Вы находитесь на странице: 1из 56

Pengaruh Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan

Keluarga Pasien di ICU dan Pasien di Rawat Jalan

Oleh :
Kelompok 3
Reguler 2016 A

Putri Yolanda 04021181621001 Shyndi Anggraeni 04021281621028


Nelia Sari 04021181621014 Reisti Aan Savitri 04021281621029
Ledy Astridina 04021281621017 Tia Anggraini 04021381621035
Cristina Meidianti 04021281621021 Sri Wulandari 04021381621036
Dian Asmodiwati 04021281621022 Muhammad Ismail 04021381621042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

i
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah literatur review ini dengan baik,
meskipun kami menyadari bahwa ada banyak kekurangan di dalamnya. Kami telah berusaha
semaksimal mungkin dan tentunya dengan kerjasama yang baik sehingga dapat memperlancar
proses pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap literatur review ini dapat berguna untuk menambah wawasan
serta pengetahuan kita semua.Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran serta usulan yang membangun demi memperbaiki makalah yang telah kami buat,
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya kritik dan saran.

Semoga makalah literatur review ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain.

Kami meminta maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan kepada Tuhan
kami mohon ampun.

Indralaya, 28 Maret 2019

Penulis

ii
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

ABSTRAK ......................................................................................... 1

1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 2
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3.Tujuan ......................................................................................... 4

2. BAB II
TINJAUAN MATERI
2.1. Konsep Ruang Intensive Care Unit ( ICU) ......................................... 5
2.2. Komunikasi Terapeutik ............................................................................. 7
2.3.Konsep Kecemasan ................................................................. 9
2.4. Konsep Komunikasi Terapeutik yang Terkait Dengan Kecemasan Keluarga yang
dirawat di Ruang ICU ............................................................................. 13
2.5. Perubahan Respon Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Klien yang dirawat di
Ruang ICU ......................................................................................... 14
2.6. Strategi Penanganan Dengan Kecemasan ......................................... 15

3. BAB III
LITERATUR REVIEW
3.1. Analisis Jurnal ......................................................................................... 16
3.2. Tabel PICO ......................................................................................... 22
3.3. Pembahasan ......................................................................................... 47

4. BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan ......................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52

iii
Abstrak

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga
memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya
salah satu tujuan dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care
yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang
telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis,
dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien
yang menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah
mutlak adanya.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat
adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka
manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. (Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama
20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi
kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma
sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku.
Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan
pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan.
(Riswandi, 2009)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003
.48). Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu
bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat

2
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010). Komunikasi perawat
dengan pasien khususnya sangatlah penting. Perawat harus bisa menerapkan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik diterapkan tidak hanya pada pasien
sadar saja, namun pada pasien tidak sadar juga harus diterapkan komunikasi
terapeutik tersebut. Pasien tak sadar atau yang sering disebut “koma” merupakan
pasien yang fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan sehingga
seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons
kembali stimulus tersebut. Namun meskipun pasien tersebut tak sadar, organ pendengaran
pasien merupakan organ terakhir yang mengalami penurunan penerimaan rangsangan
Komunikasi terapeutik juga diharapkan dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien
karena keluarga merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk
berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi sehingga dapat mengatasi kecemasan .
Keluarga yang anggota keluarganya masuk rumah sakit akan mengalami perasaan cemas
secara psikologis, perasaan cemas ini akan lebih meningkat ketika salah satu anggota
keluarga di rawat di ruang Intensive Care Unit (ICU).

1.2 Rumusan Masalah


Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama
20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi
kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma
sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku.
Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan
pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan.
Komunikasi juga diharapkan dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien karena
keluarga merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk
berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi sehingga dapat mengatasi kecemasan.
Berdasarkan dari uraian diatas makan rumusan masalah ini adalah bagaimana pengaruh
komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.

3
1.3 Tujuan
1. mengetahui bagaimana pengaruh hubungan komunikasi terpeutik perawat dengan
tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di ruangan ICU
2. mengetahui bagaimana pengaruh hubungan komunikasi terpeutik perawat dengan
tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di ruangan HCU
3. mengetahui bagaimana pengaruh hubungan komunikasi terpeutik perawat dengan
tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di ruangan Unit Perawatan Kritis
4. Mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
pasien di rawat Inap
5. Mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
pasien di rawat jalan

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ruang Intensive Care Unit ( ICU)


Unit rawat intensif merupakan area khusus pada sebuah rumah sakit dimana
pasien yang mengalami sakit kritis atau cidera memperoleh pelayananmedis, dan
keperawatan secara khusus (Pande, Kolekar, dan Vidyapeeth,2013). Berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1778/ Menkes/SK/XII/ 2010 mendefinisikan
Intensive Care Unit ( ICU) adalah suatu bagiandari rumah sakit yang mandiri dengan
staf yang khusus dan perlengkapanyang khusus pula yang ditujukan untuk obervasi,
perawatan, dan terapipasien- pasien yang menderita penyakit, cidera atau penyulit-
penyulit yangmengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. Unit perawatan
ini melibatkan berbagai tenaga professional yang terdiri dari multidisiplin ilmuyang
bekerja sama dalam tim.Ruang lingkup pelayanan ruang Intensive Care Unit (ICU)
menurutKemenkes (2011) meliputi hal- hal sebagai berikut:
a. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapahari.
b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligusmelakukan
penatalaksanaan spesifik problema dasar.
c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasiyang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.
d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangattergantung
oleh alat atau mesin dan orang lain.

Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas pasien masuk berdasarkan beratnya penyakit dan prognosis.
Krietria prioritas pasien masuk menurut Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Intensif
RSUP Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:

a. Pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis,tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi
organ, infus, obat vasoaktif/inotropik obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien
pasca bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguankeseimbangan asam basa
dan elektrolit yang mengancam nyawa.
5
b. Pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih diICU,
sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien
yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjalakut dan berat atau
pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.Terapi pada golongan pasien
prioritas 2 tidak mempunyai batas karenakondisi mediknya senantiasa berubah.
c. Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil
statuskesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya
ataupenyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan
sembuhdan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.
Sebagaicontoh antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai
penyulitinfeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau pesien
penyakitjantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi penyakit akut
berat.Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi.atau
resusitasi jantung paru.
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala Instalasi
Rawat Intensif, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa
dikecualikan dengan catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-waktu
harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat digunakan untuk
pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien yangmemenuhi kriteria masuk
tetap menolak terapi tunjangan hidup yangagresif dan hanya demi perawataan
yang aman saja, pasien dengan perintah“Do Not Resuscitate”, pasien dalam
keadaan vegetatif permanen, pasienyang dipastikan mati batang otak namun
hanya karena kepentingan donororgan, maka pasien dapat dirawat di ICU demi
menunjang fungsi organsebelum dilakukan pengambilan organ untuk donasi.
Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat biasa,karena
mereka mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadapperawat,
dokter, maupun ketergantungan terhadap alat seperti ventilator.Reaksi pasien
yang akan dirawat di ruang ICU berbeda-bedayangdiantaranya adalah muncul
kecemasan. Perasaan cemas ini muncul
ketikaseseorangterlalumengkhawatirkankemungkinanperistiwayangmenakutka
6
n yang terjadi di masa depan yang tidak bisa dikendalikan, danjika itu terjadi
akan dinilai menjadi sesuatu yang mengerikan (Silvatar,2007 dalam Saragih
dan Yulia Suparmi, 2017). Pasien dan keluargaseringkali menganggap
perawatan di ICU adalah suatu tanda penyakit yangkritis dan suatu tanda
kematian akan terjadi. Pemahaman terhadap maknaperawatan kritis dapat
membantu perawat dalam merawat mereka.
2.2 Komunikasi Terapeutik
A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana menjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & Sudden, 2001). Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang terjadi antara perawat dengan klien anggota tim kesehatan lainnya.
Komunikasi ini umumnya lebihakrab karena mempunyai tujuan, berfokus pada
klien yang membutuhkanbantuan. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi
respon kepada kliendengan cara menunjukkan sikap mau menerima dan mau
memahami sehinggadapat mendorong klien untuk berbicara secara terbuka tentang
dirinya. Selain itumembantu klien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak
disadarisebelumnya (Mukhripah, 2009).
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
danpikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalamhal
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
sertamempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Nasir, 2009).
C. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Mendengarkan dengan penuh perhatian, mendengarkan akan menciptakan
situasi interpersonal dalam keterlibatan maksimal yang dianggap aman dan membuat
klien merasa bebas. Menunjukkan penerimaan, penerimaan berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka
memberikan peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan mengorganisir
pikirannya dalam mengungkapan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan.
Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri, mendefenisikan
7
pengulangan adalah bentuk dari pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien.
Klarifikasi, klarifikasi identik dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien
terhadap apa yang belum dimengerti agar pesan yang disampaikan menjadi lebih jelas.
Memfokuskan (focussing) dalam rangka mempersempit pembicaraan yang tertuju
pada topik pembicaraan saja. Menyampaikan hasil observasi, penyampaian hasil
pengamatan kepada Klien diharapkan dapat mengubah perilaku yang merusak pada
diri klien. Menawarkan informasi, memberikan tambahan informasi merupakan
pedidikan kesehatan pada klien. Diam, diam bertujuan untuk menunggu respon klien
untuk mengungkapkan perasaannya. Meringkas, mengulangan ide utama yang telah
dikomunikasikan secara singkat dalam rangka meningkatakan pemahaman.
Memberikan penguatan, penguatan (reinforcement) positif atas hal-hal yang mampu
dilakukan klien dengan baik dan benar merupakan bentuk penghargaan. Memberi
kesempatan kepada klien untuk Memulai pembicaraan, perawat dapat
menstimulasinya untukmengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk
membukapembicaraan. Refleksi, refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan
danmenerima ide serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri (Nasir, 2009).
D. Fase-Fase Dalam Komunikasi Terapeutik
Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat-klien terdiri dari 3fase:
a. Fase orientasi yang terdiri dari:
1. Pengenalan
2. Persetujuan Komunikasi
3. Program orientasi yang meliputi:
 Penentuan batas hubungan
 Pengidentifikasian masalah
 Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan klien
 Mengkaji apa yang diharapkan
b. Fase Kerja
1. Meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk
mengatasikecemasan
2. Menggunakan tehnik komunikasi terapeutik sebagai cara
pemecahandan dalam mengembangkan hubungan kerja sama.
c. Fase Terminasi
1. Merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaantentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan danmempertahankan
batas hubungan yang sudah ditentukan
8
2. Mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena
klienmungkin menjadi tergantung pada perawat. Fase ini
memungkinkan ingatan klien pada pengalaman perpisahansebelumnya,
sehingga klien merasa sunyi, menolak dan depresi, diskusikanperasaan-
perasaan tentang terminasi (Nasir, 2009).
2.3 Konsep Kecemasan
A. Pengertian
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yangberkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidakmemiliki
objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dandikomunikasikan secara
interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut. Cemas adalah respon emosional
terhadap penilaian intelektual akan bahaya. Kapasitas untuk menjadi cemas
diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yangberat tidak sejalan dengan
kehidupan.Cemas merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidakmenyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
seharihari.Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif,
dapatmemberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam
usahamemelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).
B. Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dibagi 4 (empat), yaitu:
1. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari.Individu
akan berhati-hati dan waspada serta lahan persepsi meluas, belajarmenghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Respon cemas ringan sepertisesekali bernafas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan padalambung, muka berkerut
dan bergetar, telinga berdengung, waspada, lapangpersepsi meluas, sukar
konsentrasi pada masalah secara efektif, tidak dapatduduk tenang dan tremor
halus pada tangan.
2. Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini, lahan persepsi terhadap masalah menurun. Individu
telahberfokus pada hal-hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal-hal
yang lain. Respon cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dantekanan
darah naik, mulut kering, muka merah dan pucat, anoreksia, gelisah,lapang
pandang menyempit, rangsangan luar mampu diterima, bicara banyakdan lebih
cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak, firasat buruk.
9
3. Kecemasan Berat
Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu sangat sempit. Seseorang cenderung
hanya memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan hal yang penting. Tidak
mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau
tuntutan. Responnya meliputi nafas pendek, nadi dantekanan darah meningkat,
rasa tertekan pada dada, berkeringat dan sakitkepala, mula-mual, gugup, lapang
persepsi sangat sempit, tidak mampumenyelesaikan masalah, verbalisasi cepat,
takut pikiran sendiri dan perasaanancaman meningkat dan seperti ditusuk-tusuk.
4. Kecemasan Berat Sekali (panik)
Pada tingkat ini, lapangan persepsi individu telah terganggu sehingga tidakdapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupuntelah diberi
pengarahan. Respon panik seperti napas pendek, rasa tercekik danpalpitasi,
penglihatan kabur, hipotensi, lapang persepsi sempit, mudahtersinggung, tidak
dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan,berteriak-teriak,
kehilangan kendali dan persepsi kacau, menjauh dari orang(Suliswati, 2005).
C. Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik

D. Penyebab Terjadinya Kecemasan


1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yangdapat
menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupantersebut
berupa:
a. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitandengan krisis perkembangan atau situasional.
b. Konflik emosional yang dialami individu dan terselesaikan dengan
baik.Konflik antara Id dan super ego atau keinginan dan kenyataan
dapatmenimbulkan kecemasan pada individu.
10
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individuberpikir
secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambilkeputusan
yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakanancaman
terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diriindividu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stressakan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yangdialami karena
pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalamkeluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhirespon
individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasikecemasan.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatanyang
mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat
menekanneurotransmiten gamma amino butyfik acid (GABA) yang
mengontrolaktivitas neuro di otak yang bertanggung jawab
menghasilkankecemasan.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yangdapat
mencetuskan timbulnya kecemasan. Faktor presipitasi kecemasandikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancamintegritas
fisik meliputi:
 Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistemimun,
regulasi suhu tubuh, perubahan fisiologis normal (misalnyahamil).
 Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri,polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnyatempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal, yaitu:
 Sumber internal yaitu kesulitan dalam berhubungan
denganinterpersonal di rumah dan tempat kerja. Penyesuaian terhadap
peranbaru, berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga
dapatmengancam harga diri.
 Sumber eksternal yaitu kehilangan orang yang dicintai,
perceraian,perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial
budaya(Suliswati, 2005).
11
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan
Faktor yang mempengaruhi kecemasan klien antara lain:
1. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:
 Pengalaman klien menjalani pengobatan
Pengalaman awal klien dalam pengobatan merupakan
pengalamanpengalamanyang sangat berharga yang terjadi pada
individu terutamauntuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman
awal ini sebagai bagianpenting dan bahkan sangat menentukan bagi
kondisi mental individu dikemudian hari (Kaplan dan Sadock, 2005).
 Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan
pendirian yangdiketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi
individuberhubungan dengan orang lain. Peran adalah pola sikap
perilaku dantujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya dimasyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran
seperti kejelasanperilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran,
konsistensi responorang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan
keseimbangan antaraperan yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya
dan harapan individuterhadap perilaku peran. Disamping itu
pemisahan situasi yang akanmenciptakan ketidak sesuaian perilaku
peran, jadi setiap orangdisibukkan oleh beberapa peran yang
berhubungan dengan posisinyapada setiap waktu. Klien yang
mempunyai peran ganda baik di dalamkeluarga atau di masyarakat ada
kecenderungan mengalami kecemasanyang berlebih disebabkan
konsentrasi terganggu (Stuart & Suden, 2005).
2. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain:
Kondisi medis (diagnosis penyakit) terjadinya gejala kecemasan
yangberhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun
insidensigangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya:
padaklien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa
pembedahan,hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien. Sebaliknya
padaklien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi
tingkatkecemasan.

12
2.4 Konsep Komunikasi Terapeutik yang Terkait Dengan Kecemasan Keluarga yang
dirawat di Ruang ICU
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadar danbertujuan
sebagai penyembuhan yang dilakukan oleh perawat, adapunkegiatannya dipusatkan untuk
kemajuan kondisi klien. Komunikasi terapeutikjuga berguna untuk mendorong dan
mengajarkan kerja sama antara perawatdokter dan klien melalui hubungan yang terapetik.
Perawat berusahamengungkapkan perasaan, mengkaji dan mengidentifikasi masalah
sertamengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994
dalamIkram, 2004). Keluargaklien yang dirawat di Rumah Sakit cenderung
mengalamikecemasan, hal ini sesuai yang diungkapkan Aziz (2009), bahwa perawatan
dirumah sakit penyebab utama kecemasan keluarga. Dalam proses pengkajian keluarga
klien membutuhkan waktu untuk menjawab pertanyaan,mengekspresikan kecemasan dan
menanyakan hal yang penting (Torrence danserginson, 1997 dalam Ikram 2004). Karena
itu tujuan komunikasi yang dilakukanoleh perawat adalah untuk memperjelas dan
mengurangi beban dan pikiran keluarga termasuk klien yang cemas selain itu perawat
dapat mempengaruhi klien dan keluarga dalam mempersepsikan perawatan dengan
memberikan informasi yangtepat dan dapat menurunkan kecemasan.Ellis dkk dalam
Ikram (2004) mengatakan, agar hubungan perawat dan klienmenjadi hubungan
pertolongan yang berkualitas, komunikasi yang harusdilakukan mengandung unsur-unsur
seperti empati, kehangatan dan pengertianserta penghargaan positif yang tidak bersyarat
(tanpa mengharapkan imbalan).Kualitas ini terwujud memalui kehadiran yang tepat pada
waktu mendengar danmemberi respon.Pendapat Ellis dkk dalam Ikram (2004) tersebut
sesuai dengan prinsip-prinsipkomunikasi terapeutik. Selain itu menurut Roger dalam
Supartini (2004)perawat harus mengenal dirinya sendiri, yang berarti menghayati, sesuai
dengannilai yang dianutnya. Komunikasi harus ditandai sikap saling menerima,
percayadan saling menghargai. Selain itu perawat juga harus saling memahami
danmenghayati nilai yang dianut keluarga klien. Perawat juga harus memahamitehnik
komunikasi pada keluarga dan suasana yang memungkinkan keluarga berkembang tanpa
rasa takut dan memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baiksikap maupun perilakunya.
Menurut Azis (2009) Perawat perlu memahami tentang Tehnik komunikasiterapeutik
kepada keluargaklien yang dirawat di ruang ICU, salah satupenyebab klien tidak patuh
terjadi karena keluarga tidak mendapat fasilitasberupa percakapan antara dirinya dengan
petugas kesehatan (dokter atau perawat),kepatuhan juga meningkat jika perawat
memahami tehnik komunikasi pada keluarga.Adapun tehnik komunikasi pada
keluargaklien yang dirawat olehseorang perawat memiliki jenis diantaranya komunikasi
13
verbal dan non verbal,tetapi yang perlu ditekankan perawat memang harus mampu
menguasai jeniskomunikasi ini dengan memadukan tehnik-tehnik pada komunikasi
terapeutik,adapun tehnik-tehnik itu adalah sebagai berikut: Memberi kesempatan
keluarga untuk berbicara, mendengar dengan aktif apa yang disampaikan keluarga,
diam,empati, anticipary guidance dimana perawat memperluas pemberian
informasi,sehingga keluarga dapat menggunakan informasi sesuai
pengembangankemampuan yang akan datang. Jika hal ini dipahami tenaga kesehatan
khususnyaperawat dan dokter maka kecemasan akan dapat diturunkan (Damaiyanti,
2008).

2.5 Perubahan Respon Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Klien yang dirawat di
Ruang ICU
Jika keluarga mengalami kecemasan pada saat klien sedang dirawatdiruang Intensive
maka perubahan respon yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Kecemasan Ringan
a. Respon fisiologis: Lemas, Sesekali nafas pendek, jantung berdebar, nadidan
TD naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibirbergetar,
banyak bertanya, ingin selalu dekat dengan klien pada saat klien dirawat
diruang intensive.
b. Respon kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsanganyang
kompleks, sukar konsentrasi pada masalah, biasa pada tingkatkecemasan ini
keluarga lebih sulit menyelesaikan masalah secara efektifditambah dengan
keadaan ekonomi, jika ekonomi keluarga rendah makakecenderungan
keluarga akan selalu memikirkan biaya perawatandiruang ICU yang terbilang
mahal.
c. Respon perilaku dan emosi: Tidak dapat duduk tenang, tidak dapat
tidur,tremor halus pada tangan, kekawatiran yang berlebih, suara kadang-
kadangmeninggi.
2. Kecemasan Sedang
a. Respon fisiologis: Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,sering
menarik nafas dalam, mulut kering, anoreksia, buang air kecilsedikit, gelisah.
b. Respon kognitif: Lapang persepsi sempit, selalu berfirasat buruk, tidakmampu
menerima rangsangan dari luar, daya ingat menurun.

14
c. Respon perilaku dan emosi: Meremas tangan, bicara lebih cepat, susahtidur,
perasaan tidak nyaman, tidak dapat fokus, sering bermimpi buruk,sering
menangis.
3. Kecemasan Berat
a. Respon fisiologis: Nafas pendek, nadi dan TD naik, berkeringat dan
sakitkepala, penglihatan kabur dan bingung.
b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak mampumenyelesaikan
masalah.
c. Respon perilaku dan emosi: Perasaan terancam meningkat, bicara
cepat,perasaan tidak nyaman, rasa mau pingsan.
4. Panik
a. Respon fisiologis: Nafas pendek (sesak nafas), rasa tercekik, palpitasi,diare,
sering buang air besar, nyeri dada, pucat, hipotensi, koordinasimotorik rendah,
sakit kepala.
b. Respon kognitif: Lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikirlogis.
c. Respon perilaku dan emosi: Agitasi, sering pingsan, mengamuk,
marah,ketakutan, berteriak, kehilangan kendali/kontrol diri, persepsi
kacau,tidak mampu berpikir positif, menjauh dari orang lain (Ikram, 2007).

2.6 Strategi Penanganan Dengan Kecemasan


Kecemasan adalah salah satu masalah psikososial yang sering dialami olehsetiap
orang dalam kehidupanya sehari-hari. Pengalaman persalinan, prosesperawatan yang
intensive juga menjadi penyebab kecemasan. Selain itupengalaman kehilangan orang
yang dicintai, gempa bumi dan tsunami atau padasaat sedang menghadapi ujian dapat
menyebabkan ansietas. Akan tetapi, bilakeadaan ini terus-menerus berlangsung dapat
menyebabkan keadaan yang panikdimana seseorang tidak dapat lagi melihan segala
sesuatu dengan pikiran jernihkarena lahan persepsinya sangat menyempit. Oleh karena
itu, diperlukanpemberian asuhan keperawatan untuk mengurangi perasaan cemas.

Tabel 1. Strategi Pertemuan yang Dilakukan Perawat dengan MasalahKecemasan.


No Kemampuan pasien
Sp 1
1 Menyebutkan penyebab kecemasan

15
2 Menyebutkan situasi yang menyertai kecemasan
3 Menyebutkan perilaku yang terkait dengan kecemasan
4 Melakukan tehnik pengalihan situasi dengan hal-hal yang dapat dilakukan
seseorang bisa dengan membaca, menonton TV atau dengan hobi yang
dimiliki Klien
Sp 2
1 Melakukan tehnik tarik napas dalam
Sp 3
1 Melakukan tehnik mengerutkan dan mengendurkan otot (merileksasikan
otot-otot tubuh, wajah)
Sp 4
1 Melakukan tehnik lima jari dengan menggunakan satu persatu jari anda,
pertama, ibu jari ke jari telunjuk bayangkan ketika anda sehat, yang ke dua
ibu jari ke jari tengah, bayangkan ketika saat terindah dalam hidup terjadi,
yang ke tiga ibu jari ke jari manis bayangkan ketika anda mendapat pujian
yang berkesan dan yang terakhir ibu jari kejari kelingking bayangkan tempat
terindah yang pernah anda kunjungi

16
BAB III

LITERATUR REVIEW

3.1 Analisis Jurnal

a. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di


Ruang Intensive Care Unit

Tujuan penelitian adalah Menganalisis hubungan komunikasi terapeutik


perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Metode penelitian ini adalah
observasional analitis dilakukan pada 30 keluarga pasien di ruang Intensive
Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Zalecha Martapura.
Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner komunikasi terapeutik perawat dan
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Komunikasi terapeutik adalah alat
dasar yang digunakan untuk membentuk hubungan antara perawat dan keluarga
pasien. Keluarga pasien merasa interaksinya dengan perawat merupakan
kesempatan menyampaikan perasaan yang mengganggu sehingga sangat
diperlukan untuk mengatasi kecemasan. Komunikasi terapeutik perawat
berhubungan dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Sehingga, komunikasi
terapeutik perawat dapat dijadikan intervensi keperawatan oleh perawat kepada
keluarga pasien di ruang ICU.

b. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga


Pasien Yang Dirawat di Ruangan HCU RSU Sele Be Solu Kota Sorong

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui hubungan komunikasi terpeutik


perawat dengan tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di ruangan HCU RSU Sele
Be Solu Kota Sorong. Penelitian dengan menggunakan desain penelitian korelasional.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner komunikasi teraupetik yang
terdiri dari 14 pernyataan dan kuesioner kecemasan terdiri dari 10 pertanyaan.
Kecemasan pasien dan keluarga diakibatkan oleh ketakutan akan kematian,
ketidakberhasilan medikasi komplikasi yang terjadi dan masalah biaya. Komunikasi
yang dibangun antara perawat dengan anggota keluarga tidak berjalan dengan baik
akan menjadikan timbulnya rasa cemas anggota keluarga yang sedang menunggu
pasien dalam perawatan kritis. Bagi anggota keluarga, informasi yang kurang

17
mengakibatkan rasa cemas semakin tinggi. Sehingga, terdapat hubungan antara
komunikasi teraupetik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di
ruangan HCU RSU Sele Be Solu Kota Sorong.

c. Komunikasi Terapeutik dengan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Intensive


Care Unit (ICU) RS Adi Husada Kapasari Surabaya

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa hubungan komunikasi terapeutik


dengan tingkat kecemasan keluarga pada pasien di ICU RS Adi Husada Kapasari
Surabaya. Desain dari penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan
pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Instrumen yang digunakan yaitu kuisioner komunikasi terapeutik dan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS). Hasil dari penelitian di dapatkan bahwa yang
memiliki komunikasi terapeutik baik sebanyak 7 (47%), sedangkan keluarga pasien
kebanyakan mengalami kecemasan sedang sebanyak 7 (47%) sampai dengan berat 3
(20%). Hasil uji korelasi spearman di dapatkan p value = 0,028 dan koefisien korelasi
spearman (r) = 0,566. Dapat di simpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara
komunikas terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga pasien atau semakin baik
komunikasi perawat akan menurunkan tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU
RS.Adi Husada Kapasari Surabaya.

d. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan


RSUD Jogja

Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik


perawat terhadap kepuasan pasien Poliklinik dan IGD di RSUD Jogja. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian berupa survei
deskriptif inferensial dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik proportionate cluster random sampling. Sedangkan pemilihan
sampel pada penelitian ini menggunakan desain simple random sampling. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Hasil dari penelitian ini didapatkan
bahwa pada tahap orientasi di dapatkan nilai t hitung > t tabel disertai nilai
signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh
komunikasi terapeutik perawat pada tahap orientasi terhadap kepuasan pasien. Pada

18
tahap kerja di dapatkan nilai t hitung > t tabel di sertai nilai signifikansi 0,000
(<0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik
perawat pada tahap kerja terhadap kepuasan pasien. Untuk tahap terminasi
didapatkan hasil analisis nilai t hitung > nilai t tabel disertai dengan nilai signifikansi
0,000 (< 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh komunikasi terapeutik
perawat pada tahap terminasi terhadap kepuasan pasien rawat jalan RSUD Jogja.
Kesimpulan dari jurnal tersebut bahwa terdapat pengaruh komunikasi terapeutik
perawat terhadap kepuasan pasien rawat jalan dan IGD di RSUD Jogja, dan tahap
orientasi komunikasi terapeutik merupakan tahap yang paling berpengaruh terhadap
kepuasan pasien, sedangkan tahap komunikasi terapeutik yang paling berpengaruh di
IGD adalah Tahap Terminasi
e. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di ruang ICU RSUD
A.M Parikesit Tenggarong. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan
pendekatan cross sectional study. Sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusi
menggunakan purposive sampling. Sampel berjumlah 53 orang. Instrument berupa
lembar kuisioner tentang pelaksanaan komuniikasi perawat dan tingkat kecemasan
keluarga. Kuisioner tingkat keluarga diukur dengan Hamilton Ratting Scale For
Anxiety (HRS-A). Data dianalisi melalui uji chi square. Komunikasi terapeutik baik
dan benar yang dilakukan perawat dapat berguna untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien dan keluarganya.Apalagi bagi keluarga pasien yang salah satu
anggota keluarganya sedang sakit kritis. Ketika salah satu anggota keluarga sakit dan
dirawat di rumah sakit, maka keluarga tersebut masuk dalam situasi krisis, maka
gangguan mental emosional akan mudah terjadi , salah satunya kecemasan.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan membangun hubungan yang baik melalui
komunikasi terapeutik.

f. Hubungan antara Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan


Keluarga pada Pasien yang dirawat di Unit Perawatan Kritis Rumah Sakit Unisma

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komunikasi


terpeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga yang dirawat di unit perawatan
kritis Rumah Sakit Unisma. Penelitian dengan menggunakan desain penelitian cross

19
sectional. Teknik sampling menggunakan total sampling dengan jumlah populasi
sebanyak 30 responden. Pengujian penelitian menggunakan uji statistik Spearman
Rank. Hasil penelitian mendapatkan bahwa komunikasi terapeutik perawat kategori
kurang baik (46,7%) dan kecemasan pada keluarga pasien kategori berat (60%). Hasil
analisis Spearman Rank (Rho) nilai r sebesar 0,781 dan p-value 0,000 artinya ada
hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan keluarga
pada pasien yang dirawat di unit perawatan kritis Rumah Sakit Unisma yang bersifat
sejajar searah (positif) dengan kekuatan hubungan yang kuat. komunikasi terapeutik
tidak hanya untuk memberikan terapi pengobatan dan pemberian informasi, akan
tetapi juga untuk membantu pasien dan keluarga memperjelas, mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta kecemasan yang dialami pasien dan keluarganya serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada. Selain itu juga
komunikasi terapeutik perawat dapat mempererat hubungan atau interaksi antara
pasien serta keluarga dengan tenaga kesehatan (perawat).

g. Hubungan Antara Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat dengan


Kepuasan Pasien Rawat Inap di Ruang Eunike RSU Gmim Kalooran Amurang

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara sikap dan
teknik komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di ruang
Eunike RSU GMIM Kalooran Amurang. Desain penelitian yang digunakan yaitu
cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah
accidential sampling yang merupakan cara pengambilan sampel dengan mengambil
responden atau kasus yang kebetulan dan ada atau tersedia dengan jumlah sampel
110 orang. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Hasil
Penelitian: Data yang diperoleh di analisa secara deskriptif dan menggunakan uji
statistic chi-square test dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) dan diperoleh p-
value 0,000 < 0,05 dan p-value 0,000 < 0,05. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu
terdapat hubungan sikap dan kepuasan pasien rawat inap di ruang Eunike RSU
GMIM Kalooran Amurang dan terdapat hubungan teknik komunikasi terapeutik
perawat dengan kepuasan pasien rawat inap di ruang Eunike RSU GMIM Kalooran
Amurang.

20
h. Karakteristik Individual Perawat terhadap Kenyamanan dan Kepuasan Proses
Interaksi Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis
kenyamanan dan kepuasan pasien dalam proses interaksi pelayanan keperawatan di
RSUD Petala Bumi. Jenis penelitian ini adalah deskripsi analitik dengan sampel
berjumlah 41 perawat pelaksana yang berada di Instalasi rawat inap. Hasil
penelitian kenyamanan pasien dalam proses interaksi lebih dari separuh berada
pada kategori nyaman (52,03%), dan kepuasan pasien dalam proses interaksi lebih
dari separuh pasien berada pada kategori puas (72,36%.). Analisis Bivariat
menunjukkan adanya hubungan antara karakteristik lama kerja perawat pelaksana
dengan kenyamanan dan kepuasan pasien dalam proses interaksi pelayanan
keperawatan. Dapat disimpulkan bahwa lama kerja perawat merupakan faktor
individual yang menimbulkan kenyamanan dan kepuasan pasien dalam proses
interaksi pelayanan keperawatan.

i. Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan Komunikasi Efektif di IRJ Al–Islam Bandung


Tujuan dari penelitian jurnal ini adalah untuk untuk mendapatkan gambaran
secara mendalam tentang pelaksanaan komunikasi efektif antara perawat dan klien di
Instalasi Rawat Jalan Al Islam Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif eksploratif. Informan dalam penelitian ini adalah perawat di Instalasi
Rawat. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah
informan 9 orang perawat. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 10 desember
2016. Penelitian ini menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion) dengan
teknik analisa data menggunakan analisis sistematik (systematic analysis). Hasil
penelitian ini didapatkan 3 tema utama mengenai persepsi perawat terhadap
pelaksanaan komunikasi efektif. Tema pertama adalah pelaksanaan komunikasi
efektif di instalasi rawat jalan berjalan baik, masih adanya hambatan yang dirasakan
perawat ketika melakukan komunikasi efektif, dan pola komunikasi perawat-klien
mempengaruhi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan. Saran dari penelitian ini
adalah diharapkan agar perawat lebih meningkatkan keterampilan komunikasi
efektifdalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan. Selain hal itu disarankan juga
bagi RS Al Islam untuk membuat Standard Operational procedure (SOP) mengenai
komunikasi dengan klien yang dapat menunjang kelancaran pemberian asuhan
keperawatan.

21
j. Peran Kualitas Layanan Dalam Membangun Kepuasan Dan Komunikasi Dari Mulut
Ke Mulut Pasien Rawat Jalan RSD. Dr. Soebandi Jember
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kualitas layanan
pada kepuasan dan komunikasi mulut ke mulut, dan pengaruh kepuasan pada
komunikasi mulut ke mulut pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Daerah (RSD) dr.
Soebandi Jember. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
eksplanatori (explanatory research). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rawat jalan di RSD dr. Soebandi Jember. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan sampel berjumlah
180 responden. Data dianalis dengan menggunakan metode SEM. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas layanan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pasien rawat jalan, kualitas layanan tidak berpengaruh signifikan terhadap komunikasi
dari mulut ke mulut, dan kepuasan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
komunikasi dari mulut ke mulut.

22
3.2 Tabel PICO
Jurnal Problem Intervention Comparision Jurnal
Komunikasi Terapeutik Kecemasan keluarga Populasi penelitian Didapatkan data bahwa Komunikasi Terapeutik
Perawat dengan Tingkat pasien di ruang ICU adalah seluruh keluarga penelitian yang dilakukan Perawat dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga terjadi karena terpisah pasien di ruang ICU di ruang ICU RSUD Kecemasan Keluarga
Pasien di Ruang Intensive secara fisik dengan RSUD Ratu Zalecha Ratu Zalecha 25 Pasien di Ruang Intensive
Care Unit keluarga yang dirawat, Martapura. Teknik responden (83,4%) Care Unit
tarif ICU mahal, pengambilan sampel menilai bahwa
lingkungan ICU yang yang digunakan dalam komunikasi terapeutik
penuh dengan peralatan penelitian ini adalah perawat baik karena
canggih, bunyi alarm, accidental sampling telah memenuhi fase-fase
dan banyaknya alat yang dengan jumlah sampel komunikasi terapeutik.
terpasang di tubuh sebanyak 30 responden. Hanya terdapat 5
pasien . Ketika kondisi Instrumen dalam responden (16,7%) yang
pasien yang sedang penelitian terdiri dari menilai komunikasi
dirawat di ruang ICU kuesioner komunikasi terapeutik perawat cukup,
kritis, maka komunikasi terapeutik perawat dan hal ini terjadi karena masih
terapeutik sangat kuesioner HARS yang ada sebagian kecil perawat
diperlukan untuk telah dilakukan uji yang hanya kadang-
mengurangi kecemasan. validitas dan reliabilitas kadang memberikan
Kebutuhan keluarga pasien Nilai validitas eksternal nasihat agar lebih tenang.

23
di ICU adalah kebutuhan kuesioner komunikasi Tidak terdapat responden
informasi, dukungan terapeutik perawat yaitu yang menilai komunikasi
mental, rasa nyaman, r hitung > r tabel 0,361, terapeutik perawat
berdekatan dengan pasien, dan nilai cronbach alpha kurang.
dan jaminan pelayanan . 0,70. Nilai validitas
eksternal kuesioner
HARS yaitu r hitung >
r tabel 0,361, dan nilai
cronbach alpha 0,75.
Kedua kuesioner
dinyatakan valid dan
reliabel.
Hubungan Komunikasi Ansietas atau perasaan Populasi dan sampel Hasil penelitian Hubungan Komunikasi
Terapeutik Perawat cemas akan lebih jelas dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Terapeutik Perawat
dengan Tingkat ditemukan pada pasien dan adalah keluarga pasien responden yang dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga keluarga pasien yang yang dirawat selama satu menggunakan komunikasi Kecemasan Keluarga
Pasien Yang Dirawat di masuk rumah sakit dalam bulan yang berjumlah 30 teraupetik tidak berhasil Pasien Yang Dirawat di
Ruangan HCU RSU Sele ruangan intensif. responden, dengan teknik lebih besar yaitu 16 Ruangan HCU RSU Sele
Be Solu Kota Sorong Kecemasan pada pasien sampling accidental. (53,3%) dibandingkan Be Solu Kota Sorong
dan keluarga sering Teknik pengumpulan data dengan responden yang
diakibatkan oleh yang digunakan dalam menggunakan komunikasi

24
ketakutan akan kematian, penelitian ini dengan terapeutik berhasil yaitu
ketidakberhasilan menggunakan kuesioner 14 (46,7%).
medikasi komplikasi yang meliputi kuesioner Hasil penelitian
yang terjadi dan masalah komunikasi teraupetik menunjukkan bahwa
biaya (Ganda, 2009). yang terdiri dari 14 responden yang
Adanya hubungan dapat pernyataan dan kuesioner mengalami tingkat
diartikan bahwa kecemasan terdiri dari 10 kecemasan berat yaitu 18
komunikasi yang pertanyaan. (60,0%) lebih besar
dibangun antara perawat dibandingkan dengan
dengan anggota keluarga responden yang
tidak berjalan dengan baik mengalami tingkat
menjadikan timbulnya rasa kecemasan sedang yaitu 7
cemas anggota keluarga responden (23,3%) dan
yang sedang menunggu ringan 5 responden
pasien dalam perawatan (16,7%).
kritis (Sulastri, V. (2009). Berdasarkan hasil analisis
bivariat menunjukkan
bahwa dari 30
responden, komunikasi
teraupetik tidak berhasil
dengan kecemasan berat

25
lebih besar (68,8%)
daripada kecemasan
sedang (18,8%) dan
kecemasan ringan
(12,5%). Sedangkan
komunikasi teraupetik
berhasil dengan
kecemasan berat lebih
besar (50%) dari pada
kecemasan sedang (28,6%)
dan kecemasan ringan
(21,4%).
Komunikasi Terapeutik Kecemasan dapat dialami Populasi penelitian adalah Dari hasil penelitian Dari hasil penelitian
Dengan Tingkat oleh keluarga pasien yang Seluruh keluarga pasien didapatkan bahwa didapatkan hasil uji
Kecemasan Keluarga berada di ICU pada saat yang berada diruang penelitian yang dilakukan statistik kolerasi spearman
Pasien Di Intensive Care menghadapi keadaan yang tunggu ICU RS ADI di ruang ICU RS. Adi rank diperoleh nilai
Unit (Icu) Rs Adi Husada kritis, reaksi kecemasan HUSADA KAPASARI. Husada Kapasari signifikasi < 0,028 dengan
Kapasari Surabaya seperti perasaan sedih, Teknik pengambilan Surabaya. 7 responden p < 0,05. Hal ini
bertanya tanya terus, sampel yang digunakan (47%) menilai bahwa menunjukkan terdapat
khawatir dan merasa takut dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik hubungan antara
kehilangan dan sebagian total sampling dengan perawat baik. Hanya komunikasi terapeutik

26
keluarga cemas karena jumlah sampel sebanyak terdapat 4 responden dengan penurunan tingkat
biayanya yang mahal dan 15 responden. Intrumen (27%) yang menilai kecemasan keluarga di
lamanya pengobatan. dalam penelitian ini terdiri komunikasi terapeutik ICU RS. Adi Husada
Kecemasan yang terjadi dari kuisoner komunikasi perawat cukup, dan 4 Kapasari Surabaya.
pada keluarga disebabkan terapeutik dan kuisioner responden (27%) yang
karena kurangnya HARS yang telah menilai kurang.
informasi tentang dilakukan pada 15 Diketahui bahwa nilai
perawatan di ICU, dan responden yang terbanyak pada responden
ketatnya peraturan- merupakan keluarga yang berkontribusi pada
peraturan diruang ICU pasien di di ICU RSAH keluarga yang melakukan
yang menyebabkan Kapasari Surabaya. komunikasi terapeutik baik
keluarga merasa tidak memiliki tingkat
dapat menjaga pasien kecemasan sedang
secara dekat, sehingga sebanyak 4 responden,
menimbulkan perasaan yang melakukan
cemas bagi keluarga. komunikasi terapeutik
Kecemasan mempengaruhi cukup memiliki tingkat
kondisi pasien yang kecemasan sedang
dirawat diruang ICU, hal sebanyak 2 responden, dan
ini terjadi jika keluarga yang melakukan
pasien mengalami komunikasi terapeutik

27
kecemasan maka berakibat kurang memiliki tingkat
pada pengambilan kecemasan berat sebanyak
keputusan yang tertunda. 3 responden.
Pengambilan keputusan
yang tertunda akan
merugikan pasien yang
seharusnya diberikan
tindakan pengobatan,
namun keluarga pasien
belum bisa memberikan
keputusan karena
mengalami kecemasan
sehingga dapat berdampak
buruk pada kondisi pasien
itu sendiri . oleh karenanya
diperlukan komunikasi
terapeutik untuk
memberikan pengetahuan
tentang tindakan yang
dilakukan selama proses
perawatan diruang

28
intensive dan memotivasi
keluarga agar selalu
mendoakan pasien, serta
memberikan informasi
tentang kondisi keluarga
pasien yang dirawat di
ruang ICU.
Pengaruh Komunikasi Di RSUD Kota Jogja Jenis dan rancangan Dari hasil penelitian Berdasarkan hasil
Terapeutik Perawat kepuasan pasien penelitian ini didapatkan bahwa dalam penelitian telah dilakukan,
Terhadap Kepuasan Pasien dipengaruhi oleh banyak menggunakan survei pelaksanaan komunikasi pada tahap orientasi di
di Rawat Jalan RSUD faktor, salah satunya deskriptif inferensial yaitu terapeutik perawat pada dapatkan nilai t hitung > t
Jogja komunikasi teraupetik penelitian yang mengambil tahap orientasi, kerja dan tabel disertai nilai
yang dilakukan oleh sampel dari suatu populasi terminasi di Poliklinik signifikansi sebesar 0,000
perawat. Berdasarkan hasil dan menggunakan RSUD Jogja yang (<0,05) sehingga dapat
survei kuesioner sebagai terbanyak mengatakan dikatakan bahwa ada
awal terhadap pasien di instrument penelitian sering dan selalu pengaruh komunikasi
pelayanan medis RSUD melakukan komunikasi terapeutik perawat pada
Kota Jogja lebih dari 50% teraupetik adalah pada tahap orientasi terhadap
pasien rawat jalan tahap orientasi yaitu kepuasan pasien. Pada
mengatakan kurang puas sebanyak 117 sampel dari tahap kerja di dapatkan
dengan komunikasi 285 mengatakan sering. nilai t hitung > t tabel di

29
terapeutik yang dilakukan Dari hasil data diketahui sertai nilai signifikansi
oleh perawat, pasien juga bahwa dalam 0,000 (<0,05) sehingga
menyatakan bahwa pelaksanaan komunikasi dapat dikatakan bahwa ada
perawat kurang informatif terapeutik IGD RSUD pengaruh komunikasi
dan jarang Jogja yang terbanyak terapeutik perawat pada
memperkenalkan diri mengatakan sering dan tahap kerja terhadap
sebelum melakukan selalu puas dalam kepuasan pasien. Untuk
perawatan maupun melakukan komunikasi tahap terminasi
tindakan medis, sedangkan teraupetik adalah pada didapatkan hasil analisis
salah satu hal yang tahap terminasi yaitu nilai t hitung > nilai t
mendukung kesembuhan sebanyak 88 sampel dari tabel disertai dengan nilai
pasien tidak hanya 140 sampel. Selain itu signifikansi 0,000 (< 0,05)
memberikan informasi juga, diketahui bahwa sehingga dapat dikatakan
tentang kesehatannya tapi dalam pelaksanaan bahwa ada pengaruh
mendengarkan keluhan komunikasi terapeutik komunikasi terapeutik
pasien, empati, edukasi perawat pada tahap perawat pada tahap
dan pelayanan yang ramah orientasi, kerja dan terminasi terhadap
juga sangat mempengaruhi terminasi di Poliklinik kepuasan pasien rawat
kesembuhan pasien. Jika RSUD Jogja yang jalan RSUD Jogja. Tahap
komunikasi terapeutik terbanyak mengatakan komunikasi terapeutik
yang diberikan sering dan selalu puas yang paling berpengaruh

30
dipelayanan rawat jalan dalam melakukan adalah tahap orientasi.
baik maka pasien akan komunikasi teraupetik
merasakan puas dalam adalah pada tahap
mendapatkan pelayanan di terminasi yaitu sebanyak
Rumah Sakit, sehingga 229 sampel dari 285
derajat kesembuhan pasien sampel
akan meningkat.
Hubungan Komunikasi Kecemasan keluarga Sampel ditentukan dengan Hubungan Komunikasi Kecemasan keluarga
Terapeutik Perawat pasien di ruang ICU cara mengambil semua Terapeutik Perawat pasien di ruang ICU
dengan Tingkat terjadi ketika anggota anggota populasi menjadi dengan Tingkat terjadi ketika anggota
Kecemasan Keluarga keluarganya dirawat sampel sesuai criteria Kecemasan Keluarga keluarganya dirawat
dengan penyakit kritis atau inklusi menggunakan dengan penyakit kritis atau
terminal. Hal ini Purposive sampling, terminal. Hal ini
disebabkan karena sampel sebanyak 53 orang. disebabkan karena
keluarga tidak mampu Instrument yang keluarga tidak mampu
membangun dukungan digunakan untuk membangun dukungan
bagi pasien dan mereka mengukur kecemasan bagi pasien dan mereka
sering kesulitan saat keluarga pasien adalah sering kesulitan saat
bekerjasama dengan lembar kuisioner yang bekerjasama dengan
perawat. diukur dengan Hamilton perawat.
Scale For Anxiety (HRS-

31
A), komunikasi terapeutik
di desain oleh peneliti
sendiri.
Hubungan antara Perasan cemasi atau Desain penelitian yang Hubungan antara Perasan cemasi atau
Komunikasi Terapeutik ansietas ini akan lebih digunakan dalam Komunikasi Terapeutik ansietas ini akan lebih
Perawat dengan Tingkat jelas di temukan pada penelitian ini adalah cross Perawat dengan Tingkat jelas di temukan pada
Kecemasan Keluarga pada pasien dan keluarga yang sectional. Populasi ini Kecemasan Keluarga pada pasien dan keluarga yang
Pasien yang dirawat di masuk rumah sakit dalam adalah seluruh keluarga Pasien yang dirawat di masuk rumah sakit dalam
Unit Perawatan Kritis Crtical Care Unit atau Unit pasien yang dirawat di unit Unit Perawatan Kritis Crtical Care Unit atau Unit
Rumah Sakit Unisma Perawatan Kritis Rumah perawatan kritis Rumah Rumah Sakit Unisma Perawatan Kritis Rumah
Sakit. Kecemasan pada Sakit Unisma yang Sakit. Kecemasan pada
keluarga dan pasien sering berjumlah 30 keluarga dan pasien sering
diakibatkan oleh ketakutan orang.kriteria sampel diakibatkan oleh ketakutan
akan kematian. yaitu: 1) keluarga pasien akan kematian.
Ketidakberhasilan yang menginap di ICU Ketidakberhasilan
medikasi dan komplikasi minimal lebih dari 2 hari. medikasi dan komplikasi
yang terjadi. Perawat dan 2) bersedia menjadi yang terjadi. Perawat dan
tenaga medis lebih responden. 3) anggota tenaga medis lebih
terfokus pada individu keluarga yang selalu ada terfokus pada individu
pasien dalam melakukan bersama pasien. pasien dalam melakukan
tindakan sehingga Pengumpulan data tindakan sehingga

32
mengabaikan kecemasan dilakukan dengn mengabaikan kecemasan
pada pasien dan keluarga/ menggunakan kuisioner. pada pasien dan keluarga/

Hubungan Antara Sikap Komunikasi dapat Hubungan Antara Sikap Komunikasi dapat Hubungan Antara Sikap
dan Teknik Komunikasi mempengaruhi tingkat dan Teknik Komunikasi mempengaruhi tingkat dan Teknik Komunikasi
Terapeutik Perawat kepuasan pasien terhdap Terapeutik Perawat kepuasan pasien terhdap Terapeutik Perawat
dengan Kepuasan Pasien pelayanan kesehatan yang dengan Kepuasan Pasien pelayanan kesehatan yang dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap di Ruang diberikan. Kepuasan akan Rawat Inap di Ruang diberikan. Kepuasan akan Rawat Inap di Ruang
Eunike RSU Gmim tercapai apabila diperoleh Eunike RSU Gmim tercapai apabila diperoleh Eunike RSU Gmim
Kalooran Amurang hasil yang optimal bagi Kalooran Amurang hasil yang optimal bagi Kalooran Amurang
setiap klien dan setiap klien dan
keluarganya, ada perhatian keluarganya, ada perhatian
terhadap keluhan, kondisi terhadap keluhan, kondisi
lingkungan fisik dan lingkungan fisik dan
tanggap kepada atau tanggap kepada atau
memprioritaskan memprioritaskan
kebutuhan klien. Menurut kebutuhan klien. Menurut
peneliti perawat sudah peneliti perawat sudah
menghargai pasien dan menghargai pasien dan
menunjukan sikap yang menunjukan sikap yang
baik kepada siapa saja baik kepada siapa saja

33
terlebih saat melayani terlebih saat melayani
kebutuhan pasien sehingga kebutuhan pasien sehingga
baik pasien maupun baik pasien maupun
keluarga pasien merasa keluarga pasien merasa
nyaman, namun ada juga nyaman, namun ada juga
terkadang kurang terkadang kurang
memperhatikan sikap saat memperhatikan sikap saat
melakukan tindakan melakukan tindakan
keperawatan. Komunikasi keperawatan. Komunikasi
terapeutik perawat sering terapeutik perawat sering
diterapkan kepada pasien diterapkan kepada pasien
dan keluarga pasien, dan keluarga pasien,
seperti menanyakan seperti menanyakan
keluhan pasien, keluhan pasien,
menjelaskan tujuannya menjelaskan tujuannya
datang, menggunakan datang, menggunakan
komunikasi yang mudah komunikasi yang mudah
dimengerti, Namun masih dimengerti, Namun masih
adapula yang lupa untuk adapula yang lupa untuk
mengucapkan salam atau mengucapkan salam atau
menyapa pasien saat akan menyapa pasien saat akan

34
melakukan tindakan melakukan tindakan
keperawatan. Perawat keperawatan. Perawat
melakukan tindakan melakukan tindakan
keperawatan yang sopan, keperawatan yang sopan,
serta kerapihan dan serta kerapihan dan
kebersihan penampilan. kebersihan penampilan.
Namun ada juga terkadang Namun ada juga terkadang
perawat yang tidak segera perawat yang tidak segera
datang ketika pasien datang ketika pasien
memerlukan pelayanan memerlukan pelayanan
yang dinilai kurang dan yang dinilai kurang dan
menyebabkan pasien menyebabkan pasien
merasa kurang puas. merasa kurang puas.
Karakteristik Individual Kesalahan komunikasi Karakteristik Individual Kesalahan komunikasi Karakteristik Individual
Perawat terhadap dapat menghambat proses Perawat terhadap dapat menghambat proses Perawat terhadap
Kenyamanan dan keperawatan dan adanya Kenyamanan dan keperawatan dan adanya Kenyamanan dan
Kepuasan Proses kejadian tak diharapkan Kepuasan Proses kejadian tak diharapkan Kepuasan Proses
Interaksi Pelayanan yaitu komplain Interaksi Pelayanan yaitu komplain Interaksi Pelayanan
Keperawatan komunikasi perawat Keperawatan komunikasi perawat Keperawatan
kurang baik. Berdasarkan kurang baik. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan hasil penelitian didapatkan

35
hanya 19,51 % pasien hanya 19,51 % pasien
yang menyatakan bercerita yang menyatakan bercerita
dengan perawat dapat dengan perawat dapat
mengalihkan nyeri yang mengalihkan nyeri yang
dirasakan. Hal ini dirasakan. Hal ini
menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa
rendahnya kenyamanan rendahnya kenyamanan
terhadap kemampuan terhadap kemampuan
perawat mengatasi nyeri perawat mengatasi nyeri
yang pasien rasakan yang pasien rasakan
melalui interaksi. Menurut melalui interaksi. Menurut
asumsi peneliti, perawat asumsi peneliti, perawat
cendrung tidak cendrung tidak
mengidentifikasi nyeri mengidentifikasi nyeri
yang dirasakan pasien yang dirasakan pasien
sehingga apabila pasien sehingga apabila pasien
mengeluh nyeri, perawat mengeluh nyeri, perawat
menghubungi dokter dan menghubungi dokter dan
menyediakan obat menyediakan obat
famakologi mengatasi famakologi mengatasi
nyeri. Perawat lupa bahwa nyeri. Perawat lupa bahwa

36
ada beberapa teknik non ada beberapa teknik non
farmakologi dapat farmakologi dapat
mengatasi nyeri tanpa mengatasi nyeri tanpa
kolaborasi dokter. Hasil kolaborasi dokter. Hasil
penelitian di Instalasi penelitian di Instalasi
Rawat Inap RSUD Petala Rawat Inap RSUD Petala
Bumi menunjukkan Bumi menunjukkan
65,85% perawat humor. 65,85% perawat humor.
Sifat humor perawat dapat Sifat humor perawat dapat
mengurangi ketegangan mengurangi ketegangan
psikis dan membantu psikis dan membantu
pasien mengatasi pasien mengatasi
kecemasan yang kecemasan yang
dialaminya. Menurut dialaminya. Menurut
pasien 31,71% perawat pasien 31,71% perawat
tidak mau mengajak tidak mau mengajak
diskusi mengenai diskusi mengenai
penyebab kecemasan penyebab kecemasan
pasien. pasien.
Persepsi Perawat Terhadap Salah satu dampak dari Sampel pada penelitian ini Persepsi Perawat Terhadap Salah satu dampak dari
Pelaksanaan Komunikasi hambatan dalam adalah perawat yang Pelaksanaan Komunikasi hambatan dalam

37
Efektif di IRJ Al–Islam berkomunikasi dengan bekerja di Instalasi Rawat Efektif di IRJ Al–Islam berkomunikasi dengan
Bandung klien adalah ketidakpuasan Jalan. Metode Bandung klien adalah ketidakpuasan
klien terhadap pelayanan pengumpulan data dengan klien terhadap pelayanan
yang diberikan. Beberapa tehnik FGD (Focus Group yang diberikan. Beberapa
informan mengatakan Discussion) dengan informan mengatakan
bahwa klien yang merasa menggunakan wawancara bahwa klien yang merasa
tidak puas terhadap semi terstruktur kepada 9 tidak puas terhadap
komunikasi yang orang perawat. Instrument komunikasi yang
dilakukan perawat bisa / alat pengumpul data yang dilakukan perawat bisa
menyebabkan klien marah digunakan dalam menyebabkan klien marah
dan komplain baik itu penelitian ini yaitu : dan komplain baik itu
diungkapkan secara pedoman wawancara, diungkapkan secara
langsung ataupun pedoman observasi, alat langsung ataupun
dituliskan di kotak saran. perekam gambar dituliskan di kotak saran.
(handycam), dan alat
perekam suara (Digital
Voice Recorder). Analisa
data dilakukan dengan
pendekatan Krueger.
Proses analisis dan
penyajian hasil harus

38
menggunakan analisis
sistematik (systematic
analysis), prosedur yang
dapat dibuktikan
(verifiable procedures)
dan penyajian hasil yang
tepat (appropriate
reporting) Krueger (2000).
Hal – hal penting yang
harus diperhatikan dalam
melakukan analisis data
FGD adalah kata,
konsistensi internal,
frekuensi atau penekanan,
intensitas, hal-hal spesifik,
dan menemukan ide
utama.

Peran Kualitas Layanan RSD. dr. Soebandi Jember Penelitian dilakukan Peran Kualitas Layanan RSD. dr. Soebandi Jember
Dalam Membangun merupakan salah satu dengan menggunakan Dalam Membangun merupakan salah satu
Kepuasan Dan rumah sakit pemerintah metode metode purposive Kepuasan Dan rumah sakit pemerintah

39
Komunikasi Dari Mulut yang ada di Jember sampling secara Komunikasi Dari Mulut yang ada di Jember
Ke Mulut Pasien Rawat ternyata berdasarkan data aksidental. Untuk Ke Mulut Pasien Rawat ternyata berdasarkan data
Jalan Rsd. Dr. Soebandi diketahui bahwa total pengumpulan data, Jalan Rsd. Dr. Soebandi diketahui bahwa total
Jember kunjungan pasien rawat penelitian ini Jember kunjungan pasien rawat
jalan di RSD. dr. Soebandi menggunakan kuesioner jalan di RSD. dr. Soebandi
Jember selama tahun 2016 yang dibagikan kepada Jember selama tahun 2016
mengalami peningkatan responden guna mengalami peningkatan
dari triwulan pertama ke mendapatkan hasil dari dari triwulan pertama ke
triwulan kedua, namun penelitian. Analisis data triwulan kedua, namun
pada triwulan ke tiga pada penelitian ini adalah pada triwulan ke tiga
kunjungan pasien uji validitas dan kunjungan pasien
mengalami penurunan dari reliabilitas, uji asumsi mengalami penurunan dari
triwulan sebelumnya, akan SEM dan uji kelayakan triwulan sebelumnya, akan
tetapi saat triwulan ke model, dan uji hipotesis. tetapi saat triwulan ke
empat kunjungan pasien Teknik pengambilan empat kunjungan pasien
rawat jalan meningkat sampel yang digunakan rawat jalan meningkat
bahkan total kunjungan dalam penelitian ini adalah bahkan total kunjungan
pada triwulan ke empat ini purposive sampling pada triwulan ke empat ini
merupakan total dengan sampel berjumlah merupakan total
kunjungan terbanyak dari 180 responden. kunjungan terbanyak dari
triwulan triwulan Hipotesis 1 pada penelitian triwulan triwulan

40
sebelumnya, dan masih ini adalah kualitas layanan sebelumnya, dan masih
ada saja keluhan dari berpengaruh secara positif ada saja keluhan dari
pasien saat melakukan dan signifikan terhadap pasien saat melakukan
pemeriksaan rawat jalan, kepuasan sehingga pemeriksaan rawat jalan,
yaitu: persediaan obat semakin tinggi kualitas yaitu: persediaan obat
habis, staff yang tidak layanan yang diberikan habis, staff yang tidak
ramah, staff yang kurang oleh RSD. dr. Soebandi ramah, staff yang kurang
cekatan, sulit parkir, Jember kepada pasien cekatan, sulit parkir,
dokter yang datang tidak rawat jalan maka semakin dokter yang datang tidak
tepat waktu, antrian yang tinggi pula kepuasaan tepat waktu, antrian yang
panjang dan lama, ruang yang akan diperoleh oleh panjang dan lama, ruang
tunggu yang tidak nyaman, pasien rawat jalan, begitu tunggu yang tidak nyaman,
tidak akuratnya pencatatan pula sebaliknya. tidak akuratnya pencatatan
data pasien. Bila keluhan Berdasarkan hasil data pasien. Bila keluhan
dari pasien ini dibiarkan pengolahan data diketahui dari pasien ini dibiarkan
saja maka bukan tidak bahwa nilai C.R (Critical saja maka bukan tidak
mungkin rawat jalan RSD. Ratio) dari pengaruh mungkin rawat jalan RSD.
dr. Soebandi Jember akan variabel kualitas layanan dr. Soebandi Jember akan
ditinggalkan konsumennya terhadap kepuasan adalah ditinggalkan konsumennya
dan secara umum RSD. dr. 1,487; dengan nilai P dan secara umum RSD. dr.
Soebandi Jember akan (Probability) sebesar Soebandi Jember akan

41
kalah saing dengan rumah 0,137. Kedua nilai ini kalah saing dengan rumah
sakit lainnya karena menunjukkan hasil yang sakit lainnya karena
instalasi pelayanan tidak memenuhi syarat, instalasi pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yaitu diatas 1,96 untuk kesehatan dengan fasilitas
tersebut tidak hanya C.R (Critical Ratio) dan tersebut tidak hanya
dimiliki oleh RSD. dr. lebih dari 0.05 untuk nilai dimiliki oleh RSD. dr.
Soebandi Jember. Ada P (Probability). Kondisi Soebandi Jember. Ada
banyak rumah sakit di ini dapat disimpulkan banyak rumah sakit di
Jember yang mempunyai bahwa hipotesis 1 dalam Jember yang mempunyai
kuantitas maupun kualitas penelitian ini tidak dapat kuantitas maupun kualitas
yang sama dengan RSD. diterima. Kesimpulan yang sama dengan RSD.
dr. Soebandi Jember antara hipotesis yang demikian, dr. Soebandi Jember antara
lain RS DKT, RS Jember mengindikasikan bahwa lain RS DKT, RS Jember
Klinik, RS Citra Husada, kualitas layanan RSD. dr. Klinik, RS Citra Husada,
RS Bina Sehat dan RS Soebandi tidak berpotensi RS Bina Sehat dan RS
Kaliwates. dan tidak berkontribusi Kaliwates.
dalam membentuk
kepuasan pasien rawat
jalan.
Hipotesis 2 pada penelitian
ini adalah kualitas layanan

42
berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap
komunikasi dari mulut ke
mulut. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi
kualitas layanan yang
diberikan oleh RSD. dr.
Soebandi Jember maka
semakin tinggi komunikasi
dari mulut ke mulut yang
dilakukan oleh pasien
rawat jalan dan begitu pula
sebaliknya. Berdasarkan
hasil dari pengolahan data
diketahui bahwa nilai C.R
(Critical Ratio) untuk
hubungan pengaruh dari
kedua variabel tersebut
sebesar -,185 dengan nilai
P (Probability) sebesar
0,853. Hasil tersebut tidak

43
memenuhi syarat, yaitu di
bawah 1,96 untuk C.R
(Critical Ratio) dan tidak
dibawah 0,05 untuk nilai P
(Probability), maka dapat
disimpulkan bahwa
hipotesis 2 pada penelitian
ini tidak dapat diterima.
Kepuasan
berpengaruh
signifikan terhadap
komunikasi dari
mulut ke mulut
merupakan
hipotesis ketiga
pada penelitian ini.
Hal ini memiliki
makna bahwa
semakin tinggi
kepuasan yang
dirasakan oleh

44
pasien rawat jalan
maka akan
berdampak pada
semakin tinggi pula
untuk terbentuknya
komunikasi dari
mulut ke mulut dan
begitu pula
sebaliknya. Hasil
penelitian
menunjukkan nilai
dari C.R (Critical
Ratio) sebesar
9,937 (di atas 1,96)
dan nilai P
(Probability)
sebesar 0,000 (di
bawah 0,05). Hasil
tersebut
mengindikasikan
bahwa kedua syarat

45
yang digunakan
dalam uji hipotesis
telah terpenuhi
sehingga hipotesis
3 pada penelitian
ini dapat diterima.

46
3.3 Pembahasan

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi (Suryani, 2005). Mundakir (2006)
menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan.
Kecemasan disebabkan faktor patofisiologis maupun faktor situasional (Sutrimo, 2012). Menurut Ganda (2009) bahwa Ansietas atau
perasaan cemas akan lebih jelas ditemukan pada pasien dan keluarga pasien yang masuk rumah sakit dalam ruangan intensif.
Kecemasan pada pasien dan keluarga sering diakibatkan oleh ketakutan akan kematian, ketidakberhasilan medikasi komplikasi yang
terjadi dan masalah biaya. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi kecemasan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
internal meliputi pendidikan dimana pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan jenis kelamin.
Menurut Abraham (1997) bahwa Pasien yang dirawat baik di ruang bedah, ruang penyakit dalam maupun ruangan anak
mempunyai rasa kekuatiran akibat proses hospitalisasi. Jika kekuatiran tidak dikomunikasikan maka akan menganggu hubungan
perawat-pasien, serta akan dapat meningkatkan kecemasan pasien. Kecemasan bila berlanjut dapat mempengaruhi status kesehatan
serta dapat mengubah prosedur diagnosa yang telah ditentukan. Untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien dalam
menghadapi suatu tindakan perawatan salah satunya maka komunikasi teraupetik perawat pasien perlu dibangun agar, pasien dapat
memilih alternatif coping yang positif bagi dirinya (Stuart, 2007).
Hal tersebut sesuai dengan Penelitian Loihala, M. (2016) yang menyebutkan jika komunikasi terapeutik memiliki pengaruh terhadap
tingkat kecemasan pasien dan keluarga. Sehingga, keterampilan berkomunikasi terapeutik harus dimiliki oleh seorang perawat, karena
komunikasi merupakan proses yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi
kesehatan dan mempengaruhi pasien untuk mengaplikasikannya dalam hidup, menunjukan kepedulian, memberikan rasa nyaman,
menumbuhkan rasa percaya diri dan menghargai nilai-nilai pasien, karena komunikasi efektif merupakan hal penting dalam
menciptakan hubungan antara perawat dan pasien.

47
Rezki, I. M., Lestari, D. R., & Setyowati, A. (2016) menyebutkan jika dalam ruangan ICU tetap harus menerapkan tiga fase utama pada
komuikasi terapeutik yaitu fase orientasi yang menjadi fase utama karena untuk membina hubungan baik dengan pasien dan keluarga.
Selanjutnya, fase kerja adalah tahap inti dari komunikasi terapeutik karena melalui tahap ini pasien, keluarga dan perawat bersama-sama
mengatasi masalah klien. Kedua fase tersebut sudah dilakukan dengan baik di Ruang ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura berdasarkan hasil
penelitian, namun pada fase terminasi masih harus ditingkatkan karena masih sedikit responden yang mengisi mengenai kontrak waktu atau
tindakan apa saja yang akan dilakukan selanjutnya. Fase terminasi merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika
hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, kecemasan dapat terjadi lagi pada pasien/keluarga pasien. Sehingga, sangat
penting untuk menerapkan segala aspek pada komunikasi terapeutik pada pasien dan keluarga di ruang ICU.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rina, B.K dan Alfia,N.D (2017) yang menyebutkan bahwa semakin baik
komunikasi terapeutik maka tingkat kecemasan keluarga pasien akan semakin ringan, dalam teori dijelaskan bahwa komunikasi merupakan
hal yang sangat penting untuk memberikan informasi kepada keluarga pasien dan untuk pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien.
Walaupun masih ada beberapa kecemasan yang masih dalam tahap berat sedang itu semua di pengaruhi oleh beberapa faktor- faktor tertentu.
Jurnal ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rezki, I. M., Lestari, D. R., & Setyowati, A (2016) mengatakan bahwa Rumah
Sakit telah menerapkan komunikasi yang baik pada tahap orientasi sedangkan yang lebih dibutuhkan pasien itu komunikasi terapeutik pada
tahap terminasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian Loriana & Hilda (2018) yang menyatakan bahwa komunikasi terapeutik yang baik dan benar yang
dilakukan perawat dapat berguna untuk menurnkan tingkat kecemasan pasien dan keluarganya. Apalagi bagi keluarga pasien yang salah satu
anggota keluarganya sedang sakit kritis. Ketika salah satu anggota keluarganya sakit dan dirawat di rumah sakit, maka keluarga tersebut
masuk dalam situasi krisis, maka gangguan emosional akan mudah terjadi, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan ini dapat berkurang
dengan membangun hubungan yang baik melalui komunikasi terapeutik.
Penelitian oleh Leite, dkk. (2017) juga menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik tidak hanya untuk memberikan terapi pengobatan dan
pemberian informasi, akan tetapi juga untuk membantu pasien dan keluarga memperjelas, mengurangi beban perasaan dan pikiran serta

48
kecemasan yang dialami pasien dan keluarganya serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada. Selain itu juga
komunikasi terapeutik perawat dapat mempererat hubungan atau interaksi antara pasien serta keluarga dengan tenaga kesehatan (perawat).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahendro, P.K. (2017) menyebutkan bahwa komunikasi terapeutik perawat di rawat jalan
RSUD Jogja sangat penting diterapkan. Komunikasi terapeutik yang di aplikasikan secara baik akan memberikan kenyamanan tersendiri
kepada pasien sehingga membuat pasien merasa puas atas pelayanan yang diberikan terutama dalam hal komunikasi terapeutik. Fase- fase
yang ada didalam komunikasi terapeutik sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat yang
paling mempengaruhi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah Tahap Terminasi, sedangkan Komunikasi
Terapeutik Perawat yang paling mempengaruhi terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Jogja adalah Tahap Orientasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mahendro, P.K. (2017) Menyebutkan bahwa fase komunikasi terapeutik yang dilakukan di
rawat jalan RSUD jogja didapatkan sedikit kurang, padahal tahap orientasi merupakan tahap yang penting. Fase orientasi merupakan tahap
perkenalan antara perawat dengan pasien, dengan memperkenalkan diri kepada pasien berarti perawat telah bersikap terbuka kepada pasien
dan memberikan kesan nyaman terhadap pelayanan yang di berikan kepada pasien. Akan tetapi untuk fase kerja dan fase terminasi sudah
berjalan dengan baik. Perawat yang ada di rawat jalan RSUD jogja sering melakukan komunikasi terapeutik pada saat memberikan
pelayanan. Dalam tahap ini perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu pasien untuk
mendefiniskan masalah yang sedang dihadapi oleh pasien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya. Tahap Terminasi merupakan
tahap dimana perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan yang telah dicapai, agar tujuan yang dicapai adalah kondisi
yang menguntungkan dan memuaskan
Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Dini Optimas, (2018) menjelaskan bahwa kualitas layanan yang baik dari rumah sakit
akan menciptakan kepuasan pada pemakai jasa suatu rumah sakit sehingga dapat terbentuk suatu hubungan yang baik antara pihak rumah
sakit dengan pelanggan. Pasien yang memperoleh produk atau jasa yang sesuai atau melebihi harapan, cenderung akan memberikan
tanggapan yang positif bagi perusahaan. Dengan adanya loyalitas dari pemakai jasa rumah sakit maka hal ini sangat menguntungkan bagi
rumah sakit apalagi pasien mau menceritakan pengalamannya selama di rumah sakit tersebut kepada pihak lain (word of mouth) karena

49
komunikasi dari mulut ke mulut merupakan salah satu cara yang efektif untuk membangun citra positif bagi rumah sakit, selain itu
komunikasi dari mulut ke mulut juga dapat meningkatkan jumlah kunjungan pasien dan penjualan jasa rumah sakit
Dalam penelitian Mutiara Syagitta, dkk ( 2017) menyebutkan bahwa Komunikasi efektif merupakan sebuah proses yang sangat penting
dalam menunjang keberhasilan asuhan keperawatan. Kunci dari terciptanya hubungan yang baik antara perawat dan klien adalah kemampuan
perawat dalam berkomunikasi. Perawat yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang baik dalam berkomunikasi akan mudah
menumbuhkan kepercayaan klien, sehingga klien bisa lebih terbuka untuk berbicara mengenai masalah yang berhubungan dengan
penyakitnya. Salah satu yang menjadi aspek penting dan mendasar dalam peningkatan mutu pelayanan adalah komunikasi efektif perawat
yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh penerima pesan. Keluhan dan berkomunikasi dengan efektif sangat penting dalam
proses terjalinnya suatu hubungan (Pohan,2007). Dimensi hubungan antar manusia yang kurang baik dapat mengurangi kadar dimensi
efektivitas dan dimensi kompetensi teknis dari layanan kesehatan yang diselenggarakan. Sedangkan bila di ruangan rawat inap RSU GMIM
Kalooran Amuran, menurut jurnal yang diteliti oleh Vanda Lucyana dkk (2017) mengatakan bahwa perawat telah menggunakan komunikasi
terapeutiknya secara konsisten kepada pasien dan keluarga , hal itulah yang membuat pasien dan keuarga merasa nyaman dan puas dengan
pelayanan rumah sakit. Akan tetapi masih ada beberapa perawat yang lupa untuk menerapkan komunikasi terapeutiknya seperti memberi
salam atau menyapa pasien maupun keluarga pada saat melakukan tindakan keperawatan. Jurnal tersebut didukung penelitian yang dilakukan
oleh Syafrisar Meri dkk (2017) mengenai karakteristik individual perawat terhadap kenyamanan dan kepuasan proses interaksi pelayanan
keperawatan, di dalam jurnal tersebut mengatakan bahwa ruang rawat inap di RSUD Petala Bumi sudah menerapkan komunikasi terapeutik
yang dilakukan oleh perawat akan memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada pasien dan keluarga, akan tetapi masih ada beberapa
perawat yang belum menerapkan komunikasi sehingga sering menimbulkan keluhan dari keluarga pasien.

50
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar komunikasi terapeutik perawat Dengan Tingkat Kecemasan


Keluarga Pasien di ICU dan Pasien di Rawat Jalan berkategori baik.
2. Tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU dan Pasien di rawat jalan
sebagian besar pada kategori cemas sedang.
3. Ada hubungan komunikasih terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan
keluarga pasien di ICU dan pasien di rawat jalan

51
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. (1997). Psikologi Sosial untuk Perawat.Jakarta: EGC

Agritubella, S. M., Arif Y.,& Afriyanti, E. (2017). Karakteristik Individual Perawat Terhadap
Kenyamanan dan Kepuasan Proses Interaksi Pelayanan Keperawatan. Jurnal
Keperawatan, Vol. 13, No 2

Leite, E.G., Kusuma, F.H.D., & Widiani, E. (2017). Hubungan antara Komunikasi Terapeutik
Perawat dengan Tingkat Kecemasan Keluarga pada Pasien yang dirawat di Unit
Perawatan Kritis Rumah Sakit Unisma. Nursing News, Vol. 2, No. 2

Loihala, M. (2016). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan


Keluarga Pasien yang Dirawat di Ruangan HCU RSU Sele Be Solu Kota Sorong.
Jurnal Kesehatan, Vol 7, No 2, : 176-181

Loriana, R. & Hilda. (2018). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga. Mahakam Nursing Journal, Vol. 2, No. 4

Mundakir.(2006). Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Optimasi, Dini. Bambang Irawan. Imam Suroso. (2018). Peran Kualitas Layanan Dalam
Membangun Kepuasan dan Komunikasi dari Mulut ke Mulut Pasien Rawat Jalan Rsd.
Dr. Soebandi Jember. Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 12, No. 2 : 191 - 203

Rezki, I. M., Lestari, D. R., Setyowati, A. (2016). Komunikasi Terapeutik Perawat dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Intensive Care Unit. Dunia
Keperawatan, Vol 4, No 1: 30-35.

52
Stuart. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta: EGC.

Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC

Sutrimo. A .(2012). Pengaruh Guided Imagery and Music (GIM) terhadap Kecemasan
Pasien Pre operasi Section Caesarea di RSUD Banyumas. Skripsi. Purwokerto :
Universitas Jenderal Soedirman

Syagitta, Mutiara. Aat Sriati. Nita Fitria. (2017). Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan
Komunikasi Efektif Di Irj Al–Islam Bandung. Jurnal Keperawatan BSI, Vol. V No. 2:
140-147
Walansendow, V. L., Pinontoaan, O. R.,& Rompas, S.,S. (2017). Hubungan Antara Sikap dan
Teknik Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Ruang
Eunike Rsu Gmim Kalooran Amurang. Journal Keperawatan, Vol. 5, No 1

53

Вам также может понравиться