Вы находитесь на странице: 1из 5

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“PROSES PEMBELAJARAN KOGNITIF”

Dosen Mata Kuliah: Syarif Fitriyanto,M.Pd.

Disusun Oleh:

Lintiadi

Padli Saputra

Zainul Ikhsan Hakim

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)

UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)

SUMBAWA

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk subjek pembelajaran psikologi pendidikan, proses kognitif yang lebih kompleks
pada subjek didik dalam hal ini mengkhusus ke proses berfikir serta pemahamannya melalui
interaksi pembelajaran, maka dari itu pendidik diharapkan mampu mengetahui bahkan
menguasai beberapa konsep mengenai hal tersebut.

Pemahaman konseptual adalah aspek kunci dari pembelajaran. Salah satu tujuan
pengajaran yang penting adalah membantu murid memahami konsep utama dalam suatu subjek
bukan sekadar mengingat fakta terpisah-pisah. Dalam banyak kasus, pemahaman konsep akan
berkembang apabila guru dapat membantu murid mengeksplorasi topik secara mendalam dan
memberi mereka contoh yang tepat dan menarik dari suatu konsep. Konsep adalah kategori-
kategori yang mengelompokkan obkjek, kejadian dan karakteristik berdasarkan properti
umum. Konsep adalah elemen dari kognisi yang membantu menyederhanakan dan meringkas
informasi. Konsep juga membantu proses mengingat, membuatnya lebih efisien.

Peletakan konsep yang baik atas bahan pengajaran adalah syarat utama bagi pendidik
agar dapat dengan mudah difahami oleh subjek didik, olehnya sebelum pendidik terjun
langsung dalam proses belajar mengajar, pendidik perlu mengetahui terlebih dahulu bagaimana
pola fikir peserta didik sehingga dapat disesuaikan dengan konsep untuk model pengajaran
nantinya serta terhindar dari penjelasan yang berulang-ulang.

A. Pengertian Kognitif
istilah koognitif dikenal dengan istilah intelek. intelek berasal dari bahasa inggris
"Intellect" yang menurut Chaplin (1981) diartikan sebagai :

1. Proses Koognitif, proses berfikir, kemampuan menghubungkan, kemampuan menilai


dan kemampuan mempertimbangkan

2. Kemampuan mental atau inteligensi

Menurut Mafuddin shalahudin (1989) dinyatakan bahwa "intelek" adalah akal budi
atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan - hubungan dari
proses berpikir. selanjutnya dikatakan bahwa orang yang intellegent adalah orang yang
dapat menyelesaikan persoalan dalam tempo yang lebih singkat,
memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.

Istilah inteligensi, berasal dari bahasa latihan "intelligere" yang artinya menghubungkan atau
menyatukan satu sama lain. menurut William Stern, salah sorang pelopor dalam penelitian
intelegensi, mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk menggunakan cara
tepat segenap alat alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan -
tuntutan baru. sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa intelegensi adalah
kemampuan untuk belajar secara abstrak (Patty F, 1982). Disini Terman membedakan antara
"Concrete Ability" yaitu kemampuan yang berhubungan dengan hal - hal yang bersifat
kongkrit. "abstrak ability" adalah kemapuan yang berhubungan dengan hal - hal yang bersifat
abstrak. orang dikatakan intelegen jika orang tersebut mempunyai kemampuan berpikir
abstrak dengan baik.

berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak berbeda
denga pengertian intelegensi yang memiliki arti kemampuan untuk melakukan
abstraksi serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri
terhadap situasi baru.

Jean Piaget mendefinisikan intellect adalah akal budi berdasarkan aspek - aspek kognitifnya,
hususnya proses-proses berpikir yagn lebih tinggi (byebee dan Sund, 1982).
sedangkan Intelligence menutut piaget sama dengan kecerdasan yaitu seluruh kemampuan
berpikir bertindak secara adaptif termasuk kemampuan-kemampuan mental yang komplek
seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensistesis, mengevaluasi, dan
menyelesaikan persoalan - persoalan.

B. Tahap Perkembangan Koognitif

Jean Piaget membagi perkembangan koognitif menjadi empat tahapan yaitu :

1. Tahap Sesori - Motoris : Tahap ini dialama pada umur 0 - 2 tahun. pada tahap ini anak
berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai oleh
kecenderungan kecenderungan sensori motoris yang amat jelas. segala
perbuatan merupakan perwujutan dari proses pematangan aspek sensori-motoris
tersebut. pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya termasuk orang tuanya
terutama dilakukan melalui perasaan da otot ototnya.

2. Tahap Praoprasional : Tahap ini berlangsung pada usia 2 - 7 tahun. tahap ini disebut
juga tapah intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh
suasana intuitif, dalam arti semua perbuatan rasionalnya idak didukung oleh
pemikiran tapi oleh unsur perasaan, kecenderungan alamiah, sikap - sikap yang
diperolah dari orang - orang bermakna dan lingkungan sekitarnya.

3. Tahap Operasional Konkrit : Tahap ini berlangsung antara usia 7 - 11 tahun. Pada
tahap ini anak muali menyelesaikan diri dengan realitas konkrit dan sudah
mulai berkembang rasa ingin tahunya. pada tapa ini, interaksi anak
dengan lingkungan termasuk orang tuanya sudah semakin baik karena
egoistisnya semakin berkurang, anak sudah dapat mengamati, menimbang,
mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran - pikiran orang lain dalam cara - cara yang
kurang egosentris dan lebih obyektif.
4. Tahap operasional Formal : Tahap ini dialami pada usia 11 tahun ke atas. pada
masa ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya
yang merupakan hasil dari berpikir logis. aspek perasaan dan moralnya juga
telah berkembang sehingga dapat mendukung penyelasaian tugas - tuganya.

C. Faktor - Faktor yang mempengaruhi perkembangan Koognitif

Perkembangan koognitif dipengaruhi oleh faktor hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua
faktor ini pada kenyataannya tidak terpisahkan secara sediri - sendiri
melainkan seringkalli merupakan resultante dari interaksi keduanya. Faktor hereditas dan
lingkungan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor Hereditas : Semenjak dalam kandungan anak telah memiliki sifat-sifat


yang menetukan daya kerja koognitifnya. secara potensial anak
telah memabwa kemungkinan apakah akan memiliki
kemampuan berpikir normal, diatas normal, atau dibawah normal. namun potensi ini
tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak
memberi kesempatan untuk berkembang. oleh kerenanya, peranan lingkungan juga
besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak.

2. Faktor lingkungan. ada dua unsur lingkungan yang sangat


pentingg peranannya dalam mempengaruhi perkembangan kognitif anak yaitu
keluarga dan sekolah

 Kelurga. Itervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua
adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam
berbagai bidang kehidupan, sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang
merupakan alat bagi anak untuk berpikir. cara cara yang digunakan misalnya
memberikan kesempatann kepada anak untuk merealisasikan ide -
idenya, menghargai ide - ide tersebut memuaskan dorongan ingin tahu anak
dengan cara menyediakan bacaan, alat alat keterampilan dan alat - alat yang
dapat mengembangkan daya kreativitas anak. pemberian kesempatan atau
pengalaman tersebut sudah batang tentu menuntut perhatian orang tua.

 Sekolah. Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab


untuk meningkatkan perkembangan anak : temasuk perkembangan intelek anak.
Dalam kontek ini, guru hendaknya menyadari betul bahwa
perkembangan kognitif anak terletak ditangannya. beberapa cara yang dilakukann
guru antara lain : (1) Mencipatakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan
peserta didik, dengan hubungan ini secara psikologis peserta didik akan
merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat
dikonsultasikan denga guru mereka.(2) Memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk berdialog dengan orang - orang yang ahli dan berpengalaman dalam
berbagai bidang ilmu pengatahuan (3)Membawa para peserta didik ke objek -
objek tertentu sperti objek budaya, ilmu pengatahuan , dan sejenisnya sangat
menunjang perkembangan intelektual para peserta didik. (4) Menjaga dan
meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan olah raga
maupun menyediakan gizi yang cukup sangat penting.(5)
Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak
maupun menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta
didik berpendapat atau mengemukaan ide.

D. Proses Pendidikan Untuk Perkembangan Kognitif

Pendidikan hendaknya sebuah usaha untuk mengembangankan kemampuan kognitif anak


didik. Sudah saatnya guru memandang subyek didik sebagai suatu pribadi yang unik yang
memiliki kemampuan yang harus dikembangkan dan terus dimotivasi, bukan sebuah kertas
putih kosong yang akan ditulis, atau sebuah gelas kosong yang harus diisi dengan air.
Kemampuan intelektual setiap peserta didik harus dipupuk dan dikembangkan agar
potensi yang dimiliki individu terwujud sesuai dengan keberadaan masing - masing.

Menurut Cony Semiawan (1984) penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan kemampuan intelektual anak
yang didalamnya menyangkut keamanan psikologis dan kebebasan psikologis merupakan
faktor yang amat penting.

Kondisi Psikologi yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman :

 Pendidik menerima subyek didik tanpa syarat artinya apapun adanya subyek
didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik serta
memberi kepercayaannya padanya bahwa pada dasarnya setiap subyek didik
memiliki kemampuan koognitif yang dapat dikembangkan secara maksimal

 Pendidik menciptakan suasana dimana subjek didik tidak merasa terlalu dinilai oleh
orang lain. terlalu memberikan penilaian terhadap subjek didik dapat dirasakan sabgai
ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri. memang
kenyataanya pemberian penilaian tidak dapat dihindarkan dalam situasi sekolah,
tetapi paling tidak harus diupayakan agar penilaiain tidak bersifat
mencemaskan bagi subjek didik melainkan menjadi sarana yang
dapat mengembangkan sikap kompetitif secara sehat.

 Pendidik harus bisa berempati artinya dapat memahami pemikiran, perasaan dan
perilaku subjuek didik, dapat menempatkan diri pada situasi subjek didik, serti melihat
suatu dari sudut pendang mereka.

Sumber Pustaka : Buku "Psikologi Pembelajaran" Karangan Prof. Dr. H. Mohammad Asrori,
M.Pd.

Вам также может понравиться