Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pendahuluan
Islam sejak awal telah menaruh perhatian serius terhadap satu hal mendasar yakni belajar.
Bahkan mewajibkannya bagi umat Islam. Banyak penjelasan Rasul yang menjelaskan
tentang kewajiban belajar dan juga mengajar tersebut. Bisa dikatakan bahkan ajaran Islam
tentang hal ini, telah melampaui zamannya. Di mana 15 abad yang lalu Islam telah
menganjurkan manusia muslim untuk belajar tidak hanya 9 tahun. Lebih dari itu, sejak dari
buwaian hingga ke liang lahat (life long education). Beberapa ayat yang mengisyaratkan
tentang pentingnya belajar dan juga mengajar dapat dijumpai pada ayat-ayat berikut ini.
َ اء َكي
ْف َّ ) َو ِإلَى ال17( ت
ِ س َم ْ َْف ُخ ِلقَ اْل ِب ِل َكيِ ْ ظ ُرونَ ِإلَى ُ أَفَ ََل يَ ْن
ضِ ) َو ِإلَى ْال َ ْر19( ت ِ ُْف ن
ْ َ صب َ ) َو ِإلَى ْال ِجبَا ِل َكي18( ت ْ َُرفِع
)20( ت ْ س ِط َحُ ْف َ َكي
a. Penjelasan Umum
Surat al-Ghasyiyah ini banyak dibaca oleh Rasulullah ketika shalat Jumat dan
shalat Id. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat di bawah ini.
قد تقدم حديث النعمان بن بشير أن رسول هللا صلى هللا عليه
، والغاشية في صَلة العيد، وسلم كان يقرأ سبح اسم ربك العلى
ويوم الجمعة.
Lafadz afalaa adalah kata Tanya, atau istifham. Artinya “apakah tidak?” Jenis
istifham dalam lafadz tersebut adalah istifham li al-taqri’ wa al-taubikh artinya
kata tanya untuk tujuan teguran dan peringatan yang keras demikian menurut
Tafsir Fath al-Qadir, karya Imam al-Syaukaniy, Juz 1 hlm. 1614.
Gaya bahasa yang digunakan ayat tersebut mengandung teguran dan peringatan
kepada manusia (terlebih kepada umat Islam) untuk mau mengobservasi, meneliti
tentang makhluk ciptaan Allah atau alam semesta. Ayat tersebut
merepresentasikan alam dengan berbagai hal yakni unta, langit, gunung, dan
bumi.
Para mufassir menjelaskan mengapa dalam ayat tersebut disebutkan hewan unta,
bukan yang lain?. Ada beberapa penafsiran ulama, yakni karena unta adalah
hewan yang dekat dengan masyarakat Arab pada saat itu. Kemudian unta juga
memiliki banyak manfaat bagi masyarakat Arab pada masa itu, seperti sebagai
alat transportasi, konsumsi daging maupun susu. Kesemuanya itu menjadikan
unta sebagai ciptaan Allah yang dekat dengan masyarakat Arab, dengan demikian
mereka akan mudah mengamati dan menelitinya.
ٍ ار ََلَيَا
ت ِ ف اللَّ ْي ِل َوالنَّ َه ْ ض َو
ِ اختِ ََل ِ ت َو ْال َ ْر
ِ س َم َاوا
َّ ق الِ ِإ َّن فِي خ َْل
َّللاَ قِيَا ًما َوقُعُودًا َو َعلَى َّ َ) الَّذِينَ يَ ْذ ُك ُرون190( ب ِ ِلُو ِلي ْال َ ْلبَا
َ ض َربَّنَا َما َخلَ ْق
ت ِ ت َو ْال َ ْر ِ س َم َاوا
َّ ق ال ِ ُجنُو ِب ِه ْم َويَتَفَ َّك ُرونَ فِي خ َْل
)191( ار ِ َّاب الن ُ اط ًَل
َ َس ْب َحان ََك فَ ِقنَا َعذ ِ ََهذَا ب
a. Penjelasan Umum
Ayat ini ditempatkan oleh Allah di bagian akhir dari surat Ali-Imran, yang isinya
berupa perintah untuk melakukan pengamatan dan juga beristidlal melalui ayat-
ayat kauniyah-Nya. Dengan demikian akan tersibak kebenaran bahwa di balik
dunia ini ada kekuasaan Allah yang besar dan tidak tergantung pada apapun.
Dengan demikian seseorang tidak terjebak pada iman yang didasarkan pada taqlid
akan tetapi disandarkan pada keyakinan yang benar. Demikian menurut
penjelasan Imam Ahmad al-Anshari al-Qurthubiy, sebagaimana diuraikan dalam
kitab Tafsir al-Qurthubiy atau al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz IV hlm. 290.
Ulul Albab oleh Ibnu Katsir dimaksudkan sebagai al-Uqul al-Tammah al-Dzakiyah
yang dapat menemukan hakekat dari segala hal. Orang-orang demikian itu adalah
mereka yang salalu bersungguh-sungguh belajar mendalami ilmu.
Sementara itu Imam al-Qurthubiy, menjelaskan bahwa Ulul Albab adalah orang-
orang yang mau menggunakan akal mereka untuk memikirkan, mendalami dalil-
dalil yang digelar oleh Allah (baik qauliyah maupun kauniyah).
Ciri lain dari Ulul Albab adalah berzikir kepada Allah dalam berbagai keadaan
yakni berdiri, duduk dan tidur. Imam al-Qurthuby menjelaskan bahwa tiga
keadaan tersebut yakni berdiri, duduk dan telentang atau tidur adalah
representasi dari seluruh aktivitas manusia. Jadi Ulul Albab itu, selalu berzikir
kepada Allah dalam segala keadaannya.
Masih menurut Imam al-Qurthubiy, bahwa perpaduan antara fikir dan daikir
adalah suatu perbuatan atau aktivitas yang paling utama (hlm 291).
Dijelaskan oleh para ulama bahwa 10 ayat terakhir surat Ali-Imran ini senantiasa
dibaca oleh Rasul pada malam hari.
4. QS. Al-Taubat/9:122
َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا َكافَّةً فَلَ ْو ََل نَفَ َر ِم ْن ُك ِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم
ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإذَا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَعَلَّ ُه ْم
ِ طا ِئفَةٌ ِليَتَفَقَّ ُهوا ِفي الد َ
)122( َيَ ْحذَ ُرون
a. Penjelasan Umum
Banyak pendapat ulama menjelaskan konteks dari ayat ini. Di antaranya adalah
bahwa ayat ini menjelaskan tentang perintah untuk belajar agama bersama
Rasulullah bagi sebagian orang dan sementara sebagian kaum muslimin lainnya
pergi ke medan perang.
Al-Dhahak menjelaskan -sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam Kitab
Tafsirnya Juz 4, hlm 237- bahwa ketika Rasulullah terjun langsung dalam medan
peperangan maka tidak boleh seorang muslim pun untuk tidak ikut berperang
kecuali bagi orang-orang yang memiliki udzur. Sedangkan ketika Rasulullah tidak
terlibat langsung dalam peperangan, maka di antara kaum muslimin harus ada
yang menyertai beliau dalam rangka belajar dan mendengarkan pengajaran dari
Rasulullah. Termasuk mencatat jika ada ayat al-Qur’an diturunkan.
Perintah belajar kepada sebagian umat Islam itu, dimaksudkan agar mereka
bertafaqquh atau menjadi paham dengan materi yang diterima dari Rasulullah.
Selanjutnya mereka mengajarkan kepada yang lain, yang tidak dapat bergabung
dengan majelis Rasulullah, karena mereka terlibat dalam pertempuran.
Dari penjelasan al-Dhahak, kita dapat mengkategorikan peperangan pada masa
Rasulu. Yakni perang yang Rasulullah ikut terlibat di dalamnya secara langsung
dan perang yang Rasulullah mengirim pasukan saja dan tidak terlibat langsung
dalam peperangan tersebut. Yang disebut pertama dinamakan Ghazwah
sedangkan yang disebut terakhir dikenal dengan Siriyyah.
b. Penjeleasan dalam Konteks Pendidikan
Secara eksplisist ayat tersebut menjelaskan adanya perintah untuk belajar. Khitab
ayat tersebut ditujukan kepada para shahabat Rasulullah pada masa itu. Akan
tetapi kandungan ayat tentang perintah untuk belajar tersebut bukan berarti
tidak berlaku lagi saat ini. Kandungan makna ayat yang memerintahkan sebagian
umat Islam untuk belajar agama, masih berlaku hingga saat ini.
Jika ditarik ke konteks masyarakat muslim secara makro, memang seyogyanya
ada pembagian segmen yang merata. Artinya di antara umat Islam harus ada yang
berlajar bidang A, ada yang bidang B dan lainnya. Dengan demikian masyarakat
muslim memiliki kelengkapan profesi dan keahlian yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
Menurut al-Qurthubi (Juz 1, h. 2565)- ayat 122 surat al-Taubah menjelaskan
tentang kewajiban kolektif umat Islam untuk menuntut ilmu yang secara spesifik
harus didalami. Tidak seyogyanya seluruh umat Islam berangkat berjihad dalam
arti perang. Namun harus ada sebagian mereka yang secara khusus mendalami
ilmu. Baik dalam ilmu agama maupun lainnya.
Secara mendasar dalam hal ilmu agama seluruh umat Islam wajib menguasai.
Artinya untuk syarat minimal agar menjadi seorang muslim, seseorang wajib atau
harus menuntut ilmu agama. Akan tetapi yang secara khusus mendalami ilmu
agama untuk menjadi ahli agama (ulama) juga harus ada. Demikian pula untuk
ilmu umum. Seluruh umat Islam wajib mempelajari khususnya yang berkaitan
dengan tuntutan hidup di masyarakat. Seperti membaca, menulis, berhitung
sederhana dan sabagainya. Dalam bahasa pendidikan keterampilan dasar, seluruh
umat Islam wajib menguasainya. Akan tetapi untuk menjadi seorang yang expert
dalam bidang tertentu, kewajibannya tidak bersifat indifidual ('ain) akan tetapi
kewajibannya menjadi wajib kifayah. Maka jika tidak ada satupun umat Islam
yang mendalami tentang suatu ilmu tertentu yang dibutuhkan oleh umat Islam -
berdasar penjelasan ayat itu- seluruh umat Islam menanggung beban dosa. Sanksi
atau implikasi dari dosa itu dapat dirasakan saat di dunia ini.
Di antara masyarakat muslim memang harus ada yang benar-benar mendalami
agama Islam secara komprehensif. Dengan begitu, jika umat Islam yang
mendalami bidang-bidang lainnya membutuhkan pencerahan, maka para
pengkaji agama siap memberikan pencerahan yang dimaksudkan itu. Tentu saja
mereka yang mendalami agama Islam harus mampu mengkontekstualisasikan
ilmu keislamannya dengan problem kehidupan kontemporer yang solutif dalam
koridor prinsip-prinsip Islam.
Dan sekarang di manakah posisi Anda? Tentu sesuai dengan bidang kajian Anda,
Anda harus menjadi orang yang senantiasa bertafaqquh fi al-din. Yakni kelak
menjadi orang yang benar-benar expert dalam bidang agama Islam. Sehingga jika
terjadi masalah keagamaan di masyarakat, Anda adalah jawabannya. Jika tidak
demikian, maka Anda telah menyia-nyiakan amanah yang diberikan Allah.
5. QS. Al-Ankabut/29:19-20