Вы находитесь на странице: 1из 33

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“PREEKLAMPSIA BERAT”

Disusun Oleh:

1. Jihan Ni’maturrif’ah (17.042)


2. Luluk Asfiya (17.049)
3. Mutiara Putri Rajawali (17.060)
4. Octa Yudha Pamungkas (17.064)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/ DIPONEGORO

SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat - Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah – Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Askep kegawatdaruratan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada pasien Pre-eklampsia Berat”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasannya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat menjadi manfaat untuk semua.

Semarang, April 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu masalah yang
cukup mengkhawatirkan di dunia. Angka Kematian Ibu melahirkan masih
di angka yang cukup tinggi. Dengan dibuatnya rancangan Sustainable
Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030
atau disebut juga dengan Global Goals di Jakarta, 1 Desember 2015,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendukung penuh 17 poin
tujuan SDGs. Posisi kesehatan dalam kerangka SDGs yang menjadi
perhatian khusus di sektor kesehatan salah satunya adalah poin nomor tiga
yaitu tentang “Good Health and Wellbeing” atau “Kesehatan yang Baik”
dimana terdapat 13 target didalam poin nomor tiga tersebut yang salah
satunya menyebutkan Pada 2030, mengurangi angka kematian ibu hingga
dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Wibowo & Rachimhadhi, 2006).
Menurut World Health Organitation (WHO) telah diketahui bahwa
tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri yaitu pendarahan
45%, infeksi 15%, dan hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia) 13%
(Roeshadi, 2006). Penyebab utama kematian ibu diantaranya adalah
perdarahan, infeksi, hipertensi kehamilan (preeklamsia) partus macet, dan
aborsi (Prawirohardjo, 2014). Preeklamsia adalah suatu kelainan pada
kehamilan yang termasuk penyakit hipertensi yang berdampak pada
kehamilan dan kematian bayi. Preeklamsi merupakan salah satu penyebab
dari kematian perinatal dan kehamilan dan banyak terjadi diseluruh dunia
(WHO, 2011).
Preeklamsi diklasifikasikan menjadi dua yaitu preeklamsi ringan
dan preeklamsi berat. Preeklamsi berat adalah preeklamsi dengan tekanan
darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai
proteinuria 5 g/24 jam, oliguria, kenaikan kadar kreatinin plasma, gangguan
visus dan serebral, nyeri epigastrium, edema paru-paru dan sianosis,
hemolysis mikroangiopatik, trombositopenia berat dan sindrom HELLP
(Prawiroharjo, 2014).
Insidensi preeklamsi diperkirakan sebesar 3-10% dari seluruh
kehamilan. Preeklamsi merupakan salah satu penyebab kematian ibu hamil
di seluruh dunia. Berdasarkan data dari WHO menunjukan bahwa hipertensi
menyebabkan 16% dari seluruh angka kematian ibu di negara berkembang,
9% di Afrika dan Asia dan yang paling tinggi di Amerika Latin dan
Caribbean yang mencapai angka 26% (Jeyabalan, 2013). Angka kejadian
preeklamsi di Indonesia sekitar 7-10% dari seluruh kehamilan (Birawa et
al., 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2012 tercatat kejadian angka kematian ibu karena
preeklamsia/ekalmsia sebanyak 23,95% (Dinkes Jateng, 2013).
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,
hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta. Dampak preeklamsia pada janin salah satunya adalah prematuritas
(Prawiroharjo, 2014). Prematuritas adalah kelahiran janin yang terjadi <37
minggu atau 259 hari dari kehamilan dan merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas bayi yang dalam jangka panjang yang merugikan
kesehatan (Beck et al., 2010).
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mampu memahami masalah kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia dan
eklampsia serta hipertensi dalam kehamilan.

b. Tujuan Khusus
1. Mengenali gejala dan tanda hipertensi karena kehamilan dan
menentukan diagnosa yang paling mungkin dalam hubungan dengan
hipertensi yang dipicu oleh kehamilan dan hipertensi pada ibu hamil.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien pre-eklampsia berat
3. Melakukan penatalaksanaan pre-eklampsia dan eklampsia dan
hipertensi pada ibu hamil.
4. Mengetahui rujukan pasien Pre-eklampsia berat

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia
dan eklampsi dan hipertensi dalam kehamilan
2. Mengetahui penanganan kegawatdaruratan pre-eklampsia dan eklampsi
dan hipertensi dalam kehamilan
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada
kehamilan berupa berkurangnya perfusi plasenta akibat vasospasme
dan aktivasi endotel yang akhirnya dapat mempengaruhi seluruh sistem
organ ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada pertengahan
akhir kehamilan atau diatas 20 minggu kehamilan (baxter,2007;magee
et al.,2001,xia and kellems ,2009,cunningham et la,2010.trogstad et al
,2011).
Preeklampsia adalah kelainan multi sistemik yang terjadi pada
kehamilan yang ditendai dengan adanya hipertensi dan edema,serta
dapat disertai proteinuria,biasanya terjadi pada usia kehamilan 20
minggu keatas atau dalam triwulan dari kehamilan, tersering pada
kehamilan 37 minggu, ataupun dapat terjadi segera sesudah persalinan.
Penderita PEB yang menunjukan gejala maupun tanda ke arah kejang
(tanda prodromal akan terjadi kejang) disebut impending eklamsia atau
imminent eklamsia atau PEB dengan ancaman eklamsia (Ramadhani
Herlambang, 2018).

B. Patofisiologi
Banyak teori yang menyatakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan diantaranya: (Ramadhani Herlambang, 2018)
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal,uterus dan plasenta akan
mendapatkan perfusi dari cabang arteri uterine dan arteri
ovarika,yang masuk menembus miometrium dan selanjutnya
menjadi arteri arkuata kemudian bercabang menjadi arteri radialis.
Yang akan menembus endometrium menjadi arteri basalis yang
selanjutnya bercabang menjadi arteri spiralis.
Kemudian pada kehamilan normal dengan sebab yang belum
jelas terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis
yang selanjutnya akan menimbulkan degenerasi lapisan
otot,sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi luman arteri,spiralis
sehingga terjadi perubahan jaringan matriks dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi.distensi dan
vasodilatasi luman arteri spilaris memberi dampak penurunan
tekanan darah,penurunan resistensi vaskular dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Yang akan mengakibatkan aliran
darah ke janin cukup banyak.
Pada pre-eklampsia terjadi kegagalan proses remodelling
arteri spiralis yang berkaitan dengan perubahan arteri spiralis
menjadi kaku dan keras,tidak bisa mengalami distensi lagi, serta
tidak bisa mengalami vasodilatasi. Yang akan mengakibatkan
aliran darah uteroplasenta berkurang sehingga terjadi hipoksia
selanjutnya menjadi iskemia plasenta.

2. Teori toleransi imunologik antara ibu dan janin


Pada wanita hamil dengan kondidi fisiologis normal,tidak
ada respon imun yang akan menolak hasil konsepsi yang dianggap
sebagai asing. Karena Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-
G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural
killer(NK)ibu.
HLA-G juga berguna untuk mempermudah invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi immune-maladaptation pada
preeklamsia. Karena preeklamsia terjadi paling sering pada
kehamilan pertama,terdapat spekulasi bahwa terjadi reaksi imun
terhadap antigen paternal yang menyebabkan terjadi nya kelainan
tersebut.Berkaitan dengan hal berikut :
a. Primigravida mempunyai resiko lenih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida
b. Ibu multipara kemudian menikah lagi akan
mempunyai resiko lebih besar terjadinya lagi
hipertensi dalam kehamilan berikut jika
dibandingkan dengan suami sebelumnya
c. Lamanya periode hubungan seks sampai saat
kehamilan dimana semakin lama periode ini,makin
kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
3. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap
bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokontriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis
prostalglandin oleh sel endotel.
Pada pre eklampsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter
terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluhdarah menjadi
sangat peka terhadap bahan vasokontriksi dan mengakibatkan
hipertensi dalam kehamilan.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor artinya daya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi
hipertensi dalam kehamilan,sudah dapat ditemukan pada
kehamilan 20 minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi
akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
4. Teori genetic
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen
tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre
eklamsia 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia
pula sedangkan hanya 8 % anak menantu menngalami
preeklamsia.
5. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjakan bahwa defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipetensi selama kehamilan. Penelitian
terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat
mengurangi resiko pre eklampsia. Minyak ikan banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat
produksi tromboksan ,menghambat aktivasi trombosit dan
mencegah vasokontriksi pembuluh darah
6. Teori stimulus inflamasi
Teori ini diajukan dengan berdasarkan pada patofisiologi
terlepasnya trofoblas di dalam sirkulasi darah, yang merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan
proses apoptosis pada eklamsia.dimana pada pasien pre-eklamsia
akan terjadi peningkatan stress oksidatif. Sehingga produksi
debris trofoblas dan nekrotik trofoblas juga selanjutnya akan
meningkat.Rangkaian kejadian diatas akan menimbulkan respon
inflamasi yang hebat.
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas
di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya
proses inflamasi. Disfungsi endotel pada preklamsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut
mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi
ibu.peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses
inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh.
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklamsia masih belum
diketahui secara pasti.pada trimester ketiga kehamilan
normal,dinding muskuloelastis arteri spiralis secara perlahan
digantikan oleh bahan fibrinosa sehingga dapat berdilatasi
menjadi sinuosid vaskular yang lebar. Pada eklampsia,dinding
muskuloelastik tersebut dipertahankan sehingga lumenya tetap
sempit.Hal ini dapat mengakibatkan antara lain:
a) Hiporfusi dan faktor plasenta dengan peningkatan
predisposisi terjadinya infrak.
b) Berkurangnya pelepasan vasodilator oleh
trofoblas.seperti prostasiklin, prostaglandin,yang
pada kehamilan normal akan melawan efek renin-
angiotensin yang berefek meningktkan tekanan
darah.
c) Produksi subtansi tromboplastik oleh plasenta yang
iskemik,seperti faktor jaringan dan tromboksan, yang
mungkin mengakibatkan terjadinya DIC.
C. Pathway

(https://id.scribd.com/doc/261148811/Pathway-Preeklampsia)
D. Manifestasi klinis
Gambaran klinik preeklampsi bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang –kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana
yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang
timbul pada preeclampsia ialah edema, hipertensi dan terakhir
proteinuria. Sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan
diatas dapat dianggap bukan preeklampsia. Dari semua gejala tersebut,
timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting, namun penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini.
Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah
cukup lanjut.
Sedangkan eklampsia kasus akut pada penderita preeclampsia yang
disertai kejang dan koma, sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum
umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan.
Dua gejala yang sangat penting diatas pada preklampsia yaitu
hipertensi dan proteinuria yang biasanya tidak di sadari oleh wanita
hamil, penyebab dari kedua masalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan
awal yang penting pada preeklampsia. Tekanan diastolik
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingkan
dengan tekanan sistolik. Tekanan sistolik sebesar 90 mmHg atau
lebih yang terjadi terus-menerus menunjukkan kedaan
abnormal.
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam
penanganan hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan
diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada
keadaan emosional pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah
diastolik 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau
lebih. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
a. Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama
kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan
dan/atau dalam 48 jam post partum
b. Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan
20 minggu

2. Kenaikan berat badan


Peningkatan berat badan yang tiba-tiba mendahului
serangan preklampsia dan bahkan kenaikan berat badan (BB)
yang berlebihan merupakan tanda pertama preklampsia pada
sebagian wanita. Peningkatan BB normal adalah 0,5 Kg
perminggu. Bila 1 Kg dalam seminggu, maka kemungkinan
terjadinya preklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan terutama di sebabkan kerena retensi
cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema
yang terlihat jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau
jaringan tangan yang membesar.
3. Proteinuria
Pada preklampsia ringan, proteinuria hanya minimal positif
satu, positif dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat
proteinuria dapat di temukan dan dapat di capai 10 g/dL.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
hipertensi dan kenaikan BB yang berlebihan. Gejala-gejala
subjektif yang dirasakan pada preklampsia adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering
terjadi pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering
terjadi pada daerah frontal dan oksipital, serta tidak
sembuh dengan pemberian analgetik biasa.
b. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada
preklampsia berat. Keluhan ini disebabkan karena tekanan
pada kapsula hepar akibat edama atau pendarahan.
c. Gangguan penglihatan
Keluhan penglihatan yang tertentu dapat disebabkan oleh
spasies arterial, iskemia, dan edema rutina dan pada
kasus-kasus yang langka disebabkan oleh ablasio retina,
pada preklampsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda
subjektif ( Cuningham, 1995:767 ).

E. Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN


1. HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu
Superimposed Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda lain
preeclampsia dari preeklampsia
2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg Proteinuria (-)
atau kenaikan 15 mmHg dalam 2 Kehamilan > 20 minggu
pengukuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan Idem Proteinuria 1+
Preeklampsia berat Tekanan diastolik > 110 mmHg Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang

(Supriyadi Dadan, 2012)

1. Hipertensi karena kehamilan


a. Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah
terjadi sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang
kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi.
b. Risiko meningkat pada:
- Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
- Hidramnion
- Diabetes melitus
- Isoimunisasi rhesus
- Faktor herediter
- Autoimun: SLE
c. Hipertensi karena kehamilan:
- Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
- Preeklampsia ringan
- Preeklampsia berat
- Eklampsia
d. Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering
ditemukan tanpa gejala, kecuali peningkatan tekanan darah.
Prognosis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria.
Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk preeklampsia.
e. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala
berikut:
1) Tekanan darah diastolik 110 mmHg
2) Proteinuria 2+
3) dapat diikuti dengan:
4) Oliguria < 400 ml per 24 jam
5) Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
6) Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
7) Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
8) Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian
analgetika biasa
9) Hiperrefleksia
10) Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
11) Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
12) Pertumbuhan janin terhambat
13) Otak: edema serebri
14) Jantung: gagal jantung
f. Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang
1. Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya
hipertensi
2. Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy
grand mal
3. Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama
(beberapa jam)

2. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang dideteksi sebelum usia kehamilan
20 minggu atau yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan dan
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

3. Superimposed preeclampsia
Superimposed preeclamsia dalah hipertensi kronik dan preeklampsia
adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau disertai
proteinuria.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Perawatan pre eklampsia
Perawatan dasar pre eklampsia yang utama ialah terapi suportif
untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway,
Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang,
mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada
waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu
krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan
cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dn perawatan suportif eklampsia,
merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan
medikamentosa eklampsia adalah mencegah dan menghentikan kejang,
mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi kritis, mencapai
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada
saat dan dengan cara yang tepat.Penangananpreeklampsia berat dan
eklampsia

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa


persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
a. Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang
tanda-tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri
epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu, perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG dan NST.

b. Manajemen umum perawatan preeklampsia berat


Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur:
- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau
terapi medisinalis.
- Sikap terhadap kehamilannya ialah: Aktif: manajemen agresif,
kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan
hemodinamika sudah stabil.
- Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa.
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit
untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi
(kiri).

Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan


cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua
keadaan tersebut belum jelas, terapi faktor yang sangat menentukan
terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure.

Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus)
dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.

Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan


koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose
atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus
Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat
(60-125 cc/jam) 500cc.Dipasang Foley catheter untuk mengukur
pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam
2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam
lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko
aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, dan garam. Jika pada ibu mengalami kejang
maka adapun cara penanganan kejang tersebut, diantaranya:

1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)


2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
7. Jika tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90-100 mmHg
8. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
9. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload

MAGNESIUM SULFAT

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan


mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah
Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

MaGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam
larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%)
2 g IV selama 5 menit
Dosis Pemeliharaan MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat
yang diberikan sampai 24 jam postpartum
Alternatif II Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain


(dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4

Sebelum pemberian Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit


MgSO4 ulangan, lakukan Refleks patella (+)
pemeriksaan: Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Hentikan pemberian Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit


MgSO4, jika: Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)

Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:


Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi

(Supriyadi Dadan, 2012)

Adapun cara penanganannya, di antara lain:


1. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria.
2. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam.
3. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
4. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam.
5. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV).
6. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
ANTI KONVULSAN

DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Dosis awal Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit


Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal
Dosis pemeliharaan Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat melalui
infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi bila dosis >
30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

ANTI HIPERTENSI

1. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam.
2. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
3. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi Labetolol 20 mg oral.

2. Perawatan Persalinan Preeklamsia Berat


a. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan
pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul.
b. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam
(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar.
c. Jika dipilih persalinan pervaginam, dilakukan upaya untuk memperingan
kala II.
d. Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
1) Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi
anestesi spinal).
2) Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia
dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi
terlalu tinggi.
3) Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan
Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5% mulai 8 tetes/menit yang
dinaikan 4 tetes/15 menit sampai didapat his yang adekuat atau dengan
cara pemberian prostaglandin / misoprostol

3. Perawatan Post Partum Pre Eklamsia Berat


a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang
terakhir.
b. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg.
c. Lakukan pemantauan jumlah urin

4. Rujukan Pada Pasien Pre Eklamsia Berat


a. Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:
- Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
- Terdapat sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes & Low
Platelets)
- Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang
b. Penatalaksanaan prahospital intrahospital pre eklamsia berat
Tujuan utama penatalaksanaan adalah :
1. Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi berat
2. Hendaknya janin lahir hidup.
3. Trauma pada janin seminimal mungkin.

PRE-EKLAMSIA BERAT
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.Jika janin
belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan
rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :

1. Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler


kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap
(selama tidak ada kontraindikasi).
2. Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai criteria pre-eklamsi
ringan (kecuali ada kontraindikasi).
3. Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor, serta
berat badan ditimbang seperti pada pre-eklamsi ringan, sambil
mengawasi timbulnya lagi gejala.
4. Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung keadaan.
5. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas
37 minggu.Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu adapun
cara penanganannya:
a. Jika tekananan diastolic >110 mmHg,berikan anti hipertensi,sampai
tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg.
b. Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau >).
Ukur keseimbangan cairan,jangan sampai terjadi overload.
c. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika
jumlah urin <30 ml/jam:
- Infus cairan dipertahankan 8 jam.
- Pantau kemungkinan edema paru
d. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin. Observasi TTV,refleks,dan
DJJ setiap jam.
e. Auskulatasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru. Krepitasi
merupakan tanda edema paru.jika ada edema paru,stop pemberian
cairan,dan berikan diuretic misalnya furosemide 40 mg IV.
f. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit,kemungkinan terdapat
koagulopati.

5. Keperawatan Pada Pasien Pre Eklamsia Berat


a. Perawatan konservatif (usia kehamilan <36 minggu) :
- Tirah baring.
- Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
- Pasang kateter tetap (bila perlu).
b. Perawatan aktif (terminasi kehamilan), yaitu pada keadaan-keadaan di
bawah ini :
- Umur kehamilan>36 minggu.
- Terdapat tanda-tanda impending eklamsia atau eklamsia.
- Gawat janin.
- Sindroma HELLP.
- Kegagalan perawatan konservatif, yakni setelah 6 jam perawatan tidak
terlihat tanda-tanda perbaikan penyakit.
BAB III

KONSEP ASKEP

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
- Circulation dengan control perdarahan
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembaban kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
- Breathing dan ventilasi
 Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
- Airway (jalan nafas) dengan control serfikal
 Bersihkan jalan nafas
 Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
 Distress pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2. Pengkajian Sekunder
Data Subjektif :
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, <20 tahun atau >35
tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrum, mual, muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
e. Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
f. Psiko social spiritual: Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resiko nya.

Data Objektif :
a. Inspeksi: Edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b. Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
c. Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
d. Perkusi: untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
(jika refleks +)
e. Pemeriksaan penunjang :
- Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam
- Laboratorium: protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif),
kadar hematocrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya >7 mg/100 ml
- Berat badan: penimgkatannya lebih dari 1 kg/minggu
- Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
- USG: untuk mengetahui keadaan janin
- NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi ditandai dengan Pasien mengeluh adanya pembengkakan pada
kaki (edema).
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi ditandai dengan pasien mengatakan sering mengeluh sakit kepala
dan tengkuk bagian belakang tegang.
3. Resiko gangguan hubungan ibu-janin berhubungan dengan komplikasi
kehamilan

C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen cairan dengan
cairan keperawatan selama 3x24 jam di aktivitas:
berhubungan harapkan kelebihan volume a. Jaga intake/asupan yang
dengan gangguan cairan teratasi yang dibuktikan akurat dan catat output
mekanisme dengan kriteria hasil: b. Kaji lokasi dan luasnya
regulasi ditandai 1. Keseimbangan cairan: edema
dengan: b. Intake dan output c. Monitor hasil
seimbang laboratorium yang relevan
c. Turgor kulit elastic dengan retensi cairan
d. Berat badan stabil (pantau kadar protein
dalam urine)
2. Pengetahuan: manajemen
hipertensi 2. Manajemen Hipervolemia
a. Mengetahui efek dengan aktivitas:
terapeutik obat yang a. Timbang berat badan tiap
diberikan hari dengan waktu yang
b. Memiliki pengetahuan sama
tentang pemantauan b. Monitor edema perifer
tekanan darah
c. Pengetahuan tentang c. Reposisi pasien dengan
strategi mengelola stress edema dependen secara
Mengetahui pentingnya teratur
mematuhi pengobatan Tingkatkan integritas kulit
(mencegah gesekan, hindari
kelembaban yang berlebihan)
pada pasien edema dependen

2. Resiko Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital


ketidakefektifan keperawatan selmama 3x24 jam dengan aktivitas:
perfusi jaringan ketidakefektifan perfusi jaringan - Monitor tekanan darah,
perifer perifer teratasi yang dibuktikan nadi, suhu, dan status
berhubungan dengan kriteria hasil : pernpasan dengan tepat
dengan hipertensi 1. Status sirkulasi
a. Tidak ada edema perifer
b. Wajah tidak pucat
2. Keparahan hipertensi
membaik
a. Tidak ada sakit kepala
b. Tidak ada pusing
3. Memiliki pengetahuan
manajemen hipertensi
a. Tekanan darah 120/80
Mengetahui tanda dan gejala
eksaserbasi hipertensi
3. Resiko gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan prenatal, dengan
hubungan ibu- keperawatan selma 3x24 jam aktivitas:
janin makan di harapkan resiko a. Monitor denyut
berhubungan gangguan hubungan ibu-janin jantung janin
dengan teratasi dengan kriteria hasil: b. Monitor gangguan
komplikasi 1. Status janin : Antepartum hipertensi (tekanan
kehamilan baik dengan kriteria hasil: darah, edema
- Denyut jantung janin 120 pergelangan kaki,
– 160 tangan dan wajah dan
proteinuria)
2. Pengetahuan : kehamilan 2. Pencegahan kejang dengan
a. Pola pergerakan janin aktivitas:
baik a. Intruksikan pasien
b. Perubahan anatomi dan mengenai potensial
fisiologis kehamilan dari faktor resiko
sesuai tingkat b. Intruksikan pasien
keseimbangan untuk memanggil jika
dirasa tanda akan
3. Kontrol kejang sendiri terjadinya kejang.
dengan kriteria hasil: c. Intruksikan
a) Mencegah faktor keluarga/SO mengenai
resiko/pemicu kejang pertolongan pertama
pada kejang

D. Implementasi
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan
E. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan
BAB IV

JURNAL KEPERAWATAN

PRE EKLAMSIA BERAT

M Machmud. 2018. PENERAPAN MODEL KONSEP NEED FOR HELP DAN


SELF CARE PADA ASUHAN KEPERAWATAN IBU PRE EKLAMPSIA
BERAT DENGAN TERMINASI KEHAMILAN.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKMat/article/download/4014/3732. Diakses
pada 17 April 2019 pukul 21.20 WIB
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Preeklampsia merupakan suatu sindroma spesifik pada kehamilan
berupa berkurangnya perfusi plasenta akibat vasospasme dan aktivasi
endotel yang akhirnya dapat mempengaruhi seluruh sistem organ ditandai
dengan hipertensi dan proteinuria pada pertengahan akhir kehamilan atau
diatas 20 minggu kehamilan.
Preeklampsia adalah kelainan multi sistemik yang terjadi pada
kehamilan yang ditendai dengan adanya hipertensi dan edema,serta dapat
disertai proteinuria,biasanya terjadi pada usia kehamilan 20 minggu keatas
atau dalam triwulan atau dapat terjadi segera sesudah persalinan yang dapat
berkembang dari ringan,sedang hingga berat yang dapat berlanjut menjadi
eklampsia.
Pre eklampsia berat didefinisikan sebagai preeklampsia dengan
hipertensi berat dengan tekanan darah diastolik > 110 mmHg, tekanan darah
sistolik >160 mmHg dan atau dengan gejalan dan atau kerusakan biokimia
dan atau hematologis.

B. Saran
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi
terhadap tingginya tingkat kematian ibu hamil dan janin, sudah selayaknya
dilakukan suatu upaya untuk mencegah dan menangani kasus preeklampsi.
Keperawatan ibu hamil dengan preeklampsi merupakan salah satu usaha
nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai
akibat lanjut dari preeklampsi tersebut
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Novida Lutfhi. 2015. Pathway Pre Eklamsia Berat.


https://id.scribd.com/doc/261148811/Pathway-Preeklampsia. Diakses pada 16 April 2019
pukul 14.00 WIB

http://one.indoskripsi.com/node/9081,dilihatpada 16 April 2019

Greenberg, M. 2015. Pre-eklampsia/Eklampsia dalam teks Kedokteran Kegawadaruratan


jilid 2.Jakarta : Penerbit Erlangga, pp:378-79

Вам также может понравиться