Вы находитесь на странице: 1из 13

Berikut adalah makalah yang berjudul Prinsip Ekonomi Dalam Islam.

Download juga
makalahnya dalam format doc disini: Dropbox. Semoga bermanfaat.

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekonomi Islam
2.1.1 Dasar-Dasar Perekonomian Dalam Islam
2.1.2 Dasar-dasar Etika Ekonomi Islam
2.1.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat
2.2 Praktik Ekonomi dalam Islam
2.2.1 Jual Beli
2.2.2 Larangan Riba
2.2.3 Lembaga Keuangan Bank (Syariah)
2.2.4 Lembaga Keuangan Nonbank
2.2.5 Menunjukkan Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam
tentang Kerja Sama Ekonomi
BAB III
KESIMPULAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memebrikan sumbangan baik
materi maupun pemikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya kami akan memperbaiki bentuk maupun
menambah isi maklaah agar lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 10 Oktober 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai muslim kita yakin bahwa melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah diatur
garis besar aturan untuk menjalankan kehidupan ekonomi dan untuk mewujudkan kehidupan
ekonomi, sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya-Nya dan mempersilahkan
manusai untuk memanfaatkannya.
Kita dituntut untuk menerapkan keislaman dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk
dari aspek ekonomi. Maka mempelajari sistem ekonomi Islam secara mendalam adalah suatu
keharusan, dan untuk selanjutnya disosialisasikan dan diterapkan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut.

 Apa pengertian dari perekonomian dalam Islam?


 Apa prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam?
 Bagaimana sistem perekonomian dalam Islam?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari masalah-masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penulisan makalah ini
memiliki beberapa tujuan, antara lain:

 Agar kita mengetahui pengertian dari perekonomian dalam Agama Islam.


 Agar kita mengetahui prinsip-prinsip dari ekonomi Islam.
 Agar kita dapat mengetahui apa yang menjadi karakteristik dari ekonomi Islam.

1.4 Metode Penulisan


Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan dengan
menggunakan sumber berupa buku acuan dan artikel terkait, serta dari internet.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 EKONOMI ISLAM

2.1.1 Dasar-Dasar Perekonomian Dalam Islam

Etika perekonomian yang dikembangkan islam adalah menciptakan kegiatan ekonomi


yang bertumpu pada pilar tauhid, keseimbangan, dan tazkiyah (membersihkan harta)
bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.

2.1.2 Dasar-dasar Etika Ekonomi Islam

Ekonomi islam adalah ekonomi yang menjalankan perannya dengan berpendoman pada
ajaran islam. Adapun tujuannya adalah memberikan keseimbangan bagi kehidupan
masyarakat. Nilai ekonomi islam bukan semata-semata hanya untuk kehidupan muslim saja,
tetapi untuk seluruh makhluk hidup di muka bumi. Esensi proses ekonomi islam adalah
pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nilai islam guna mencapai tujuan
agama.

Berikut inilah beberapa dalil naqli yang menjadi dasar perekonomian islam. Agar
pengelolaan alam ini sesuai dengan syariat islam, kita perlu memerhatikan rambu-rambu
dalam pengelolaan alam semesta.

a. Alam ini mutlak milik Allah swt.


Sebagai kholifah fil ardi manusia diberi pinjaman harta dimuka bumi ini. Manusia diberi
wewenang mengelola alam semaksimal mungkin untuk kehidupannya. Akan tetapi kita harus
ingat bahwa semua ini adalah pinjaman belaka dan akan diambil sewaktu-waktu tanpa ada
pemberitahuan sebelumnya.

b. Status harta yang dimiliki manusia.


Harta adalah amanah dari Allah swt. Manusia hanya merupakan pemegang amanah,
karena memang tidak mampu mengadakan benda itu dari tiada menjadi ada.
Beberapa yang perlu diperhatikan dalam masalah harta adalah sebagai berikut.
1. Harta adalah perhiasan dunia yang memungkinkan manusia berlebihan. Manusia memiliki
kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta.
2. Harta menjadi ujian keimanan dan sering menyebabkan keangkuhan. Terkadang hal itu
seseorang tidak lagi memikirkan kehalalan hartanya.
3. Menjadikan harta sebagai bekal ibadah. Melaui harta, seseorang dapat melaksanakan begitu
banyak kegitan (ibadah) atau melaksanakan muamalah sesama manusia, misalnya melalui
zakat, infaq, dan sedekah.

c. Pemanfaatan harta
Banyak pilihan hidup yang bisa didapat melalui harta dan kekayaan, antara lain dapat
membeli sejumlah barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bukan hanya
kebutuhan saat ini, tetapi juga kebutuhan yang akan datang serta dapat memberikan rasa
aman.

Kebutuhan pokok manusia adalah makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Disamping itu,
masih banyak kebutuhan lain, misalnya kesehatan, pendidikan, transportasi, dan rekreasi.
Keputusan harta itu akan dibelanjakan atau tidak merupakan hak pribadi masing-masing
orang, sebagaimana Allah swt telah menetapkan hak guna atas harta yang diperolehnya.

2.1.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat


a. Akhlak ekonomi islam mengutamakan cara-cara yang benar
Upaya untuk mendapatkan keuntungan dalam usaha atau bisnis merupakan suatu hal
yang lazim, asalkan menggunakan cara-cara yang benar. Di antara proses dan cara yang
benar dalam mengambil keuntungan, antara lain :
1. Tidak mengurangi dan mempermainkan takaran atau timbangan.
2. Tidak menimbun barang atau komoditas vital yang dibutuhkan masyarakat
3. Tidak melampaui batas dalam mengambil keuntungan, dan
4. Tidak memotong jalur distribusi untuk menimbun barang yang mengakibatkan harga barang
menjadi naik.
Mengutamakan cara dan proses yang benar dalam meraih keuntungan merupakan aspek
penting dalam ekonomi Islam. Pendekatan yang diutamakan adalah pendekatan proses, bukan
pendekatan hasil. Melalui pendekatan ini, akhlak dan etika berbisnis sangat diutamakan,
sehingga usahanya selaras dengan tuntutan syariat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah
saw.
Melalui cara ini, keuntungan yang di dapat memilik dua sisi, yaitu keuntungan yang
berkaitan dengan masalah duniawi dan keuntungan yang berkaitan dengan masalah ukhrawi.
Keuntungan tersebut tidak semata-mata hanya bersifat material, namun juga bersifat
nonmaterial.
Meraih keuntungan atau kerugian dalam berbisnis menjadi sebuah hal yang lumrah.
Seorang pebisnis tidak mungkin ingin merugi, begitu juga sebaliknya. Kita diingatkan di
dalam Al-Qur’an Surah Fatir ayat 29 disebutkan tijaratan lan tabur yang berarti perniagaan
yang tiada merugikan diraih jika kita melaksanakan tiga hal, yaitu :
1. Senantiasa membaca Kitabullah
2. Mendirikan Shalat, dan
3. Memanfaatkan sebagian dari rezeki yang Allah swt berikan.

b. Kesejahteraan individu dan masyarakat


Segala sesuatu yang ada di bumi dan langit dan yang terkandung pada keduanya,
menjadi milik Allah swt. Dialah yang menciptakannya dan Dia pula yang memelihara serta
mengaturnya. Firman Allah swt dalam QS. Al-Jasiyah/45:13

ٰ َ ‫ام ْن ُۗ ُه ِانَّ ِفي ْٰذ ِلك‬


ََ‫ََل ٰيت ٍِلقَ ْومٍ َّيتَفَ َّك ُر ْون‬ ْ ِ‫س َّخ َرلَـ ُك ْم َّمافِىالسَّمٰ ٰوتِ َو َماف‬
ِ ‫ىاْلَ ْر‬
ِ ً‫ض َج ِم ْيع‬ َ ‫َو‬
Artinya : “Dan dia yang menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.”(QS. Al-
Jasiyah/45:13)

Alam semesta diciptakan sebagai rezeki. Akan tetapi, rezeki tersebut berupa sesuatu
yang masih perlu diolah. Manusia dengan segala potensinya harus berusaha mengubahnya
menjadi barang jadi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan yang paling pokok adalah
makan dan minum, meski untuk saak ini masih banyak kebutuhan yang di perlukan oleh
manusia.

Salah satu tujuanekonomi islam adalah mencapai masyarakat sejahtera. Masyarakat


sejahtera menurut ajaran Islam telah digambarkan oleh Al-Qur’an sengan istilah baldatun
tayyibatun wa rabbun gafur.

َ ٌ ‫سبَ ٍافِ ْي َم ْس َك ِن ِه ْم ٰايَ ٌۚةٌ َج َّن ٰتنِ َع ْني َِّم ْين ٍَّو ِش َما ُۗ ٍل ُکلُ ْو ِام ْن ِر ْزقِ َربِ ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوالَ ُۗهبَ ْل َدة‬
َ‫طيِبَةٌ ََّو َر ٌّبغَفُ ْو ٌر‬ َ ‫لَقَ ْدكَانََِل‬
Artinya : “Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat
kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan disebelah kiri, (kepada mereka
dikatakan) makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan
Yang Maha Pengampun.” (Q.S Saba’/34:15)

Masyarakat makmur, damai, dan adil baru akan terwujud jika masyarakat itu
menjalankan prinsip-peinsip yang digariskan oleh agama. Banyak ayat Al-Qur’an yang
menyerukan penggunaan kerangka kerja perkenomian Islam, diantaranya Firman Allah swt
dalam QS. Al-Baqarah/2:168
ٌَ ‫شي ْٰط ُۗنِ ِانَّهلَـ ُك ْم َعد ٌُّو ُّم ِبَْي‬
‫ن‬ َّ ‫ط ٰوتِال‬ َ ‫ض َح ٰل ًَل‬
ُ ‫ط ِيب ًۖا َّو َْلتَتَّ ِبعُ ْوا ُخ‬ ُ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َهاالنَّا‬
ْ ِ‫س ُكلُ ْو ِام َّماف‬
ِ ‫ىاْلَ ْر‬
Artinya : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baiuk yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu
masih yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah/2:168)

Melalui pemahaman terhadap uraian tersebut, jelaslah bahwa ekonomi yang


berlandaskan ajaran Islam adalah kegiatan perkenomian yang paling unggul, karena akan
menciptakan pelaku bisnis yang berakhlak mulia.

2.2 Praktik Ekonomi dalam Islam

2.2.1 Jual Beli


a. Pengertian dan Hukum Jual Beli
Menurut bahada, jual beli adalah memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu atau
menukarkan sesuatu dengan yang lain. Adapun menurut istilah syara’, jual beli ialah
kesepakatan tukar-menukar barang atas dasar kerelaan untuk memiliki barang tersebut
dengan cara atau akad tertentu.
Hukum jual beli ada empat, yaitu :
1. Mubah atau boleh, artinya setiap muslim dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual
beli (hukum asalnya).
2. Wajib, yaitu apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (jual beli) yang
mungkin dilaksanakan oleh seseorang.
3. Haram, yaitu jika jual beli itu tidak memenuhi rukun dan syarat.
4. Sunah, yaitu jual beli kepada seseorang yang membutuhkan barang tersebut.

b. Dasar hukum jual beli


Firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah/2:275:
Artinya: “... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-
Baqarah/2:275)
Firman Allah swt dalam QS. An-Nisa’/4:29:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antar kamu...” (QS. An-Nisa’/4:29)
Dan hadis Nabi saw:
Artinya : Abu Sa’id Al-Khudri berkata, Rasulullah saw bersabda:”Sesungguhnya jual
beli itu harus dilakukan dengan suka sama suka.” (HR. Ibnu Majah)
c. Hal-hal yang berkaitan dengan jual beli
1) Rukun Jual Beli
a. Adanya penjual dan pembeli. Syarat sah penjual dan pembeli terdiri dari :
 Balig dan berakal (QS. An-Nisa’/4: 5)
 Aatas kehendak sendiri
 Berhak tasaruf (menyerahkan) hartanya
b. Adanya barang yang diperjual belikan. Syarat sah barang yang diperjualbelikan, yaitu barang
itu suci, memiliki manfaat, milik sendiri atau diberi kuasa orang lain, jelas dan dapat dikuasai
penjual dan pembeli serta diketahui kedua belah pihak, baik mengenai kadar, jenis, sifat, dan
harganya.
c. Adanya alat untuk menukar dalam kegiatan jual beli
d. Adanya akad, yaitu Ijab dan Kabul antara penjual dan pembeli.

2) Bentuk-bentuk jual beli


a) Jual beli yang sah tetapi terlarang yaitu jual beli sebagai berikut :
1. Menyakiti perasaan yang membeli.
2. Menaikkan harga dengan sangat tinggi sehingga meresahkan masyarakat.
3. Jual beli yang dilakukan pada waktu akan menunaikan shalat jumat.
4. Membeli atau menjual barang yang sedang ditawar orang lain yang masih dalam masa
khiyar.
5. Membeli barang pedagang kampung dengan cara menghadangnya dipinggir jalan sebelum
pedagang itu mengetahui harga aslinya.
6. Membeli barang untuk ditimbun dengan maksud agar kelak dapat menjual dengan harga
tinggi dan merih keuntungan yang besar.
7. Memperjual belikan barang yang sah tetapi untuk maksiat, seperti membeli ayam jago untuk
diadu.
8. Jual beli dengan maksud untuk menipu, seperti diluarnya tampak baik namun didalamnya
rusak.
b) Jual beli yang terlarang dan tidak sah 9kurang syarat dan rukunnya)
1. Menjual air mani (sperma) binatang jantan karena tidak diketahui kadarnya dan tidak ada
serah terima.
2. Menjual sesuatu yang belum ada ditangan. Artinya barang yang dijual masih berada ditangan
penjual pertama dan belum diterima oleh penjual kedua.
3. Menjual dengan sistem ijon. Artinya, jual beli yang belum jelas barangnya.
4. Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan.
5. Jual beli benda najis, minuman keras, babi, bangkai dan sebagainya.
c) Jual beli garar
Jual beli garar adalah jual beli yang tidak jelas takaran timbangan atau atau benda yang
diperjual belikan. Misalnya, membeli buah manga yang masih muda dan diambil saat sudah
masak. Siapa yang dapat memastikan buah itu dapat panen? Jika terjadi badai atau hujan
lebat, lalu semua buahnya berguguran maka tentunya akan terjadi gagal panen.

3) Khiyar
Khiyar adalah masa memilih untuk melanjutkan transaksi atau membatalkannya.
Tujuan Khiyar adalah agar tidak terjadi penyesalan dalam transaksi, karena belum dipikirkan
secara matang transaksi yang akan dilakukan.

Ada tiga macam Khiyar :


1) Khiyar Majelis yaitu pembeli dan penjual dapat memilih melanjutkan transaksi atau
membatalkannya.
2) Khiyar Syarat yaitu masa memilih itu dijadikan syarat oleh penjual, pembeli atau keduanya.
3) Khiyar aibil ( cacat) yaitu pembeli boleh mengembalikan benda yang dibelinya jika benda itu
ternyata memiliki cacat.
4) Perilaku yang mencerminkan patuh terhadap hukum jual beli

Praktik jual beli baik hendaknya menimbulkan sikap dan perilaku sebagai berikut :
1) Menumbuhkan dan membina ketentraman jiwa dan kebahagiaan.
2) Keuntungan yang diperoleh dipergunakan untuk memenuhi nafkah keluarga.
3) Sebagai sarana ibadah.
4) Menolak kemungkaran.

2.2.2 Larangan Riba

a. Pengertian dan ketentuan riba


Riba menurut bahasa artinya tambahan atau kelebihan. Menutur istilah, riba adalah
akad-akad atau transaksi yang pada waktu meminjam menukar suatu barang tertentu ada
tambahan presentase atau kelebihan.
Rosulullah pernah bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam
hendaklah sama banyaknya, tunai, dan serah terima. Apabila berlainan jenisnya, boleh kamu
jual sehendakmu asal tunai“ (HR, Muslim dan Ahmad).

b. Dalil tentang larangan riba


1. Artinya, “wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada allah agar kamu beruntung “ (QS. Ali Imran / 3
: 130)
2. Artinya, “wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada allah dan
tinggalkan sisa riba ( yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman “ (QS. Al-
Baqarah / 2 :278)

c. Macam-macam riba
1) Riba Fadli yaitu tukar menukar barang sejenis tetapi tidak sama timbangan, ukuran dan
kualitasnya.
2) Riba Qordi yaitu riba yang disebabkan utang piutang yang dikenakan bunga tinggi.
3) Riba Nasi’ah yaitu tambahan bunga atau rente berganda.
4) Riba Yad yaitu riba yang disebabkan terpisahnya tempat akad atau tempat transaksi sebelum
serah terima barang.

d. Bahaya Riba
1. Adanya pihak yang dirugikan, yaitu mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan kepada
pihak yang berhutang.
2. Dapat memupuk sifat rakus, tamak, dan bahil serta tidak peduli terhadap sesama.
3. Dibenci oleh Allah SWT (QS Al- Baqarah/2: 279)
4. Mendapat hukuman di dunia dan di akhirat dari Allah SWT, seperti hartanya tidak berkah
dan tidak bertambah (QS Ar-Rum/30: 39) serta jiwanya tidak tenang (QS AL Baqarah/2:
275)
5. Terjadi kesenjangan dalam masyarakat karena uang hanya beredar pada orang-orang
tertentu.

e. Menunjukan perilaku menghindari riba


1. Terbiasa mencari rezeki dengan bekerja keras secara halal.
2. Terbiasa melakukan pembayaran dengan tunai sehingga terhindar dari beban utang.
3. Terbiasa menolonh dan meringankan beban orang yang ditimpa kesusahan dan kesulitan
4. Menolak sistem bunga dengan menabung di bank syariah yang menggunakan sistem bagi
hasil.

2.2.3 Lembaga Keuangan Bank (Syariah)

a. Pengertian Bank Syariah


Bank syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariat dan kegiatannya adalah memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Prinsip syariat adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai
dengan syariat.

b. Konsep pengelolaan bank syariah


1. Islam memandang harta yang dimiliki manusia adalah titipan atau amanah Allah SWT
sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai dengan ajaran
islam.
2. Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah atau
simpanan sesuai dengan ajaran islam.
3. Bank syariah menempatkan karakter atau sikap, baik nasabah maupun pengelola bank pada
posisi yang sangat penting sekaligus menempatkan sikap ahlak terpuji sebagai sikap dasar
hubungan antara nasabah dan bank.
4. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, sederajat, dan
ketentraman antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabah atas jalannya usaha bank
syariah.
5. Prinsip bagi hasil dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu dengan berpedomman pada
kemungkinan untung dan rugi.
b) Besarnya bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
c) Jumlah poembagian hasil mmeningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
d) Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
e) Bagi hasil tergantung keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan
keuntungan, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

c. Kegiatan perbankan syariah


i. Produk penghimpunan dana
a. Akad penitipan barang/uang disebut wadi’ah. Wadi’ah ini terdiri dari dua macam:
1. Wadi’ah yad amanah, yaitu akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak
diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas
kerusakan/kehilangan barang titipan yang bukan diakibatakan perbuatan atau kelalaian
penerima titipan.
2. Wadi’ah yad damanah, yaitu akad penitipan barang/uang dimanak pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan
harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan.
b. Akad antara pemilik modal dengan pengelola disebut mudarabah. Tujuan mudarabah ini
adalah untuk memperolah pendapatan atau keuntungan, dikenal dengan sebutan bagi hasil.
Macam macam mudarabah adalah sebagai berikut:
1. Mudarabah mutlak, yaitu penerima titipan (mudarib) diberi kekuasaan penuh untuk
mengelola modal.
2. Mudarabah muqoyyadah, yaaitu pemilik modal (sahibul mal) menetapkan syarat tertentu
yang harus dipatuhi penerima titipan (mudarib) mengenai tempat, tujuan maupun jenis usaha.
ii. Produk penyaluran dana
a. Sistem jual beli
(1) Pembiayaan untuk pembelian barang yang disebut bai’al mudarabah. Bentuknya adalah
pihak bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan mencicil harga yang
dibelinya.
(2) Bai’as salam yaitu pembiayaan sector pertanian, peternakan, atau perkebunan (jangka
pendek). Bentuknya adalah bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah sebgai penjual,
kemudian produk yang dimaksud dijual kembali kepada nasabah lain yang membutuhkannya.
(3) Bai’al istisna’ yaitu pembiayaan konstruksi dan barang-barang manufaktur jangka pendek.
Bentuknya adalah bank bertindak sebagai pemesan atau pembeli sedangkan nasabah
bertindak sebgaia penjual produk bank yang dapat menyalurkan dana secara bertahap sesuai
dengan prinsip.
b. Sistem bagi hasil
(1) Sistem ini dibuat untuk pembiayaan proyek-proyek jangka pendek maupun jangka panjang.
Produk ini disebut juga mudarabah. Bank dapat bertindak sebagai sahibul mal atau pemilik
modal yang menyediakan modal 100% dan nasabah bertindak sebagai mudarib. Jika proyek
mendapatkan keuntungan, keuntungan dibagi menurut kesepakatan awal, sedang bila terjadi
kerugian yang bukan disebabkan kelalaian nasabah, maka hal itu menjadi risiko bank.
(2) Sistem ini dbuat jika proyek dibiayai bersama antara nasabah dan bank serta keuntungannya
pun dibagi bersama. Produk ini disebut juga musyarakah.
iii. Produk jasa
1) Wakalah yaitu Bank bertindak sebagai wakil nasabah. Prinsip ini ditetapkan untuk
pengiriman uang (transfer), penagihan (inkaso, dan letter of credit.
2) Kafalah, yaitu jasa penjamin nasabah atau pemberian garansi oleh bank.
3) Hawalah, yaitu jasa pengembalian piutang nasabah.
4) Rahn, yaitu jasa ini berupa gadari dari nasabah kepada bank sebagai penjamin pembiayaan.

2.2.4 Lembaga Keuangan Nonbank

a) Syirkah (Perseroan), yaitu persetujuan dua orang atau lebih untuk membuka perusahaan
dengan tujuan berbagi keuntungan. Kerja sama ini biasanya meliputi modal dan jasa,
persentase kepemilikan saham, pemilik dan pengelola, dan bidang apasaja yang akan digarap
bersama. Syirkah terbagi dua, yaitu sebagai berikut :
1) Syirkah inan (serikat harta), yaitu akad yang terjadi antara dua orang atau lebih dalam
permodalan untuk melakukan suatu bisnis atas dasar membagi untung dan rugi sesuai dengan
jumlah modalnya masing-masing.
2) Syirkah ‘abdan (serikat kerja), yaitu perserikatan antara dua orang atau lebih untuk
melakukan usaha/perkerjaan yang hasilnya dibagi di antara mereka menurut perjanjian.
Misalnya, perserikatan dalam usaha konveksi, bangunan, dan lain sebagainya.
a) Manfaat serikat kerja antara lain sebagai berikut.
1) Menjalin hubungan persaudaraan, khususnya sesame anggota serikat.
2) Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota serikat.
3) Menyelesaikan dengan baik pekerjaan-pekerjaan besar yang tidak dapat dikerjakan sendiri
dan hasilnya untuk kepentingan umat manusia. Misalnya, membuat alat-alat transportasi,
seperti kapal laut, pesawat udara, kereta api, dan berbagai jenis barang tambang, seperti
minyak, batu bara, dan lain-lain.
4) Menciptakan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, dan
kebudayaan serta dalam bidang pertahanan dan keamanan (HANKAM).
b) Macam-macam serikat kerja antara lain sebagai berikut.
1) Qirad, yaitu pemberian modal dari seseorang kepada orang lain untuk usaha atau dagang.
Sedangkan keuntungan dibagi antara keduanya sesuai dengan perjanjian. Modal dalam qirad
dapat berupa uang atau berupa benda yang dapat diperhitungkan harganya.
2) Musaqah, yaitu kerja sama antara pemilik kebun dengan pemelihara kebun disertai perjanjian
bagi hasil yang jumlahnya ditentukan menurut kesepakatan bersama.
3) Muzara’ah, yaitu kerja sama antara pemilik tanah (sawah/ladang) dan penggarap dengan
perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sementara bibit atau
benih dari penggarap dan penggarap yang wajib mengeluarkan zakatnya.
4) Mukhabarah, yaitu kerja sama antara pemilik tanah (sawah/ladang) dan penggarap dengan
perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sementara bibit atau
benih dari pemilik tanah dan pemilik tanah yang wajib mengeluarkan zakatnya.

b) Asuransi Syariah
1) Pengertian
Asuransi syariah adalah asuransi yang memiliki landasan saling menggung atau saling
menjamin. Pengertian ini mengandung pemahaman saling memikul risiko diantara sesame
sehingga antara yang satu dengan yang lain saling menanggung atas risiko yang terjadi.
Saling pikul ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabaruk atau dana ibadah. Dengan demikian, asuransi
syariah mengandung prinsip-prinsip tauhid, saling menyayangi, saling membantu, serta saling
melindungi dan bertanggung jawab kepada sesame muslim dan manusia pada umumnya.
2) Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Biasa
a) Pada asuransi syariah ada Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk yang
dipasarkan dan pengelolaan investasi dana. Adapun pada asuransi konvensional tidak dikenal
adanya Dewan Pengawas Syariah.
b) Akad yang akan dilaksanakan pada asuransi syariah berdasarkan tolong-menolong dan
bukan akad jual beli.
c) Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (mudarabah) dan tidak ada
unsure riba, maisir, dan garar sebagai landasan investasi sebab mereka yang meninggal,
mengundurkan diri, atau membatalkan kontrak dapat mengambil dananya kembali dengan
dipotong sedikit dana tabaruk walaupun baru membayar premi beberapa kali ansuran.
d) Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta.
e) Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelola, sedangkan pada asuransi
biasa (konvensional), dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga
perusahaan bebas menentukan alokasi investasi.
f) Masalah klaim pada asuransi syariah diambil dari rekening tabaruk seluruh nasabah. Oleh
karena itu, sejak awal nasabah sudah ikhlas ada sebagian dana yang dipakai untuk tolong-
menolong bila di antara nasabah terkena musibah. Adapun pada asuransi biasa
(konvensional) pembayaran klaim diambil dari rekening perusahaan.
g) Pada asuransi syariah, keuntungan yang diperoleh dibagi antara perusahaan dan peserta
sesuai dengan prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan, sedangkan pada
asuransi biasa (konvensional) seluruh keuntungan menjadi milik perusahaan.

2.2.5 Menunjukkan Perilaku yang Mencerminkan Kepatuhan Terhadap Hukum Islam


tentang Kerja Sama Ekonomi

a) Harta yang dimiliki seorang muslim merupakan anugerah sekaligus amanah yang diberikan
Allah swt. Sehingga cara mencarinya, mengelolanya, atau memanfaatkannya harus sesuai
dengan aturan-aturan yang disampaikan Allah swt.
b) Salah satunya konsep ajaran Islam adalah tidak boleh merugikan pihak lain. Oleh Karena
itu, kerja sama bidang ekonomi dalam konsep Islam harus berdasarkan prinsip keadilan dan
sederajat serta akhlak mulia sebagai sikap dasar dalam bermuamalah.
c) Melaksanakan syariat Islam secara keseluruhan (kafah) dalam segala sendi kehidupan,
termasuk dalam transaksi ekonomi dan fikih muamalah.
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun Islam dan rukun Iman. Adapun prinsinp dasar dari ekonomi Islam
yaitu, tauhid, ahlak, dan keseimbangan. Karakteristik dari ekonomi Islam antara lain:
- Harta yang ada di dunia ini milik Allah
- Ekonomi terikat dengan akidah, syariah, dan mal

- Ekonomi islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan


umum.
makalah agama islam makalah agama kelas 11 makalah ekonomi islam kelas 11 makalah
prinsip ekonomi dalam islam makalah prinsip ekonomi islam

Komentar

Вам также может понравиться