Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
DONNY FEBRANDY
A24102029
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
OLEH :
DONNY FEBRANDY
A24102029
Donny Febrandy. Soil and Land Characterization for Land Evaluation of Bastard
Cedar (Guazuma ulmifolia LAMK.). Supervised by Atang Sutandi and Baba
Barus
Jati Belanda (Guazuma ulmifolia LAMK.) adalah salah satu dari sekian
banyak tanaman berkhasiat yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat
tradisional. Tanaman obat jati belanda dapat dimanfaatkan sebagai obat
pelangsing tubuh, obat sakit perut, dan obat batuk. Khasiat dan manfaat yang
banyak inilah menyebabkan tanaman jati belanda mempunya i peluang pasar yang
baik, salah satunya dapat diekspor sebagai bahan baku obat. Kualitas tanaman jati
belanda dilihat dari produksi daun dan bahan aktif (kuersetin), sehingga
persyaratan tumbuh harus diperhatikan agar produktivitas tanaman jati belanda
yang dihasilkan menjadi optimum.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari pola hubungan antara
beberapa parameter kualitas lahan dengan produksi tanaman jati belanda. (2)
Mempelajari pola hubungan antara beberapa parameter kualitas lahan dengan
produksi bahan aktif (kuersetin). (3) Menetapkan kriteria kesesuaian lahan pada
beberapa parameter kualitas lahan kaitannya dengan produksi daun tanaman jati
belanda dan produksi kuersetin. Penetapan kriteria kesesuaian lahan menggunakan
metode penarikan batas Boundary Line Method.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari tahun sebelumnya, 2004
dilakukan dengan studi lapang di daerah Karang Anyar/Solo (Jawa Tengah),
Ngawi, Lamongan, Sempu Banyuwangi Jawa Timur, untuk studi lapang tahun
2005 yaitu stud i lapang yang dilakukan di Cicurug Sukabumi, Indramayu, dan
Bogor, Jawa Barat. Analisis bioaktif dan analisis tanah dilakukan di laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah serta di Laboratorium Biofarmaka IPB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan tingkat produksi daun dan
kuersetin dengan unsur kualitas menyebar dengan pola tertentu yang dibatasi oleh
garis luar. Dengan membuat sekat produksi untuk S1, S2, S3 dan N masing-
masing sebesar 85%, 60%, dan 25%, dimana nilai 25% merupakan batas BEP
(titik impas produksi). Batas kriteria kelas kesesuaian lahan untuk setiap kualitas
lahan yang dievaluasi dapat dibuat dengan membuat proyeksi dari perpotongan
garis batas luar (boundary line) dengan sekat produksi.
Kriteria kesesuaian lahan yang dibuat berdasarkan studi eksplorasi
ditempat tertentu saja, dan belum semua lingkungan tumbuh tanaman dievaluasi,
sehingga perlu dilakukan penambahan data dari lingkungan tumbuh yang lebih
luas.
Judul Penelitian : Karakterisasi Sifat-Sifat Tanah dan Lahan untuk
Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda (Guazuma
ulmifolia LAMK.)
Nama Mahasiswa : Donny Febrandy
Nomor Pokok : A24102029
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc.
NIP.130 937 427 NIP. 131 667 780
Mengetahui :
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Selatan, sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis adalah putra dari
Manna Bengkulu Selatan tahun 1989, Sekolah Dasar Negeri 5 Manna Bengkulu
Mahasiswa Ilmu Tanah menjadi Biro Aplikasi Teknologi Pertanian pada tahun
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Bapak Dr. Ir.
Baba Barus, M.Sc sebagai pembimbing, atas segala saran, petunjuk, dan
kepada Papa, Mama, dan Kedua Adikku tersayang, serta seluruh keluarga yang
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SUMMARY
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian................................................................ ..... 2
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. ..... 3
10. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera dengan
K-dapat ditukar................................................................................................ 39
12. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera dengan
Batuan Permukaan........................................................................................... 41
menggunakan bahan-bahan baku alami, salah satunya dari tanaman. Hingga saat
Jati belanda (Guazuma Ulmifolia LAMK.) adalah salah satu dari sekian
tradisional. Tanaman ini belum banyak dibudidayakan dan masih banyak tumb uh
secara liar ditepi-tepi hutan. Awalnya tanaman ini diintroduksi dan ditanam pada
kilang mesiu di Ngawi, Jawa Timur serta dicadangkan dalam pembuatan kertas,
racun yang ditimbulkan penyakit kolera (Valkemburg dan Horsten). Kayu jati
Selain itu, tanaman obat jati belanda dapat dimanfaatkan sebagai obat
pelangsing tubuh, obat sakit perut, obat perut kembung, obat perut nyeri, obat
batuk dan batuk rejan, obat untuk kaki bengkak gatal dan berair. Khasiat dan
peluang pasar yang baik, salah satunya dapat diekspor sebagai bahan baku obat.
Kualitas tanaman jati belanda dilihat dari produksi daun dan bahan aktif
tanaman jati belanda yang dihasilkan menjadi optimum. Potensi suatu wilayah
untuk pengembangan tanaman jati belanda pada dasarnya ditentukan oleh sifat
penggunaan lahan tertentu dengan sifat-sifat sumberdaya yang ada pada lahan
tersebut. Hasil dari evaluasi lahan yang telah diinterpretasikan akan memberikan
informasi tentang penggunaan lahan yang tepat guna, sehingga akan diperoleh
berapa besar kemungkinan produksi tanaman jati belanda untuk satu musim atau
beberapa musim berikutnya. Namun sampai saat ini belum tersedia kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman jati belanda, sehingga evaluasi lahan tidak dapat
lahan.
dikembangkan, hal ini karena tanaman jati belanda dapat diekspor sebagai salah
satu bahan baku obat. Membudidayakan tanaman jati belanda memerlukan
tanaman ini menjadi belum maksimal. Selain itu, belum adanya data empiris
untuk tanaman tersebut. Penetapan kriteria kesesuaian lahan tanaman jati belanda
ditarik batas kriteria kesesuaian lahan dengan cara memproyeksikan titik potong
sekat produksi dengan garis batas (boundary line) pada suatu kualitas atau
karakteristik lahan.
Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Semua lokasi itu dipilih karena
merupakan sentra produksi tanaman unggulan BPOM, selain itu memiliki sifat
lahan kaitannya dengan produksi daun dan kuersetin tanaman jati belanda.
II. TINJAUAN PUSTAKA
yang beriklim tropis, kemudian dibawa oleh orang portugis ke Indonesia dan
LAMK.) nama lokalnya adalah jati londo, sedangkan di Inggris terkenal dengan
nama west indian elm atau bastard cedar, di Prancis dikenal dengan cedre de la
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiceae
Genus : Guazuma
Tanaman jati belanda merupakan tanaman pohon yang tingginya kurang lebih 10
m.
Daun. Daun tanaman jati belanda tunggal, bulat telur, permukaan kasar,
berbulu. Panjang tangkai daun sekitar 5–25 mm. Jati belanda mempunyai daun
penumpu yang berbentuk lanset atau berbentuk paku dengan panjang antara 3-6
mm.
Bunga. Bunga tanaman jati belanda tunggal, bulat dan muncul dari ketiak
daun. Bunganya berwarna hijau muda. Bentuk bunga agak ramping, berjumlah
banyak, beraroma harum. Panjang kelopak bunga sekitar 3-4 mm dengan tajuk
terbagi menjadi dua bagian. Tajuknya berwarna ungu tua dan kadang-kadang
menjadi kuning tua. Panjang tajuk 3-4 mm. Bagian bawah tajuk berbentuk garis
Buah. Buah jati belanda berbentuk kotak atau agak bulat, keras
Biji. Bijinya jati belanda kecil, keras, berwarna cokelat muda dan
berdiameter 2 mm.
Akar. Akar tanaman jati belanda tunggang dan berwarna putih kecoklatan.
Tanaman jati belanda dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dari tanah
subur hingga berbatu, tetapi pertumbuhan terbaik ada di dataran rendah pada tipe
tanah alluvial dan liat. Tanaman ini ditemukan di hutan kering maupun basah,
daerah dengan ketinggian 0 sampai 1200 m dari permukan laut dengan curah
hujan tahunan 700 sampai 1500 mm dan musim kering 4 sampai 7 bulan.
Tanaman ini merupakan tanaman pioner yang tumbuh baik pada daerah dengan
Tanaman jati belanda merupakan salah satu tanaman obat yang banyak
jati belanda adalah seluruh bagian mengandung bahan aktif seperti tanin dan
musilago. Kandungan bahan aktif yang juga diketahui terdapat pada hampir
3ß-ol, terpen, triterpen, karotenoid, resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat, zat
pahit, karbohidrat, serta minyak lemak. Daun dan kulit batang jati belanda
mengandung 10% zat lendir, 9.3 % damar-damaran, 2.7% tanin, beberapa zat
Jati belanda juga memiliki bau aromatik yang lemah karena mengandung
kafein sterol, dan asam fenolat. Senyawa tanin dan musilago yang terkandung
dalam tanaman jati belanda dapat mengendapkan mukosa protein yang ada
dihambat. Musilago juga bersifat pelicin atau pelumas sehingga makanan tidak
diberi kesempatan untuk diabsorbsi atau diserap (Sulaksana dan Jayusman, 2005).
penyakit cacingan dan gejala kaki gajah. Air masakannya dipakai untuk
menciutkan urat darah. Di Indonesia air masakan daun banyak dipakai untuk
melangsingkan tubuh, tetapi kelebihan takaran merusak usus demikian pula
halnya dengan takaran biji yang berlebihan. Hal itu menyebabkan mencret atau
Rebusan biji-biji yang dibakar seperti kopi dapat diminum sebagai obat
sembelit. Rebusan biji-biji yang setelah dibakar dan dilumatkan dengan air,
dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek
yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat
atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara
ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan
dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dari setiap kualitas lahan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa
Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk
perencanaan tata guna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara
optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Hasil evaluasi lahan
juga akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan,
dan akhirnya nilai harapan produksi yang akan diperoleh (Djaenudin dkk, 2003).
pendekatan pararel. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahapan pertama adalah
evaluasi lahan secara fisik dan tahapan kedua secara ekonomi. Kegiatan evaluasi
lahan secara fisik dan ekonomi pada pendekatan paralel dilakukan secara
yang harus diikuti dalam evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun dan ditetapkan
kesepakatan tentang kaidah yang akan dipakai dalam evaluasi lahan. Kaidah-
kaidah tersebut dapat dirubah, akan tetapi harus didasarkan pada alas an-alasan
yang tepat dan disepakati oleh pakar evaluasi lahan yang dapat berasal dari
berbagai disiplin ilmu, seperti: perencana pertanian, ilmu tanah, agronomi, dan
lain- lain.
Dalam kaidah klasifikasi kesesuaian lahan perlu ditetapkan hal- hal berikut:
(1) Jumlah kelas kesesuaian lahan. (2) Pengharkatan masing- masing kelas
kesesuaian lahan, jumlah dan jenis parameter yang dinilai. (3) Pengharkatan
(rating) terhadap parameter yang dinilai. (4) Kisaran produksi yang diharapkan
untuk masing- masing kelas kesesuaian lahan pada tingkat pengelolaan tertentu,
serta produksi optimalnya. (5) Sistim dan prosedur dalam evaluasi lahan, asumsi-
asumsi misal: data, tingkat pengelolaan, dan lain- lain (Djaenudin dkk, 1994).
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : menyangkut areal proyek; dan menyangkut
pelaksanaan evaluasi lahan atau intepretasi serta waktu berlakunya dari hasil
evaluasi lahan. Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan
§ Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari
kuantitatif ekonomi.
2.5.4 Lahan
Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi
oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik dimasa lalu maupun dimasa
sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau
tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Djaenudin dkk, 2003).
Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang kompleks dari suatu
lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi
§ Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/ lahan pertanian.
Karakteristik lahan adalah atribut atau keadaan unsur- unsur lahan yang
jumah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan
yang dapat diukur atau ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, tekstur
tanah, air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat
berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah
dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena kecuali dapat
berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, juga karena adanya
lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari
bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap
tanaman tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media
perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang
penilaian atau pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau
berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan disuatu wilayah.
Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di
suatu wilayah, maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi (Djaenudin dkk,
2003).
Menurut kerangka FAO (1976) dalam Djaenudin dkk (2003) dikenal dua
Masing- masing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam
istilah kualitatif, tanpa perhitungan yang tepat baik biaya atau modal maupun
keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada fisik lahan. Kesesuaian lahan
kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada sifat fisik
adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang
(present land use), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial adalah
perbaikan.
Ordo : Menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan tergolng tidak sesuai
(N).
Kelas : Menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam tingkat ordo. Pada
tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan kedalam
input yang lebih banyak dari Kelas S2, petani tidak mampu mengatasi
sendiri.
Lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan kedalam dua
kelas, yaitu:
Kelas N1, (Tidak Sesuai Saat Ini) : Lahan mempunyai faktor pembatas
yang sangat berat tetapi masih mungkin diatasi dengan biaya yang sangat
besar.
yang sangat berat atau sulit diatasi sehingga tidak mungkin digunakan
lebih dari satu faktor pembatas; untuk itu pembatas yang paling dominan
pembatas.
Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam
satu dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dan
pembatas-pembatasnya.
lahan adalah sekelompok kualitas lahan yang diperlukan oleh suatu tipe
Widiatmaka, 2003).
komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai
lahan. Garis tersebut membatasi data aktual lapang, sehingga sangat kecil
peluangnya akan ditemukan data di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas
ini menggambarkan batas yang dapat terjadi pada produksi optimum dengan
faktor- faktor pertumbuhan tertentu dan dapat digunakan untuk menetapkan
kualitas lahan yang sesuai untuk menetapkan produksi optimun. Diagram sebaran
mencapai puncak pada tingkat optimum dari faktor pertumbuhan tertentu, dimana
garis pembatas memisahkan data dari situasi nyata dan tidak nyata. Penggambaran
produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan
tertentu yang dapat ditentukan (Walworth. JL, Letzsch WS. dan Summer ME.
1986).
Keseluruhan sifat fisik yang sesuai dari area lahan untuk tipe penggunaan
lahan diambil dari yang paling membatasi kualitas lahan, yaitu kualitas lahan yang
nilainya sangat buruk. Metode ini memiliki keuntungan yaitu sederhana. Hukum
menurut suatu standar satuan pengurangan hasil dan faktor- faktor hasil ini tidak
saling berhubungan, maka tepat dengan metoda ini akan diperoleh kelas yang
sesuai. Praktek FAO secara umum, S1 sesuai untuk 80-100% dari hasil yang
optimum, S2 pada 40-80%, dan S3/N pada 20-40%. Tetapi beberapa faktor fisik
sulit. Kerugiannya adalah metoda ini tidak membedakan antara area lahan dengan
maksimum sama.
III. BAHAN DAN METODE
oleh BPOM dengan studi lapang di daerah Karang Anyar/Solo (Jawa Tengah),
dan Bogor, (Jawa Barat). Analisis bioaktif dan analisis tanah dilakukan di
1:25.000, dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan bioaktif. Peralatan yang
karung, kantong plastik, karton, spidol, timbangan, cutter, pisau lapang, dan tali
raffia), serta peralatan laboratorium untuk analisis tanah (labu takar, tabung reaksi,
Erlenmeyer, labu Kjeldal, sentrifuse, timbangan, pipet volumetric, dan lain- lain),
baik primer dan skunder yang berkaitan dengan lokasi penelitian dan tanaman jati
belanda. Tanaman jati belanda diamati data biofisik dan biokimia di lapangan dan
dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Data tersebut kemudian dievaluasi dan
3.3.1 Persiapan
habitat alami, rekayasa budidaya, serta data-data sekunder untuk wilayah meliputi
§ Daun jati belanda diambil 1/3-1/8 bagian dari jumlah keseluruhan pada setiap
lokasi contoh.
§ Daun jati belanda yang sudah diambil ditimbang bobotnya untuk mengukur
diambil.
§ Contoh daun jati belanda diambil untuk dianalisa bahan aktifnya dan dicatat
umurnya.
lainnya
3.3.3 Analisis Tanah dan Bahan Aktif di Laboratorium
Analis tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-
Walkley and Black), KTK Tanah (Metode NH4 OAC pH 7.0), N-Total (Metode
(Metode Titrasi), Tekstur (pasir, debu, liat). Bahan aktif yang ditetapkan adalah
umur, dimana produksi yang satu dengan yang lainnya akan diperbandingkan
yaitu sebaga i dependent variabel, maka produksi perlu ditera oleh umur tanaman.
Y = f (t)
Ÿ =Rataan umum
kriteria kelas kesesuaian lahan. Kelas Kesesuaian lahan akan disusun dari
berbagai karakteristik lahan yang diamati di lapang. Sebaran data ini dikaitkan
Dengan demikian, hasil yang diperoleh terdiri dari dua kriteria, pertama
Namun, kriteria dengan kualitas lahan terbaik yang akan dipilih agar dapat
dibungkus oleh garis batas dimana garis tersebut membatasi data aktual di
lapang, sehingga sangat kecil peluangnya akan ditemukan data di luar garis
tersebut.
d) Perpotongan garis antara garis batas dan tingkat produksi yang diharapkan
tanaman jati belanda seluas 1 hektar. Perkiraan ini digunakan untuk menentukan
titik impas atau BEP (Break Event Point) produksi tanaman jati belanda sehingga
dengan iklim kering, karena secara umum daerah ini berada pada Zona
Agroklimat IIA dan IIB. IIA adalah iklim kering yang memiliki curah hujan
1000-2000 mm/tahun dengan pola simple wave, sedangkan IIB memiliki pola
berfluktuasi (multiple).
dari zona iklim untuk daerah tersebut, adalah: IIIA, IIIB, IVB, VB dan VIB. Pola
iklim yang berada di Zona Agroklimat lebih dari tiga (III) memiliki curah hujan >
2000 mm/tahun.
dengan kondisi terain daerah penelitian meliputi dataran rendah sampai dataran
tinggi. Daerah Jawa Barat cenderung mewakili dataran tinggi, sedangkan daerah
Jenis tanah yang ditemukan di daerah Jawa Barat adalah Latosol dan
Podsolik, hal ini menunjukkan bahan induk daerah ini bersifat masam ataupun
intermedier (volkan, tuf volkan intermedier, batu liat dan endapan liat). Daerah
Jawa Barat beriklim basah dengan pelapukan intensif menyebabkan terbentuk
tanah masam. di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Latosol, Grumusol,
dan Mediteran lebih menunjukkan bahan induk untuk daerah ini adalah basa dan
intermedier seperti tuf volkan intermedier dan campuran batu liat dan napal.
Sampel tanah pada penelitian ini diambil di daerah dengan lerang yang
0.37 %, dan kandungan P-Tersedia antara 3.00 ppm - 48.10 ppm, dan kandungan
produksi sebagai fungsi dengan umur, dimana produksi yang satu dengan yang
perlu ditera ole h umur tanaman. Hubungan antara produksi dan umur tanaman
45
40 y = 2.4871Ln(x) + 1.4025
y = -2.9679Ln(x) + 23.567
40 R2 = 0.0102
35
Produksi Bahan Aktif (g/pohon)
Produksi daun (kg/pohon)
R2 = 0.0126 35
30
30
25
25
20
20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
Umur (bulan) Umur (bulan)
2.9679 Ln(x) + 23.567 pada produksi, maka akan didapatkan produksi tera
berdasarkan rumus:
Ln(x)+1.4025).
tanaman jati belanda dihitung selama 5 tahun dengan luas 1 hektar agar
mendapatkan titik impas atau Break Event Point. Ini berarti pada produksi
maupun kerugian. Kondisi ini merupakan batas bawah produksi dari kelas
kesesuian lahan Sesuai Marjinal (S3). Asumsi yang digunakan dalam usaha
1.Biaya Produksi
a. Biaya Tetap
1) Sewa Lahan 1 ha Rp 2.000.000/tahun x 20 tahun Rp 40.000.000,00
2) Pompa air Rp 1.500.000,00
3) Selang air plastic Rp 200.000,00
4) Keranjang bambu untuk panen Rp20.000/unit x 5 Rp 100.000,00
5) Penyusutan 12 % / tahun Rp 216.000,00
6) Biaya pemeliharaan 3% /tahun Rp 54.000,00
Total Biaya Tetap Rp 42.070.000,00
b.Biaya Tidak Tetap
1) Bibit 1111 pohon @ Rp 1000,00 Rp 5.555.000,00
2) Tenaga kerja pada tahun ke-1
§ Pengolahan tanah 15 orang @ Rp 20.000,00 x 3 kali Rp
900.000,00
§ Penanaman 15 orang @ Rp20.000,00 x 1 kali Rp 300.000,00
§ Pemupukan10 orang @ Rp 15.000,00 x 3 kali Rp 450.000,00
§ Penyiangan 10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyemprotan pestisida alami 2 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali
Rp 60.000,00
§ Pupuk kandang 30 ton @ 200.000,00 Rp 6.000.000,00
§ Kapur 5 ton @ Rp500,00/kg Rp 2.500.000,00
§ Pestisida alami 8 liter @ Rp 10.000,00 x 2 Rp 160.000,00
Total Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-1 Rp 16.225.000,00
Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-2 sampai tahun Ke-4 sebesar 4.860.000,00 x 3
= 14.580.000,00.
Rp 140.587.122,00
=
Rp 1.500,00
= 93.724,7 kg
93.724,7 kg
Panen tahun ke- 2-5 =
3
= 31.241,58 kg/ha/tahun
31.241,58 kg/ha/tahun,
Produksi =
1111 pohon/ ha
= 28,12 kg/pohon/tahun
28.12 kg/pohon/tahun
Produksi 1 kali panen = = 9.37 kg/pohon
3
yang menjelaskan bahwa para peneliti/ ahli tanah Amerika telah mencoba selama
hubungan yang unik antara faktor tumbuh tunggal dengan hasil panen atau
mendapatkan produksi tanaman yang jauh lebih baik. Akan tetapi, kebanyakan
hubungan dengan penetapan nilai kritis untuk tujuan diagnosa seringkali berada
pada kondisi-kondisi yang tidak berbeda yaitu hanya satu faktor tumbuh yang
divariasikan sedangkan faktor lainnya sama. Oleh karena itu, penetapan dengan
(produksi relatif), karena kombinasi hasil dari tanah yang berbeda atau tempat
tanaman dengan lingkungan. Jika satu satuan tentang berbagai variasi faktor
pertumbuhan yang dapat diatur pada banyak tempat, maka kumpulan data yang
ditemukan dari pengamatan bervariasi dapat dihasilkan. Diagram sebaran hasil
seperti itu pada umumnya mencapai puncak pada tingkat optimum dari faktor
tumbuhan tertentu. Hal tersebut harus cocok dengan garis yang membatasinya,
dengan begitu dapat memisahkan data dari situasi nyata (yang mungkin diperoleh)
Garis Batas (Boundary Line) ini yang kemudia n membatasi suatu kasus.
dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat ditentukan. Itu merupakan suatu hal
yang sederhana untuk menempatkan puncak dari garis tersebut, dimana sesuai
Pada hubungan produksi daun dan kualitas lahan maupun hubungan antara
yang bersifat sangat nyata (**), nyata (*) dan tidak nyata. Penentuan keterkaitan
ini didasarkan pada jumlah nyata (N) pada masing- masing hubungan dan tabel
nilai- nilai nyata r dan R dalam steel dari Torie (1991) dengan satu peubah bebas,
diambil kriteria hubungan yang paling baik dari produksi terrain dan produksi
bahan aktif (kuersetin) dengan Zona Perakaran, Retensi Hara, Ketersediaan Hara
dan Kondisi Terrain, yaitu kriteria yang dapat memenuhi kebutuhan minimal dari
ketebalan solum dan kelas tekstur tertera pada Gambar 2, Gambar 3 dan
persamaan untuk produksi tera y = 7.4421 e0.3678x dan persamaan produksi bahan
aktif tera y = 2.3294 e0.7755x sedangkan sekat produksi daun ataupun kuersetin
7.4421 e0.3678x , dimana y untuk S1-S2 = 31.42 kg/pohon, S2-S3 = 22.18 kg/pohon,
dan S3-N = 9.37 kg/pohon, sedangkan untuk mendapatkan sekat produksi bahan
untuk drainase adalah sedang, sekat batas S2 dan S3 adalah buruk dan batas S3
dengan N adalah terhambat. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera
(kuersetin) S1 dan S2 untuk drainase adalah sedang, S2 dan S3 adalah buruk dan
produksi tera y = 10.769 e–0.0083x dan produksi bahan aktif tera y = 5.5872 e-0.0178x ,
sehingga dengan cara yang sama seperti untuk mendapatkan kriteria drainase,
maka didapat sekat batas produksi teraan S1dan S2 untuk kedalaman efektif atau
solum adalah 120 cm, S2 dan S3 adalah 90 cm, S3 dan N adalah 20 cm.
Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera (kuersetin) S1 dan S2 adalah 103
persamaan produksi tera y-Left = 4.0296 e0.1534x dan y-right = 1012.2 e0.0698x ,
sedangkan persamaan produksi bahan aktif tera y = 0.0272 x2.7261 , pada debu
Ln(x)+248.78. Pada liat persamaan produksi tera y- left = 23.7 Ln(x)-52.406 dan
Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera
untuk drainase sekat batas Kelas S1 dan S2 adalah sedang, Kelas S2 dan S3
adalah buruk dan Kelas S3 dengan N adalah terhambat, sedangkan sekat batas
untuk ketebalan solum (kedalaman efektif) Kelas S1 dan S2 adalah 103 cm, Kelas
S2 dan S3 adalah 83 cm, Kelas S3 dan N adalah 34 cm. Dan sekat batas untuk
tekstur adalah Kelas S1 dan S2 dengan tekstur lempung liat berpasir, liat berpasir,
lempung, lempung berliat dan lempung berpasir, Kelas S2 dan S3 dengan tekstur
liat, liat berdebu dan lempung berdebu, Kelas S3 dan N dengan tekstur lempung
30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5 5
0 0
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Drainase Drainase
y = 10.769e -0.0083x 40
y = 5.5872e -0.0178x 50
R2 = 0.8932 R2 = 0.8487
Produksi Bahan aktif Tera (g/pohon)
35
45
Produksi Tera (Kg/Ha)
30 40
25 35
30
20
25
15 20
10 15
10
5
5
0
0
-400 -300 -200 -100 0
-400 -300 -200 -100 0
Solum (cm) Solum (cm)
35
40
30
25
30
20
15 20
10
10
5
0
0
0 20 40 60
0 20 40 60
Pasir (%) Pasir (%)
35
35
30
30
25
25
20
20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 20 40 60 80 0 20 40 60 80
Liat (%) Liat (%)
Gambar 6 dan Gambar 7. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan
pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapatkan persamaan produksi tera
untuk c-organik y = 28.893 Ln(x)+25.08 dan produksi bahan aktif tera y = 20.484
x2.2227 .
Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2
untuk C-organik adalah 1.25 %, S2 dan S3 adalah 0.9 %, dan S3 dengan N adalah
0.6 %. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 1.3%,
S2 dan S3 adalah 1.1 %, S3 dan N adalah 0.7 %. Pada pH, persamaan yang
diperoleh untuk produksi tera y-left = 89.445 Ln(x)-139.95 dan y-right = -625.61
untuk pH adalah 6.8 atau 7.6, S2 dan S3 pada 6.1 atau 7.7, dan S3 dengan N 5.3
atau 7.8. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 pada pH 6.9 atau
6.1, S2 dan S3 pada 6.2 atau 6.3, S3 dan N adalah 5.5 atau 7.1.Sedangkan
persamaan produksi tera untuk KTK y = 29.11 Ln(x)-59.304 dan produksi bahan
11me/100g, sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 26
Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera
untuk C-organik sekat batas S1 dan S2 adalah 1.3 %, S2 dan S3 adalah 1.1 %, S3
dan N adalah 0.7 %, Sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk pH adalah 6.8 atau
7.6, S2 dan S3 pada 6.1 atau 7.7, S3 dan N adalah 5.3 atau 7.8. Dan Sekat batas
30
30
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 2 4 6 8 0 1 2 3 4 5
C-Organik (%) C-Organik (%)
40
y left = 89,445Ln(x) - 139,95 45
2
Produksi Teraan (Kg/Ha)
R = 0,9317 40
35
35
30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5
5
0 0
4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
pH pH
Tera dengan pH
y = 29,11Ln(x) - 59,304 45 y = 52.715Ln(x) - 137.74
40 2
R2 = 0.732
30 30
25 25
20 20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
KTK (me/ 100g) KTK (me/ 100g)
dan Gambar 10. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan pada
penetapan kriteria zona perakaran, maka didapat persamaan produksi tera untuk
untuk N-total adalah 0.094 %, S2 dan S3 adalah 0.088 %, S3 dan N adalah 0.073
%, sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 0.10 %, S2 dan
tera y = 119.89 Ln(x)-179.09 dan produksi bahan aktif tera y = 14984 e-1.8722x .
untuk P-tersedia adalah 6 ppm, S2 dan S3 adalah 5 ppm, S3 dan N adalah 4 ppm,
sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 3 ppm, S2 dan S3
adalah 4 ppm, S3 dan N >4 ppm. Dan persamaan produksi tera K-dapat ditukar y
batas, maka didapat sekat batas produksi tera S1 dengan S2 untuk K-dapat ditukar
sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 0.64 %, S2 dan S3 adalah
Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera
untuk N-total sekat batas S1 dan S2 adalah 0.10%, S2 dan S3 adalah 0.09 %, S3
dan N adalah 0.07 %. Sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk P-Tersedia
dapat ditukar adalah 0.80 %, S2 dan S3 adalah 0.52 %, S3 dan N adalah 0.28 %.
50
R2 = 0.9029 40
2
R = 0.8825
45
35
Produksi Tera (Kg/Ha)
40
35 30
30 25
25
20
20
15
15
10 10
5 5
0 0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0 0.1 0.2 0.3 0.4
N-Total (%) N-Total (%)
Gambar.8 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan N-Total
40 45
y = 119.89Ln(x) - 179.09 y = 14984e -1.8722x
10 10
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
P2 O 5 (ppm) P2O5 (ppm)
2
R = 0.9941 40 R = 0.6904
40
35
Produiksi Tera (Kg/Ha)
35
30
30
25
25
20
20
15 15
10 10
5 5
0 0
0 1 2 3 0 1 2 3
K2 O (me/ 100g) K2 O(me/ 100g)
Hubungan produksi Jati belanda dengan kondisi terrain, yaitu: lereng dan
batuan permukaan ditunjukkan Gambar.11 dan Gambar 12. Dengan cara yang
sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka
didapat persamaan produksi tera untuk lereng y = 74.904 e-0.0806x dan produksi
Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera
60
R2 = 0.7563 2
R = 0.8019
50
50
Produksi Tera (Kg/Ha)
40
40
30
30
20
20
10 10
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Lereng (%) Lereng (%)
Gambar.11 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan Lereng
50 y = 47.574e -0.0373x 45
y = 40.281e -0.0297x
40
45
R2 = 0.949 R2 = 0.9217
Produksi Bahan aktif (kg/pohon)
40 35
5 5
0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Batuan Permukaan (%) Batuan Permukaan (%)
Gambar.12 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan Batuan Permukaan
45
dibuat batas
dapat dibuat batas
35 35
Produksi Tera(Kg/Ha)
30 30
25 25
20 20
15 15
10 10
5
5
0
0
0 1 2
0 0.5 1 1.5 2
Al Al
berdasarkan persyaratan tumbuh dan studi lapang dari produksi daun dan produksi
kuersetin .
Hara Tersedia ( n)
- N-Total (%) 0.10-0.20 0.09-0.10 <0.09 td
- P2O5 (ppm) >6 5-6 <5 td
- K-dd (me/100g) >0.80 0.52-0.80 <0.52 td
Keterangan:
C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam);
pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat
Berpasir; SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL =
Lempung berdebu.
5.6 Validasi Sampel Bogor Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan
Untuk Produksi Jati Belanda
Sukabumi dan Bogor maka dicoba untuk divalidasikan dengan sampel jati belanda
Bogor.
Produksi Batuan
Kode Lereng Solum
Desa Dusun daun Permukaan Tekstur
Sampel (%) (cm)
(kg/pohon) (%)
Lempung
BG1/JB/1 Biofarmaka * 12.5 3-5 >100 0-1
liat
Lempung
BG2/JB/2 Balitro * 14 0-3 >100 1 Liat
Berpasir
dengan kode BG1/JB/1 dan BG2/JB/2 memiliki faktor pembatas berupa KTK,
sehingga sampel ini masuk kedalam kategori S3f. Kelas kesesuaian lahan aktual
berdasarkan pada Tabel 1 dan Tabel 3, menunjukkan pada sampel BG1/JB/1 dan
BG2/JB/2 memiliki produksi sebesar 12.5 kg/pohon dan 14 kg/pohon berada
diatas sekat batas produksi S3 dan N sebesar 9.37 kg/pohon, sehingga sampel
sampel BG1/JB/1 dan BG2/JB/2 adalah sama-sama pada kelas S3, sehingga
kriteria sesuai. Kriteria yang dihasilkan setelah diuji validasi antara pencocokan
(matching) kriteria dengan kualitas lahan dari contoh menunjukkan hasil yang
baik, artinya kriteria sangat baik untuk menyifat kualitas lahan pada kelas S3,
6.1 Kesimpulan
1. Studi ekplorasi yang dilakukan saat pengambilan data dan penetapan batas
2. Tingkat produksi daun dan bahan aktif memiliki keterkaitan yang erat
antara (matching system) kriteria dan kualitas lahan dari contoh yang
diamati menunjukkan hasil yang baik, artinya kriteria sangat baik untuk
menyipat kualitas lahan pada Kelas S3, sedangkan untuk Kelas S1, S2, dan
N belum teruji.
6.2 Saran
kualitas lahan dan produksi tanaman agar memiliki variasi karakterisitik yang
lebih lebar, terutama untuk karakteristik lahan seperti tekstur dan Al-dd.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.
Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta. Badan Penelitian
dan Pengembngan Kehutanan Indonesia.
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. 2005. Laporan : Studi Pemetaan Tanaman
Obat di Sentra Produksi Pulau Jawa. Pusat Studi Biofarmaka LPPM.IPB.
Sugati, Sri. Syamsu Hidayat, dan Johny Ria Hutapea. 1991.Inventaris Tanaman
Obat Indonesia I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Sulaksana, Jaka. dan Dadang Iskandar Jayusman. 2005. Kemuning dan Jati
Belanda. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sumner,ME and PMU Ferina, 1986. Phosphorus Interactions with Other Nutrients
and Linae in Field Cropping System. In Advance in Soil Science Vol. V.
B.A (Stuwaert (ed)) Springler-Verlay. New York. P 201-236.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Lamongan 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Indramayu1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Bogor1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Sukabumi 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau :Karang Anyar 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Ngawi 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.
Walworth.JL, Letzsch WS, Sumner ME. 1986. Use Boundary Line in Establishing
Diagnostic Norms. Soil Science Society of America. Journal Vol. 50: 123-
128.
Nama Pengisi : Kode Sampel:
Tanggal : (buat penjelasan kode untuk
menghindari kealfaan makna kode).
Lokasi Contoh
Koordinat (lihat dipeta) :
Desa :
Dusun :
Kecamatan :
Kabupaten :
Penampang melintang : (dengan berbagai catatan dan sketsa, jika diperlukan)
Foto No:
(yang hendaknya terkait dengan kondisi lingkungan tanaman/ tumbuhan berada)
Buat sketsa penyebaran di peta lapang (bisa hanya di indikasi atau dalam bentuk poligon;
kondisi setiap penyebaran setiap komoditas unggulan hendaknya ditandai pada peta
topografi yang dipakai sebagai acuan; kode indikasi penyebaran ini hendaknya diusahakan
dapat dibuat sketsa baik pada peta topogarfi maupun pada kuesioner).
Elevasi (m dpl, liat dari peta untuk prediksi, jika tidak membawa GPS)
Kondisi hidrologi dan catatan iklim perlu ditanyakan ke pendudukan (bulan kering dan
basah). Catatan yang terkait dengan prilaku penduduk dalam melakukan penanaman
hendaknya dibuat.
Elevasi sumberdaya lahan secara temporal perlu dilakukan, investigasi ditelusuri dari
dinamika penggunaan lahan dan kondisi lingkungannya.
Lereng (%) dan panjang, kondisi sudah diberi tindakan konservasi atau tidak.
Sifat tanah :
Nama (Taksonomi/PPT) :
Kedalaman solum :
Keadaan batuan dipermukaan (%):
Keadaan batuan disolum (%) :
Tekstur lapangan :
Kondisi drainase :
Warna tanah . :
(dapat dilakukan setelah kembali dari lapang, dengan munsell soil chart)
Konsistensi :
Struktur :
Lampiran 2. Data Fisik dan Produksi Tanaman Jati Belanda Berdasarkan Hasil Pengamatan Lapang di Enam Kabupaten (2005)
No. Jenis Tan. Kode Contoh Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Dusun
1 Jati Belanda JB/N/511/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor selatan
2 Jati Belanda JB/N/122/Y Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor
3 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Sidorejo Sidorejo
4 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
5 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Sidorejo Sidorejo
Karang
6 Jati Belanda JB/K/112/S Jawa Tengah Karang Anyar Karang Pandan Mbluro
Pandan
Karang
7 Jati Belanda JB/K/121/S Jawa Tengah Karang Anyar Karang Pandan Mbluro
Pandan
8 Jati Belanda JB/N/411/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor timur
9 Jati Belanda JB/N/321/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Pelanggarem
10 Jati Belanda JB/K/1/2/ /M Jawa Tengah Karang Anyar Tawangmangu Kalisoro Jetis
11 Jati Belanda JB/K/123/R Jawa Tengah Karang Anyar Jumantono Ngunut Ngadirejo
12 Jati Belanda JB/N/531/W Jawa Timur Ngawi Geneng Dempel Dempel
13 Jati Belanda JB/N/221/AS Jawa Timur Ngawi Paron Kedung Putri Kedung Putri
14 Jati Belanda Jb9.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
15 Jati Belanda JB/N/111/W Jawa Timur Ngawi Paron Kedung Putri Kedung Putri
16 Jati Belanda JB/N/311/AS Jawa Timur Ngawi Ngawi Ngawi Ngawi
17 Jati Belanda Jb2.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sukodadi Madulegi Cuping
18 Jati Belanda Jb6.2/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
19 Jati Belanda Jb12.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
20 Jati Belanda Jb7.4/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
21 Jati Belanda Jb5.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
22 Jati Belanda JB/N/821/R Jawa Timur Ngawi Pitu Banjarbanggi Lemahbang
23 Jati Belanda Jb1.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sukodadi Madulegi Cuping
24 Jati Belanda Jb11.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
25 Jati Belanda Jb4.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Solokuro Tenggulun Tenggulun
26 Jati Belanda Jb8.2/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Duri
27 Jati Belanda Jb10.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
28 Jati Belanda Jb13.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
29 Jati Belanda Jb3.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Solokuro Tenggulun Tenggulun
30 Jati Belanda JB/K/411/W Karang Anyar Jumantono Ngunut Karangan
31 Jati Belanda JB 111 Jawa Tengah Karang Anyar Jumapolo kwangsan Gondanglegi
32 Jati Belanda JB 112 Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
33 Jati Belanda JB 212 Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
34 Jati Belanda JBL1/N/BWG Jawa Barat Banyuwangi Genteng Kaligondo Sumur wady
35 Jati Belanda BG6/JTB/1 Jawa Barat Bogor Leuwiliang Karyasari Karyasari
36 Jati Belanda IN/2/JB Jawa Barat Cirebon Cirbon Astana Pekuncen
Kebun
37
Jati Belanda BG13/JTB/2 Jawa Barat Biofarmaka * * *
Kebun
38
Jati Belanda BG14/JTB/2 Jawa Barat Biofarmaka * * *
39 Jati Belanda SB14/JTB/1 Jawa Barat Sukabumi Cicurug Tenjolaya Kebun Balitro
Lampiran. 2 (Lanjutan)
Produksi
Kadar Bahan (kg/pohon) Produksi
Umur Produksi Produksi
Aktif Teraan
Bahan Aktif
No. Sample Tanaman Kering KA Tera
(Kuersetin) Bahan Aktif (kg/Ha)
(Bulan) (ton/ha) Daun (g/Pohon) (g/pohon)
(%)
JB/N/511/R 7.50 1.18 0.10 3.60 0.60 26.15 0.00 0.00 0.04
JB/N/122/Y 7.08 1.88 0.19 3.30 * 46.85 * 0.00 *
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/K/112/S 6.04 0.17 0.04 4.10 0.97 40.12 0.00 0.00 0.12
JB/K/121/S 6.14 1.39 0.15 5.40 0.90 21.02 0.00 0.00 0.12
JB/N/411/R 6.65 0.77 0.09 3.80 0.67 49.04 0.00 0.00 0.08
JB/N/321/R 6.44 1.50 0.15 3.00 0.46 42.10 0.00 0.00 0.08
JB/K/1/2/ /M 6.23 3.97 0.37 3.60 0.72 28.90 0.00 0.00 0.12
JB/K/123/R 6.53 1.18 0.13 3.50 1.33 48.33 0.00 0.00 0.01
JB/N/531/W 7.75 0.77 0.08 18.70 0.46 30.21 0.00 0.00 0.04
JB/N/221/AS 6.45 1.78 0.18 30.20 1.23 35.47 0.00 0.00 0.08
Jb9.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
JB/N/111/W 6.95 1.22 0.13 3.90 2.05 32.10 0.00 0.00 0.03
JB/N/311/AS 7.13 1.18 0.10 16.40 0.88 50.33 0.00 0.00 0.04
Jb2.3/L/Manijo 7.85 1.71 0.18 11.90 0.31 51.23 0.00 0.00 0.04
Jb6.2/L/Manijo 7.81 2.48 0.23 6.20 2.31 37.22 0.00 0.00 0.04
Jb12.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb7.4/L/Manijo 7.89 1.15 0.12 6.20 0.41 41.60 0.00 0.00 0.04
Jb5.3/L/Manijo 6.89 0.86 0.10 5.30 0.36 9.41 0.00 0.00 0.08
JB/N/821/R 7.78 1.68 0.12 11.40 0.72 56.05 0.00 0.00 0.04
Jb1.1/L/Manijo 7.82 1.31 0.09 200.10 0.26 31.53 0.00 0.00 0.04
Jb11.3/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb4.1/L/Manijo 7.63 0.60 0.07 16.90 0.51 52.98 0.00 0.00 0.04
Jb8.2/L/Manijo 7.72 6.40 0.33 6.40 0.72 8.98 0.00 0.00 0.04
Jb10.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb13.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb3.1/L/Manijo * * * * * * * * *
JB/K/411/W 7.34 1.61 0.15 8.50 2.41 42.10 0.00 0.00 0.03
JB 111 7.57 1.21 0.09 9.40 1.44 16.31 0.00 0.00 0.08
JB 112 7.74 0.53 0.05 4.40 0.64 40.02 0.00 0.00 0.04
JB 212 7.01 1.40 0.11 4.90 0.28 37.06 0.00 0.00 0.04
JBL1/N/BWG 6.48 1.78 0.13 26.30 1.49 13.50 0.00 0.00 0.08
BG6/JTB/1 5.18 1.54 0.14 28.10 0.33 15.02 3.25 1.02 0.26
IN/2/JB 6.89 1.94 0.16 48.10 1.18 26.18 0.00 0.00 0.04
BG13/JTB/2 5.15 2.19 0.26 10.20 0.41 17.32 11.41 1.72 0.29
BG14/JTB/2 5.71 2.32 0.22 10.20 0.48 16.75 0.00 0.00 0.08
SB14/JTB/1 5.63 2.13 0.20 5.20 0.21 17.27 0.00 0.00 0.16