Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Makalah ini disusun berdasarkan sumber atau referensi yang ada dan
bertujuan agar menambah pengetahuan serta wawasan kita dalam membuat
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diyakini sebagai petunjuk bagi
manusia. Keyakinan tersebut menempatkan kitab suci ini sebagai sumber pertama
dan utama ajaran Islam. Kedudukannya sebagai kitab suci dan sumber dari agama
yang telah dinyatakan sempurna mengandung pengertian bahwa ia mampu
memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan hidup di sepanjang masa.
Tetapi satu yang tidak pernah diabaikan oleh mereka adalah tentang
pentingnya memulai penafsiran pada teksnya yang berbahasa Arab. Para ulama
menggaris bawahi bahwa sangat penting menguasai bahasa Arab sebelum
menafsirkan al-Qur’an, bahkan mereka menjadikannya sebagai prasyarat untuk
kegiatan tersebut. Dalam kapasitas al-Qur’an sebagai Kitab Suci yang diturunkan
dalam bahasa Arab sudah barang tentu membutuhkan keahlian tersendiri dalam
memahaminya. Keragaman makna dalam bahasa Arab merupakan salah satu
dimensi yang harus menjadi perhatian bagi mereka yang ingin menafsirkan al-
Qur’an. Munculnya berbagai macam kitab tafsir dengan metode dan corak yang
beragam, serta jumlahnya yang amat besar membuktikan bahwa dari segi
kebahasaan, bahasa Arab telah menggugah dan merangsang pembacanya untuk
senantiasa memahaminya dengan berbagai pendekatan dan sudut pandang. Dalam
perkembangan ranah tafsir, salah satu bagian yang tidak bisa diabaikan pula
adalah aspek qira’at. Qira’at al-Qur’an yang dikenal dan dipelajari oleh kaum
1
muslimin sejak masa Nabi ternyata tidak hanya satu versi saja, tetapi memiliki
berbagai versi qira’at yang juga bersumber dari Nabi saw.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Qira’at Al-Qur’an ?
2. Bagaiman Latar Belakang Timbulnya Qira’at Al-Qur’an ?
3. Apa Sebab-sebab Timbulnya Perbedaan Qira’at Al-Qur’an ?
4. Sebutkan Macam-macam Qira’at Al-Qur’an ?
5. Bagaimana Urgensi dan Pengaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-
Hukmi ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian Qira’at Al-Qur’an
2. Memahami latar belakang timbulnya Qira’at Al-Qur’an
3. Mengetahui sebab-sebab timbulnya perbedaan Qira’at Al-Qur’an
4. Memahami berbagai macam-macam Qira’at Al-Qur’an
5. Mengetahui urgensi dan engaruh Qira’at Al-Qur’an dalam Istinbath Al-
Hukmi
2
BAB II
PEMBAHASAN
merupakan isim masdar dari qaraa ()قرأ, yang artinya baca, membaca.1
Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh
keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut.
2. Menurut al-Zarqani, Qira’at yaitu suatu mazhab yang dianut oleh seorang
imam dari para imam qurra yang berbeda dengan yang lainnya dalam
pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq
darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun
pengucapan bentuknya.3
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Qira’at Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas
tentang perbedaan cara pengucapan lafadz-lafadz, metode dan riwayat Al-Qur’an
1
Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hlm. 75.
2
Imam Badr al-Din Muhammad al-Zarkasyi, Al - Burhan fi 'Ulum al - Qur'an, jilid I
(Kairo: Isa al-Babi al-Halalbi, t.th.), 318.
3
Al-Zarqani, Manahil al ‘ Irfan fi ‘ Ulum al - Qur ’an, jilid I (Kairo : Isa al-Babi
alHalabi, t.th),,412.
4
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1991), hlm. 374.
3
yang disandarkan oleh tujuh imam qurra’ sebagai suatu madzhab yang berbeda-
beda dengan yang lainnya.
5
Muhammad Al-Zarqaf. Al-Ta ’riif Bi al - Qur ’an wa al Hadis (Beirut:Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, t.th),38.
4
mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang
yang sesuai qiraatnya dengan mushaf tersebut. Qira’at orang-orang ini berbeda-
beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil qira’at dari sahabat yang
berbeda pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam mengambil qira’at dari
Rasulullah SAW.
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri Islam dengan
membawa qira’at masing-masing. Hal ini menyebabkan berbeda-beda juga ketika
tabi’in mengambil qira’at dari para sahabat. Keadaan ini terus berlangsung
sehingga muncul para imam qiraat yang termasyhur, yang mengkhususkan diri
dalam qira’at tertentu dan mengajarkan qira’at mereka masing-masing.6
Perkembangan selanjutnya ditandai dengan munculnya masa pembukuan
qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa orang yang pertama kali
menuliskan ilmu qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Salam yang wafat
pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama al-Qira’at yang
menghimpun qira’at dari 25 orang perawi. Pendapat lain menyatakan bahwa
orang yang pertama kali menuliskan ilmu qira’at adalah Husain bin Usman bin
Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H.
Dengan demikian, mulai saat itu qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam,
Ulum al-Qur’an. Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, kedua pendapat itu dapat
dikompromikan. Orang yang pertama kali menulis masalah qira’at dalam bentuk
prosa adalah al-Qasim bin Salam, dan orang yang pertama kali menullis tentang
qira’at sab’ah dalam bentuk puisi adalah Husain bin Usman al-Baghdadi.7 Pada
penghujung Abad ke III Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun qira’at Sab’ah dalam
kitabnya, kitab al-Sab’ah. Tentunya masih banyak imam qira’at yanng lain yang
dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Banyak sekali kitab-kitab qira’at yang ditulis para ulama setelah Kitab
Sab’ah ini. Yang paling terkenal diantaranya adalah al-Taysir fi al-Qira’at al
Sab’i yang diisusun oleh Abu Amr al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-
Sab’i karya Imam al-Syatibi, al-Nasyr fi Qira’at al‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan
6
Al-Zarqani, 412-414.
7
Sya’ban Muhammad Ismail, 132.
5
Itaf Fudala’ al-Basyar fi al-Qira’at al-Arba’ah Asyara karya Imam al-Dimyati al
Banna.8 Masih banyak lagi kitab-kitab lain tentang qira’at yang membahas
qira’at dari berbagai segi secara luas, hingga saat ini.
8
Abduh Zulfidar Akaha, 131.
6
tentang hal tersebut, kemudian Rasulullah memerintahkan keduanya
untuk membaca, maka Rasulullah saw. mengatakan kepadaku: “Hai
Ubay, sesungguhya aku diutus membaca Al-Qur’an dengan tujuh
huruf.” (Muhammad Ali ash-Shabuni: 1988)
Kedua riwayat tersebut membuktikan bahwa lafaz-lafaz Al Qur’an
yang diucapkan oleh sahabat masing-masing berbeda, kemudian
Rasulullah tidak menyalahkan para sahabat dan memberi jawaban yang
sama yaitu Al-Qur’an diturunkan tujuh huruf. Untuk mengetahui apakah
qira’at itu benar atau tidak harus memenuhi tiga syarat yaitu pertama,
sesuai dengan kaedah bahasa Arab kedua, sesuai dengan mushaf Utsmani
dan ketiga, sanad-sanadnya shahih. (Rosihan Anwar: 2000) Oleh karena
itu, apabila suatu qira’at tidak memenuhi salah satu diantara tiga syarat
tersebut, maka qira’at tersebut tidak sah atau lemah.
2. Cara Penyampaian
Setelah para sahabat tersebar, kemudian mereka membacakan
qira’at Al-Qur’an kepada murid-muridnya secara turun temurun. Pada
akhirnya murid-murid lebih suka mengemukakan qira’at gurunya dari
pada mengikuti qira’at imam-imam yang lain. Hal ini mendorong
beberapa ulama merangkum beberapa bentuk-bentuk perbedaan cara
melafazkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan dalam I’rab atau harakat kalimat tanpa perubahan makna
dan bentuk kalimat. Misalnya dapat dilihat dalam Qs. an-Nisa/4: 37
(kata bil-bukhli yang berarti kikir dapat dibaca fathah pada huruf ba-
nya, sehingga dapat dibaca bil-bakhli tanpa perubahan makna).
(Rosihan Anwar: 2000).
b. Perubahan pada I’rab dan harakat, sehingga dapat merubah
maknanya.Misalnya dalam Qs. Saba’/34:19 (Kata baa’id artinya
“jauhkanlah”, yang kedudukannya sebagai fi’il amr, boleh juga
dibaca ba’ada yang kedudukannya menjadi fi’il madhi, sehingga
maknanya berubah “telah jauh”).
7
c. Perbedaan pada perubahan huruf tanpa perubahan I’rab dan bentuk
tulisan, sedang makna berubah. Misalnya dalam Qs.al-Baqarah/2:
259 (Kata nunsyizuha “Kami menyusun kembali” ditulis dengan
huruf zay diganti dengan huruf ra’, sehingga berubah bunyi menjadi
nunsyiruha yang berarti “Kami hidupkan kembali”).
d. Perubahan pada kalimat dengan perubahan pada bentuk tulisan, tapi
makna tidak berubah. Misalnya dalam Qs. al-Qari’ah/101: 5 (Kata
ka-al-‘ihni “bulu-bulu” kadang dibaca ka-ash-shufi “bulu-bulu
domba”. Perubahan ini berdasarkan ijma’ ulama, namun tidak
dibenarkan karena bertentangan dengan mushaf Usmani). (Rosihan
Anwar: 2000).
Dengan demikian, dengan menyebarnya imam-imam qira’at ke
berbagai daerah, dengan mengajarkan dialek atau lahjah mereka masing-
masing, yang pada gilirannya melahirkan hal-hal yang tidak diinginkan
yaitu timbulnya qira’at yang beraneka ragam, maka para ulama
mengambil inisiatif untuk meneliti qira’at dari berbagai penyimpangan.
8
’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima qira’at -nya dan
dikenal di kalangan ahli qira’at bahwa qira’at itu tidak salah dan tidak
syadz , hanya saja derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir.
3. Qira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah qira’at yang sanadnya bersih dari cacat tetapi
menyalahi rasam Utsmani dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
Juga tidak terkenal di kalangan imam qira’at. Qira’at Ahad ini tidak
boleh dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya
sebagai al-Qur’an.
4. Qira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah qira’at yang cacat sanadnya dan tidak
bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qira’at Syazah ini
tidak boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.9
5. Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan
kepada seseorang tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
6. Qira’at Syabih bil Mudraj
Qiraat Sabih bil Mudraj adalah qira’at yang menyerupai kelompok
Mudraj dalam hadis, yakni qira’at yang telah memperoleh sisipan atau
tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat tersebut.10
9
Sya’ban Muhammad Ismail, 108.
10
Jalal al-Din Al-Suyuti, 79.
9
masyhur qira’at tersebut mutawatir, yaitu qira’at para imam qira’at
yang tiga; imam Abu Jafar, Imam Yakub dan Imam Khalaf.
3. Qira’at yang disepakati ketidak mutawatirannya (qira’at syaz) yaitu
Qira’at selain dari qira’at para imam yang sepuluh (qira’at
‘Asyarah).11
Dari segi jumlah, macam - macam qira’at dapat di bagi 3 (tiga) macam
qira’at yang terkenal, yaitu :
a. Qira’at sab’ah, adalah qir’at yang dinisbahkan kepada para imam
qurra’ yang tujuh yang termasyhur. Mereka adalah Nafi, Ibn
Kasir, Abu Amru, Ibn Amir, Ashim, Hamzah dan Kisai.
b. Qiraat ‘Asyarah, adalah qira’at Sab’ah di atas ditambah dengan
tiga qiraat lagi, yang disandarkan kepada Abu Jafar, Yakub dan
Khalaf al-Asyir.
c. Qira’at Arba’ ‘Asyarah, adalah Qira’at ‘Asyarah lalu ditambah
dengan empat qiraat lagi yang disandarkan kepada Ibn Muhaisin,
Al-Yazidi, Hasan al-Bashri dam al-Amasy.12
11
Ibid ., 95.
12
Abduh Zulfidar Akaha, 128.
10
adalah berupa memerdekan budak. Namun, tidak disebutkan apakah
budaknya itu muslim atau nonmuslim. Hal ini mengandung perbedaan
pendapat di kalangan para fuqaha. Dalam qira’at syadz, ayat itu
memperoleh tambahan mu’minatin. Tambahan kata “Mukminatin”
berfungsi men-tarjih pendapat sebagian ulama, antara lain As-Syafi’i,
yang mewajibkan memerdekakan budak mukmin bagi orang yang
melanggar sumpah, sebagai salah satu alternatif bentuk kifaratnya.
c. Dapat menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda. Misalnya,
dalam surat al-Baqarah 2 ayat 222, dijelaskan bahwa seorang suami
dilarang melakukan hubungan suami istri tatkala istrinya sedang haid,
sebelumnya haidnya berakhir. Sementara qira’at yang membacanya
dengan “yuththahirna” (di dalam mushaf ‘Utsmani tertulis
“yathhurna”), dapat dipahami bahwa seorang suami tidak boleh
melakukan hubungan suami istri sebelum istrinya bersuci dan mandi.
d. Dapat menunjukkan dua ketentuan hukum yang berbeda dalam
kondisi berbeda pula. Misalnya, yang terdapat dalam surat al-Ma’idah
5 ayat. Ada dua bacaan mengenai ayat itu, yaitu yang membaca
“arjulakum” dan yang membaca “arjulikum”. Perbedaan qira’at ini
tentu saja mengosekuensikan kesimpulan hukum yang berbeda.
e. Dapat memberikan penjelasan terhadap suatu kata di dalam Al-Qur’an
yang mungkin sulit dipahami maknaya.13
(ayatnya lampirin)
13
Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012). Hal. 155-157.
11
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, haidh itu
adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.
Al- Baqarah : 222).
(lampirin ayat)
12
yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa : 43)
15
Hasanuddin AF, Anatomi al-Quran Perbedaan Qiraat Dam Pengaruhnya Terhadap
Istinbat Hukum Dalam Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada)., hal.236-238.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut bahasa, qira’at artinya baca, membaca. Pengertian qira’at
menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna
dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut.
2. Sebab-sebab timbulnya ada dua yaitu latar belakang histori dan latar
belakang cara penyampaian.
3. Macam-macam qira’at menurut Ibn al-Jazari, sebagaimana dikutip oleh
al-Suyuti, menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi
menjadi 6 (enam) macam.
4. Qira’at al-Quran memiliki urgensi dan pengaruh yang sangat penting
bagi istinbath al-hukmi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Salih. Subhi. Mabahis fi ‘ Ulum al - Qur ’ an. Beirut: Dar al-Ilm lil Malayin.
1988.
15