Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan manusia, yang mana


harta merupakan unsur dharuri yang memang tidak bisa ditinggalkan dengan
begitu saja. Dengan harta manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik
kebutuhan sekunder ataupun primer dalam hidupnya. Dalam rantai untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup, terjadilah suatu hubungan yang horizontal antar
manusia yakni Muamalah, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang
sempurna, dan saling membutuhkan, karena menusia juga memiliki hasrat untuk
mencukupi kebutuhan, yang tidak ada habisnya, kecuali dengan tumbuhnya rasa
syukur dan ikhlas yang luar biasa kepada Tuhan, secara pasti hal ini pula perlu
mengenalkan adanya Tuhan yang memberi nikmat dan rizki kepada manusia
sehingga dapat merasakan kebahagiaan dalam dirinya.

Manusia merupakan makhluk social yang tidak dapat memenuhi


kebutuhannya sendiri, dengan dibutuhkannya orang lain untuk mencukupinya
maka dalam dunia bisnis Islam biasa dikenal dengan kegiatanMuamalah, salah
satunya yakni yang membahas tentang harta dalam konteksnya harta hadir sebagai
obyek transaksi , sehingga harta pun dapat dijadikan sebagai obyek transaksi jual
beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam (ariyah),dan sebagainya. Jika diihat pula
dalam katakteristik dasarnya harta juga dijadikan sebagai obyek kepemilikan,
kecuali terdapat factor yang menghalanginya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ariyah?
2. Apa Landasan Hukum Ariyah?
3. Apa Saja Rukun dan Syarat Ariyah?
4. Bagaimana Hukum Ketetapan Ariyah?
5. Ihwal Ariyah, Tanggungan atau Amanat?
6. Apa Saja Yang Bisa Menggugurkan Ariyah dan Apa Saja Hikmahnya?

1|FIQIH MUAMALAH
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Ariyah

ِ ‫ ) ْال َع‬diambil
Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab (ُ‫اريَة‬
dari kata (‫ )عار‬yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah
berasal dari kata (‫ )التعاور‬yang artinya sama dengan (‫ )التناولُاوُالتناوب‬artinya saling
tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-meminjam. Sedangkan menurut istilah
dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang
halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak zatnya
agar zatnyatetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan dalam definisi
oleh para Ulama’ sebagai berikut :

a. Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah

“pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”

b. Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah

“pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

Perbedaan pengertian tersebut menimbulkan adanya perbedaan dalam


akibat hukum selanjutnya,pendapat pertama memberikan makna kepemilikan
kepada peminjam,sehingga membolehkan untuk meminjamkan lagi terhadap
orang lain atau pihak ketiga tanpa melalui pemilik benda,sedangkan pengertian
yang kedua menunjukkan arti kebolehan dalam mengambil manfaat saja,sehingga
peminjam dilarang meminjamkan terhadap orang lain.

Akad dalam ariyah berbeda dengan hibah, karena dalam Ariyah hanya
untuk diambil manfaatnya tanpa mengambil zatnya. Tetapi dalam Hibah dapat
diambil keduanya, baik dari zat dan juga manfaatnya.

Dalam undang-undang Perdata dikatakan hak kebendaan


(zekelijkrect)adalah hak mutlak atas suatu benda tersebut, yang mana hak tersebut
memberikan kekuasaan langsung pada pemiliknya.

2|FIQIH MUAMALAH
Dalam ketentuan kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754
dijumpai ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : “ pinjam-meminjam adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang
lain suatu jumlah tertentu barang-barang menghabis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang
sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

B. Landasan Hukum Syara’

Dalam kegiatan Pinjam-meminjam atau ariyah dianjurkan atau boleh


(mandub). Dalam praktik Ariyah pun mendapatkan pengakuan dari syariah.

a) Al Qur’an

Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-
menolong serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Pada surat al-
maidah ayat kedua allah berfirman :

Yang Artinya :

“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Dalam surat al-Nisa’ ayat 58 Allah berfirman :

Yang Artinya:

“sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menunaikan amanah kepada


yang berhak menerimannya.”

Bila Seseorang tidak mengembalikan waktu peminjamannya atau


menunda waktu pengembaliannya, berarti ia berbuat khianat. Serta berbuat
maksiat kepada pihak yang sudah menolongnya. Perbuatan seperti ini jelas bukan
merupakan suatu tindakan terpuji, sebab selain ia tidak berterima kasih kepada
orang yang menolongnya, pihak peminjam itu sudah menzalimi pihak yang sudah
membantunya. Ini berarti bahwa ia telah melanggar amanah dan melakukan suatu
yang dilarang agama.

3|FIQIH MUAMALAH
Sebab perbuatan yang seperti itu, bertentangan dengan ajaran Allah yang
mewajibkan seseorang yang menunaikan amanah seta dilarang berbuat khianat.

b) Al-Hadits

Keterangan hadits Rasulullah SAW mengenai pinjam meminjam antara


lain :

َ ‫َينُُا َِّّلُُكَانَُُ َك‬


ُ‫صدَقَ ِت َها َم َّرة‬ ِ ‫امنمس ِلمُُي ْق ِرضُُمس ِلماُقَرضاُ َم َّرت‬
ِ ‫ُقَا َلُُ َم‬:ُ‫َعنُاَ ِبيُ َمسعُودُُاَنَُُالنَّ ِبيُصُل‬

Artinya :

” dari sahabat ibnu mas’ud bahwa nabi Muhammad SAW bersabda: tidak ada
seorang muslim yang meminjami muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya
seperti shodaqoh.”

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

ُ‫قضي‬
ِ ‫َارم َوالدَّينُُ َم‬ َّ ‫ُُو‬
ِ ‫الز ِعيمُُغ‬ ِ َ‫اَ ْلع‬
َ ‫اريَةُُم َؤدَّاة‬

Artinya: “Pinjaman wajib dikembalikan, dan orang yang menjamin sesuatu harus
membayar dan hutang itu wajib dibayar.”

Dalam hadist Rasulullah:

“Dari Sofwan bin Ummayah berkata, sesungguhnya Nabi SAW. Telah meminjam
beberapa baju perang pada Sofwan pada waktu perang di Hunain. Sofwan
bertanya kepada Rasulullah, Sofwan bertanya, “paksaankah ya Muhammad?”,
jawab Rasulullah, “ bukan tapi pinjaman yang dijamin”. Kemudian baju itu
hilang sebagian , maka Rasulullah mengemukakan akan digantinya, Sofwan
berkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam”. (HR. Ahmad
dan An Nasai).

4|FIQIH MUAMALAH
C. Rukun Dan Syarat Ariyah
1. Rukun Ariyah

Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ariyah hanyalah ijab dari


yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun ariyah.
Menurut Syafi’iyah, dalam ariyah disyaratkan adanya lafadz shigot akad, yakni
ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu
transaksi sebab memanfaatkan milik barang bergantung pada adanya izin.

Secara umum, jumhur ulama’ fiqih menyatakan bahwa rukun ariyah ada
empat, yaitu : mu’ir (peminjam), musta’ir(yang meminjamkan), mu’ar(yang
dipinjamkan), sighot, yakni sesuatu yang menunjukan kebolehan untuk
mengambil manfaat, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

2. Syarat ariyah

Ulama Fuqoha mensyaratkan dalam akad ariyah sebagai berikut:

a. Mu’ir berakal sehat

Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak
dapat meminjamkan barang. Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh,
sedangkan ulama’ lainnya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan
adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan
anak kecil, bukan orang bodoh dan juga bangkrut.

b. Pemegang barang oleh peminjam

Ariyah adalah transaksi dalam berbuat kebaikan, yang dianggap sah


memegang barang adalah peminjam, digunakan sesuai manfaatnya, tetapi tidak
dimiliki zatnya, hukumnya pun dalam syara’ seperti halnya dalam hibah.

c. Barang (musta’ar) dapat dimanfaatlan tanpa merusak zatnya, jika


musta’ar tidak dapat dimanfaatkan akad tidak sah.

Para Ulama telah menetapkan ariyah diperbolehkan terhadap setiap barang


yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya, seperti meminjam

5|FIQIH MUAMALAH
sebidang lahan tanah, pakaian, hewan ternak. Dalam musta’ar tidak diperbolehkan
meminjamkan barang yang satu kali guna atau mudah habis zatnya, misalnya
makanan.

Diharamkan meminjam senjata dan kuda kepada musuh, juga diharamkan


meminjamkan Al Qur’an dan yang berkaitan dengan Al Qur’an kepada orang
kafir. Serta dilarang pula untuk meminjamkan alat berburu kepada orang yang
sedang ihram.

d. Shighat

Menyangkut lafal, hendaklah ada pernyataan tentang pinjam meminjam


tersebut. Namun demikan, sebagian ahli berpendapat bahwa perjanjian pinjam
meminjam tersebut sah walaupun tidak dengan lafal. Tetapi untuk kekuatan dan
kejelasan akad haruslah menggunakan lafal yang jelas dalm pinjam meminjam.

D. Ketetapan Hukum Akad Ariyah


1) Dasar Hukum Ariyah
Dari suatu kebiasaan, ariyah dapat diartikan dalam dua macam:
a) Secara Hakikat

Pinjam-meminjam atau Ariyah adalah suatu kegiatan muamalah yang


mengambil manfaat dari suatu barang tanpa memiliki zatnya. Menurut ulama’
Malikiyah dan Hanafiyah, hukumnya adalah bagi peminjam tanpa ada pengganti
apapun, atau peminjaman memiliki sesuatu yang semaksa dengan manfaat
menurut kebiasaan.

Sedangkan Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ariyah


adalah suatu kebolehan untuk mengambil manfaat dari benda. Dari penjelasan
kedua berbeda maksud dan tujuan dari keduanya. Utnuk pendapat yang pertama,
dalam ariyah boleh hukumnya memaksimalkan manfaat dari musta’ar (barang
yang dipinjam, dan juga dapat dipinjamkan kepada orang lain, akan tetapi untuk
pendapat yang kedua hanya dapat menggunakan manfaat dari musta’ar tanpa
dipinjamkan kepada orang lain.

6|FIQIH MUAMALAH
Dalam Dalam hadist Rasulullah:

“Dari Sofwan bin Ummayah berkata, sesungguhnya Nabi SAW. Telah meminjam
beberapa baju perang pada Sofwan pada waktu perang di Hunain. Sofwan
bertanya kepada Rasulullah, Sofwan bertanya, “paksaankah ya Muhammad?”,
jawab Rasulullah, “ bukan tapi pinjaman yang dijamin”. Kemudian baju itu
hilang sebagian , maka Rasulullah mengemukakan akan digantinya, Sofwan
berkata, “saya sekarang telah mendapat kepuasan dalam Islam”. (HR. Ahmad
dan An Nasai)

Yang arti penjelasan dari hadist ini adanya unsur kerelaan antara Mustair dan
Muir atas musta’ar, sehingga ada keridhaan jika barang yang di pinjam
mengalami suatu kecacatan.

Dari golongan pertama dan kedua sepakat bahwa peminjam tidak


memiliki hak kepemilikan sebagaimana dengan gadai barang. Menurut golongan
kedua, peminjam hanya berhak memanfaatkannya saja, dan tidak bisa untuk
memiliki bendanya. Adapun menurut golongan pertama gadai adalah akad yang
lazim atau resmi akan tetapi ariyah adalah akad tabarru’ ( tolong menolong).

b) Secara Majazi

Ariyah secara majazi adalah pinjam meminjam antara benda-benda yang


takaran, timbangan, hitungan dan lain-lain. Misalnya telur, uang, dan segala
sesuatu yang bisa dihitung. Dalam hal tersebut dalam pengembaliannnya harus
serupa dan senilai dengan benda yang dipinjam. Dengan demikian dapat disebut
dengan ariyah secara majazi , sebab tidak dapat dimanfaatkan tanpa merusak
zatnya.

c) Hak Menggunakan Barang Pinjaman (Musta’ar)

Jumhur Ulama’ selain Hanafiyah berpendapat, bahwa musta’ar dapat


mengambil manfaat barang sesuai dengan izin dari pemberi pinjaman
(muir). Adapun ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki

7|FIQIH MUAMALAH
oleh musta’ar bergantung pada jenis pinjaman, apakah muir meminjamkan secara
terikat atau secara mutlak.

1. Ariyah Mutlak

Yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya tidak dijelaskan


persyaratan apapun, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk peminjam saja
atau dibolehkan untuk orang lain, atau tidak dijelaskan penggunaannya.

2. Ariyah Muqayyad

Adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan
kemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya.
Hukumnya, mustair harus sebisa mungkin untuk menjaga batasan tersebut.batasan
tersebut melingkupi,

a. batasan penggunaan ariyah oleh diri peminjam


b. pembatasan waktu dan tempat
c. pembatasan ukuran berat dan jenis

E. Ihwal Ariyah, Tanggungan, dan Amanat

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa barang pinjaman iu merupakam


amanat bagi peminjam, baik dipakai maupun tidak. Dengan demikian, dia tidak
menaggung barang tersebut jika terjadi kerusakan, seperti itu juga dalam sewa
menyewa atau barang titipan, kecuali kerusakan tersebut akibat disengaja atau
kelalaian. Hal ini karena tanggunagn tidak dibebankan kepada mereka yang bukan
pelaku. Selain itu peminjapun dikategorikan sebagai orang yangmenjaga milik
orang.

Dalam kalangan Ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa peminjam harus


menanggung barang yang tidak ada adanya, yakni yang dapat disembunyikan,
seperti baju. Muir tidak perlu menanggung sesuatu yang tidak dapat
disembunyikan seperti hewan atau barang yang jelasdalam hal kerusakannya.

8|FIQIH MUAMALAH
Sedangkan dari para kalangan Syafi’iyah, peminjam menaggung harga
barang bila terjadi kerusakan dan bila ia menggunakannya tidak sesuai izin yang
diberikan pemilik walaipun tanpa disengaja. Yhadist tersebut sesuai hadist tentang
sofwan yang telah dibahas sebelumnya. Adapun barang tersebut digunakan sesuai
dengan izin pemilik, peminjam tidak menanggungnya ketika terjadi kerusakan.

Sedangkan ulama hanabilahberpendapat bahwa peminjam menanggung


kerusakan barang pinjamannya secara mutlak, baik sengaja maupun tidak.
Golongan ini mendasarkan pendapat mereka pada hadis dari Shafwan bin
umayyah.

Ulama hanabilah pun mendasarkan pendapat dengan Hadist Rasulullah SAW:

“Tangan (yang mengambil) adalah bertanggung jawab atas apa yang diambilnya
sehingga dipenuhi.” ( HR Ahmad )

Barang pinjaman adalah harta orang lain yang diambil manfaatnya. Ulama
hambaliyah menyatakan, jika barang-barang dipinjam adalah benda-benda wakaf,
seperti kitab-kitab ilmiah, dan suatu saat rusak, maka yang meminjamnya tidak
menanggung kerusakannya dikarenakan barang tersebut untuk maslahat.

Ariyah dapat dikatakan berubah dari Amanah ke tanggungan, yang menurut


ulama Hanafiyah, penyebab perubahan ariyah dari amanah ketanggungan karena
diantara keduannya ada beberapa persamaan, seperti penyebab perubahan tersebut
pada penitipan barang yaitu dengan sebab-sebab:

a. Menghilangkan barang
b. Tidak menjaganya ketika menggunakan barang
c. Menggunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan persyaratan
d. Menyalahi tata cara penjagaan yang seharusnya
e. Sedangkan untuk biaya pengembalian barang pinjaman itu ditanggung
oleh peminjam, sebab pengembaliannya barang merupakan kewajiban
peminjam yang telah mengambil manfaatnya.

9|FIQIH MUAMALAH
F. Gugurnya Ariyah

Gugurnya atau hilangnya akad ariyah ada beberapa hal, yakni:

a. Meninggal dunia di salah satu pihak, atau keduanya.

Jika salah satu dari mustair atau muir yang meninggal dunia maka
putus sudah, atau hilang sudah aakad ariyahnyam secara pasti
pihak pemilik ataupun peminjam dapat segera mengembalikan.

b. Gila dari salah satu pihak

Dalam syariat Islam orang fila tidak dapat dihukumi apapun,


karena gila pun data dikatakan kehilangan akal sadarnya. Sehingga
dalam berakad pun tidak dapat diterima.

c. Adanya permasalahan dalam pengembalian

Terkadang dalam pengembalian barang pinjaman sering terjadinya


cacat, atauwaktu pengembalian yang melebihi batas waktu yang
ditentukan. Sehingga sering sekali timbul suatu sengketa dari pihak
mustair dan muir, jika hal tersebut terjadi maka yang di
tangguhkan adalah sumpah dari kedua pihak.

10 | F I Q I H M U A M A L A H
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

ِ ‫ ) ْال َع‬diambil
Ariyah menurut bahasa, yang berasal dari bahasa Arab (ُ‫ار َية‬
dari kata (‫ )عار‬yang berarti datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat ariyah
berasal dari kata (‫ )التعاور‬yang artinya sama dengan (‫ )التناولُاوُالتناوب‬artinya saling
tukar menukar,yakni dalam tradisi pinjam-meminjam. Sedangkan menurut istilah
dapat dikatakan suatu kegiatan muamalah yang memberikan manfaat sesuatu yang
halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya, dengan tidak merusak zatnya
agar zatnyatetap bisa dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan dalam definisi
oleh para Ulama’ sebagai berikut :

a. Menurut Syarkhasy dan ulama Malikiyah

“pemilikan atas manfaat suatu benda tanpa pengganti”

b. Menurut ulama syafi’iyah dan Hanbaliah

“pembolehan untuk mengambil manfaat tanpa mengganti”

Dasar hukum ariyah adalah anjuran agama supaya manusia hidup tolong-
menolong serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Pada surat al-
maidah ayat kedua allah berfirman :

Yang Artinya :

“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketaqwaan dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.

31Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, hal.


158 .

11 | F I Q I H M U A M A L A H
B. Hikmah dan Fadhilah (‘Ariyah) Pinjam Meminjam
Hikmah dan fadhilah yang dapat diambil bagi orang yang menjalankan
ariyah antara lain sebagai berikut :
1. Dilapangkan rizkinya
2. Meningkatkan ketaqwaan
3. Mempererat tali silaturahmi
4. Diampuni dosa dan di masukkan ke dalam surge

12 | F I Q I H M U A M A L A H
DAFTAR PUSTAKA

1. www.Alqur’anonline.com

2. Rashd.Sulaiman,(1994), Fiqh Islam,Bandung:Sinar BAru Algesindo

3. Rahman. Afzalur,(1996),Dok.Ekonomi Islam:Yogyakarta:Dhana Bakti

4. SoedewiMasychoenSofwan.Sri,(1924),HukumPerdata:Hukum
Kebendaan,Yogyakarta:Liberty Yogya

5. Haroen. Nasrun, (2000), Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama

6. Syafei.Rahmat,(2001),Fiqih Muamalah, Bandung:Pustaka Setia

7. Djuwaini. Dimyauddin (2008), Pengantar Fiqh Muamalah, bandung:


Pustaka setia

8. Syafei.Rahmat,(2001),Fiqih Muamalah, Bandung:Pustaka Setia

13 | F I Q I H M U A M A L A H

Вам также может понравиться