Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian

Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang


menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala
penyakit infeksi tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai
akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) oleh virus yang
disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency Virus merupakan
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang
disebut dengan T4 atau sel T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV
tergolong dalam kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat
dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak materi genetika sendiri
didalam materi genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui proses ini
HIV dapat mematikan sel - sel T4. (Mansjoer, 2000)

AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang


disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu,
termasuk pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra
vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan
seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut. ( Nursalam, 2008 )

AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa
kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Centre for

3
Disease Control and Prevention)

2.2. Etiologi

Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:

a. Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi

b. Pemakaian obat oleh ibunya

c. Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena

d. Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi

Cara Penularan Untuk ini perlu diketahui cara-cara penularan AIDS, yaitu:

a. Melalui hubungan seksual (heteroseksual, homoseksual, biseksual)


dengan penderita yang mengidap HIV. Sebuah survei di Jakarta
menunjukkan bahwa 53 % pengguna narkoba suntik pernah melakukan
seks dengan lebih dari satu patner dan 20% pernah melakukan hubungan
seks dengan PSK (moyoritas tidak menggunakan kondom). HIV
ditemukan pada cairan mani atau cairan senggama penderita HIV. HIV
yang ada pada cairan tersebut akan dipindahkan kepada pasangannya
melalui luka yang terjadi karena gesekan waktu senggama.

b. Melalui parenteral, misalnya alat suntik yang telah tercemar HIV, atau
tranfusi darah yang telah tercemar HIV, penggunaan narkoba suntik dan
lain-lain (akupuntur, tindik, tatto). Tingginya kasus HIV/AIDS di
kalangan pengguna narkoba suntik atau IDU (>91% laki-laki muda usia
16-25 tahun) dikhawatirkan akan terjadi penularan kepada pasangan
perempuannya yang pada gilirannya dapat berakibat terjadinya penularan
HIV dari ibu ke bayi.

c. Melalui ibu yang mengidap HIV kepada bayinya (25-45%) Transmisi


HIV-1 dari ibu ke janin dapat mencapai 30% sedangkan HIV-2 hanya
10%. Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau saat
persalinan. Bila antigen P24 ibu jumlahnya banyak, dan atau jumlah
reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi.

4
Ternyata HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu. Perkiraan risiko
dan waktu penularan HIV dari ibu ke bayi:

a. Waktu masih dalam kandungan (selama kehamilan) karena viral load ibu
yang tinggi (infeksi baru/AIDS lanjut), infeksi plasenta (virus, bakteri,
parasit) membuat barrier plasenta rusak, infeksi menular seksual.
Perkiraan risiko sebesar 5-10%.

b. Saat melahirkan (ketika persalinan) karena Viral load ibu tinggi, pecah
ketuban dini (4 jam), persalinan yang invasive, chorioamnioitis. Perkiraan
risikonya sebesar 10-20%.

c. Air susu ibu karena viral load ibu yang tinggi, durasi menyusui yang
lama, makanan campuran pada tahap awal, mastitis/abses pada payudara,
status gizi yang buruk, penyakit mulut pada bayi.

Perkiraan risikonya sebesar 10- 15% (Hermiyanti, 2006). HIV memang


ditemukan dalam air ludah, air mata, air kencing, serta tinja penderita. Tetapi
jumlahnya sangat sedikit, dan karena itu tidak pernah dilaporkan berperan
sebagai sumber penularan. Bersalaman dan atau berpelukan dengan penderita
AIDS tidak akan menularkan AIDS. Nasehat untuk tidak sampai
menimbulkan luka memang sangat dianjurkan, terutama untuk petugas
kesehatan yang merawat penderita AIDS. Memakai peralatan minum dan
makan penderita AIDS, mandi dalam satu kolam renang dengan penderita
AIDS, menggunakan kamar mandi atau kakus yang sama dengan penderita
AIDS, dan atau gigitan atau serangga yang telah menggigit penderita AIDS,
juga tidak akan menularkan HIV (Harahap, 2004).

2.3. Patofisiologis
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan

5
sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan
memasuki sel T4 , virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya
sehingga akhirnya menurun, sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang
infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal ini
menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain
menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain, organ
yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh
selaput pembungkus yang sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel
otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat menyebabkan
kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar antara 6 bulan sampai
dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang terbanyak kurang
dari 11 tahun. (Depkes, 1997)

2.4.Klasifikasi HIV/AIDS
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4
stadium:
a. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan
serologik ketika antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi
positif. Waktu masuknya HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama
1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan ( window periode)
b. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan
gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
c. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata ( persistent generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung
kurang lebih 1 bulan
d. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam -
macam penyakit infeksi sekunder

6
2.5. Tanda dan Gejala
Penyakit ini disertai kumpulan gejala (syndrome) antara lain gejala infeksi dan
penyakit oportumistik yang timbul akibat menurunnya daya tahan tubuh
penderita. Menurunnya kekebalan menjadikan penderita rentan terhadap
infeksi oportunitik dimana infeksi mikroorganisme yang dalam keadaan
normal bersifat apatogen.

Pada penderita AIDS mikroorganisme yang bersifat apatogen dapat menjadi


pathogen (Syamsuridjat, 2001). Adapun yang termasuk gejala mayor yaitu:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan Neorologis
e. Demensia atau HIV ensepalopatik

Gejala minor :

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalisata yang gatal
c. Adanya Herpes Zoster Multisegmental dan atau berulang
d. Kandidiasis orofariengeas
e. Herpes Simpleks kronik progresif
f. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah bening)
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin. (Syamsuridjat, 2001)

2.6. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV maka
terapinya yaitu :
a. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
b. Terapi AZT (Azitomidin)

7
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim
pembalik transcriptase
c. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obatan ini adalah: didanosina, ribavirin, diedoxycytidine,
recombinant CD4 dapat larut.
d. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
e. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat replikasi HIV.
f. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi hidup sehat.
g. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan
makanan yang sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap
AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

Penatalaksanaan klinis infeksi HIV/AIDS dikonsentrasikan pada terapi umum


dan terapi khusus serta pencegahan penularan yang meliputi penderita
dianjurkan untuk berisitirahat dan meminimalkan tingkat kelelahan akibat
infeksi kronis, dukungan nutrisi yang adekuat berbasis makronutrien dan
mikronutrien, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial,
motivasi dan pengawasan dalam pemberian antiretroviral therapy (ARV),
membiasakan gaya hidup sehat antara lain dengan berolahraga yang ringan
dan teratur, mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti
atau orang yang mempunyai banyak pasangan.

2.7. Pemeriksaan HIV/AIDS


Beberapa pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan dalam
menegakkan infeksi HIV, yaitu:

8
a. ELISA Merupakan pemeriksaan serologi standart/uji penapsian terhadap
antibodi HIV. Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes
ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi (Carroll, 2007)
b. Western Bolt Merupakan tes konfirmasi uji pemastian terhadap komponen
protein HIV. Spesifitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam
(Widoyono,2011).
c. PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini banyak digunakan pada bayi,
karena ini dapat meminimalkan kerja dari zat antimaternal yang dapat
mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi
tersebut (Mandal at. al, 2008).
d. Peran perawat spesialis klinis HIV/AIDS Program penanggulangan
HIV/AIDS mempunyai tantangan yang cukup besar sehubungan dengan
angka prevalensi HIV/AIDS yang terus meningkat. Peran tenaga
kesehatan khususnya perawat spesialis dituntut untuk berperan aktif dalam
program tersebut melalui upaya pencegahan dan pengelolaan pelayan
keperawatan secara langsung. Dalam melakukan perananya, perawat
spesialis bertanggungjawab mengembangkan, melaksanakan, dan
mengevaluasi asuhan keperawatan HIV/AIDS yang komperehensif yang
sangat bermanfaat dalam program pengendalian lanjut infeksi HIV
(Kurniawati & Nursalam, 2008).

Вам также может понравиться