Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kandungan KOH dalam gliserol berasal dari katalis basa kalium yang
digunakan dalam transesterikasi. Sebagai katalis, basa kalium tidak ikut
bereaksi menjadi produk, hanya mempercepat terjadinya jalannya reaksi
transesterifikasi. Katalis tersisa bersama hasil samping lainnya yaitu gliserol.
17
Kandungan sabun kalium berasal dari reaksi penyabunan asam lemak bebas
dan KOH (Gambar 4), dan penyabunan trigliserida dan KOH dengan adanya
air (Gambar 5). Karena itu, keberadaan air dalam bahan mentah maupun yang
terbentuk akibat reaksi penyabunan asam lemak bebas menghambat
transesterifikasi trigliserida dan metanol menghasilkan metil ester. Kadar
sabun dinyatakan dalam bentuk kalium oleat dengan bobot molekul 320,56
g/mol. Hal ini diambil karena asam oleat merupakan bagian terbanyak di
antara asam lemak-asam lemak yang dikandung minyak jarak pagar
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.
R1–COOK
H2O
+ 3 KOH R2–COOK +
R3–COOK
Kalium
Trigliserida Sabun Gliserol
Hidroksida
18
Hasil analisis gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar
0
menunjukkan kadar zat menguap pada 105 C yang sangat tinggi (46,81%).
Hal ini disebabkan gliserol masih banyak mengandung metanol yang tidak
bereaksi. Kadar zat menguap (1050C) menunjukkan kandungan metanol dan
air. Metanol berlebih ditambahkan dalam transesterifikasi untuk menggeser
reaksi ke kanan menghasilkan lebih banyak metil ester. Sebagian besar
metanol yang tidak bereaksi larut dalam gliserol karena kelarutan metanol
dalam gliserol dan air lebih tinggi daripada kelarutan metanol dalam metil
ester. Perbandingan kadar metanol dalam metil ester dengan gliserol sekitar
4:6 (Gerpen et al., 2004b). Karena itu, Gerpen et al. (2004b) menyarankan
distilasi metanol dilakukan sebelum pemisahan antara metil ester dan gliserol
kemudian mengumpankan kembali metanol dalam esterifikasi-
transesterifikasi.
Kadar abu gliserol hasil samping biodiesel jarak pagar sebesar 5,16%.
Kadar abu menyatakan kandungan zat mineral atau anorganik. Kandungan abu
dalam gliserol berasal dari kandungan kalium berupa basa dan sabun dalam
gliserol. Kadar abu menjadi salah satu parameter penting untuk menilai
kualitas gliserol. Hal ini disebabkan gliserol merupakan bahan organik yang
terdiri atas atom C, H, dan O (dengan rumus kimia C3H8O3) yang menjadi gas
CO2 dan uap H2O ketika bahan organik diabukan. Salah satu tujuan pemurnian
gliserol adalah menurunkan kadar abu gliserol.
Kalium (berupa sabun dan basa) larut dalam gliserol, metanol, dan air.
Untuk memisahkannya, kalium direaksikan dengan asam mineral membentuk
garam kalium, asam lemak bebas, dan air. Reaksi netralisasi KOH dan
pemecahan sabun K ditunjukkan oleh Gambar 6 dan Gambar 7.
Asam sulfat merupakan asam kuat diprotik (mempunyai dua atom
hidrogen yang dapat terionisasi). Kecilnya (negatif) nilai pKa asam sulfat
menunjukkan bahwa ionisasi menjadi ion H+ dan SO42- berlangsung dengan
baik. Garam hasil reaksi dengan basa K adalah K2SO4 (KHSO4 diabaikan).
Asam nitrat termasuk asam kuat monoprotik. Ionisasi asam sulfat dan asam
19
nitrat ditunjukkan oleh Gambar 8. Reaksi dengan basa K menghasilkan garam
KNO3.
20
reaksi netralisasi basa dan sabun K dengan asam mineral sebagaimana
ditunjukkan Gambar 6 dan Gambar 7.
Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, air, dan
asam lemak bebas. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat
rendah. Garam banyak mengendap dalam lapisan gliserol. Air dan sisa
metanol lebih mudah larut dalam lapisan gliserol. Asam lemak bebas tidak
larut dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol.
Sabun dapat menyebabkan terjadinya emulsi antara gliserol dan asam lemak
bebas sehingga sulit dipisahkan. Pemisahan antara lapisan gliserol dan asam
lemak bebas berlangsung sempurna setelah semua sabun dipecah menjadi
garam dan asam lemak bebas. Hal ini menyebabkan gliserol harus bersifat
asam atau mempunyai pH < 7.
21
daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran. Analisis sidik ragam dengan taraf
nyata (α) 5% pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan jenis asam,
jumlah mmol asam, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap pH gliserol
yang dihasilkan (Fhitung > Ftabel).
10.00
Linear
8.00
Nilai pH Gliserol
H3PO4
6.00
4.50 H2SO4
HNO3
4.00
2.00
Gambar 10. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan pH Gliserol
14
12
10
Frekuensi
8
6
4
2
0
00
01
02
03
04
06
09
11
12
4
9
7
5
4
2
1
.1
.0
.0
.0
.0
.0
.0
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
-0
-0
-0
-0
-0
-0
-0
Residual
22
1.10
0.90
Peluang % Normal
0.70
0.50
0.30
0.10
-0.10
-0.30
-0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15
Plot Residual
23
Gambar 14. Kurva Titrasi Asam Lemah terhadap Basa Kuat
(Sumber: http://cnx.org/content/m17137/latest/)
24
Netralisasi basa dan pemecahan sabun menghasilkan garam, asam
lemak bebas, dan air. Reaksi yang tidak sempurna akan menyisakan sabun
yang membentuk emulsi antara gliserol, air, dan asam lemak bebas. Hal ini
mempersulit pemisahan antara gliserol dengan asam lemak bebas. Selain itu,
sabun menyebabkan terjadinya banyak busa selama penyaringan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa pH 4,50 terdapat pada kurva linear,
baik pada penambahan asam sulfat, asam nitrat, maupun asam fosfat. Dengan
interpolasi linear pada kurva-kurva tersebut (Lampiran 8), diperoleh bahwa
diperlukan penambahan 75,36 mmol asam sulfat; 142,41 mmol asam nitrat;
atau 144,11 mmol asam fosfat ke dalam 200 gram bahan gliserol untuk
menghasilkan pH 4,50.
Gambar 10 juga menunjukkan bahwa penurunan pH pada titik
ekuivalen pada ketiga jenis asam terjadi terlalu curam dari pH 8 menjadi pH 1
(perlakuan asam sulfat) dan dari pH 6 menjadi pH 2. Titik ekuivalen adalah
titik ketika OH- terlarut tepat dinetralkan oleh H+ yang ditambahkan sehingga
yang tersisa adalah kesetimbangan ionisasi pelarut. Dalam pelarut air, titik
ekuivalen terjadi pada pH 7. Gambar 10 menunjukkan bahwa titik ekuivalen
<7. Hal ini dapat disebabkan keberadaan gliserol dan metanol yang dominan
dalam larutan. Alkohol bersifat lebih asam daripada air. Agar perubahan pH
pada titik ekuivalen tidak terlalu cepat, hal ini dapat diatasi dengan
penggunaan asam yang lebih lemah atau lebih encer sebagaimana ditunjukkan
kurva netralisasi pada Gambar 15.
D. KADAR GLISEROL
25
Netralisasi basa dan pemecahan sabun (dengan penambahan asam
mineral terhadap gliserol hasil samping produksi biodiesel) termasuk langkah
awal dalam meningkatkan kemurnian gliserol kasar. Reaksi ini memisahkan
gliserol dari basa dan sabun terlarut. Basa dinetralkan menjadi garam dan air.
Sabun dipecah menjadi garam dan asam lemak bebas. Garam mengendap
dalam gliserol karena kelarutannya rendah. Asam lemak bebas tidak larut
dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di atas lapisan gliserol.
Terpisahnya asam lemak bebas dan garam kalium meningkatkan kadar gliserol
secara drastis.
80
78.77
70
Kadar Gliserol (%)
H2SO4
60
HNO3
H3PO4
50
40
126
30
0 50 100 150 200 250
Gambar 16. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar
Gliserol
26
2.5
Frekuensi
1.5
0.5
0
1
9
08
14
20
41
59
75
22
34
.5
.8
.8
.6
.3
.1
.0
0.
0.
0.
0.
0.
0.
1.
4.
-3
-1
-0
-0
-0
-0
-0
Residual
1.4000
1.2000
1.0000
Peluang % Normal
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
-0.2000
-0.4000
-4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 6.00
Residual
27
untuk mengambil kembali kelebihan metanol). Penguapan metanol pada suhu
di atas 65 0C mampu menghasilkan gliserol dengan kemurnian mencapai 85%
(Diwani et al., 2009; Gerpen, 2005).
Selain penguapan metanol, keasaman gliserol perlu diatur agar tepat
pada pH 4,50 untuk memastikan bahwa semua sabun telah dipecah menjadi
asam lemak bebas dan garam (Kocsisová dan Cvengroś, 2006) dan mencegah
pembusaan (Ooi et al., 2001). Untuk memperoleh pH optimum tersebut,
jumlah asam perlu diatur berdasarkan interpolasi pada kurva linear yang
ditunjukkan Gambar 10. Asam sulfat perlu diatur antara 54 mmol (pH 8,63)
sampai dengan 126 mmol (pH 1,40). Jumlah asam nitrat perlu diatur antara
126 mmol (pH 6,74) sampai dengan 162 mmol (pH 1,82). Jumlah asam fosfat
perlu diatur antara 126 mmol (pH 6,63) sampai dengan 162 mmol (pH 2,39).
Perbandingan Gambar 10 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa
penambahan asam berlebih dan asam kuat, selain menurunkan pH, dapat
menurunkan kadar gliserol. Penurunan kadar gliserol dapat terjadi karena
kerusakan terhadap gliserol akibat reaksi dehidrasi atau oksidasi. Gliserol
dapat mengalami dehidrasi pada pH rendah menghasilkan akrolein atau
propenal (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996) dengan reaksi yang
ditunjukkan Gambar 19. Asam pekat, kalium sulfat, dan kalium bisulfit
merupakan beberapa bahan yang dapat menyebabkan gliserol mengalami
reaksi dehidrasi.
KHSO4, H2SO4
K2SO4
Akrolein
Gliserol (Propenal)
28
baik daripada garam kalium sulfat dan kalium fosfat. Selain itu, garam (dalam
keadaan asam) dan asam nitrat merupakan oksidator kuat terhadap molekul
organik (Riswiyanto, 2009). Akibatnya, kadar gliserol pada perlakuan
penambahan asam nitrat cenderung lebih rendah (setelah mencapai titik
maksimum) daripada perlakuan asam yang lain.
E. KADAR ABU
5.50
4.50
Kadar Abu Gliserol (%)
3.50 H2SO4
HNO3
H3P O4
2.50
1.76
1.50 1.09
126
90
0.50
0 50 100 150 200 250
Gambar 20. Kurva Hubungan Jumlah mmol dan Jenis Asam dengan Kadar
Abu
29
Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa sebaran data hasil
pengamatan kadar abu gliserol dapat dianggap mengikuti sebaran normal.
Gambar 21 menunjukkan kecenderungan diagram bantang membentuk puncak
di pusat sebaran. Gambar 22 menunjukkan plot residual terhadap peluang
persentase sebaran normal yang mengikuti kecenderungan garis lurus dan
sebagian besar residual yang lebih banyak terkumpul di sekitar nilai pusat
daripada di sekitar nilai ekstrim sebaran.
3.5
3
2.5
Frekuensi
2
1.5
1
0.5
0
6
2
00
02
04
06
09
17
20
38
.3
.2
.2
.1
.1
.0
.0
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
0.
-0
-0
-0
-0
-0
-0
-0
Residual
1.30
1.10
Peluang % Normal
0.90
0.70
0.50
0.30
0.10
-0.10
-0.40 -0.20 0.00 0.20 0.40 0.60
Residual
30
berpengaruh nyata terhadap kadar abu gliserol kasar yang dihasilkan (Fhitung >
Ftabel). Kadar abu terendah dihasilkan pada perlakuan penambahan 126 mmol
asam fosfat. Uji lanjut Duncan’s (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar abu
pada perlakuan ini menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan
lain (kelompok Duncan A).
Hasil ini berbeda dengan penelitian Kocsisová dan Cvengroś (2006)
yang menunjukkan bahwa kadar abu terendah diperoleh dengan dengan
penambahan asam sulfat 40%. Perbedaan ini terutama disebabkan perbedaan
rancangan percobaan, konsentrasi asam sulfat, dan pH gliserol yang diperoleh.
Kocsisová dan Cvengroś (2006) merancang percobaan dengan faktor jenis
asam dan pH sebagai variabel bebas yang diteliti. Dengan rancangan tersebut
diperoleh pH optimum bagi pemisahan gliserol, asam lemak bebas, dan
garamnya yaitu pada pH 4,50. Adapun pada penelitian ini, variabel bebasnya
adalah jenis dan jumlah mmol asam. Selain itu, asam sulfat yang digunakan
adalah asam sulfat pekat 18,01M (96%) dan perlakuan terbaik menghasilkan
pH 6,63.
Gambar 20 menunjukkan bahwa kadar abu cenderung meningkat
setelah melampaui titik minimum. Peningkatan kadar abu menunjukkan
bahwa kelarutan garam meningkat. Peningkatan kelarutan garam ini dapat
disebabkan oleh meningkatnya kandungan air akibat reaksi dehidrasi gliserol
menghasilkan akrolein dan air (Adkins dan Hartung, 1941; Hedtke, 1996).
F. GARAM KALIUM
31
Analisis filtrat garam dilakukan terhadap garam filtrat dari perlakuan
pemurnian terbaik karena garam merupakan salah satu bahan yang dipisahkan
dari gliserol untuk meningkatkan kemurnian gliserol. Kadar zat menguap pada
garam dilakukan sesuai dengan metode analisis kadar air pada garam kalium
(Horwitz, 2000). Kadar zat menguap (1300C) sebesar 33,93 %. Tingginya zat
menguap disebabkan kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air
yang tersisa bersama garam setelah filtrasi.
Kadar total asam bebas diukur dengan prosedur uji kadar asam bebas
pada Lampiran 4. Hasilnya menunjukkan kadar asam bebas sebesar 26,18 %.
Kadar ini sangat tinggi karena garam yang dianalisis adalah garam hasil
filtrasi tanpa pencucian. Selain itu, kadar asam bebas dihitung berdasarkan
basis kering sesuai dengan syarat mutu pupuk anorganik dalam SNI. Adapun
kadar asam bebas berdasarkan basis basah adalah 17,29 % (faktor koreksi
kadar air = 1,5114). Asam bebas berasal dari kelebihan asam fosfat yang
ditambahkan dalam perlakuan pemurnian gliserol. Kadar asam bebas dalam
pupuk menjadi salah satu syarat pupuk komersial. Produksi pupuk anorganik
banyak melibatkan reaksi dengan asam anorganik seperti asam nitrat, asam
sulfat, dan asam fosfat. Asam yang tidak bereaksi ikut tersisa bersama garam
anorganik hasil reaksi.
Kadar kalium, fosfor, dan klorida dianalisis di Laboratorium Pengujian
Departemen Teknologi Industri Pertanian menggunakan metode nyala secara
langsung dengan campuran udara-asetilena sesuai prosedur analisis APHA
(American Public Health Association). Kadar kalium dan fosfor (Tabel 5)
menunjukkan bahwa garam hasil filtrasi pemurnian gliserol ini belum
32
memenuhi standar pupuk kalium fosfat (Tabel 6). Hal ini terjadi karena
kandungan gliserol, metanol, asam lemak bebas, dan air.
Kadar klorida dimungkinkan masih terdapat pada garam hasil industri.
Di alam, sebagian besar garam yang diperoleh berupa NaCl dan KCl. Dalam
industri kimia, KCl digunakan sebagai bahan dalam produksi garam kalium
lain maupun produksi KOH. Kadar klorida menjadi salah satu parameter
syarat mutu pupuk karena kekepekaan beberapa jenis tanaman terhadap
klorida. Di lain pihak, penggunaan pupuk kalium selain KCL sebagai sumber
unsur hara makro K adalah untuk mengatasi masalah tersebut.
33
yang dilakukannya. Selain itu, etanol dapat diambil kembali dengan distilasi.
Kelemahannya adalah jumlah garam yang dapat diambil dari limbah cair
(industri susu) dengan metode ini jauh lebih rendah. Selain itu, garam yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan Aral et al. (2007) masih heterogen.
Hal ini berbeda dengan garam hasil pemurnian gliserol biodiesel jarak
pagar dengan katalis basa homogen. Jenis garam relatif homogen sesuai
dengan katalis basa dan asam mineral yang digunakan. Endapan garam yang
perlu dimurnikan berupa pasta, sebagian besar berupa campuran garam,
gliserol, dan metanol. Kelarutan garam dalam gliserol dan metanol sangat
rendah sebagaimana dijelaskan Tabel 7.
Pencucian garam sebaiknya dilakukan dengan metanol, karena metanol
dapat melarutkan gliserol dan asam lemak yang tersisa dalam garam. Metanol
dapat diambil kembali dengan distilasi. Selain itu, metanol sudah terdapat
dalam garam hasil esterifikasi-transesterifikasi minyak jarak pagar. Hal ini
bertujuan menjaga kemurnian metanol ketika diambil kembali dengan
distilasi.
34