Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DASAR TEORI
21
Tabel 3.2 Sifat kimia Timah
Sifat Kimia
Elektronegatifitas 1.96 (skala paili)
Struktur Kristal Tetragonal
Konduktifitas termal 66.8 W/mK
(sumber: http/kanwar03oke.blogspot.co.id/2013)
Kasiterit (Sn02) merupakan mineral utama yang mengandung timah.
Mieral ini selalu diikuti beberapa mineral berharga dan mineral gangue. Endapan
biji timah pada kasiterit berasal dari magma granitic, yaitu magma yang berasal
dari larutan yang bersifat asam membentuk batuan granit, sehingga terdapatnya
endapan bijih timah berhubungan erat dengan batuan granit (noer,1998). Sifat dan
mineral-mineral yang terdapat pada bjih timah yaitu:
1. Mineral utama
Mineral utama yang diproses dipusat Badan Pengolahan mineral (BPM) PT
Timah Tbk adalah kasiterit (Sn02). Mineral ini memiliki warna yang beragam
yakni kecoklatan, kehitaan dan kemerahan. Mineral ini juga memiliki
kandungan Sn sekitar 78,8% dengan berat jenis 6,8-7,1.
2. Mineral Ikutan Berharga
Mineral ikutan berharga yang umumnya terbawa oleh mineral cassiterite yang
diproses di Bidang Pengolahan mineral (BPM) yaitu :
a. Monasit
Merupakan mineral pospat berwarna cenderung kuning agak ciklat yang
mengandung logam tanah jarang. Dipisahkan dalam Magnetic Saparation.
Mineral ini bersifat radioaktif sehingga harus disimpan yang terisolasi.
b. Tourmalin
Mineral Tormalin memiliki warna hijau kehitaman atau hitam arang dengan
bentuk yang tidak teratur dan permukaan menyerat seperti asbes dengan
pecahan seperti kaca memiliki berat jenis 3,6-4,0 bersifat non komduktor dan
non magnetik.
c. Zirkon
Merupakan mineral berwrna orange yang dapat diekstraksi untuk diambil
zirkonnya dan banyak digunakan di industry keramik. Bersifat non magnetic
sehingga saat proses magnetic saparation (ms) akan ikut masuk kedalam
kosentrat namun karena memiliki sifat non konduktor sehingga dapat
dipisahkan dengan High Tension Saparation (HTS).
22
c. Hematit
Mineral hematit memiliki warna yang beagam mulai dari kecoklatan
kemerahan dan kehitaman berbentuk lonjong dan memiliki berat jenis 4,9-5,3
bersifat konduktor dan magnetic.
d. Pirit
Memiliki warna beragam seperti kuning dengan kilap keemasan, kehijauan,
atau nerwarna abu-abu keputiha . Mineral ini memiliki bentuk yang tidak
teratur dengan permukaan yang tidak rata dengan berat jeni 5,0 serta
mengandung 46,7% Fe bersifat konduktor dan non magnetic.
e. Xenotime
Merupakan senyawa fospot berwarna kuning keabuan yang mengandung
logam tanah jarang ittrium, dapat dilakukkan proses ekstraksi untuk
mengambil yttrium yang banyak digunakan sebag paduan untuk baja karena
mampu meningkatkan sifat mekanis (kekuatan,kekerasaan dan ketahanan
terhadap suhu tinggi). Dipisahkan dari kasiterit dengan Megnetic Saparator
(MS) karena bersifat magnet.
Pada kondisi hindered settling besarnya gaya pulsion (Fpulsion) akan diteruskan sama
besar untuk setiap partikel. Partikel dengan gaya pengendapan lebih besar dari gaya pulsion
(∑F > FPulsion), akan tetap tenggelam. Sedangkan partikel dengan gaya pengendapan yang
lebih kecil dari gaya pulsion (∑F < FPulsion), akan terangkat menuju permukaan fluida. Hal ini
akan menimbulkan perbedaan kecepatan pengendapan partikel. Kondisi ini seperti
digambarkan pada (gambar 3.5).
Gambar 3.5 Hindered Settling (Nesbitt, 2001)
mineral awal yang jatuh menuju medium pemisah (fluida) nilai terminal velocity dari
mineral akan menentukan posisi dari mineral pada proses pemisahan. Pada (Gambar 3.6) (a)
posisi mineral berat dengan mineral ringan tidak jauh berbeda, sehingga pemisahan pada
sistem ragging akan sulit untuk dilakukan. Sementara pada (Gambar 3.6) (b) kondisi mineral
ringan dengan mineral berat telah memiliki perbedaan posisi yang sangat mencolok, sehingga
pemisahan dari mineral pada sistem ragging akan sangat mudah untuk dilakukan.
Gambar 3.6 Proses Klasifikasi pada (a) Free Settling, (b) Hindered Settling (Nesbitt, 2001)
3. Consolidation trickling
Consolidation trickling (Gambar 3.7) pada akhir jatuh merupakan suatu keadaaan
pada saat suction dari bed. Bed akan merapat sehingga mineral yang mempunyai ukuran
butir yang kecil dengan berat jenis besar akan mempunyai kesempatan untuk menerobos
celah-celah dari bed. Sedangkan mineral besar dengan berat jenis kecil tidak sanggup
berpindah karena pengaruh perbedaan kecepatan pengendapan mineral dengan bed. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut.
29
membangun Kapal Isap Produksi (KIP) dengan kemampuan gali
mencapai 45 meter di bawah permukaan laut sehingga dapat
menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk, dan pengembangan Bucket
Wheel Dredges yang nantinya akan menggantikan kapal keruk jenis
Bucket Line yang mempunyai kemampuan gali sekitar 70 meter kubik di
bawah permukaan laut. Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk
diproses di instalasi pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30%
Sn dan diangkut dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat
Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan
lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai
persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn.
(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Kapal Isap Produksi, (b) Kapal Keruk (Bucket Wheel Dredge)
30
Untuk meningkatkan kapasitas produksi di laut, PT. Timah (Persero)
Tbk.
31
Tabel 3.1 Sifat-sifat Fisik Beberapa Mineral pada Bijih Timah
Mineral Kimia
Warna Kilap BJ Kekerasan Magnet Listrik
Coklat,
merah,
1 Cassiterite SnO2 Lemak 6.9–7.1 6-7 NM C
kuning,
hitam
Putih,
2 Quarzt SiO2 kuning Kaca 2.6-2.7 7 NM NC
Kuning,
tembaga,
3 Pyrite FeS2 Logam 4.8–4.9 6.0 – 6.5 NM C
coklat
kehitaman
Coklat
kemerahan,
5 Rutile TiO2 merah Logam 4.1-4.3 6 – 6.5 NM C
ungu,
hitam
Kelabu
baja, merah
6 Hematite Fe2O3 Logam 4.9 - 5.1 5.5 - 6.5 M C
tua
kehitaman
32
7 Magnetite Fe3O4 Hitam Besi Logam 5.1-5.2 5.5-6.5 M C
Coklat,
Coklat
(CeLaY
Th) Cokelat
9 Monazite kekuningan Lemak 4.9-5.3 5.0-5.5 M NC
PO4
Kekuningan,
10 Xenotime YPO4 Kaca 4.5-4.6 4.0-5.0 M NC
kemerahan
Kuning
11 Zircon ZrSiO4 pucat, hijau Kaca 4.6-4.7 7.5 NM NC
Na(Mg),
Fe,
Hitam,
A16(BO hitam
12 Tourmalin 3) Kaca 3.0-3.2 7.0-7.5 M NC
coklat, biru
hitam
(Si6)18(
OH)14
Al2SiO
Kuning
4 anggur,
13 Topaz Kaca 3.4-3.6 8 NM NC
(OH2F) Jingga, putih
2
a. Diamagnetic
Benda-benda yang tergolong jenis ini sukar untuk ditarik oleh
magnet dan bila terletak di dalam medan magnet cenderung
dihindari oleh garis-garis gaya magnet.
b. Paramagnetic
Benda-benda yang tergolong pada jenis ini tidak begitu kuat dapat
ditarik oleh magnet dan bila terletak di dalam medan magnet, fluks
yang mengalir didalamnya sama dengan fluks magnet yang
mengalir di dalam udara biasa. Benda paramagnetic dapat
dipisahkan pada magnetic separator dengan intensitasnyang tinggi.
Contoh mineral paramagnetic adalah ilmenite (FeTiO3), monazite
(fosfat tanah jarang), dan siderite (FeCO3).
c. Ferromagnetic
Benda feromagnetic adalah kategori khusus dari benda
paramagnetic yang memiliki suseptibilitas yang sangat tinggi
terhadap gaya magnet dan memiliki kecenderungan menahan sifat
kemagnetan setelah dijauhkan dari medan magnet.
34
positif, sedangkan mineral diamagnetic memiliki nilai suseptibiltas magnet nol
dan negatif. Tabel 3.2 memperlihatkan nilai suseptibiltas magnet beberapa
mineral, dimana nilai suseptibilitas magnet mineral yang sama kemungkinan
berbeda jika berbeda batuan induk (source rock) maupun ukuran butir
(Drzymala, 2007).
Paramagnetic
35
3.9 Proses Pengolahan Timah
Timah diolah dari bijih timah yang didapatkan dari batuan atau mineral
timah ( kasiterit SnO2 ). Proses produksi logam timah dari bijinya melibatkan
serangkaian proses yang terbilang rumit yakni pengolahan mineral ( peningkatan
kadar timah/proses fisik dan disebut juga upgrading ), persiapan material yang
akan dilebur, proses peleburan, proses refining dan proses pencetakan logam
timah. Pemakaian timah biasanya dalam bentuk paduan timah yang dikenal
dengan nama timah putih yakni campuran 80% timah, 11 % antimony dan 9%
tembaga serta terkadang ditambah timbal. Timah putih ini terutama dipakai untuk
peralatan logam pelindung dan pipa dalam industri kimia, industri bahan makanan
dan untuk menyimpan bahan makanan.
36
selajutnya material oversize langsung terbuang melalui tailing dan untuk material
undersize langsung turun melalui kompartment dengan panjang 640 cm, lebar 50
cm dan kedalamnya 50 cm. Didalam bak distribusi tersebut dilapisi karet sehingga
air akan mengalir dengan baik. Diatas Jig diletakkan kuku macan yang berguna
untuk memecah aliran air yang turun melalui compartment.
37
Gambar 3.3 Pengeringan Bijih Timah Menggunakan Rotary Dryer
39
3.10 Proses Peleburan Bijih Timah
3.10.1 Pra Olahan
1) Aglomerasi
Suatu proses penggumpalan dari partikel yang kecil menjadi partikel yang
lebih besar. Biasa dilakuakn pada bijih, konsentrat dan partikel partikel yang
mengalami roasting. Aglomerasi diperlukana bila diumpankan butiran yang
terlalu halus dapat terjadi penyumbatan aliran aliran gas terganggu.
Jenis Aglomerasi :
1. Pembriketan (Briqueting) Kondisi
Dingin
2. Peletisasi (Pelletizing)
3. Sintering Kondisi
panas
4. Modulasi
1. Pembriketan
Pembriketan dilakukan dengan percetakan tekan, menggunakan bahan
perekat (kapur, semen, lempung dan minyak residu). Hasil dari roasting
yang mempunyai partikel yang sangat halus dengan ditambahkan
reduktor karbon dibentuk suatu briket.
2. Peletisasi
Dilakukan terhadap bijih yang berbutir sangat halus sehingga sulit
disinter, produknya berupa bola-bola kecil. Tahapan proses pelletisasi
pembentukna berukuran 1-3cm dengan penambahan perekat dan air yang
dilakukan pada temperatur (!0% berat air dari 1% flux) dan juga
pembakran pada temperatur 1200-1300oC. jenis fluks yang dipakai
adalah bentonite, zat zat organis dan garam garam logam.
3. Sintering
Sinterisasi merupakan aglomerasi yang paling luas penerapannya
khususnya pada proses penyiapan bijih besi untuk peleburan didalam
tanur tiup. Feeding terdiri atas : konsentrat yang halus, 15% kokas
sebagai bahan bakar dan 10% air supaya bersifat poros. Dalam proses ini
bijih besi dicampur dengan kokas dan air lalu dilakukan pemanasan
dalam suatu mesin. Aglomerasi terjadi karena pelelehan sebagian
40
senyawa silikat yang terdapat dalam bijih atau karena terjadinya
pertumbuhan kristal dan rekristalisasi. Untuk bijih sulfide sinterisasi
biasanya dilakukan dengan proses pemanggangan
4. Modulasi
Proses ini dikerjakan seperti pada pembuatan klinker semen dengan cara
pemanasan didalam tanur putar, sehingga gumpalan-gumpalan material
yang terikat kuat.
2) Kalsinasi
Temperatur kaslinasi harus lebih tinggi dari drying dan membutuhkan
panas untuk menguraikan air hidrat
Tujuan kalsinasi :
1. Penguraian karbonat
2. Penguraian hydrant (air kristal)
MOH2O MO + H2O
1. Reaksi Endoterm
2. Suhu didalam reaksi > suhu diluar
3. Tekanan didalam > tekanan luar
3) Roasting
Pemanggangan secara oksidasi terjadi peleburan
Pemanggangan sulfida tidak sampai terjadi
peleburan
4) Drying
Tujuan dari drying :
1. Mengeluarkan H2O
2. Merubah dari fase padat ke fase cair tetapi tidak terjadi peleburan
41
3.10.2 Persiapan Peleburan
Peleburan adalah pekerjaan metalurgi yang terjadi pada fase suhu tinggi
dan terbentuk fase padatdan cair yang terdiri atas :
A. Pyrometalurgy
Proses pyrometalurgi merupakan pengambilan logam dari bijihnya dengan
menggunakan temperatur tinggi dimana terjadi reaksi kimia antara
42
a. Berlangsungnya reaksi kimia yang menghasilkan logam dari senyawa
senyawannya
b. Terbentuknya dua atau lebih fase yangmenungkinkan terpisahnya senyawa
logam yang dihasilkan dari senyawa senyawa yang tidak dikehendaki.
43
c) High Impurities Consentrate (konsentrat yang kadar pengotornya tinggi)
yaitu bijih timah di luar kategori satu dan dua diatas. Biasanya bijih jenis
ini digunakan untuk melebur dross dan hardhead dengan kandungan Pb
tinggi dalam bijih timah.
Sn 72,0
Fe 1,5
Pb 0,02
As 0,012
Cu 0,005
S 0,55
Ash 8 % (max)
44
Volatile Matter 5 % (max)
Sulfur 1 % (max)
Batu kapur dalam proses peleburan timah berfungsi sebagai flux atau
bahan pengikat kotoran harus mengandung CaO yang tinggi dengan kandungan
unsur lainnya rendah. Kandungan unsur dalam batu kapur :
CaO 53 % (min)
S 0,5 % (max)
P 0,5 % (max)
2) Penimbangan Komposisi
Material peleburan yang ada di gudang produksi ditempatkan dalam bunker
penimbangan selanjutnya akan dimasukkan dalam tanur peleburan. Penimbangan
material dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Penimbangan komposisi untuk peleburan bijih timah
bahan baku utama untuk peleburan tahap I adalah bijih timah ditambah
dengan bahan sirkulasi. Material peleburan ditimbang berdasarkan
komposisi yang ditentukan sehingga proses berjalan baik. Bahan sirkulasi
45
peleburan dross, hardhead, debu mengandung unsur yang berbeda dengan
bijih timah maka komposisi peleburan disesuaikan dengan jumlah material
lainnya.
b. Penimbangan komposisi untuk peleburan slag I
bahan baku dalam peleburan slag I terdiri dari slag I, antrasit sebagai
reduktor dan batu kapur sebagai flux.
c. Cara penimbangan
penimbangan komposisi dilakukan dengan timbangan Electrycally Drive
Batch Scale yang bergerak di rel dengan kapasitas 10 ton. Alat ini
dilengkapi dengan dua buah container untuk menampung curahan material
dari bunker, bahan baku yang telah ditimbang kemudian dimasukkan
dalam hopper tanur pantul tetap dengan crane.
1. Pada peleburan bijih diharapkan besi dalam logam yang terbentuk tidak
terlalu besar sehingga temperatur operasi relatif rendah dan penggunaan
bahan reduktor dipakai relatif sedikit.
2. Pada peleburan slag I yang mengandung Sn 20-35% diharapkan mampu
menghasilkan hardhead dan slag II dengan kadar Sn dibawah 1%
46
3. Untuk mendapatkan recovary peleburan yang setinggi tingginya karena
peleburan timah ini memerlukan biaya yang besar,sehingga setiap langkah
kerja harus efektif.
Bijih timah dan bahan sirkulasi seperti debu, dross, hardhead serta antrasit,
batu kapur dalam bunker komposisi ditimbang dengan Electrically Drive Batch
Scale yang bergerak diatas rel, alat ini dilengkapi dengan buah kontainer untuk
menampung material dari bunker.
Pada temperatur diatas 700oC gas CO akan lebih stabil daripada gas CO 2
sehingga pada temperatur operasi akan diperoleh gas CO. Selain faktor, faktor
isapan yang berperan dalam pembentukan CO. Dengan isapan tekanan dalam
tanur menjadi kecildan jumlah oksigen didalam tanur sangat terbatas,sehingga gas
CO2 akan bereaksi dengan antrasit membentuk CO yang akan mereduksi oksida
oksida dalam tanur.
47
Empat jam setelah charge dilakukan tapping yaitu pengeluaran material
hasil peleburan untuk mengeluarkan timah cair. Temperatur pada saat tapping
dipertaankan sekitar 1200oC, setelah itu tiap jam dilakukan rabbling yaitu
pengadukan material dalam tanur merata. Setelah material mencair semua
dilakukan tapping C atau tapping akhir terakhir untuk mengeluarkan timah cair
dan slag nya yang ditampung dalam fore heart. Fore Heart ini dibagi dua bagian
yang dipisahkan oleh weir sekat pemisah, dimana pada bagian bawahnya ada
saluran yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Pemisahan di
foreheart didasarkan pada perbedaan berat jenis antara timah cair dengan slag
seperti pada gambar.
48
Gambar 3.6 Proses Charge pada Tanur
1) Peleburan Slag
Bahan baku yang dilebur pada peleburan tahap kedua adalah slag I, batu
kapur dan antrasit. sama halnya dengan peleburan pertama antrasit yang
digunakan untuk peleburan sebagai bahan konduktor dan batu kapur sebagai flux
untuk mengikat oksida pengotor.
Dalam peleburan bijih maupun dalam peleburan slag, SnO yang terbentuk
tidak seluruhnya tereduksi menjadi logam timah. Tetapi sebagian akan masuk ke
dalam slag cair dan sebagian lagi dalam bentuk debu timah bersama dengan gas
lain dari tanur. Temperatur tanur mula mula 1100oCdan terus dinaikkan hingga
mencapai temperatur operasi antara 1400-1500oC kenaikkan temperatur kurang
49
dari 45oC/jam. Udara yang dipakai untuk membakaran slag I kurang 6000m3/jam
atau sesuai dengan temepratur yang diperlukan. Tekanan bahan bakar 7 kg/m 2dan
tekanan dalam tanur berkisar -0,01 in H2O sampai dengan -0,02 in H2O.
50
banyak impuritisnya dapat diproses pada instalasi pemurnian yang sama tanpa
menimbulkan kesulitan yang berarti. Pengaturan letak ketel pemurnian seperti
pada gambar.
51
a) Pencampuran Serbuk gergaji b) Pengadukan setelah dimasukkan
serbuk gergaji
3.10.6 Pemurnian Fe
Cara untuk menghilangkan besi didasarkan pada sifat besi yang
membentuk persenyawaan dengan timah pada temperaut tinggi. Bila bijih yang
dilebur mengandung besi, maka timah kasar yang dihasilkan akan mengandung
besi pula karena timah dan besi mempunyai sifat kimia yang hampir sama.
Persenyawaan yang terbentuk ada dua macam yaitu : FeSn dengan 32% Fe dan
FeSn2 dengan 19% Fe.
Selanjutnya dari ketel stirring timah cair dipindahkan ke Falme Oven agar
pemurnian lebih sempurna. Timah cair yang sudah mmenuhi persyaratan terhadap
unsur unsur pengotornya, dipindahkan ke ketel cetak yang langsung dicetak
menjadi logam timah. Pada temperatur 800oC akan terjadi pengendapan FeSn dan
bila pendinginan dilanjutkan maka pengendapan FeSn yang halus semakin
banyak, sementara timah akan bertambah murni. Pada suhu 400 oC akan terbentuk
persenyawaan baru, kristal FeSn akan bereaksi dengan cairan timah
disekelilingnya membentuk FeSn2.
52
Gambar 3.9 Proses Pemurnian Fe Menggunakan Flame Oven
3.10.7 Pemurnian Cu
Untuk mengurangi kadar Cu dalam timah cair ditambahakan sulfur (S)
selain dengan Cu sulfur juga bereaksi dengan Fe.
Partikel Cu2Sdan FeS akan terngkat ke permukaan cairan logam karena
berat jenisnya rendah dan dipisahkan dari cairan logam timah. Penambahan sulfur
tergatung dari banyaknya pengotor dalam timah cair.
3.10.8 Pemurnian As
Untuk mengurangi kadar As dalam timah kasar perlu ditambahkan dengan
aluminium sehingga terjadi reaksi pembentukan AlAs dengan titik lebur 1700oC.
Antimon akan membentuk AlSb dengan titik lebur 1050-1080 o. Kedua kristal
tersebut mudah sekali mengapung karena berat jenisnya lebih kecil dibanding
logam timah.Untuk mempercepat reaksi dilakukan pengadukan dan menaikkan
temperatur hingga 400oC diketel rafinasi. komposisi AlAs dalam dross
dipermukaan logam cair sulit untuk dipisahkan sehingga perlu dilakukan polling
dengan menghembuskan udara ke dalam logam cair kurang lebih 5 jam. Dengan
adanya polling maka Al yang masih tertinggal teroksidasi menjadi Al2O3.
53
3.10.9 Pemurnian Pb
Untuk pemurnian Pb dengan memanfaatkan diagram dua fase PbSn. Pada
temperatur eutetic, dengan perbandingan PbSn lebih kurang 40-60%, maka PbSn
pada kondisi cair, sedangkan Sn dalam bentuk solid. Cara kerja Crystallizer
berdasarkan titik lebur Pb 185oC dan Sn 232oC. Paduan logam PbSn dipanaskan
melalui blade pada temperatur diantara titik lebur kedua logam tersebut
2. Flame Oven
Wet dross dan kurasan Forehearth dimasukkan ke dalam flame oven,
setelah atap flame oven dibuka suhu operasi dipertahankan dengan menggunakan
burner yang menyemprotkan bahan bakar dan udara sekaligus sehingga terjadi
pembakaran dan menghasilkan kalor. Operasi flame oven hanya untuk
memisahkan timah dengan dross pada temperatur operasi dibuat sedemikian rupa
sehingga yang mencair hanya logam timahnya saja. Setelah timah mencair, lubang
tapping dibuka agar timah cair keluar, sementara slagnya tetap tertinggal di dalam
oven.
55
Gambar 3.12 Proses Operasi Flame Oven
3. Cooler
Cooler digunakan untuk menurunkan temperatur debu yang akan masuk
ke dalam filter. Gas-gas hasil reaksi yang mengandung debu itu dilewatkan pada
silinder-silinder tegak yang berjumlah 160 buah. Di bagian bawah dari cooler
disediakan kantung-kantung penampung (cyclone) guna mengurangi keasaman
gas. Setting Chamber berfungsi untuk mengurangi debu dari main flue.
Aliran udara disebabkan oleh isapan axial fan. Adanya gaya grafitasi dan
dibantu oleh sekat-sekat paku pada dinding pipa pendingin, maka debu yang
relatif berat akan mengendap. Penurunan temperatur terjadi karena adanya radiasi
panas dari flue gas ke udara bebas. Panjangnya lintasan yang dilalui menyebabkan
banyaknya panas yang terbuang. Debu-debu yang tertampung secara periodik
dibuang dengan membuka katup.
56
Gambar 3.13 Cooler Untuk Mengatur Menurunkan Temperatur Debu
4. Filter
Filter digunakan untuk memisahkan debu dengan gas-gas hasil reaksi
dalam tanur. Debu ini memiliki kadar Sn yang cukup tinggi, sehingga perlu
dilebur kembali. Pemakaian filter ini selain dapat mengurangi Sn yang terbuang
juga dapat mengurangi kadar polusi gas buang terhadap lingkungan sekitar.
Pendistribusian gas-gas ke kamar-kamar diatur oleh katup pengatur aliran.
Kamar yang diisi gas buang akan membuka katup pengatur aliran gas buang
secara otomatis, dan katup pengatur udara bebas ditutup. Gas tersebut selanjutnya
didistribusikan ke dalam 176 filter bag dalam tiap kamar filter. Pengaliran ini
dilakukan oleh fan penghisap melalui sebuah lubang atau pintu pada tiap kamar.
Pada waktu pengeluaran, katup pengatur aliran gas buang dan lubang isapan
ditutup. Dengan suatu sentakan, debu akan terlepas dari saringan wool dan dengan
dibantu oleh udara bebas, yang masuk melalui katup pengatur udara bebas, maka
debu akan jatuh ke bawah.
57
Gambar 3.14 Filter untuk Memisahkan Debu dengan Gas Hasil Reaksi
Dalam Tanur
5. Dust Collecting System
Flue gas hasil peleburan biasanya terdiri dari gas Oksigen (O2), Nitrogen
(N2), Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), gas sulfur, uap timah dan
debu timah yang semuanya dialirkan melalui regenerator, sehingga panas dari
flue gas akan diserap oleh regenerator hingga temperatur regenerator mencapai
6000 C. Panas yang dibawa oleh flue gas, kemudian dilewatkan pada main flue dan
dua buah setlling chamber, selanjutnya flue gas melewati cooler system yang
berfungsi menurunkan temperatur flue gas tersebut sebelum masuk filter system
sehingga temperatur lebih kurang 1100 C.
Fungsi filter system untuk mendapatkan debu timah, di mana debu timah
bersama dengan gas lain meninggalkan tanur sebelum ke system filter,
didinginkan dulu lewat pendingin udara (cooler system). Debu timah dan gas
tersebut masuk ke kantung-kantung filter. Sedangkan gas-gas lain yang ikut
sebagai flue gas keluar lewat pori-pori (dinding) kantung filter melalui cerobong.
Dengan ketukan mekanis debu akan turun, lalu ditampung di screw conveyor yang
dilanjutkan ke belt conveyor kemudian masuk ke bunker debu. Dari bunker debu
ini dilakukan palletizing dengan suatu alat yang disebut pelletizer, untuk
58
menghasilkan debu timah yang berbentuk pellet. Debu timah yang dihasilkan
dipakai dalam peleburan tingkat I sebagai bahan sirkulasi.
Selain dalam bentuk SnO, hasil reaksi di dalam tanur dapat menghasilkan
uap sulfide (SnS), yang terbentuk karena adanya penurunan temperatur. Setelah
meninggalkan tanur maka uap SnS ini akan mengendap sebagai debu bersama-
sama dengan debu SnO.
Proses peleburan dan pemurnian bijih timah dilakukan dengan berulang-
ulang dengan tujuan mendapatkan logam timah cair sebanyak-banyaknya dengan
kadar setinggi mungkin.
59
di permukaan timah cair, karena ditiupkan udara ke dalam timah cair
(proses polling).
- Pengurangan kadar Cu dan Ni, dilakukan dengan menambahkan sulfur
ke dalam timah cair sehingga akan terbentuk endapan CuS dan NiS.
Analisa akhir juga tetap dilakukan untuk pengecekan, jika ternyata
terdapat kandungan impurities yang melebihi atau di ambang batas
standar yang ditetapkan maka dilakukan refining ulang sesuai dengan
kandungan impurities yang ingin dikurangi.
- Pengurangan kadar Fe, dilakukan dengan cara mengubah temperatur
ketel menjadi 300 - 400C sehingga akan terbentuk endapan FeSn di
dasar ketel. Selain itu ditambahkan serbuk gergaji yang akan berfungsi
sebagai buffer interface untuk memisahkan endapan FeSn dengan Sn
cair.
b) Eutectic Refining
Yaitu proses pemurnian dengan menggunakan crystallizer dengan bantuan
agar parameter proses tetap konstan sehingga dapat diperoleh kualitas
produk yang stabil. Proses pemurnian ini bertujuan mengurangi kadar
Lead atau Pb yang terdapat pada timah sebagai pengotor /impurities nya.
Adapun prinsipnya adalah berhubungan dengan temperature eutectic Pb-
Sn, pada saat eutectic temperature lead pada solid solution berkisar 2,6%
dan aakan menurun bersamaan dengan kenaikan temperatur, dimana Sn
akan meningkat kadarnya. Prinsip utamanya adalah dengan
mempertahankan temperatur yang mendekati titik solidifikasi timah.
c) Electrolitic Refining
Yaitu proses pemurnian logam timah sehingga dihasilkan kadar yang lebih
tinggi lagi dari pyrorefining yakni 99,99% (produk PT. Timah:Four Nine).
Proses ini melakukan prinsip elektrolisis atau dikenal elektrorefining.
Proses elektrorefining menggunakan larutan elektrolit yang menyediakan
logam dengan kadar kemurnian yang sangat tinggi dengan dua komponen
60
utama yaitu dua buah elektroda–anoda dan katoda yang tercelup ke dalam
bak elektrolisis.Proses elektrorefining yang dilakukan PT. Timah
menggunakan bangka four nine (timah berkadar 99,99% ) yang disebut
pula starter sheet sebagai katodanya, berbentuk plat tipis sedangkan
anodanya adalah ingot timah yang beratnya berkisar 130 kg dan larutan
elektrolitnya H2SO4. proses pengendapan timah ke katoda terjadi karena
adanya migrasi dari anoda menuju katoda yang disebabkan oleh adanya
arus listrik yang mengalir dengan voltase tertentu dan tidak terlalu besar
61
62