Вы находитесь на странице: 1из 12

BAGUS PRABOWO

TUGAS KEPERAWATAN PALIATIF

I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN PALIATIF


A. Pengertian
Perawatan paliatif adalah kesehatan terpadu yang aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintregrasi. Tujuannya untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidup nya, juga
memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal,
sebelum meninggal sudah siap secara psikologis dan spiritual.
WHO menekankan pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayat.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita.

B. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif ( Rasjidi,2010 )


Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari medis,
perawatan, psikologis sosial, budaya dan spiritual, sehingga secara praktis, prinsip
dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip pada praktek medis yang
baik.
1. Sikap peduli terhadap pasien termasuk sensifitas dan empati. Perlu
dipertmbangkan segala aspek dari penderitaan pasien, bukan hanya masalah
kesehatan. Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor
karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau faktor induvidal lainnya tidak boleh
mempengaruhi perawatan.
2. Menganggap pasien sebagai seorang individu
Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala
yang sama, namun tidak ada satu pasienpun yang sama persis dengan pasien
lainnya. Keunikan inilah yang harus inilah yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.
BAGUS PRABOWO

3. Pertimbangan kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi
penderitaan pasien. Perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan
perawatan .
4. Persetujuan
Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai
atau diakhiri. Pasien yang telah di beri informasi dan setuju dengan perawatan
yang akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan.
5. Memilih tempat dilakukannya perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut
serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal sebisa mungkin diberi
perawatan di rumah.
6. Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah
hal yang sangat penting dan mendasr dalam pelaksanaan perawatan paliatif.
7. Aspek klinis
Perawatan yang sesuai Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan
prognosis dari penyakit yang di derita pasien. Hal ini penting karena karena
pemberian pareawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya
akan menambah penderitaan pasien. Pemberian perawatn yang berlebihan
beresiko untuk memberikan harapan palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan
dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan
hanya karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia sia adalah
tidak etis.
8. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi
perawatan palitif memberikan perawtan yang bersifat holistik dan intergratif
sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien
serta koordinasi yang baik dari masing masing anggota tim tersebut untuk
memberikan hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga .
9. Kualitas perawatan yang baik mungkin Perawtan medis secara konsisten,
terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatn medis yang konsisten akan
BAGUS PRABOWO

mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga,


dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga.
10. Perwatan yang berkelanjutan.
Pemberian perawtan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir
merupakan dasar tujuan dari parawtan paliatf. Masalah yang sering terjadi adalah
pasien di pindahkan dari satu tempat ketempat lain sehingga sulit untuk
mempertahankan komunitas perawatan.
11. Mencegah terjadinya kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah
terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan
penyakit. Pasien dan keluarga harus diberituhukan sebelumnya mengenai
masalah yang sering terjadi dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress
fisik dan emosional.
12. Bantuan kepada sang perawat
Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap stress fisik
dan emosianal terutama apabila pasien dirawat di rumah sehingga perlu diberikan
perhatian khusus kepada mereka, mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif
tergantung dari pemberi perawatan.
13. Pemeriksaan ulang
Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus menerus
mengingat pasien dengan penyakit lanjut karena kondisinya akan cenderung dari
waktu ke waktu.

C. Konsep Dasar Hukum Keperawatan Paliatif


Dasar hukum keperawatan paliatif diantanya meliputi :
1. Aspek Medikolegal dalam perawatan paliatif ( Kep. Menkes NOMOR :
812/Menkes/SK/VII/2007 )
a. Persetujuan tindakan medis/infomed consent untuk pasien paliatif.
Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif.
b. Resusitasi/Tidak resisutasi pada pasien paliatif.
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukan tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim perawatan paliatif. Informasi
BAGUS PRABOWO

tentang hal ini sebaiknya telah di informasikan pada saat pasien memasuki
atau memulai perawatan paliatif.
c. Perawatan pasien paliatif di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan umum
yang berlaku.
d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif.
Tindakan yang bersifat kedokteran harus dkerjakan oleh tenaga medis, tetapi
dengan pertimbangan yang mempertimbangkan keselamatan pasien tindakan
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan yang terlatih.
2. Medikolegal Euthanasia
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan
untuk kepentingan pasien sendiri.

II. KUALITAS HIDUP PADA PASIEN PALIATIF


Kanker merupakan istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat
mempengaruhi setiap bagian tubuh. Penyakit kanker sangat ditakuti oleh kebanyakan
orang. Hal ini dikarenakan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh Pada tahun
2008 sebanyak 7,6 juta penduduk dunia meninggal akibat kanker. Jumlah ini merupakan
13% dari seluruh kematian setiap tahunnya (Globocan, 2008 dalam WHO, 2011). WHO
memperkirakan angka kematian akibat kanker akan meningkat secara signifikan pada
tahun-tahun mendatang, dan akan mencapai sekitar 12 juta kematian pertahun di seluruh
dunia pada tahun 2030. Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sulit dan hasilnya
kurang memuaskan (Manuaba, 2008). Pada stadium lanjut, pasien kanker tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Dalam sebuah penelitian oleh
Heydarnejad et al (2009), mengenai kualitas hidup penderita kanker pasca kemoterapi
pada 200 pasien kanker, didapatkan sebanyak 22 (11%) pasien tingkat kualitas hidupnya
baik, 132 (66%) pasien tingkat kualitas hidupnya sedang, dan 46 (23%) pasien tingkat
kualitas hidupnya buruk. Oleh sebab itu, kebutuhan pasien tidak hanya pada pemenuhan
atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial, dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin. Hal
inilah yang dikenal sebagai perawatan paliatif (Menkes RI, 2007).
BAGUS PRABOWO

WHO (2010) menyatakan bahwa semua pasien kanker membutuhkan perawatan


paliatif. Hal ini berarti bahwa perawatan paliatif diberikan sejak awal diagnosa
ditegakkan tanpa mempedulikan stadium penyakit. Pendapat yang berbeda diungkapkan
oleh Australian Palliative Care, yang menyatakan bahwa ketentuan perawatan paliatif
tidak harus berdasarkan waktu, namun atas dasar kebutuhan fisik dan psikososial yang
diidentifikasi dari pasien dan keluarga. Tidak semua orang dengan penyakit yang
mengancam nyawa akan membutuhkan perawatan paliatif (Waller et al., 2011).

III. LEGAL ISSU KEPERAWATAN PALIATIF


Prinsip –prisip Etik :
1. Autonomy (otonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri.prinsip otonomi merupakan bentuk respek
terhadap seseorang atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional.
2. Non maleficienci (tidak merugikan)
Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan psikologis pada klien.
Prinsip tidak merugikan, bahwa kita berkwaiban jika melakukan suatu tindakan agar
jangan sampai merugikan orang lain.
3. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlikan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
menyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
4. Beneficienec (berbuat baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang yang baik. Kebaikan
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang dalam situsi
pelayanan kesehatan, terjadi konflikantara prinsip ini dengan otonomi.
5. Justice (keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain
yang menjunjung prinsip–prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk
terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
BAGUS PRABOWO

6. Confidentiality (kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien harus
dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien
hanya boleh di baca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orang pun dapat
memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien dengan bukti
pesetujuannya.
7. A accountability (akuntabilitas)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab
pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk enilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar yang pasti yang man tindakan seorang professional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

IV. ILLNESS TRAJECTORY


A. Lintasan yang berbeda untuk penyakit yang berbeda
Satu abad yang lalu, kematian biasanya terjadi secara tiba-tiba, dan penyebab
utamanya adalah infeksi, kecelakaan, dan persalinan. Menjelang akhir kehidupan,
kebanyakan orang mengalami penyakit progresif yang serius penyakit
kardiovaskular, kanker, dan gangguan pernapasan adalah tiga penyebab utama yang
semakin mengganggu aktivitas biasa mereka sampai mati. Tiga lintasan penyakit
khas telah dijelaskan untuk pasien dengan penyakit kronis progresif: kanker,
kegagalan organ, dan lesi lansia atau demensia yang lemah. Kebutuhan fisik, sosial,
psikologis, dan spiritual pasien dan pengasuh mereka cenderung bervariasi sesuai
dengan lintasan yang mereka ikuti. Menyadari lintasan ini dapat membantu dokter
merencanakan perawatan untuk memenuhi kebutuhan multidimensi pasien mereka
dengan lebih baik, dan membantu pasien dan perawat mengatasi situasi mereka
Berbagai model perawatan mungkin diperlukan yang mencerminkan dan menangani
pengalaman dan kebutuhan pasien yang berbeda dan mempertimbangkan masing-
masing dari tiga lintasan ini secara lebih rinci.
1. Trajektori 1: periode singkat penurunan yang jelas, biasanya kanker
Ini memerlukan penurunan yang dapat diprediksi dalam kesehatan fisik
selama beberapa minggu, bulan, atau, tahun. Kasus ini mungkin diselingi oleh
efek positif atau negatif dari perawatan onkologi paliatif. Kebanyakan penurunan
berat badan, penurunan status kinerja, dan gangguan kemampuan perawatan diri
terjadi pada beberapa bulan terakhir pasien. Dengan kecenderungan diagnosis
BAGUS PRABOWO

sebelumnya dan tentang mendiskusikan prognosis, biasanya ada waktu untuk


mengantisipasi kebutuhan paliatif dan rencana untuk perawatan akhir kehidupan.
Lintasan ini sangat berkaitan dengan layanan perawatan paliatif spesialis
tradisional, seperti rumah perawatan dan program perawatan paliatif komunitas
terkait, yang berkonsentrasi untuk memberikan layanan komprehensif dalam
minggu atau bulan terakhir kehidupan bagi penderita kanker. Keterbatasan
sumber daya untuk perawatan di rumah dan tim komunitas mereka, ditambah
kekhawatiran mereka tentang kematian, dapat membatasi ketersediaan dan
penerimaan mereka.
2. Trajektori 2: pembatasan jangka panjang dengan episode serius intermiten
Dengan kondisi seperti gagal jantung dan penyakit paru obstruktif kronik,
pasien biasanya sakit selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dengan kadang-
kadang akut, sering berat, eksaserbasi. Deteriorasi umumnya terkait dengan
masuk ke rumah sakit dan perawatan intensif. Setiap eksaserbasi dapat
mengakibatkan kematian, dan meskipun pasien biasanya bertahan di episode
seperti itu, penurunan bertahap dalam status kesehatan dan fungsional adalah ciri
khasnya. Namun, waktu kematian tetap tidak pasti. Dalam satu penelitian besar,
kebanyakan pasien dengan gagal jantung lanjut meninggal ketika diharapkan
untuk hidup setidaknya selama enam bulan berikutnya. Banyak orang dengan
gagal jantung tahap akhir dan penyakit paru obstruktif kronik mengikuti lintasan
ini, tetapi ini mungkin tidak berlaku untuk beberapa kegagalan sistem organ
lainnya.
3. Trajektori 3: lama menyusut
Orang yang lolos dari kanker dan kegagalan sistem organ cenderung mati pada
usia yang lebih tua dari kegagalan otak (seperti Alzheimer atau demensia lainnya)
atau kerapuhan umum dari berbagai sistem tubuh. Lintasan ketiga ini adalah cacat
progresif dari dasar yang sudah ada dari fungsi kognitif atau fisik. Pasien seperti
itu dapat turun berat badannya dan kapasitas fungsional yang kemudian menyerah
pada kejadian fisik ringan atau "kerepotan" sosial sehari-hari yang mungkin
dalam dirinya sendiri tampak sepele tetapi, terjadi dalam kombinasi dengan
cadangan yang menurun, dapat berakibat fatal.

B. Implikasi klinis
BAGUS PRABOWO

Trajektori memungkinkan kita untuk menghargai bahwa "melakukan segala


sesuatu yang dapat dilakukan untuk penyembuhan yang mungkin" mungkin salah
arah. Mengoptimalkan kualitas hidup sebelum kematian yang tepat waktu,
bermartabat, dan damai adalah tujuan utama perawatan paliatif. Memahami dan
mempertimbangkan lintasan dapat membantu para profesional mengambil alih, pada
tahap awal dari yang seharusnya terjadi, bahwa kemerosotan progresif dan kematian
tidak dapat dihindari. Sebelum tahap terminal suatu penyakit, beberapa ahli
kesehatan mungkin membiarkan realitas prognosis tetap tidak diketahui atau tidak
terucap, tanpa disadari berkolusi dengan pasien dan kerabatnya dalam memerangi
kematian sampai akhir. Pasien sering menginginkan perawatan onkologi paliatif
bahkan jika itu sangat tidak mungkin bermanfaat bagi mereka, dan dokter biasanya
menawarkannya untuk mempertahankan harapan serta untuk mengobati penyakit.
Sebuah pandangan tentang kematian dan harapan yang lebih menyetujui
kenyataan dapat memoderasi “keharusan teknologi,” mencegah penerimaan yang
tidak perlu ke rumah sakit atau perawatan agresif. Dialog yang realistis tentang
lintasan penyakit antara pasien, keluarga, dan profesional dapat memungkinkan
pilihan perawatan suportif, berfokus pada kualitas hidup dan kontrol gejala yang
harus dipahami lebih awal dan lebih sering.
1. Contoh lintasan kanker
CC, seorang asisten toko pria berusia 51 tahun, mengeluhkan keringat
malam, berat badan, dan batuk. Sebuah sinar x awalnya menyarankan diagnosis
tuberkulosis, tetapi bronkoskopi dan scan tomografi computed menunjukkan
kanker paru-paru sel non-kecil yang tidak dapat dioperasi. Dia ditawari dan
menerima kemoterapi paliatif ketika dia sudah kehilangan berat badan yang
cukup (terlalu banyak untuk memungkinkan dia memasuki percobaan).
Kemoterapi mungkin membantu mengendalikan sesak napasnya, tetapi ia
kemudian diakui karena muntah. Menoleh ke belakang, CC (seperti beberapa
pasien lain dalam penelitian kami) menyatakan penyesalan bahwa dia telah
menerima kemoterapi: "Jika saya tahu saya akan menjadi seperti ini ...." Istrinya
merasa mereka telah kehilangan waktu berharga bersama ketika dia memiliki
relatif baik. CC takut akan kematian yang berkepanjangan.
2. Contoh lintasan kegagalan organ
Ny. HH, pensiunan pensiunan berusia 65 tahun (foto), telah dirawat di
rumah sakit beberapa kali karena gagal jantung. Dia tinggal di flat lantai tiga
BAGUS PRABOWO

dan dirawat oleh suami yang setia yang menerima sedikit bantuan dari
pekerjaan sosial atau keperawatan komunitas. Sebelumnya dia sangat ramah,
tetapi kemudian dia menjadi semakin terisolasi. Perhatian utamanya adalah
bahwa penglihatannya yang memburuk karena diabetes mencegahnya
menyelesaikan teka-teki silang, bukan bahwa dia mengalami gagal jantung
stadium IV. Perawatannya termasuk diuretik dosis tinggi dan terapi oksigen
jangka panjang. Dia membutuhkan tes darah yang sering.
Dia telah membesarkan prognosisnya secara tidak langsung dengan dokter
umum, dengan menyebutkan kepadanya bahwa cucunya telah bertanya apakah
dia akan ada di Natal. Nyonya HH meninggal dalam perjalanan pulang dari
masuk rumah sakit karena mimisan. Dia kadang-kadang mengalami ini karena
dia menderita hipertensi dan septum hidung berlubang. Percobaan resusitasi
dilakukan di ambulans. Suaminya kemudian mengungkapkan penyesalan yang
mendalam bahwa keinginan istrinya yang jelas untuk tidak memperpanjang
hidupnya tidak dihormati.

3. Kotak 3: Contoh lintasan kelemahan


Nyonya LC, seorang janda berusia 92 tahun, tinggal sendirian di lantai
dasar di pusat Edinburgh. Dilahirkan 12 tahun yang lalu, dia sekarang tinggal di
rumah karena radang sendi dan kelemahan fisik umum. Dilahirkan 12 tahun
yang lalu, dia sekarang tinggal di rumah karena radang sendi dan kelemahan
fisik umum. Dia sering bepergian ke toko-toko tetapi selama bertahun-tahun
merasa kurang mampu dan percaya diri, sebagian besar karena takut jatuh. Dia
menghargai kursi dan alat bantu berjalan yang disediakan oleh terapis okupasi
karena ini memberikan dukungan dan rasa aman di rumah. Sejak “ketakutan
kecil” yang dia miliki sebelum Natal ketika kakinya menyerah, dia pensiun ke
tempat tidur lebih awal dari sebelumnya. Dia menerima kunjungan rutin dari
teman-teman dan gereja lokal dan tidak banyak layanan. Obat saat ini adalah
parasetamol, tiroksin, dan bendrofluazid (untuk hipertensi) dan vaksin influenza
tahunan. Mrs LC memahami lintasannya saat ini dalam hal penurunan aktivitas
secara bertahap yang dia bisa lakukan, dan dia khawatir bahwa suatu hari kelak
ia akan kehilangan kemandiriannya. Dia tidak memiliki kerabat tetapi didukung
oleh kepercayaannya pada Tuhan, yang telah "memberi saya waktu yang baik di
planet ini, dan harus mengirim untuk saya sekarang."
BAGUS PRABOWO

C. Lintasan memungkinkan perencanaan praktis untuk “kematian yang baik”


Mati di rumah adalah harapan yang diungkapkan sekitar 65% orang pada awal
kanker dan lintasan kegagalan organ. Apresiasi bahwa semua lintasan menyebabkan
kematian, tetapi kematian itu mungkin mendadak (terutama pada pasien yang
mengikuti lintasan 2), memperjelas bahwa perencanaan yang matang masuk akal.
Memunculkan “tempat perawatan yang disukai” sekarang standar dalam beberapa
kerangka perawatan paliatif dan membantu dokter umum merencanakan perawatan
terminal di mana pasien dan keluarga ingin. Ini dapat meningkatkan kemungkinan
pasien meninggal di tempat pilihan mereka.
Eksplorasi sensitif diperlukan dan dapat memungkinkan masalah seperti status
resusitasi untuk diklarifikasi dan "urusan yang belum selesai" untuk diselesaikan bagi
pasien pada semua lintasan ini. Namun, arahan awal dapat diabaikan dalam panasnya
momen. Kematian Ny. HH (yang luar biasa pada orang dengan gagal jantung) telah
direncanakan, tetapi keadaan darurat melebihi situasi dan dia menerima resusitasi
yang tidak sesuai karena dokumentasi tidak tersedia. Kehendak hidup (arahan muka)
mungkin menjadi lebih populer dengan pasien, tetapi sebagian besar profesional
perawatan primer masih memiliki pengalaman yang relatif sedikit dengan ini.
Perencanaan semacam itu mungkin sangat relevan bagi orang-orang di lintasan
ketiga, di mana penurunan kognitif progresif adalah umum.

D. Memahami kemungkinan lintasan dapat memberdayakan pasien dan perawat


Beberapa pasien mencoba untuk mengendalikan penyakit mereka dengan
memperoleh pengetahuan tentang bagaimana kemungkinan untuk berkembang. 15,16
Jika yang menderita kanker paru-paru, telah menyadari kemungkinan penurunannya,
dia mungkin kurang khawatir tentang kematian yang sangat berkepanjangan.
Demikian pula, istrinya mungkin kurang khawatir tentang kematian mendadak.
Keduanya memberikan isyarat jelas dalam wawancara penelitian bahwa mereka
prihatin tentang kemungkinan sifat kematian dan akan menyambut diskusi sensitif ini
dengan para profesional kesehatan.

E. Keterbatasan dari pendekatan lintasan


Pendekatan lintasan memberikan gambaran umum konseptual, tetapi pasien tidak
boleh hanya ditempatkan ke dalam kategori yang ditetapkan tanpa tinjauan rutin.
BAGUS PRABOWO

Setiap pasien akan meninggal pada tahap yang berbeda di setiap lintasan, dan laju
perkembangannya dapat bervariasi. Penyakit-penyakit lain atau keadaan sosial dan
keluarga dapat mengintervensi, sehingga prioritas dan kebutuhan berubah. Beberapa
orang mengatasi dengan penolakan atau penolakan, membuat komunikasi terbuka
kurang tepat pada tahap sebelumnya.
Beberapa penyakit mungkin tidak mengikuti apapun, apapun, atau semua
lintasan: stroke yang parah bisa, misalnya, mengakibatkan kematian mendadak atau
penurunan yang cukup akut seperti pada lintasan 1; serangkaian stroke yang lebih
kecil dan pemulihan bisa meniru lintasan 2; sementara penurunan bertahap dengan
cacat progresif bisa paralel lintasan 3. Gagal ginjal mungkin mewakili lintasan
keempat yang terdiri dari penurunan stabil, dengan tingkat penurunan tergantung
pada patologi yang mendasari dan faktor terkait pasien lain seperti komorbiditas.
Pasien dengan beberapa gangguan mungkin memiliki dua lintasan yang berjalan
bersamaan, dengan lintasan progresif yang lebih cepat biasanya mengambil posisi
tengah. Ini tidak jarang pada pasien yang lebih tua dengan kanker progresif lambat.

F. Dimensi kebutuhan lain mungkin memiliki lintasan yang berbeda


Lintasan yang kita anggap berhubungan dengan kesejahteraan fisik. Lintasan lain
mungkin ada mengenai dimensi seperti domain spiritual atau eksistensial. Pada
pasien kanker, kami telah mencatat bahwa tekanan spiritual dan pertanyaan dapat
mencapai puncak pada diagnosis, lagi pada saat kekambuhan, dan kemudian di
kemudian hari pada tahap terminal. Distres spiritual pada orang dengan gagal jantung
dapat, sebaliknya, terbukti lebih seragam di seluruh lintasan, mencerminkan
hilangnya identitas secara bertahap dan meningkatnya ketergantungan.18 Lintasan
psikologis dan sosial juga berpotensi dipetakan. Dalam demensia, hilangnya fungsi
kognitif dapat menyebabkan hilangnya paralel dalam aktivitas kehidupan sehari-hari,
penarikan sosial, dan tekanan emosional.

G. Implikasi untuk perencanaan dan pengembangan layanan


Satu ukuran mungkin tidak cocok untuk semua. Model perawatan yang berbeda
akan sesuai untuk orang dengan lintasan penyakit yang berbeda. Model khas
perawatan paliatif kanker mungkin tidak cocok untuk orang yang mengalami
penurunan progresif bertahap dengan eksaserbasi tak terduga. Orang dengan penyakit
non-ganas mungkin memiliki kebutuhan yang lebih lama, tetapi ini sama
BAGUS PRABOWO

menekannya dengan orang-orang dengan kanker. Ketidakpastian tentang prognosis


seharusnya tidak menyebabkan pasien ini, dan keluarganya, relatif diabaikan oleh
layanan kesehatan dan sosial. Gambaran strategis tentang kebutuhan dan layanan
yang tersedia bagi orang-orang di lintasan utama dapat membantu kebijakan dan
layanan menjadi lebih baik. dikonseptualisasikan, diformulasikan, dan dikembangkan
untuk mempertimbangkan semua orang dengan penyakit kronis yang serius.

H. Merencanakan perawatan sebelumnya dapat mencegah penerimaan


Merencanakan perawatan dan menyediakan sumber daya di muka berdasarkan
lintasan ini mungkin membantu lebih banyak orang mati di mana mereka lebih suka.
Sebagai contoh, banyak lansia lemah dan pasien dengan demensia saat ini dirawat di
rumah sakit untuk meninggal ketika sakit parah. Penggunaan jalur perawatan akhir
kehidupan di panti jompo terbukti semakin efektif dalam mencegah penerimaan
tersebut.

I. Pelajaran dipindahtangankan
Model perawatan untuk satu lintasan dapat menginformasikan yang lain.
Misalnya, perawatan kanker dapat belajar dari paradigma promosi kesehatan yang
sudah ditetapkan dalam manajemen penyakit kronis. Memperbaiki kehidupan saat
mendekati kematian di Amerika Utara dan "perawatan kesehatan yang
mempromosikan perawatan paliatif" di Australia adalah dua contoh seperti itu. Ini
memiliki potensi untuk meruntuhkan kematian dan memaksimalkan kualitas hidup
pasien kanker sampai mati. Sebaliknya, pasien dengan kegagalan organ dapat
memperoleh manfaat dari ide-ide yang dikembangkan dalam perawatan kanker,
seperti kerangka perencanaan perawatan lanjutan dan jalur akhir kehidupan.

Вам также может понравиться