Вы находитесь на странице: 1из 18

HUBUNGAN PENGGUNAAN PESTISIDA ANORGANIK TERHADAP KEJADIAN GANGGUAN

PERNAPASAN PADA PETANI DI AREA PERTANIAN HORTIKULTURA DESA BATUR,


KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG

Winda Insani Rahmania*), MG. Catur Yuantari*)


*) Progdi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
Email : rahmania_winda@yahoo.co.id
mgcatur.yuantari@dsn.udinus.ac.id

ABSTRACT

The use of pesticides in Indonesia is gradually increases, it is cause by majority of


population is farmer. One of areas that mostly farmer is Batur village, Getasan sub district, the
district of Semarang. The study aimed was to analyze correlation of anorganic pesticide with
respiratory disorder among farmers in Area of Horticulture farm in Batur village, Sub district of
Getasan, Semarang district.
The study was observational analytic with cross sectional approach. Population was group
of farmer of Ngudi Rahayu in Batur village. Sample was chosen by total sampling technique with
specific criteria.
Result showed that respondents belong to the age of productive (91,7%), have used a dose
of pesticide rules (77,1%), the use of PPE (72,9%), using the number of pesticides that are not
excess (60,4%), does not have the habit of smoking (52,1%). And no significant correlation
between age (p = 0,221), level of education (p = 0,283), period of work (p = 0,852), pesticide total
(p = 1,000), pesticide dose (p = 0,246), number of pesticide (p = 0,303), the use of PPE (p =
0,246), and habit of smoking (p = 0,382) with respiratory disorder among farmers in Area of
Horticulture farm in Batur village, Sub-district of Getasan, Semarang district 2017.
Internal and external factors of the respondents showed no correlation to the incidence of
respiratory disorder. All farmers must always pay attention to the instruction in the use of chemical
pesticide.

Keywords : farmer, pesticide, respiratory disorder


ABSTRAK

Penggunaan pestisida selalu mengalami peningkatan khususnya Indonesia, karena


mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian. Salah satu wilayah yang penduduknya
sebagian besar petani adalah Desa Batur, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui hubungan dari penggunaan pestisida anorganik terhadap
kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional, dengan populasi kelompok tani Ngudi Rahayu di Desa Batur Kecamatan Getasan.
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Total Sampling dengan memenuhi beberapa
kriteria, yang ditentukan.
Hasil penelitian menunjukkan responden tergolong dalam usia produktif (91,7%), telah
menggunakan dosis pestisida sesuai aturan (77,1%), menggunakan APD masker (72,9%),
menggunakan jumlah pestisida yang tidak berlebih (60,4%), tidak memiliki kebiasaan merokok
(52,1%). Dan tidak ada hubungan antara umur (p=0,221), tingkat pendidikan (p=0,283), masa
kerja (p=0,852), jumlah pestisida (p=1,000), dosis pestisida (p=0,246), cara pengelolaan pestisida
(p=0,303), penggunaan APD masker (p=0,246), dan kebiasaan merokok (p=0,382) dengan
kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang tahun 2017.
Faktor internal dan eksternal dari responden tidak menunjukkan adanya hubungan
terhadap kejadian gangguan pernapasan. Semua petani wajib selalu memperhatikan petunjuk
dalam penggunaan bahan kimia pestisida.

Kata kunci : petani, pestisida, gangguan pernapasan

PENDAHULUAN
Indonesia ialah salah satu negara dengan penduduk yang mayoritas bekerja di sektor
pertanian. Berdasarkan Data Pusat Statistik (BPS) Agustus 2014 jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian mencapai 38,97 juta jiwa atau sekitar 34% dari total jumlah penduduk yang terdapat
di Indonesia. (1)
Dalam dunia pertanian, penggunaan bahan kimia pestisida termasuk salah satu hal yang
tidak dapat dipisahkan dari kegiatan budidaya pertanian, baik pertanian padi maupun
hortikultura. Penggunaan pestisida khususnya di negara-negara berkembang termasuk negara
Indonesia, jumlahnya selalu mengalami peningkatan. Menurut WHO (World Health
Organization) negara-negara berkembang ini hanya menggunakan pestisida sebesar 25% dari
total penggunaan di seluruh dunia, tetapi sebesar 99% negara tersebut banyak mengalami
kematian akibat penggunaan bahan kimia pestisida. Hal ini dikarenakan tingkat pengetahuan
petani yang masih rendah, sehingga cara pemakaian tidak sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
Program lingkungan PBB dan World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat
sekitar 3 juta orang yang bekerja di bidang pertanian pada negara-negara berkembang telah
terpapar racun dari zat yang terdapat di dalam bahan kimia pestisida dan setiap tahunnya
sekitar 18 ribu orang diantaranya meninggal dunia. (2)
Kegiatan penyemprotan pestisida yang tidak sesuai aturan dapat memicu munculnya
berbagai dampak, diantaranya dampak kesehatan bagi manusia salah satunya timbul
keracunan pada petani. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh
Catur (2009), hasil pemeriksaan yang telah dilakukan pada 550 sampel darah petani di wilayah
Magelang Jawa Tengah, hasilnya menunjukkan bahwa sebesar 18,2% (100 orang) mengalami
keracunan berat; 72,73% (401 orang) mengalami keracunan sedang; 8,9% (48 orang)
mengalami keracunan ringan, dan hanya sebesar 2% (1 orang) dinyatakan normal.(3)
Masalah tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sularti dan Abi Muhlisin di
wilayah Karanganyar (2011) mengatakan bahwa keracunan disebabkan karena petani masih
memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dalam memahami informasi yang berkaitan dengan
pestisida dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak lengkap. Diperoleh hasil
sebesar 64% (24 responden) memiliki tingkat pengetahuan rendah. Dan responden yang tidak
memakai APD secara lengkap sebanyak 80% (36 responden). Responden yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 45 responden. (4)
Desa Batur merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang. Menurut data Kecamatan dalam Angka Tahun 2015, luas wilayah Desa Batur
tercatat 1.087,28 Ha. Sebagian besar dari wilayah tersebut adalah lahan pertanian, dimana
terdiri dari lahan tegalan seluas 553,00 Ha. Dan sisanya sebesar 534,28 Ha bukan lahan
pertanian. Jumlah penduduk di desa tersebut sebanyak 6.975 jiwa dan sebagian besar bekerja
sebagai petani.
Dari berbagai permasalahan yang telah dikaji, maka akan dilakukan tentang “HUBUNGAN
PENGGUNAAN PESTISIDA ANORGANIK TERHADAP KEJADIAN GANGGUAN
PERNAPASAN PADA PETANI DI AREA PERTANIAN HORTIKULTURA DESA BATUR
KECAMATAN GETASAN KABUPATEN SEMARANG”.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross
(5)
sectional. Dimana proses pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Selain itu juga menggunakan data retrospektif yaitu melihat efek atau dampak yang telah
terjadi, kemudian dilakukan penelusuran ke belakang mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi dampak tersebut. Populasi dalam penelitian ini yaitu petani maupun buruh tani
yang berhubungan langsung dengan bahan kimia pestisida, baik dalam melakukan
penyemprotan langsung pada area pertanian maupun hanya melakukan pencampuran
maupun pengelolaan. Pada desa tersebut diambil salah satu kelompok tani yang akan
dijadikan sebagai populasi penelitian, yaitu kelompok tani Ngudi Rahayu dengan jumlah
populasi sebanyak 50 orang, dimana petani laki-laki sebanyak 40 orang dan petani perempuan
sebanyak 10 orang. Pada penentuan sampel menggunakan teknik Total Sampling, dimana
sampel yang akan dijadikan sebagai objek penelitian merupakan total dari seluruh populasi
yang terdapat pada wilayah tersebut dengan memenuhi kriteria masa kerja sebagai petani
minimal 3 tahun, kontak langsung dengan pestisida, bertempat tinggal di wilayah tersebut, dan
bersedia menjadi responden. Sehingga diperoleh sampel sebanyak 48 petani. Pada hasil uji
bivariat menggunakan Chi-Square dan Fisher’s Exact Test.

HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Kategori Umur Responden Petani Hortikultura di Desa Batur,
Kecamatan Getasan
Distribusi Frekuensi
Umur
Jumlah %
Tidak Produktif 4 8,3
Produktif 44 91,7
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase usia produktif jauh lebih besar
daripada usia tidak produktif yaitu 91,7%. Dengan demikian petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan mayoritas memiliki umur yang produktif
(44 orang).
.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Petani Hortikultura di Desa Batur,
Kecamatan Getasan
Tingkat Distribusi Frekuensi
Pendidikan Jumlah %
Tidak Tamat SMP 33 68,8
Tamat SMP 15 31,3
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan responden di
Desa Batur adalah tidak tamat SMP yaitu sebesar 68,8%.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden Petani Hortikultura di Desa Batur,
Kecamatan Getasan
Distribusi Frekuensi
Masa Kerja
Jumlah %
Lama (>20 tahun) 23 47,9
Baru (≤20 tahun) 25 52,1
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebesar 52,1% responden memiliki masa
kerja baru yaitu kurang dari 20 tahun. Dan hanya 47,9% saja yang telah memiliki masa
kerja lama.

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Jumlah Pestisida Yang Digunakan Responden Petani Hortikultura
di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Distribusi Frekuensi
Jumlah Pestisida
Jumlah %
Berlebih (>3) 19 39,6
Tidak Berlebih (≤3) 29 60,4
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar 60,4% responden tidak
menggunakan campuran jenis pestisida yang berlebih. Rata-rata yang digunakan
hanya campuran 2 jenis pestisida saja.

Tabel 5
Distribusi Frekuensi Dosis Pestisida Yang Digunakan Responden Petani Hortikultura di
Desa Batur, Kecamatan Getasan
Distribusi Frekuensi
Dosis Pestisida
Jumlah %
Tidak Sesuai Aturan 11 22,9
Sesuai Aturan 37 77,1
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan dosis pestisida
sesuai aturan jauh lebih besar dibandingkan dengan responden yang menggunakan
dosis pestisida tidak sesuai aturan yaitu 77,1%.

Tabel 6
Distribusi Frekuensi Cara Pengelolaan Pestisida Responden Petani Hortikultura di
Desa Batur, Kecamatan Getasan
Cara Distribusi Frekuensi
Pengelolaan Jumlah %
Baik (≥20,5) 24 50,0
Tidak Baik (<20,5) 24 50,0
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masing-masing sebesar 50% responden telah
melakukan pengelolaan pestisida yang baik dan tidak baik (belum benar).

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Penggunaan Masker oleh Responden Petani Hortikultura di Desa
Batur, Kecamatan Getasan
Penggunaan Distribusi Frekuensi
Masker Jumlah %
Tidak 13 27,1
Ya 35 72,9
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 72,9% responden telah menggunakan
APD (Alat Pelindung Diri) masker, mereka sadar akan pentingnya menggunakan
masker saat berhubungan langsung dengan bahan kimia pestisida. Dan hanya
sebesar 27,1% saja responden yang tidak patuh dalam penggunaan APD masker.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok Responden Petani Hortikultura di Desa Batur,
Kecamatan Getasan
Distribusi Frekuensi
Merokok
Jumlah %
Ya 23 47,9
Tidak 25 52,1
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa 52,1% responden yang tidak memiliki
kebiasaan merokok lebih besar dibandingkan dengan responden yang selalu merokok
setiap harinya yaitu 47,9%.

Tabel 9
Distribusi Frekuensi Kejadian Gangguan Pernapasan Responden Petani Hortikultura di
Desa Batur, Kecamatan Getasan
Gangguan Distribusi Frekuensi
Pernapasan Jumlah %
Tidak Normal 11 22,9
Normal 37 77,1
Total 48 100,0
Sumber : Data Primer Tahun 2017
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa hanya sebesar 22,9% responden yang
memiliki gangguan pernapasan tidak normal. Hasil pemeriksaan Spirometri yang dilakukan
pada semua responden menunjukkan hasil FEV1/FVC dan FEV masing-masing lebih besar
dari 75% dan 80%. Dapat dikatakan bahwa sebagian besar 77,1% responden tidak
mengalami gangguan pernapasan (normal). Mayoritas responden tidak memiliki riwayat
genetik yang berkaitan dengan pernapasan seperti asma.
B. ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan Umur Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Tabel 10
Tabulasi Silang Antara Umur dengan Kejadian Gangguan Pernapasan Responden
Petani Hortikulturan di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Pemeriksaan
Umur Total
Tidak
% Normal %
Normal
Tidak Produktif 2 50,0 2 50,0 4
Produktif 9 20,5 35 79,5 44
Total 11 37 48
p-value = 0,221
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact diperoleh nilai p-value yang lebih besar dari
0,05 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura
Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

2. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan


Tabel 11
Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Tingkat Pemeriksaan
Total
Pendidikan Tidak
% Normal %
Normal
Tidak Tamat 6 18,2 27 81,8 33
SMP
Tamat SMP 5 33,3 10 66,7 15
Total 11 37 48
p-value = 0,283
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact, diperoleh nilai p-value lebih besar dari 0,05
(p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
3. Hubungan Masa Kerja Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Tabel 12
Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Pemeriksaan
Masa Kerja Total
Tidak
% Normal %
Normal
Lama 5 21,7 18 78,3 23
Baru 6 24,0 19 76,0 25
Total 11 37 48
p-value = 0,852
Berdasarkan hasil uji Chi-Square (nilai p=0,852) dengan p-value yang lebih
besar dari 0,05, maka dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura
Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

4. Hubungan Jumlah Pestisida Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan


Tabel 13
Tabulasi Silang Antara Jumlah Pestisida dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Jumlah Pemeriksaan
Total
Pestisida Tidak
% Normal %
Normal
Berlebih 4 21,1 15 78,9 19
Tidak Berlebih 7 24,1 22 75,9 29
Total 11 37 48
p-value = 1,000
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact (nilai p=1,000) dengan p-value lebih besar
dari 0,05, dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah pestisida
yang digunakan dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
5. Hubungan Dosis Pestisida Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Tabel 14
Tabulasi Silang Antara Dosis Pestisida dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Dosis Pemeriksaan
Total
Pestisida Tidak
% Normal %
Normal
Tidak Sesuai 4 36,4 7 63,6 11
Aturan
Sesuai Aturan 7 18,9 30 81,1 37
Total 11 37 48
p-value = 0,246
Hasil uji Fisher Exact menunjukkan nilai p 0,246, dengan p-value lebih besar
dari 0,05 (0,246 > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
dosis pestisida dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

6. Hubungan Cara Pengelolaan Pestisida Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan


Tabel 15
Tabulasi Silang Antara Cara Pengelolaan Pestisida dengan Kejadian Gangguan
Pernapasan Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Cara Pemeriksaan
Total
Pengelolaan Tidak
% Normal %
Normal
Baik 4 16,7 20 83,3 24
Tidak Baik 7 29,2 17 70,8 24
Total 11 37 48
p-value = 0,303
Berdasarkan hasil uji Chi-Square (nilai p=0,303) dengan p-value lebih besar
dari 0,05, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara cara
pengelolaan pestisida dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area
pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
7. Hubungan Penggunaan APD Masker Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Tabel 16
Tabulasi Silang Antara Penggunaan APD Masker dengan Kejadian Gangguan
Pernapasan Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Penggunaan Pemeriksaan
Total
Masker Tidak
% Normal %
Normal
Tidak 1 7,7 12 92,3 13
Ya 10 28,6 25 71,4 35
Total 11 37 48
p-value = 0,246
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact (nilai p=0,246) dengan p-value lebih besar
dari 0,05, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan
APD masker dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

8. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan


Tabel 17
Tabulasi Silang Antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Responden Petani Hortikultura di Desa Batur, Kecamatan Getasan
Hasil
Kebiasaan Pemeriksaan
Total
Merokok Tidak
% Normal %
Normal
Ya 4 17,4 19 82,6 23
Tidak 7 28,0 18 72,0 25
Total 11 37 48
p-value = 0,382
Berdasarkan hasil uji Chi-Square (nilai p=0,382) dengan p-value lebih besar
dari 0,05 dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura
Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN
A. Hubungan Umur dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Semakin bertambahnya umur seseorang, maka semakin banyak pula pemaparan
(45)
yang dialaminya. Dalam hal ini umur responden terhitung sejak tanggal lahir hingga
dilakukannya penelitian ini yang dinyatakan dalam tahun. Menurut BPS (Badan Pusat
Statistik) dikatakan usia produktif apabila seseorang memiliki umur 15-64 tahun. Hasil
penelitian menunjukkan responden dengan kategori usia produktif memiliki jumlah yang
lebih besar dari usia tidak produktif. Sebanyak 91,7% (44 orang) tergolong ke dalam usia
yang produktif, dan hanya 8,3% (4 orang) saja yang termasuk tidak produktif. Dari seluruh
total sampel, responden dengan umur paling muda yaitu 22 tahun dan paling tua adalah 82
tahun.
Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan kejadian
gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang tahun 2017.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Roky (2003), yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan keracunan pada petani penyemprot hama
di Desa Pinang Lombang Kecamatan Bilah Kabupaten Labuhan Batu Sumatra.
Teori Sartono (2001) menyatakan bahwa pada umunya anak-anak dan bayi lebih
mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan dengan orang dewasa. Karena pada
usia anak-anak masih memiliki sistem imun yang rendah bila dibandingkan dengan orang
dewasa.
B. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang telah ditamatkan
seseorang. Sikap maupun perilaku seseorang sebagian besar sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan yang dimiliki. Namun ada pula seseorang dengan tingkat pendidikan
formal rendah, tetapi ia dapat berperilaku dengan baik karena pengaruh maupun kebiasaan
yang ada pada orang-orang disekitarnya.
Responden dengan tingkat pendidikan tamat SD memiliki frekuensi tertinggi
dibandingkan tingkat pendidikan lainnya, yaitu sebesar 29 (60,4%) dan hanya 1 responden
yang memiliki pendidikan tamat SMA.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Hal ini sejalan dengan penelitian Irnawati (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya keracunan pestisida.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang tidak
berpengaruh pada pengetahuan tentang pestisida. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
petani dengan pendidikan tinggi maupun rendah selalu menggunakan pestisida sesuai
kebiasaan yang terdapat pada masyarakat. Sehingga mereka belajar dari sesame petani
maupun berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah ada.
C. Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Masa kerja merupakan lama waktunya seseorang dalam bekerja yang ditentukan
dalam tahun. Masa kerja dari setiap orang tentu akan berbeda-beda. Semakin lama
seseorang bekerja, maka semakin besar pula paparan yang diterima dari lingkungan
tempat kerja tersebut. Salah satunya yaitu petani, semakin lama seseorang bekerja
sebagai petani maka semakin besar pula paparan bahan kimia pestisida yang harus
diterima.
Di desa Batur terutama pada kelompok tani Ngudi Rahayu rata-rata telah bekerja
sebagai petani mulai dari umur remaja hingga sekarang. Masa kerja paling lama yaitu
selama 62 tahun tetapi hanya 1 responden. Jumlah responden terbanyak yaitu 8 orang
terdapat pada masa kerja 30 tahun, dan urutan kedua dengan masa kerja 20 tahun (7
orang).
Hasil uji menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian
gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bekti Astuti (2002)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keracunan
pestisida pada petani penyemprot hama di Desa Bumen Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang.
Dapat diasumsikan bahwa semakin lama seseorang bekerja sebagai petani, maka
mereka lebih memahami bagaimana cara kerja yang benar dalam menggunakan bahan
pestisida anorganik. Walaupun tingkat pendidikan mereka kurang, tetapi mereka bekerja
berdasarkan pengalaman pribadi maupun kebiasaan-kebiasaan yang ada pada
masyarakat tersebut.
D. Hubungan Jumlah Pestisida dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Setiap jenis pestisida memiliki efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari
kandungan bahan aktif maupun sifat fisik dari pestisida itu sendiri. Apabila petani
menggunakan banyak jumlah pestisida untuk sekali penyemprotan, maka dapat
diasumsikan bahwa semakin besar pula petani memiliki resiko untuk terpapar bahan kimia
tersebut. Semakin banyaknya jenis pestisida yang digunakan, maka dapat menyebabkan
beragamnya paparan pada tubuh petani yang dapat menimbulkan reaksi sinergik dalam
tubuh. (7)
Pada penelitian ini petani yang terdapat pada kelompok tani Ngudi Rahayu dengan
total 60,4% responden telah melakukan pencampuran pestisida yang tidak berlebih (≤ 3).
Berdasarkan hasil uji dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah pestisida
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa
Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Catur (2009)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah pestisida yang digunakan
dengan keracunan pestisida di Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Magelang .
Alasan responden mencampur lebih dari satu jenis pestisida agar dalam sekali
penyemprotan dapat membasmi hama secara cepat dan sebagai pelindung tanamannya.
Tetapi dalam pencampuran, responden masih menggunakan batas yang wajar atau tidak
berlebih.
Meskipun dalam penelitian ini tidak ada hubungan dengan kejadian gangguan
pernapasan, namun tetap saja penggunaan pestisida campuran (> 1 jenis) memiliki tingkat
bahaya yang cukup besar dibanding dengan penggunaan pestisida tunggal. Kandungan
dari pestisida dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi organ tertentu seperti
paru-paru dan sistem pernapasan. (8)
E. Hubungan Dosis Pestisida dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Dosis pestisida merupakan jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan
dengan air untuk digunakan dalam sekali penyemprotan. Setiap bahan kimia pasti akan
menimbulkan efek samping bagi lingkungan maupun manusia. Semakin besar dosis
pestisida yang digunakan, maka semakin besar pula hal tersebut memberikan efek pada
tumbuhan dan petani selaku orang yang kontak langsung dengan pestisida. Walaupun
efek akan ditimbulkan dalam jangka waktu yang lama, tetapi pestisida terus mengalami
akumulasi di dalam tubuh.
Dalam penggunaan dosis pestisida dikategorikan menjadi 2 yaitu penggunaan yang
tidak sesuai aturan dan penggunaan yang sesuai aturan. Sebagian besar 77,1%
responden telah menggunakan dosis sesuai dengan aturan yang telah terdapat pada label
kemasan pestisida. Mayoritas responden dalam menentukan dosis atau takaran pestisida
dengan menggunakan tutup botol dari wadah pestisida itu sendiri, namun ada pula yang
menggunakan sendok makan sebagai takarannya.
Berdasarkan uji yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara dosis pestisida dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area
pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Catur (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dosis pestisida dengan
keracunan pestisida.
Meskipun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan dengan kejadian gangguan
pernapasan, namun harus selalu memperhatikan petunjuk peenggunaan dosis yang
terdapat pada label wadah atau kemasan pestisida.
F. Hubungan Cara Pengelolaan Pestisida dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Cara pengelolaan pestisida merupakan serangkain kegiatan yang dilakukan oleh
petani sebelum, selama dan setelah penyemprotan. Kegiatan tersebut diantaranya lokasi
penyimpanan pestisida, kondisi tempat penyimpanan pestisida, lokasi pencampuran
pestisida, wadah pencampuran pestisida, metode pencampuran pestisida, arah
penyemprotan pestisida, frekuensi penyemprotan pestisida, lama penyemprotan pestisida,
waktu penyemprotan pestisida, air yang digunakan untuk mencuci peralatan pestisida,
tempat pembuangan air bekas cucian pestisida, dan cara penanganan kemasan atau
wadah bekas pestisida.
Dari 12 kegiatan cara pengelolaan pestisida diatas, hampir semua kegiatan telah
dilakukan responden dengan benar yaitu dengan persentase petani >50% dari total
sampel yang ada 48 orang. Hanya pada beberapa kegiatan saja yang masih belum benar
dalam pengelolaannya yaitu masih menyimpan pestisida di dalam rumah (29 orang), saat
proses pencampuran pestisida masih menggunakan wadah terbuka (35 orang), masih
membuang air bekas cucian peralatan pestisida pada sembarang tempat / selokan yang
mengalir (25 orang), dan dalam cara penanganan wadah atau kemasan pestisida masih
dibuang pada sembarang tempat (27 orang).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keseimbangan antara responden yang
telah melakukan cara pengelolaan dengan baik dan responden yang masih belum
melakukan cara pengelolaan dengan baik yaitu masing-masing 50% (24 orang).
Dari hasil uji dinyatakan tidak terdapat hubungan antara cara pengelolaan pestisida
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa
Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Yodenca (2008)
bahwa tidak ada hubungan antara pengelolaan pestisida dengan terjadinya keracunan.
Namun hanya terdapat perbedaan pada efek kesehatan yang ditimbulkan, dalam
penelitian ini adalah gangguan pernapasan.
Meskipun dalam penelitian tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian
gangguan pernapasan, namun petani harus tetap melakukan pengelolaan pestisida
dengan tepat dan benar.
G. Hubungan Penggunaan APD Masker dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Setiap pekerja yang kontak langsung dengan bahaya di tempat kerja wajib
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap. Namun penggunaan APD juga
harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, salah satunya yaitu petani.
Dalam melakukan pekerjaan yang selalu berhubungan dengan bahan kimia pestisida,
petani wajib menggunakan APD secara lengkap, khususnya alat pelindung diri masker.
Responden telah memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi dalam penggunaannya,
mereka sadar bahwa partikel dari bahan kimia pestisida dapat terhirup oleh pernapasan
dan dapat masuk ke dalam paru-paru.
Dari seluruh total sampel (48 orang) hanya sebesar 27,1% (13 orang) yang belum
patuh dalam penggunaan masker. Mereka mengungkapkan bahwa penggunaan masker
hanya akan mengganggu ketika bernapas maupun saat berkomunikasi dengan rekan
kerjanya.
Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan APD masker
dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian hortikultura Desa
Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Irnawati (2005)
dengan p-value 0,000, yang menyatakan ada hubungan antara penggunaan APD dengan
keracunan pestisida pada petani hortikultura di Kecamatan Joblang Hataran Kabupaten
Simalungun.
Meskipun tidak terdapat hubungan antara penggunaan APD masker dengan kejadian
gangguan pernapasan, petani wajib meningkatkan kepatuhan dalam penggunaan APD
guna untuk memperkecil efek atau dampak yang ditimbulkan dari partikel bahan pestisida
tersebut.
H. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Gangguan Pernapasan
Menurut PERMENKES RI No. 40 tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian
Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan, Indonesia menempati urutan ke-3 dengan
jumlah perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Merokok dapat menurunkan
Kapasitas Vital Paru (KVP) lebih besar pada pria dewasa perokok dibandingkan dengan
pria dewasa non perokok. (9)
Pada penelitian ini hanya 47,9% (23 orang) dari seluruh total sampel 48 orang yang
memiliki kebiasaan merokok. Merekan telah merokok ≥ 6 bulan, dan rokok yang sering
digunakan adalah jenis rokok kretek. Rokok kretek adalah rokok yang mengandung bahan
baku yang tidak hanya berupa tembakau tetapi ditambah dengan cengkeh lalu diberi suatu
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.(10) Responden dengan kebiasaan
merokok dapat mengkonsumsi rokok per hari rata-rata 12 batang atau lebih.
Setelah dilakukan uji dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Maulida
(2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan
Kapasitas Vital Paru (KVP) di Desa Karangbangun, Matesih Karanganyar.
Namun hal ini terdapat kesimpangsiuran pada hasil pemeriksaan Spirometri, pada
petani yang memiliki kebiasaan merokok diperoleh hasil normal sebanyak 19 responden
yang justru lebih banyak dari responden dengan kebiasaan tidak merokok hanya 18 yang
menunjukkan hasil normal. Hal tersebut kemungkinan besar diakibatkan oleh kesalahan
maupun tidak maksimalnya responden saat meniup mouthpiece pada Spirometer. Karena
responden sebelumnya belum pernah melakukan pemeriksaan tersebut, sehingga belum
memahami cara penggunaan yang benar dan tepat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik yang telah dilakukan pada petani di area
pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Faktor internal yang berupa karakterisitik dari responden, diantaranya sebagian besar
petani tergolong dalam usia yang produktif 91,7%, tingkat pendidikan tidak tamat SMP
68,8%, dan memiliki masa kerja baru sebagai petani (<20 tahun) 52,1%.
2. Faktor eksternal dari responden berupa jumlah pengguna pestisida yang tidak berlebih
sebesar 60,4%, dosis pestisida sesuai aturan 77,1%, cara pengelolaan pestisida yang baik
dan tidak baik masing-masing 50%, pengguna APD masker 72,9%, dan kebiasaan tidak
merokok 52,1%.
3. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik responden umur (p=0,221), tingkat
pendidikan (p=0,283), dan masa kerja (p=0,852) dengan kejadian gangguan pernapasan
pada petani di area pertanian hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang.
4. Tidak terdapat hubungan antara jumlah pestisida (p=1,000), dosis pestisida (p=0,246), cara
pengelolaan pestisida (p=0,303), penggunaan APD masker (p=0,246), dan kebiasaan
merokok (p=0,382) dengan kejadian gangguan pernapasan pada petani di area pertanian
hortikultura Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
5. Cara responden dalam melakukan praktik pemeriksaan Spirometri sangat berpengaruh
terhadap hasil yang diperoleh. Hal tersebut dikarenakan responden sebelumnya tidak
pernah melakukan pemeriksaan kapasitas vital paru, sehingga dalam melakukan peniupan
tidak dapat secara maksimal.
SARAN
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang dapat dikemukaan untuk petani yang
terdapat di desa tersebut, diantaranya :
a. Memperhatikan petunjuk yang terdapat pada label kemasan pestisida, baik keterangan
bahan aktif, aturan dosis pestisida, cara penggunaan, maupun tentang peringatan bahaya.
b. Saat melakukan proses penyemprotan harus selalu memperhatikan arah angin.
c. Tidak melakukan pencampuran pestisida dengan jumlah yang berlebih.
d. Setiap melakukan penyemprotan harus selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)
secara lengkap.

DAFTAR PUSTAKA
1. Statistik, Badan Pusat. https://www.bps.go.id. Diakses : 2 Februari 2017.
2. Indonesia, Pertanian Sehat. Pentingnya Analisis Residu Pestisida.
http://pertaniansehat.com/pentingnya-analisis-residu-pestisida.html. Diakses : 2 Februari
2017
3. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan Dampaknya Pada Kesehatan Petani
di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten
Magelang Jawa Tengah. Yuantari, M. G Catur. 2009.
4. Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida dan Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri
Dilihat Dari Munculnya Tanda Gejala Keracunan Pada Kelompok Tani di Karanganyar.
Sularti and Muhlisin, Abi. 2011.
5. Riwidikdo, Handoko. Statistik Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika, 2012.
6. Paramitha, Calista. Pengaruh Pestisida terhadap Kesehatan Pekerja Petani. Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
7. Djojosumarto, Panut. Pestisida Dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka, 2008
8. RI, Departemen Kesehatan. Pengenalan Dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida.
Jakarta : Subdit Pengamanan Pestisida, 1992.
9. ND, Putra. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2014.
10. M, Jaya. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Sleman : Riz'ma, 2009

Вам также может понравиться