Вы находитесь на странице: 1из 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulilah tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan Pada Anak”.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada
kita semua.

Dalam pembuatan makalah ini,kami tidak sendiri menyelesaikannya,namun


kami banyak menerima bimbingan dan bantuan dari semua pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisifasi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
berharap kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Garut, April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................................. 1


B. Rumusan masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2

A. Anatomi Fisiologi ......................................................................................... 2


B. Sistem Saraf Pusat ........................................................................................ 3
C. Sistem Saraf Perifer ...................................................................................... 4
D. Gangguan Sistem Persyarapan pada Anak ................................................... 6
E. Kejang Demam ............................................................................................. 6
F. Epilepsi ......................................................................................................... 9
G. Cerebral Palsy ............................................................................................... 12

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................... 19

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 25

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 25
B. Saran ................................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sistem saraf bukan hanya bertanggung jawab terhadap pengaturan sistem-
sistem kapasitas adapatif, tetapi juga berkenaan dengan aspek kesadaran diri.
Sistem persarafan bekerja sebagai sistem elektrik dan konduksi yang bekerja
mengatur dan mengendalikan semua kegiatan tubuh.
Sebagian masyarakat masih menganggap gangguan-gangguan yang terjadi
pada sistem persarafan misalnya kejang demam pada anak sebagai suatu
masalah kesehatan kecil sehingga tidak memperhatikan bagaimana cara
penanganan yang benar. Penanganan yang tidak benar dan tidak tepat, akan
memperparah masalah yang ditimbulkan dan berekembang menjadi epilepsy.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem persarafan?
2. Apa saja gangguan sistem persarafan yang sering terjadi pada anak?
3. Apa pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi yang timbul,
pemeriksaan diagnostic, komplikasi dan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan pada pasien kejang demam, epilepsy, cerebral palsy?
4. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
sistem persarafan?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui dan memahami anatomi fisiologi sistem persarafan, gangguan
pada sistem persarafan, penjelasan mengenai kejang demam, epilepsy dan
cerebral palsy.
2. Mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem persarafan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.

Gambar 1. Sistem saraf

Dalam hal ini diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama:

1. Input sensorik. Sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor,
yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun internal
(reseptor viseral).
2. Aktivitas integratif. Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang
menjalar disepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang
kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga
respons terhadap informasi bisa terjadi.
3. Output motorik. Impuls dari otak dan medulla spinalis memperoleh respins
yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh, yang disebut sebagai efektor.

2
Sistem saraf berfungsi untuk mengumpulkan dan memproses informasi,
memberikan reaksi terhadap berbagai rangsangan, dan mengatur kerja
berbagai sel. Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer.
2.2 Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat atau central nervous system (CNS) berfungsi untuk
menerima, memproses, menginterpretasikan, dan menyimpan informasi
sensoris yang datang, seperti informasi mengenai rasa, suara, bau, warna,
tekanan pada kulit, kondisi organ internal, dan lain-lain. Sistem saraf pusat
juga mengirimkan pesan untuk otot, kelenjar, dan organ internal. Secara
konseptual, sistem saraf pusat dapat dikatakan memiliki dua komponen, yaitu
otak dan saraf tulang belakan (spinal cord).
Saraf tulang belakang bermula dari dasar otak, kemudian menjulur di
sepanjang bagian tengah punggung dan dilindungi oleh tulang punggung.
Saraf tulang belakang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan otak
dengan bagian-bagian lain dari tubuh yang terletak di bawah leher.

Gambar 2. Sistem saraf pusat

3
2.3 Sistem Saraf Perifer
Sistem saraf perifer berfungsi menangani pesan informasi yang masuk dan
keluar dari sistem saraf pusat. Sistem saraf perifer meliputi semua bagian dari
sistem sarf yang terletak di luar otak dan saraf tulang belakng, sampai saraf-
saraf ujung jari tangan dan jari kaki.
Sistem sarat tepi adalah sistem saraf yang berada pada paling ujung sistem
saraf. Sistem saraf tepi langsung berhubungan reseptor saraf. Sistem saraf tepi
biasa juga disebut dengan sistem saraf perifer. Kerja sistem saraf tepi ada dua
macam, ada yang bekerja dalam sistem sadar, dan ada pula diluar kesadaran
otonom. Sistem saraf tepi berada diluar sistem saraf pusat, dan tidak
dilindungi oleh rangka khusus, sehingga mudah mengalami kerusakan, seperti
terpapar racun, luka akibat benturan dan lani-lain. Tetapi kerusakan sistem
saraf tepi biasanya mudah mengalami regenerasi dan tidak terlalu berefek
negatif dalam skala besar, mengingat jumlah sel dalam sistem saraf tepi sangat
banyak.

Gambar 3. Sistem saraf perifer

Sedangkan, jika dilihat dari cara kerjanya, sistem saraf tepi dibedakan menjadi:

1. Saraf Simpatis (bekerja untuk merangsang/memacu kerja organ-organ


tubuh)
2. Saraf parasimpatis (bekerja menstabilkan kembali aktivitas organ-organ
tubuh).

4
Sistem saraf tepi, berdasarkan tipenya dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Saraf Sensorik/Aferen
Berfungsi menghantarkan informasi dari reseptor sensorik menuju sistem saraf
pusat (penerimaan stimulus).
2. Saraf Motorik/Eferen
3. Berfungsi menghantarkan informasi dari sistem saraf pusat menuju
otot/kelenjar (dari sinilah terjadi gerak respon).

Dilihat dari letaknya, sistem saraf tepi bisa dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1) Saraf Kranial (sistem saraf yang berada dikepala, terdiri dari 12 pasang saraf)
- Saraf Olfaktorius
- Saraf Optikus
- Saraf Okulomotorius
- Saraf Troklearis
- Saraf Trigeminus
- Saraf Abdusens
- Saraf Fasialis
- Saraf Vestibulokoklearis
- Saraf Glosofaringeus
- Saraf Vagus
- Saraf Asesorius
- Saraf Hipoglosus
2) Saraf spinalis/ sumsum tulang belakang (terdiri dari 31 pasang saraf, yang
dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang).

5
2.4 Gangguan Sistem Persarafan Pada Anak
KEJANG DEMAM
A. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat
kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh
kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya
merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau
anak mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi
sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang
dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
B. Etiologi
Pada sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan
kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C
dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya
kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
C. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan
muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.

6
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak
pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu
38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan
pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al.,
2007).
D. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
e. Penurunan kesadaran
f. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
g. Muntah
h. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang
dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)
E. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam
mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009).
Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15
menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai
(Farrell dan Goldman, 2011).

7
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasein
kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk bayi
kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan untuk
dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi lumbal.
Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam
sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien kejang
yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi. EEG pada
kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah
belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral
(Jonston, 2007).
d. CT-Scan atau MRI kepala
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi
struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat tanda peningkatan
tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).
F. Penatalaksanaan
a. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood
et al., 2011 dan Capovilla et al., 2009)
b. Terapi farmakologi
Obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.

8
EPILEPSI

A. Pengertian
Epilepsi merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-
gejala berupa serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat adanya
ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak
karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang
berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motoric,sensorik, otonom
atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan
listrik abnormal sel-sel otak (Gofir dan Wibowo, 2006).
Epilepsi merupakan gangguan proksimal di mana cetusan neuron
korteks serebri mengakibatkan penurunan kesadaran, perubahan fungsi
motorik atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan
stereotipik (Ginsberg, 2008)

Terdapat dua klasifikasi epilepsi yaitu :

1. Epilepsi serangan parsial atau fokal


 Epilepsi parsial sederhana
Pada epilepsi ini hanya satu jari atau tangan yang bergetar,
atau mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu akan berbicara
yang tidak dapat dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi,
atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
 Epilepsi parsial kompleks
Pada epilepsi jenis ini melibatkan gangguan fungsional
serebral pada tingkat yang lebih tinggi, seperti proses ingatan dan
proses berfikir, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara
otomatis tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau
mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau
peka rangsang.
2. Epilepsi umum
Kejang umum atau sawan tonik-klonik primer yang dulu dikenal
sebagai epilepsi grand-mal, awalnya dimulai dengan kehilangan
kesadaran dan disusul dengan gejala motorik secara bilateral, ini dapat

9
berupa ekstensi tonik dari semua ekstremitas selama beberapa menit,
disusul oleh gerakan klonik yang sinkron dari otot-otot tersebut.
Serangan berlangsung selama 2-5 menit. Pascaserangan, penderita
tampak mengantuk sekali selama beberapa menit sampai beberapa jam.
Setelah sadar pernapasan kembali normal secara berangsur-angsur,
penderita mengalami amnesia parsial dan kadang-kadang ada keluhan
nyeri kepala. Penderita serangan tonik-klonik umum primer maka
serangan epilepsi biasanya muncul pada saat tidak tidur (Harsono,
2001).
B. Etiologi
Menurut Wong (2009) Penyebab pasti epilepsi masih belum diketahui
(idiopatik) dan masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi yang
mungkin menyebabkan epilepsi meliputi:
a. Pasca trauma kelahiran
b. Riwayat bayi dan ibu menggunakan obat antikolvusan yang
digunakan sepanjang hamil
c. Asfiksia neonatorum
d. Riwayat ibu-ibu yang memiliki resiko tinggi (tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes atau hipertensi)
e. Pasca cidera kepala
C. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem
listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-
sel tersebut memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara
berulang, dan tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi
dapat terjadi sesudah gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh
derajat dan lokasi dari lesi. Lesi pada mesenfalon, talamus, dan korteks
serebri kemungkinan besar bersifat epiloptogenik, sedangkan lesi pada
serebelum dan batang otak biasanya tidak menimbulkan serangan
epilepsi.
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah ketidakstabilan membran

10
sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan. Neuron hipersensitif
dengan ambang yang menurun, sehingga mudah terangsang, dan
terangsang secara berlebihan.
Situasi ini akan menyebabkan kondisi yang tidak terkontrol,
pelepasan abnormal terjadi dengan cepat, dan seseorang dikatakan menuju
ke arah epilepsi. Gerakan-gerakan fisik yang tidak teratur disebut kejang.
Akibat adanya disritmia muatan listrik pada bagian otak tertentu ini
mmemberikan manifestasi pada serangan awal kejang sederhana sampai
gerakan konvulsif memanjang dengan penurunan kesadaran.

Secara patologi, fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :

1) Ketidakstabilan membran sel saraf.


2) Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3) Polarisasi abnormal.
4) Ketidakseimbangan ion.
D. Manifestasi klinis
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, dikenal dengan
nama epilepsi absence atau petit mal. Meski kondisi ini tidak berbahaya,
namun konsentrasi dan prestasi akademik anak bisa terganggu. Ciri-ciri
epilepsi ini adalah :
1. Hilangnya kesadaran selama beberapa detik,
2. Mengedip-ngedip atau menggerak-gerakkan bibir,
3. Pandangan kosong.
4. Anak-anak yang mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat
akan apa yang terjadi saat mereka kejang.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh
kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau
magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak
jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal
dengan defisit neurologik yang jelas.

11
2. Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan. Gambaran EEG menunjukkan cetusan polyspike-wave dan
fotosensitivitas
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 Menilai fungsi hati dan ginjal.
 Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terjadi infeksi otak
F. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang berulang ulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
3. Komplikasi utama yang berkaitan dengan kejang umum.
4. Kejang disebabkan oleh kontak neuro serebral yang beraturan, cepat
dan tiba-tiba.

CEREBRAL PALSY

A. Pengertian
Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak
ditemukan pada anak-anak. William Little yang pertamakali
mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan
istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia
neonatorum. (Soetjiningsih, 1995). Cerebral palsy adalah kelainan yang
disebabkan oleh kerusakan otak yang menyebabkan kelainan pada fungsi
gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif sehingga mempengaruhi
belajar mengajar.
Cerebral palsy adalah suatu terminasi yang umum yang meliputi
suatu kelompok kelainan yang bersifat non-progresif, tetapi seringkali
berubah dan menampakkan sindrom kelainan gerakan sekunder, sebagai
akibat kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat diawal

12
perkembangan sel–sel motorik. (Kuban, 1994; Soetjiningsih, 1995;
Stanley, 2000).
B. Klasifikasi Cerebral Palsy
Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy,
1979;Rosenbaum, 2003).
1. Spastik
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami
spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas.
Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus
kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja.
Sedangkan sistem–sistem lain normal.
c. Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang
biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas.
Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu
kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga
ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada
tungkai.
2. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan
dengannya. Pada CP tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh
dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan.

13
3. Athetosis atau koreoathetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang
ditampakkan adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan
yang melebar. Athetosis terbagi menjadi :
a. Distonik
Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan
oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan
lengan sebelah proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan
berulang–ulang, terutama pada leher dan kepala.
b. Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan
involunter, tidak terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala
melakukan gerakan stereotype.
c. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami
hipotonisitas dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami
hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang
mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
d. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan
ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.

14
C. Etiologi
Cerebral Palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor
lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan
ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar disebabkan faktor
genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya kerusakan otak secara
garis besar dapat dibagi pada masa pranatal, perinatal dan postnatal.
1. Pranatal
- Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik,
kelainan kromosom (Soetjiningsih, 1995).
- Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson,
1994).
- Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun
(Fletcher, 1993).
- Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis.
- Radiasi sewaktu masih dalam kandungan.
- Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu
hipertensi, dan lain – lain).
- Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan,
rokok dan alkohol.
- Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994).
- Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,
riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau
lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory
deficit). (Boosara,2004).
- Toksemia gravidarum.
2. Perinatal
- Anoksia / hipoksia
- Perdarahan otak akibat trauma lahir
3. Postnatal
- Anoksia otak : tenggelam, tercekik, post status epilepticus.
- Trauma kepala : hematom subdural.

15
- Infeksi : meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama
kehidupan (Anonim,2002), septicaemia, influenza, measles dan
pneumonia. (Eve, et al., 1982)
- Luka parut pada otak pasca operasi (Anonim, 2002)
- Racun : logam berat, CO (Soetjiningsih, 1995)
- Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)
D. Patofisiologi Cerebral Palsy
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran
suci dan berat otak rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacad non progresive
atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi cerebral palsy dapat
diakibatkan dengan suatu dasar kelainan (struktural otak: awal sebelum
dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah melahirkan dalam
kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin atau infeksi).
Misal cerebral palsy yang berhubungan dengan kelahiran prematur
yang disebabkan oleh infark hipoksia atau perdarahan dengan
leukomalasia didaerah yang berdekatan dengan ventrikel lateral dalam
antetoid jenis cerebral palsy yang disebabkan oleh kenikterus dan kelainan
genetik metabolisme seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral
palsy sering dikaitkan dengan serangan sereberal vokal sekunder ke intra
uterin atau trombo emboli perinatal biasanya akibat trombosis ibu atau
gangguan pembekuan herediter (Wilson 2007)
E. Manifestasi Klinis
Gejala Cerebral Palsy tampak sebagai spektrum yang
menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan Cerebral
Palsy dapat menampakan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dan
berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat
mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Berikut
gejala-gejala lain dari cerebral palsy :

16
- Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah.
- Kurangnya koordinasi otot(ataksia)
- Getaran atau gerakan tidak sadar
- Gerakan lambat
- Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti menyeret kakinya
saat merangkak
- Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya berjalan jongkok
- Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap makanan
- Penundaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan bicara.
F. Pemeriksaan Diagnostik Cerbral Palsy
a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
cerebral palsy ditegakkan.
b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS
normal.
c. Foto rontgent kepala.
d. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak.
e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental.
G. Penatalaksanaan Cerebral Plasy
a. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien
yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.
Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
b. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi

17
kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien
dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
H. Komplikasi Cerebral Palsy
a. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot
memendek.
b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan
karena kelumpuhan hemiplegia.
c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat
mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu
berbaring di tempat tidur.
d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
e. Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu
kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf
rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental
dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak
wajar.

18
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
a. Data biografi : nama, alamat, umur, , tanggal MRS, diagnosa medis,
catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien,
apakah anak mengalami penurunan kesadaran,
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama, pakah
anak pernah mengalami cedera kepala
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien terutama ibu
yang beresiko tinggi (diabetes, hipertensi).
e. Riwayat kehamilan
Apakah bayi dan ibu pernah menkonsumsi obat antikonvulsan, terpapar
radiasi sewaktu dalam kandungan, infeksi pada saat kehamilan
f. Pola tumbuh kembang
Berat bayi lahir rendah
g. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / gelisah)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
h. Pola Fungsi kesehatan
- Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi amak perlu dikaji untuk menentukan terjadinya gangguan
nutrisi atau tidak pada klien, malnutrisi
- Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan demam terutama pada malam hari

19
i. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk mengetahui berat
ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
Takikardi atau normal, takipneu atau normal, suhu > 38.8°C pada
kejang demam dan epilepsy
3) Sistem saraf
Peningkatan Tekanan intracranial, terjadi gangguan saraf kranial
II. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses
patologis
b. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bergerak
d. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang berulang,
ketidaktahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejang, serta
penurunan tingkat kesadaran.
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan diseksi
arteri
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
perawatan di rumah
III. Perencanaan
1) Dx 1 :
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh normal, proses patologis
teratasi. Kriteria hasil :
- TTV stabil
- Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola )
R/ : Suhu 38,9-41,1°C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

20
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
R/ : Suhu ruangan, jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal
3. Berikan kompres hangat
R/ : Dapat membantu mengurangi demam.
4. Berikan selimut pendingin
R/ : Digunakan untu kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-
40°C pada waktu terjadi gangguan pada otak.
Kolaborasi:
5. Berikan antipiretik sesuai indikasi
R/ : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral

2) Dx.2 :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatanjam perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tidak terjadi, intake nutrisi adekuat, dengan kriteria
hasil : Makan klien habis, BB klien normal.
Intervensi :
1. Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi harian.
R/ : Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi,
agitasi dan mempengaruhi fungsi kognitif/pengambilan keputusan.
2. Gunakan pendekatan konsisten, duduk dengan pasien saat makan,
sediakan dan buang makanan tanpa persuasi dan/komentar.
R/ : klien mendeteksi pentingnya dan dapat beraksi terhadap tekanan,
komentar apapun yang dapat terlihat sebagai paksaan memberikan fokus
pada makanan
3. Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan, yang tepat.
4. Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk mengontrol pilihan
sebanyak mungkin.

21
3) Dx. 3 :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien bertoleransi
terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
1. Klien mampu berdiri dengan benar
2. Klien mampu menggunakan teknik mengangkat yang benar
3. Klien mampu menjaga kekuatan otot
4. Klien mampu mempertahankan fleksibilitas sendi
5. Klien mampu menggunakan mekanika tubuh yang tepat
Intervensi :
1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan tertentu
2. Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik, atau rekreasi dalam
perencanaan dan monitoring program kegiatan
3. Membantu pasien untuk memilih kegiatan dan tujuan prestasi bagi
kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4. Membantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi cacat di tingkat
aktivitas
5. Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi
6. Memberikan aktivitas motorik untuk meredakan ketegangan otot
7. Membantu pasien dan keluarga untuk memantau kemajuan sendiri
terhadap pencapaian tujuan
4) Dx. 4 :
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan, klien bebas dari cedera
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil : keluarga mengetahui pelaksanaan kejang, menghindari
stimulus kejang, melakukan pengobatan teratur untuk menurunkan
intensitas kejang.
1. Tidak ada cedera fisik
2. Pasien dalam kondisi aman
3. Tidak ada memar dan tidak jatuh
Intervensi :
1. Jauhkan pasien dari benda benda tajam / membahayakan bagi pasien.

22
2. Segera letakkan sendok di mulut pasien yaitu diantara rahang pasien.
3. Kaji karakteristik kejang.
4. Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan
5. Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan
selama pasien kejang.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang (diazepam, lorazepam dll).

5) Dx. 5 :

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan


cerebral teratasi dengan kriteria hasil :

1. Tekanan intrakranial dalam batas normal


2. Ditemukan Angiogram serebral dalam batas normal
3. Tidak ditemukan penurunan kesadaran
4. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
5. Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
6. Bebas dari aktivitas kejang
7. Tidak mengalami nyeri kepala

Intervensi :

1. Pantau tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan


2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum, selama dan setelah
aktivitas
3. Memantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
4. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
5. Monitor level kebingungan dan orientasi
6. Monitor tonus otot pergerakan
7. Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
8. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus

23
6) Dx. 6 :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga menunjukkan
pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil :
1. Keluarga menyatakan pemahaman tentang karakteristik penyakit tersebut
2. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyebab dan faktor yang
berisiko
3. Keluarga menyatakan pemahaman tentang efek fisiologis penyakit
4. Keluarga mampu menjelaskan kembali strategi untuk meminimalkan
perkembangan penyakit
5. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
3. Jelaskan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara
yang tepat
4. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
5. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
6. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem
saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Berfungsi untuk mengumpulkan, memproses informasi dan lain-lain.
Terbagi atas sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Gangguan yang
sering terjadi pada anak yaitu seperti kejang demam, epilepsy, cerebral
palsy yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi yang
dimana jika dibiarkan, kemungkinan besar dapat menimbulkan hal fatal
pada anak.
B. Saran
Setelah disusun makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami
mengenai gangguan sistem persarafan yang terjadi pada anak sehingga
dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

25
DAFTAR PUSTAKA

Albinsaid, Gamal. 2013. Epilepsi. https://www.kompasiana.com/gamal_albinsaid

Tamtam, Tiea. Cerebral palsy. https://www.academia.edu/273325407/

https://www.halodoc.com/kesehatan/epilepsi

Winda, k. 2016. Makalah askep persarafan. www.scribd.com/doc/294540826

Keperawatan, share. Asuhan keperawatan anak dengan kejang demam.


https://www.academia.edu/16380588/

26

Вам также может понравиться

  • To 2
    To 2
    Документ35 страниц
    To 2
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • DEMAM TYPOID
    DEMAM TYPOID
    Документ43 страницы
    DEMAM TYPOID
    Arumrukmasari
    50% (2)
  • KTI Anisa Eka Rahmawati
    KTI Anisa Eka Rahmawati
    Документ142 страницы
    KTI Anisa Eka Rahmawati
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Soal KWN B
    Soal KWN B
    Документ6 страниц
    Soal KWN B
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Riset
    Riset
    Документ2 страницы
    Riset
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Askep HDR
    Askep HDR
    Документ25 страниц
    Askep HDR
    Anita Fauziah
    Оценок пока нет
  • BAB 2 REVISI Anisa Eka
    BAB 2 REVISI Anisa Eka
    Документ62 страницы
    BAB 2 REVISI Anisa Eka
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • NO KODE UJI KOMPETENSI D III KEPERAWATAN
    NO KODE UJI KOMPETENSI D III KEPERAWATAN
    Документ39 страниц
    NO KODE UJI KOMPETENSI D III KEPERAWATAN
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Askep Keluarga HT
    Askep Keluarga HT
    Документ37 страниц
    Askep Keluarga HT
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Penelitian Eksperimen
    Penelitian Eksperimen
    Документ14 страниц
    Penelitian Eksperimen
    Kharnawi Rafi
    Оценок пока нет
  • KEPERAWATAN KOM-WPS Office
    KEPERAWATAN KOM-WPS Office
    Документ1 страница
    KEPERAWATAN KOM-WPS Office
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Revisi 2 Anisa
    Bab 1 Revisi 2 Anisa
    Документ9 страниц
    Bab 1 Revisi 2 Anisa
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Sap Sampah
    Sap Sampah
    Документ5 страниц
    Sap Sampah
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Tugas Maternitas Sri Mulyati
    Tugas Maternitas Sri Mulyati
    Документ2 страницы
    Tugas Maternitas Sri Mulyati
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • BAB 1 Anisa ER
    BAB 1 Anisa ER
    Документ9 страниц
    BAB 1 Anisa ER
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Leaflet DONE
    Leaflet DONE
    Документ2 страницы
    Leaflet DONE
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Anisa Eka Sap Hipertensi
    Anisa Eka Sap Hipertensi
    Документ9 страниц
    Anisa Eka Sap Hipertensi
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Komunitas Desa
    Komunitas Desa
    Документ8 страниц
    Komunitas Desa
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • ASUHAN FEBRIS
    ASUHAN FEBRIS
    Документ9 страниц
    ASUHAN FEBRIS
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Kep - maternitas-WPS Office
    Kep - maternitas-WPS Office
    Документ1 страница
    Kep - maternitas-WPS Office
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • ASUHAN FEBRIS
    ASUHAN FEBRIS
    Документ9 страниц
    ASUHAN FEBRIS
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ14 страниц
    Kata Pengantar
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ14 страниц
    Kata Pengantar
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Документ10 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan Hipertensi
    Silvi Agustin
    Оценок пока нет
  • Anisa Eka Sap Hipertensi
    Anisa Eka Sap Hipertensi
    Документ9 страниц
    Anisa Eka Sap Hipertensi
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Sap Sampah
    Sap Sampah
    Документ5 страниц
    Sap Sampah
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • KEPANITIAAN
    KEPANITIAAN
    Документ1 страница
    KEPANITIAAN
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Kep Anak
    Kep Anak
    Документ47 страниц
    Kep Anak
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Riset
    Riset
    Документ2 страницы
    Riset
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет
  • Riset
    Riset
    Документ2 страницы
    Riset
    Anisaekarahmawati
    Оценок пока нет