalam konteks pembebanan
biaya, penggerak adalah faktor penyebab yang dapat diamati dan faktor
penyebab yang mengukur konsumsi sumber daya. Oleh sebab itu
penggerak adalag faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan
sumber daya dan memiliki hubungan sebab akibat dengan biaya yang
berhubungan dengan objek biaya.

2.2.1.4 Langkah-Langkah dalam Penerapan Sistem Activitiy Based Costing

Menurut Siregar (2014) terdapat tiga tahapan dalam mengimplementasikan sistem


Acivity Based Costing dalam perhitungan harga pokok produksi produk. Tiga tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:

A) Mengidentifikasi Biaya Sumber Daya dan Aktivitas.

Tahapan pertama adalah melakukan analisis aktivitas untuk mengidentifikasi


biaya sumber daya dan aktivitas. Sehingga nantinya perlu dilakukan
pemisahan atau penggabungan biaya-biaya yang berasal dari satu aktivitas
yang sama.

Setelah dilakukan identifikasi, seringkali didapatkan aktivitas yang jumlahnya


puluhan atau bahkan ratusan. Sehingga, untuk memudahkan dalam
pengelolaan, aktivitas-aktivtas yang memiliki karakterisitik konsumsi sumber

14
daya yang sama akan dijadikan menjadi satu kelompok aktivitas yang disebut
sebagai pool. Pengelompokan aktivitas kedalam pool ini dilakukan dalam dua
langkah. Yaitu menggabungkan aktivitas yang meimiliki level aktivitas yang
sama menjadi satu. Lalu, membagi aktivitas-aktivitas tersebut kedalam pool-
pool aktivitas berdasarkan kesamaan rasio konsumsi aktivitas oleh setiap
produk yang sama.

Dalam penghitungan estimasi harga pokok Asphalt Concrete (AC) dengan


limbah plastik sebagai pengganti agregat, implementasinya adalah sebagai
berikut:

1) Mengidentifikasi dan menggolongkan aktivitas


Pada produksi Asphalt Concrete (AC) dengan limbah plastik sebagai
pengganti agregat skala laboratorium, aktivitas yang terjadi para proses
produksi dapat digolongkan menjadi tiga level aktivitas. Rincian
penggolongan aktivitas-aktivitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 2.2 Rincian Penggolongan Aktivitas

Level Aktivitas Komponen Biaya Overhead


Aktivitas Level Unit Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Energi
Biaya Penyusutan Alat
Aktivitas Level Biaya Pemeliharaan Alat
Batch
Aktivitas Level Biaya Pemasaran
Produk
Sumber : Data observasi primer

Berikut penjelasan dari tiap level aktivitas yang telah diidentifikasi


meliputi:

a. Aktivitas Level Unit


Aktivitas dalam level unit terjadi berulang kali untuk setiap unit
produksi dan konsumsinya seiring dengan jumlah unit yang

15
diproduksi. Jenis aktivitas ini meliputi biaya tenaga kerja langsung,
aktivitas pemakaian energi, dan aktivitas penyusutan alat.

b. Aktivitas Level Batch


Aktivitas level batch merupakan aktivitas yang dikonsumsi oleh
produk berdasarkan jumlah batch produk yang diproduksi. Aktiviras
yang termasuk dalam level batch adalah biaya pemeliharaan mesin.

c. Aktivitas Level Produk


Merupakan jenis aktivitas yang dikonsumsi produk dan mendukung
produksi dari tiap produk. Aktivitas yang termasuk dalam level ini
adalah aktivitas pemasaran.

2) Menghubungkan berbagai biaya dengan berbagai aktivitas

a. Aktivitas tenaga kerja langsung dalam proses prodoksu mengkonsumsi


biaya tenaga kerja langsung.

b. Aktivitas pemakaian energi pemanas dalam proses produksi


mengkonsumsi biaya energi.

c. Aktivitas pemakaian alat mengkonsumsi biaya penyusutan alat.

d. Aktivitas pemeliharaan alat produksi mengkonsumsi biaya


pemeliharaan alat.

e. Aktivitas pemasaran produk dalam proses produksi mengkonsumsi


biaya pemasaran.

3) Menentukan cost driver untuk masing-masing aktivitas

Data cost driver pada perhitungan harga pokok produksi Asphalt Concrete
(AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:

Tabel 2.3 Daftar cost driver pada proses Asphalt Concrete (AC) dengan
limbah plastik sebagai pengganti agregat

16
No Cost Driver
1 Jumlah Unit
2 Jumlah Energi (LPG)
3 Jumlah Energi (Listrik)
4 Jam Inspeksi
Sumber : Data Primer

4) Menentukan kelompok biaya yang homogen

Pembentukan kelompok biaya untuk mengklasifikasikan aktivitas yang


memiliki cost driver yang berhubungan dapat dimasukkan ke dalam
sebuah kelompok biaya dengan menggunakan cost driver yang dipilih.
Aktivitas yang dikelompokkan dalam level unit dikendalikan oleh dua
cost driver yaitu jumlah unit ptoduksi, jumlah energi dan jumlah jam
inspeksi. Aktivitas yang dikelompokkan dalam level batch, dikendalikan
oleh satu cost driver yaitu jam inspeksi. Aktivitas yang dikelompokkan
dalam level produk dikendalikan oleh satu cost driver yaitu unit produksi.

Rincian kelompok biaya yang homogen pada proses produksi Asphalt


Concrete (AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.4 Kelompok biaya homogen pada produksi Asphalt Concrete


(AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat
Kelompok Aktivitas BOP Cost Driver Level
Biaya Aktivitas
Homogen
Pool 1 Aktivitas Energi Jumlah Unit Level Unit
Aktivitas Penyusutan Jumlah Unit Level Unit
Alat
Pool 2 Aktivitas Tenaga Kerja Jam Level Unit
Langsung Inspeksi
Pool 3 Aktivitas Pemeliharaan Jam Level Batch
Inspeksi
Pool 3 Aktivitas Pemasaran Unit Produk Level
Produk

17
Sumber : Data Primer yang telah diolah

B) Mengalokasikan biaya ke objek biaya

Activity Based Costing menggunakan dasar pemicu biaya sumber daya dalam
mengalokasikan biaya sumber daya kedalam produk. Biaya sumber daya yang
dapat dialokasikan ke dalam aktivitas berdasarkan estimasi atau penelusuran
langsung. Penelusuran langsung membutuhkan pengukuran penggunaan
sumber daya yang sesungguhnya.

Implementasi dalam perhitungan harga pokok produksi Asphalt Concrete


(AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat adalah dengan
menentukan tarif kelompok dalam perhitungan Sistem Actvity Based Costing.
Tarif kelompok merupakan tarif biaya overhead per unit cost driver yang
dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan
rumus total Biaya overhead untuk kelompok aktivitas tertentu dibagi dengan
dasar pengukur aktivitas kelompok tersebut. Tarif per unit cost driver dapat
dihitung dengan rumus berikut:

Pool Rate aktivitas level unit pada produksi Asphalt Concrete (AC)
dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat dapat dilihat pada Tabel
2.5 berikut.

Tabel 2.5 Pool rate aktivitas level unit produksi Asphalt Concrete (AC)
dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat
Cast Pool Elemen BOP
Cast Pool 1 Biaya Energi
Biaya Penyusutan Alat
Jumlah Biaya
Jumlah Unit Produksi
Pool Rate 1
Sumber : Data Primer yang telah diolah

18
Cast Pool Elemen BOP
Cast Pool 2 Biaya Tenaga Kerja Langsung
Jumlah Biaya
Jumlah Jam Inspeksi
Pool Rate 2
Sumber : Data Primer yang telah diolah

Cast Pool Elemen BOP


Cast Pool 3 Biaya Pemeliharaan
Jumlah Biaya
Jumlah Jam Inspeksi
Pool Rate 3
Sumber : Data Primer yang telah diolah.

Cast Pool Elemen BOP


Cast Pool 4 Biaya Pemasaran
Jumlah Biaya
Jumlah Unit Produksi
Pool Rate 4
Sumber: Data Primer yang telah diolah

C) Mengalokasikan biaya aktivitas ke dalam objek biaya

Langkah terakhir yaitu mengalokasikan biaya aktivitas ke dalam objek biaya


berdasarkan pemicu biaya aktivitas yang sesuai. Pengalokasian biaya aktivitas
ke dalam objek biaya dilakukan dengan menggunakan tarif pembebanan, Satu
kelompok dapat berisi beberapa aktivitas sekaligus sehingga perhitungan tarif
dapat dipilih salah satu aktivitas tertentu dalam pool tersebut. Penggunaan
aktivitas yang berbeda akan mengahasilkan tarif yang berbeda pula, tetapi
nantinya biaya yang dibebankan akan tetap sama karena kesamaan rasio
aktivitas. Implementasi pada perhitungan harga pokok produksi Asphalt
Concrete (AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat adalah
dengan membebankan tarif kelompok berdasarkan cost driver sehingga

19
diperoleh harga pokok produksi Asphalt Concrete (AC). Biaya overhead
pabrik ditentukan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dengan rumus
sebagai berikut:

Pembebanan Biaya Overhead dengan Activity Based Costing System dapat


dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.6 Pembebanan BOP dengan Activity Based Costing System pada
proses produksi Asphalt Concrete (AC) dengan limbah plastik sebagai
pengganti agregat
Level Cost Driver Proses Pembebanan Jumlah (Rp)
Aktivitas
Unit Unit Produk - -
Jam Inspeksi - -
Total Aktivitas Level Unit -
Batch Jam Inspeksi - -
Total Aktivitas Level Batch -
Produk Unit Produk - -
Total Aktivitas Level Produk -
Total BOP -
Total BOP ( Pembulatan )
Sumber : Data Primer yang telah diolah

2.2.2 Harga Pokok Produksi

2.2.2.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Harga pokok produuk atau jasa merupakan akumulasi biaya-biaya yang dibebankan
pada produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan (Mardiasmo, 1994). Harga
pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk
diproses sampai selesai, baik itu sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan
(Foster dkk, 2006). Harga pokok produksi juga dapat didefinisikan berupa biaya

20
produksi yang berkaitan dengan barang-barang yang diselesaikan dalam satu periode
(Garriston dkk, 2006).

Penentuan harga pokok produksi digunakan untuk perhitungan laba atau rugi
produsen yang akan dilaporkan kepada pihak eksternal produsen yang dapat
digunakan sebagai pertimbangan oleh konsumen. Informasi harga pokok produksi
menjadi dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
kelebihan atau kekurangan suatu produk.

2.2.2.2 Komponen Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi dibagi dalam tiga elemen utama, yaitu biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Harga pokok produksi
diperhitungkan dari biaya produksi dari proses awal hingga akhir. Untuk memperoleh
harga pokok produksi caranya adalah memperhatikan barang dalam proses awal yang
ditambahkan dalam biaya produksi periode tersebut dan barang dalam persediaan
akhir barang dalam proses harus dikurangkan (Garrison dkk, 2006).

Ketiga elemen utama pembentuk harga pokok produksi antara lain:

A) Biaya bahan baku langsung

Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk memperoleh semua
bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi dan dapat
dikalkulasikan secara langsung ke dalam biaya produksi. Bahan baku adalah
bahan yang menjadi bagian dari produk jadi dan dapat ditelusuri secara fisik
dan mudah ke produk tersebut. Besarnya biaya bahan baku ditentukan oleh
biaya perolehannya yaitu dari pembelian sampai dengan biaya dapat
digunakan dalam proses produksi. Dalam proses perhitungan harga pokok
limbah plastik sebagai pengganti agregat campuran Asphalt Concrete (AC)
ditampilkan dalam tabel berikut ini.

21
Tabel 2.7 Harga bahan baku pada proses produksi Asphalt Concrete (AC)
dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat
No Bahan Baku Harga Satuan
1. Jenis Plastik:
Polyethelene Terypthalate (PET) Rp. 7.000,- Kg
Polypropylene (PP) Rp. 12.500,- Kg
Low Density Polyethylene (LDPE) Rp. 5.000,- Kg
2. Aspal Penetrasi 60/70 Rp. 7.000,- Kg
3. Agregat:
Batu Pecah 20-30 mm Rp. 250.000,- M3
Batu Pecah 10-20 mm Rp. 250.000,- M3
Batu Pecah 5-10 mm Rp. 255.000,- M3
Batu Pecah <5 mm Rp. 255.000,- M3
Abu Batu Rp. 245.000,- M3
Filler (Semen Portland) Rp. 53.350,- Sak
Sumber: Data observasi primer

B) Biaya tenaga kerja langsung

Biaya tenaga kerja merupakan manufaktur langsung (direct manufacturing


labour cost) meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang
dapat ditelusuri ke objek biaya (barang dalam proses dan kemudian barang
jadi) dengan cara yang ekonomis (Hornogen dkk, 2006). Adapun pengertian
biaya tenaga langsung menurut Firdaus Ahmad dan Wasilah (2009) adalah
biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan dengan suatu operasi atau
proses tertentu yang diperlukan untuk menyelesaikan produk-produk dari
perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk
penggunaan tenaga kerja langsung dalam pengolahan suatu produk dari bahan
baku menjadi barang jadi meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja yang
dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara yang ekonomis. Dalam
perhitungan harga pokok produksi Asphalt Concrete (AC) dengan limbah
plastik sebagai pengganti agregat.

22
Tabel 2.8 Komponen tenaga kerja langsung pada produksi Asphalt Concrete
(AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat
No Biaya Tenaga Kerja Langsung
1 Gaji Pokok
2 Pengobatan dan Perawatan
3 Alat Pelindung Diri
Sumber: Data observasi primer

C) Biaya overhead pabrik

Biaya overhead adalah seluruh biaya produksi yang tidak dapat


diklasifikasikan sebagai biaya bahan baku atau biaya tenaga kerja langsung
(Abdul Halim, 1990). Adapun menurut Garrison dkk (2006) Biaya Overhead
Pabrik merupakan seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam biaya
bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.

Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja lansgung merupakan biaya utama
dari suatu produk, namun biaya overhead pabrik juga harus terjadi untuk
membuat suatu produk. Biaya overhead pabrik mencakup semua biaya
produksi yang tidak termasuk dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Contoh biaya overhead pabrik adalah biaya bahan pembantu, biaya
tenaga kerja tidak langsung, biaya pemeliharaan dan biaya perawatan, biaya
sewa pabrik, biaya penyusutan pabrik dan sebagainya.

Menurut Firdaus Ahmad dkk (2009) berdasarkan sifat atau objek


pengeluaran,biaya overhead pabrik diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Biaya bahan baku dan perlengkapan


Biaya bahan baku dan perlengkapan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
semua bahan yang dipakai dalam produksi yang tidak dapat dibebankan
secara langsung kepada objek biaya tertentu dengan pertimbangan
ekonomis dan praktis. Objek biaya tersebut dapat berupa produk atau
jumlah unit produk tertentu, pekerjaan-pekerjaan khusus atau objek biaya
yang lainnya

23
2) Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja yang secara tidak langsung terlibat dalam proses produksi
dari suatu produk, biaya-biaya ini tidak mungkin dibebankan secara
langsung ke dalam objek biaya tertentu. Biaya ini tidak praktis untuk
dibebankan secara langsung kepada jumlah unit produksi tertentu.

3) Biaya tidak langsung lainnya


Biaya tidak langsung meliputi biaya yang tidak dapat diklasifikasikan
sebagai biaya bahan baku, Perlengkapan dan biaya tenaga kerja tidak
langsung.

Adapun menurut Mulyadi (2007), menurut sifatnya biaya overhead pabrik


dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Biaya bahan penolong


Biaya bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk
jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya
relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

2) Biaya reparasi dan pemeliharaan


Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang, biaya bahan
habis pakai dan harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk
keperluan perbaikan dan pemliharaan emplasemen dan aktivas tetap lain
yang digunakan untuk keperluan pabrik.

3) Biaya tenaga kerja tidak langsung


Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang
upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada produk atau
pesanan tertentu.

4) Biaya yang timbul akibat penilaian terhadap aktivas tetap

24
Contoh biaya yang timbil akibat penilaian terhadap aktiva tetap adalah
biaya depresiasi emplasemen pabrik, bangunan pabrik, mesin dan
peralatan dan aktiva tetap lain

5) Biaya yang timbul akibat berlalunya waktu


Contoh biaya yang timbul akibat berlalunya waktu adalah biaya-biaya
asuransi gedung dan emplasemen, asuransi mesin dan peralatan. Asuransi
kendaraan, asuransi kecelakaan karyawan dan lain-lain.

6) Biaya overhead pabrik lain yang memerlukan uang tunai


Contoh biaya overhead pabrik yang memerlukan uang tunai adalah biaya
reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN
dan sebagainya.

Dalam perhitungan harga pokok produksi Asphalt Concrete (AC) dengan limbah
plastik sebagai pengganti agregat, komponen biaya overhead pabrik ditampilkan
dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.9 Komponen biaya overhead pabrik dalam produksi Asphalt Concrete (AC)
dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat
No Biaya Overhead Pabrik/Asphalt Mixing Plant
1 Biaya Energi (Listrik)
2 Biaya Energi (Solar)
3 Biaya Energi (Air)
4 Biaya Pemeliharaan Alat
5 Biaya Penyusutan Alat
6 Biaya Pemasaran
Sumber: Data observasi primer.

Dalam menghitung komponen harga pokok produksi, metode perhitungan yang


digunakan yaitu dengan membandingkan harga acuan yang digunakan serta durasi
penggunaan komponen berdasarkan harga acuan tersebut, dibandingkan dengan harga
komponen produksi Asphalt Concrete dengan durasi yang digunakan yaitu durasi
produksi Asphalt Concrete.

25
Contoh perhitungan komponen produksi gaji pokok per produksi Asphalt Concrete
(AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti agregat 750 Kg(per batch produksi):

Diasumsikan: UMR Kota Solo = Rp. x.xxx.xxx (Harga Acuan)

Durasi Kerja = xx Hari Kerja, x Jam kerja/Hari

Durasi Produksi = Asphalt Concrete xx Jam/750 Kg

Sehingga biaya gaji pokok per produksi Asphalt Concrete =

Gaji pokok per produksi per batch (750 Kg) = RP. x.xxx,-
Biaya gaji pokok = Rp.x.xxx,-

2.2.2.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Penentuan harga pokok produksi digunakan untuk penghitungan laba rugi perusahaan
dan menjadi dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan harga jual produk
yang bersangkutan. Metode pengumpulan harga pokok menggunakan Metode Harga
Pokok Proses. Menurut Supriyono (1987) metode harga pokok proses adalah metode
pengumpulan harga pokok produksi yang biayanya dikumpulkan untuk setiap satuan
waktu tertentu. Pada metode ini perusahaan menghasilkan produk yang homogen dan
jenis produk bersifat standar. Anggaran produksi satuan waktu tertentu merupakan
dasar produksi perusahaan.

Karakteristik metode harga pokok proses antara lain sebagai berikut:


A) Perusahaan dengan hasil produk yang relatif besar dan umumnya berupa
produk standar dengan variasi produk relatif kecil.
B) Perusahaan yang proses produksinya berlangsung terus menerus dan tidak
bergantung pada pesanan karena tujuan perusahaan adalah untuk
menghasilkan produk yang siap jual sesuai dengan rencana produksi.

26
Dalam menghitung harga pokok produksi suatu produk, menggunakan Activity Based
Costing System. Menurut Supriyono (1994) Sistem Activity Based Costing merupakan
sistem biaya berdasar aktivitas yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama
melacak biaya pada berbagai aktivitas dan kemudian melacak biaya ke berbagai
produk. Selain itu, menurut William dkk (2006) sistem Activity Based Costing
merupakan suatu sistem perhitungan biaya dimana tempat penampungan biaya
overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang
memasukkan satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume. Sistem
Activity Based Costing dapat disebut juga sebagai sistem perhitungan yang
menekankan pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan jenis pemicu biaya lebih
banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh produk atau jasa
secara lebih akurat dan dapat membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan
mutu pengambilan keputusan perusahaan. Sistem Activity Based Costing tidak hanya
difokuskan dalam perhitungan cost produk secara akurat, namun dimanfaatkan untuk
mengendalikan biaya melalui penyediaan informasi tentang aktivitas yang menjadi
penyebab timbulnya biaya.

2.2.3 Peningkatan Skala Produksi

Peningkatan skala merupakan tindakan menggunakan hasil penelitian yang diperoleh


dari laboratorium untuk mendesain prototipe produk dan proses dalam sebuah pilot
plant. (Hulbert, 1998)

Peningkatan skala produksi sendiri adalah pekerjaan untuk mendapatkan hasil


produksi yang identik pada skala produksi yang lebih besar berdasarkan skala
produksi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga dalam peningkatan skala
produksi, diasumsikan bahwa peningkatan kapasitas produksi berhubungan dengan
peralatan yang secara fisik lebih besar dibandingkan dengan peralatan produksi yang
digunakan sebelumnya. (Valentas et al, 1991)

Peningkatan kapasitas produksi akan memperkecil biaya produksi rata-rata, dengan


catatan harga inputnya adalah konstan. Dengan kapasitas yang besar, maka

27
pemanfaatan input akan menjadi lebih efisien. Pabrik besar akan menghasilkan output
per satuan yang lebih tinggi ketimbang pabrik kecil. (Jackson, 1982; diadaptasikan
dari Pratten, 1971). Penurunan biaya dikarenakan peningkatan kapasitas atau skala
pabrik yang memerlukan lebih sedikit tenaga kerja (pekerja yang sama bisa
melakukan lebih banyak hal).

Produksi skala industri dilakukan dalam jumlah sangat besar dengan menggunakan
metode produksi padat modal secara berkesinambungan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Produk yang dihasilkan dalam produksi dengan
skala industri distandarisasi secara teliti sehingga memungkinkan mesin-mesin dan
proses proses yang otomatis menggantikan peran tenaga kerja. Produksi dengan skala
industri menggunakan skala ekonomi dengan unit biaya produksi yang rendah. Biaya
produksi pada produksi dengan skala industri mencakup biaya bahan bkau, biaya
produksi, biaya direktorat dan biaya pengemasan.

Pada produksi Asphalt Concrete (AC) dengan limbah plastik sebagai pengganti
agregat dengan skala industri fabrikasi, alat yang digunakan sudah terstandarisasi
yaitu menggunakan Asphalt Mixing Plant karena memiliki prinsip kerja yang sama,
yaitu menggiling dan memanaskan serta memiliki kapasitas produksi yang besar yaitu
18 Ton/Jam.

2.2.4 Aspal

2.2.4.1 Pengertian Aspal

Aspal merupakan material yang berasal dari dalam bumi yang jumlahnya terbatas dan
tidak dapat diperbarui. Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum
berasal dari sisa organisme laut dan dari sisa tumbuhan laut masa lampau yang
tertimbun oleh pecahan batu batuan. Material tersebut kemudian tertimbun dan
terakumulasi selama berjuta-juta tahun menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut
seiring berjalannya waktu berubah menjadi minyak mentah dengan senyawa
hidrokarbon. Minyak mentah lah sebagai bahan pembuat aspal. Yaitu dengan
melakukan destilasi pada minyak mentah tersebut. (Stephen Brown dkk, 2012)

28
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat ditemukan
dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang ditemukan
bersama-sama material lain. Aspal bisa pula diartikan sebagai bahan pengikat pada
campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek seperti
Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung
dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal
dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan pada sebagian besar kondisi
saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viskositas yang diwujudkan dalam suatu
nilai modulus kekakuan (Shell Bitumen, 1990).

Penggunaan aspal standar sebagai bahan pengikat dalam campuran perkerasan jalan
raya umum digunakan karena proses pelaksanaannya yang relatif mudah dan lebih
mudah didapatkan di pasaran dibandingkan dengan bioaspal. Namun, aspal standar
yang berasal dari minyak bumi mempunyai kekurangan yaitu bahan bakunya yang
terbatas dan tidak dapat diperbarui, serta nilai ekonominya sangat bergantung pada
harga minyak bumi yang tersedia.

2.2.4.1 Produksi Aspal Hingga Siap Pakai

Minyak Mentah

Distilasi Atmosfer

Distilasi Vakum

Deasphalting

Aspal Keras Pen 60/70

Sumber: pertamina.com Pengiriman Aspal ke AMP di Sragen

2.2.5 Agregat

Menurut ASTM (1974), Agregat/ batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral
padat, berupa masa berukuran besar atauoun berupa fragmen – fragmen.

29
Agregat merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang mengandung 90 –
95% agregat berdasarkan presentase berat atau 75 – 85% agregat berdasarkan
presentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan
jalan ditemukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material
lain.

Menurut Sukirman (1992) Agregat dapat diklasifikasikan menjadi 3 ditinjau dari


ukuran partikel partikelnya, adapun jenis jenis agregat berdasar ukuran partikel yaitu :

1. Agregat Kasar, yaitu agregat yang ukurannya lebih dari 4,75 mm menurut
ASTM dan berukuran lebih dari 2 mm menurut AASHTO

2. Agregat Halus, yaitu agregat yang ukurannya kurang dari 4,75 mm menurut
ASTM atau ukurannya kurang dari 2 mm dan lebih dari 0,075 mm menurut
AASHTO

3. Abu batu/ mineral filler, yaitu agregat halus yang umumnya lolos saringan
No.200

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu
lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (Strength and Durability) lapisan perkerasan


dipengaruhi oleh gradasi, ukuran maksimum, kadar lempung, kekerasan dan
ketahanan (toughness and durability) bentuk butir serta tekstur permukaan.

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, yang dipengaruhi oleh porositas,


kemungkinan basah dan jenis agregat yang digunakan.

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dana


man, yang dipengaruhi oleh tahanan geser serta campuran yang memberikan
kemudahan dalam pelaksanan.

30
Gradasi atau distribusi partikel partikel berdasar ukuran agregat merupakan hal
penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi agregat memperngaruhi
besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam
proses pelaksanaan. Gradasi dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Gradasi Seragam, agregat dengan ukuran yang hampir sama atau sama
mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat
mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi ini akan menghasilkan
lapisan yang memiliki permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume
kecil

2. Gradasi Rapat, campuran agregat kasar dan agregat halus dalam porsi yang
berimbang sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded).
Agregat yang bergradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan
stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.

3. Gradasi buruk, campuran agregat yang tidak memenuhi kategori seragam dan
rapat. Agregat bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan
perkerasan lentur yaitu gradasi celah atau gradasi senjang, yang merupakan
campuran agregat dengan satu fraksi hilang.

Tabel 2.10 Sifat sifat dari Beberapa Jenis Agregat (Sukirman,1992)

Gradasi Seragam Gradasi Baik Gradasi Jelek


Kontak antar butir baik Kontak antar butir baik Kontak antar butir jelek
Kepadatan bervariasi
Seragam dan kepadatan Seragam tapi kepadatan
tergantung dari segregasi
tinggi jelek
yang terjadi
Stabilitas dalam keadaan
Stabilitas tinggi Stabilitas sedang
terbatasi tinggi
Stabilitas dalam keadaan Stabilitas sangat rendah
Kuat menahan deformasi
lepas rendah pada keadaan basah
Sukar sampai sedang
Sukar untuk dipadatkan Mudah dipadatkan
usaha untuk memadatkan
Mudah diresapi air Tingkat permeabilitas Tingkat permeabilitas

31
cukup rendah
Tidak dipengaruhi kadar Pengaruh variasi kadar Kurang dipengaruhi oleh
air air cukup bervariasinya kadar air

2.2.5.1 Penambangan Agregat Hingga Siap Pakai

Penambangan Agregat di Sambirejo, Sragen

Pengiriman dari Quarry ke AMP di Sragen

Per m3 oleh PT. SA Putera Jaya Kusuma

Sampai ke AMP di Sragen

Proses Stone Crusher

Siap Digunakan sebagai Bahan Campuran

Sumber: Data Primer

2.2.6 Plastik

Plastik adalah polimer, rantai panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai ini
membentuk banyak unit molekul berulang, atau monomer plastic umum yang terdiri
dari polimer karbon saja atau dengan oksigen,nitrogen, chlorine atau belerang di
tulang belakang. Tulang belakang adalah bagian dari rantai di jalur utama yang
menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan.

Plastik dibagi menjadi 2 menurut sifat fisikanya yaitu termoplastik dan thermoset.
Termoplastik merupakan jenis plastik yang dapat didaur ulang/dicetak lagi dengan
proses pemanasan ulang dan pada daur ulang ini plastik dapat berubah bentuk.
Termoset merupakan jenis plastik yang tidak bisa didaur ulang/dicetak lagi.
Pemanasan ulang pada thermoset akan menyebabkan kerusakan pada molekul

32
molekul pembentuknya. Plastik plastik yang sering digunakan dalam kegiatan sehari
hari ialah plastic termoplastik, karena plastik ini dapat didaur ulang. Jenis plastik
yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk memudahkan dalam
mengidentifikasi penggunaannya.
Tabel 2.11 Jenis, Simbol, dan Kegunaan Plastik

Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/09/Simboldaurulang.jpg,
diakses pada Tanggal 4 September 2018 pukul 20.03 WIB

2.2.6.1 Produksi Cacahan Plastik Hingga Siap Pakai

Pengumpulan Plastik oleh Pemulung

33
Ditampung oleh Pengepul

Pengepul Setor ke Pabrik Pencacah Plastik


Plastik

Pabrik Pencacah Plastik Setor ke Pengepul Cacahan Limbah Plastik

Plastik Cacahan dikirim ke AMP di Sragen

Sumber: Data Primer

34

Вам также может понравиться