Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Status General:
Mata : anemis +/+, ikterus -/-, pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm,
edema palpebra -/-
THT : dalam batas normal
Leher : JVP ± 0 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax : simetris
Status Neurologi:
GCS : E4V5M6
Rangsang meningeal: -/-
Reflek pupil : +/+
Paresis CN : paresis nervus VII sinistra supranuklear
Tenaga : 333333
333 333
Reflek fisiologis : +++ +
+++ +
Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra
2
2. Pemeriksaan fisik saat pemeriksaan (14 November 2016)
Status Present :
GCS : E2VxM4
Tekanan Darah : 142/85 mmHg
Nadi : 94 kali/menit
Status Neurologi:
GCS : E2VxM4
Rangsang meningeal: -/-
Reflek pupil : +/+
Paresis CN : tidak dapat dievaluasi
Tenaga : tidak dapat dievaluasi
Reflek fisiologis : +++ +
+++ +
Reflek patologis : Refleks Babinski dextra et sinistra
3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Darah lengkap 21/09/2016:
WBC 14,31 x 103/µL (4,1-11); HGB 11,97 (13,5-17,5) g/dL ; HCT 37,34 %
(41-53) ; MCV 91,92 fL (80-100) ; MCH 29,47 pg (26-34) ; MCHC 32,06
g/dL (31-36) ; PLT 301,9 x103/µL (150-440)
Faal Hemostasis (21/09/2016) :
PPT 14,2 detik (10,8-14,4) ; aPTT 29,70 detik (24-36) ; INR 1,17 (0,9-1,1)
Kimia darah (21/09/2016) :
SGOT 18,8 U/L (11-33) ; SGPT 10,60 U/L (11-50) ; Albumin 3,81 g/dL
(3,40-4,80) ; BUN 79,0 mg/dL (8-23) ; SC 9,22 mg/dL (0,7-1,2) ; Asam
Urat 9,10 mg/dL (2-7) ; Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dL (70-140) ;
HbA1C 4,3% (4,8-5,9)
AGD (21/09/2016) :
36
4
94,3%(95-100) ; 134 mmol/L (136-145) ; K 3,09 mmol/L (3,5-5,1) ; Cl 94
mmol/L (96-108)
Procalcitonin (22/09/2016) :2,04 ng/mL (Resiko tinggi)
Imunoserologi (22/09/2016) : HBsAg non reaktif, Anti HCV non reaktif
Urine Lengkap (22/09/2016) : pH 6,00 (4,5-8) ; leukosit positif (++) ;
protein positif (++) ; glukosa normal ; keton negative ; darah positif (+++) ;
urobilinogen negatif ; bilirubin negatif ; leukosit 22,40/µL (≤5,8) ; leukosit
sedimen 4,00/HPF (≤2) ; eritrosit 521,80/µL (≤6,4) ; eritrosit sedimen
93,90/HPF (≤2) ; sel epitel 5,80/µL (≤3,5) ; sel epitel sedimen 1,00/HPF
(≤1) ; silinder 0,91/µL (≤0,47) ; silinder sedimen 2,64/LPF (≤2) ; bakteri
19,60/µL (≤23)
2. Thorax AP
Hasil Bacaan:
Cor kesan membesar ke kiri
Tampak kalsifikasi di aorta knob
Pulmo tampak infiltrate di paracardial kanan
Sinus pleura kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan kiri kesan normal
Tulang-tulang tak tampak kelainan
37
5
Kesan:
Cardiomegali (ASHD)
Pneumonia
V. DIAGNOSIS
- Pneumonia Aspirasi
- Sepsis
- Retensi Sputum
- Acute on Chronic Kidney Disease et causa Pyelonefritis Kronis
- Hipertensi stage II
- Hiperurisemia
- Completed Stroke
VI. TATALAKSANA
Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena
Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena
Levofloxacine 750 mg @ 24 jam intravena
Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena
N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral
Asam folat 2 mg @ 12 jam intraoral
Irbesartan 150 mg @ 24 jam intraoral
Amlodipin 10 mg @ 24 jam intraoral
Allopurinol 100 mg @ 24 jam intraoral
Asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral
38
6
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Epidemiologi
Teori:
Pada beberapa studi, 5-15% kasus pneumonia merupakan pneumonia
aspirasi.Pneumonia aspirasi terjadi paling sering pada pasien dengan faktor
predisposisi yang sudah ada seperti stroke, kejang dan disfagia karena beberapa
kasus. Pneumonia aspirasi adalah penyebab kematian paling umum pada pasien
dengan disfagia karena suatu kondisi akibat gangguan neurologis, yang
mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di Amerika
Serikat. Sedangkan aspirasi pneumonitis terjadi pada sekitar 10% pasien yang
dirawat di rumah sakit setelah overdosis obat.Pneumonia aspirasi lebih sering
dijumpai pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut.Pasien yang
mengalami pneumonia aspirasi di fasilitas kesehatan lebih banyak dibandingkan
pneumonia komunitas yaitu sekitar tiga kali lebih banyak, sehingga angka
mortalitasnya pun berbeda yaitu sekitar 28,4% untuk pneumonia aspirasi di fasilitas
kesehatan dan sekitar 19,4% untuk pneumonia aspirasi komunitas.
Kasus:
Pada kasus ini pasien merupakan seorang wanita berusia 67 tahun dimana
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, pasien didiagnosis dengan pneumonia aspirasi. Terjadinya pneumonia
aspirasi paling umum terjadi pada pasien yang memiliki gangguan neurologis yang
mempengaruhi kesadaran ataupun terjadinya disfagia.Pada pasien dalam kasus ini
pasien diduga terkena stroke sehingga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
aspirasi pada pasien ini, dimana pada stroke dapat dijumpai adanya disfagia.
4.2 Diagnosis
4.2.1 Anamnesis
Teori:
Manifestasi klinis pneumonia aspirasi ini bervariasi dari yang ringan hingga
berat dengan syok sepsis atau hingga gagal nafas, semua itu tergantung dengan faktor
penjamu, beratnya aspirasi dan kuman yang menjadi penyebabnya.Gejala klinis dapat
berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans,atau abses paru
dan dapat diikuti terjadinya empiema. Adapun gambaran klinis dari pneumonia
aspirasi ini didukung dengan adanya sputum berwarna kemerahan atau bisa juga
7
kehijauan, dan sputum tersebut berbau.Gejala klinis yang bisa ditemui juga dapat
berupa gangguan menelan dan gejala yang ada pada pneumonia yaitu demam, batuk,
sesak, kesulitan saat inspirasi atau inspirasi memanjang, dan ada nafas cuping
hidung.Gangguan menelan pada pasien pneumonia aspirasi ini diketahui bila pasien
mengeluarkan cairan atau makanan melalui hidung, lalu adanya sisa makanan di
mulut setelah menelan.Pasien juga biasanya mengeluhkan nyeri saat menelan, seperti
ada yang menyngkut di tenggorokan, terkadang sampai batuk hingga tersedak saat
makan atau minum, serta terdengar adanya bunyi yang terdengar setelah
makan.Pasien juga dapat mendadak batuk dan sesak napassesudah makan atau
minum.Awitan umumnya insidious, walaupun pada infeksi anaerob bisamemberikan
gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa sesak napas pada
saatistirahat, sianosis.Umumnya pasien datang 1-2 minggu sesudah aspirasi, dengan
keluhan demammengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50%
kasus). Kemudian bisaditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan,
bersuara saat napas (mengi),takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
Kasus:
Gejala awal yang tampak pada pasien ini berupa demam.Demam dikatakan
muncul sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.Demam dikatakan muncul
mendadak, hilang timbul dan awalnya berespon dengan obat penurun panas.Namun
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan demam dikatakan semakin berat
dan tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas.Dikatakan tidak ada faktor
yang memperberat maupun memperingan keluhan demam tersebut.Keluhan penyerta
seperti kejang, penurunan kesadaran, riwayat infeksi pada gigi dan telinga disangkal.
Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk yang dirasakan sejak kurang lebih 2
minggu sebelum masuk rumah sakit.Batuk dikatakan berisi dahak berwarna putih
kekuningan dan kental.Batuk awalnya dikatakan ringan kemudian semakin lama
semakin memberat hingga pasien kesulitan untuk mengeluarkan dahaknya.Keluhan
batuk ini disertai dengan keluhan nafas yang berbunyi grok-grok.Selain itu, pasien
juga mengeluh sesak yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.Sesak dikatakan muncul secara mendadak dan semakin lama semakin
memberat. Keluhan lain seperti batuk berisi dahak dan keringat malam disangkal.
Pasien juga dikatakan sempat mengalami muntah 3 hari sebelum masuk rumah
sakit.Muntah dikatakan sebanyak 4 kali, sebanyak kurang lebih ½ gelas aiar mineral
yang berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien sebelumnya dan tidak
8
ada darah.Sebelumnya pasien dikatakan memang sering mengalami muntah terutama
saat makan sejak pasien mengalami stroke.
Pada kasus ini, manifestasi klinis yang ditemukan sebagai keluhan utama
adalah demam. Seperti yang telah diketahui demam merupakan respon imun alamiah
terhadap bakteri ekstraselular dimana melalui mekanisme pertahanan tubuh tersebut
akan dihasilkan sitokin pro inflamasi sehingga menyebabkan terjadinya demam.
Aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi bahan asing ke dalam saluran udara.Isi dari
aspirasi adalah bervariasi dan dapat terdiri dari hasil sekresi, darah, bakteri, cairan
dan partikel makanan.Selain itu, gejala sistem pernapasan yang dijumpai pada pasien
ini berupa adanya keluhan batuk dan sesak.Kedua gejala tersebut umum terjadi pada
gangguan sistem respirasi dan merupakan gejala yang umumnya ditemukan pada
pasien dengan pneumonia aspirasi.Terkait dengan faktor resiko, pada pasien dengan
riwayat stroke dan sering mengalami muntah dan tersedak.Muntah dan tersedak pada
pasien kemungkinan disebabkan oleh disfagia yang dapat terjadi pada pasien
stroke.Akibat stroke, sel neuron mengalami nekrosis dan kematian sel sehingga
menyebabkan terjadinya gangguan fungsi.Gangguan fungsi yang terjadi tergantung
pada luas dan lokasi lesi.Pada pasien dengan stroke gangguan yang paling sering
terjadi adalah fase faringeal dan fase esophagus.Fase faringeal meliputi disfungsi
palatum mole dan faring superior, kelemahan muskulus kontriktor faring, gangguan
9
relaksasi muskulus krikofaring.Sedangkan fase esophagus meliputi kelemahan dinding
esophagus, kelemahan peristaltik esophagus.
42
10
awal masuk rumah sakit didapatkan adanya paresis nervus VII sinistra supranuklear,
penurunan tenaga dengan grade 3 dan ditemukan adanya reflex babinski dekstra dan
sinistra sesuai dengan gambaran neurologis pada pasien stroke.
43
11
4.4 Tatalaksana
Teori:
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan maneuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak
dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan
yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau
masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan
postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila
penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah
sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob,
misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4,
atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit
bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi
berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau
penyesuaian antibiotik (AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2
minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.
Kasus:
Pada awalnya pasien ini belum dilakukan pemeriksaan kultur sputum sehingga
belum diketahui secara spesifik bakteri yang menginfeksi sehingga belum dapat
ditentukan antibiotic spesifik untuk mengeradikasi bakteri tersebut. Pada pasien
diberikan terapi antibiotik berupa Cefoperazone 1 gram @ 12 jam intravena yang
merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke 3, Levofloxacine 750 mg @
24 jam intravena sebagai antibiotic broad spectrum golongan fluorokuinolon,
sedangkan Metronidazole 500 mg @ 8 jam intravena sebagai terapi antibiotic untuk
bakteri anaerob dimana pada pneumonia aspirasi sering terjadi aspirasi bakteri
44
12
anaerob ke paru. Paracetamol 1000mg @ 8 jam intravena sebagai terapi simtomatik
untuk menterapi demam pada pasien. N. Acetyl Cystein 200 mg @ 8 jam intraoral
sebagai agen mukolitik untuk mengencerkan dahak pada pasien. Terkait dengan
penyakit dasar yang dialami pasien, hipertensi pada pasien diterapi dengan kombinasi
amlodipine yang merupakan golongan calcium channel blocker dan irbesartan yang
merupakan golongan angiotensin II receptor antagonist. Pasien juga diberikan terapi
allopurinol untuk menterapi hiperurisemia yang diketahui dari pemeriksaan kimia
darah. Terkait dengan riwayat stroke yang dialami pasien, pasien juga diterapi
dengan asetosal 100 mg @ 24 jam intraoral.
45
13
BAB V
PENUTUP
46
14
DAFTAR PUSTAKA
6. Mettler AF. Chest dalam Essentials of Radiology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2005. p 94
8. Gurney WJ, Muram, Winer HT. Aspiration Pneumonia. In: Pocket Radiologist
Chest Top 100 Diagnoses. China: Amirsys; 2003. p. 6-8
15