Вы находитесь на странице: 1из 18

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK


PAGAR

Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis


KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor. Hasil analisis
gliserol ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar


Jenis Analisis Hasil
pH 10,20
Kadar KOH 2,39 %
Kadar Sabun (dalam K-oleat) 7,82 %
Kadar Gliserol 40,48 %
Kadar Zat Menguap (105 0C) 46,81 %
Kadar Abu 5,16 %

Uji pH menunjukkan bahwa gliserol hasil samping biodiesel jarak


pagar mempunyai pH sebesar 10,20. Tingkat derajat keasaman (pH) gliserol
menunjukkan sifatnya yang basa. Hal ini disebabkan kandungan KOH dan
sabun kalium. Ionisasi KOH dan sabun kalium dalam air akan menghasilkan
ion hidroksil (OH–) sebagaimana ditunjukkan Gambar 3. Sabun kalium
merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dengan basa kalium.
Ionisasi sabun kalium dalam air menghasilkan ion hidroksil dan bersifat basa
karena ion H+ hasil ionisasi molekul air berikatan dengan ion R–COO-
menghasilkan R–COOH sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.

KOH (aq) K+ (aq) + OH- (aq)


R–COOK (aq) K+ (aq) + R–COO- (aq)
R–COO- (aq) + H2O (l) R–COOH (aq) + OH- (aq)
Gambar 3. Ionisasi Basa Kuat dan Garam Basa dalam Air (Chang, 2005)

Kandungan KOH dalam gliserol berasal dari katalis basa kalium yang
digunakan dalam transesterikasi. Sebagai katalis, basa kalium tidak ikut
bereaksi menjadi produk, hanya mempercepat terjadinya jalannya reaksi
transesterifikasi. Katalis tersisa bersama hasil samping lainnya yaitu gliserol.

17
Kandungan sabun kalium berasal dari reaksi penyabunan asam lemak bebas
dan KOH (Gambar 4), dan penyabunan trigliserida dan KOH dengan adanya
air (Gambar 5). Karena itu, keberadaan air dalam bahan mentah maupun yang
terbentuk akibat reaksi penyabunan asam lemak bebas menghambat
transesterifikasi trigliserida dan metanol menghasilkan metil ester. Kadar
sabun dinyatakan dalam bentuk kalium oleat dengan bobot molekul 320,56
g/mol. Hal ini diambil karena asam oleat merupakan bagian terbanyak di
antara asam lemak-asam lemak yang dikandung minyak jarak pagar
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.

R–COOH + KOH R–COOK + H2 O


Asam Lemak Kalium Sabun
Hidroksida

Gambar 4. Reaksi Penyabunan Asam Lemak Bebas

R1–COOK
H2O
+ 3 KOH R2–COOK +

R3–COOK

Kalium
Trigliserida Sabun Gliserol
Hidroksida

Gambar 5. Reaksi Penyabunan Trigliserida

Tabel 4. Asam Lemak Penyusun Minyak Jarak Pagar


% Bobot
Asam Rumus
Struktur Nzikou et al. Akbar et al. Gübitz et al.
Lemak Molekul
(2009) (2009) (1999)*
Miristat C14H28O2 14:0 – 0,1 0 – 0,1
Palmitat C16H32O2 16:0 15,63 14,2 14,1 – 15,3
Palmitoleat C16H30O2 16:1 1,01 0,7 0 – 1,3
Margarat C17H34O2 17:0 – 0,1 –
Stearat C18H36O2 18:0 5,78 7,0 3,7 – 9,8
Oleat C18H34O2 18:1 40,10 44,7 34,3 – 45,8
Linoleat C18H32O2 18:2 37,51 32,8 29,0 – 44,2
Linolenat C18H30O2 18:3 – 0,2 0 – 0,3
Arakidat C20H40O2 20:0 – 0,2 0 – 0,3
Behenat C22H44O2 22:0 – – 0 – 0,2
*Diacu dalam Syam et al. (2009)

18
Hasil analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar
0
menunjukkan kadar zat menguap pada 105 C yang sangat tinggi (46,81%).
Hal ini disebabkan gliserol masih banyak mengandung metanol yang tidak
bereaksi. Kadar zat menguap (1050C) menunjukkan kandungan metanol dan
air. Metanol berlebih ditambahkan dalam transesterifikasi untuk menggeser
reaksi ke kanan menghasilkan lebih banyak metil ester. Sebagian besar
metanol yang tidak bereaksi larut dalam gliserol karena kelarutan metanol
dalam gliserol dan air lebih tinggi daripada kelarutan metanol dalam metil
ester. Perbandingan kadar metanol dalam metil ester dengan gliserol sekitar
4:6 (Gerpen et al., 2004b). Karena itu, Gerpen et al. (2004b) menyarankan
distilasi metanol dilakukan sebelum pemisahan antara metil ester dan gliserol
kemudian mengumpankan kembali metanol dalam esterifikasi-
transesterifikasi.
Kadar abu gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar sebesar 5,16%.
Kadar abu menyatakan kandungan zat mineral atau anorganik. Kandungan abu
dalam gliserol berasal dari kandungan kalium berupa basa dan sabun dalam
gliserol. Kadar abu menjadi salah satu parameter penting untuk menilai
kualitas gliserol. Hal ini disebabkan gliserol merupakan bahan organik yang
terdiri atas atom C, H, dan O (dengan rumus kimia C3H8O3) yang menjadi gas
CO2 dan uap H2O ketika bahan organik diabukan. Salah satu tujuan pemurnian
gliserol adalah menurunkan kadar abu gliserol.

B. NETRALISASI KOH DAN PEMECAHAN SABUN K

Kalium (berupa sabun dan basa) larut dalam gliserol, metanol, dan air.
Untuk memisahkannya, kalium direaksikan dengan asam mineral membentuk
garam kalium, asam lemak bebas, dan air. Reaksi netralisasi KOH dan
pemecahan sabun K ditunjukkan oleh Gambar 6 dan Gambar 7.
Asam sulfat merupakan asam kuat diprotik (mempunyai dua atom
hidrogen yang dapat terionisasi). Kecilnya (negatif) nilai pKa asam sulfat
menunjukkan bahwa ionisasi menjadi ion H+ dan SO42- berlangsung dengan
baik. Garam hasil reaksi dengan basa K adalah K2SO4 (KHSO4 diabaikan).
Asam nitrat termasuk asam kuat monoprotik. Ionisasi asam sulfat dan asam

19
nitrat ditunjukkan oleh Gambar 8. Reaksi dengan basa K menghasilkan garam
KNO3.

2KOH + H2SO4 K2SO4 + 2H2O


KOH + HNO3 KNO3 + H2O
KOH + H3PO4 KH2PO4 + H2O
2KOH + H3PO4 K2HPO4 + H2O
3KOH + H3PO4 K3PO4 + 3H2O
Gambar 6. Reaksi Netralisasi Basa Kalium

2R-COOK + H2SO4 K2SO4 + 2R-COOH


R-COOK + HNO3 KNO3 + R-COOH
R-COOK + H3PO4 KH2PO4 + R-COOH
2R-COOK + H3PO4 K2HPO4 + 2R-COOH
3R-COOK + H3PO4 K3PO4 + 3R-COOH
Gambar 7. Reaksi Pemecahan Sabun

HNO3(aq) H+(aq) + NO3-(aq) pKa = -1,3


H2SO4 (aq) H+(aq) + HSO4-(aq) pKa1 = -3
HSO4-(aq) H+(aq) + SO4-2(aq) pKa2 = 1,987
Gambar 8. Ionisasi Asam Nitrat dan Asam Sulfat
(Goldberg et al., 2002; Kolthoff, 1959)

H3PO4 (aq) H+(aq) + H2PO4-(aq) pKa1 = 2,148


H2PO4-(aq) H+(aq) + HPO4-(aq) pKa2 = 7,198
HPO4-(aq) H+(aq) + HPO4-(aq) pKa3 = 12,35
Gambar 9. Ionisasi Asam Fosfat (Goldberg et al., 2002)

Asam fosfat merupakan asam lemah poliprotik (mempunyai tiga atom


hidrogen yang dapat terionisasi). Ionisasi atom hidrogen pada asam fosfat
ditunjukkan oleh Gambar 9. Garam dari asam fosfat dan basa K dapat
terbentuk dengan mengganti satu, dua, atau tiga ion H+ dengan satu, dua, atau
tiga ion K+menghasilkan garam KH2PO4, K2HPO4, atau K3PO4 (Gambar 7).
Dalam netralisasi basa dan pemecahan sabun K, garam kalium terbentuk dari

20
reaksi netralisasi basa dan sabun K dengan asam mineral sebagaimana
ditunjukkan Gambar 6 dan Gambar 7.
Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, air, dan
asam lemak bebas. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat
rendah. Garam banyak mengendap dalam lapisan gliserol. Air dan sisa
metanol lebih mudah larut dalam lapisan gliserol. Asam lemak bebas tidak
larut dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol.
Sabun dapat menyebabkan terjadinya emulsi antara gliserol dan asam lemak
bebas sehingga sulit dipisahkan. Pemisahan antara lapisan gliserol dan asam
lemak bebas berlangsung sempurna setelah semua sabun dipecah menjadi
garam dan asam lemak bebas. Hal ini menyebabkan gliserol harus bersifat
asam atau mempunyai pH < 7.

C. DERAJAT KEASAMAN (pH) GLISEROL

Data hasil pengamatan pH terlampir pada Lampiran 5. Kurva


hubungan jenis dan jumlah mmol asam mineral terhadap pH gliserol
ditunjukkan pada Gambar 10. Reaksi asam mineral dalam gliserol
menurunkan pH. Hal ini terjadi karena ion kalium dari basa dan sabun
berikatan dengan ion nitrat, sulfat, dan fosfat membentuk garam. Ion OH-
yang menyebabkan tingginya pH berikatan dengan H+ dari asam mineral
menghasilkan air. Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam
mineral yang menghasilkan pH dari rendah ke tinggi secara berturut-turut
adalah asam sulfat, asam nitrat, dan asam fosfat. Hal ini menunjukkan
kekuatan asam dari ketiga jenis asam tersebut secara berturut-turut dari asam
kuat ke asam lemah sesuai dengan nilai pKa dari kecil ke besar (Gambar 8 dan
9).
Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan bahwa sebaran data hasil
pengamatan nilai pH gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal.
Gambar 11 menunjukkan kecenderungan diagram bantang membentuk puncak
di pusat sebaran. Gambar 12 menunjukkan plot residual terhadap peluang
persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan
sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat

21
daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran. Analisis sidik ragam dengan taraf
nyata (α) 5% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam,
jumlah mmol asam, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap pH gliserol
yang dihasilkan (Fhitung > Ftabel).

10.00

Linear
8.00
Nilai pH Gliserol

H3PO4
6.00
4.50 H2SO4
HNO3

4.00

2.00

75.36 142.41 144.11


0.00
0 50 100 150 200 250

Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan

Gambar 10. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan pH Gliserol

14
12
10
Frekuensi

8
6
4
2
0
00
01

02
03

04
06

09
11

12
4

9
7

5
4

2
1
.1

.0
.0

.0
.0

.0
.0
0.
0.

0.
0.

0.
0.

0.
0.

0.
-0

-0
-0

-0
-0

-0
-0

Residual

Gambar 11. Diagram Batang Residual Data Pengamatan pH

22
1.10
0.90

Peluang % Normal
0.70
0.50
0.30
0.10
-0.10
-0.30
-0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15
Plot Residual

Gambar 12. Plot Residual Data Pengamatan pH

Penambahan asam sulfat menghasilkan kurva perubahan pH lebih


cepat pada titik ekuivalen dibandingkan dengan kurva pH penambahan asam
nitrat dan asam fosfat. Asam sulfat merupakan asam kuat, bereaksi dengan
basa kalium yang juga merupakan basa kuat. Ini sesuai dengan kurva titrasi
asam kuat terhadap basa kuat sebagaimana ditunjukkan Gambar 13.
Asam nitrat dan asam fosfat termasuk asam yang lebih lemah
dibandingkan dengan asam sulfat. Kurva penurunan pH yang dibentuk oleh
penambahan asam nitrat dan asam fosfat sesuai dengan kurva titrasi basa kuat
dengan asam lemah sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 13. Kurva Titrasi Asam Kuat terhadap Basa Kuat


(Sumber: http://cnx.org/content/m17137/latest/)

23
Gambar 14. Kurva Titrasi Asam Lemah terhadap Basa Kuat
(Sumber: http://cnx.org/content/m17137/latest/)

Gambar 15. Kurva Pengaruh Konsentrasi dalam Netralisasi Asam–Basa Kuat


(Sumber: http://basicchemistrylab.blogspot.com/2009/10/titration-of-strong-base-with-
strong.html)

Pengamatan terhadap pemisahan fase (Lampiran 11–13) menunjukkan


pemisahan terjadi dengan baik pada pH < 7. Namun, masih terdapat sedikit
busa ketika penyaringan. Nilai pH perlu diatur <5 untuk mencegah
terbentuknya busa selama pemisahan (Yong et al., 2001b). Kocsisová dan
Cvengroś (2006) menyatakan bahwa diperlukan pH 4,00 – 4,50 yang
menghasilkan pemisahan yang baik antara lapisan gliserol dengan asam
lemak.

24
Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, asam
lemak bebas, dan air. Reaksi yang tidak sempurna akan menyisakan sabun
yang membentuk emulsi antara gliserol, air, dan asam lemak bebas. Hal ini
mempersulit pemisahan antara gliserol dengan asam lemak bebas. Selain itu,
sabun menyebabkan terjadinya banyak busa selama penyaringan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa pH 4,50 terdapat pada kurva linear,
baik pada penambahan asam sulfat, asam nitrat, maupun asam fosfat. Dengan
interpolasi linear pada kurva-kurva tersebut (Lampiran 8), diperoleh bahwa
diperlukan penambahan 75,36 mmol asam sulfat; 142,41 mmol asam nitrat;
atau 144,11 mmol asam fosfat ke dalam 200 gram bahan gliserol untuk
menghasilkan pH 4,50.
Gambar 10 juga menunjukkan bahwa penurunan pH pada titik
ekuivalen pada ketiga jenis asam terjadi terlalu curam dari pH 8 menjadi pH 1
(perlakuan asam sulfat) dan dari pH 6 menjadi pH 2. Titik ekuivalen adalah
titik ketika OH- terlarut tepat dinetralkan oleh H+ yang ditambahkan sehingga
yang tersisa adalah kesetimbangan ionisasi pelarut. Dalam pelarut air, titik
ekuivalen terjadi pada pH 7. Gambar 10 menunjukkan bahwa titik ekuivalen
<7. Hal ini dapat disebabkan keberadaan gliserol dan metanol yang dominan
dalam larutan. Alkohol bersifat lebih asam daripada air. Agar perubahan pH
pada titik ekuivalen tidak terlalu cepat, hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan asam yang lebih lemah atau lebih encer sebagaimana ditunjukkan
kurva netralisasi pada Gambar 15.

D. KADAR GLISEROL

Perlakuan netralisasi basa dan pemecahan sabun dengan asam mineral


berhasil meningkatkan kadar gliserol. Data hasil pengamatan kadar gliserol
terlampir pada Lampiran 5. Kurva hubungan jenis dan jumlah mmol asam
terhadap kadar gliserol ditunjukkan pada Gambar 16. Gliserol biodiesel jarak
pagar mempunyai kadar gliserol sebesar 40,48%. Kadar gliserol berhasil
ditingkatkan sampai lebih dari 70%, bahkan mendekati 80% sebagaimana
ditunjukkan Gambar 16.

25
Netralisasi basa dan pemecahan sabun (dengan penambahan asam
mineral terhadap gliserol hasil samping produksi biodiesel) termasuk langkah
awal dalam meningkatkan kemurnian gliserol kasar. Reaksi ini memisahkan
gliserol dari basa dan sabun terlarut. Basa dinetralkan menjadi garam dan air.
Sabun dipecah menjadi garam dan asam lemak bebas. Garam mengendap
dalam gliserol karena kelarutannya rendah. Asam lemak bebas tidak larut
dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol.
Terpisahnya asam lemak bebas dan garam kalium meningkatkan kadar gliserol
secara drastis.

80
78.77

70
Kadar Gliserol (%)

H2SO4
60
HNO3

H3PO4

50

40
126

30
0 50 100 150 200 250

Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan

Gambar 16. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar
Gliserol

Gambar 17 dan Gambar 18 menunjukkan bahwa sebaran data hasil


pengamatan kadar gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal. Gambar
17 menunjukkan kecenderungan diagram batang membentuk puncak di pusat
sebaran. Gambar 18 menunjukkan plot residual terhadap peluang persentase
sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan sebagian besar
residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat daripada di sekitar
nilai ekstrim sebaran.

26
2.5

Frekuensi
1.5

0.5

0
1

9
08

14

20

41

59

75

22

34
.5

.8

.8

.6

.3

.1

.0
0.

0.

0.

0.

0.

0.

1.

4.
-3

-1

-0

-0

-0

-0

-0
Residual

Gambar 17. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol

1.4000
1.2000
1.0000
Peluang % Normal

0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
-0.2000
-0.4000
-4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00
Residual

Gambar 18. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Gliserol

Analisis sidik ragam dengan taraf nyata (α) 5% pada Lampiran 6


menunjukkan bahwa perlakuan jenis, jumlah mmol asam, dan interaksinya
berpengaruh nyata terhadap kadar gliserol (Fhitung > Ftabel). Kadar gliserol
tertinggi dihasilkan pada perlakuan penambahan 126 mmol asam sulfat (kadar
gliserol 77,98%; pH 1,40) atau 126 mmol asam fosfat (kadar gliserol 78,77%;
pH 6,63). Hasil uji lanjut Duncan’s (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar
gliserol kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuan lain, dan
tidak berbeda nyata antarkeduanya (kelompok Duncan F). Adapun di antara
perlakuan asam nitrat, kadar gliserol tertinggi (kadar gliserol 70,97%; pH
6,74) diperoleh pada penambahan asam sejumlah 126 mmol.
Kadar gliserol terbaik yang diperoleh masih di bawah kadar gliserol
sesuai SNI 06-1564-1989 tentang Gliserol Kasar, yaitu minimum 80%. Untuk
meningkatkan kadar gliserol, perlu dilakukan penguapan metanol (sekaligus

27
untuk mengambil kembali kelebihan metanol). Penguapan metanol pada suhu
di atas 65 0C mampu menghasilkan gliserol dengan kemurnian mencapai 85%
(Diwani et al., 2009; Gerpen, 2005).
Selain penguapan metanol, keasaman gliserol perlu diatur agar tepat
pada pH 4,50 untuk memastikan bahwa semua sabun telah dipecah menjadi
asam lemak bebas dan garam (Kocsisová dan Cvengroś, 2006) dan mencegah
pembusaan (Ooi et al., 2001). Untuk memperoleh pH optimum tersebut,
jumlah asam perlu diatur berdasarkan interpolasi pada kurva linear yang
ditunjukkan Gambar 10. Asam sulfat perlu diatur antara 54 mmol (pH 8,63)
sampai dengan 126 mmol (pH 1,40). Jumlah asam nitrat perlu diatur antara
126 mmol (pH 6,74) sampai dengan 162 mmol (pH 1,82). Jumlah asam fosfat
perlu diatur antara 126 mmol (pH 6,63) sampai dengan 162 mmol (pH 2,39).
Perbandingan Gambar 10 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa
penambahan asam berlebih dan asam kuat, selain menurunkan pH, dapat
menurunkan kadar gliserol. Penurunan kadar gliserol dapat terjadi karena
kerusakan terhadap gliserol akibat reaksi dehidrasi atau oksidasi. Gliserol
dapat mengalami dehidrasi pada pH rendah menghasilkan akrolein atau
propenal (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996) dengan reaksi yang
ditunjukkan Gambar 19. Asam pekat, kalium sulfat, dan kalium bisulfit
merupakan beberapa bahan yang dapat menyebabkan gliserol mengalami
reaksi dehidrasi.

KHSO4, H2SO4
K2SO4

Akrolein
Gliserol (Propenal)

Gambar 19. Reaksi Dehidrasi Gliserol (Adkins dan Hartung, 1941)

Kadar gliserol yang lebih rendah juga disebabkan oleh meningkatnya


kelarutan garam dalam gliserol karena meningkatnya kadar air hasil reaksi
dehidrasi. Garam kalium nitrat memiliki kelarutan dalam gliserol yang lebih

28
baik daripada garam kalium sulfat dan kalium fosfat. Selain itu, garam (dalam
keadaan asam) dan asam nitrat merupakan oksidator kuat terhadap molekul
organik (Riswiyanto, 2009). Akibatnya, kadar gliserol pada perlakuan
penambahan asam nitrat cenderung lebih rendah (setelah mencapai titik
maksimum) daripada perlakuan asam yang lain.

E. KADAR ABU

Perlakuan terhadap gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar


berhasil menurunkan kadar abu dalam gliserol. Data hasil pengamatan kadar
abu gliserol terlampir pada Lampiran 5. Kurva hubungan jenis dan jumlah
mmol asam dengan kadar abu gliserol ditunjukkan pada Gambar 20. Gliserol
hasil samping produksi biodiesel jarak pagar mempunyai kadar abu 5,16%;
berasal dari kalium (berupa basa dan sabun) yang larut dalam gliserol.
Perlakuan netralisasi basa dan pemecahan sabun (menghasilkan endapan
garam) telah menurunkan kadar abu gliserol sebagaimana ditunjukkan
Gambar 20.

5.50

4.50
Kadar Abu Gliserol (%)

3.50 H2SO4

HNO3

H3P O4
2.50
1.76

1.50 1.09

126
90
0.50
0 50 100 150 200 250

Jumlah mmol Asam / 200 g Bahan

Gambar 20. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar
Abu

29
Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa sebaran data hasil
pengamatan kadar abu gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal.
Gambar 21 menunjukkan kecenderungan diagram bantang membentuk puncak
di pusat sebaran. Gambar 22 menunjukkan plot residual terhadap peluang
persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan
sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat
daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran.

3.5
3
2.5
Frekuensi

2
1.5
1
0.5
0
6

2
00

02

04

06

09

17

20

38
.3

.2

.2

.1

.1

.0

.0
0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.

0.
-0

-0

-0

-0

-0

-0

-0

Residual

Gambar 21. Diagram Batang Residual Data Pengamatan Kadar Abu

1.30
1.10
Peluang % Normal

0.90
0.70
0.50
0.30
0.10
-0.10
-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60
Residual

Gambar 22. Plot Residual Data Pengamatan Kadar Abu Gliserol

Analisis sidik ragam dengan taraf nyata (α) 5% pada Lampiran 6


menunjukkan bahwa perlakuan jenis, jumlah mmol asam, dan interaksinya

30
berpengaruh nyata terhadap kadar abu gliserol kasar yang dihasilkan (Fhitung >
Ftabel). Kadar abu terendah dihasilkan pada perlakuan penambahan 126 mmol
asam fosfat. Uji lanjut Duncan’s (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar abu
pada perlakuan ini menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan
lain (kelompok Duncan A).
Hasil ini berbeda dengan penelitian Kocsisová dan Cvengroś (2006)
yang menunjukkan bahwa kadar abu terendah diperoleh dengan dengan
penambahan asam sulfat 40%. Perbedaan ini terutama disebabkan perbedaan
rancangan percobaan, konsentrasi asam sulfat, dan pH gliserol yang diperoleh.
Kocsisová dan Cvengroś (2006) merancang percobaan dengan faktor jenis
asam dan pH sebagai variabel bebas yang diteliti. Dengan rancangan tersebut
diperoleh pH optimum bagi pemisahan gliserol, asam lemak bebas, dan
garamnya yaitu pada pH 4,50. Adapun pada penelitian ini, variabel bebasnya
adalah jenis dan jumlah mmol asam. Selain itu, asam sulfat yang digunakan
adalah asam sulfat pekat 18,01M (96%) dan perlakuan terbaik menghasilkan
pH 6,63.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar abu cenderung meningkat
setelah melampaui titik minimum. Peningkatan kadar abu menunjukkan
bahwa kelarutan garam meningkat. Peningkatan kelarutan garam ini dapat
disebabkan oleh meningkatnya kandungan air akibat reaksi dehidrasi gliserol
menghasilkan akrolein dan air (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996).

F. GARAM KALIUM

Pemurnian gliserol (hasil samping transesterifikasi minyak jarak pagar


dengan katalis KOH) menggunakaan asam mineral memberikan hasil samping
berupa garam kalium. Garam dihasilkan oleh netralisasi basa kalium dan
reaksi pemecahan sabun kalium menggunakan asam mineral. Garam kalium
dipisahkan dari gliserol dengan cara filtrasi. Analisis dilakukan terhadap
garam kalium hasil perlakuan terbaik, yaitu perlakuan 126 mmol asam fosfat
dalam 200 g gliserol. Analisis terdiri atas: kadar kalium, fosfat, klorida, zat
menguap (1300C), dan asam bebas. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 5.

31
Analisis filtrat garam dilakukan terhadap garam filtrat dari perlakuan
pemurnian terbaik karena garam merupakan salah satu bahan yang dipisahkan
dari gliserol untuk meningkatkan kemurnian gliserol. Kadar zat menguap pada
garam dilakukan sesuai dengan metode analisis kadar air pada garam kalium
(Horwitz, 2000). Kadar zat menguap (1300C) sebesar 33,93 %. Tingginya zat
menguap disebabkan kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air
yang tersisa bersama garam setelah filtrasi.

Tabel 5. Hasil Analisis Garam Filtrat Perlakuan Pemurnian Terbaik


Jenis Analisis Hasil (% b/b)
Kadar Zat Menguap (130 0C) 33,93 %
Kadar Total Asam Bebas (berupa H3PO4)* 26,18 %
Kadar Kalium (berupa K2O)* 13,17 %
Kadar Fosfor (berupa P2O5)* 20,14 %
Kadar Klorida* 2,67 %
* Berdasarkan basis kering

Kadar total asam bebas diukur dengan prosedur uji kadar asam bebas
pada Lampiran 4. Hasilnya menunjukkan kadar asam bebas sebesar 26,18 %.
Kadar ini sangat tinggi karena garam yang dianalisis adalah garam hasil
filtrasi tanpa pencucian. Selain itu, kadar asam bebas dihitung berdasarkan
basis kering sesuai dengan syarat mutu pupuk anorganik dalam SNI. Adapun
kadar asam bebas berdasarkan basis basah adalah 17,29 % (faktor koreksi
kadar air = 1,5114). Asam bebas berasal dari kelebihan asam fosfat yang
ditambahkan dalam perlakuan pemurnian gliserol. Kadar asam bebas dalam
pupuk menjadi salah satu syarat pupuk komersial. Produksi pupuk anorganik
banyak melibatkan reaksi dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam
sulfat, dan asam fosfat. Asam yang tidak bereaksi ikut tersisa bersama garam
anorganik hasil reaksi.
Kadar kalium, fosfor, dan klorida dianalisis di Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian menggunakan metode nyala secara
langsung dengan campuran udara-asetilena sesuai prosedur analisis APHA
(American Public Health Association). Kadar kalium dan fosfor (Tabel 5)
menunjukkan bahwa garam hasil filtrasi pemurnian gliserol ini belum

32
memenuhi standar pupuk kalium fosfat (Tabel 6). Hal ini terjadi karena
kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air.
Kadar klorida dimungkinkan masih terdapat pada garam hasil industri.
Di alam, sebagian besar garam yang diperoleh berupa NaCl dan KCl. Dalam
industri kimia, KCl digunakan sebagai bahan dalam produksi garam kalium
lain maupun produksi KOH. Kadar klorida menjadi salah satu parameter
syarat mutu pupuk karena kekepekaan beberapa jenis tanaman terhadap
klorida. Di lain pihak, penggunaan pupuk kalium selain KCL sebagai sumber
unsur hara makro K adalah untuk mengatasi masalah tersebut.

Tabel 6. Standar Kadar K (K2O) dan P (P2O5) Pupuk Anorganik


Kadar Kadar Kadar Kadar
K 2O P 2O 5 Cl Asam
Nama Pupuk Sumber Rujukan Min. Min. Maks. Bebas
(%) (%) (%) Maks.
(%)
Kalium nitrat SNI 02-2808-1992 44,0 – 0,5 –
Kalium dihidrofosfat Roy (2007) 35,0 52,0 – –
Kalium monohidrofosfat Roy (2007) 40,0 54,0 – –
Kalium sulfat SNI 02-2809-2005 50,0 – 2,5 2,5
Kalium klorida SNI 02-2805-2005 60,0 – – –
Diamonium fosfat SNI 02-2858-2005 – 46,0 – –
Monoamonium fosfat SNI 02-2810-2005 – 48,0 – –
SP-36 SNI 02-3769-2005 – 36,0 – 6,0
TSP SNI 02-0086-2005 – 45,0 – 6,0
Normal superfosfat Slack, 1972 0,2 18,0 0,3 –

Pemurnian perlu dilakukan untuk memisahkan garam dari pengotor


seperti gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air. Pemurnian garam dapat
dilakukan dengan beberapa metode. Aral et al. (2007) melakukan beberapa
metode pemurnian garam sebagai berikut.
1. Pencucian dengan air, filtrasi, evaporasi, dan kristalisasi pendinginan.
2. Pengabuan (>3000C), pencucian dengan air, filtrasi, evaporasi, dan
kristalisasi garam pada suhu kamar.
3. Pengendapan garam dengan penambahan pelarut organik (etanol), filtrasi,
dan pengeringan pada suhu kamar. Umumnya, garam organik sukar larut
dalam pelarut organik seperti etanol sebagaimana ditunjukkan Tabel 7.
Aral et al. (2007) menyatakan bahwa metode pengendapan garam
dengan penambahan pelarut organik (etanol) merupakan metode yang paling
mudah karena energi yang diperlukan jauh lebih kecil daripada metode lain

33
yang dilakukannya. Selain itu, etanol dapat diambil kembali dengan distilasi.
Kelemahannya adalah jumlah garam yang dapat diambil dari limbah cair
(industri susu) dengan metode ini jauh lebih rendah. Selain itu, garam yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan Aral et al. (2007) masih heterogen.

Tabel 7. Kelarutan Garam Kalium


Kelarutan dalama Kelarutan dalam Kelarutan dalam
Garam Air (g/100 ml air) Gliserol
b
Etanol
b

KNO3 38,3 (250C) Larut Sedikit Larut


KHSO4 50,56 (250C) – –
K2SO4 12,09 (250C) Sedikit Larut Tidak Larut
KH2PO4 25 (250C) – Sedikit Larut
K2HPO4 168 (250C) – Larut
K3PO4 106 (250C) – Tidak Larut
a
b
Hammond (2006)
Potnaik (2003)

Hal ini berbeda dengan garam hasil pemurnian gliserol biodiesel jarak
pagar dengan katalis basa homogen. Jenis garam relatif homogen sesuai
dengan katalis basa dan asam mineral yang digunakan. Endapan garam yang
perlu dimurnikan berupa pasta, sebagian besar berupa campuran garam,
gliserol, dan metanol. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat
rendah sebagaimana dijelaskan Tabel 7.
Pencucian garam sebaiknya dilakukan dengan metanol, karena metanol
dapat melarutkan gliserol dan asam lemak yang tersisa dalam garam. Metanol
dapat diambil kembali dengan distilasi. Selain itu, metanol sudah terdapat
dalam garam hasil esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar. Hal ini
bertujuan menjaga kemurnian metanol ketika diambil kembali dengan
distilasi.

34

Вам также может понравиться