Вы находитесь на странице: 1из 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN RASA


NYAMAN, NYERI

Disusun oleh:
Yudha Hermawanto
P. 27220009 116
DIII Keperawatan DIV Berlanjut

JURUSAN DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2010
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN RASA NYAMAN, NYERI

A. Konsep Dasar
I. Definisi.
1. Menurut Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui
hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2. Menurut Wolf Weifsel Feurst (1972), mengatakan bahwa nyeri
merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau
perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Menurut Keperawatan, nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapan pun
individu mengatakannya.
4. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

II. Istilah dalam nyeri


1. Nosiseptor adalah serabut saraf yang mentransmisikan nyeri.
2. Non-nosiseptor adalah serabut saraf yang biasanya tidak
mentransmisikan nyeri.
3. Sistem nosiseptif adalah sistem yang terlibat dalam transmisi dan
persepsi terhadap nyeri.
4. Ambang nyeri adalah stimulus yang paling kecil yang akan
menimbulkan nyeri.
5. Toleransi nyeri adalah intensitas maksimum atau durasi nyeri yang
dapat ditahan oleh individu.
III. Sifat-sifat nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi.
2. Nyeri bersifat subjektif dan individual.
3. Nyeri tidak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X dan lab darah.
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis, tingkah laku, dan dari pernyataan klien.
5. Hanya pasien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa
rasanya.
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis.
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya suatu kerusakan jaringan.
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan.
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri yang
tidak optimal.
Secara ringkas sifat nyeri dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Nyeri bersifat individu.
b. Nyeri tidak menyenangkan.
c. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi.
d. Bersifat tidak berkesudahan.

IV. Fisiologis nyeri


Untuk memudahkan dalam memahami nyeri, maka perlu
mempelajari 3 komponen fisiologi nyeri, antara lain:
a) Resepsi : Proses perjalanan nyeri.
b) Persepsi : Kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Adanya stimuli yang mengenai tubuh ( mekanik, termal, kimia ) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia ( histamine, bradikinin,
kalium ). Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila
nosiseptor mencapai ambang nyeri maka akan timbul impuls saraf
yang akan dibawa menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran,
suhu hangat dan tekanan halus. Reseptor terletak di struktur
permukaan.
c) Reaksi : Respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan
nyeri.
Neuroregulator
1. Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf,
berperan penting pada pengalaman nyeri.
2. Substansi ini ditemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam
kornu dorsalis medulla spinalis dan pada tempat reseptor dalam
saluran spinotalamik.
3. Neororegulator ada 2 macam yaitu Neurotransmiter dan
Neuromodulator.
4. Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah
sinaptik antara 2 serabut saraf. ( Contoh: supstansi P, serotonin,
prostaglandin ).
5. Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi
stimulus saraf tanpa mentransfer secara langsung sinyal saraf yang
melalui synaps. ( Contoh: endorphin, bradikinin ).
6. Neuromodulator diyakini aktivitasnya secara tidak langsung bisa
meningkatkan atau menurunkan efek sebagai neurotransmitter.

V. Teory Gate Control


Teori ini dikenal oleh Melzak dan Wall pada tahun 1965. Menurut
teori ini, sinaps yang berada pada dorsal hom bekerja seperti sebuah pintu
membuka atau menutup sehingga apabila ada rangsang nyeri pintu
tersebut akan ditutup sehingga nyeri tersebut tidak sampai di otak atau
pintu itu dibuka sehingga nyeri sampai ke otak. Hipotesis teori ini adalah
apabila ada sejumlah impuls nyeri yang berjalan sepanjang serabut saraf
tebal ( seperti: panas, dingin atau sentuhan), maka sejumlah impuls nyeri
tersebut berusaha untuk dicegah dengan cara menutup pintu pada serabut
saraf tersebut. Individu akan merasakan nyeri hanya jika pintu sinaps
dibukivata atau impuls sangat dominan.

VI. Respon fisiologis terhadap nyeri


1. Stimulasi Simpatik: ( nyeri ringan, moderat, dan superficial ).
a) Dilatasi saluran bronchial dan peningkatan respirasi rate.
b) Peningkatan heart rate.
c) Vasokontriksi perifer, peningkatan Blood Pessure.
d) Peningkatan nilai gula darah.
e) Peningkatan kekuatan otot.
f) Dilatasi pupil.
g) Penurunan motilitas GI.
2. Stimulus Parasimpatik ( nyeri berat dan dalam ).
a) Muka pucat.
b) Otot mengeras.
c) Penurunan Heart Rate dan Blood Pressure.
d) Nafas cepat dan irregular.
e) Nausea dan Vomitus (Mual & Muntah).
f) Kelelahan dan Keletihan.
VII. Respon tingkah laku terhadap nyeri
Respon tingkah laku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur).
2. Ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan.
4. Kontak dengan orang lain/ interaksi sosial (menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada
aktivitas menghilangkan nyeri.

VIII. Respon individu terhadap nyeri


Respon tubuh terhadap nyeri ada 3 tahap, yaitu:
a. Tahap aktivasi (activation)
Dimulai saat pertama individu menerima rangsang nyeri sampai
tubuh bereaksi terhadap nyeri yang meliputi : respon simpato
adrenal, respon muskuler, dan respon emosional.
Respon Simpato
Respon Muskuler Respon Emosional
Adrenal
1. Denyut nadi naik. 1. Tensi otot 1. Bergejolak.
2. Tekanan darah 2. Mudah
naik.
naik. 2. Otot kaku tersinggung.
3. Pernapasan naik. 3. Perubahan
menggeliat
4. Berkeringat
tingkah laku.
sakit.
banyak. 4. Berteriak.
3. Gelisah.
5. Mual dan muntah, 5. Menangis.
4. Mengambil
6. Diam.
karena darah
posisi tertentu. 7. Kewaspadaan.
mengalir dari otot 5. Imobilitas.
6. Mengusap
visral ke otot paru,
daerah yang
jantung, dan otot
nyeri.
keras.
6. Pucat.
7. Dilatasi bronchial.
8. Glikogenolisis.
9. Pelepasan eritrosit
dari limpa.
10. Dilatasi pupil.

b. Tahap Pemantulan (rebound).


Pada tahap ini nyeri sangat hebat tetapi singkat. Pada tahap ini pula
sistem saraf parasimpatis mengambil alih tugas, sehingga terjadi
respon yang berlawanan terhadap tahap aktivasi.
c. Tahap adaptasi (adaptation).
Saat nyeri berlangsung lama tubuh mencoba untuk beradaptasi
melalui peran endorthins. Reaksi adaptasi tubuh ini terhadap nyeri
dapat berlangsung beberapa jam atau beberapa hari. Bila nyeri
berkepanjangan maka akan menurunkan sekresi norepineprin
sehingga individu merasa tidak berdaya, tidak berharga dan lesu.

IX. Fase Nyeri


Menurut Meinhart dan McCaffery mendiskripsikan 3 fase
pengalaman nyeri:
1. Fase antisipasi, terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan
seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan
nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting ,
terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2. Fase sensasi, terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasa nyeri, karena nyeri itu bersifat
subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda.
Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan
yang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap
nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa
nyeri dengn stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi
tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan,
sebaliknya orang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari
upaya pencegahan nyeri, sebelum nyeri datang. Keberadaan
enkefalin dan endorphin membantu menjelaskan bagaimana orang
yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorphin tiap individu, individu dengan endorphin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorphin
merasakan nyeri lebih besar.

3. Fase akibat (aftermath)


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase
ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri
bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala pasca
nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon
akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

X. Klasifikasi nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superficial, yaitu nyeri yang mengenai kulit atau
jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar).
Contoh: Terkena ujung pisau atau tergunting
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh darah, tendon dan saraf, nyeri menyebar dan lebih lama
daripada cutaneus.
Contoh: Sprain sendi
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dalam rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme
otot, ischemia, regangan jaringan.
b. Berdasarkan Penyebabnya
1) Fisik
Bisa terjadi karena stimulus.
Contoh: fraktur femur
2) Psycogenik
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/ susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/ psikis dan biasanya tidak disadari.
Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada
dadanya.

c. Berdasarkan lama/ durasi


1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh mengalami cedera,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini
adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cedera atau
penyakit yang akan datang. Nyeri ini kadang bisa hilang sendiri
tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area
yang rusak.
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama,
intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol, karena
pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan progresif lain.
Nyeri ini dapat berlangsung terus sampai kematian. Klien yang
mengalami kronis akan mengalami periode remisi (gejala hilang
sebagian/ keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).
Nyeri ini biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan
yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab
utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronis
yang tidak dapat diekspresikan membuat klien menjadi frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu yang
mengalam kronik akan timbul perasaan yang tidak aman, karena ia
tidak tahu apa yang akan dirasakan dari hari ke hari.
Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis
Nyeri akut Nyeri kronik
1. Lamanya dalam hitungan 1. Lamanya dalam hitungan bulan (>
menit (lamanya 1 detik 6 bulan).
sampai kurang dari 6 bulan).
2. Fungsi fisiologis bersifat normal.
2. Ditandai dengan peningkatan
BP, nadi, dan respirasi. 3. Tidak ada keluhan nyeri.
3. Respon pasien: fokus pada
nyeri, menyatakan nyeri
4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai
dengan menangis atau
respon terhadap nyeri.
mengerang.
4. Tingkah laku menggosok
bagian yang nyeri.

d. Berdasarkan lokasi/ letak


1) Radiating pain
Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (contoh:
cardiac pain).
2) Reffered pain
Nyeri di rasakan pada bagian tubuh tertentu yang diperkirakan
berasal dari jaringan penyebab.
3) Intracable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri kanker
maligna).
4) Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (contoh:
bagian tubuh yang di amputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh
karena injury medulla spinalis.

XI. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami perubahan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka menganggap nyeri adalah hal yang alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
2. Jenis Kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda
secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi
faktor budaya (contoh: tidak pantas kalau laki-laki mengeluh nyeri,
wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
meresapon nyeri (contoh: suatu daerah yang menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat dari kesalahannya sendiri).
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap
nyeri dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatian pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Teknik relaksasi, guided imagery merupakan teknik untuk mengatasi
nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri di masa lampau
dan saat ini nyeri yang lama timbul kembali, maka ia akan lebih
mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya koping maladaptif akan menyulitkan seseorang
dalam mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan dan perlindungan.
Jenis Penyebab Nyeri
Jenis penyebab Dasar fisiologis
1. Mekanik - Kerusakan jaringan, iritasi langsung pada reseptor
- Trauma jaringan (ex: operasi).
nyeri, inflamasi.
- Perubahan jaringan
- Penekanan pada reseptor nyeri
(ex:edema).
- Distensi pada lumen
- Penyumbatan pada saluran
- Penekanan pada reseptor nyeri, iritasi ujung saraf.
tubuh.
- Stimulasi pada reseptor nyeri.
- Tumor.
- Kerusakan jaringan, perangsangan pada reseptor
- Spasme otot.
2. Termal nyeri.
Panas/ dingin (ex: combustio). - Perangsangan pada reseptor nyeri karena akumulasi
3. Kimia
asam laktat atau zat kimia lain seperti asam laktat
- Iskemia jaringan karena
sumbatan arteri koroner. pada jaringan.
- Spasme otot. - Sekunder terhadap stimulasi mekanik yang
menyebabkan iskemia jaringan.

XII. Management Nyeri


1. Management Farmakologi, terdiri atas:
a. Analgesik non opioids
Termasuk nonsteroidal anti inflamatory drugs ( NSAIDS ), seperti:
Aspirin, acetaminophen, dan ibuprofen. Menurut American Pain
Society, obat-obatan ini bekerja pada saraf perifer di daerah luka
dan menurunkan tingkat/ level inflamasi.
b. Analgesik opioids
Analgesik opioids termasuk opium derivate, seperti morfin dan
kodein. Obat-obat ini bekerja dengan cara mengubah mood,
perhatian, perasaan pasien menjadi lebih baik, dan lebih nyaman
walaupun terdapat nyeri.
c. Analgesik adjuvant.
Analgesik adjuvant adalah terapi pengobatan selain menggunakan
analgesic, tetapi dapat mengurangi tipe-tipe nyeri kronik.
Contohnya Diazepam (Valium) yang dapat menggunakan rasa nyeri
pada saat terjadi spasme otot membantu bisa tidur nyenyak.
2. Management non Farmakologi, terdiri atas:
a. Intervensi fisik
Tujuan dari intervensi fisik adalah:
1) Membuat nyaman.
2) Mengurangi disfungsi fisik.
3) Menormalkan respon fisiologis.
4) Mengurangi ketakutan.
b. Cutaneous Stimulation
Yang termasuk cutaneous stimulation:
1) Pemijatan/massage
2) Kompres panas/dingin
3) Asupressure
4) Contralateral Stimulation
c. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat
kontraktur atau terjadi ketidakseimbangan otot. Splint ini harus
diubah posisinya tiap 30 menit untuk mencegah terjadinya penyakit
baru seperti dicubitus.

d. TENS
Transcutaneous electrice nerve stimulation (TENS) adalah
noninvasive, teknik control nyeri nonalgesic untuk klien dengan
nyeri akut ataupun kronik.
e. Akupuntur
Akupuntur telah diterapkan di China dan mendapat perhatian tinggi
dari Amerika Utara. Biasanya digunakan untuk nyeri akut.
f. Placebo
Placebo adalah salah satu bentuk treatment seperti medikasi atau
tindakan keperawatan ya ng menghasilkan efek pada klien, bahwa
tindakan yang dilakukan atau yang diberikan perawat dapat
menyembuhkan penyakit.
g. Distraksi
Contoh dari distraksi adalah pada saat klien dipindahkan dari ruang
bedah mungkin tidak merasakan nyeri saat melihat pertandingan
sepak bola di televisi, tapi nyeri akan dirasakan lagi pada saat
pertandingan itu sudah selesai.
h. Hypnosis
Hypnosis digunakan untuk memfokuskan konsentrasi dan
meminimalisir distraksi.
i. Relaksasi
Macam-macam teknik relaksasi : meditasi, yoga, dan latihan
relaksasi progresif. Teknik ini tidak dilakukan pada pasien yang
nyeri akut karena ketidakmampuan berkonsentrasi. Latihan
relaksasi progresif mencakup latihan control nafas, kontraksi, dan
relaksasi otot.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri
yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat
perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian
nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk
mendapatkan data dari klien dan (b) observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRTS :
 P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri.
 Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
 R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
 S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
 T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan
klien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka
terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri.
Langkah ini akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien
dan bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
1). Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini biasanya dilakukan
dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai bagian
tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.

2). Intensitas Nyeri


Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah
dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala
nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10.
Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri
dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan
untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya
melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lan sia yang mengalami gangguan
komunikasi.
Skala Nyeri:
 0 : Tidak nyeri
 1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik)
 4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, dapat mendeskribsikan nyeri, dapat mengikuti
perintah dengan baik)
 7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikan nyeri, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi, napas panjang dan distraksi
 10 : Nyeri sangat berat (klien sudah tidak bisa berkomunikasi)
3). Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan
klien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat
dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta
pilihan tindakan yang diambil.
4). Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri
dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu
mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
5). Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri.
Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6). Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala
tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu
sendiri.
7). Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktivitas harian klien akan akan membantu perawat memahami
persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu
dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas
di rumah, aktivitas waktu seggang serta status emosional.
8). Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama/budaya.
9). Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung
pada situasi, derajat dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan
banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri klien.

b. Observasi respons perilaku dan fisiologis


Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan
indikator nyeri diantaranya :
1). Ekspresi wajah:
 Menutup mata rapat-rapat
 Membuka mata lebar-lebar
 Menggigit bibir bawah
2). Vokalisasi:
 Menangis
 Berteriak
3). Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan
digerakan tubuh tanpa tujuan yang jelas):
 Menendang-nendang
 Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi,
bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri
akut, respons fisiologis:
 Peningkatan tekanan darah
 Nadi dan pernapasan
 Diaforesis
 Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis
telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang
atau bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk
mengkaji lebih dari satu respons tersebut merupakan indikator yang
buruk untuk nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri Akut
1). Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan diharapkan
nyeri berkurang.
2). Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tenang
- Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16-20
x/menit).
- Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan usianya.
Intervensi Rasional
- Pantau/catat karakteristik - Variasi penampilan dan perilaku
nyeri, catat laporan pasien karena nyeri
verbal, petunjuk nonverbal terjadi sebagai temuan pengkajian.
- Nyeri sebagai pengalaman subjektif
dan respon
hemodinamik. dan harus
- Ambil gambar lengkap digambarkan oleh pasien. Bantu
terhadap nyeri pasien untuk menilai
nyeri dengan membandingkannya
dari
pasien termasuk lokasi, dengan
pengalaman nyeri.
intensitas (0-
- Penundaan pelaporan nyeri
10),
menghambat peredaran
lamanya, kualitas (dangkal
nyeri/memerlukan peningkatan dosis
atau menyebar)
obat. Selain itu,
dan penyebaran.
nyeri berat dapat menyebabkan syok
- Anjurkan pasien untuk
dengan
melaporkan nyeri
merangsang sistem syaraf simpatis,
dengan segera.
- Bantu melakukan teknik mengakibatkan
kerusakan lanjut dan mengganggu
relaksasi
diagnostik serta
( misalnya:
hilangnya nyeri.
nafas dalam/perlahan,
- Membantu dalam penurunan
perilaku
persepsi/respon nyeri.
distraksi. Memberikan kontrol situasi,
Visuaisasi dan bimbingan
meningkatkan
imajinasi.
perilaku
- Periksa tanda vital sebelum
positif.
atau sesudah - Hipotensi/depresi pernafasan dapat
penggunaan obat narkotik.
terjadi sebagai
- Berikan obat analgesik sesuai
akibat pemberian narkotik.
indikasi. - Membantu proses penyembuhan
pasien.

b. Nyeri kronis
1). Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan diharapkan
nyeri teratasi sebagian.
2). Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang nyeri.
Intervensi Rasional
- Catat karakteristik nyeri. - Mempermudah dalam tindakan
- Berikan posisi semi
pengobatan
fowle
kepada
r. klien.
- Ajarkan teknik relaksasi. - Membantu memberikan rasa
- Kolaborasi pemberian
nyaman
obat
kepada klien.
analg - Menambah pengetahuan pasien
esik dalam
sesuai dengan indikasi.
mengurangi
rasa nyeri.
- Membantu pasien dalam
mengurangi
rasa nyeri.

4. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan
dalam merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan
nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik
dan pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doenges,Marilynn E,dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan Pasien.Jakarta:EGC.
Hidayat,A.Aziz Alimul.2008.Pengantar kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.

Mubarak,Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2007.Buku Ajar Kebutuhan Dasar


Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik.Jakarta:EGC.

Вам также может понравиться