Вы находитесь на странице: 1из 22

GAMBARAN TINGKAT KEJADIAN GIZI KURANG USIA

BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS AMPARITA


PADA PERIODE JANUARI-APRIL 2018
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

DISUSUN OLEH :
dr. Fitriani
dr. Rismawati
dr. A. Fitri Ekawati

PEMBIMBING:
dr. Hj. Nurwati

INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS AMPARITA
KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
PERIODE MEI 2017 - MEI 2018
HALAMAN PENGESAHAN

TOPIK: GAMBARAN TINGKAT KEJADIAN GIZI KURANG USIA


BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS AMPARITA PADA PERIODE
JANUARI-APRIL 2018 KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

Diajukan dalam rangka praktik klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian
dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas
Amparita, Kabupaten Sidenreng Rappang

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Mei 2018

Mengetahui,
Dokter Pendamping,

dr. Hj. Nurwati


NIP. 19810404 200901 2 007
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena
merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi.1
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima
tahun (balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan
dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak
lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib bagi
pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman.
Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh
pemerintah.2
Keadaan gizi masyarakat Indonesia pada saat ini masih belum
menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk, kurang
vitamin A, anemia defisiensi besi, gangguan akibat kurang Yodium dan gizi lebih
(obesitas) masih banyak tersebar di kota dan desa di seluruh tanah air. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain adalah tingkat kemampuan keluarga
dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan
dan perilaku keluarga dalam meilih, mengolah, dan membagi makanan di tingkat
rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan
dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas.3
Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs)
yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48 indikator, menegaskan bahwa tahun 2015
setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi pada tahun
1990. Dua dari lima indikator sebagai penjabaran tujuan pertama MDGs adalah
menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita (indikator keempat) dan
menurunnya jumlah penduduk dengan defisit energi (indikator kelima).4
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal ini dapat
dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita dari 5,4%
pada tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan, tetapi
jumlah nominal anak gizi buruk masih relatif besar.1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan adalah
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya status gizi anak demi kepentingan
pertumbuhan dan perkembangan anak
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat kejadian gizi kurang pada wilayah
puskesmas Amparita
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Penemuan kasus balita gizi kurang dan gizi buruk secara tepat oleh tenaga
kesehatan.
b. Memantau perkembangan salah satu kasus balita gizi kurang yang terdapat di
wilayah kerja Puskesmas Amparita.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui angka kejadian gizi
kurang sehingga dapat dilakukan penyuluhan mengenai bahaya gizi kurang dan gizi
buruk serta pengenalan gejala gizi buruk pada masyarakat sehingga terjadi
peningkatan kesadaran akan pentingnya gizi dan membantu untuk mencegah
berulangnya kejadian bayi gizi buruk di masa mendatang.
1.4.2 Bagi Dokter Internsip
a. Memberikan pengalaman untuk terjun langsung di lapangan dan berkoordinasi
dengan masyarakat di desa.
b. Mengetahui langkah-langkah penanganan balita gizi kurang dan gizi buruk
sesuai pedoman pelayanan anak gizi buruk..
1.4.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui mengenai pentingnya memperhatikan
gizi anak-anak terutama saat usia balita karena pada tahap tersebut merupakan tahap
penting dalam perkembangan dan pertumbuhan. Yang akan mempengaruhi tidak
hanya kondisi fisik, tetapi juga psiki dan intelegensi seorang anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Gambaran Status Gizi Balita di Indonesia


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 13,9% berstatus gizi
kurang dan 5,7% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan 6,8% anak
kurus, diantaranya 5,3% anak sangat kurus dan 18% anak memiliki kategori sangat
pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi.
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan
gizi buruk. Kejadian gizi buruk ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dan
prevalensinya lebih tinggi di Indonesia bagian timur.
II.2 Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya
di bawah rata-rata. Hal ini merupakansuatu bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi buruk apabilaindeks Berat Badan
menurut Umur (BB/U) < -3 SD. Keadaan balita dengan gizi buruk sering
digambarkan dengan adanya busung lapar.
II.3 Faktor Risiko
Permasalahan gizi merupakan masalah yang kompleks dan meliputi banyak
faktor. Beberapa faktor risiko penting terjadinya gizi buruk antara lain :
II.3.1 Asupan Makanan
Asupan makanan sebagai salah satu faktor risiko gizi buruk bisa disebabkan
karena tidak tersedianya makanan secara adekuat, makanan tidak mengandung kadar
zat gizi mikro yang cukup, pola makan yang salah, pemberian MP-ASI sebelum usia
6 bulan, pemberian makanan padat terlalu lambat, serta makanan tidak higieni.
Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang
beragam sehingga komposisi makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi gizi
seimbang. Makanan gizi seimbang adalah makanan yang sesuai dengan kebutuhan zat
gizi yang mencakup karbohidrat, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur.
II.3.2 ASI ekslusif
UNICEF dan World Health Oraginization (WHO) telah merekomendasikan
sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan. Makan
padat seharusnya diberikan setelah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun. Adanya faktor protektif dan nutrien yang
sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak
menurun.
II.3.3 Pendidikan Ibu
Peran ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah penting.
Rendahnya pendidikan dan kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi menjadi salah
satu faktor terjadinya gizi buruk. Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap
derajat kesehatan dan kualias pengasuhan anak. Pendidikan yang tinggi membuat
seseorang mudah untuk menyerap informasi dan mengamalkan dalam perilaku sehari-
hari. Pendidikan yang tinggi juga akan meningkatkan pendapatan dan dapat
meningkatkan daya beli makanan.
II.3.4.Penyakit Infeksi
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan gizi buruk.
Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga
anak rentan terhadap penyakit infeksi.
II.3.5 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Penyebab terjadinya BBLR antara lain bayi
lahir prematur karena berbagai sebab (<37 minggu), bayi lahir kecil untuk masa
kehamilan akibat hambatan pertumbuhan dalam kandungan maupun akibat keadaan
gizi ibu yang kurang baik. Bayi BBLR pada umumnya lebih rentan terkena penyakit
karena sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna dan fungsi organ tubuh yang
berfungsi optimal. Penyakit ini akan mempengaruhi asupan gizi yang masuk sehingga
dapat menyebabkan gizi buruk.
II.3.6 Kelengkapan Imunisasi
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu
antigen. Imunisasi juga dapat mencegah dan mengurangi penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit. Apabila kekebalan tubuh meningkat, balita tidak rentan
terkena penyakit. Hal ini berhubungan tidak langsung dengan kejadian gizi buruk.
II.3.7 Status Ekonomi
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli
pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan,
merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial
ekonomi yang rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena
ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.
Balita dengan gizi buruk pada umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.
Permasalahan gizi merupakan masalah yang kompleks dan meliputi banyak
sektor. Hal tersebut dapat dilihat pada bagan di bawajh ini :

II.4 Penegakan Diagnosis


Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
1. Pengukuran klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau
tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan
dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit,rambut,atau mata.
Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada
balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy
pavement dermatosis).
2. Pengukuran antropometri
Metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran
tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut,
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering
dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui
denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga
dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari ketiganya.
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :
a. Gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Gizi lebih jika hasil ukur ≥ 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan
(0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :
a. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang
Badan:
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. 12
2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus sedangkan
balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
Penemuan anak gizi buruk dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan seperti
Puskesmas, Rumah Sakit, dan doker/bidan praktek swasta), hasil laporan masyarakat,
maupun dari skrining aktif. Kemudian dilakukan pemeriksaan sesuai dengan alur
berikut :

(Bagan Tata Laksana Gizi Buruk, 2011)


II.5 Pencegahan
Menurut Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk
(RAN-PPGB) dari Departemen Kesehatan RI 2005-2009 :
1. Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia, sesuai dengan kewenangan wajib danStandar
Pelayanan Minimal (SPM) dengan memperhatikan besaran dan luasnya
masalah.
2. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi
masyarakat dan keluarga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali
dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan
melalui revitalisasi Posyandu.
3. Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan
tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh
masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas.
4. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok
rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin
A, MP-ASI dan makanan tambahan.
5. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi
tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat.
6. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha
dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya dalam rangka meningkatkan daya
beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang.
7. Mengaktifkan kembali Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) melalui
revitalisasi SKPG dan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) Gizi Buruk, yang
dievaluasi dengan kajian data SKDN yaitu (S)emua balita mendapat (K)artu
menuju sehat, (D)itimbang setiap bulan dan berat badan (N)aik, data penyakit
dan data pendukung lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian


Pada penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.

III.2 Tempat dan Waktu


Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Negara.Waktu untuk data yang
diambil selama bulan Januari-April tahun 2018. Data yang diambil darihasil
pengukuran antropometri balita 0-5 tahun yang datang ke posyandu di wilayah
Puskesmas Amparita

III.3 Populasi dan Sampel


III.3.1 Populasi
Balita usia 0-5 tahun di wilayah Puskesmas Amparita
III.3.2 Sampel
Balita usia 0-5 tahunyang mengalami gizi buruk dan kurang di wilayah
Puskesmas Amparita

III. 4 Sumber Data


III.4.1 Data Primer
Data Primer diperoleh langsung dari hasil pengukuran antropometri balita 0-5
tahun yang mengikuti kegiatan skrining gizi buruk di wilayah Puskesmas
Amparita kabupaten sidrap
III.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan medik balita 0-5 tahun gizi kurang dan
gizi buruk yang dimiliki oleh bagian Gizi Puskesmas Amparita kabupaten
sidrap
.
BAB IV
PROFIL UMUM PUSKESMAS AMPARITA

IV.1 Profil Komunitas Umum


Puskesmas Amparita merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
beralamat di Jalan Poros Soppeng No. 7, Amparita Kecamatan Tellu Limpoe,
Kabupatan Sidrap dengan Kode Puskesmas : P7314020101 yang terdiri atas UGD 24
jam, Rawat Inap umum dan bersalin, Rawat Jalan (poli umum, poli gigi, poli TB, poli
KIA, laboratorium sederhana dan apotek).
Komunitas umum masyarakat yang berada disekitar kawasan amparita
merupakan komunitas hindu tolotang atau towani yang sangat kental dengan adat
istiadatnya. Ciri khas komunitas ini mereka dipimpin oleh Uwa’ yang diyakini
sebagai turunan dari raja-raja leluhur mereka. Jadi, apapun yang Uwa’ mereka
katakan, maka komunitas ini akan patuh terhadap perintahnya.
IV.2 Data Geografis
Kelurahan Amparita terletak di sebelah selatan kota Kabupaten Sidrap, dengan
jarak 9 km2 dari pusat kota selatan kota Kabupaten Sidenreng Rappang, serta 221 km
dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Amparita berada dalam wilayah Kecamatan
Tellu Limpoe. Batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Arateng
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Teteaji
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pajalele
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Toddang Pulu dan Kelurahan Baula
Dua Kelurahan terakhir secara administratif merupakan wilayah Kelurahan
Amparita sebelum adanya pemekaran wilayah dengan luas 364,74 km2. Wilayah
Kelurahan Amparita yang terdiri atas daratan yang memiliki curah hujan yang cukup
tinggi sehingga penduduk sekitarnya kebanyakan adalah petani. Kelurahan Amparita
merupakan suatu tempat pertama kalinya dihuni oleh pendatang dari Desa Wani
Wajo, kemudian dalam perkembangannya telah bercambur dengan penduduk suku
Bugis yang lainnya.
Lembaga pemerintahan di Amparita dipimpin oleh seorang Lurah, dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari ia dibantu oleh seorang sekertaris, seorang Kepala
urusan, dua orang Kepala Dusun, yaitu Dususn Pakkawarue dan Kepala Dusun
Sudatu, masing- masing kepala dusun membahi dua orang Rukun Kampong, serta
seorang Kepala Persawahan.
IV.3 Data Demografi
Potensi yang tak kalah pentingnya dan perlu mendapat perhatian khusus adalah
Sumber Daya manusia. Sumber Daya Manusia ini yang kemudian dapat menggali
dan menggambarkan serta memanfaatkan kekayaan alam yang ada di tiap wilayah
atau daerah, Dengan kata lain faktor penduduk ini merupakan salah satu faktor dalam
pembangunan daerah, bahkan dapat dikatakan bahwa faktor ini menduduki level yang
paling utama, karena seperti yang kita ketahui bahwa dalam pembangunan itu sendiri
merupakan suatu usaha dan manusia, dan untuk manusia itu sendiri.
Sebelum dimekarkan wilayah Amparita meliputi; Baula, Toddang Pulu,
Arateng serta Amparita dengan jumlah penduduk yang sangat padat. Dengan adanya
pemekaran maka dengan sendirinya penduduk Kelurahan Amparita berkurang.
Menurut hasil Sensus yang dilakukan oleh BKKBN Kabupaten Sidenreng Rappang
bulan Juni 2012 jumlah penduduk. Kelurahan Amparita sebanyak 3.723 jiwa, dengan
perincian 1.720 laki-laki, dan 2.603 jiwa perempuan. Penyebaran penduduk
terkonsentrasi pada tempat yang berada di dekat jalan raya dan Pasar amparita.
Tingkat pendidikan di kelurahan Ampparita bisa dikatakan bervariasi, hal itu dapat
dilihat dari Keadaan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan,(1) Sekolah Dasar:
1.419 orang, (2) SLTP/MTs: 1.497 0rang, (3) SMU: 429 orang, (4) D1/D3 : 13 orang,
(5). S1: 13 orang, (6) S2: 2 orang.
Dalam lapangan pekerjaan masyarakat Amparita lebih banyak yang berprofesi
sebagai petani, hal ini disebabkan oleh kondisi alam yang memang berada di daerah
agraris, selain petani ada juga yang berprofesi sebagai PNS, TNI/POLRI dan sisanya
adalah pekerja swasta dan tukang.
Dapat dilihat Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, (1) PNS:53 orang,
(2) TNI/POLRI: 10 orang, (3) Swasta: 5 orang, (4) Tukang: 9 orang, (5) Petani: 2.549
orang, total 2629 orang.
IV.4. Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan puskesmas amparita terdiri dari :
Kepala Puskesmas : 1 orang
KTU : 1 orang
Dokter Umum : 1 orang
Dokter gigi : 1 orang
Perawat : 10 orang
Perawat gigi : 1 orang
Bidan : 4 orang
Apoteker : 1 orang
Laboran : 1 orang
Administrasi Kesehatan : 4 orang
Promosi Kesehatan : 1 orang
Elektromedik : 1 orang
Sanitarian : 1 orang
Petugas BPJS : 1 orang
Tenaga sukarela : 53 orang
IV.5. Sarana Pelayanan Kesehatan
Adapun sarana pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Amparita ini
adalah:
1. Loket Pendaftaran
Tempat pertama pasien mendaftarkan diri untuk berobat/ mendapatkan layanan
kesehatan.
2. Poli Umum, Poli Prioritas & Poli Gigi
Tempat pemeriksaan pasien rawat jalan
3. Apotek/ Kamar Obat
Setelah pasien mendapatkan resep obat dari dokter, pasien dapat langsung
mengambil obat di kamar obat/apotek.
4. Laboratorium
Fasilitas laboratorium yang tersedia adalah, Pemeriksaan Darah Rutin (Hb,
Leukosit, LED, Hematokrit, Trombosit), DDR, Widal, GDS, As.urat,
Kolesterol total, Urin rutin, Plano Test.
5. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi di Puskesmas melayani balita, ibu hamil, dan wanita yang
ingin menikah (Imunisasi Tetanus Toksoid).
6. Keluarga Berencana (KB)
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk konseling dan cara penggunaan
bermacam-macam alat kontrasepsi yang tersedia di Puskesmas.
7. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Kegiatan ini berupa pelayanan kesehatan yang ditujukan pada ibu hamil
(Antenatal Care) berupa penimbangan BB, Pengukuran TB, LLA, dan
Pemeriksaan Leopold.
8. Perawatan Umum
Terdapat kamar perawatan rawat inap, setiap pasien difollow up secara rutin
setiap hari oleh dokter umum yang bertugas dan dibantu oleh perawat.
9. Perawatan Persalinan
Jika seorang ibu hamil melahirkan di puskesmas, disediakan perawatan
persalinan untuk dipantau perkembangannya.
10. Puskesmas Keliling
Kegiatan Puskesmas keliling ini, dirangkaikan dengan kegiatan posyandu,
imunisasi, pengobatan gratis. Pasien yang datang berupa balita, anak-anak, ibu
hamil, dan lansia.
11. Penyuluhan (Promosi Kesehatan)
Penyuluhan kesehatan dilakukan dibeberapa Sekolah yang berada di wilayah
kerja Puskesmas, serta di Posyandu.
12. Unit Gawat Darurat ( UGD)
Selama 24 jam Puskesmas Amparita membuka pelayanan UGD, yang melayani
kasus emergency yang trauma maupun yang non trauma ataupun non
emergency.
BAB V
HASIL & DISKUSI

V.1 Kejadian Gizi Kurang di Puskesmas Amparita


Bedasarkan hasil data sekunder yang diambil, diperoleh data status gizi balita
sebagai berikut.
Tabel 1.Status gizi balita di Puskesmas Amparita bulan Januari-April tahun 2018
berdasarkan berat badan per umur dalam data BGM (bawah garis merah).
BULAN BALITA
Jumlah
Normal Kurang Buruk
Januari 0 4 16 20
Februari 0 5 17 22
Maret 0 7 14 21
April 0 6 14 20
Total Keseluruhan 83
Sumber: data sekunder
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah balita yang mengalami
gizi kurang lebih banyak pada bulan maret dan paling sedikit pada bulan januari.
Sedangkan jumlah balita yang mengalami gizi buruk lebih banyak pada bulan
februari dan lebih sedikit pada bulan maret dan april.
Tabel 2.status gizi balita di Puskesmas Amparita bulan Januari-April tahun 2018
berdasarkan tinggi badan per umur dalam data BGM (bawah garis merah).
BULAN BALITA
Jumlah
Normal Pendek Sangat Pendek
Januari 0 8 12 20
Februari 2 8 12 22
Maret 0 8 13 21
April 0 7 13 20
Total Keseluruhan 83
Sumber: data sekunder
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah balita yang mempunyai
tinggi badan kategori normal hanya pada bulan februari. Sedangkan jumlah balita
yang mempunyai tinggi badan kategori pendek jumlahnya rata dari januari hingga
maret dan herkurang pada bulan april. Jumlah balita yang mempunyai tinggi badan
kategori sangat pendek lebih banyak pada bulan maret dan april lebih sedikit pada
bulan januari dan februari.
Tabel 3.Status gizi balita di Puskesmas Amparita bulan Januari-April tahun 2018
berdasarkan berat badan per tinggi badan dalam data BGM (bawah garis merah).
BULAN BALITA
Jumlah
Normal Kurus Sangat Kurus
Januari 9 10 1 20
Februari 12 9 1 22
Maret 13 7 1 21
April 11 7 2 20
Total Keseluruhan 83
Sumber: data sekunder
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah balita yang mempunyai
badan ideal lebih banyak pada bulan maret dan paling sedikit pada bulan januari.
Sedangkan jumlah balita yang mempunyai badan kurus lebih banyak pada bulan
januari dan lebih sedikit pada bulan maret dan april. Dan jumlah balita yang
mempunyai badan sangat kurus lebih banyak pada bulan apri.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
Gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia. Menurut
WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi
buruk. Cakupan balita yang ditimbang di Puskesmas Mulyoharjo masih jauh dibawah
target. Dengan demikian bisa dipastikan masih banyak balita gizi kurang maupun gizi
buruk yang belum terdeteksi dan mendapatkan penanganan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk. Salah satunya adalah
kurangnya pengetahuan dan kesadaran keluarga khususnya ibu mengenai
pertumbuhan dan perkembangan anak serta bagaimana langkah-langkah pemenuhan
gizi seimbang.

VI.2 Saran
Untuk meningkatkan kesadaran keluarga mengenai tumbuh kembang dan gizi
balita diperlukan peran pro-aktif dari tenaga kesehatan untuk terus memberikan
informasi dan motivasi baik secara langsung kepada ibu atau keluarga balita yang
bersangkutan, maupun dengan penyuluhan kepada kader desa. Selain itu juga
diperlukan tambahan sumber daya manusia agar kegiatan pelacakan maupun follow-
up dapat berjalan lancar dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Atmawkarta, Arum. 2007. Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita sampai Tahun 2025.
Pertemuan Pembahasan Dampak Pembangunan Kesehatan. Jakarta.

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Diseminasi Status Gizi. Website:
www.litbang.depkes.go.id

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Jakarta: Direktorat Bina Gizi.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi.

Novitasari, Dewi. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Yang
Dirawat Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang : FK UNDIP.

Pudjiadi S. 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:
EGC

Вам также может понравиться