Вы находитесь на странице: 1из 22

MAKALAH

PROSES DAN KEMITRAAN DALAM KEWIRAUSAHAAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan

Disusun oleh :

1. Astriati Puji Kartikasari


2. Dinda Kurniawati
3. Nia Rosita

Kelas : 2A

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE TANGERANG BANTEN

Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810

Telepon/Fax: 02-5462852, Website: www.akperisvil.ac.id

KATA PENGANTAR
Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya telah memungkinkan selesainya
makalah yang berjudul “Proses dan kemitraan dalam kewirausahaan” yang disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun mengucapkan terima kasih kepada Pak Syamsul
selaku Penanggung Jawab mata kuliah Kewirausahaan.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

Tangerang,30 Maret 2019

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemitraan sangat penting dalam dunia usaha, karena dengan adanya kemitraan ini
akan membantu Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk mendapatkan modal dan
mengembangkan usahanya. Kemitraan di negara-negara yang telah lebih maju itu adalah
karena kemitraan usahanya terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihak-pihak
yang bermitra itu sendiri, atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri sehingga
kemitraan dapat berlangsung secara alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan
kondisi ekonomi Negara telah cukup memberikan rangsangan ke arah kemitraan yang
berjalan sesuai dengan kaidah ekonomi yang berorientasi pasar.
Sebagai suatu strategi pengembangan usaha kecil, kemitraan telah terbukti berhasil
diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara macan Asia, yaitu
Korea Selatan, Taiwan, Jepang, dan sebagainya. Di negara-negara tersebut kemitraan
umumnya dilakukan melalui pola sub kontrak yang memberikan peran kepada industri
kecil dan menengah sebagai pemasok bahan baku dan komponen industri besar.
Oleh karena itu, demi kemajuan suatu kemitraan di Negara Indonesia sendiri, maka
makalah ini dibuat agar dapat memberi kejelasan secara pasti mengenai kemitraan usaha
agar dapat diterapkan secara nyata dan konkret.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk mengangkat sebuah
makalah yang berjudul “Mengelola Usaha dan Kemitraan Strategis”.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian proses dan kemitran kewirausahaan.
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis jenis kemitraan.
3. Untuk mengetahui dan memahami proses dan perkembangan kewirausahaan.
4. Untuk mengetahui dan memahami ciri watak wirausaha
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Proses pemicu
Faktor personal yang mendorong dalam artian memicu atau memaksa seseorang untuk
terjun kedunia biasnis adalah :
a. Adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang sekarang
b. Adanya PHK atau tidak ada pekerjaan lain
1) Dorongan karena faktor usia
2) Keberanian menanggung resiko.
3) Komitmen atau minat yang tinggi terhadap bisnis.
c. Faktor-faktor lingkungan yang memndorong menjadi pemicu bisnis adalah :
1) Adanya persaingan dalam dunia kehidupan
2) Adanya sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan
3) Mengikuti latihan-latihan atau incubator bisnis
4) Kebijakan pemerintah, misalnya ada nya kemudahan-kemudahan dalam lokasi
berusaha ataupun fasilitas kredit, dan bimbingan usaha.
d. Faktor-faktor sociologikal yang menjadi pemicu serta pelaksanaan bisnis :
1) Adanya hubungan- hubungan atau relasi dengan orang lain
2) Adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam berusaha.
3) Adanya dorongan dari orang tua untuk membuka usaha
4) Adanya bantuan keluarga dalam berbagai kemudahahn
5) Adanya pengalaman-pengalaman dalam dunia bisnis sebelumnya
2. Proses inovasi
Beberapa faktor personal yang mendorong inovasi adalah : keinginan berprestasi , adanya
sifat penasaran, keinginan menanggung resiko, faktor pendidikan dan faktor pengalaman.
Adanya inovasi yaqng berasal dari diri seseorang akan mendorong dia mencari pemicu ke
arah memulai usaha.
Faktor- faktor lingkungan yang mendorong inovasi adalah : adanya peluang, pengalaman dan
kreativitas.
3. Proses pelaksanaan
Beberapa faktor personal yang mendorong pelaksanaan dari sebuah bisnis adalah sebagai
berikut:
a) Adanya seorang wirausaha yang telah siap mental secara total
b) Adanya manager pelaksana sebagai tangan kanan, pembantu umum
c) Adanya komitmen yang tinggi terhadap bisnis
d) Adanya Visi, pandanyan yang jauh kedepan guna mencapai keberhasilan
4. Proses Pertumbuhan
Faktor pertumbuhan ini didorong oleh faktor organisasi antara lain :
a) Adanya tim yang kompak dalam menjalankan usaha sehingga semua rencana
pelaksanaan operasional berjalan produktif
b) Adanya strategi yang mantap sebagai produk dari tim yang kompak
c) Adanya struktur dan budaya orgainisasi yang mantap.
d) Adanya produk yang dibanggakan, atau kualitas yang dimiliki.

Faktor lingkungan yang mendorong implementasi dan pertumbuhan bisnis adalah sebagai
berikut :

a) Adanya unsur persaingan yang cukup menguntungkan. Dunia persaingan saat ini sangat
kejam.
b) Adanya konsumen dan pemasok barang yang kontinu
c) Adanya bantuan dari pihak investor bank yang memberikan fasilitas keuangan
d) Adanya sumber-sumber yang tersedia, yang masih bisa dimanfaatkan
e) Adanya kebijakan pemerintah yang menunjangberupa peraturan bidang ekonomi yang
menguntungkan.
5. Tindakan dan ciri watak wirausaha
a. Percaya Diri.
Wataknya : Keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
b. Berorientasikan tugas dan hasil.
Wataknya : Kebutuhan akan prestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan
ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik dan emiliki inisiatif.
c. Pengambil Resiko.
Wataknya : Memiliki kemampuan mengambil resiko dan suka pada tantangan.
d. Kepemimpinan.
Wataknya : Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka
terhadap saran dan kritik yang membangun.
e. Keorisinilan.
Wataknya : Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki
jaringan bisnis yang luas.
f. Berorientasi ke masa depan.
Wataknya : Persepsi dan memiliki cara pandang/ cara pikir yang berorientasi pada masa
depan.
g. Jujur dan tekun.
Wataknya : Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja
Dari daftar ciri dan sifat watak seorang wirausahawan di atas, dapat kita identifikasi sikap
seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut:
a. Disiplin
Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki
kedisiplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin itu sendiri adalah ketepatan komitmen
wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat
menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan
sebagainya. Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan
berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat
sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang dapat
menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan. Kedisiplinan terhadap
komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan
komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai
jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah
ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya
adalah contoh dari kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja.
b. Komitmen Tinggi
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang,
baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan kegiatannya,
seorang wirausahawan harus memiliki komimten yang jelas, terarah dan bersifat
progressif (berorientasi pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat
dibuat dengan mengidentifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan
dalam hidupnya.
Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama
konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan konsumen,
kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang ditawarkan, problem solving
bagi masalah konsumen, dan sebagainya. Seorang wirausahawan yang teguh menjaga
komitmennya terhadap konsumen, akan memiliki nama baik (goodwill) di mata
konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari
konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya
tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan
c. Jujur
Kejujuran merupakan landasan moral yang terkadang dilupakan oleh seorang
wirausahawan. Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks. Kejujuran mengenai
karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi
yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purna jual yang dijanjikan dan
kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang
dilakukan oleh
wirausahawan.
d. Kreatif dan Inovatif
Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki
daya kreativitas yang tinggi. Daya kreatifitas tersebut sebaiknya adalah dilandasi oleh
cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan
produk-produk yang telah ada selama ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif
umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali
ide-ide jenius yang memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha
awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.
Namun, gagasan-gagasan yang baikpun, jika tidak diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari, hanya akan menjadi sebuah mimpi. Gagasan-gagasan yang
jenius umumnya membutuhkan daya inovasi yang tinggi dari wirausahawan yang
bersangkutan. Kreativitas yang tinggi tetap membutuhkan sentuhan inovasi agar laku
di pasar. Inovasi yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausahawan dalam
menambahkan nilai guna/nilai manfaat terhadap suatu produk dan menjaga mutu
produk dengan memperhatikan “market oriented” atau apa yang sedang laku
dipasaran. Dengan bertambahnya nilai guna atau manfaat pada sebuah produk, maka
meningkat pula daya jual produk tersebut di mata konsumen, karena adanya
peningkatan nilai ekonomis bagi produk tersebut bagi konsumen.
e. Mandiri
Seseorang dikatakan “mandiri” apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan
dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalam mengambil keputusan
atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya
ketergantungan dengan pihak lain. Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus
dimiliki oleh seorang wirausahawan. Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus
memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.
f. Realistis
Seseorang dikatakan Realistis bila orang tersebut mampu menggunakan
fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasionil dalam setiap pengambilan
keputusan maupun tindakan/perbuatannya. Banyak seorang calon wirausahawan yang
berpotensi tinggi, namun pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena
wirausahawan tersebut tidak realistis, obyektif dan rasionil dalam pengambilan
keputusan bisnisnya.
Karena itu dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap masukan-
masukan/sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan tingkat keberhasilan usaha
yang sedang dirintis.

6. DASAR HUKUM KEMITRAAN


Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 1997 berisi tentang kemitraan,
peraturan pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang No. 9 tahun 1995
tentang usaha kecil salah satu cara atauupaya dalam rangka pemberdayaan usaha kecil adalah
kemitraan. Dalam ketentuan umum peraturan pemerintah pasal 1No. 44 tahun1997
menyatakan bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau dengan usaha besar denganmemperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dansaling menguntungkan. Berkaitan dengan kemitraaan yang telah disebutkan
di atas, makakemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama
usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan.
Unsur-unsur tersebut antara lain :
a. Kerjasama Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinankerjasama yang
dilakukan antara usaha besar dan menengah denganusaha kecil didasarkan pada
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak
yang bermitra.
b. Antara pengusaha besar atau menengah dengan usaha kecil Dengan hubungan kerjasama
melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin
hubungan kerjasama . yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau
pelakuekonomi lainnya. Sehingga usaha kecil akan lebih berdaya atautangguh dalam
berusaha demi tercapainya kesejahteraan.
c. Pembinaan dan pengembanganPada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan
denganhubungan dagang bisa oleh pengusaha kecil dan pengusaha besaradalah adanya
bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadappengusaha kecil atau koperasi yang
tidak ditemukanpada hubunganbiasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain
pembinaan didalam mengakses modal yang lebihbesar, pembinaan manajemenusaha,
pembinaaan manajemen produk.

7. Kemitraan Dalam sudut Sistem


Kemitraan dilihat dari sudut pandang sistem paling tidak, ada 3 tipe yaitu:
a. Vertical Backward Linkage
Adalah sitem kemitraan yang di dalamnya Usaha Besar (UB) bergerak dalam produksi
barang akhir (assembler) Usaha Kecil (UK) sebagai pemasok komponen kepada UB.
b. Vertical Forward Linkage
Usaha Centernya/Besar menghasilkan bahan baku dan memasok untuk diproses
selanjutnya oleh Usaha Kecil.
c. Horizontal Linkage
Usaha Besar sebagai trader/exporter, Usaha Kecil menghasilkan produk yang akan
dipasok ke trader.
8. Jenis Kemitraan
Menurut Sumardjo, dkk (2010) dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Praktik Kemitraan
Agribisnis” disebutkan bahwa pola kemitraan ada lima, yaitu pola inti plasma, pola sub
kontrak, pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kemitraan kerjasama opeasional
agribisnis (KOA).
a. Pola Kemitraan Inti Plasma
Pola kemitraan inti plasma merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, usaha.
Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara kelompok mitra
bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah
disepakati.
b. Pola Kemitraan Sub Kontrak
Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha
dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan
mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola sub kontrak ditandai dengan ada nya
kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu.
c. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil
produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok
usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut.
d. Pola Kemitraan Keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan
mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra
(perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan
barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh perusahaan mitra. Sedangkan perusahaan
mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa).
e. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA) merupakan pola hubungan bisnis
yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra
menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu,
perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan
nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.
9. Pola Kemitraan dalam wirausaha
Banyak program pemerintah dan pola-pola kemitraan yang dibuat demi usaha kecil.
Hal ini bertujuan untuk mendorong dan menumbuhkan usaha kecil tangguh dan modern.
Usaha kecil sebagai kekuatan ekonomi rakyat dan berakar pada masyarakat dan usaha kecil
yang mampu memperkokoh struktur perekonomian nasional yang lebih efisien. Pola-pola
kemitraan tersebut antara lain:
a. Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir
b. Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu
c. Kerjasama dalam pemilik usaha
d. Kerjasama dalam bentuk bapak-anak angkat
e. Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai modal ventura
f. Intiplasma
g. Subkontrak
h. Dagang umum
i. Waralaba
j. Keagenan
1) Kerjasama keterkaitan antar hulu-hilir (forward linkage)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah
langsung sumber daya alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah,
perlu dimanfaatkan untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis
industri yang saling mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan
menjadi kawasan-kawasan industri. Rangkaian kegiatan pembangunan industri
tersebut pada gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan sektor-sektor ekonomi
lainnya beserta prasarananya antara lain yang penting adalah terminal-terminal
pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan daerah pertanian baru. Wilayah yang
dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian
yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka mewujudkan kesatuan ekonomi
nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri.
Kerjasama keterkaitan hulu hilir harus berlangsung dalam iklim yang positif dan
konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan
saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan industri.
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
2) Kerjasama keterkaitan antar hilir-hulu (backward linkage)
Pertumbuhan ataupun pemerataan ekonomi dengan penerapan kerjasama
keterkaitan hilir hulu yang tepat guna sejauh mungkin dapat menggunakan bahan-
bahan dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara
keseimbangan antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan
pendapatan, dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah sebanyak-banyaknya,
maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan mengembangkan keterkaitan
yang berantai ke segala jurusan secara seluas-luasnya yang saling
menguntungkan kelompok industri hilir, keterkaitan antara kelompok industri
hulu/dasar.
Kerjasama keterkaitan hilir hulu harus berlangsung dalam iklim yang positif dan
konstruktif, dalam arti bersifat saling membutuhkan dan saling memperkuat dan
saling menguntungkan. Dalam melakukan kerja sama antara perusahaan industri.
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
serta asosiasi/federasi perusahaan-perusahaan industri sebagai wadah untuk
meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
3) Kerjasama dalam Pemilik Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang
dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah
pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara
pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang
setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan
usahanya.
Adapun bentuk kerjasama usaha yang lakukan, ada beberapa rambu-rambu yang
perlu Di perhatikan dalam melakukan kerjasama dengan pihak lain. Diantaranya
sebagai berikut :
a. Perjanjian Tertulis
Penting sekali bagi siapa pun untuk melakukan perjanjian tertulis atas kerjasama
usaha yang dilakukan, sehingga menghindari perselisihan dan kerugian di
belakang hari. Semakin detail isi perjanjian, maka semakin memperjelas konsep
kerjasama yang dibangun. Pastikan perjanjian ini memiliki kekuatan hukum,
dengan tdi tangan pihak-pihak yang terkait di atas materai.
b. Berdasarkan Asas Manfaat
Ketika melakukan kerjasama usaha, sebisa mungkin menguntungkan kedua belah
pihak. Jika salah satu merasa terugikan, maka kerjasama ini tidak bisa diteruskan.
Ini perlu, jika Di ingin berinvestasi, maka Di perlu tahu berapa bagi hasil yang
akan Di dapatkan, selama berapa lama, dan apa resiko yang akan Di hadapi. Uang
tidak bisa didapatkan begitu saja, tanpa mengetahui dengan pasti imbal balik yang
akan di dapatkan.
c. Berdasarkan Asas Adil
Apapun yang tercantum dalam perjanjian, hendaknya disepakati. Tidak boleh ada
yang berbuat curang, dengan tidak menjalankan kewajibannya. Karenanya, perlu
dibuat rincian hak dan tanggung jawab, maupun job description secara mendetail,
sehingga masing-masing memahami dan menjalankannya dengan baik. Jika ada
yang berbuat curang, maka semuanya bisa diproses melalui jalur hukum, atau
kerjasama usaha tidak bisa dilanjutkan.
d. Tidak Ada Unsur Paksaan
Kerjasama usaha harus berdasarkan keinginan pribadi, tanpa adanya paksaan dari
pihak lain. Jika Di merasa tidak cocok untuk bekerjasama dengan orang lain, Di
tidak perlu memaksakannya. Di bisa memilih kerja sendiri sesuai kemampuan.

4) Kerjasama dalam bentuk bapak dan anak-angkat


Pada dasarnya pola bapak angkiat adalah refleksi kesediaan pihak yg mampu
atau besar. Untuk membantu pihak lainyang kurang mampu atau kecil pihak yang
memerlukan pembinaan. Oleh karena itu pada hakikatnya pola
pendekatan tersebut adalah cermin atau wujud rasa kepedulian pihak yang besar
terhadap yang kecil. Pola bapak angkat dalam pola pengembangan UMK umumnya
banyak dilakukan BUMN dengan usaha mikro dan kecil.
5) Kerjasama dalam bentuk bapak angkat sebagai pemodal ventura
Merupakan bentuk kerjasama dalam bentuk suatu investasi melaui pembiayaan
berupa penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan swasta (anak perusahaan)
sebagai pasangan usaha (investee company) untuk jangka waktu tertentu.
6) Pola inti plasma
Adalah merupakan hubungan kemitraan antara Usaha Kecik Menengah dan Usaha
Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Kecil Menegah yang
menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi,
pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan
dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha. Dalam hal ini, Usaha Besar mempunyai tanggung jawab sosial
(corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai
mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola Kemitraan Inti Plasma
Perusahaan Mitra membina Kelompok Mitra dalam hal:
a. Penyediaan dan penyiapan lahan
b. Pemberian saprodi.
c. Pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi.
d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi.
e. Pembiayaan.
f. Bantuan lain seperti efesiensi dan produktifitas usaha.

g. Subkontrak
Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995
bahwa pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Kecil memproduksi
komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai
bagian dari produksinya. Atau bisa juga dikatakan, subkontrak sebagai suatu
sistem yang menggambarkan hubungan antara Usaha Besar dan Usaha Kecil
Menegah, di mana Usaha Besar sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta
kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian
pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.
Selain itu, dalam pola ini Usaha Besar memberikan bantuan berupa kesempatan
perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan
teknologi, dan pembiayaan.
Model kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi pada pola
ini kelompok tidak melakukan kontrak secara langsung dengan perusahaan
pengolah (processor) tetapi melalui agen atau pedagang.
Pembinaan Kelompok Mitra Kelompok Mitra perlu ditingkatkan kemampuannya
dalam hal:
a. Merencanakan Usaha.
b. Melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan
c. Memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional.
d. Meningkatkan hubungan melembaga dengan koperasi.
e. Mencari dan mencapai skala usaha ekonomi.
Pembinaan Oleh Perusahaan Mitra
a. Meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan kelompok mitra.
b. Membantu mencarikan fasilitas kredit yang layak.
c. Mengadakan penelitian, pengembangan, dan pengaturan teknologi tepat
guna.
d. Melakukan konsultasi dan temu usaha.

h. Pola dagang umum


Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (c) Undang-Undang Nomor. 9 Tahun 1995,
Pola Dagang Umum adalah “hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan
Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau
Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok
kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya”.
Dengan demikian maka dalam pola dagang umum, usaha menengah atau usaha
besar memasarkan produk atau menerima pasokan dari usaha kecil mitra
usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau
usaha besar mitranya. Bisa juga dikatakan bahwa pola dagang umum
mengandung pengertian hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok
mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra.
i. Waralaba
Adalah bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau
pewaralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam
mengadakan persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha
(waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, rencana
bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi,
standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan.
Waralaba atau Franchising (dari bahasa perancis) untuk kejujuran atau kebebasan
adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan
menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah
perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau
menggunakan hak dari kekayaan (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha
yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan
barang dan jasa.
Sedangkan menurut asosiasi franchise indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba
ialah: Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Secara harfiah, waralaba berarti “hak untuk menjalankan usaha/bisnis di daerah
yang telah di tentukan”. Dalam bahasa Prancis waralaba bermakna kejujuran atau
kebebasan. Secara historis, waralaba didefinisikan sebagai penjualan khusus suatu
produk di suatu daerah tertentu (seperti mesin jahit) dimana produsen memberikan
pelatihan kepada perwakilan penjualan dan menyediakan produk informasi dan iklan,
sementara ia mengontrol perwakilan yang menjual produk di daerah yang telah di
tentukan.
Macam waralaba yang umum saat ini adalah “bisnis format waralaba”. Dalam
transaksi semacam ini, pemberi lisensi waralaba telah mengembangkan produk atau
jasa dan keseluruhan sistem distribusi/pengantaran serta pemasaran produk atau jasa
tersebut. Terkadang, jasa pelayanan komponen barang atau jasa juga ditambahkan
dalam sistem tersebut.
Saat ini, sistem waralaba yang berkembang pesat di negara-negara indrustri maju
adalah waralaba retail maupun waralaba rumah makan siap saji. Begitupun dengan di
negara berkembang seperti Indonesia, waralaba ritail seperti Alfamart, Indomart,
Circle K, Yomart, mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.
Di Indonesia pengaturan tentang waralaba terdapat pada Peraturan Pemerintah R.I
No 16 Tahun 1997 yang merumuskan tentang arti : Waralaba adalah perjanjian
dimana salah satu pihak yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha
yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang
dan atau jasa.
Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
Penerima waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan intelektual
(HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Pengertian waralaba menurut Asosiasi Franchise Indonesia :
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan-pelanggan
akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau
perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan
cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi
area tertentu”. (wikipedia indonesia)
Adapun yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam arti
waralaba tersebut di atas adalah meliputi antara lain : Merek, Nama Dagang, Logo,
Desain, Hak Cipta, Rahasia Dagang dan Paten. Selanjutnya, yang dimaksud dengan
penemuan atau ciri khas usaha misalnya : sistem manajemen, cara penjualan atau
penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemiliknya.
Istilah-istilah dalam Waralaba
Penanda/Tanda Waralaba : Esensi bisnis format waralaba adalah merek dagang dari
produk atau jasa tersebut walaupun proses produk atau jasa tersebut juga mungkin
telah memperoleh paten dan hak cipta. Tentunya, penanda waralaba di suatu format
bisnis ini adalah merek dagang produk tersebut. Penanda waralaba juga bernilai
sebagai simbol dari semua ciri bisnis tersebut.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Adalah perjanjian yang mengikat pemberi dan penerima waralaba. Perjanjian ini
adalah perjanjian yang seringkali dikaitkan dengan sejumlah perjanjian tambahan
lain, misalnya perjanjian retail suatu produk, perjanjian untuk memasok komponen,
perjanjian iklan dan sebagainya. Perjanjian harus diadakan secara tertulis, dan di
Indonesia di buat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.
Pemegang utama lisensi waralaba (Master Franchisee)
Waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba
memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen. Dalam pola ini Usaha Besar yang bertindak sebagai pemberi waralaba
menyediakan penjaminan yang diajukan oleh Usaha Kecil Menengah sebagai
penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Pemegang utama lisensi waralaba berhak untuk mengoperasikan waralaba
tersebut di suatu wilayah yang luas cakupannya (misalnya di Indonesia). Umumnya,
dimungkinkan membuka dan mengoperasikan gerai-gerai waralaba di daerah tersebut
sebelum mulai menunjuk penerima waralaba lain sebagai sub-kontraktor (sub-
franchisees). Di Asia, pemegang utama lisensi waralaba ini seringkali datang dari
kalangan bisnis domestik yang memiliki koneksi politik yang baik dengan penguasa
dan berpengalaman dalam menjalankan bisnis skala besar dengan dukungan modal
yang kuat.
Jenis Waralaba :
Waralaba dibagi menjadi dua : Waralaba Luar Negeri dan Waralaba Dalam Negeri.
1. Waralaba Luar Negeri : Cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas,
merek sudah diterima di seluruh dunia, dan cenderung lebih bergengsi.
2. Waralaba dalam negeri : pilihan investasi bagi orang-orang yang ingin cepat jadi
pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup namun dengan harga yang lebih
terjangkau. Kunci keberhasilan bisnis waralaba adalah kekuatan merek, sebelum
mewaralabakan usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu
merek dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Indonesia, maka dengan demikian jika kita telah memiliki merek yang terdaftar
peluang untuk mewaralabakan usaha kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya.
Selain itu penerima waralaba akan mempercayai sistem waralaba yang ditawarkan,
karena pemilik waralaba memiliki merek dagang yang terdaftar.
e. Keagenan
Adalah hubungan kemitraan antar kelompok mitra dengan perusahaan mitra dimana
kelompok diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha pengusaha mitra.
Keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM
diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola
keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau
memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan
bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak
ketiga.
Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik
bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini
menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal)
yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam
bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.
Perbedaan “kepentingan ekonomis” ini bisa saja disebabkan ataupun menyebabkan
timbulnya informasi asymmetri (Kesenjangan informasi) antara Pemegang Saham
(Stakeholders) dan organisasi. Diskripsi bahwa manajer adalah agen bagi para pemegang
saham atau dewan direksi adalah benar sesuai teori agensi.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan
mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada
hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para
agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat
yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan
karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan
informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi
atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power).
Contoh lain Keagenan (Agency theory) sebenarnya juga dapat dipahami dalam
lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan
tangan keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya
mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus
lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan
pengurus lebih memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya.
Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Pengembangan akuntansi kontemporer salah satunya adalah digunakannya Agency
Theory dalam menjustifikasi akuntansi positif. Menurut Baiman (1990), terdapat tiga
model hubungan agensi yaitu:
1. The Principal-Agent Model.
2. The Transaction Cost Economics Model.
3. The Rochester Model.
Ketiganya memiliki dua kerangka kesamaan dan dua perbedaan. Kesamaannya,
pertama, ketiganya memahami ketentuan dan penyebab hilangnya efisiensi yang
diciptakan oleh divergensi antara perilaku kerjasama dan kepentingan individu; kedua,
ketiganya menganalisa dan memahami implikasi perbedaan proses pengendalian
menghindari hilangnya efisiensi pada masalah agensi. Sedangkan perbedaannya, pertama,
menekankan perbedaan sumber-sumber divergensi perilaku kerjasama dan kepentingan
individu; kedua, menekankan perbedaan aspek pada agenda riset pada umumnya; ketiga,
pemodelan berhati-hati yang mendasari konteks ekonomi yang menyebabkan timbulnya
masalah agensi; keempat, derivasi optimalisasi hubungan kerja dan memahami
bagaimana hubungan kerja yang meringankan masalah agensi; kelima, komparasi hasil-
hasil untuk melakukan observasi praktik model yang dipakai dan menganalisanya.
Artinya dalam kerangka umum model hubungan agensi memperlihatkan bahwa manajer
melakukan maksimasi expected utility agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja
mereka. Pemilik dan manajer secara bersama dibatasi biaya atas masalah agensi,
sehingga memerlukan insentif untuk mendesain kontrak yang mengurangi secara efisien
masalah agensi. Dua tokoh utama (principal dan agent) dalam interaksi bisnis tersebut
sebenarnya mengarah pada kepentingan yang sama, yaitu wealth (kekayaan). Bentuk
ekstrim (extreme ways) dari agency theory sendiri sebenarnya adalah ketika hubungan
agensi dijadikan mekanis-matematis untuk kepentingan legitimasi kepentingan “mutualis
insklusif“.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemitraan sangat penting dalam dunia usaha, karena dengan adanya kemitraan ini akan
membantu Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk mendapatkan modal dan mengembangkan
usahanya. Kemitraan di negara-negara yang telah lebih maju itu adalah karena kemitraan
usahanya terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihak-pihak yang bermitra itu sendiri,
atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri sehingga kemitraan dapat berlangsung secara
alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan kondisi ekonomi Negara telah cukup
memberikan rangsangan ke arah kemitraan yang berjalan sesuai dengan kaidah ekonomi yang
berorientasi pasar.

Sebagai suatu strategi pengembangan usaha kecil, kemitraan telah terbukti berhasil
diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara macan Asia, yaitu Korea
Selatan, Taiwan, Jepang, dan sebagainya. Di negara-negara tersebut kemitraan umumnya
dilakukan melalui pola sub kontrak yang memberikan peran kepada industri kecil dan menengah
sebagai pemasok bahan baku dan komponen industri besar.
Oleh karena itu, demi kemajuan suatu kemitraan di Negara Indonesia sendiri, maka makalah
ini dibuat agar dapat memberi kejelasan secara pasti mengenai kemitraan usaha agar dapat
diterapkan secara nyata dan konkret.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk mengangkat sebuah makalah
yang berjudul “Mengelola Usaha dan Kemitraan Strategis”.

B. Saran

Untuk pembaca makalah ini dapat menjadi bahan bacaan dan pedoman buat makalah
selanjutnya. Makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, bagi kami kritik , saran,dan
tambahan sangat kami butuhkan agar untuk kedepannya kami bisa membuat makalah lebih baik
lagi.

Вам также может понравиться