Вы находитесь на странице: 1из 17

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


yang telah berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga
makalah pada mata kuliah ulumul qur’an dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun berdasarkan sumber atau referensi yang ada dan
bertujuan agar menambah pengetahuan serta wawasan kita dalam membuat
makalah ini.

Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini kita mampu


menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca.

Metro, 04 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an ............................................................... 3
B. Latar Belakang Timbulnya Qira’at Al-Qur’an ..................................... 4
C. Sebab-sebab Timbulnya Perbedaan Qira’at Al-Qur’an ....................... 6
D. Macam-macam Qira’at Al-Qur’an ....................................................... 7
E. Urgensi dan Pengaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-Hukmi.. 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10


A. Kesimpulan .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diyakini sebagai petunjuk bagi
manusia. Keyakinan tersebut menempatkan kitab suci ini sebagai sumber pertama
dan utama ajaran Islam. Kedudukannya sebagai kitab suci dan sumber dari agama
yang telah dinyatakan sempurna mengandung pengertian bahwa ia mampu
memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan hidup di sepanjang masa.

Dalam usaha menemukan petunjuk-petunjuk Allah dalam al-Qur'an


tersebut diperlukan usaha penafsiran. Tafsir sebagai usaha memahami dan
menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat suci al-Qur'an, telah mengalami
perkembangan yang cukup bervariasi. Berbagai faktor dapat menimbulkan
keragaman itu, misalnya perbedaaan kecenderungan, motivasi mufassir, misi
yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasai, dan
perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari.

Tetapi satu yang tidak pernah diabaikan oleh mereka adalah tentang
pentingnya memulai penafsiran pada teksnya yang berbahasa Arab. Para ulama
menggaris bawahi bahwa sangat penting menguasai bahasa Arab sebelum
menafsirkan al-Qur’an, bahkan mereka menjadikannya sebagai prasyarat untuk
kegiatan tersebut. Dalam kapasitas al-Qur’an sebagai Kitab Suci yang diturunkan
dalam bahasa Arab sudah barang tentu membutuhkan keahlian tersendiri dalam
memahaminya. Keragaman makna dalam bahasa Arab merupakan salah satu
dimensi yang harus menjadi perhatian bagi mereka yang ingin menafsirkan al-
Qur’an. Munculnya berbagai macam kitab tafsir dengan metode dan corak yang
beragam, serta jumlahnya yang amat besar membuktikan bahwa dari segi
kebahasaan, bahasa Arab telah menggugah dan merangsang pembacanya untuk
senantiasa memahaminya dengan berbagai pendekatan dan sudut pandang. Dalam
perkembangan ranah tafsir, salah satu bagian yang tidak bisa diabaikan pula
adalah aspek qira’at. Qira’at al-Qur’an yang dikenal dan dipelajari oleh kaum

1
muslimin sejak masa Nabi ternyata tidak hanya satu versi saja, tetapi memiliki
berbagai versi qira’at yang juga bersumber dari Nabi saw.

Namun dalam perkembangan sejarahnya pernah muncul qira’at yang


diragukan keberadaannya, dan diduga tidak bersumber dari Nabi saw.
Sehubungan dengan hal tersebut maka para ulama qira’at melakukan usaha-usaha
penyeleksian secara ketat berbagai qira’at yang muncul pada waktu itu. Hasil
penelitian yang mereka akui akurat itu kemudian dipopulerkan dan dilestarikan
oleh mereka. Lahirnya sebagian besar perbedaan qira’at tersebut sebetulnya bisa
dikembalikan pada karakteristik tulisan Arab itu sendiri yang mulanya sama sekali
tidak memiliki tanda-tanda titik dan harakat. Perbedaan tersebut kemudian
memicu perbedaan kedudukan kata dalam sebuah kalimat, yang menyebabkan
lahirnya perbedaan makna. Oleh sebab itu, makalah ini diharapkan dapat
memberi setidaknya pengetahuan atau ilmu mengenai Qira’at Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qira’at Al-Qur’an ?
2. Bagaiman Latar Belakang Timbulnya Qira’at Al-Qur’an ?
3. Apa Sebab-sebab Timbulnya Perbedaan Qira’at Al-Qur’an ?
4. Sebutkan Macam-macam Qira’at Al-Qur’an ?
5. Bagaimana Urgensi dan Pengaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-
Hukmi ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Qira’at Al-Qur’an
2. Memahami latar belakang timbulnya Qira’at Al-Qur’an
3. Mengetahui sebab-sebab timbulnya perbedaan Qira’at Al-Qur’an
4. Memahami berbagai macam-macam Qira’at Al-Qur’an
5. Mengetahui urgensi dan engaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-
Hukmi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qira’at Al-Qur’an


Menurut bahasa, qira’at adalah bentuk jamak dari qira’ah ‫ قِ َرآ َءة‬yang

merupakan isim masdar dari qaraa (‫)قرأ‬, yang artinya baca, membaca.1
Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh
keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut.

Berikut ini bebearapa pengertian qira’at menurut istilah yang


dikemukakan oleh pakar Al-Quran, diantaranya :

1. Menurut al-Zarkasyi, Qira’at merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an,


baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf
tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.2

2. Menurut al-Zarqani, Qira’at yaitu suatu mazhab yang dianut oleh seorang
imam dari para imam qurra yang berbeda dengan yang lainnya dalam
pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq
darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun
pengucapan bentuknya.3

3. Menurut Ali as-Sabuni, Qira’at adalah salah satu aliran dalam


mengucapkan Al-Qur’an yang dipakai oleh salah satu imam qura’ yang
berbeda dengan lainnya dalam hal ucapan berdasarkan sanad-sand sampai
kepada Rasul.4

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Qira’at Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas
tentang perbedaan cara pengucapan lafadz-lafadz, metode dan riwayat Al-Qur’an

1
Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hlm. 75.
2
Imam Badr al-Din Muhammad al-Zarkasyi, Al - Burhan fi 'Ulum al - Qur'an, jilid I
(Kairo: Isa al-Babi al-Halalbi, t.th.), 318.
3
Al-Zarqani, Manahil al ‘ Irfan fi ‘ Ulum al - Qur ’an, jilid I (Kairo : Isa al-Babi
alHalabi, t.th),,412.
4
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1991), hlm. 374.

3
yang disandarkan oleh tujuh imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda-
beda dengan yang lainnya.

B. Latar Belakang Timbulnya Qira’at Al-Qur’an


Pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu qira’at ini dimulai
dengan adanya perbedaan pendapat tentang waktu mulai diturunkannya qira’at.
Ada dua pendapat tentang hal ini.
Pertama, qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya
al-Quran. Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Quran adalah
Makkiyah dimana terdapat juga di dalamnya qira’at sebagaimana yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa qira’at itu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, qira’at mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah,
dimana orang-orang yang masuk Islam sudah banyak dan saling berbeda
ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, demikian juga Ibn Jarir
al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang tersebut menunjukkan
tentang waktu dibolehkannya membaca al-Quran dengan tujuh huruf adalah
sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar yang disebutkan dalam hadis
tersebut terletak di dekat kota Madinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini tidak berarti menolak membaca surat-
surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh huruf karena ada hadis yang
menceritakan tentang adanya perselisihan dalam bacaan surat al-Furqan yang
termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa dalam surat-surat Makkiyah juga
dalam tujuh huruf.5
Periwayatan dan Talaqqi dari orang-orang yang tsiqoh dan dipercaya
merupakan kunci utama pengambilan qira’at al-Qur’an secara benar dan tepat
sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Para
sahabat berbeda-beda ketika menerima qira’at dari Rasulullah. Ketika Utsman

5
Muhammad Al-Zarqaf. Al-Ta ’riif Bi al - Qur ’an wa al Hadis (Beirut:Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, t.th),38.

4
mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang
yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qira’at orang-orang ini berbeda-
beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil qira’at dari sahabat yang
berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari
Rasulullah SAW.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan
membawa qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika
tabi’in mengambil qira’at dari para sahabat. Keadaan ini terus berlangsung
sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang mengkhususkan diri
dalam qira’at tertentu dan mengajarkan qira’at mereka masing-masing.6
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan
qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali
menuliskan ilmu qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat
pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qira’at yang
menghimpun qira’at dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa
orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira’at adalah Husain bin Usman bin
Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H.
Dengan demikian, mulai saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam,
Ulum al-Qur’an. Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat
dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qira’at dalam bentuk
prosa adalah al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang
qira’at sab’ah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.7 Pada
penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun qira’at Sab’ah dalam
kitabnya, kitab al-Sab’ah. Tentunya masih banyak imam qira’at yanng lain yang
dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Banyak sekali kitab-kitab qira’at yang ditulis para ulama setelah Kitab
Sab’ah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah al-Taysir fi al-Qira’at al
Sab’i yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-
Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qira’at al‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan

6
Al-Zarqani, 412-414.
7
Sya’ban Muhammad Ismail, 132.

5
Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah Asyara karya Imam al-Dimyati al
Banna.8 Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at yang membahas
qira’at dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.

C. Sebab-sebab Timbulnya Perbedaan Qira’at Al-Qur’an


1. Historis
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi saw, walaupun
pada saat itu qira’at bukan merupakan suatu disiplin ilmu, karena
perbedaan para sahabat melafazkan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung
kepada Nabi saw., sedangkan Nabi tidak pernah menyalahkan para
sahabat yang berbeda itu, sehingga tidak panatik terhadap lafaz yang
digunakan atau yang pernah didengar Nabi. Asumsi ini dapat diperkuat
oleh riwayat-riwayat sebagai berikut:
a. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab
ra, berkata: “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca Al-Qur’an
surah al-Furqan, aku mendengar bacaannya mengandung beberapa
huruf yang belum pernah dibacakan oleh Rasulullah saw. kepadaku,
sehingga setelah selesai shalatnya aku bertanya kepadanya: Siapa
yang membacakan ini kepadamu? Ia menjawab Rasulullah yang
membacakan kepadaku! Setelah itu aku mengajaknya untuk
menghadap pada Rasulullah: Aku mendengar laki-laki ini membaca
surah al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah Engkau
bacakan, sedang Engkau sendiri yang telah membacakan surah al-
Furqan kepadaku! Rasulullah menjawab: Begitulah surah ini
diturunkan.”
b. Imam Muslim dengan sanad dari Ubai bin Kaab berkata: Ketika aku
berada di masjid tiba-tiba masuklah seorang laki-laki untuk shalat
dan membaca bacaan yang aku ingkari, setelah itu masuk lagi laki-
laki lain, bacaannya berbeda dengan laki-laki yang pertama. Setelah
kami selesai shalat kami menemui Rasulullah, lalu aku bercerita

8
Abduh Zulfidar Akaha, 131.

6
tentang hal tersebut, kemudian Rasulullah memerintahkan keduanya
untuk membaca, maka Rasulullah saw. mengatakan kepadaku: “Hai
Ubay, sesungguhya aku diutus membaca Al-Qur’an dengan tujuh
huruf.” (Muhammad Ali ash-Shabuni: 1988)
Kedua riwayat tersebut membuktikan bahwa lafaz-lafaz Al Qur’an
yang diucapkan oleh sahabat masing-masing berbeda, kemudian
Rasulullah tidak menyalahkan para sahabat dan memberi jawaban yang
sama yaitu Al-Qur’an diturunkan tujuh huruf. Untuk mengetahui apakah
qira’at itu benar atau tidak harus memenuhi tiga syarat yaitu pertama,
sesuai dengan kaedah bahasa Arab kedua, sesuai dengan mushaf Utsmani
dan ketiga, sanad-sanadnya shahih. (Rosihan Anwar: 2000) Oleh karena
itu, apabila suatu qira’at tidak memenuhi salah satu diantara tiga syarat
tersebut, maka qira’at tersebut tidak sah atau lemah.
2. Cara Penyampaian
Setelah para sahabat tersebar, kemudian mereka membacakan
qira’at Al-Qur’an kepada murid-muridnya secara turun temurun. Pada
akhirnya murid-murid lebih suka mengemukakan qira’at gurunya dari
pada mengikuti qira’at imam-imam yang lain. Hal ini mendorong
beberapa ulama merangkum beberapa bentuk-bentuk perbedaan cara
melafazkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna
dan bentuk kalimat. Misalnya dapat dilihat dalam Qs. an-Nisa/4: 37
(kata bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-
nya, sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna).
(Rosihan Anwar: 2000).
b. Perubahan pada I’rab dan harakat, sehingga dapat merubah
maknanya.Misalnya dalam Qs. Saba’/34:19 (Kata baa’id artinya
“jauhkanlah”, yang kedudukannya sebagai fi’il amr, boleh juga
dibaca ba’ada yang kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga
maknanya berubah “telah jauh”).

7
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk
tulisan, sedang makna berubah. Misalnya dalam Qs.al-Baqarah/2:
259 (Kata nunsyizuha “Kami menyusun kembali” ditulis dengan
huruf zay diganti dengan huruf ra’, sehingga berubah bunyi menjadi
nunsyiruha yang berarti “Kami hidupkan kembali”).
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi
makna tidak berubah. Misalnya dalam Qs. al-Qari’ah/101: 5 (Kata
ka-al-‘ihni “bulu-bulu” kadang dibaca ka-ash-shufi “bulu-bulu
domba”. Perubahan ini berdasarkan ijma’ ulama, namun tidak
dibenarkan karena bertentangan dengan mushaf Usmani). (Rosihan
Anwar: 2000).
Dengan demikian, dengan menyebarnya imam-imam qira’at ke
berbagai daerah, dengan mengajarkan dialek atau lahjah mereka masing-
masing, yang pada gilirannya melahirkan hal-hal yang tidak diinginkan
yaitu timbulnya qira’at yang beraneka ragam, maka para ulama
mengambil inisiatif untuk meneliti qira’at dari berbagai penyimpangan.

D. Macam-macam Qira’at Al-Qur’an


Ibn al-Jazari, sebagaimana dikutip oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa
Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu :
1. Qira’at Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah qira’at yang diriwayatkan oleh orang
banyak dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan
diantara mereka untuk berbuat kebohongan. Contoh untuk qira’at
mutawatir ini ialah qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya dari
imam Qira’at Sab’ah.
2. Qira’at Masyhur
Qira’at Masyhur adalah qiraat yang sanadnya bersambung sampai
kepada Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan
kuat hafalannya, serta qiraat nya sesuai dengan salah satu rasam Utsmani,
baik qira’at itu dari para imam qira’at sab’ah, atau imam Qiraat

8
’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima qira’at -nya dan
dikenal di kalangan ahli qira’at bahwa qira’at itu tidak salah dan tidak
syadz , hanya saja derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir.
3. Qira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah qira’at yang sanadnya bersih dari cacat tetapi
menyalahi rasam Utsmani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
Juga tidak terkenal di kalangan imam qira’at. Qira’at Ahad ini tidak
boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya
sebagai al-Qur’an.
4. Qira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah qira’at yang cacat sanadnya dan tidak
bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qira’at Syazah ini
tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.9
5. Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan
kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
6. Qira’at Syabih bil Mudraj
Qiraat Sabih bil Mudraj adalah qira’at yang menyerupai kelompok
Mudraj dalam hadis, yakni qira’at yang telah memperoleh sisipan atau
tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.10

Berikut ini adalah pembagian tingkatan qira’at para imam qira’at


berdasarkan kemutawatiran qira’at tersebut, para ulama telah membaginya ke
dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

1. Qira’at yang telah disepakati kemutawatirannya tanpa ada perbedaan


pendapat di antara para ahli qira’at, yaitu para imam qira’at yang
tujuh orang (qira’at Sab’ah)
2. Qira’at yang diperselisihkan oleh para ahli qira’at tentang
kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang shahih dan

9
Sya’ban Muhammad Ismail, 108.
10
Jalal al-Din Al-Suyuti, 79.

9
masyhur qira’at tersebut mutawatir, yaitu qira’at para imam qira’at
yang tiga; imam Abu Jafar, Imam Yakub dan Imam Khalaf.
3. Qira’at yang disepakati ketidak mutawatirannya (qira’at syaz) yaitu
Qira’at selain dari qira’at para imam yang sepuluh (qira’at
‘Asyarah).11
Dari segi jumlah, macam - macam qira’at dapat di bagi 3 (tiga) macam
qira’at yang terkenal, yaitu :
a. Qira’at sab’ah, adalah qir’at yang dinisbahkan kepada para imam
qurra’ yang tujuh yang termasyhur. Mereka adalah Nafi, Ibn
Kasir, Abu Amru, Ibn Amir, Ashim, Hamzah dan Kisai.
b. Qiraat ‘Asyarah, adalah qira’at Sab’ah di atas ditambah dengan
tiga qiraat lagi, yang disandarkan kepada Abu Jafar, Yakub dan
Khalaf al-Asyir.
c. Qira’at Arba’ ‘Asyarah, adalah Qira’at ‘Asyarah lalu ditambah
dengan empat qiraat lagi yang disandarkan kepada Ibn Muhaisin,
Al-Yazidi, Hasan al-Bashri dam al-Amasy.12

E. Urgensi dan Pengaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-Hukmi


1. Urgensi Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-Hukmi
a. Dapat menguatkan ketentuan-ketentuan hukum yang telah disepakati
para ulama. Misalnya, berdasarkan surat An-Nisa’ ayat 12, para
ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud saudara laki-laki dan
saudara perempuan dalam ayat tersebut, yaitu saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu saja. Dalam Qira’at Syadz, Sa’ad bin Abi
Waqqash memberi tambahan ungkapan “Min Umm”. Dengan
demikan, qira’at Sa’ad bin Abi Waqqaash dapat memperkuat dan
mengukuhkan ketetapan hukum yang telah disepakati.
b. Dapat mentarjih hukum yang diperselisihkan para ulama. Misalnya,
dalam surat al-Maidah ayat 89, disebutkan bahwa kifarat sumpah

11
Ibid ., 95.
12
Abduh Zulfidar Akaha, 128.

10
adalah berupa memerdekan budak. Namun, tidak disebutkan apakah
budaknya itu muslim atau nonmuslim. Hal ini mengandung perbedaan
pendapat di kalangan para fuqaha. Dalam qira’at syadz, ayat itu
memperoleh tambahan mu’minatin. Tambahan kata “Mukminatin”
berfungsi men-tarjih pendapat sebagian ulama, antara lain As-Syafi’i,
yang mewajibkan memerdekakan budak mukmin bagi orang yang
melanggar sumpah, sebagai salah satu alternatif bentuk kifaratnya.
c. Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda. Misalnya,
dalam surat al-Baqarah 2 ayat 222, dijelaskan bahwa seorang suami
dilarang melakukan hubungan suami istri tatkala istrinya sedang haid,
sebelumnya haidnya berakhir. Sementara qira’at yang membacanya
dengan “yuththahirna” (di dalam mushaf ‘Utsmani tertulis
“yathhurna”), dapat dipahami bahwa seorang suami tidak boleh
melakukan hubungan suami istri sebelum istrinya bersuci dan mandi.
d. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam
kondisi berbeda pula. Misalnya, yang terdapat dalam surat al-Ma’idah
5 ayat. Ada dua bacaan mengenai ayat itu, yaitu yang membaca
“arjulakum” dan yang membaca “arjulikum”. Perbedaan qira’at ini
tentu saja mengosekuensikan kesimpulan hukum yang berbeda.
e. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Qur’an
yang mungkin sulit dipahami maknaya.13

2. Pengaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-Hukmi

Adapun perbedaan qira’at Al-Qur’an yang menyangkut ayat-ayat hukum, dan


berpengaruh terhadap istinbath al-hukmi misalnya:

a. Dalam firman Allah surah Al-Baqarah ayat 22

(ayatnya lampirin)

13
Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012). Hal. 155-157.

11
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, haidh itu
adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.
Al- Baqarah : 222).

Berkaitan dengan ayat di atas, di antara imam qira’at tujuh, yaitu


Abu Bakar Syu’bah (qira’at ‘Ashim riwayat Syau’bah), Hamzah,
dan al-Kisa’i membaca kata “yathhurna” dengan memberi syiddah
pada huruf tha’ dan ha. Maka, bunyinya menjadi “yuththarhina”.
Berdasarkan perbedaan qira’at ini, para ulama fiqh berbeda pendapat
sesuai dengan banyaknya perbedaan qira’at. Ulama yang membaca
“yathhurna” berpendapat bahwa seorang suami tidak diperkenankan
berhubungan dengan istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci
atau telah berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara yang
membaca “yutthahhirna” menafsirkan bahwa seorang suami tidak
boleh melakukan hubungan suami istri dengan istrinya, kecuali telah
bersih.14

b. Dalam firman Allah surah An-Nisa ayat 43

(lampirin ayat)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang


kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam
keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah
14
Ibid.,hal.158

12
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa : 43)

Berkaitan dengan ayat ini, Imam hamzah dan al-Kisa’I


memendekkan huruf lam pada kata “lamastum”, sementara imam-
imam lainnya memanjangkannya. Bertolak dari perbedaan qira’at
ini, terdapat tiga versi pendapat para ulama mengenai maksud kata
itu, yaitu bersetubuh, bersentuh, dan sambil bersetubuh. Berdasarkan
pendapat qira’at itu pula, para ulama fiqih ada yang berpendapat
bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan itu membatalkan
wudhu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa bersentuhan itu
tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau berhubungan badan.15

15
Hasanuddin AF, Anatomi al-Quran Perbedaan Qiraat Dam Pengaruhnya Terhadap
Istinbat Hukum Dalam Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada)., hal.236-238.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut bahasa, qira’at artinya baca, membaca. Pengertian qira’at
menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna
dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut.
2. Sebab-sebab timbulnya ada dua yaitu latar belakang histori dan latar
belakang cara penyampaian.
3. Macam-macam qira’at menurut Ibn al-Jazari, sebagaimana dikutip oleh
al-Suyuti, menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi
menjadi 6 (enam) macam.
4. Qira’at al-Quran memiliki urgensi dan pengaruh yang sangat penting
bagi istinbath al-hukmi.

14
DAFTAR PUSTAKA

AF., Hasanuddin. Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum


dalam Al - Qur'an. Jakarta: Rajawali Press. 1995.

Akaha. Abduh Zulfidar. al - Qur ’ an dan Qiraa t. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.


1996.

Al-Qattan. Manna’. Mabahis fi ‘ Ulum al - Qur’an. Beirut: Mansuyrat al-Ashr


alHadis. 1979.

Al-Salih. Subhi. Mabahis fi ‘ Ulum al - Qur ’ an. Beirut: Dar al-Ilm lil Malayin.
1988.

Ash-Shiddieqy. M. Hasbi. Sejarah dan Pengntar Ilmu al-Quran/Tafsir.


Jakarta:Bulan Bintang. 1989.

Anwar, Rosihan. Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

AF, Hasanuddin. Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum


Dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995.

Al-Maliki, Muhammad Alawi. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemahan


Rosihon Anwar. Bandung: CV Pustaka Setia. 1983.

15

Вам также может понравиться

  • Makalah Manajemen Keuangan Islam
    Makalah Manajemen Keuangan Islam
    Документ10 страниц
    Makalah Manajemen Keuangan Islam
    indah sari
    Оценок пока нет
  • Print
    Print
    Документ7 страниц
    Print
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Tugas
    Tugas
    Документ8 страниц
    Tugas
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Silabus Akuntansi Syariah 1
    Silabus Akuntansi Syariah 1
    Документ3 страницы
    Silabus Akuntansi Syariah 1
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Kelompok 7
    Kelompok 7
    Документ14 страниц
    Kelompok 7
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Kelompok 3
    Kelompok 3
    Документ16 страниц
    Kelompok 3
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Tafsir Al Jumuah Ayat 10
    Tafsir Al Jumuah Ayat 10
    Документ6 страниц
    Tafsir Al Jumuah Ayat 10
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • MAKALAH1 Tik Blog-1
    MAKALAH1 Tik Blog-1
    Документ11 страниц
    MAKALAH1 Tik Blog-1
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh Kelompok 4
    Ushul Fiqh Kelompok 4
    Документ26 страниц
    Ushul Fiqh Kelompok 4
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Blog
    Blog
    Документ21 страница
    Blog
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Proposal Kegiatan Hut Ri Ke 74
    Proposal Kegiatan Hut Ri Ke 74
    Документ9 страниц
    Proposal Kegiatan Hut Ri Ke 74
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh Kelompok 4
    Ushul Fiqh Kelompok 4
    Документ26 страниц
    Ushul Fiqh Kelompok 4
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Glos
    Glos
    Документ2 страницы
    Glos
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Ushululfiqh Kel.6.alahkam-1
    Ushululfiqh Kel.6.alahkam-1
    Документ23 страницы
    Ushululfiqh Kel.6.alahkam-1
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • MAKALAH ULUMUL QURan Kel.8
    MAKALAH ULUMUL QURan Kel.8
    Документ17 страниц
    MAKALAH ULUMUL QURan Kel.8
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Pengertian Kalimat
    Pengertian Kalimat
    Документ15 страниц
    Pengertian Kalimat
    Galih Youngest
    Оценок пока нет
  • Dzabihah Kel.5
    Dzabihah Kel.5
    Документ15 страниц
    Dzabihah Kel.5
    Nidiya
    Оценок пока нет
  • Artikel PDF
    Artikel PDF
    Документ13 страниц
    Artikel PDF
    Nidiya
    Оценок пока нет