Вы находитесь на странице: 1из 10

Clinical Science Session

“TORCH & DAMPAKNYA PADA NEONATUS”

Disusun oleh:

Khania Amanda Werikati


12100118089

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD AL IHSAN BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus pada kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin. Infeksi dapat berkembang pada neonatus secara transplasenta, perinatal (dari sekresi
vagina atau darah), atau postnatal (dari ASI atau sumber lain). Manifestasi klinis infeksi
neonatal bervariasi tergantung pada agen virus dan usia kehamilan saat pajanan. Risiko infeksi
biasanya berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat akuisisi, beberapa mengakibatkan
sindrom kelainan bawaan. Infeksi yang diketahui menghasilkan cacat bawaan telah dijelaskan
dengan akronim TORCH (Toxoplasma, yang lainnya, rubella, cytomegalovirus [CMV],
herpes). Kategori "lainnya" telah berkembang pesat dengan memasukkan beberapa virus yang
diketahui menyebabkan penyakit neonatal.1
Sebelumnya, satu-satunya infeksi virus yang menjadi perhatian selama kehamilan
adalah yang disebabkan oleh virus rubella, CMV, dan virus herpes simpleks (HSV). Virus lain
yang sekarang diketahui menyebabkan infeksi bawaan termasuk virus parvovirus B19 (B19V),
virus varicella-zoster (VZV), virus West Nile, virus campak, enterovirus, adenovirus, human
immunodeficiency virus (HIV), dan virus Zika. Yang juga penting adalah virus hepatitis E
karena tingkat kematian yang tinggi terkait dengan infeksi pada wanita hamil. Baru-baru ini,
virus choriomeningitis limfositik (LCMV) telah terlibat sebagai arenavirus yang ditularkan
melalui binatang pengerat.1
Di seluruh dunia, infeksi HIV bawaan sekarang menjadi penyebab utama morbiditas
dan kematian bayi dan anak-anak, yang bertanggung jawab atas sekitar 4 juta kematian sejak
dimulainya pandemi HIV.1 Pada wanita hamil yang terinfeksi penyakit TORCH, selama
kehamilan akan meneruskan infeksi kepada janin yang dikandung salah satunya melalui tali
pusat plasenta dan menimbulkan infeksi, janin yang dikandung mengalami keguguran atau bayi
lahir namun mengalami beberapa gangguan baik cacat fisik maupun nonfisik. Cacat fisik
seperti hidrocephalus, mikrocephalus, anggota badan tidak lengkap atau lainnya.Sedangkan
cacat nonfisik seperti menyerang sel saraf otak, pengkapuran otak, dan dapat mengakibatkan
cacat bawaan pada anak yang terinfeksi. Sehingga ibu hamil harus mengetahui dampak infeksi
TORCH.
BAB II
PEMBAHASAN

TORCH adalah akronim untuk sekelompok infeksi yang didapat secara kongenital
yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada neonatus. 2 TORCH
adalah singkatan dari yang berikut ini :
 Toxoplasmosis
 Others :
(syphilis, hepatitis B, varicella zoster virus (VZV), human im- munodeficiency virus
(HIV), parvovirus B19, enteroviruses, lymphocytic choriomeningitic virus)
 Rubella
 Cytomegalovirus
 Herpes simplex virus 2

TORCH dapat ditularkan secara vertikal maupun horisontal. Infeksi TORCH


merupakan penyebab infeksi kongenital yang dapat ditularkan dari ibu ke janin melalui sawar
darah plasenta, kontak perineum selama masa perinatal, dan melalui air susu ibu (ASI), atau
disebut infeksi vertikal.3 Pada penularan TORCH secara vertikal hanya 1% janin yang
terinfeksi dan sekitar 10% di antaranya menyebabkan infeksi kongenital yang berakibat
kecacatan pada janin dan bayi baru lahir, bahkan sampai kematian. Sementara dari 90%
lainnya, bayi tidak bergejala atau asimtomatik, tetapi 15% di antaranya dapat mengalami
kelainan di kemudian hari.3 Pertimbangkan infeksi TORCH ketika terjadi kondisi ini pada
neonatus : intrauterine growth restriction (IUGR), microcephaly, intracranial calcifications,
conjunctivitis, hearing loss, rash, hepatosplenomegaly, or thrombocytopenia.2
Ketika dicurigai adanya infeksi bawaan, riwayat maternal yang menyeluruh harus
diperoleh, termasuk status imunisasi, infeksi masa lalu dan baru-baru ini, dan paparan.
Pemeriksaan fisik yang cermat pada neonatus sangat penting karena temuan klinis yang
berbeda dapat menunjukkan diagnosis spesifik. Pengujian diagnostik harus diarahkan hanya
terhadap infeksi yang sesuai dengan gambaran klinis dan historis. Titer TORCH yang kadang-
kadang digunakan tidak boleh digunakan sebagai tes tunggal untuk mendiagnosis atau
menyingkirkan infeksi bawaan atau kongenital. 2

A. TOXOPLASMOSIS
Agen penyebab toksoplasmosis adalah protozoa dan parasit intraseluler Toxoplasma
gondii. T. Gondii ditularkan secara fecal-oral. Oocyst dari T. Gondii di exkresikan via feces
kucing dan teringesti oleh manusia melalui daging yang tidak matang, air dan tanah yg
terkontaminasi, susu kambing. Oocyst remain infectious dalam waktu yang bervariasi dan
setelah di ekskresikan ia bisa bertahan di tanah selama 18 bulan. Toksoplasmosis di
transmisikan ke fetus selama infeksi primer pada ibu atau jika ibu mengalami
immunocompromised dan mengalami infeksi kronis. Resiko transmisi ke fetal selama maternal
infection meningkat dengan usia kehamilan. 4

 MANIFESTASI KLINIS
 Semakin awal infeksi pada fetus terjadi saat kehamilan  semakin parah
 Infeksi pada trimester 1  kematian, jika fetus survive biasanya mengalami
gangguan opthalmologic dan CNS sequelae.2
 Infeksi pada trimester 2  multiple efek, termasuk classic triad pada
hydrocephalus, kalsifikasi intrakranial, dan chorioretinitis, jaundice,
hepatosplenomegaly, anemia, lymphadenopathy, microcephaly, developmental
delay, gangguan penglihatan, kehilangan pendengaran, dan kejang2
 Infeksi pada trimester 3 biasanya asimtomatik saat lahir (70-90%), gangguan
perkembangan atau gangguan penglihatan seiring kehidupannya. 2
 10-30% simtomatik newborn  bisa terdapat gejala berikut :
 gejala sistemik : maculopapular rash, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly,
thrombocytopenia, jaundice2,4

 DIAGNOSIS
 Definitive diagnosis  isolasi organisme dari plasenta, serum dan CSF (tidak
available) dengan menggunakan kultur jaringan inokulasi
 Antenatal diagnosis  PCR untuk deteksi DNA parasit dalam cairan amnion
(setelah usia kehamilan 20 mgg) atau darah fetus, USG
 Postnatal diagnosis  Serologic tes dari tali pusat, atau infant blood
 T. Gondii – specific IgG antibodi  dapat di deteksi saat 1-2 bulan post infeksi
 T. Gondii – specific IgM antibodi  bisa false positive atau false negative, IgM
antibodies dapat menetap selama 6 – 24 bulan. 2,4
 T. Gondii – specific IgA dan IgE antibodi  konsentrasi gampang turun dibanding
IgM sehingga lebih prefer ke pemeriksaan IgM
 Pemeriksaan serology harus diulang 10 hari kemudian karena placenta leak dapat
menyebabkan hasil false – postive
 Jika infeksi sudah di konfirmasi dengan PCR atau pemeriksaan serologic atau
kultur, harus dilakukan post natal test  darah rutin untuk melihat kemungkinan
anemia dan trombositopenia, liver function test, cranial ultrasonography, dan head
computed tomography scan untuk hydrosephalus dan kalsifikasidan pemeriksaan
ophalmologic2,4

 PENCEGAHAN
 Memasak daging hingga matang, mengupas buah dan mencuci sayuran,mencuci
alat2 dapur dengan sabun dan air panas, menggunakan sarung tangan ketika
menyentuh tanah, pasir atau box kucing

 TATALAKSANA
 Selama kehamilan  PCR cairan amnion menunjukan infeksi (+)  Spiramycin
3gm /hari + cotrimoxazole dan folinic acid HINGGA HARI KELAHIRAN.
 Bayi dengan Congenital toxoplasmosis  pyremethamine, sulfadiazine, dan
leucoforin selama 1 tahun, pemeriksaan rutin opthalmologic dan perkembangan
anak.
 jika protein CSF > 1 g/dL dan chorioretinitis threatens vision  pertimbangkan
pemberian Prednisone 1 mg/kg

B. RUBELLA
Rubella atau campak jerman merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
Rubella. Virus ini termasuk ke dalam family Togaviridae. Genus Rubivirus. Diperoleh dalam
rahim selama awal kehamilan, rubela dapat menyebabkan konsekuensi neonatal yang parah.
Terjadinya cacat bawaan mendekati 85% jika infeksi didapat selama usia kehamilan 4 minggu
pertama; hampir 40% secara spontan dibatalkan atau lahir mati. Jika infeksi terjadi selama
minggu 13 hingga 16, 35% bayi dapat memiliki kelainan. Infeksi setelah kehamilan 4 bulan
tampaknya tidak menyebabkan penyakit. Rubella yang didapat pasca-natal (setelah lahir), cara
transmisi infeksi melalui sekresi nasofaring.3–5

Sedangkan Rubella Kongenital ditularkan dari ibu yang mengalami viremia.6 Maternal
viremia akan diikuti oleh infeksi plasenta dan selanjutnya terjadi viremia pada fetus. Keadaan
ini menyebabkan penyebaran infeksi pada banyak organ fetus. Bayi dengan rubella kongenital
dapat mengalami infeksi kronik sampai beberapa minggu hingga beberapa bulan. Sebagian
besar bayi ini dapat menyebarkan virus sampai usia lebih kurang 4 bulan, selanjutnya pada usia
1 tahun imunoglobulin serum akan kembali ke pola normal. Waktu merupakan faktor penting
pada patogenesis rubella kongenital. Keadaan ini dapat terjadi bila infeksi didapat selama
kehamilan 8 – 12 minggu.3–5

 MANIFESTASI KLINIS
 Blueberry muffin rash karena adanya extramedullary hematopoiesis (dermal
erythropoiesis)
 Katarak
 encephalitis
 cardiac defects (pulmonary arterial hypoplasia and patent ductus arteriosus)
 Salt and pepper chorioretinitis
 microphthalmia
 Lymphadenopathy, hepatosplenomegaly, trombositopenia, interstitial pneumositis,
radiolucent bone disease (long bones) dan IUGR
 Bayi yang terinfeksi bisa asimtomatik saat lahir tapi berkembang menjadi sequelae
selama 1 tahun pertama kehidupan. 2

 DIAGNOSIS
 Deteksi Gejala pada ibu Saat kehamilan  gejala prodormal : low grade fever hari
1-5, sakit kepala, malaise, coryza ringan, konjungtivitis, atralgia atau atritis 
maternal suspect
 Titer IgG  terdeteksi 10 hari setelah kontak
 Titer IgM  menetap selama 2 bulan setelah infeksi
Jika maternal infection terkonifrmasi :
 Fetus diagnostic  Cord blood rubella specific IgM and PCR of amniotic fluid
 Postnatal diagnosis  test rubella-specific IgM atau kultur dari darah, urine, CSF,
sekresi oral/nasal, feses.
Jika congenital infection terkonfirmasi :
 Pemeriksaan darah untuk  anemia and thrombocytopenia,liver function tests, renal
function tests, electrolyte assessment
 USGkranial dan renal, echocardiography, lumbar pungsi, RO thorax dan long bone,
pemeriksaan ophtalmologic dan pendengaran selama 1 tahun pertama kehidupan.

 PENCEGAHAN
Vaccine rubella

 TREATMENT
 Tidak ada terapi spesifik untuk congenital rubella
 Terapi supportiv
 Kelainan jantung dapat di koreksi dengan tindakan operatif
 Kerusakan sistem saraf permanen

C. CYTOMEGALOVIRUS
CMV adalah infeksi kongenital yang paling umum dan penyebab utama gangguan
pendengaran sensorineural, keterbelakangan mental, penyakit retina, dan cerebral palsy.
CMV kongenital terjadi pada sekitar 0,5% hingga 1,5% kelahiran. Ketika infeksi primer
terjadi pada ibu selama kehamilan, virus ditransmisikan ke janin pada sekitar 35%
kasus.Tingkat infeksi CMV tiga sampai tujuh kali lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu
remaja dibandingkan dengan yang lain. Risiko penularan CMV ke janin tidak tergantung
pada usia kehamilan pada saat infeksi ibu. Pada awal kehamilan bahwa infeksi maternal
primer terjadi, semakin simptomatik bayi saat lahir. 4,7
Sumber CMV yang paling umum untuk infeksi primer yang terjadi pada ibu selama
kehamilan adalah kontak seksual dan kontak dengan anak kecil. Sudah diketahui bahwa
CMV dapat ditularkan ke janin bahkan ketika infeksi ibu terjadi jauh sebelum pembuahan.4

 TRANSMISI
 Trasnplacenta
 Persalinan (kontak dengan sekresi dari saluran genital yang terinfeksi)
 Postnatal  via ingesti dari ASI ibu yang terinfeksi atau kontak langsung dengan
cairan tubuh lainnya (urine & saliva)
 Reaktivasi dari latent virus (pada ibu yang pernah terinfeksi sebelum kehamilan)

 MANIFESTASI KLINIS
 Asymptomatic saat baru lahir
 Simtomatik infant dengan CMV  IUGR, micro- cephaly, periventricular
calcifications, hepatosplenomegaly, jaundice, thrombocytopenia, dan retinitis,
hypotonia, lethargy, dan lemah menghisap ASI.
 Preterm infant  gejala sepsis (apnea, bradycardia, intestinal dis- tention, and poor
color)
 Infeksi post natal melalui susu tidak menyebabkan sequelae (kemungkinan proteksi
dari antibodi ibu)

 DIAGNOSIS
 Kongenital CMV  pemeriksaan virus (kultur, PCR) dari cairan tubuh (urine atau
sekresi faring) pada 3 minggu pertama kelahiran

 TATALAKSANA
 Tidak ada pengobatan yang khusus untuk CMV kongenital
 Gancyclovir 6 mg/kg per IV selama 6 mgg pada bayi baru lahir dengan penyakit
CMV kongenital yang parah dan gangguan neurologis membantu mencegah
terjadinya gangguan pendengaran dan pertumbuhan lingkar kepala pada 6 – 12
bulan pertama kehidupan.
 Supportive care

D. HERPES SIMPLEX VIRUS


Di sebabkan oleh infeksi dari HSV 1 and 2 adalah virus double stranded DNA dari
Herpesviridae family.

 TRANSMISI
 Kontak langsung dengan infected lesions atau mukosa. (terutama saat proses
persalinan spontan)
 Infeksi virus secara ascending setelah membran rupture
 Transmisi melalui placenta sangat jarang terjadi  jika terjadi, maka : death atau
ada kelainan kongenital
 Postnatal  dari ciuman atau menyentuh bayi

 MANIFESTASI KLINIS
 Gejala muncul dalam 1 – 6 minggu pertama kelahiran.
 Gejala  irritability, poor feeding, lethargy, skin vesicles, demam, kejang, fontanel
cembung
 respiratory distress, hepatomegaly, jaundice, dan disseminated intravascular
coagulation, Hemorrhagic pneumonitis, severe coagulopathy, liver failure, dan
meningoencephalitis
 Neonatal Herpes vesicles atau zoster-like eruptions pada kulit, mata, atau mulut
(SEM disease)
 CNS  (microphthalmia, retinal dysplasia, chorioretinitis, microcephaly,
hydranencephaly, calcifications).

 DIAGNOSIS
 HSV PCR dari CSF (bisa negativ pada 5 hari pertama infeksi)
 Titer IgM
 Bayi Dengan SEM disease  Kultur HSV dari lesi

 TREATMENT
 Untuk Skin-eye-mouth disease  Acyclovir IV dgn dosis 20 mg/kg/dose 3 x 1
selama 14 hari
 Untuk disseminated disease dan ensefalitis  terapi selama 21 hari dan
pengulangan lumbal pungsi untuk mengeck HSV DNA PCR negative dan CSF
normal sebelum menghentikan terapi
 Topical ophthalmic drugs untuk lesi pada mata3

DAFTAR PUSTAKA

1. Teresa Marino M. Viral Infections and Pregnancy.


https://emedicine.medscape.com/article/235213-overview. Published 2017. Accessed
February 2, 2019.
2. Del Pizzo J. Focus on Diagnosis: Congenital Infections (TORCH). Pediatr Rev.
2011;32(12):537-542. doi:10.1542/pir.32-12-537.
3. Prof. DR. Dr. Agus Firmansyah SA, Dr. Badriul Hegar, Sp.A(K) P, Prof. DR. Dr.
Bambang Supriyatno SA. Practical Management in Pediatrics. Jakarta: IDAI; 2014.
4. Karen J. Marcdante, MD Robert M. Kliegman M. Nelson Essentials of Pediatrics. 7th
ed. (Karen J. Marcdante, MD Robert M. Kliegman M, ed.). Elsevier; 2015.
5. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Menteri Kesehat Republik Indones. 2017. doi:10.1017/CBO9781107415324.004.
6. Lawrence Impey TC. Obstetrics & Gynaecology. 4th ed. John Wiley & Sons, Ltd.;
2012.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. William Obstetrics. 24th ed. (F. Gary
Cunningham, MD Kenneth J. Leveno, MD Steven L. Bloom, MD Catherine Y. Spong,
MD Jodi S. Dashe, MD Barbara L. Hoffman, MD Brian M. Casey, MD Jeanne S.
Sheffield M, ed.). McGraw-Hill Education; 2014.

Вам также может понравиться