Вы находитесь на странице: 1из 49

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Pengertian Timah


Timah adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodic yang memiliki
symbol Sn dengan nomer atom 50. Unsur ini merupakan logam miskin keperakan,
dapat ditempa, tidak mudah teroksidasi dalam udara sehingga tahan karat,
ditemukan dalam banyak paduan, dan digunakan untuk melapisi logam lainnya
untuk mencegah karat. Timah diperoleh terutama dari caseterit (Sno2) yang
terbentuk sebagai oksida yang kemudian dilebur untuk membentuk Sn murni.
Untuk memisahkan timah dari pengotor-pengotornya maka bijih timah
harus dilebur dan ditambahkan senyawa senyawa lain seperti antrasit, dan
limestone. Peleburan dilakukkan didalam reverberetory furnace hingga suhu 1350
C selama 8-12 jam sehingga dapat memisahkan timah dengan pengoto pengotonya
seperti : Pb, As, Sb, Cu, Fe, Ni.
Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada
daerah sentuhan batu endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan
turmalin dan urat kuars timah, serta sebagai endapan sekunder, yang didalamnya
terdiri dari endapan alluvium, elluvial, dan koluvium.
Timah tidak ditemukandalam usur bebas dibumi akan tetapi diperoleh dari
senyawanya. Timah pada saat ini diperoleh dari mineral Cassiterite. Cassiterite
merupakan mineral oksida dari Sn02, dengan kandungan timah berkisar 78%.

3.2 Timah Berdasarkan Proses Terbentuknya


3.2.1 Endapan Primer
Mineralisasi ditandai dengan urat-urat kasiterit-kuasa-wolframit. Dijumpai
juga mineral-mineral sulfide seperti: arsenopirit, pirit, kalopirit, markasit.
Berdasarkan konsep tersebut diatas kasiterit primer yang ekonomis terdapat
dalam 3 fase : fase pneumatolitik, hipotermal, dan fase hipotermal-mesotermal.
Dalam endapan magmatis yang dominan terbentuk adalah mineral pembentuk
batuan, sadangkan mineral yang mengandung logam sedikit variasinya. Kasiterit
jarang terjai, jika terjdi terdapat dalam keadaan merata dengan kadar rendah.
20
3.2.2 Endapan sekunder
Endapan timah sekunder termasuk salah satu jenis endapan placer. Endapan
placer mempunyai pengertian deposit endapan mineral yang berasal dari hasil
pelapukan dan mempunyai nilai ekonomi.
Endapan timah sekunder diPulau Kundur menurut Dwi Worodjati (1990) dibagi
dalam beberapa jenis :
1) Endapan aluvium
Terjadi karena pelapukan yang intensif, diikuti dengan disintegrasi batuan
samping dan pemindahan mineral kasiterit secara vertical sehingga terjadi
konsentrasi residual.
2) Endapan kolovium
Endapan ini terjadi pada lereng lembah, butir agak kasr, brntuk butir
runcing, terjdi karena transportasi sepanjang lereng dan diendapkan
ditempat agak rata.
3) Endapan kaksa
Terjadi karena proses erosi selektif terhadap endapan eluvium, koluvium
dimana mineral berat diendapkan dekat dengan sumber sedangakan mineral
berat jauh dari sumber.
4) Endapan Meincang
Terjadi akibat proses rework atas endapan sedimen sebelumnya.
5) Endapan Terhambur (Dessiminated)
Terjadi karena adanya proses tranportasi yang cukup jauh.

3.3 Sifat Fisik dan karekteristik Mineral Dalam Timah


Dalam system periodic unsur timah masuk di golongan IVB, yang diman
timah merupakan logam lunak, fleksibel, dan warnanya abu-abu metalik.
Timah juga tidak mudah dioksidasi dan taha tehadap korosi. Jika timah
dipanaskan dengan adanya udara maka akan terbentuk Sno2.
Tabel 3.1 Sifat Fisik Timah
Sifat Fisis
Fasa Padatan
Densitas 7.365 g/cm3
Titik leleh 231,93 C
Titik didih 2602 C
(Sumber: http/kanwar03oke.blogspot,co,id/2013)

21
Tabel 3.2 Sifat kimia Timah
Sifat Kimia
Elektronegatifitas 1.96 (skala paili)
Struktur Kristal Tetragonal
Konduktifitas termal 66.8 W/mK
(sumber: http/kanwar03oke.blogspot.co.id/2013)
Kasiterit (Sn02) merupakan mineral utama yang mengandung timah.
Mieral ini selalu diikuti beberapa mineral berharga dan mineral gangue. Endapan
biji timah pada kasiterit berasal dari magma granitic, yaitu magma yang berasal
dari larutan yang bersifat asam membentuk batuan granit, sehingga terdapatnya
endapan bijih timah berhubungan erat dengan batuan granit (noer,1998). Sifat dan
mineral-mineral yang terdapat pada bjih timah yaitu:
1. Mineral utama
Mineral utama yang diproses dipusat Badan Pengolahan mineral (BPM) PT
Timah Tbk adalah kasiterit (Sn02). Mineral ini memiliki warna yang beragam
yakni kecoklatan, kehitaan dan kemerahan. Mineral ini juga memiliki
kandungan Sn sekitar 78,8% dengan berat jenis 6,8-7,1.
2. Mineral Ikutan Berharga
Mineral ikutan berharga yang umumnya terbawa oleh mineral cassiterite yang
diproses di Bidang Pengolahan mineral (BPM) yaitu :
a. Monasit
Merupakan mineral pospat berwarna cenderung kuning agak ciklat yang
mengandung logam tanah jarang. Dipisahkan dalam Magnetic Saparation.
Mineral ini bersifat radioaktif sehingga harus disimpan yang terisolasi.
b. Tourmalin
Mineral Tormalin memiliki warna hijau kehitaman atau hitam arang dengan
bentuk yang tidak teratur dan permukaan menyerat seperti asbes dengan
pecahan seperti kaca memiliki berat jenis 3,6-4,0 bersifat non komduktor dan
non magnetik.
c. Zirkon
Merupakan mineral berwrna orange yang dapat diekstraksi untuk diambil
zirkonnya dan banyak digunakan di industry keramik. Bersifat non magnetic
sehingga saat proses magnetic saparation (ms) akan ikut masuk kedalam
kosentrat namun karena memiliki sifat non konduktor sehingga dapat
dipisahkan dengan High Tension Saparation (HTS).

3. Mineral Ikutan Lainnya


a. Topaz
Memiliki warna putih bening, merah jambu, ungu. Mineral ini berbentuk
persegi atau potongan lidi tajam dengan goresan pipih pada bagian pinggir,
bersifat non konduktor dan non magnetic.
b. Tourmalin
Mineral tormalin memiliki warna hiaju kehitaman atau itam arang dengan
bentuk yang tidak teratur dan pemukaan menyerat seperti asbes dengan
pecahan seperti kaca memiliki berat jenis 3,6-4,0 bersifat non konduktor dan
magnetic.

22
c. Hematit
Mineral hematit memiliki warna yang beagam mulai dari kecoklatan
kemerahan dan kehitaman berbentuk lonjong dan memiliki berat jenis 4,9-5,3
bersifat konduktor dan magnetic.
d. Pirit
Memiliki warna beragam seperti kuning dengan kilap keemasan, kehijauan,
atau nerwarna abu-abu keputiha . Mineral ini memiliki bentuk yang tidak
teratur dengan permukaan yang tidak rata dengan berat jeni 5,0 serta
mengandung 46,7% Fe bersifat konduktor dan non magnetic.
e. Xenotime
Merupakan senyawa fospot berwarna kuning keabuan yang mengandung
logam tanah jarang ittrium, dapat dilakukkan proses ekstraksi untuk
mengambil yttrium yang banyak digunakan sebag paduan untuk baja karena
mampu meningkatkan sifat mekanis (kekuatan,kekerasaan dan ketahanan
terhadap suhu tinggi). Dipisahkan dari kasiterit dengan Megnetic Saparator
(MS) karena bersifat magnet.

3.4 Pengolahan timah


3.4.1 Gravity Concentration
Gravity concertration merupakan suatu proses pemisahan dari kumpulan suatu
mineral-mineral yang memiliki bentuk, ukuran serta berat jenis yang berbeda-
beda menjadi mineral-meinral yang saling terpisah antara satu mineral dengan
mineral lainnya oleh pengaruh gaya gravitsai atau gaya sentrifugal (Barry A.
Willys,1992). Proses pemisahannya perbedaan berat jenis dari mineral merupakan
factor utama keberhasilan proses pemisahan mineral. Alat-alat pemisahan mineral
dengan prinsip gravity concertratiom disebut gravity separation.
Gravity separation dapat dilakukan atau tidak, terlebih dahulu harus diketahui
nilai spific garavity mineral, specific gravity viscisity separating medium, dan
mechanical method yang menyebabkan perbedaan pergerakan partikel pada
proses klasifikasi mineral. Dua factor yang utama diatas, dieroleh rumusan hasil
bagi dari berat jenis mineral ringan dan mineral berat dengan dikurangin berat
jenis medium, yang disebut dengan concentration criterin (CC). definisi dari
concentration criterion (CC) itu sendri adalah tingkat keberhasilan pemisahan
mineral berharga dengan pengotornya yang ditentukan oleh perbdaan berat jenis
dalam media. Rumus dari concentration criterion (CC) itu sendri adalah sebgai
berikut.
CC ………………………………..(3.1)
Keterangan :
CC = Concentration criterion
�h = Spesific gravity mineral berat
�ℱ = Spesific gravity mineral ringan
�𝔦 = Spesific gravity fluida

Secara umum dapat ditentukan bahwa, apabila concentration criterion (CC0


memberikan angka/ hasil (kuran/lebih sebagai berikut):
1. CC ≥ 2,50
Pemisahan mudah dilakukan dalam semua ukuran partikel hingga butiran yang
halus (sampai 200 mesh).
2. CC=1,75-2,50
Pemisahan secara gaya berat efektif dilakukan sampai dengan ukuran 100 mesh
3. CC= 1.50-1,75
Pemisahan secara gaya berat masih memungkinkan tetapi sukar dilakukan untuk
ukuran 10-20 mesh (2000 mm-0,814 mm)
4. CC= 1,25-1,50
Pemisahan masih memungkinkan sampai ukuran ¼ inci tetapi sukar dilakukan
5. CC<1,25: pemisahan secara gaya berat tidak dapat dilakukan kerena tidak
ekonomis.

Berdasarkan hasil proses pencucian, mineral pengotor yang dominan pada


casiterite adalah pasir kuarsa. Proses pemisahkan yang menggunakan medim air laut
(bj=1,03), mineral cassiterite (bj=6,9) dengan quartz (bj=2,6) diperoleh nilai
concentration criterion sebagai berikut.
Berdasarkan hasil perhitungan concentration criterion (CC) diatas makan
cassiterite memiliki nilai CC ≥ 2,5 terhadap pasir kuarsa yang merupakan mineral pengotor
dominan pada kapal isap maupun kapal keruk, sehingga metode gravity concentration dapat
diterpkan dalam proses pencucian bijih timah, sedangkan untuk memisahkan cassiterit
dengan pyrite sulit dilakukan perhitungan concentratin criterion (CC) karena CC ≤ 2,5.
Ukuran butir juga berpengaruh pada proses pemisahan. Pemilihan alat pemisahan dapat
juga dilihat dari kondisi karakteristik burit dari mineral serta ukuran mineral itu sendri.
(gambar 8.1)

Gambar 3.1. Batas Ukuran Partikel Untuk Proses Konsentrasi

(Kelly dan Spottswood 1982)


Teknologi pengolahan bahan galian metode gravity consentrasi yang sering digunakan antara lain:

a. Shaking Table (meja goyang)


Tabling adalah suatu proses konsentrasi untuk memisahkan antara mineral berharga
dengan mineral tidak berharga, mendasarkan pada perbedaan berat jenis mineral melalui
aliran fluida yang tipis (Gambar 3.2). Oleh karena itu proses ini termasuk dalam Flowing
Film Concentration. Alat yang digunakan adalah Shaking Table. Prinsip pemisahan dalam
tabling ialah ukuran mineral harus halus karena proses konsentrasi ini mendasarkan pada
aliran fluida tipis. Adanya gaya dorong air terhadap partikel yang sama besarnya tapi berbeda
berat jenisnya, maka partikel yang ringan akan mengalami dorongan air yang lebih besar dari
partikel berat. Dengan adanya gerakan maju mundur dari ”head motion” maka partikel yang
berat akan melaju lebih jauh dari partikel yang ringan sampai akhirnya partikel-partikel
tersebut masuk ke tempat penampungan. Untuk mendapatkan aliran air yang turbulen maka
dipasang alat yaitu ”riffle”, dengan demikian partikel yang ringan akan cenderung untuk
meloncat dari riffle satu ke riffle lainnya dibanding partikel yang berat yang hanya akan
menggelinding searah dengan riffle tersebut. Proses ini berjalan terus menerus sehingga
antara mineral yang mempunyai berat jenis besar dengan yang ringan dapat terpisahkan.

Gambar3.2 Shaking Table (Nesbitt, 2001)


b. Sluice Box
Prinsipnya adalah memisahkan antara mineral berharga dengan yang tidak berharga
mendasarkan atas gaya beratnya (Gambar 2.3). Alat ini berbentuk box atau kotak yang bagian
dalamnya dilengkapi dengan riffle, yang gunanya untuk menahan material yang mempunyai
berat jenis relatif besar dibandingkan dengan material lain sehingga mampu mengimbangi
gaya dorong dari aliran air. Jadi yang mempengaruhi berhasil tidaknya dalam melakukan
operasi pemisahan dengan alat ini adalah :
1) Kecepatan aliran dan ketebalan aliran fluida
Bila kecepatan dan ketinggian fluida terlalu besar maka mineral yang ada baik itu mineral
berat maupun ringan dan ketebalan yang besar dari fluida akan membuat arus turbulen
yang besar dan ini yang membuat material meloncat dari riffle.
2) Berat jenis material yang akan dipisahkan
Berat jenis dari material harus cukup besar karena material itu harus dapat mengimbangi
derasnya arus dengan gaya berat sehingga material itu akan dapat terhalangi oleh riffle.
Bila material itu mampunyai berat jenis yang kecil, akan hanyut terbawa oleh aliran air.
3) Banyaknya air/fluida
Bila air yang digunakan untuk memisahkan mineral ini hanya sedikit, maka mineral
tersebut tidak akan dapat terpisahkan atau hasilnya adalah heterogen
4) Ketinggian riffle
Ketinggian riffle harus sebanding dwngan ketebalan aliran air, paling tidak harus melebihi
+/- 0,5 cm dari permukaan riffle
5) Panjang box
Panjang box sangat menentukan karena makin panjang akan semakin besar kemungkinan
material itu untuk tersangkut pada roffle sehingga hasilnya semakin besar.
c. Jig
Jigging biasanya digunakan untuk konsentrat yang relative kasar hingga halus dan
range ukuran umpan cukup sempit (Gambar 3.3). Metodenya yaitu pemisahan mineral yang
berbeda berat jenisnya sehingga terjadi stratifikasi. Fungsi alat jig adalah untuk meningkatkan
kadar mineral tertentu.
Prinsip kerja alat ini adalah apabila terjadi pulsion maka bed akan terdorong naik.
Sehingga batuan pada lapisan bed akan merenggang karena adanya tekanan. Kesempatan ini
akan dimanfaatkan oleh mineral berat untuk menerobos bed masuk ke tangki sebagai
konsentrat sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas
permukaan bed dan akan terbuang sebagai tailing. Pada saat terjadi suction, bed menutup
kembali sehingga mineral berat berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak
berpeluang masuk ke tangki. Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap
diatas bed untuk menunggu kesempatan pulsion berikutnya, sedangkan mineral ringan
berukuran besar akan terbawa aliran arus horizontal.

Gambar 2.5 Jig (Nesbitt, 2001)


Prinsipkerja alat ini adalah pabila terjadi pulsion maka bed akan terdorong naik. Sehingga
batuan pada lapisan bed akan merenggang karena adanya tekanan. Kesempatan ini akan
dimanfaatkan oleh mineral berat untuk menerobos bed masuk ke tangki sebagai konsentrat
sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas permukaan bed dan akan
terbuang sebagai tailing. Pada saat terjadi suction, bed menutup kembali sehingga mineral
berat berukuran besar dan mineral ringan berukuran besar tidak berpeluang masuk ke tangki.
Jadi mineral berat berukuran besar akan mengendap diatas bed untuk menunggu kesempatan
pulsion berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran besar akan terbawa aliran arus
horizontal.
3.4.2 Proses Pemisahan Mineral pada Jig
Pada kapal isap, alat pemisah mineral yang digunakan dan utama adalah jig. Menurut
Pryor, E. J, 1965, Mineral Processing, jig merupakan alat pemisah mineral kasiterit terhadap
mineral pengotor lainnya berdasarkan perbedaan nilai specific gravity dari mineral. Pada
dasarnya proses pemisahan mineral didalam jig dapat terjadi akibat adanya prinsip klasifikasi
mineral pada medium berupa fluida. Dalam hal ini medium yang digunakan adalah air laut
dengan berat jenis 1,03.
a. Teori Jigging
Jigging adalah suatu proses pemisahan bijih dalam suatu media cair dengan alat jig
berdasarkan perbedaan berat jenis. Jig bekerja secara mekanis yang menggunakan prinsip
perbedaan kemampuan menerobos dari butiran yang akan dipisahkan terhadap suatu
lapisan pemisah (bed).
b. Prinsip Jigging
Pada proses jigging terjadi gerakan tekanan (pulsion) dan isapan (suction) akibat gerakan
naik turun membran. pulsion terjadi maka bed akan terdorong naik, sehingga bantuan
pada lapisan bed akan merenggang karena adanya tekanan. Kesempatan ini akan
dimanfaatkan oleh mineral berat untuk menerobos bed masuk ke tangki sebagai konsentrat
sedangkan mineral ringan akan terbawa oleh aliran horizontal diatas permukaan bed dan
akan terbuang sebagai tailing.
Suctionterjadi sehingga bed menutup kembali sehingga mineral berat berukuran besar dan
mineral ringan berukuran besar tidak berpeluang masuk ke tangki. Jadi mineral berat
berukuran besar akan mengendap diatas bed untuk menunggu kesempatan pulsion
berikutnya, sedangkan mineral ringan berukuran besar akan terbawa aliran arus horizontal.
Pada pemisahan partikel mineral dalam proses jigging dipengaruhi tiga faktor, antara lain:
1. Differential acceleration
Pada awal jatuhnya mineral pada suatu fluida maka akan terjadi dua proses yaitu,
mineral dengan berat jenis yang besar akan lebih cepat jatuh dibandingkan mineral yang
memiliki berat jenis yang ringan. Differential acceleration (Gambar 3.4) merupakan faktor
perbedaan kecepatan jatuh partikel mineral ke bed, karena adanya gerakan yang terjadi
pada alat jig. Hal ini akan menyebabkan partikel mineral yang memiliki berat jenis besar
akan memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar. Pada proses ini kecepatan dari mineral
hanya dipengaruhi oleh berat jenis mineral dan berat jenis fluida. Dan tidak dipengaruhi
oleh ukuran dari mineral (karena kondisi berlangsung pada free settling).
Gambar 3.4 Differential Acceleration (Nesbitt, 2001)

2. Hindered settling classification


Hindered settling adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh gaya pulsion (pukulan)
dan suction (hisapan) dari panjang pukulan yang mengakibatkan timbulnya hentakan pada
suatu medium yang mengakibatkan adanya perubahan kecepatan pengendapan partikel
pada suatu pulb (suspensi) yang bergejolak. Partikel-partikel yang memiliki bentuk ukuran
dan berat jenis yang berbeda, akan memiliki kecepatan pengendapan yang berbeda
(Gambar 8.5). Dimana bentuk ukuran dan berat jenis partikel akan menentukan besarnya
gaya pengendapan (∑F) dari suatu partikel. Hal ini dapat dilihat pada persamaan di bawah
ini menurut Pryor, E. J, 1965.

∑F = mg – m’g – drag force


mg = (V.  ) g ………………(3.5)
Keterangan :
m : massa partikel
 : Berat jenis partikel
V : Volume partikel
g : Gaya gravitasi

Pada kondisi hindered settling besarnya gaya pulsion (Fpulsion) akan diteruskan sama
besar untuk setiap partikel. Partikel dengan gaya pengendapan lebih besar dari gaya pulsion
(∑F > FPulsion), akan tetap tenggelam. Sedangkan partikel dengan gaya pengendapan yang
lebih kecil dari gaya pulsion (∑F < FPulsion), akan terangkat menuju permukaan fluida. Hal ini
akan menimbulkan perbedaan kecepatan pengendapan partikel. Kondisi ini seperti
digambarkan pada (gambar 3.5).
Gambar 3.5 Hindered Settling (Nesbitt, 2001)
mineral awal yang jatuh menuju medium pemisah (fluida) nilai terminal velocity dari
mineral akan menentukan posisi dari mineral pada proses pemisahan. Pada (Gambar 3.6) (a)
posisi mineral berat dengan mineral ringan tidak jauh berbeda, sehingga pemisahan pada
sistem ragging akan sulit untuk dilakukan. Sementara pada (Gambar 3.6) (b) kondisi mineral
ringan dengan mineral berat telah memiliki perbedaan posisi yang sangat mencolok, sehingga
pemisahan dari mineral pada sistem ragging akan sangat mudah untuk dilakukan.

Gambar 3.6 Proses Klasifikasi pada (a) Free Settling, (b) Hindered Settling (Nesbitt, 2001)
3. Consolidation trickling
Consolidation trickling (Gambar 3.7) pada akhir jatuh merupakan suatu keadaaan
pada saat suction dari bed. Bed akan merapat sehingga mineral yang mempunyai ukuran
butir yang kecil dengan berat jenis besar akan mempunyai kesempatan untuk menerobos
celah-celah dari bed. Sedangkan mineral besar dengan berat jenis kecil tidak sanggup
berpindah karena pengaruh perbedaan kecepatan pengendapan mineral dengan bed. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.7 Consolidation Trickling (Nesbitt, 2001)


Dari ketiga proses tersebut terjadilah proses pemisahan mineral yang memiliki
perbedaan dalam berat jenis pada jig. Pada pemisahan mineral tersebut, perbedaan dari nilai
terminal velocity dari suatu mineral menjadi faktor yang utama pada proses pemisahan.
Siklus jigging (Gambar 3.8) merupakan suatu bentuk gelombang yang sebangun dan bergerak
secara teratur serta berulang-ulang yang diakibatkan oleh pulsion dan suction (A. B. Nesbitt)
Titik A merupakan titik dimulainya siklus penggerak pada jig (Gambar 2.11), ketika
feed masuk menuju jig, maka mineral berat akan memiliki nilai terminal velocity yang lebih
besar dari mineral ringan. Saat kecepatan aliran ke atas yang disebabkan oleh panjang
pukulan terus meningkat maka jig bed akan terangkat sehingga ragging akan terbuka. Jika
waktu antara A dan B sangat kecil, maka terjadi efek differential acceleration dimana mineral
berat akan terlebih dahulu sampai ke dasar bed dibandingkan mineral ringan.
Pada titik B, kecepatan aliran ke atas semakin besar, sampai mencapai puncaknya pada
titik C, dalam keadaan ini mineral yang mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih besar
dari kecepatan aliran keatas akan terus mengendap sedangkan mineral yang mempunyai
kecepatan aliran pengendapan yang lebih kecil dari kecepatan aliran keatas akan terangkat
keatas terbawa aliran mendatar (cross flow) dan menjadi tailing. Pada kondisi ini disesuaikan
dengan kondisi hindered settling.

Gambar 3.8 Siklus Penggerak pada Jig (Nesbitt, 2001)


Pada titik D pengendapan mineral dimulai oleh mineral berukuran besar, kemudia
mineral yang berukuran halus. Keadaan ini merupakan kombinasi antara differential
acceleration dan hindered settling, dimana sebagian besar mineral berukuran besar akan
terletak pada dasar lapisan jig bed.
Pada titik E yang merupakan transisi antara pulsion dan suction, lapisan jig bed mulai
menutup. Dalam keadaan ini mineral berat yang berukuran kecil masih mempunyai
kesempatan untuk terus bergerak turun menerobos celah-celah dari ragging. Sedangkan
mineral berukuran besar atau mineral ringan yang berukuran besar akan tertahan dalam jig
bed, dalam hal ini efek consolidation trickling yang berlaku.
Dari pergerakan panjang pukulan akan menghasilkan dua gaya yang berperan utama
pulsion dan suction. Dimana ketika terjadi pulsion ragging akan terbuka, sedangkan suction
ragging akan tertutup. Pada kondisi consolidation trickling, maka gaya yang dihasilkan
panjang pukulan, merupakan gaya suction.
Gambar 3.9 Ideal Jigging Process (Nesbitt, 2001)

3.4.3 Proses Pengolahan Timah Dibidang Pengolahan Mineral


Proses pengolahan mineral bijih timah (kasiterit) berlangsung di Bidang
Pengolahan Mineral (BPM) kundur. Terdapat 2 proses yang berada pada BPM,
yakni proses basah dan proses kering. Kedua Proses Ini secara terintergrasi akan
menghasilkan kosentrat bijih timah (kasiterit) dengan kadar timah (Sn) lebih besar
dari 70% timah akan kata lain minimal persen kasiterit ialah sekitar 90%. Kadar
minimal 70% ini merupakan kriteria nijih yang dapat dilebur dipabrik peleburan
dan pemurnian. Berikut ini diagram alir proses basah pengolahan mineral pada
gambar 3.10
feed
adalah melakukan eksplorasi detail (rinci) yang meliputi pemetaan geologi rinci
serta pengambilan contoh dengan jarak yang relatif rapat sesuai dengan sifat
endapan bahan galian termaksud. Contoh-contoh yang diperoleh kemudian
dianalisis di laboratorium untuk ditentukan kadar, sifat fisik lain yang menunjang
kegiatan penambangan. Kegiatan eksplorasi diawali dengan melakukan studi
pendahuluan, berupa studi literatur tentang genesa timah, keterdapatan, studi
fisiografis, lithologi dan stratigrafi daerah eksplorasi. Studi ini juga dilakukan
tinjauan kembali terhadap data pemboran yang telah dilakukan. Kemudian
dilakukan penetapan wilayah studi dan dibuat suatu program pemboran.

Eksplorasi merupakan salah satu kegiatan untuk mengetahui :


1. Kadar ( %, gram/ton, kg/mᶟ, kalori )
2. Bentuk endapan
3. Kedalaman endapan
4. Penyebaran ( lateral, vertikal )
5. Sifat-sifat fisik endapan ( lunak, keras )
6. Jumlah cadangan

Macam – macam metode di dalam teknik eksplorasi :


1. Metode geokimia
2. Metode geofisika
3.6 Operasional Penambangan Timah (Eksploitasi)
Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan
yang dikenal di PT. Timah (Persero) Tbk Bangka Belitung.
a. Penambangan Lepas Pantai
Eksploitasi timah yang dilakukan oleh PT. Timah (Persero) Tbk.
dilakukan baik di daratan maupun di lepas pantai. Kegiatan
penambangan darat dilakukan perusahaan di wilayah Izin Usaha
Pertambangan (IUP) perusahaan yang berlokasi di sebagian besar Pulau
Bangka dan Belitung serta Kepulauan Riau.

29
membangun Kapal Isap Produksi (KIP) dengan kemampuan gali
mencapai 45 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat
menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk, dan pengembangan Bucket
Wheel Dredges yang nantinya akan menggantikan kapal keruk jenis
Bucket Line yang mempunyai kemampuan gali sekitar 70 meter kubik di
bawah permukaan laut. Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk
diproses di instalasi pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30%
Sn dan diangkut dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat
Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan
lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai
persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn.

(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Kapal Isap Produksi, (b) Kapal Keruk (Bucket Wheel Dredge)

b. Penambangan Timah Darat (Gravel Pump)


Proses penambangan timah darat (alluvial) menggunakan metode
pompa semprot (gravel pump) dimana pengoperasiannya sesuai dengan
pedoman atau prosedur penambangan yang baik (Best Mining
Practices). Untuk penambangan lepas pantai, perusahaan
mengoperasikan kapal keruk dengan jenis Bucket Line Dredges dengan
ukuran mangkuk mulai dari 7 cuft sampai dengan 24 cuft dan dapat
beroperasi mulai dari 15 sampai 50 meter dibawah permukaan laut.

30
Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT. Timah (Persero)
Tbk.

3.7 Sifat Fisik dan Karakteristik Mineral pada Bijih Timah

Bijih timah yang ditambang di Indonesia umumnya adalah dari jenis


endapan timah alluvial dan sering disebut sebagai endapan timah sekunder atau
disebut timah placer. Jenis bijih timah ini sudah terlepas dari endapan induknya
yaitu timah primer, dan oleh air diendapkan kembali di tempat lain yang lebih
rendah.

Berkembangnya ilmu pengetahuan memungkinkan pemisahan kasiterit


dan mineral-mineral ikutannya dan pemanfaatannya. Dengan mengenal sifat-
sifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui
susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Wills, 2006). Sifat-sifat fisik
yang dimaksudkan adalah kilap (luster), warna (colour), kekerasan (hardness),
cerat (streak), belahan (cleavage), pecahan (fracture), bentuk (form), berat jenis
(specific gravity), kemagnetan (magnetivity), dan kelistrikan (conductivity) (lihat
tabel 3.1).

Dari hasil penyelidikan terdahulu yang dilakukan oleh beberapa peneliti


di lokasi bekas penambangan yang berbeda, kandungan mineral pada endapan
tailing hasil proses pencucian timah berupa mineral cassiterite (SnO2), mineral
ikutan timah seperti zircon (ZrSiO4), ilmenite (FeTiO3), xenotime (YPO4),
magnetite (Fe3O4), monazite (Ce,La,Nd,Th)PO4 serta mineral quarzt (SiO2).
Mineral-mineral tersebut, baik mineral utamanya (cassiterite) maupun mineral
ikutannya, merupakan mineral yang memiliki nilai ekonomis apabila
dimanfaatkan. Berdasarkan hasil penyelidikan oleh Samal et al. (2010), salah
satunya adalah mineral ilmenite (FeO.TiO2 atau FeTiO3) yang memiliki
kandungan 30–65 % TiO2.

31
Tabel 3.1 Sifat-sifat Fisik Beberapa Mineral pada Bijih Timah

Visual Sifat-sifat Fisik


Nama Rumus
No

Mineral Kimia
Warna Kilap BJ Kekerasan Magnet Listrik

Coklat,
merah,
1 Cassiterite SnO2 Lemak 6.9–7.1 6-7 NM C
kuning,
hitam

Putih,
2 Quarzt SiO2 kuning Kaca 2.6-2.7 7 NM NC

Kuning,
tembaga,
3 Pyrite FeS2 Logam 4.8–4.9 6.0 – 6.5 NM C
coklat
kehitaman

4 Ilmenite FeTiO3 Hitam Besi Logam 4.5-5.0 5-6 M C

Coklat
kemerahan,
5 Rutile TiO2 merah Logam 4.1-4.3 6 – 6.5 NM C
ungu,
hitam

Kelabu
baja, merah
6 Hematite Fe2O3 Logam 4.9 - 5.1 5.5 - 6.5 M C
tua
kehitaman
32
7 Magnetite Fe3O4 Hitam Besi Logam 5.1-5.2 5.5-6.5 M C

Coklat,
Coklat

8 Siderite FeCO3 kemerahan, Kaca 3.8–3.9 3.5 – 4.0 M NC


Kelabu,
hitam

(CeLaY
Th) Cokelat
9 Monazite kekuningan Lemak 4.9-5.3 5.0-5.5 M NC
PO4

Kekuningan,
10 Xenotime YPO4 Kaca 4.5-4.6 4.0-5.0 M NC
kemerahan

Kuning
11 Zircon ZrSiO4 pucat, hijau Kaca 4.6-4.7 7.5 NM NC

Na(Mg),
Fe,
Hitam,
A16(BO hitam
12 Tourmalin 3) Kaca 3.0-3.2 7.0-7.5 M NC
coklat, biru
hitam
(Si6)18(
OH)14

Al2SiO
Kuning
4 anggur,
13 Topaz Kaca 3.4-3.6 8 NM NC
(OH2F) Jingga, putih
2

Sumber : PT. Timah, 2014

Ket: C=Conductor; NC=Nonconductor; M=Magnetic; NM=Nonmagnetic.


33
3.8 Mineral Berdasarkan Sifat Kemagnetan

Wills, B.A, (2011) menyatakan bahwa mineral dapat diklasifikasikan


menjadi dua kelompok besar, tergantung daripada ketertarikan mineral tersebut
dengan magnet:

a. Diamagnetic
Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar untuk ditarik oleh
magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung
dihindari oleh garis-garis gaya magnet.
b. Paramagnetic
Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat dapat
ditarik oleh magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks
yang mengalir didalamnya sama dengan fluks magnet yang
mengalir di dalam udara biasa. Benda paramagnetic dapat
dipisahkan pada magnetic separator dengan intensitasnyang tinggi.
Contoh mineral paramagnetic adalah ilmenite (FeTiO3), monazite
(fosfat tanah jarang), dan siderite (FeCO3).
c. Ferromagnetic
Benda feromagnetic adalah kategori khusus dari benda
paramagnetic yang memiliki suseptibilitas yang sangat tinggi
terhadap gaya magnet dan memiliki kecenderungan menahan sifat
kemagnetan setelah dijauhkan dari medan magnet.

Menurut Salahudin, H (2010), suseptibilitas magnetic batuan merupakan


tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi, yang pada umumnya erat
kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan
mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar harga susceptibilitasnya.
Sedang menurut Wills B.A, (2011) suseptibilitas magnet adalah nilai
perbandingan dari intensitas kemagnetan pada material dengan medan magnet
hasil magnetisasi. Setiap mineral memiliki nilai suseptibilitas magnet yang
berbeda, dimana mineral paramagnetic memiliki nilai suseptibilitas magnet

34
positif, sedangkan mineral diamagnetic memiliki nilai suseptibiltas magnet nol
dan negatif. Tabel 3.2 memperlihatkan nilai suseptibiltas magnet beberapa
mineral, dimana nilai suseptibilitas magnet mineral yang sama kemungkinan
berbeda jika berbeda batuan induk (source rock) maupun ukuran butir
(Drzymala, 2007).

Tabel 3.2 Nilai Suseptibilitas Magnet Beberapa Mineral

Tipe Mineral Mineral Rumus Kimia χw (10–3 cm3/g) (SI)

Cassiterite SnO2 -0,00620


Diamagnetic Quarzt SiO2 -0,00233

calsite CaCO3 -0,0048

Piryt FeS2 0,013


Wolframite (Fe,Mn)WO4 0,53

Siderite FeCO3 1,30

Paramagnetic

Monazite (CeLaYth)PO4 0,25

Ilmenite FeTiO3 1,50

Limonite 2Fe2O3.3H2O 0,76

Ferromagnetic Magnetite Fe3O4 130

Sumber : Drzymala, 2007

35
3.9 Proses Pengolahan Timah

Timah diolah dari bijih timah yang didapatkan dari batuan atau mineral
timah ( kasiterit SnO2 ). Proses produksi logam timah dari bijinya melibatkan
serangkaian proses yang terbilang rumit yakni pengolahan mineral ( peningkatan
kadar timah/proses fisik dan disebut juga upgrading ), persiapan material yang
akan dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses pencetakan logam
timah. Pemakaian timah biasanya dalam bentuk paduan timah yang dikenal
dengan nama timah putih yakni campuran 80% timah, 11 % antimony dan 9%
tembaga serta terkadang ditambah timbal. Timah putih ini terutama dipakai untuk
peralatan logam pelindung dan pipa dalam industri kimia, industri bahan makanan
dan untuk menyimpan bahan makanan.

Proses pengolahan timah ini bertujuan sesuai dengan namanya yaitu


meningkatkan kadar kandungan timah dimana Bijih timah diambil dari dalam laut
atau lepas pantai dengan penambangan atau pengerukan setelah itu dilakukan
pembilasan dengan air atau washing dan kemudian diisap dengan pompa. Bijih
timah hasil dari pengerukan biasanya mengandung 20 – 30 % timah. Setelah
dilakukan proses pengolahan mineral maka kadar kandungan timah menjadi lebih
dari 70 %, sedangkan bijih timah hasil penambangan darat biasanya mengandung
kadar timah yang sudah cukup tinggi >60%.

3.9.1 Pencucian (Washing)


Pencucian timah dilakukan dengan memasukkan bijih timah ke dalam ore
bin yang berkapasitas 25 drum per unit dan mampu melakukan pencucian 15 ton
bijh per jam. Di dalam ore bin itu bijih dicuci dengan menggunakan air tekanan
dan debit yang sesuai dengan umpan.
Alat Screeen (Saringan Putar) Proses pencucian pada kapal isap dimulai
pada tahap material masuk ke saringan putar untuk memisahkan material oversize
dengan undersize dengan jumlah putaran tergantung jenis materialnya akan tetapi
rata - rata putarannya adalah 10 - 11 rpm yang digerakkan oleh Drag Roll. Setelah
masuk ke saringan putar material yang yang jatuh langsung dipecah oleh air

36
selajutnya material oversize langsung terbuang melalui tailing dan untuk material
undersize langsung turun melalui kompartment dengan panjang 640 cm, lebar 50
cm dan kedalamnya 50 cm. Didalam bak distribusi tersebut dilapisi karet sehingga
air akan mengalir dengan baik. Diatas Jig diletakkan kuku macan yang berguna
untuk memecah aliran air yang turun melalui compartment.

3.9.2 Pemisahan Berdasarkan Berat Jenis


Proses pemisahan ini menggunakan alat yang disebut Jig Harz.bijih timah
yang mempunyai berat jenis lebih berat akan mengalir ke bawah yang berarti
kadar timah yang diinginkan sudah tinggi sedangkan sisanya, yang berkadar
rendah yang juga berarti mengandung pengotor atau gangue lainya seperti
Kuarsa , zircon, rutile, siderit dan sebagainya akan ditampung dan dialirkan ke
dalam Trapezium Jig Yuba.

Gambar 3.2 Proses Pemisahan Berat Jenis menggunakan Trapezium Jig


Yuba
3.9.3 Proses Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan didalam Rotary Dryer. Prinsip kerjanya
adalah dengan memanaskan pipa besi yang ada di tengah – tengah Rotary Dryer
dengan cara mengalirkan api yang didapat dari pembakaran dengan menggunakan
solar.

37
Gambar 3.3 Pengeringan Bijih Timah Menggunakan Rotary Dryer

3.9.4 Pemisahan Berdasarkan Ukuran (Screening/Sizing) Dan Uji Kadar


Bijih yang didapatkan dari hasil pencucian pada ore bin lalu dilakukan
pemisahan berdasarkan ukuran dengan menggunakan alat screen, mesh, setelah itu
dilakukan pengujian untuk mengetahui kadar bijih setelah pencucian. Prosedur
penelitian kadar tersebut adalah mengamatinya dengan mikroskop dan
menghitung jumlah butir dimana butir timah dan pengotornya memiliki
karakteristik yang berbeda sehinga dapat diketahui kadar atau jumlah kandungan
timah pada bijih.

Gambar 3.4 Pemisahan Berdasarkan Ukuran Menggunakan Mikroskop


38
3.9.5 Klasifikasi
Bijih – bijih timah selanjutnya akan dilakukan proses – proses
pemisahan /klasifikasi lanjutan yakni:
1. Klasifikasi berdasarkan ukuran butir dengan screening
2. Klasifikasi berdasarkan sifat konduktivitasnya dengan High Tension
separator
3. Klasifikasi berdasarkan sifat kemagnetannya dengan Magnetic
separator.
4. Klasifikasi berdasarkan berat jenis dengan menggunakan alat seperti
shaking table , air table dan multi gravity separator(untuk pengolahan
terak/tailing).

3.9.6 Pemisahan Mineral Ikutan


Mineral ikutan pada bijih timah yang memiliki nilai atau value yang
terbilang tinggi seperti zircon dan thorium (unsur radioaktif) akan diambil dengan
mengolah kembali bijih timah hasil proses awal pada Amang Plant. Mula – mula
bijih diayak dengan vibrator listrik berkecepatan tinggi dan disaring (screening)
sehingga akan terpisah antara mineral halus berupa cassiterite dan mineral kasar
yang merupakan ikutan. Mineral ikutan tersebut kemudian diolah pada air table
sehingga menjadi konsentrat yang selanjutnya dilakukan proses smelting,
sedangkan tailingnya dibuang ke tempat penampungan.
Mineral–mineral tersebut lalu dipisahkan dengan high tension separator,
pemisahan berdasarkan sifat konduktor-nonkonduktor nya atau sifat
konduktivitasnya.
- Mineral Konduktor antara lain: Cassiterite dan Ilmenite.
- Mineral Non-Konduktor antara lain: Thorium, Zircon dan Xenotime.

Lalu masing masing dipisahkan kembali berdasarkan kemagnetitanya


dengan magnetic separation sehingga dihasilkan secara terpisah, thorium dan
zircon.

39
3.10 Proses Peleburan Bijih Timah
3.10.1 Pra Olahan
1) Aglomerasi
Suatu proses penggumpalan dari partikel yang kecil menjadi partikel yang
lebih besar. Biasa dilakuakn pada bijih, konsentrat dan partikel partikel yang
mengalami roasting. Aglomerasi diperlukana bila diumpankan butiran yang
terlalu halus dapat terjadi penyumbatan aliran aliran gas terganggu.
Jenis Aglomerasi :
1. Pembriketan (Briqueting) Kondisi
Dingin
2. Peletisasi (Pelletizing)
3. Sintering Kondisi
panas
4. Modulasi
1. Pembriketan
Pembriketan dilakukan dengan percetakan tekan, menggunakan bahan
perekat (kapur, semen, lempung dan minyak residu). Hasil dari roasting
yang mempunyai partikel yang sangat halus dengan ditambahkan
reduktor karbon dibentuk suatu briket.
2. Peletisasi
Dilakukan terhadap bijih yang berbutir sangat halus sehingga sulit
disinter, produknya berupa bola-bola kecil. Tahapan proses pelletisasi
pembentukna berukuran 1-3cm dengan penambahan perekat dan air yang
dilakukan pada temperatur (!0% berat air dari 1% flux) dan juga
pembakran pada temperatur 1200-1300oC. jenis fluks yang dipakai
adalah bentonite, zat zat organis dan garam garam logam.
3. Sintering
Sinterisasi merupakan aglomerasi yang paling luas penerapannya
khususnya pada proses penyiapan bijih besi untuk peleburan didalam
tanur tiup. Feeding terdiri atas : konsentrat yang halus, 15% kokas
sebagai bahan bakar dan 10% air supaya bersifat poros. Dalam proses ini
bijih besi dicampur dengan kokas dan air lalu dilakukan pemanasan
dalam suatu mesin. Aglomerasi terjadi karena pelelehan sebagian

40
senyawa silikat yang terdapat dalam bijih atau karena terjadinya
pertumbuhan kristal dan rekristalisasi. Untuk bijih sulfide sinterisasi
biasanya dilakukan dengan proses pemanggangan
4. Modulasi
Proses ini dikerjakan seperti pada pembuatan klinker semen dengan cara
pemanasan didalam tanur putar, sehingga gumpalan-gumpalan material
yang terikat kuat.

2) Kalsinasi
Temperatur kaslinasi harus lebih tinggi dari drying dan membutuhkan
panas untuk menguraikan air hidrat
Tujuan kalsinasi :

1. Penguraian karbonat
2. Penguraian hydrant (air kristal)

MOH2O MO + H2O

Proses yang terjadi dalam kalsinasi :

1. Reaksi Endoterm
2. Suhu didalam reaksi > suhu diluar
3. Tekanan didalam > tekanan luar

3) Roasting
Pemanggangan secara oksidasi terjadi peleburan
Pemanggangan sulfida tidak sampai terjadi
peleburan

4) Drying
Tujuan dari drying :
1. Mengeluarkan H2O
2. Merubah dari fase padat ke fase cair tetapi tidak terjadi peleburan

41
3.10.2 Persiapan Peleburan
Peleburan adalah pekerjaan metalurgi yang terjadi pada fase suhu tinggi
dan terbentuk fase padatdan cair yang terdiri atas :
A. Pyrometalurgy
Proses pyrometalurgi merupakan pengambilan logam dari bijihnya dengan
menggunakan temperatur tinggi dimana terjadi reaksi kimia antara

fase gas, solid (padat), d a n c a i r . P r o s e s pyrometalurgy yang


melibatkan fase gas dan padat disebut rosting. Sedangkan proses yang
menghasilkan fase cair disebut smelting.
B. Hydrometalurgy
Proses hydrometalurgy merupakan proses yang melibatkan larutan untuk
mengekstraksi logam dalam bijihnya. Proses pertama dalam
Hydrometalurgy adalah leaching, yaitu dengan cara menguraikan bijih
logam dalam larutan air atau pelarut lainnya. Setelah itu larutan
mengalami berbagai macam proses pemurnian dan penguatan konsesntrasi
sebelum logam tersebut diambil baik dalam keadaan logam murni maupun
sebagai senyawa kimia.
C. Electrometalurgy
Proses electrometalurgy merupakan proses ekstraksi dan pemurnian yang
melibtakan energi listrik sebagai dasar dalam proses ekstraksi.
Electrometalurgy melibatkan prinsip ekeltrolisis dan eletrokimia. Proses
yang paling umum dalam electrometalurgy adalah electrowinning dan
electro-refining

Pada tahap persiapan peleburan ini,peleburan pada bijih timah menggunakan


proses peleburan pyrometalurgi dikarenakan dalam proses ekstraksinya
menggunakanenergi panas yang tinggi agar dapat menghassilkan timah cair
(Crude Tin) dengan kadar Sn antara 90,0% - 99,99%.

Fenomena utama yang terjadi pada proses peleburan adalah :

42
a. Berlangsungnya reaksi kimia yang menghasilkan logam dari senyawa
senyawannya
b. Terbentuknya dua atau lebih fase yangmenungkinkan terpisahnya senyawa
logam yang dihasilkan dari senyawa senyawa yang tidak dikehendaki.

Pembentukan fasa fasa yang diperlukan untuk berlangsungnya pemisahan


fisik antara logam logam dengan unsur pengotornya dapat terjadi dengan
sendirinya atau dengan bantuan penambahan bahan bahan atau reagen-reagen lain.

1) Syarat Kualitas Bijih Timah


Bahan baku untuk memproduksi logam timah terdiri dari bijih timah,
antrasit dan batu kapur. Sedangkan bahan sirkulasi dalam proses peleburan terdiri
dari debu, dross dan hard head. Bahan baku semuanya didapatkan dari material
produksi
Bijih timah yang berasal dari unit penambangan darat dan penambangan
laut kadar timah dan pengotornya beda. Namun demikian konsentrat timah yang
akan dilebur harus memenuhi syarat yang ditetapkan untuk peleburan dengan
kandungan Sn tinggi. Sebelum dilebur bijih timah diambil sample untuk
mengetahui kandungan unsurnya dimaterial produksi.
Pengambilan sample konsentrat timah dilakukan dengan menggunakan
knight sample dari suatu partai konsentrat, dengan sample timah sebanyak 9,6 kg.
Setelah dilakukan mixing dan splitting hingga didapat sample sebanyak dua
bagian dengan berat masing masing 0,15 kg. Satu disimpan sebagai arsip
sedangkan sisanya dikirim ke laboratorium. Bijih timah yang diterima berdasarkan
unsur pengotornya di bagi atas :
a) Clean Consentrate (konsentrat bersih) yaitu bijih timah yang langsung
dapat dilebur untuk menghasilkan logam yang telah ditentukan, tanpa
adanya proses tambahan dalam pemurnian kecuali pemurnian besi.
b) Blendable Consentrate (konsentrat menengah) yaitu bijih timah yang
sebelum dilebur harus dicampur (blending) terlebih dahulu dengan clean
konsentrat yang mempunyai kadar pengotor tidak sama.

43
c) High Impurities Consentrate (konsentrat yang kadar pengotornya tinggi)
yaitu bijih timah di luar kategori satu dan dua diatas. Biasanya bijih jenis
ini digunakan untuk melebur dross dan hardhead dengan kandungan Pb
tinggi dalam bijih timah.

Secara umum bijih timah yang akan dilebur mengandung unsure-unsur


sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kandungan Unsur dalam Sample

Unsur dalam bijih timah Kadar rata-rata (%)

Sn 72,0

Fe 1,5

Pb 0,02

As 0,012

Cu 0,005

S 0,55

Antrasit yang diperlukan sebagai reduktor harus memenuhi syarat yang


telah ditentukan sebagai berikut :

Tabel 3.4 Kandungan Unsur dalam Antrasit

Unsur Kadar rata-rata

Fixed Carbon 78 % (min)

Ash 8 % (max)

Total Moisture 7 % (min)

44
Volatile Matter 5 % (max)

Sulfur 1 % (max)

Batu kapur dalam proses peleburan timah berfungsi sebagai flux atau
bahan pengikat kotoran harus mengandung CaO yang tinggi dengan kandungan
unsur lainnya rendah. Kandungan unsur dalam batu kapur :

Tabel 3.5 Kandungan Unsur dalam Batu Kapur

Unsur Kadar rata-rata

CaO 53 % (min)

CO2 41,6 % (min)

MgO 0,8 % (max)

SiO2 0,8 % (max)

Fe2O3 0,2 % (max)

S 0,5 % (max)

H2O 0,5 % (max)

P 0,5 % (max)

2) Penimbangan Komposisi
Material peleburan yang ada di gudang produksi ditempatkan dalam bunker
penimbangan selanjutnya akan dimasukkan dalam tanur peleburan. Penimbangan
material dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penimbangan komposisi untuk peleburan bijih timah
bahan baku utama untuk peleburan tahap I adalah bijih timah ditambah
dengan bahan sirkulasi. Material peleburan ditimbang berdasarkan
komposisi yang ditentukan sehingga proses berjalan baik. Bahan sirkulasi

45
peleburan dross, hardhead, debu mengandung unsur yang berbeda dengan
bijih timah maka komposisi peleburan disesuaikan dengan jumlah material
lainnya.
b. Penimbangan komposisi untuk peleburan slag I
bahan baku dalam peleburan slag I terdiri dari slag I, antrasit sebagai
reduktor dan batu kapur sebagai flux.
c. Cara penimbangan
penimbangan komposisi dilakukan dengan timbangan Electrycally Drive
Batch Scale yang bergerak di rel dengan kapasitas 10 ton. Alat ini
dilengkapi dengan dua buah container untuk menampung curahan material
dari bunker, bahan baku yang telah ditimbang kemudian dimasukkan
dalam hopper tanur pantul tetap dengan crane.

Proses penimbangan dilakukan dari bunker material masing-masing yang


beratnya dapat dipantau dari ruang kontrol. Material dicampur dalam kubel dan
diangkat dengan crane untuk dicurahkan dalam hopper tanur.

3.10.3 Prinsip, Mekanisme Dan Teknologi Peleburan Bijih Timah


Peleburan bijh timah dilakukan dalam dua tahap yaitu peleburan bijih
timah dan peleburan slag I. Pada peleburan bijih tiah dihasilkan logam timah
kasar (crude tin) sedangkan pada peleburan slag I dihasilkan slag II dan
hardhead.

Tujuan dilakukan peleburan dua tahap adalah :

1. Pada peleburan bijih diharapkan besi dalam logam yang terbentuk tidak
terlalu besar sehingga temperatur operasi relatif rendah dan penggunaan
bahan reduktor dipakai relatif sedikit.
2. Pada peleburan slag I yang mengandung Sn 20-35% diharapkan mampu
menghasilkan hardhead dan slag II dengan kadar Sn dibawah 1%

46
3. Untuk mendapatkan recovary peleburan yang setinggi tingginya karena
peleburan timah ini memerlukan biaya yang besar,sehingga setiap langkah
kerja harus efektif.

Bijih timah dan bahan sirkulasi seperti debu, dross, hardhead serta antrasit,
batu kapur dalam bunker komposisi ditimbang dengan Electrically Drive Batch
Scale yang bergerak diatas rel, alat ini dilengkapi dengan buah kontainer untuk
menampung material dari bunker.

Selesai penimbangan material dimasukkan ke dalam hopper, dilakukan


mixing agar material yang akan dilebur menjadi homogen. Material yang telah
homogen tersebut ditempatkan dalam hopper-hopper tanur dengan melalui bukaan
valve material dicharge kedalam tanur. Setiap charge kurang dari 35 dan 20
komposisi. Dalam peleburan bijih timah diperlukan udara kurang dari 6.000
m3/jam dan temperatur peleburan lebih kurang 1100-1350oC. Udara pembakaran
diambil dari atmosfer menggunakan axial fan refrigerator yang berkapasitas
maksimum 10.000 m3/jam. Minyak yang dipakai untuk pembakaran dalam tanur
adalah minyak jenis FO(Fuel Oil)

Pada temperatur diatas 700oC gas CO akan lebih stabil daripada gas CO 2
sehingga pada temperatur operasi akan diperoleh gas CO. Selain faktor, faktor
isapan yang berperan dalam pembentukan CO. Dengan isapan tekanan dalam
tanur menjadi kecildan jumlah oksigen didalam tanur sangat terbatas,sehingga gas
CO2 akan bereaksi dengan antrasit membentuk CO yang akan mereduksi oksida
oksida dalam tanur.

Gas-gas yang dihasilkan selama proses peleburan berlangsung dihisap


keluar dari tanur menuju gerbong. Setiap tanur mempunyai dua buah refrigerator
yang bekerja secara bergantian sesua dengan pergantian sparay nozzle. Flue gas
hasil pembakaran dimanfaatkan untuk pemanasan refrigerator lainnya sampai
temperatur mencapai 400-600oC dan tekanan operasi dalam tanur berkisar -0,01 in
H2O sampai dengan -0,02 in H2O.

47
Empat jam setelah charge dilakukan tapping yaitu pengeluaran material
hasil peleburan untuk mengeluarkan timah cair. Temperatur pada saat tapping
dipertaankan sekitar 1200oC, setelah itu tiap jam dilakukan rabbling yaitu
pengadukan material dalam tanur merata. Setelah material mencair semua
dilakukan tapping C atau tapping akhir terakhir untuk mengeluarkan timah cair
dan slag nya yang ditampung dalam fore heart. Fore Heart ini dibagi dua bagian
yang dipisahkan oleh weir sekat pemisah, dimana pada bagian bawahnya ada
saluran yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Pemisahan di
foreheart didasarkan pada perbedaan berat jenis antara timah cair dengan slag
seperti pada gambar.

Gambar 3.5 Pemisahan Timah Cair Dan Slag

Pengeluaran hasil peleburan atau tapping dilakukan apabila reaksi


dalam tanur relatif tidak terjadi lagi dngan cara membuka tapping
menggunakan pipa yang disemprotkan udara bertekanan tinggi. Tapping
dilakukan dalam tiga tahap yaitu Tapping A dan B untuk pengeluaran logam
timah dengan slag nya.

48
Gambar 3.6 Proses Charge pada Tanur

Kurasan foreheart, float dan ketel rafinasi mengandung Sn yang sangat


tinggi mencapai 90% dinamakan sebagai wet dross, untuk itu dilakukan peleburan
di flame oven yang prinsipnya sama dengan ditanur tetap hanya temperatur dan
bahan bakar yang digunakan berbeda. Hasil peleburan ini dituang ke ketel rafinasi
kembali sedangkan dry dross dilebur bersama sama dengan bijih timah. Pada
peleburan bijih timah dengan dross material sirkulasi ternyata membutuhkan
waktu yang sangat panjang dibandingan dengan peleburan bijih timah biasa atau
pun peleburan slag.

1) Peleburan Slag
Bahan baku yang dilebur pada peleburan tahap kedua adalah slag I, batu
kapur dan antrasit. sama halnya dengan peleburan pertama antrasit yang
digunakan untuk peleburan sebagai bahan konduktor dan batu kapur sebagai flux
untuk mengikat oksida pengotor.
Dalam peleburan bijih maupun dalam peleburan slag, SnO yang terbentuk
tidak seluruhnya tereduksi menjadi logam timah. Tetapi sebagian akan masuk ke
dalam slag cair dan sebagian lagi dalam bentuk debu timah bersama dengan gas
lain dari tanur. Temperatur tanur mula mula 1100oCdan terus dinaikkan hingga
mencapai temperatur operasi antara 1400-1500oC kenaikkan temperatur kurang

49
dari 45oC/jam. Udara yang dipakai untuk membakaran slag I kurang 6000m3/jam
atau sesuai dengan temepratur yang diperlukan. Tekanan bahan bakar 7 kg/m 2dan
tekanan dalam tanur berkisar -0,01 in H2O sampai dengan -0,02 in H2O.

2) Pemurnian Logam Timah


Tujuan dari proses pemurnian adalah memurnikan cairan timah yang
dihasilkan dari proses pelebran, sehingga didapat logam timah cair sebagaian
besar adalah senyawa kimia dalam bentuk intermetallic compound yang
mempunyai titik lebur di atas temperatur operasi peleburan. Proses pemurnian
dititikberatkan untuk menurunkan kadar Fe, as, Pb dan Cu yang terkandung dalam
timah cair.

3.10.4 Pengaturan Letak Ketel


Ketel berbentuk setengah bola dengan fungsi utama sebagai tempat
pemurnian timah kasar dari unsur-unsur pengotor terutama Fe, As dan Cu.
Penambahan bahan-bahan pengikat dilakukan setelah diketahui komposisi timah
serta unsur-unsur pengotornya. Temperatur ketel diatur pada suhu 280-400 oC. Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi kelarutan Fe karena memilki titik lebur
1536oC dan Sn 232oC maka Fe mengendap didinding dinding ketel.
Untuk memudahkan uraian tentang proses rafinasi atau pemurnian bijih
timah, maka ditentukan nomor dari ketel ketel yang ada. cara pembagian nomor
ketel tersebut hanyalah untuk mencapai kapasitas maksimum. Pembagian ketel
dan temperatur tersebut,yaitu :
1. Ketel I dan II : Berfungsi sebagai tempat Penampungan Timah
Temperatur : 320oC – 400oC
2. Ketel III: Berfungsi Sebagai tempat Pemurnian Timah
Temperatur : 280oC – 320oC
3. Ketel IV : Berfungsi sebagai tempat Pencetakan Logam Timah
Temperatur : 260oC – 280oC
Ditentukan dua jalur utama dari timah yang dimurnikan dengan cara ini,
timah kasar yang hanya memerlukan rafinasi sedikit maupun timah kasar yang

50
banyak impuritisnya dapat diproses pada instalasi pemurnian yang sama tanpa
menimbulkan kesulitan yang berarti. Pengaturan letak ketel pemurnian seperti
pada gambar.

Gambar 3.7 Ketel Pemurnian Timah

3.10.5 Proses Stiring


Proses stiring adalah proses pemurnian timah kasar dengan cara
pengadukan dengan menggunakan stirrer karena ada putaran stirrer, maka
permukaan timah cair akan membentuk lekukan (vortex) dan ditambahakan
serbuk gergaji. Pada suhu 400oC serbuk gergaji akan menghasilkan gas Co2 dan
uap H2O yang akan naik ke permukaan timah cair dalam bentuk gelembung
gelembung. Unsur pengotor yang ada dalam timah cair akan kontak dengan
gelembung gelembung gas CO2 dan H2O dengan adanya pengadukan akan
mempercepat terjadinya kontak gelembung gelembung gas dengan pengotor yang
ikut terbawa ke permukan timah cair kotoran yang mengapung selanjutnya di
skimming, material ini disebut sebagai dross.

51
a) Pencampuran Serbuk gergaji b) Pengadukan setelah dimasukkan
serbuk gergaji

Gambar 3.8 Ketel Pada Saat Proses Stiring

3.10.6 Pemurnian Fe
Cara untuk menghilangkan besi didasarkan pada sifat besi yang
membentuk persenyawaan dengan timah pada temperaut tinggi. Bila bijih yang
dilebur mengandung besi, maka timah kasar yang dihasilkan akan mengandung
besi pula karena timah dan besi mempunyai sifat kimia yang hampir sama.
Persenyawaan yang terbentuk ada dua macam yaitu : FeSn dengan 32% Fe dan
FeSn2 dengan 19% Fe.
Selanjutnya dari ketel stirring timah cair dipindahkan ke Falme Oven agar
pemurnian lebih sempurna. Timah cair yang sudah mmenuhi persyaratan terhadap
unsur unsur pengotornya, dipindahkan ke ketel cetak yang langsung dicetak
menjadi logam timah. Pada temperatur 800oC akan terjadi pengendapan FeSn dan
bila pendinginan dilanjutkan maka pengendapan FeSn yang halus semakin
banyak, sementara timah akan bertambah murni. Pada suhu 400 oC akan terbentuk
persenyawaan baru, kristal FeSn akan bereaksi dengan cairan timah
disekelilingnya membentuk FeSn2.

52
Gambar 3.9 Proses Pemurnian Fe Menggunakan Flame Oven

3.10.7 Pemurnian Cu
Untuk mengurangi kadar Cu dalam timah cair ditambahakan sulfur (S)
selain dengan Cu sulfur juga bereaksi dengan Fe.
Partikel Cu2Sdan FeS akan terngkat ke permukaan cairan logam karena
berat jenisnya rendah dan dipisahkan dari cairan logam timah. Penambahan sulfur
tergatung dari banyaknya pengotor dalam timah cair.

3.10.8 Pemurnian As
Untuk mengurangi kadar As dalam timah kasar perlu ditambahkan dengan
aluminium sehingga terjadi reaksi pembentukan AlAs dengan titik lebur 1700oC.
Antimon akan membentuk AlSb dengan titik lebur 1050-1080 o. Kedua kristal
tersebut mudah sekali mengapung karena berat jenisnya lebih kecil dibanding
logam timah.Untuk mempercepat reaksi dilakukan pengadukan dan menaikkan
temperatur hingga 400oC diketel rafinasi. komposisi AlAs dalam dross
dipermukaan logam cair sulit untuk dipisahkan sehingga perlu dilakukan polling
dengan menghembuskan udara ke dalam logam cair kurang lebih 5 jam. Dengan
adanya polling maka Al yang masih tertinggal teroksidasi menjadi Al2O3.

53
3.10.9 Pemurnian Pb
Untuk pemurnian Pb dengan memanfaatkan diagram dua fase PbSn. Pada
temperatur eutetic, dengan perbandingan PbSn lebih kurang 40-60%, maka PbSn
pada kondisi cair, sedangkan Sn dalam bentuk solid. Cara kerja Crystallizer
berdasarkan titik lebur Pb 185oC dan Sn 232oC. Paduan logam PbSn dipanaskan
melalui blade pada temperatur diantara titik lebur kedua logam tersebut

Gambar 3.10 Proses Pemurnian Pb menggunakan Crystallizer

3.11 Peralatan Peleburan Timah


1. Tanur Pantul Tetap
Setiap tanur memiliki 12 buah hopper yang diletakkan secara merata di
atas tanur. Dua buah hopper terdekat dengan lubang tapping biasanya tidak diisi
material, untuk memindahkan saat trapping.
Bahan bakar dimasukkan ke dalam tanur melalui nozzle pada burner
dengan kapasitas tertentu sesuai pengaturan. Udara bebas yang diisap oleh axial
fan dipanaskan terlebih dahulu oleh regenerator. Udara panas dan bahan bakar
bereaksi menghasilkan kalor, yang selanjutnya kalor ini sebagian dimanfaatkan
untuk memanaskan regenerator sebelum udara panas sisa pembakaran dibuang.
54
Material peleburan yang telah disiapkan baik dari komposisi maupun beratnya
dimasukkan ke dalam tanur melalui hopper. Rabbling atau pengadukan dilakukan
melalui pintu rabbling yang berjumlah 7 buah tiap tanur tujuannya untuk
meratakan material dan panas selama proses peleburan berlangsung.

Gambar 3.11 Proses Pengadukan (Rabbling) Material didalam Tanur

2. Flame Oven
Wet dross dan kurasan Forehearth dimasukkan ke dalam flame oven,
setelah atap flame oven dibuka suhu operasi dipertahankan dengan menggunakan
burner yang menyemprotkan bahan bakar dan udara sekaligus sehingga terjadi
pembakaran dan menghasilkan kalor. Operasi flame oven hanya untuk
memisahkan timah dengan dross pada temperatur operasi dibuat sedemikian rupa
sehingga yang mencair hanya logam timahnya saja. Setelah timah mencair, lubang
tapping dibuka agar timah cair keluar, sementara slagnya tetap tertinggal di dalam
oven.

55
Gambar 3.12 Proses Operasi Flame Oven

3. Cooler
Cooler digunakan untuk menurunkan temperatur debu yang akan masuk
ke dalam filter. Gas-gas hasil reaksi yang mengandung debu itu dilewatkan pada
silinder-silinder tegak yang berjumlah 160 buah. Di bagian bawah dari cooler
disediakan kantung-kantung penampung (cyclone) guna mengurangi keasaman
gas. Setting Chamber berfungsi untuk mengurangi debu dari main flue.
Aliran udara disebabkan oleh isapan axial fan. Adanya gaya grafitasi dan
dibantu oleh sekat-sekat paku pada dinding pipa pendingin, maka debu yang
relatif berat akan mengendap. Penurunan temperatur terjadi karena adanya radiasi
panas dari flue gas ke udara bebas. Panjangnya lintasan yang dilalui menyebabkan
banyaknya panas yang terbuang. Debu-debu yang tertampung secara periodik
dibuang dengan membuka katup.

56
Gambar 3.13 Cooler Untuk Mengatur Menurunkan Temperatur Debu

4. Filter
Filter digunakan untuk memisahkan debu dengan gas-gas hasil reaksi
dalam tanur. Debu ini memiliki kadar Sn yang cukup tinggi, sehingga perlu
dilebur kembali. Pemakaian filter ini selain dapat mengurangi Sn yang terbuang
juga dapat mengurangi kadar polusi gas buang terhadap lingkungan sekitar.
Pendistribusian gas-gas ke kamar-kamar diatur oleh katup pengatur aliran.
Kamar yang diisi gas buang akan membuka katup pengatur aliran gas buang
secara otomatis, dan katup pengatur udara bebas ditutup. Gas tersebut selanjutnya
didistribusikan ke dalam 176 filter bag dalam tiap kamar filter. Pengaliran ini
dilakukan oleh fan penghisap melalui sebuah lubang atau pintu pada tiap kamar.
Pada waktu pengeluaran, katup pengatur aliran gas buang dan lubang isapan
ditutup. Dengan suatu sentakan, debu akan terlepas dari saringan wool dan dengan
dibantu oleh udara bebas, yang masuk melalui katup pengatur udara bebas, maka
debu akan jatuh ke bawah.

57
Gambar 3.14 Filter untuk Memisahkan Debu dengan Gas Hasil Reaksi
Dalam Tanur
5. Dust Collecting System
Flue gas hasil peleburan biasanya terdiri dari gas Oksigen (O2), Nitrogen
(N2), Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), gas sulfur, uap timah dan
debu timah yang semuanya dialirkan melalui regenerator, sehingga panas dari
flue gas akan diserap oleh regenerator hingga temperatur regenerator mencapai
6000 C. Panas yang dibawa oleh flue gas, kemudian dilewatkan pada main flue dan
dua buah setlling chamber, selanjutnya flue gas melewati cooler system yang
berfungsi menurunkan temperatur flue gas tersebut sebelum masuk filter system
sehingga temperatur lebih kurang 1100 C.
Fungsi filter system untuk mendapatkan debu timah, di mana debu timah
bersama dengan gas lain meninggalkan tanur sebelum ke system filter,
didinginkan dulu lewat pendingin udara (cooler system). Debu timah dan gas
tersebut masuk ke kantung-kantung filter. Sedangkan gas-gas lain yang ikut
sebagai flue gas keluar lewat pori-pori (dinding) kantung filter melalui cerobong.
Dengan ketukan mekanis debu akan turun, lalu ditampung di screw conveyor yang
dilanjutkan ke belt conveyor kemudian masuk ke bunker debu. Dari bunker debu
ini dilakukan palletizing dengan suatu alat yang disebut pelletizer, untuk

58
menghasilkan debu timah yang berbentuk pellet. Debu timah yang dihasilkan
dipakai dalam peleburan tingkat I sebagai bahan sirkulasi.
Selain dalam bentuk SnO, hasil reaksi di dalam tanur dapat menghasilkan
uap sulfide (SnS), yang terbentuk karena adanya penurunan temperatur. Setelah
meninggalkan tanur maka uap SnS ini akan mengendap sebagai debu bersama-
sama dengan debu SnO.
Proses peleburan dan pemurnian bijih timah dilakukan dengan berulang-
ulang dengan tujuan mendapatkan logam timah cair sebanyak-banyaknya dengan
kadar setinggi mungkin.

3.12 Proses Pemurnian ( Refining )


a) Pyrorefining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan panas diatas titik lebur
sehingga material yang akan di refining cair, ditambahkan mineral lain
yang dapat mengikat pengotor atau impurities sehingga logam berharga
dalam hal ini timah akan terbebas dari impurities atau hanya memiliki
impurities yang amat sedikit, karena afinitas material yang ditambahkan
terhadap pengotor lebih besar dibanding Sn. Contoh material lain yang
ditambahkan untuk mengikat pengotor: serbuk gergaji untuk mengurangi
kadar Fe, Aluminium untuk untuk mengurangi kadar As sehingga
terbentuk Asal, dan penambahan sulfur untuk mengurangi kadar Cu dan Ni
sehingga terbentuk CuS dan NiS. Hasil proses refining ini menghasilkan
logam timah dengan kadar hingga 99,92% (pada PT. Timah). Analisa
kandungan impurities yang tersisa juga diperlukan guina melihat apakah
kadar impurities sesuai keinginan, jika tidak dapat dilakukan proses
refining ulang. Proses ini dilakukan dengan menambahkan zat aditif yang
akan berfungsi sebagai pengikat impurities di dalam timah cair. Tahapan
proses ini meliputi:
- Pengurangan kadar As, dilakukan dengan cara menambahkan
alumunium sehingga akan terbentuk senyawa AsAl yang mengapung

59
di permukaan timah cair, karena ditiupkan udara ke dalam timah cair
(proses polling).
- Pengurangan kadar Cu dan Ni, dilakukan dengan menambahkan sulfur
ke dalam timah cair sehingga akan terbentuk endapan CuS dan NiS.
Analisa akhir juga tetap dilakukan untuk pengecekan, jika ternyata
terdapat kandungan impurities yang melebihi atau di ambang batas
standar yang ditetapkan maka dilakukan refining ulang sesuai dengan
kandungan impurities yang ingin dikurangi.
- Pengurangan kadar Fe, dilakukan dengan cara mengubah temperatur
ketel menjadi 300 - 400C sehingga akan terbentuk endapan FeSn di
dasar ketel. Selain itu ditambahkan serbuk gergaji yang akan berfungsi
sebagai buffer interface untuk memisahkan endapan FeSn dengan Sn
cair.

b) Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan bantuan
agar parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh kualitas
produk yang stabil. Proses pemurnian ini bertujuan mengurangi kadar
Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai pengotor /impurities nya.
Adapun prinsipnya adalah berhubungan dengan temperature eutectic Pb-
Sn, pada saat eutectic temperature lead pada solid solution berkisar 2,6%
dan aakan menurun bersamaan dengan kenaikan temperatur, dimana Sn
akan meningkat kadarnya. Prinsip utamanya adalah dengan
mempertahankan temperatur yang mendekati titik solidifikasi timah.

c) Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang lebih
tinggi lagi dari pyrorefining yakni 99,99% (produk PT. Timah:Four Nine).
Proses ini melakukan prinsip elektrolisis atau dikenal elektrorefining.
Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit yang menyediakan
logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi dengan dua komponen

60
utama yaitu dua buah elektroda–anoda dan katoda yang tercelup ke dalam
bak elektrolisis.Proses elektrorefining yang dilakukan PT. Timah
menggunakan bangka four nine (timah berkadar 99,99% ) yang disebut
pula starter sheet sebagai katodanya, berbentuk plat tipis sedangkan
anodanya adalah ingot timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan
elektrolitnya H2SO4. proses pengendapan timah ke katoda terjadi karena
adanya migrasi dari anoda menuju katoda yang disebabkan oleh adanya
arus listrik yang mengalir dengan voltase tertentu dan tidak terlalu besar

3.14 Pencetakan Ingot Timah


Pencetakan ingot timah dilakukan secara manual dan otomatis. Peralatan
pencetakan secara manual adalah melting kettle dengan kapasitas 50 ton, pompa
cetak and cetakan logam. Proses ini memakan waktu 4 jam /50 ton, dimana
temperatur timah cair adalah 270oC. Sedangkan proses pencetakan otomatis
menggunakan casting machine, pompa cetak, dan melting kettle berkapasitas 50
ton dengan proses yang memakan waktu hingga 1 jam/60 ton.

Gambar 3.15 Pencetakan Ingot Timah

61
62

Вам также может понравиться