Вы находитесь на странице: 1из 58

Penyakit Parasitik yang

Mempengaruhi
Tumbuh Kembang

Saleha Sungkar
Parasitologi FKUI
Ascaris lumbricoides
Epidemiology
 Worldwide: tropics, all ages, poor

Life cycle
 Egg ingested  duod  blood vessel
liver  lung  trachea  small
intestine  egg  soil
 Egg  Adultworm: 2 months
Clinical manifestation
 10 – 20 worms  asymptomatic
 Large numbers of adults:
abdominal pain, obstruction, malnutrition
 During pulmonary stage:
cough, dyspnea (Loeffler syndrome)
 Adult migrate into bile duct, appendix,
etc.
Diagnosis

 Stool examination
for eggs
Treatment

 Pyrantel pamoate 10 mg/bw


single dose
 Mebendazole, 3 days @ 200 mg

(adults), or @ 100 mg (children)


or 500mg single dose
 Albendazole 400 mg single dose
Trichuris trichiura
Epidemiology
 Rural Asia, warm climate

 Fecal  oral (esp. via food and hands)

Life cycle
 Egg ingested  hatch in the small
intest  larvae adult worm in
caecum/asc. colon.
 Egg  Adult female = 60-70 days
Clinical
manifestation

 < 10 worms  asymptomatic


 Heavy load infection  diarrhea,
dysentery, anaemia, rectal prolaps
Diagnosis
 stool examination
egg
Treatment

 Mebendazole 3 days 200 mg


(adult), 100 mg (children)
 Albendazole
Cacing tambang/hookworm
 Necator americanus: manusia
 Ancylostoma duodenale: manusia
 Ancylostoma braziliense: kucing,
anjing
 Ancylostoma ceylanicum: anjing,
kucing
 Ancylostoma caninum: anjing, kucing
Necator americanus
Ancylostoma duodenale

 Nekatoriasis, ankilostomiasis
 Perkebunan, pertambangan
 Prevalensi di Indonesia tinggi: 30-50%
Morfologi
 Cacing betina: 1 cm
 Cacing jantan: 0.8 cm, bursa
kopulatriks
 N.americanus: menyerupai huruf S
mempunyai benda khitin
 A.duodenale: menyerupai huruf C
mempunyai 2 pasang gigi
Morfologi Cacing dewasa

Necator americanus Ancylostoma duodenale


Gigi pada cacing dewasa

Necator Americanus Ancylostoma duodenale

1 pasang benda kitin 2 pasang gigi


Telur

 Ukuran: 60x40
mikron,
 Jumlah telur
A.duodenale
20.000/hari,
N.americanus
10.000/hari
 Telur mati pd 45oC
dlm bbrp jam dan
0oC dlm 7 hari
Larva

 Rhabditiform: 250 mikron


 Makan bakteri dan organic debris
 Filariform: 600 mikron, tidak makan
 Larva: tanah lembab, berpasir, humus
dan terlindung sinar matahari
 Tidak tahan kering dan basah.
 Mati dalam 1 jam pd suhu 45oC
 Mati dlm 6 minggu kecuali ada
reinfeksi
Larva filariform
Larva rhabditiform

 Bentuk: halus panjang dengan


panjang : 600 mikron.
 Esofagus: 1/3 panjang badan  Esofagus: ¼ panjang badan.
 Mulut sempit panjang.  Mulut tertutup.
 Ekor: lancip.
Siklus Hidup

 Telur  larva rhabditiform larva


filariform menembus kulit kapiler 
jantung  paru bronkus trakea
laring  usus halus
 Larva menembus kulit sampai ke usus:
1 minggu, sampai dewasa 5-6 minggu
 A. duodenale dapat menetap di usus 6-
8 tahun
 N. americanus: 4-5 tahun
Cara infeksi:

- larva filariform menembus kulit: folikel


rambut, pori, kulit utuh
- Port d’entrée: dorsum pedis, sela jari,
tangan, sela jari, bagian tubuh yang
kontak dg tanah
- menelan larva filariform: makanan &
minuman tercemar
Patologi dan gejala klinis

 Larva:
- kulit: ground itch, dew itch

- makulopapular, eritema

- gatal hebat infeksi sekunder

- paru: batuk, bronkhitis, pneumonitis


Gejala klinis cacing dewasa

 Gejala tergantung spesies cacing,


jumlah cacing, gizi penderita
 Gastroenteritis:
- 6 minggu setelah infeksi
- Mual, muntah, nyeri epigastrium, diare,
melena
- Self limiting
 Eosinofilia
Anemia

- cacing mengisap darah (protein dan zat


besi) dan substansi mukosa
- antikoagulan
- berat anemia sesuai dg berat infeksi
- akibat anemia: pusing, lemah, napsu
makan berkurang, daya tahan menurun,
produktivitas menurun, edema,
perkembangan fisik, mental dan seksual
terhambat
- gejala ringan/tidak nampak bila gizi baik
 N.americanus: 0.005 - 0.1 cc/hari
 A.duodenale: 0.08 – 0.34 cc/hari

Bila:
 seekor cacing mengisap darah 0.2

cc/hari
 jumlah cacing/pasien: ± 20 ekor

 prevalensi cacingan 50%, penduduk

Indonesia 230 juta jiwa  jumlah darah


yang diisap = ± 460.000 liter
Diagnosis
 menemukan telur dalam tinja segar
 menemukan larva dalam tinja lama
 membedakan spesies: biakan
Harada-Mori
Pengobatan
 pirantel pamoat 10 mg/kg bb dosis
tunggal. Khusus untuk A.duodenale
diberikan 3 hari berturut-turut
 mebendazol 500 mg/dosis tunggal
atau 2x100 mg, 3 hari berturut-turut
 albendazol 400 mg/dosis tunggal
 Atasi anemia
Epidemiologi
 prevalensi tinggi di perkebunan dan
pertambangan karena tidak ada WC
 prevalensi meningkat sesuai umur
 pemakaian tinja sebagai pupuk
 defekasi di kebun, pekarangan rumah
 tidak memakai alas kaki dan sarung
tangan ketika bekerja di kebun
Pencegahan dan
pemberantasan
 memutuskan siklus hidup cacing
- defekasi di WC
- jaga kebersihan: penyediaan air
bersih, cuci tangan
- pengobatan dg antelmintik
- pengobatan masal bila frekuensi
>30%
 penyuluhan kesehatan
Hambatan
 sulit menerapkan program
pemberantasan pada masyarakat yg
sedang berkembang karena:
- sosial-ekonomi dan pendidikan rendah
- sanitasi lingkungan buruk
- lingkungan padat
- kebiasaan defekasi di tanah, pupuk tinja,
bekerja tanpa alas kaki
- harga obat tidak terjangkau
Strongyloides stercoralis
 Disease: strongiloidiasis/ strongiloidosis
 Distribution: tropic & subtropic
 Organ affected: duodenum & jejunum
 Parasitic stage: only female form (± 2
mm, filiform, thin, colorless
 Reproduction: parthenogenesis
Life cycle

Parasite eggs in intestinal mucosa 


hatched  rhabditiform larva 
intestinal lumen  void in feces
LIFE CYCLE

Complete life cycle :


1. In human host :
- Direct Life Cycle  no increase in
worm number
- Autoinfection  Carrier
2. In the soil : Indirect  increase the
number of worms
Siklus Hidup Strongyloides stercoralis

Jantan
Siklus Hidup “Free living” Telur Di Alam
tak Langsung Betina Bebas

Rhabditiform Filariform Kulit Vena


Siklus Hidup
Langsung
Usus Halus Jantung kanan
28 hari
(Stad. dewasa) Dalam
Tubuh
Manusia
Batuk - Tertelan Paru

Laring Trakea Menembus


Alveolus
LIFE CYCLE

3. Autoinfection
• Reinfection
• In intestine / perianal: rhabditiform  filariform
• Cause of chronic strongyloidiasis
• In non endemic area
Clinical Manifestation

 Mode of infection:
filariform larvae penetrates the skin
 Larval stage:
filariform  creeping eruption
(Skin eruption + severe itch)
2. Adult stage

Lesions in small intestine


 Mild infection: no clinical signs
 Medium infection: irradiated epigastric
pain, nausea, vomiting, diarrhea,
constipation
Hyper-infection
 adult worm are found along the GI
tract
 the larvae in lungs, liver, gall bladder
 strongly related to immune deficiency
 fatal
DIAGNOSIS

 Clinical Diagnosis: uncertain


 Confirm Diagnosis:
1. Rhabditiform larvae in fresh / cultured
stool or duodenal aspirates or sputum
2. Filariform larvae / free living adult in
stool cultured >48 hrs
TREATMENT

Drug of Choice:
- Albendazole 400 mg / day, 3 – 5 days
- Ivermectin 200 ug/day, 4 days

Alternative Drug:
1. Mebendazole 3 X 100 mg/ day,
2 – 4 weeks
2. Thiabendazole 25 mg/kg BW,
1 - 2X/ day, 3 days
PROGNOSIS

Hyperinfection : Bad
EPIDEMIOLOGY

Warm Climate
High Humidity Good for Indirect Cycle
Lack of Hygiene

Sandy, Fertilized Soil 


Good for Larval Growth
PREVENTION

- Community Education
- Improve Hygiene and Sanitation
eg. Skin protection from contaminated soil
Properly made and used of latrine
Larva Rhabditiform Larva Filariform
S. stercoralis S. stercoralis
Larva Rhabditiform
Cacing tambang

Larva Filariform
Cacing tambang
Adult Male

Adult Female
FLAGELATA

 Usus: Giardia lamblia


 Atrial: Trichomonas vaginalis
 Darah dan jaringan:
- Leishmania
- Trypanosoma
Giardia lamblia
 Hospes: manusia
 Penyakit: giardiasis (lambliasis)
 Distribusi geografik: kosmopolit
BENTUK KISTA

 8-12 mikron,
lonjong
 2-4 inti

 Dinding kista
Giardia lamblia
Bentuk kista
 oval
 ukuran: 10–
14 ц
nuclei
 2-4 nukleus
 2 blefaroplas
Parabasal
bodies  2 benda
Cyst wall
parabasal
Bentuk vegetatif
Giardia lamblia
Vegetative form

 ukuran: 14 micron
sucker
 Bentuk seperti jambu
monyet
 2 nukleus
Parabasal
nuclei bodies  2 aksostil
 2 blefaroplas
axostyles  4 pasang flagel
 2 benda parabasal
Giardia lamblia

Habitat
 Usus halus
 Saluran dan kandung empedu

Cara infeksi: menelan kista matang


Gejala klinis
 Tidak selalu simtomatis
 Enteritis
 Gangguan absorbsi lemak  steatore
 Gangguan absorbsi karoten, folat,
vitamin B12
 Aktivitas lipase pankreatik terhambat
 Sindrom malabsorbsi
Diagnosis

 Menemukan bentuk trofozoit dalam


tinja encer dan cairan duodenum
 Menemukan bentuk kista dalam
tinja padat
 Pengobatan: metronidazol 3 x 250 mg/
hari, 7 hari

 Prognosis:
- Baik bila pengobatan tepat disertai
perbaikan lingkungan dan sanitasi
Epidemiologi

 Kosmopolit
 Prevalensi: 2-2,5%
 Jakarta: 4,4%
Epidemiologi

 sering pada anak terutama usia 6-10


thn
 keluarga besar: rumah yatim piatu
 traveller’s diarrhea:
- orang dewasa
- Karena minum air tercemar
 Pencegahan: Kebersihan perorangan &
lingkungan
Wasssalamualaikum

Terima Kasih

Вам также может понравиться