Вы находитесь на странице: 1из 66

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT TANAH DAN LAHAN

UNTUK KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI BELANDA


(Guazuma ulmifolia LAMK.)

OLEH :
DONNY FEBRANDY
A24102029

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT TANAH DAN LAHAN
UNTUK KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI BELANDA
(Guazuma ulmifolia LAMK.)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

OLEH :
DONNY FEBRANDY
A24102029

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
SUMMARY

Donny Febrandy. Soil and Land Characterization for Land Evaluation of Bastard
Cedar (Guazuma ulmifolia LAMK.). Supervised by Atang Sutandi and Baba
Barus

Bastard Cedar (Guazuma ulmifolia LAMK.) is one of many plants which


was used as a traditional medicine by Indonesian. Bastard cedar can be used as
body slimming, stomachache, and cough medicine. Bastard cedar has good
opportunity for medicine material export. Bastard cedar productivity is not only
leaf production but also bioactive (kuersetin) production to optimize productivity,
the crop requirements must be attentioned.
The research was aimed to: (1) Study of relation pattern between land
qualities and bastard cedar productivity. (2) Study of relation land qualities with
bioactive (kuersetin) productivity. (3) Define land suitability criteria base on leaf
and bioactive production. The land suitability criteria was determined by
Boundary Line Methods.
This research was an extention of earlier research which did in
Karanganyar/Solo, Central Java, Ngawi and Lamongan East Java in 2004, and
followed by an other research in West Java (Sukabumi, Indramayu, Cianjur, and
Bogor) in 2005. Soil and bioactive analysis were conducted in Soil Chemity and
Fertility Laboratory of Soil Science and Land Resources Department and in
Biopharmacy Laboratory IPB.
Results of the studi indicated that the relation level of leaf and kuersetin
production and land qualities spread with such particular pattern which is
convined with boundary line. By making the production classes for S1, S2, S3 and
N with each class values by 85%, 60% and 25%, where 25% is break event point
of productivity. The limit of every classes in the land evaluation criteria for each
evaluated land quality could be made by creating a projection from the cutting
between the boundary line and the production classes.
The land evaluation criteria that was an exploration study base, did not
evaluate entirely all of the crop requirements. More data from a wider soil
agroclimate zone therefore would be greatly appreciated.
RINGKASAN

DONNY FEBRANDY. Karakterisasi Sifat-Sifat Tanah dan Lahan untuk


Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda. Dibawah bimbingan Atang Sutandi
dan Baba Barus.

Jati Belanda (Guazuma ulmifolia LAMK.) adalah salah satu dari sekian
banyak tanaman berkhasiat yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat
tradisional. Tanaman obat jati belanda dapat dimanfaatkan sebagai obat
pelangsing tubuh, obat sakit perut, dan obat batuk. Khasiat dan manfaat yang
banyak inilah menyebabkan tanaman jati belanda mempunya i peluang pasar yang
baik, salah satunya dapat diekspor sebagai bahan baku obat. Kualitas tanaman jati
belanda dilihat dari produksi daun dan bahan aktif (kuersetin), sehingga
persyaratan tumbuh harus diperhatikan agar produktivitas tanaman jati belanda
yang dihasilkan menjadi optimum.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mempelajari pola hubungan antara
beberapa parameter kualitas lahan dengan produksi tanaman jati belanda. (2)
Mempelajari pola hubungan antara beberapa parameter kualitas lahan dengan
produksi bahan aktif (kuersetin). (3) Menetapkan kriteria kesesuaian lahan pada
beberapa parameter kualitas lahan kaitannya dengan produksi daun tanaman jati
belanda dan produksi kuersetin. Penetapan kriteria kesesuaian lahan menggunakan
metode penarikan batas Boundary Line Method.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari tahun sebelumnya, 2004
dilakukan dengan studi lapang di daerah Karang Anyar/Solo (Jawa Tengah),
Ngawi, Lamongan, Sempu Banyuwangi Jawa Timur, untuk studi lapang tahun
2005 yaitu stud i lapang yang dilakukan di Cicurug Sukabumi, Indramayu, dan
Bogor, Jawa Barat. Analisis bioaktif dan analisis tanah dilakukan di laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah serta di Laboratorium Biofarmaka IPB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan tingkat produksi daun dan
kuersetin dengan unsur kualitas menyebar dengan pola tertentu yang dibatasi oleh
garis luar. Dengan membuat sekat produksi untuk S1, S2, S3 dan N masing-
masing sebesar 85%, 60%, dan 25%, dimana nilai 25% merupakan batas BEP
(titik impas produksi). Batas kriteria kelas kesesuaian lahan untuk setiap kualitas
lahan yang dievaluasi dapat dibuat dengan membuat proyeksi dari perpotongan
garis batas luar (boundary line) dengan sekat produksi.
Kriteria kesesuaian lahan yang dibuat berdasarkan studi eksplorasi
ditempat tertentu saja, dan belum semua lingkungan tumbuh tanaman dievaluasi,
sehingga perlu dilakukan penambahan data dari lingkungan tumbuh yang lebih
luas.
Judul Penelitian : Karakterisasi Sifat-Sifat Tanah dan Lahan untuk
Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda (Guazuma
ulmifolia LAMK.)
Nama Mahasiswa : Donny Febrandy
Nomor Pokok : A24102029

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc.
NIP.130 937 427 NIP. 131 667 780

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr


NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 27 Februari 1984 di kota Manna Bengkulu

Selatan, sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis adalah putra dari

pasangan M. Apib Yugo dan Lili Marhayani.

Pendidikan formal yang telah dijalani penulis adalah TK Bhayangkari I

Manna Bengkulu Selatan tahun 1989, Sekolah Dasar Negeri 5 Manna Bengkulu

Selatan, tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1 Manna Bengkulu

Selatan, tahun 1998. Penulis melanjutkan sekolah Lanjutan Tingkat Atas di

Sekolah Menengah Umum 2 Manna Bengkulu Selatan tahun 2002.

Tahun 2002, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui

jalur USMI dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Tanah Fakultas

Pertanian. Selama perkuliahan, penulis pernah tergabung dalam Himpunan

Mahasiswa Ilmu Tanah menjadi Biro Aplikasi Teknologi Pertanian pada tahun

2003 dan Kepala Departemen PSDM pada tahun 2004.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Bapak Dr. Ir.

Baba Barus, M.Sc sebagai pembimbing, atas segala saran, petunjuk, dan

arahannya selama ini. Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terimakasih

kepada Papa, Mama, dan Kedua Adikku tersayang, serta seluruh keluarga yang

telah memberikan dorongannya selama ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu proses penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen pembimbing akademik.


2. Ir. Anang S Yogaswara selaku dosen penguji dalam ujian skripsi.
3. Para dosen di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
4. Teman-temanku tanah 39 terimakasih atas saran, kritik, semangat dan do’a
hingga terselesaikannya penelitian ini.
5. Teman-temanku satu daerah, terimakasih atas semua bantuannya selama
ini.
6. Para staf pegawai serta laboran Program Studi Ilmu Tanah.
7. Semua pihak terkait yang telah mendukung atas terlaksananya penelitian
ini.
Penulis berharap agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

Bogor, Agustus 2006

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
SUMMARY
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian................................................................ ..... 2
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. ..... 3

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Asal dan Botani Tanaman Jati Belanda...................................................... 5
2.2 Morfologi Tanaman Jati Belanda............................................................... 5
2.3 Syarat Tumbuh Jati Belanda.................................................................. .... 6
2.4 Keunggulan Jati Belanda............................................................................ 7
2.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan........................................................................ 8
2.5.1 Pengertian Evaluasi Kesesuaian Lahan................................................... 8
2.5.2 Kaidah Evaluasi Kesesuaian Lahan ........................................................ 9
2.5.3 Asumsi-asumsi Dalam Evaluasi Lahan................................................. 10
2.5.4 Lahan ..................................................................................................... 11
2.5.5 Kualitas Lahan............................................................................. ......... 11
2.5.6 Karakteristik Lahan...................................................................... ......... 12
2.5.7 Kesesuaian Lahan......... .........................................................................13
2.5.8 Persyaratan Penggunaan Lahan......... ....................................................16
2.6 Boundary Line Methods .. .........................................................................16
2.7 Metode Pembatasan Maksimum ... ...........................................................17
BAB. III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... ... 18
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 18
3.3 Metodologi Penelitian .............................................................................. 19
3.3.1 Persiapan ................................................................................................ 19
3.3.2 Metode Pengambilan Contoh................................................................. 19
3.3.3 Analisis Tanah dan Bahan Aktif di Laboratorium ................................. 20
3.3.4 Analisis Data untuk Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan ...................... 20
3.3.4.1 Peneraan Umur untuk Produksi Daun dan Biomas Kuersetin ............ 20
3.3.4.2 Model Boundary Line Methods .......................................................... 21
3.4 Analisis Usahatani ..................................................................................... 22

BAB IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN


4.1 Lokasi Penelitian...................................................................................... 23
4.5 Karakteristik Lahan Lokasi Sampel ........................................................ 24

Bab. V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Produksi Teraan........................................................................................ 25
5.2 Analisis Usahatani .................................................................................... 26
5.3 Pengembanga n Model Kesesuaian Lahan................................................ 29
5.4 Penetapan Kelas Kesesuaian Lahan ......................................................... 30
5.6 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Jati Belanda........................................ 41
5.7 Validasi Contoh Bogor Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Jati Belanda .............................................................................. 42

BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 44
6.2 Saran ......................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45


LAMPIRAN ......................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Sekat Produksi untuk Batas Kelas Kesesuaian Lahan ...................................... 27

2. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda............................................ 42

3. Data Produksi Contoh Bogor ............................................................................ 43


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Hubungan antara Umur dengan Produksi Daun dan Produksi


Bahan Aktif (Kuersetin) .................................................................................. 25

2. Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan Drainase .............................................................................................. 33

3. Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan Ketebalan Solum................................................................................ 33

4. Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan Tekstur ................................................................................................ 34

5. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan C-organik ............................................................................................ 36

6. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan pH ....................................................................................................... 36

7. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan KTK .................................................................................................... 37

8. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan N-Total................................................................................................ 38

9. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera dengan


P-Tersedia ........................................................................................................ 39

10. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera dengan
K-dapat ditukar................................................................................................ 39

11. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan Lereng ................................................................................................. 40

12. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera dengan
Batuan Permukaan........................................................................................... 41

13. Hubungan Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan Toksisitas ............................................................................................ 41
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Pengamatan Sifat Fisik Lingkungan................................................. 48


2 Data Fisik dan Produksi Tanaman Jati Belanda Berdasarkan Hasil
Pengamatan Lapang di Enam Kabupaten di Pulau Jawa ................................... 50
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dahulu Indonesia telah mempunyai pengobatan tradisional dengan

menggunakan bahan-bahan baku alami, salah satunya dari tanaman. Hingga saat

ini banyak dikenal jenis tanaman atau tumbuh-tumbuhan digunakan untuk

pengobatan penyakit tertentu.

Jati belanda (Guazuma Ulmifolia LAMK.) adalah salah satu dari sekian

banyak tanaman berkhasiat yang digunakan masyarakat Indonesia sebagai obat

tradisional. Tanaman ini belum banyak dibudidayakan dan masih banyak tumb uh

secara liar ditepi-tepi hutan. Awalnya tanaman ini diintroduksi dan ditanam pada

kilang mesiu di Ngawi, Jawa Timur serta dicadangkan dalam pembuatan kertas,

namun ditinggalkan karena seratnya pendek. Masyarakat Jawa mengenal tanaman

ini sebagai tanaman peneduh jalan (Heyne, 1987).

Daun jati belanda merupakan bagian ramuan teh terkenal untuk

menurunkan berat badan dan ekstrak kulit batangnya merupakan penginaktif

racun yang ditimbulkan penyakit kolera (Valkemburg dan Horsten). Kayu jati

belanda juga dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, diantaranya sebagai

bahan baku industri perabot rumah tangga, dan pembuatan kertas.

Selain itu, tanaman obat jati belanda dapat dimanfaatkan sebagai obat

pelangsing tubuh, obat sakit perut, obat perut kembung, obat perut nyeri, obat

batuk dan batuk rejan, obat untuk kaki bengkak gatal dan berair. Khasiat dan

manfaat yang banyak inilah menyebabkan tanaman jati belanda mempunyai

peluang pasar yang baik, salah satunya dapat diekspor sebagai bahan baku obat.
Kualitas tanaman jati belanda dilihat dari produksi daun dan bahan aktif

(kuersetin), sehingga persyaratan tumbuh harus diperhatikan agar produktivitas

tanaman jati belanda yang dihasilkan menjadi optimum. Potensi suatu wilayah

untuk pengembangan tanaman jati belanda pada dasarnya ditentukan oleh sifat

lingkungan fisik yang mencakup iklim, tanah, topografi/bentuk wilayah hidrologi,

dan persyaratan tumbuh tanaman jati belanda.

Pengembangan tanaman jati belanda ditunjang dengan adanya informasi

tentang potensi lahan dan kesesuaian penggunaan lahan serta tindakan

pengelolaan yang diperlukan dan sangat berperan dalam pemanfaatan lahan

tersebut. Untuk itulah, diperlukan adanya evaluasi sumberdaya lahan.

Evaluasi lahan merupakan pendekatan atau cara untuk menilai potensi

suatu sumberdaya lahan. Pada prinsipnya evaluasi sumberdaya lahan dilakukan

dengan cara membandingkan antara persyaratan yang diperlukan untuk suatu

penggunaan lahan tertentu dengan sifat-sifat sumberdaya yang ada pada lahan

tersebut. Hasil dari evaluasi lahan yang telah diinterpretasikan akan memberikan

informasi tentang penggunaan lahan yang tepat guna, sehingga akan diperoleh

berapa besar kemungkinan produksi tanaman jati belanda untuk satu musim atau

beberapa musim berikutnya. Namun sampai saat ini belum tersedia kriteria

kesesuaian lahan untuk tanaman jati belanda, sehingga evaluasi lahan tidak dapat

dilakukan sehingga perlu dilakukan penetapan kriteria klasifikasi kesesuaian

lahan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Jati belanda merupakan tanaman yang memiliki potensi ekonomi untuk

dikembangkan, hal ini karena tanaman jati belanda dapat diekspor sebagai salah
satu bahan baku obat. Membudidayakan tanaman jati belanda memerlukan

perencanaan yang tepat agar produksi yang dihasilkan tidak merugikan.

Perencanaan terkait dengan kualitas lahan, syarat tumbuh, dan lingkungan.

Penetapan kriteria-kriteria kesesuaian lahan tentang tanaman jati belanda

belum tersedia, sehingga perencanaan dan pengembangan yang dilakukan untuk

tanaman ini menjadi belum maksimal. Selain itu, belum adanya data empiris

untuk tanaman tersebut. Penetapan kriteria kesesuaian lahan tanaman jati belanda

dengan menghubungkan data produksi dan kualitas/karakteristik lahan, kemudian

ditarik batas kriteria kesesuaian lahan dengan cara memproyeksikan titik potong

sekat produksi dengan garis batas (boundary line) pada suatu kualitas atau

karakteristik lahan.

Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jati belanda disusun berdasarkan

data eksplorasi tanaman jati belanda di Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan,

Kabupaten Karang Anyar, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Indramayu,

Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. Semua lokasi itu dipilih karena

merupakan sentra produksi tanaman unggulan BPOM, selain itu memiliki sifat

lingkungan fisik yang berbeda.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian bermaksud untuk :

1. Menghasilkan pola hubungan antara beberapa parameter kualitas lahan

dengan produksi tanaman jati belanda.

2. Memperoleh pola hubungan antara beberapa parameter kualitas lahan

dengan produksi biomas bahan aktif (kuersetin).


3. Menghasilkan kriteria kesesuaian lahan pada beberapa parameter kualitas

lahan kaitannya dengan produksi daun dan kuersetin tanaman jati belanda.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal dan Taksonomi Tanaman Jati Belanda

Tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia LAMK.) berasal dari Amerika

yang beriklim tropis, kemudian dibawa oleh orang portugis ke Indonesia dan

dikultivasi di Jawa (Heyne,1987). Tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia

LAMK.) nama lokalnya adalah jati londo, sedangkan di Inggris terkenal dengan

nama west indian elm atau bastard cedar, di Prancis dikenal dengan cedre de la

Jamaique atau Orme d’Amerigne (Heyne,1987). Jati belanda dalam sistematika

tumbuhan menurut Jaka Sulaksana (2005) termasuk ke dalam klasifikasi :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiceae

Genus : Guazuma

Spesies : Guazuma ulmifolia LAMK.

2.2 Morfologi Tanaman Jati Belanda

Tanaman jati belanda merupakan tanaman pohon yang tingginya kurang lebih 10

m.

Batang. Batang tanaman jati belanda keras, bulat, permukaan kasar,

banyak alur, berkayu, bercabang, dan berwarna hijau keputih-putihan.

Daun. Daun tanaman jati belanda tunggal, bulat telur, permukaan kasar,

tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, dan


letaknya berseling. Panjang daun sekitar 4–22,5 cm. Pada bagian bawah daun

berbulu. Panjang tangkai daun sekitar 5–25 mm. Jati belanda mempunyai daun

penumpu yang berbentuk lanset atau berbentuk paku dengan panjang antara 3-6

mm.

Bunga. Bunga tanaman jati belanda tunggal, bulat dan muncul dari ketiak

daun. Bunganya berwarna hijau muda. Bentuk bunga agak ramping, berjumlah

banyak, beraroma harum. Panjang kelopak bunga sekitar 3-4 mm dengan tajuk

terbagi menjadi dua bagian. Tajuknya berwarna ungu tua dan kadang-kadang

menjadi kuning tua. Panjang tajuk 3-4 mm. Bagian bawah tajuk berbentuk garis

dengan panjang 2-2,5 mm.

Buah. Buah jati belanda berbentuk kotak atau agak bulat, keras

permukaan berduri dan berwarna hitam.

Biji. Bijinya jati belanda kecil, keras, berwarna cokelat muda dan

berdiameter 2 mm.

Akar. Akar tanaman jati belanda tunggang dan berwarna putih kecoklatan.

2.3 Syarat Tumbuh Jati Belanda

Tanaman jati belanda dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dari tanah

subur hingga berbatu, tetapi pertumbuhan terbaik ada di dataran rendah pada tipe

tanah alluvial dan liat. Tanaman ini ditemukan di hutan kering maupun basah,

biasanya merupakan vegetasi dari hutan sekunder. Lingkungan tumbuhnya pada

daerah dengan ketinggian 0 sampai 1200 m dari permukan laut dengan curah

hujan tahunan 700 sampai 1500 mm dan musim kering 4 sampai 7 bulan.
Tanaman ini merupakan tanaman pioner yang tumbuh baik pada daerah dengan

cahaya penuh (Valkemburg dan Horsten, 2001)

2.4 Keunggulan Jati Belanda

Tanaman jati belanda merupakan salah satu tanaman obat yang banyak

digunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Kandungan kimia dari tanaman

jati belanda adalah seluruh bagian mengandung bahan aktif seperti tanin dan

musilago. Kandungan bahan aktif yang juga diketahui terdapat pada hampir

semua bagian tanaman adalah ß-sitosterol, kafein, friedelin-3a-asetat, friedelin-

3ß-ol, terpen, triterpen, karotenoid, resin, glukosa, asam lemak, asam fenolat, zat

pahit, karbohidrat, serta minyak lemak. Daun dan kulit batang jati belanda

mengandung alkaloida, flavonoida, saponin, dan tanin. Sementara kulit batang

mengandung 10% zat lendir, 9.3 % damar-damaran, 2.7% tanin, beberapa zat

pahit, glukosa dan asam lemak (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

Jati belanda juga memiliki bau aromatik yang lemah karena mengandung

kafein sterol, dan asam fenolat. Senyawa tanin dan musilago yang terkandung

dalam tanaman jati belanda dapat mengendapkan mukosa protein yang ada

didalam permukaan intestin (usus halus) sehingga mengurangi penyerapan

makanan. Dengan demikian, proses obesitas (kelebihan berat badan) dapat

dihambat. Musilago juga bersifat pelicin atau pelumas sehingga makanan tidak

diberi kesempatan untuk diabsorbsi atau diserap (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

Di Beberapa negara, bagian dalam kulitnya dipakai sebagai obat untuk

penyakit cacingan dan gejala kaki gajah. Air masakannya dipakai untuk

menciutkan urat darah. Di Indonesia air masakan daun banyak dipakai untuk
melangsingkan tubuh, tetapi kelebihan takaran merusak usus demikian pula

halnya dengan takaran biji yang berlebihan. Hal itu menyebabkan mencret atau

radang usus yang membahayakan jiwa (Dharma, 1985).

Rebusan biji-biji yang dibakar seperti kopi dapat diminum sebagai obat

sembelit. Rebusan biji-biji yang setelah dibakar dan dilumatkan dengan air,

kemudian dibubuhi setetes minyak adas ternyata bermanfaat terhadap perut

kembung dan sesak (Heyne, 1987).

2.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan

2.5.1 Pengertian Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan adalah proses penilaian tampilan atau keragaan

(performance) lahan jika digunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan

dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek

lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai

penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976).

Inti dari evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan

yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat

atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara

ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan

untuk jenis penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang

dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dari setiap kualitas lahan biasanya

terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa

karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lain didalam


pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan atau

pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan misalnya:

peternakan, perikanan, dan kehutanan (Djaenudin,dkk, 2003).

Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk

perencanaan tata guna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara

optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Hasil evaluasi lahan

juga akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan,

dan akhirnya nilai harapan produksi yang akan diperoleh (Djaenudin dkk, 2003).

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menimbulkan

kerusakan-kerusakan pada lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Evaluasi lahan dapat dilakukan dengan pendekatan dua tahap dan

pendekatan pararel. Pendekatan dua tahap terdiri atas tahapan pertama adalah

evaluasi lahan secara fisik dan tahapan kedua secara ekonomi. Kegiatan evaluasi

lahan secara fisik dan ekonomi pada pendekatan paralel dilakukan secara

bersamaan (FAO, 1976).

2.5.2 Kaidah Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kaidah klasifikasi kesesuaian lahan (land suitability rules) adalah aturan

yang harus diikuti dalam evaluasi lahan. Aturan tersebut disusun dan ditetapkan

menjadi suatu system evaluasi lahan. Sistem yang ditetapkan merupakan

kesepakatan tentang kaidah yang akan dipakai dalam evaluasi lahan. Kaidah-

kaidah tersebut dapat dirubah, akan tetapi harus didasarkan pada alas an-alasan

yang tepat dan disepakati oleh pakar evaluasi lahan yang dapat berasal dari

berbagai disiplin ilmu, seperti: perencana pertanian, ilmu tanah, agronomi, dan

lain- lain.
Dalam kaidah klasifikasi kesesuaian lahan perlu ditetapkan hal- hal berikut:

(1) Jumlah kelas kesesuaian lahan. (2) Pengharkatan masing- masing kelas

kesesuaian lahan, jumlah dan jenis parameter yang dinilai. (3) Pengharkatan

(rating) terhadap parameter yang dinilai. (4) Kisaran produksi yang diharapkan

untuk masing- masing kelas kesesuaian lahan pada tingkat pengelolaan tertentu,

serta produksi optimalnya. (5) Sistim dan prosedur dalam evaluasi lahan, asumsi-

asumsi misal: data, tingkat pengelolaan, dan lain- lain (Djaenudin dkk, 1994).

2.5.3 Asumsi-asumsi dalam Evaluasi Lahan.

Asumsi-asumsi dalam evaluasi lahan menurut Djaenudin, dkk (2003)

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : menyangkut areal proyek; dan menyangkut

pelaksanaan evaluasi lahan atau intepretasi serta waktu berlakunya dari hasil

evaluasi lahan. Beberapa contoh asumsi yang ditetapkan untuk evaluasi lahan

secara kuantitatif fisik, adalah:

§ Data tanah yang digunakan hanya terbatas pada informasi atau data dari

satuan lahan atau satuan peta tanah.

§ Reliabilitas data yang tersedia : rendah, sedang, tinggi.

§ Lokasi penelitian atau daerah survei.

§ Kependudukan tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.

§ Infrastruktur dan aksesibilitas serta fasilitas pemerintah tidak

dipertimbangkan dalam evaluasi.

§ Tingkat pengelolaan atau manajemen dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu

rendah, sedang, dan tinggi.

§ Pemilikan tanah tidak dipertimbangkan dalam evaluasi.


§ Evaluasi lahan dilaksanakan secara kualitatif, kuantitatif fisik atau

kuantitatif ekonomi.

§ Usaha perbaikan lahan untuk mendapatkan kondisi potensial

dipertimbangkan dan disesuaikan dengan tingkat pengelolaannya.

§ Aspek ekonomi hanya dipertimbangkan secara garis besar.

2.5.4 Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup

pengertian lingkungan fisik, termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi keadaan

vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan

berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2004).

Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi

oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik dimasa lalu maupun dimasa

sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau

tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu (Djaenudin dkk, 2003).

2.5.5 Kualitas Lahan (Land Quality)

Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang kompleks dari suatu

lahan. Masing- masing kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) tertentu

yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas

lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi

pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan/kualitas lahan yang

dapat berperan positif (sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan) atau

negatif (keberadaannya akan merugikan terhadap penggunaan tertentu), sehingga

bisa merupakan factor penghambat/pembatas (Sitorus, 2004).


Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur langsung

(complex of land attributed) yang mempunyai pengaruh nyata terhadap kesesuaian

lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat

disebabkan oleh beberapa karakteristik lahan, misalnya ketersediaan hara dapat

ditentukan berdasar ketersediaan P dan K-dapat ditukar, dan sebagainya

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Kualitas lahan yang menentukan dan berpengaruh terhadap menajemen

dan masukan yang diperlukan adalah :

§ Terrain berpengaruh terhadap mekanisasi atau pengelolaan lahan

secara praktis (teras, tanaman sela/alley copping, dan sebagainya),

kontruksi dan pemeliharaan jalan penghubung.

§ Ukuran dari unit potensial manajemen atau blok area/ lahan pertanian.

§ Lokasi dalam hubungannya untuk penyediaan sarana produksi (input)

dan pemasaran hasil (aspek ekonomi).

2.5.6 Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan adalah atribut atau keadaan unsur- unsur lahan yang

dapat diukur/diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah,

jumah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan

sebagainya (Arsyad, 2000).

Karakteristik lahan (land characteristics) mencakup faktor- faktor lahan

yang dapat diukur atau ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, tekstur

tanah, air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat

berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah

dapat berpengaruh terhadap ketersediaan air, mudah tidaknya tanah diolah,


kepekaan erosi, dan lain- lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung

dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena kecuali dapat

berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, juga karena adanya

interaksi dari beberapa karakteristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Oleh karena itu, dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau

mempertimbangkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas

lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan dari

bulan kering dan curah hujan rata-rata tahunan, tetapi air yang dapat diserap

tanaman tergantung pula pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media

perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zone perakaran tanaman yang

bersangkutan (Djaenudin dkk, 2003).

2.5.7 Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah penilaian dan pengelompokan atau proses

penilaian atau pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau

kesesuaian absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian sebagai

kenyataan adaptabilitas atau kemungkinan penyesuaian sebidang lahan bagi suatu

macam penggunaan tertentu (Arsyad, 2000).

Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan

lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas

berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan disuatu wilayah.

Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di

suatu wilayah, maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi (Djaenudin dkk,

2003).
Menurut kerangka FAO (1976) dalam Djaenudin dkk (2003) dikenal dua

macam kesesuaian lahan, yaitu : kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif.

Masing- masing kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun

potensial, atau kesesuaian lahan potensial dan kesesuaian lahan potensial.

Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam

istilah kualitatif, tanpa perhitungan yang tepat baik biaya atau modal maupun

keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada fisik lahan. Kesesuaian lahan

kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada sifat fisik

lahan tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi,. Kesesuaian lahan aktual

adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang

(present land use), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial adalah

kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan

perbaikan.

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976)

dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:

Ordo : Menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk

penggunaan tertentu. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan

antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan tergolng tidak sesuai

(N).

Kelas : Menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam tingkat ordo. Pada

tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan kedalam

tiga kelas, yaitu:

Kelas S1, (Sangat Sesuai) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas

yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan.


Kelas S2, (Cukup Sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang

mempengaruhi produktivitasnya, memerlukan tambahan input, biasanya

dapat diatasi petani sendiri.

Kelas S3, (Sesuai Marjinal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang

berat dan berpengaruh terhadap produktivitas, memerlukan tambahan

input yang lebih banyak dari Kelas S2, petani tidak mampu mengatasi

sendiri.

Lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan kedalam dua

kelas, yaitu:

Kelas N1, (Tidak Sesuai Saat Ini) : Lahan mempunyai faktor pembatas

yang sangat berat tetapi masih mungkin diatasi dengan biaya yang sangat

besar.

Kelas N2, (Tidak Sesuai Permanen) : Lahan mempunyai faktor pembatas

yang sangat berat atau sulit diatasi sehingga tidak mungkin digunakan

bagi suatu penggunaan secara lestari.

Subkelas : Menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus

dijalankan dalam masing- masing kelas. Kelas kesesuian lahan dibedakan

menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang

menjadi faktor pembatas terberat. Dalam satu subkelas dapat mempunyai

lebih dari satu faktor pembatas; untuk itu pembatas yang paling dominan

dituliskan paling depan. Kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan dapat

diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai dengan peranan faktor

pembatas.
Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam

pengelolaan didalam sub kelas. Satuan-satuan kesesuaian lahan berbeda

satu dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dan

pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari

pembatas-pembatasnya.

2.5.8 Persyaratan Penggunaan Lahan dan Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan (Land Use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 2000). Persyaratan penggunaan

lahan adalah sekelompok kualitas lahan yang diperlukan oleh suatu tipe

penggunaan lahan agar dapat berproduksi dengan baik (Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2003).

Persyaratan penggunaan lahan diperlukan untuk memudahkan dalam

pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas

lahan dan karakteristik lahan. Persyaratan karakteristik lahan masing- masing

komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai

dengan persyaratan tumbuh komoditas tersebut (Djaenudin dkk,2003).

2.6 Metode Penarikan Garis Batas (Boundary Line Methods)

Boundary line methods adalah metode penarikan batas, dimana garis

pembungkus diagram sebar menunjukan hubungan antara produksi dan kualitas

lahan. Garis tersebut membatasi data aktual lapang, sehingga sangat kecil

peluangnya akan ditemukan data di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas

ini menggambarkan batas yang dapat terjadi pada produksi optimum dengan
faktor- faktor pertumbuhan tertentu dan dapat digunakan untuk menetapkan

kualitas lahan yang sesuai untuk menetapkan produksi optimun. Diagram sebaran

hasil yang direncanakan untuk mengatasi faktor pertumbuhan tanaman umumnya

mencapai puncak pada tingkat optimum dari faktor pertumbuhan tertentu, dimana

garis pembatas memisahkan data dari situasi nyata dan tidak nyata. Penggambaran

seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosa kemungkinan perolehan

produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan

tertentu yang dapat ditentukan (Walworth. JL, Letzsch WS. dan Summer ME.

1986).

2.7 Metode Pembatasan Maksimum

Keseluruhan sifat fisik yang sesuai dari area lahan untuk tipe penggunaan

lahan diambil dari yang paling membatasi kualitas lahan, yaitu kualitas lahan yang

nilainya sangat buruk. Metode ini memiliki keuntungan yaitu sederhana. Hukum

Minimum (Law of the minimum) : Jika tingkat kualitas-kualitas lahan tergambar

menurut suatu standar satuan pengurangan hasil dan faktor- faktor hasil ini tidak

saling berhubungan, maka tepat dengan metoda ini akan diperoleh kelas yang

sesuai. Praktek FAO secara umum, S1 sesuai untuk 80-100% dari hasil yang

optimum, S2 pada 40-80%, dan S3/N pada 20-40%. Tetapi beberapa faktor fisik

tidak mempengaruhi hasil, mereka hanya membuat pengelolaan menjadi lebih

sulit. Kerugiannya adalah metoda ini tidak membedakan antara area lahan dengan

beberapa pembatasan dan hanya memiliki satu pembatasan, selama pembatasan

maksimum sama.
III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari tahun 2004 dilakukan

oleh BPOM dengan studi lapang di daerah Karang Anyar/Solo (Jawa Tengah),

Ngawi, Lamongan, Genteng/Banyuwangi (Jawa Timur), untuk studi lapang tahun

2005 yaitu studi lapang yang dilakukan di daerah Cicurug/Sukabumi, Indramayu,

dan Bogor, (Jawa Barat). Analisis bioaktif dan analisis tanah dilakukan di

Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya

Lahan serta di Laboratorium Biofarmaka IPB. Penelitian ini berlangsung dari

bulan September 2005 hingga April 2006.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Peta Topografi skala

1:25.000, dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan bioaktif. Peralatan yang

digunakan di lapang, yaitu: kuesioner, peralatan lapang (bor gelgi, cangkul,

karung, kantong plastik, karton, spidol, timbangan, cutter, pisau lapang, dan tali

raffia), serta peralatan laboratorium untuk analisis tanah (labu takar, tabung reaksi,

Erlenmeyer, labu Kjeldal, sentrifuse, timbangan, pipet volumetric, dan lain- lain),

dan software Excel pada computer.

3.3 Metodologi Penelitian

Kegiatan dimulai dengan identifikasi dan pengumpulan data agrobiofisik

baik primer dan skunder yang berkaitan dengan lokasi penelitian dan tanaman jati

belanda. Tanaman jati belanda diamati data biofisik dan biokimia di lapangan dan
dilanjutkan dengan analisis laboratorium. Data tersebut kemudian dievaluasi dan

ditentukan klasifikasi kesesuaian lahannya untuk pengembangan komoditas jati

belanda (salah satu tumbuhan obat unggulan). Metode pelaksanaan penelitian

meliputi : persiapan, pengambilan contoh tanah dan tanaman, analisis tanah di

laboratorium, perumusan model kelas kesesuaian lahan.

3.3.1 Persiapan

Proses pengumpulan data-data agrobiofisik tanaman jati belanda seperti

habitat alami, rekayasa budidaya, serta data-data sekunder untuk wilayah meliputi

sifat agrobiofisik, potensi daerah lainnya dari berbagai lembaga terkait.

Mempersiapkan bahan dan alat yang akan dibawa ke lapang.

3.3.2 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh tanah dan tanaman serta pengukuran di lapangan

dilakukan sebagai berikut:

§ Daun jati belanda diambil 1/3-1/8 bagian dari jumlah keseluruhan pada setiap

lokasi contoh.

§ Daun jati belanda yang sudah diambil ditimbang bobotnya untuk mengukur

produksi per pohon dikonversi dengan mengalikan bagian tanaman yang

diambil.

§ Contoh daun jati belanda diambil untuk dianalisa bahan aktifnya dan dicatat

umurnya.

§ Contoh tanah diambil secara komposit.

§ Karakteristik lahan pada setiap lokasi pengambilan contoh dicatat, yaitu :

lereng, kedalaman solum, % batuan permukaan, drainase dan sifat morfologi

lainnya
3.3.3 Analisis Tanah dan Bahan Aktif di Laboratorium

Analis tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-

sifat yang diamati, adalah : pH (Metode pH meter 1:1), C-Organik (Metode

Walkley and Black), KTK Tanah (Metode NH4 OAC pH 7.0), N-Total (Metode

Kjeldhal), P tersedia (Metode Bray 1) K-dd (Metode NH4OAC pH 7.0), Al-dd

(Metode Titrasi), Tekstur (pasir, debu, liat). Bahan aktif yang ditetapkan adalah

kadar air, kadar sari larut air, dan kuersetin.

3.3.4 Analisis Data untuk Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan

3.3.4.1 Peneraan Umur untuk Produksi Daun dan Biomas Kuersetin

Umur tanaman tidak sama sedangkan produksi sebagai fungsi dengan

umur, dimana produksi yang satu dengan yang lainnya akan diperbandingkan

yaitu sebaga i dependent variabel, maka produksi perlu ditera oleh umur tanaman.

Metode peneraan dipakai sebagai berikut :

Y = f (t)

Y= Produksi dugaan berdasarkan umur

t = Umur (tahun atau bulan)

Yteraan = Ÿ + (Yi – Yi)

Yteraan = Produksi teraan

Yi = Produksi aktual pada umur ke- i

Ÿ =Rataan umum

Yi = Produksi dugaan pada umur ke- i.


3.3.4.2 Model Penarikan Batas Kriteria Kesesuaian Lahan

Data yang sudah diperoleh selanjutnya dianalisis untuk menentukan batas

kriteria kelas kesesuaian lahan. Kelas Kesesuaian lahan akan disusun dari

berbagai karakteristik lahan yang diamati di lapang. Sebaran data ini dikaitkan

dengan produksi biomassa dan produksi bioaktif yang sudah dianalisis.

Pembuatan model kesesuaian lahan diterapkan terhadap kedua produksi tersebut.

Dengan demikian, hasil yang diperoleh terdiri dari dua kriteria, pertama

berdasarkan produksi biomassa dan kedua berdasarkan produksi bahan aktif.

Namun, kriteria dengan kualitas lahan terbaik yang akan dipilih agar dapat

memenuhi keduanya, baik produksi maupun kualitas tanaman

Metode penarikan batas berdasarkan titik hadang garis sekat produksi

dengan garis batas (boundary line):

a) Diagram sebar hubungan antara produksi teraan dan karakteristik lahan

dibungkus oleh garis batas dimana garis tersebut membatasi data aktual di

lapang, sehingga sangat kecil peluangnya akan ditemukan data di luar garis

tersebut.

b) Garis tersebut ada kaitannya dengan peningkatan atau penurunan produksi

sesuai kualitas atau karakteristik lahan yang sedang dinilai.

c) Batas penurunan produksi dari produksi maksimum untuk Kelas S1 adalah

85%, Kelas S2 sampai 60%, dan S3 adalah 30 %, dimana 30 % merupakan

batas BEP produksi, sehingga produksi dibawah 30 % dari maksimum data

sudah tidak menguntungkan.

d) Perpotongan garis antara garis batas dan tingkat produksi yang diharapkan

merupakan batas kriteria penilaian kualitas lahan.


3.4 Analisis Usahatani

Analisis usahatani dihitung berdasarkan pekiraan analisis budidaya

tanaman jati belanda seluas 1 hektar. Perkiraan ini digunakan untuk menentukan

titik impas atau BEP (Break Event Point) produksi tanaman jati belanda sehingga

akan didapatkan batas bawah produksi pada Kelas S3.


IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan studi lapang yang dilakukan di

daerah Karang Anyar/Solo (Jawa Tengah), Ngawi, Lamongan,

Genteng/Banyuwangi (Jawa Timur), di daerah Cicurug/Sukabumi, Indramayu,

dan Bogor, (Jawa Barat).

Lokasi penelitian di Jawa Tengah dan Jawa Timur mewakili daerah

dengan iklim kering, karena secara umum daerah ini berada pada Zona

Agroklimat IIA dan IIB. IIA adalah iklim kering yang memiliki curah hujan

1000-2000 mm/tahun dengan pola simple wave, sedangkan IIB memiliki pola

berfluktuasi (multiple).

Lokasi penelitian di Jawa Barat mewakili daerah beriklim basah, terlihat

dari zona iklim untuk daerah tersebut, adalah: IIIA, IIIB, IVB, VB dan VIB. Pola

iklim yang berada di Zona Agroklimat lebih dari tiga (III) memiliki curah hujan >

2000 mm/tahun.

4.2 Karakteristik Lahan Lokasi Sampel

Contoh penelitian diambil dari lokasi yang mempunyai karakteritik lahan

dengan kondisi terain daerah penelitian meliputi dataran rendah sampai dataran

tinggi. Daerah Jawa Barat cenderung mewakili dataran tinggi, sedangkan daerah

Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih beragam.

Jenis tanah yang ditemukan di daerah Jawa Barat adalah Latosol dan

Podsolik, hal ini menunjukkan bahan induk daerah ini bersifat masam ataupun

intermedier (volkan, tuf volkan intermedier, batu liat dan endapan liat). Daerah
Jawa Barat beriklim basah dengan pelapukan intensif menyebabkan terbentuk

tanah masam. di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah Latosol, Grumusol,

dan Mediteran lebih menunjukkan bahan induk untuk daerah ini adalah basa dan

intermedier seperti tuf volkan intermedier dan campuran batu liat dan napal.

Sampel tanah pada penelitian ini diambil di daerah dengan lerang yang

kemiringannya 0 % - 45 %, kedalaman efektif antara 30 cm – 300 cm, batuan

permukaan antara 0 % - 40 %, drainase buruk sampai baik, pH antara 5-8,

kandungan C-organik antara 0.17 % - 3.97 %, kandungan N-Total antara 0.05 % -

0.37 %, dan kandungan P-Tersedia antara 3.00 ppm - 48.10 ppm, dan kandungan

K-dapat ditukar antara 0.21 % - 2.41 %.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hubungan antara Produksi dan Umur Contoh Tanaman

Adanya keragaman antara umur contoh tanaman dan produksi, sedangkan

produksi sebagai fungsi dengan umur, dimana produksi yang satu dengan yang

lainnya akan diperbandingkan yaitu sebagai dependent variabel, maka produksi

perlu ditera ole h umur tanaman. Hubungan antara produksi dan umur tanaman

digambarkan pada diagram sebar yang tertera pada Gambar 1.

45
40 y = 2.4871Ln(x) + 1.4025
y = -2.9679Ln(x) + 23.567
40 R2 = 0.0102
35
Produksi Bahan Aktif (g/pohon)
Produksi daun (kg/pohon)

R2 = 0.0126 35
30
30
25
25
20
20
15 15
10 10

5 5

0 0
0 50 100 150 200 0 50 100 150 200
Umur (bulan) Umur (bulan)

Gambar.1 Hubungan antara Umur Contoh Tanaman dan Produksi Daun


dan Produksi Bahan Aktif
Walaupun koefisien determinan R2 sangat kecil namun cenderung

produksi daun dipengaruhi oleh umur. Dengan menggunakan persamaan y = -

2.9679 Ln(x) + 23.567 pada produksi, maka akan didapatkan produksi tera

berdasarkan rumus:

Yti = 19.19 + (Yi – (- 2.9679 Ln(x)+23.567)


Yti = Produksi teraan ke- i
Yi = Produksi aktual pada umur ke- i
x = Umur (bulan)
Begitu juga untuk produksi bahan aktif tera, dengan menggunakan persamaan y =

2.4871 Ln(x)+1.4025, maka didapat persamaan Yti = 11.34 + (Yi – 2.4871

Ln(x)+1.4025).

5.2 Analisis Usahatani

Menurut Sulaksana dan Jayusman (2005) bahwa analisis usahatani

tanaman jati belanda dihitung selama 5 tahun dengan luas 1 hektar agar

mendapatkan titik impas atau Break Event Point. Ini berarti pada produksi

tersebut usaha budidaya tanaman jati belanda tidak mengalami keuntungan

maupun kerugian. Kondisi ini merupakan batas bawah produksi dari kelas

kesesuian lahan Sesuai Marjinal (S3). Asumsi yang digunakan dalam usaha

analisis jati belanda sebagai berikut:

• Luas lahan yang dibutuhkan adalah 1 ha


• Jarak tanam ant ar tanaman 3 m x 3 m
• Total tanaman yang dibudidayakan adalah 10.000/9 m2 = 1111 pohon.
• Kebutuhan bibit sebanyak 1111 bibit jati belanda dengan harga beli
500,00/bibit.
• Hari kerja pria (HKP) sebanyak 7 jam/hari dengan upah Rp
20.000,00/hari.
• Hari kerja wanita (HKW) sebanyak 6 jam/hari dengan upah Rp
15.000,00/hari.
• Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali pada tahun pertama dan dua
kali pemupukan perawatan pada tahun-tahun berikutnya .
• Harga jual daun hasil panen adalah Rp 2.000,00/kg.

1.Biaya Produksi
a. Biaya Tetap
1) Sewa Lahan 1 ha Rp 2.000.000/tahun x 20 tahun Rp 40.000.000,00
2) Pompa air Rp 1.500.000,00
3) Selang air plastic Rp 200.000,00
4) Keranjang bambu untuk panen Rp20.000/unit x 5 Rp 100.000,00
5) Penyusutan 12 % / tahun Rp 216.000,00
6) Biaya pemeliharaan 3% /tahun Rp 54.000,00
Total Biaya Tetap Rp 42.070.000,00
b.Biaya Tidak Tetap
1) Bibit 1111 pohon @ Rp 1000,00 Rp 5.555.000,00
2) Tenaga kerja pada tahun ke-1
§ Pengolahan tanah 15 orang @ Rp 20.000,00 x 3 kali Rp
900.000,00
§ Penanaman 15 orang @ Rp20.000,00 x 1 kali Rp 300.000,00
§ Pemupukan10 orang @ Rp 15.000,00 x 3 kali Rp 450.000,00
§ Penyiangan 10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyemprotan pestisida alami 2 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali
Rp 60.000,00
§ Pupuk kandang 30 ton @ 200.000,00 Rp 6.000.000,00
§ Kapur 5 ton @ Rp500,00/kg Rp 2.500.000,00
§ Pestisida alami 8 liter @ Rp 10.000,00 x 2 Rp 160.000,00
Total Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-1 Rp 16.225.000,00

3) Tenaga Kerja pada tahun ke-2 sampai tahun ke-4.


§ Pemupukan10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyiangan 10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyemprotan pestisida alami 2 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali
Rp 60.000,00
§ Pupuk kandang 10 ton x 2 @ 200.000,00 Rp 4.000.000,00
§ Pestisida alami 10 liter @ Rp 10.000,00 x 2 Rp 200.000,00
Total Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-2 Rp 4.860.000,00

Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-2 sampai tahun Ke-4 sebesar 4.860.000,00 x 3
= 14.580.000,00.

4) Tenaga kerja tahun ke-5


§ Pemupukan10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyiangan 10 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali Rp 300.000,00
§ Penyemprotan pestisida alami 2 orang @ Rp 15.000,00 x 2 kali
Rp 60.000,00
§ Pemanenan15 orang @ Rp 15.000,00 x1 kali Rp 225.000,00
§ Pengeringan 3 orang @ Rp 15.000,00 x 1 kali Rp 45.000,00
§ Pengemasan 6 orang @ Rp 15.000,00 x 1 kali Rp 90.000,00
§ Pupuk kandang 10 ton x 2 @ 200.000,00 Rp 4.000.000,00
§ Pestisida alami 8 liter @ Rp 10.000,00 Rp 80.000,00
Total Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-5 Rp 5.100.000,00

Total Biaya Produksi untuk 5 tahun


§ Biaya Tetap dengan bunga bank 20% Rp 42.070.000 x (1,2)5
Rp 104.682.622,00
§ Biaya Tahun Ke-1 Rp 16.225.000,00
§ Biaya Tahun Ke-1 sampai 4 Rp 14.580.000,00
§ Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-5 Rp 5.100.000,00
Total Biaya Tidak Tetap Tahun Ke-5 Rp 140.587.122,00
a. Titik Impas (BEP)

Total Biaya Produksi


BEP Produksi =
Harga Jual

Rp 140.587.122,00
=
Rp 1.500,00

= 93.724,7 kg

93.724,7 kg
Panen tahun ke- 2-5 =
3

= 31.241,58 kg/ha/tahun

31.241,58 kg/ha/tahun,
Produksi =
1111 pohon/ ha

= 28,12 kg/pohon/tahun

28.12 kg/pohon/tahun
Produksi 1 kali panen = = 9.37 kg/pohon
3

BEP Produksi = 9.37 kg/pohon.

Untuk menentukan kualitas lahan yang dipersyaratkan untuk kesesuaian


lahan, maka sekat produksi untuk Kelas S1 (sangat sesuai) adalah = 85% dari
produksi maksimum yaitu 31.42 kg/pohon, atau produksi menurun sebanyak 15%
untuk batas tertinggi bagi S2 (kelas cukup sesuai), dan sekat produksi untuk S3
(kelas agak sesuai/sesuai marginal) adalah = 25% dari produksi maksimum yaitu
9.37 kg/pohon.

Tabel .1 Sekat Produksi untuk Batas Kelas Kesesuaian Lahan


Kelas Kesesuaian Produksi Optimum
Lahan Kg/pohon Persentase (%)
Sangat
S1 31.42 85
Sesuai
Cukup
S2 22.18 60
Sesuai
Sesuai
S3 9.37 25
Marjinal
5.3 Pengembangan Model Kesesuaian Lahan
Kualitas lahan yang akan dinilai dalam model kesesuaian lahan, yaitu:

♦ Zona perakaran, meliputi : drainase, tekstur, dan solum.

♦ Retensi hara, meliputi : KTK, pH tanah dan C-Organik.

♦ Toxisitas, meliputi : Kejenuhan Al, akan tetapi data yang digunakan

menunjukkan Al tidak terukur, sehingga Al tidak digunakan.

♦ Ketersediaan hara, meliputi : P2 O5 , N-Total dan K2 O.

♦ Kondisi terain, meliputi : Lereng dan batuan permukaan.

Model ini dikembangkan dari kerangka berfikirnya Walworth dkk (1986)

yang menjelaskan bahwa para peneliti/ ahli tanah Amerika telah mencoba selama

bertahun-tahun untuk mengidentifikasi dan mengukur faktor- faktor yang

berhubungan dengan produksi tanaman. Mereka memiliki alasan jika suatu

hubungan yang unik antara faktor tumbuh tunggal dengan hasil panen atau

kualitasnya dapat ditentukan, maka dengan faktor yang optimal akan

mendapatkan produksi tanaman yang jauh lebih baik. Akan tetapi, kebanyakan

hubungan dengan penetapan nilai kritis untuk tujuan diagnosa seringkali berada

pada kondisi-kondisi yang tidak berbeda yaitu hanya satu faktor tumbuh yang

divariasikan sedangkan faktor lainnya sama. Oleh karena itu, penetapan dengan

nilai kritis tidak bersifat universal untuk diterapkan.

Upaya untuk mengatasi masalah tersebut digunakan persentase hasil

(produksi relatif), karena kombinasi hasil dari tanah yang berbeda atau tempat

yang berbeda lebih menunjukkan kompleksnya hubungan antara faktor tumbuh

tanaman dengan lingkungan. Jika satu satuan tentang berbagai variasi faktor

pertumbuhan yang dapat diatur pada banyak tempat, maka kumpulan data yang
ditemukan dari pengamatan bervariasi dapat dihasilkan. Diagram sebaran hasil

yang direncanakan untuk mengatasi faktor pertumbuhan tanaman untuk data

seperti itu pada umumnya mencapai puncak pada tingkat optimum dari faktor

tumbuhan tertentu. Hal tersebut harus cocok dengan garis yang membatasinya,

dengan begitu dapat memisahkan data dari situasi nyata (yang mungkin diperoleh)

dan tidak nyata (tidak mungkin diperoleh).

Garis Batas (Boundary Line) ini yang kemudia n membatasi suatu kasus.

Penggambaran seperti ini akan sangat bermanfaat dalam mendiagnosa

kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun

dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat ditentukan. Itu merupakan suatu hal

yang sederhana untuk menempatkan puncak dari garis tersebut, dimana sesuai

dengan tingkatan optimal dari faktor tumbuh yang sedang dinilai.

Pada hubungan produksi daun dan kualitas lahan maupun hubungan antara

produksi biomassa kuersetin dan kualitas lahan menunjukkan adanya keterkaitan

yang bersifat sangat nyata (**), nyata (*) dan tidak nyata. Penentuan keterkaitan

ini didasarkan pada jumlah nyata (N) pada masing- masing hubungan dan tabel

nilai- nilai nyata r dan R dalam steel dari Torie (1991) dengan satu peubah bebas,

dimana nilai R2 tergantung dari banyaknya N.

5.4 Penetapan Kelas Kesesuaian Lahan


Dalam menetapkan Kelas Kesesuaian Lahan untuk tanaman Jati Belanda,

diambil kriteria hubungan yang paling baik dari produksi terrain dan produksi

bahan aktif (kuersetin) dengan Zona Perakaran, Retensi Hara, Ketersediaan Hara

dan Kondisi Terrain, yaitu kriteria yang dapat memenuhi kebutuhan minimal dari

salah satu produksi.


5.4.1 Hubungan antara Produksi dan Zone Perakaran

Hubungan antara produksi dan zone perakaran seperti: kelas drainase,

ketebalan solum dan kelas tekstur tertera pada Gambar 2, Gambar 3 dan

Gambar 4. Berdasarkan hubungan antara produksi dengan drainase, didapat

persamaan untuk produksi tera y = 7.4421 e0.3678x dan persamaan produksi bahan

aktif tera y = 2.3294 e0.7755x sedangkan sekat produksi daun ataupun kuersetin

untuk S1-S2 = 85 %, S2-S3 = 60 %, S3-N = 25 %.

Perhitungan mendapatkan sekat produksi daun (x) untuk drainase dengan

memasukan nilai y (produksi) yang telah diketahui kedalam persamaan y =

7.4421 e0.3678x , dimana y untuk S1-S2 = 31.42 kg/pohon, S2-S3 = 22.18 kg/pohon,

dan S3-N = 9.37 kg/pohon, sedangkan untuk mendapatkan sekat produksi bahan

aktif tera dengan menggunakan persamaan y = 2.3294 e0.7755x.

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk drainase adalah sedang, sekat batas S2 dan S3 adalah buruk dan batas S3

dengan N adalah terhambat. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera

(kuersetin) S1 dan S2 untuk drainase adalah sedang, S2 dan S3 adalah buruk dan

S3 dengan N adalah terhambat.

Hubungan antara produksi dan ketebalan solum, didapat persamaan

produksi tera y = 10.769 e–0.0083x dan produksi bahan aktif tera y = 5.5872 e-0.0178x ,

sehingga dengan cara yang sama seperti untuk mendapatkan kriteria drainase,

maka didapat sekat batas produksi teraan S1dan S2 untuk kedalaman efektif atau

solum adalah 120 cm, S2 dan S3 adalah 90 cm, S3 dan N adalah 20 cm.

Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera (kuersetin) S1 dan S2 adalah 103

cm, S2 dan S3 adalah 83 cm, S3 dan N adalah 34 cm.


Untuk hubungan antara produksi dengan tekstur, pada pasir di dapat

persamaan produksi tera y-Left = 4.0296 e0.1534x dan y-right = 1012.2 e0.0698x ,

sedangkan persamaan produksi bahan aktif tera y = 0.0272 x2.7261 , pada debu

persamaan produksi tera y = 52.401 Ln(x)-137.61 sedangkan persamaan produksi

bahan aktif teranya y- left = 81.358 Ln(x)-238.47 dan Y-right = -62.388

Ln(x)+248.78. Pada liat persamaan produksi tera y- left = 23.7 Ln(x)-52.406 dan

Y-right = -146.29 Ln(x)+628.34 sedangkan persamaan produksi bahan aktif

teranya y- left = 0.9318 x0.9226 dan Y-right = -144.31 Ln(x)+619.02.

Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera

untuk drainase sekat batas Kelas S1 dan S2 adalah sedang, Kelas S2 dan S3

adalah buruk dan Kelas S3 dengan N adalah terhambat, sedangkan sekat batas

untuk ketebalan solum (kedalaman efektif) Kelas S1 dan S2 adalah 103 cm, Kelas

S2 dan S3 adalah 83 cm, Kelas S3 dan N adalah 34 cm. Dan sekat batas untuk

tekstur adalah Kelas S1 dan S2 dengan tekstur lempung liat berpasir, liat berpasir,

lempung, lempung berliat dan lempung berpasir, Kelas S2 dan S3 dengan tekstur

liat, liat berdebu dan lempung berdebu, Kelas S3 dan N dengan tekstur lempung

liat berdebu, dan debu.


y = 17.029Ln(x) + 19.225 45 y = 11.613x
1.1868
40
2
R = 0.5803

Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon)


40 2
35 R = 0.4786
35
Produksi Tera (Kg/Ha)

30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5 5

0 0
0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 4 5
Drainase Drainase

Gambar.2 Hubungan Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif Tera


dengan drainase

y = 10.769e -0.0083x 40
y = 5.5872e -0.0178x 50
R2 = 0.8932 R2 = 0.8487
Produksi Bahan aktif Tera (g/pohon)

35
45
Produksi Tera (Kg/Ha)

30 40

25 35

30
20
25
15 20

10 15

10
5
5
0
0
-400 -300 -200 -100 0
-400 -300 -200 -100 0
Solum (cm) Solum (cm)

Gambar.3 Hubungan Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif Tera

dengan Kedalaman Efektif (Solum)


50 y = 4.0296e 0.1534x y = 1012.2e -0.0698x 60 y = 0.0272x2.7261
45 2 2
R = 0.8787 R =1

Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon)


R2 = 0.9479
Produksi Teraan (Kg/Ha)
40 50

35
40
30

25
30
20

15 20

10
10
5

0
0
0 20 40 60
0 20 40 60
Pasir (%) Pasir (%)

y left = 23.7Ln(x) - 52.406 y Left = 0.9318x0.9226


45
2
R = 0.6224 R2 = 0.9759
45 y right = -146.29Ln(x) + 628.34 Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon) 40 y Right = -144.3Ln(x) + 619.02
2
40 R = 0.7627 R2 = 0.8239
Produksi Teraan (Kg/Ha)

35
35
30
30
25
25
20
20
15 15

10 10

5 5
0 0
0 20 40 60 80 0 20 40 60 80
Liat (%) Liat (%)

Gambar.4 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif

Tera dengan Tekstur

5.4.2 Hubungan antara Produksi dan Retensi Hara


Hubungan antara Produksi tanaman Jati Belanda dan retensi hara seperti : C-

organik, pH H2 O, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) ditunjukkan Gambar 5,

Gambar 6 dan Gambar 7. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan

pada penetapan kriteria zona perakaran, maka didapatkan persamaan produksi tera

untuk c-organik y = 28.893 Ln(x)+25.08 dan produksi bahan aktif tera y = 20.484

x2.2227 .
Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk C-organik adalah 1.25 %, S2 dan S3 adalah 0.9 %, dan S3 dengan N adalah

0.6 %. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 1.3%,

S2 dan S3 adalah 1.1 %, S3 dan N adalah 0.7 %. Pada pH, persamaan yang

diperoleh untuk produksi tera y-left = 89.445 Ln(x)-139.95 dan y-right = -625.61

Ln(x)+1352.5,sedangkan produksi bahan aktif tera y- left = 106.75 Ln(x)-170.94

dan y-right = 4E+07 x-7.7318 .

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk pH adalah 6.8 atau 7.6, S2 dan S3 pada 6.1 atau 7.7, dan S3 dengan N 5.3

atau 7.8. Sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 pada pH 6.9 atau

6.1, S2 dan S3 pada 6.2 atau 6.3, S3 dan N adalah 5.5 atau 7.1.Sedangkan

persamaan produksi tera untuk KTK y = 29.11 Ln(x)-59.304 dan produksi bahan

aktif tera y = 52.715 Ln(x)-137.74.

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk KTK adalah 23 me/100g, S2 dan S3 adalah 16 me/100g, S3 dan N adalah

11me/100g, sedangkan sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 26

me/100g, S2 dan S3 adalah 22 me/100g, dan S3 dengan N adalah 17 me/100g.

Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera

untuk C-organik sekat batas S1 dan S2 adalah 1.3 %, S2 dan S3 adalah 1.1 %, S3

dan N adalah 0.7 %, Sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk pH adalah 6.8 atau

7.6, S2 dan S3 pada 6.1 atau 7.7, S3 dan N adalah 5.3 atau 7.8. Dan Sekat batas

produksi tera S1 dan S2 untuk KTK adalah 26 me/100g, S2 dan S3 adalah 22

me/100g, dan S3 dengan N adalah 17 me/100g.


y = 28.939Ln(x) + 25.08
2
45 y = 20.484x2.2227
40 R = 0.7737

Produksi Bahan aktif Tera (kg/pohon)


40 R2 = 0.8834
35
35
Produksi tera (Kg/Ha)

30
30

25 25

20 20

15 15

10 10

5 5

0 0

0 2 4 6 8 0 1 2 3 4 5
C-Organik (%) C-Organik (%)

Gambar.5 Hubungan antara Produksi teraan dan Produksi Bahan Aktif


Tera dengan C-Organik

y right = -652,61Ln(x) + 1352,5 y Left = 106.75Ln(x) - 170.94


45
2
R = 0,9306 50
R2 = 0.9337 y right = 4E+07x -7.7318
R2 = 0.9789
Produksi Bahan aktif Tera (kg/pohon)

40
y left = 89,445Ln(x) - 139,95 45
2
Produksi Teraan (Kg/Ha)

R = 0,9317 40
35
35
30
30
25
25
20
20
15
15
10
10
5
5
0 0
4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
pH pH

Gambar.6 Hubungan antara Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif

Tera dengan pH
y = 29,11Ln(x) - 59,304 45 y = 52.715Ln(x) - 137.74
40 2
R2 = 0.732

Produksi Bahan Aktif Tera (Kg/Pohon)


R = 0,9912 40
35
35
Produksi Teraan (Kg/Ha)

30 30

25 25

20 20

15 15

10 10

5 5

0 0
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
KTK (me/ 100g) KTK (me/ 100g)

Gambar.7 Hubungan antara Produksi Teran dengan Produksi Bahan Aktif

Tera dengan KTK

5.4.3 Hubungan antara Produksi dengan Ketersediaan Hara


Hubungan antara produksi Jati belanda dengan ketersediaan hara, yaitu: N-

total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar (K-dd) ditunjukkan Gambar 8, Gambar 9,

dan Gambar 10. Dengan metode yang sama seperti yang diterapkan pada

penetapan kriteria zona perakaran, maka didapat persamaan produksi tera untuk

N-total y = 0.611e38.784x dan produksi bahan aktif tera y = 0.1272 e58.304x.

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk N-total adalah 0.094 %, S2 dan S3 adalah 0.088 %, S3 dan N adalah 0.073

%, sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 0.10 %, S2 dan

S3 adalah 0.09 %, S3 dan N adalah 0.07 %.Untuk P-tersedia, persamaan produksi

tera y = 119.89 Ln(x)-179.09 dan produksi bahan aktif tera y = 14984 e-1.8722x .

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk P-tersedia adalah 6 ppm, S2 dan S3 adalah 5 ppm, S3 dan N adalah 4 ppm,

sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 3 ppm, S2 dan S3
adalah 4 ppm, S3 dan N >4 ppm. Dan persamaan produksi tera K-dapat ditukar y

= 21.305 Ln(x)+36.139, sedangkan produksi bahan aktif tera y = 33.745

Ln(x)+49.676. Hasil proyeksi perpotongan garis sekat produksi dengan garis

batas, maka didapat sekat batas produksi tera S1 dengan S2 untuk K-dapat ditukar

adalah 0.80 %, S2 dan S3 adalah 0.52 %, S3 dan N adalah 0.28 %, sedangkan

sekat batas produksi bahan aktif tera S1 dan S2 adalah 0.64 %, S2 dan S3 adalah

0.48 %, S3 dan N adalah 0.31 %.

Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera

untuk N-total sekat batas S1 dan S2 adalah 0.10%, S2 dan S3 adalah 0.09 %, S3

dan N adalah 0.07 %. Sekat batas produksi tera S1 dan S2 untuk P-Tersedia

adalah 6 ppm, S2 dan S3 5 ppm, S3 dan N adalah 4 ppm, S1 dengan S2 untuk K-

dapat ditukar adalah 0.80 %, S2 dan S3 adalah 0.52 %, S3 dan N adalah 0.28 %.

y = 0.1272e 58.304x 45 y = 0.611e


38.784x
Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon)

50
R2 = 0.9029 40
2
R = 0.8825
45
35
Produksi Tera (Kg/Ha)

40
35 30

30 25

25
20
20
15
15
10 10

5 5

0 0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0 0.1 0.2 0.3 0.4
N-Total (%) N-Total (%)

Gambar.8 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan N-Total
40 45
y = 119.89Ln(x) - 179.09 y = 14984e -1.8722x

Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon)


35 2 40
R = 0.724 R2 = 0.9313
35
Produksi Teraan (Kg/Ha)
30
30
25
25
20
20
15
15

10 10

5 5

0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
P2 O 5 (ppm) P2O5 (ppm)

Gambar.9 Hubungan antara Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif


Tera dengan P-Tersedia

y = 21.305Ln(x) + 36.139 45 y = 33.745Ln(x) + 49.676


45 2
Produksi Bahan Aktif Tera (g/Pohon)

2
R = 0.9941 40 R = 0.6904
40
35
Produiksi Tera (Kg/Ha)

35
30
30
25
25
20
20

15 15

10 10

5 5

0 0
0 1 2 3 0 1 2 3
K2 O (me/ 100g) K2 O(me/ 100g)

Gambar.10 Hubungan antara Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif


Tera dengan K-dapat ditukar

5.4.4 Hubungan antara Produksi dan Kondisi Terrain

Hubungan produksi Jati belanda dengan kondisi terrain, yaitu: lereng dan

batuan permukaan ditunjukkan Gambar.11 dan Gambar 12. Dengan cara yang

sama seperti yang diterapkan pada penetapan kriteria zona perakaran, maka
didapat persamaan produksi tera untuk lereng y = 74.904 e-0.0806x dan produksi

bahan aktif y = 68.45 e-0.0615x .

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk lereng adalah 11 %, S2 dan S3 adalah 15 %, S3 dan N 26 %, sedangkan

sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 11 %, S2 dan S3 adalah 17 %,

S3 dan N 31 %. Dan persamaan produksi tera untuk batuan permukaan y = 40.281

e-0.0297x dan produksi bahan aktif tera y = 47.574 e-0.0373x.

Hasil dari perhitungan mendapatkan sekat batas produksi tera S1 dan S2

untuk batuan permukaan adalah 8 %, S2 dan S3 adalah 20 %, S3 dan N adalah 50

%, sedangkan sekat batas produksi bahan aktif S1 dan S2 adalah 8 %, S2 dan S3

adalah 18 %, S3 dan N adalah 42 %.

Kriteria yang dihasilkan dari produksi tera dan produksi bahan aktif tera

untuk lereng adalah 11 %, S2 dan S3 adalah 15 %, S3 dan N 26 %, sedangkan

sekat batas batuan permukaan untuk S1 dan S2 adalah 8 %, S2 dan S3 adalah 18

%, dan S3 dengan N adalah 42 %.

y = 74.904e -0.0806x 60 y = 68.45e


-0.0615x
Produksi Bahan Aktif Tera (g/pohon)

60
R2 = 0.7563 2
R = 0.8019
50
50
Produksi Tera (Kg/Ha)

40
40

30
30

20
20

10 10

0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Lereng (%) Lereng (%)

Gambar.11 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan Lereng
50 y = 47.574e -0.0373x 45
y = 40.281e -0.0297x
40
45
R2 = 0.949 R2 = 0.9217
Produksi Bahan aktif (kg/pohon)

40 35

Produksi Tera (Kg/Ha)


35 30
30
25
25
20
20
15
15
10
10

5 5

0 0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Batuan Permukaan (%) Batuan Permukaan (%)

Gambar.12 Hubungan antara Produksi Tera dan Produksi Bahan Aktif Tera
dengan Batuan Permukaan

5.4.5 Hubungan antara produksi dan Toksisitas


Sebaran data untuk toksisitas masih kurang, sehingga tidak dapat ditarik
garis proyeksi antara produksi dengan toksisitas. Hal ini ditunjukan Gambar.
13.

45

40 Sebaran data tidak dapat 40 Sebaran data tidak


Produksi Bahan Aktif Tera (g/pohon)

dibuat batas
dapat dibuat batas
35 35
Produksi Tera(Kg/Ha)

30 30

25 25

20 20

15 15

10 10

5
5

0
0
0 1 2
0 0.5 1 1.5 2
Al Al

Gambar.13 Hubungan antara Produksi Teraan dan Produksi Bahan Aktif


Tera dengan Toksisitas
5.5 Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Jati Belanda

Kriteria Kesesuaian Lahan untuk tanaman Jati Belanda diambil

berdasarkan persyaratan tumbuh dan studi lapang dari produksi daun dan produksi

kuersetin .

Tabel.2 Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Belanda

Kelas Kesesuaian Lahan


Kualitas Lahan
Sangat Sesuai Cukup Sesuai Sesuai Marjinal Tidak Sesuai
(S1) (S2) (S3) (N)

M edia Perakaran (r)


- Drainase Tanah Sedang Agak Buruk Buruk Terhambat
- Tekstur
SCL,SC,L,CL,SL SiC,SiL SiCL Si
- Ketebalan Solum (cm)
>103 80-103 34-80 <34
Retensi Hara
- KTK (me/100g) >26 22-26 <22 td
- pH 6.8-7.6 6.1-6.8 <6.1 td
7.6-7.7 >7.7 td

- C-Organik (%) >1.3 1.1-1.3 <1.1 td

Hara Tersedia ( n)
- N-Total (%) 0.10-0.20 0.09-0.10 <0.09 td
- P2O5 (ppm) >6 5-6 <5 td
- K-dd (me/100g) >0.80 0.52-0.80 <0.52 td

Kondisi Terrain (m)


- Lereng (%) <11 11-15 15-26 >26
- Batuan Permukaan (%) <8 8-18 18-42 >42

Keterangan:

C = Clay; L = Loam; S = pasir (Sand); Si = debu (Silt), SL = lempung berpasir (Sandy loam);
pasir berlempung (Loamy Sand); SC = liat berpasir (Sandy Clay); SCL = Lempung Liat
Berpasir; SiCL = Lempung Liat Berdebu; CL = Lempung Berliat; SiC = Liat Berdebu; SiL =
Lempung berdebu.
5.6 Validasi Sampel Bogor Berdasarkan Kriteria Kesesuaian Lahan
Untuk Produksi Jati Belanda

Setelah ditetapkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman jati belanda

berdasarkan data Karanganyar, Lamongan, Ngawi, Banyuwangi, Indramayu,

Sukabumi dan Bogor maka dicoba untuk divalidasikan dengan sampel jati belanda

Bogor.

Tabel. 3 Data Produksi Sampel Bogor

Produksi Batuan
Kode Lereng Solum
Desa Dusun daun Permukaan Tekstur
Sampel (%) (cm)
(kg/pohon) (%)

Lempung
BG1/JB/1 Biofarmaka * 12.5 3-5 >100 0-1
liat

Lempung
BG2/JB/2 Balitro * 14 0-3 >100 1 Liat
Berpasir

Kode C-Organik K-dd N-Total P-Tersedia KTK


Drainase pH
Sampel (%) (me/100g) (%) (ppm) (me/100g)

BG1/JB/1 Baik 4.2 1.83 0.120014 0.13 9.04 12.97

BG2/JB/2 Baik 5.0 2.0 0.120014 0.16 7.29 13.55

Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3, dapat dilihat tanaman jati belanda

dengan kode BG1/JB/1 dan BG2/JB/2 memiliki faktor pembatas berupa KTK,

sehingga sampel ini masuk kedalam kategori S3f. Kelas kesesuaian lahan aktual

termasuk kelas S3f.

Penentuan kelas kesesuaian lahan dari produksi daun jati belanda

berdasarkan pada Tabel 1 dan Tabel 3, menunjukkan pada sampel BG1/JB/1 dan
BG2/JB/2 memiliki produksi sebesar 12.5 kg/pohon dan 14 kg/pohon berada

diatas sekat batas produksi S3 dan N sebesar 9.37 kg/pohon, sehingga sampel

BG1/JB/1 dan BG2/JB/2 termasuk kelas kesesuaian lahan S3.

Apabila parameter kualitas lahan dan produksi dibandingkan, maka

sampel BG1/JB/1 dan BG2/JB/2 adalah sama-sama pada kelas S3, sehingga

kriteria sesuai. Kriteria yang dihasilkan setelah diuji validasi antara pencocokan

(matching) kriteria dengan kualitas lahan dari contoh menunjukkan hasil yang

baik, artinya kriteria sangat baik untuk menyifat kualitas lahan pada kelas S3,

sedangkan untuk S1, S2 dan N belum teruji.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Studi ekplorasi yang dilakukan saat pengambilan data dan penetapan batas

berdasarkan metode penarikan batas (Boundary Line Methods) dapat

digunakan untuk pembentukan kelas kesesuaian lahan.

2. Tingkat produksi daun dan bahan aktif memiliki keterkaitan yang erat

dengan unsur kualitas lahan yanga dievaluasi.

3. Kriteria yang dihasilkan setelah diuji validasi melalui sistem pemadanan

antara (matching system) kriteria dan kualitas lahan dari contoh yang

diamati menunjukkan hasil yang baik, artinya kriteria sangat baik untuk

menyipat kualitas lahan pada Kelas S3, sedangkan untuk Kelas S1, S2, dan

N belum teruji.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penambahan lokasi contoh untuk mendapatkan data

kualitas lahan dan produksi tanaman agar memiliki variasi karakterisitik yang

lebih lebar, terutama untuk karakteristik lahan seperti tekstur dan Al-dd.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. Sitanala. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press.

Dharma. A. P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Djaenuddin, D. dkk. 2003. Petunjuk Teknis: Evaluasi Lahan untuk Komoditas


Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor

F.A.O. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soils Bull.No.32.FAO, Rome.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata


Guna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Jakarta. Badan Penelitian
dan Pengembngan Kehutanan Indonesia.

Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. 2005. Laporan : Studi Pemetaan Tanaman
Obat di Sentra Produksi Pulau Jawa. Pusat Studi Biofarmaka LPPM.IPB.

Sitorus. S. R. P. 1989. Survei Tanah dan Penggunaan Lahan. Laboratorium


Perencanaan Pengembangan sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sitorus. S. R. P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Edisi Ketiga. Penerbit Tarsito


Bandung.

Sugati, Sri. Syamsu Hidayat, dan Johny Ria Hutapea. 1991.Inventaris Tanaman
Obat Indonesia I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Sulaksana, Jaka. dan Dadang Iskandar Jayusman. 2005. Kemuning dan Jati
Belanda. Jakarta. Penebar Swadaya.

Sumner,ME and PMU Ferina, 1986. Phosphorus Interactions with Other Nutrients
and Linae in Field Cropping System. In Advance in Soil Science Vol. V.
B.A (Stuwaert (ed)) Springler-Verlay. New York. P 201-236.
Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Lamongan 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.

Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Indramayu1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.

Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Bogor1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.

Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Sukabumi 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah

Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau :Karang Anyar 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.

Supraptohardjo M., Suwardjo, Dudal R., Hardjono AS., dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau : Ngawi 1:250.000. Lembaga Penelitian Tanah.

Soedibyo, Moryati.B.R.A. 1998. Alam Sumber Kesehatan dan Kegunaan. Jakarta.


Balai Pustaka.
Van Valkemburg, J.L.C.H. dan N Bunyapraphat Sara (Eds.). Plant Resources of
South East Asia : Medical and Poisonous Plants 2 .Backhuys Publ. Leiden.

Walworth.JL, Letzsch WS, Sumner ME. 1986. Use Boundary Line in Establishing
Diagnostic Norms. Soil Science Society of America. Journal Vol. 50: 123-
128.
Nama Pengisi : Kode Sampel:
Tanggal : (buat penjelasan kode untuk
menghindari kealfaan makna kode).

Kuesioner Pengamatan Sifat Fisik Lingkungan

Studi Pemetaan Tanaman Obat di beberapa Sentra Produksi di Pulau Jawa

Lokasi Contoh
Koordinat (lihat dipeta) :
Desa :
Dusun :
Kecamatan :
Kabupaten :
Penampang melintang : (dengan berbagai catatan dan sketsa, jika diperlukan)

Foto No:
(yang hendaknya terkait dengan kondisi lingkungan tanaman/ tumbuhan berada)

Keadaan Lingkungan dan Penggunaan Lahan


Penggunaan Lahan (buat catatan tentang sistem yang ada dimana objek studi dilakukan).

Asosiasi tanaman dengan penggunaan lahan atau fisik (dibuat catatan)

Buat sketsa penyebaran di peta lapang (bisa hanya di indikasi atau dalam bentuk poligon;
kondisi setiap penyebaran setiap komoditas unggulan hendaknya ditandai pada peta
topografi yang dipakai sebagai acuan; kode indikasi penyebaran ini hendaknya diusahakan
dapat dibuat sketsa baik pada peta topogarfi maupun pada kuesioner).

Elevasi (m dpl, liat dari peta untuk prediksi, jika tidak membawa GPS)

Kondisi hidrologi dan catatan iklim perlu ditanyakan ke pendudukan (bulan kering dan
basah). Catatan yang terkait dengan prilaku penduduk dalam melakukan penanaman
hendaknya dibuat.

Elevasi sumberdaya lahan secara temporal perlu dilakukan, investigasi ditelusuri dari
dinamika penggunaan lahan dan kondisi lingkungannya.

Lereng (%) dan panjang, kondisi sudah diberi tindakan konservasi atau tidak.

Sifat tanah :

Nama (Taksonomi/PPT) :
Kedalaman solum :
Keadaan batuan dipermukaan (%):
Keadaan batuan disolum (%) :
Tekstur lapangan :
Kondisi drainase :
Warna tanah . :
(dapat dilakukan setelah kembali dari lapang, dengan munsell soil chart)
Konsistensi :
Struktur :
Lampiran 2. Data Fisik dan Produksi Tanaman Jati Belanda Berdasarkan Hasil Pengamatan Lapang di Enam Kabupaten (2005)

No. Jenis Tan. Kode Contoh Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Dusun

1 Jati Belanda JB/N/511/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor selatan
2 Jati Belanda JB/N/122/Y Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor
3 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Sidorejo Sidorejo
4 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
5 Jati Belanda JB/N/121/R Jawa Timur Ngawi Geneng Sidorejo Sidorejo
Karang
6 Jati Belanda JB/K/112/S Jawa Tengah Karang Anyar Karang Pandan Mbluro
Pandan
Karang
7 Jati Belanda JB/K/121/S Jawa Tengah Karang Anyar Karang Pandan Mbluro
Pandan
8 Jati Belanda JB/N/411/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Tambakselor timur
9 Jati Belanda JB/N/321/R Jawa Timur Ngawi Kedunggalar Pelanglor Pelanggarem
10 Jati Belanda JB/K/1/2/ /M Jawa Tengah Karang Anyar Tawangmangu Kalisoro Jetis
11 Jati Belanda JB/K/123/R Jawa Tengah Karang Anyar Jumantono Ngunut Ngadirejo
12 Jati Belanda JB/N/531/W Jawa Timur Ngawi Geneng Dempel Dempel
13 Jati Belanda JB/N/221/AS Jawa Timur Ngawi Paron Kedung Putri Kedung Putri
14 Jati Belanda Jb9.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
15 Jati Belanda JB/N/111/W Jawa Timur Ngawi Paron Kedung Putri Kedung Putri
16 Jati Belanda JB/N/311/AS Jawa Timur Ngawi Ngawi Ngawi Ngawi
17 Jati Belanda Jb2.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sukodadi Madulegi Cuping
18 Jati Belanda Jb6.2/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
19 Jati Belanda Jb12.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
20 Jati Belanda Jb7.4/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
21 Jati Belanda Jb5.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sarirejo Sumberejo Badukidul
22 Jati Belanda JB/N/821/R Jawa Timur Ngawi Pitu Banjarbanggi Lemahbang
23 Jati Belanda Jb1.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Sukodadi Madulegi Cuping
24 Jati Belanda Jb11.3/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
25 Jati Belanda Jb4.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Solokuro Tenggulun Tenggulun
26 Jati Belanda Jb8.2/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Duri
27 Jati Belanda Jb10.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
28 Jati Belanda Jb13.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Kembangbahu Dumpiagung Dugo
29 Jati Belanda Jb3.1/L/Manijo Jawa Timur Lamongan Solokuro Tenggulun Tenggulun
30 Jati Belanda JB/K/411/W Karang Anyar Jumantono Ngunut Karangan
31 Jati Belanda JB 111 Jawa Tengah Karang Anyar Jumapolo kwangsan Gondanglegi
32 Jati Belanda JB 112 Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
33 Jati Belanda JB 212 Jawa Timur Ngawi Geneng Klampisan Dongol
34 Jati Belanda JBL1/N/BWG Jawa Barat Banyuwangi Genteng Kaligondo Sumur wady
35 Jati Belanda BG6/JTB/1 Jawa Barat Bogor Leuwiliang Karyasari Karyasari
36 Jati Belanda IN/2/JB Jawa Barat Cirebon Cirbon Astana Pekuncen
Kebun
37
Jati Belanda BG13/JTB/2 Jawa Barat Biofarmaka * * *
Kebun
38
Jati Belanda BG14/JTB/2 Jawa Barat Biofarmaka * * *
39 Jati Belanda SB14/JTB/1 Jawa Barat Sukabumi Cicurug Tenjolaya Kebun Balitro
Lampiran. 2 (Lanjutan)
Produksi
Kadar Bahan (kg/pohon) Produksi
Umur Produksi Produksi
Aktif Teraan
Bahan Aktif
No. Sample Tanaman Kering KA Tera
(Kuersetin) Bahan Aktif (kg/Ha)
(Bulan) (ton/ha) Daun (g/Pohon) (g/pohon)
(%)

JB/N/511/R 60 35.03 60.61 0.178 57.80 40.53 36.97 40.96


JB/N/122/Y 72 32.58 60.61 0.189 53.76 40.02 35.06 40.00
JB/N/121/R 54 32.15 60.61 0.043 53.04 8.98 33.77 9.68
JB/N/121/R 60 32.15 60.61 0.043 53.04 8.98 34.08 9.42
JB/N/121/R 48 32.15 60.61 0.043 53.04 8.98 33.42 9.97
JB/K/112/S 36 31.82 60.61 0.128 52.50 26.47 32.24 28.18
JB/K/121/S 36 27.27 60.61 0.11 45.00 19.50 27.69 21.20
JB/N/411/R 60 26.79 60.61 0.074 44.20 12.88 28.72 13.32
JB/N/321/R 60 25.76 60.61 0.128 42.50 21.43 27.69 21.86
JB/K/1/2/ /M 84 22.73 60.61 0.102 37.50 15.07 25.66 14.66
JB/K/123/R 60 22.73 60.61 0.132 37.50 19.50 24.66 19.93
JB/N/531/W 54 18.55 60.61 * 30.60 0.00 20.17 0.70
JB/N/221/AS 60 12.12 60.61 0.189 20.00 14.89 14.06 15.32
Jb9.1/L/Manijo 66 0.00 * * 17.00 * 2.22 *
JB/N/111/W 120 10.28 60.61 0.139 16.96 9.29 14.27 8.00
JB/N/311/AS 60 10.00 60.61 0.15 16.50 9.75 11.94 10.18
Jb2.3/L/Manijo 126 6.80 60.61 0.152 11.22 6.72 10.94 5.31
Jb6.2/L/Manijo 132 6.18 * * 10.20 * 10.46 *
Jb12.1/L/Manijo 48 5.15 * * 8.50 * 6.42 *
Jb7.4/L/Manijo 144 5.15 * * 8.50 * 9.68 *
Jb5.3/L/Manijo 126 3.09 * * 5.10 * 7.23 *
JB/N/821/R 96 2.47 60.61 0.156 4.08 2.51 5.80 1.77
Jb1.1/L/Manijo 120 2.27 60.61 0.152 3.74 2.24 6.26 0.95
Jb11.3/L/Manijo 48 1.85 * * 3.06 * 3.13 *
Jb4.1/L/Manijo 72 1.85 * * 3.06 * 4.33 *
Jb8.2/L/Manijo 72 1.24 * * 2.04 * 3.71 *
Jb10.1/L/Manijo 84 1.03 * * 1.70 * 3.96 *
Jb13.1/L/Manijo 66 1.03 * * 1.70 * 3.25 *
Jb3.1/L/Manijo 120 0.82 * * 1.36 * 4.82 *
JB/K/411/W 36 0.36 60.61 0.108 0.60 0.26 0.78 1.96
JB 111 * * 60.61 0.147 * * * *
JB 112 36 2.27 60.61 0.197 3.75 2.91 2.69 4.61
JB 212 36 2.27 60.61 0.197 3.75 2.91 2.69 4.61
JBL1/N/BWG 60 1.15 25.58 0.318 4.5 10.65 3.09 11.08
BG6/JTB/1 48 1.81 75.32 0.227 2.4 1.34 3.08 2.33
IN/2/JB 48 2.73 60.61 0.312 4.5 5.53 4.00 6.52
BG13/JTB/2 36 2.59 80.93 0.206 3.2 1.26 3.01 2.96
BG14/JTB/2 24 2.55 60.61 0.366 4.2 6.06 1.76 8.77
SB14/JTB/1 24 4.36 60.61 0.266 7.2 7.54 3.58 10.26
Lampiran. 2 (Lanjutan)

Jarak Batuan Tekstur


lereng solum
No. Sample tanam Permukaan drainase Pasir Debu
(%) (cm) Liat (%)
(m 2) (%) (%) (%)

JB/N/511/R 4.0 3 100 0 2 47.40 24.42 28.18


JB/N/122/Y 2.0 18 120 10 2 15.50 28.06 56.40
JB/N/121/R 2.0 0 150 10 2 21.33 46.84 40.93
JB/N/121/R 2.0 0 150 10 2 21.33 46.84 40.93
JB/N/121/R 4.0 0 120 10 2 21.33 46.84 40.93
JB/K/112/S 1.5 10 30 0 3 10.68 50.81 38.51
JB/K/121/S 1.5 10 30 0 3 12.16 53.75 33.99
JB/N/411/R 4.0 0 120 0 3 13.10 23.01 63.89
JB/N/321/R 4.0 25 120 0 2 14.98 39.18 45.84
JB/K/1/2/ /M 0.0 5 150 10 4 27.59 54.03 18.38
JB/K/123/R 1.5 8 150 0 1 17.55 16.92 65.53
JB/N/531/W 0.1 0 80 10 3 56.08 19.57 24.35
JB/N/221/AS 4.0 5 40 0 4 20.71 33.22 46.07
Jb9.1/L/Manijo 4.0 15 120 0 4 3.49 30.08 66.43
JB/N/111/W 4.0 5 40 0 4 29.34 31.29 39.37
JB/N/311/AS 4.0 5 100 40 3 8.45 25.34 66.21
Jb2.3/L/Manijo 4.0 3 150 5 1 11.24 47.69 41.07
Jb6.2/L/Manijo 4.0 8 150 0 1 2.61 48.28 49.11
Jb12.1/L/Manijo 4.0 15 150 0 4 3.49 30.08 66.43
Jb7.4/L/Manijo 4.0 8 150 0 1 6.75 37.98 55.27
Jb5.3/L/Manijo 4.0 8 150 0 1 6.52 29.41 64.07
JB/N/821/R 4.0 0 120 0 3 11.53 18.83 69.64
Jb1.1/L/Manijo 4.0 3 150 5 1 4.08 32.80 63.13
Jb11.3/L/Manijo 4.0 15 150 0 4 3.49 30.08 66.43
Jb4.1/L/Manijo 4.0 3 150 0 1 1.28 32.98 65.74
Jb8.2/L/Manijo 4.0 8 150 0 1 2.00 28.28 *
Jb10.1/L/Manijo 4.0 15 150 0 4 3.49 30.08 66.43
Jb13.1/L/Manijo 4.0 15 150 0 4 3.49 30.08 66.43
Jb3.1/L/Manijo 4.0 3 150 0 1 * * *
JB/K/411/W 1.5 45 120 0 4 34.18 22.34 43.48
JB 111 * 25 300 0 3 12.59 35.62 57.59
JB 112 * 3 300 10 2 17.71 29.00 53.29
JB 212 * 3 300 10 2 5.83 29.17 65.06
JBL1/N/BWG * 10 120 0 4 44.23 40.78 14.99
BG6/JTB/1 * 30 150 0 4 9.41 24.29 66.30
IN/2/JB * 45 200 10 4 30.99 37.45 31.56
BG13/JTB/2 * 15 200 0 4 5.64 38.73 55.63
BG14/JTB/2 * 15 200 0 4 13.60 29.74 56.66
SB14/JTB/1 * 5 300 0 4 9.81 18.85 71.34
Lampiran. 2 (Lanjutan)
pH 1:1 C-Org N KCl
N- P-Bray
No. Sample Total 1 Olsen
K2O KTK Kej Al
H 2O ……%..... (%) (me/100g) (%) Al H
(%) (ppm)

JB/N/511/R 7.50 1.18 0.10 3.60 0.60 26.15 0.00 0.00 0.04
JB/N/122/Y 7.08 1.88 0.19 3.30 * 46.85 * 0.00 *
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/N/121/R 6.98 1.49 0.24 26.60 0.92 34.15 0.00 0.00 0.03
JB/K/112/S 6.04 0.17 0.04 4.10 0.97 40.12 0.00 0.00 0.12
JB/K/121/S 6.14 1.39 0.15 5.40 0.90 21.02 0.00 0.00 0.12
JB/N/411/R 6.65 0.77 0.09 3.80 0.67 49.04 0.00 0.00 0.08
JB/N/321/R 6.44 1.50 0.15 3.00 0.46 42.10 0.00 0.00 0.08
JB/K/1/2/ /M 6.23 3.97 0.37 3.60 0.72 28.90 0.00 0.00 0.12
JB/K/123/R 6.53 1.18 0.13 3.50 1.33 48.33 0.00 0.00 0.01
JB/N/531/W 7.75 0.77 0.08 18.70 0.46 30.21 0.00 0.00 0.04
JB/N/221/AS 6.45 1.78 0.18 30.20 1.23 35.47 0.00 0.00 0.08
Jb9.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
JB/N/111/W 6.95 1.22 0.13 3.90 2.05 32.10 0.00 0.00 0.03
JB/N/311/AS 7.13 1.18 0.10 16.40 0.88 50.33 0.00 0.00 0.04
Jb2.3/L/Manijo 7.85 1.71 0.18 11.90 0.31 51.23 0.00 0.00 0.04
Jb6.2/L/Manijo 7.81 2.48 0.23 6.20 2.31 37.22 0.00 0.00 0.04
Jb12.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb7.4/L/Manijo 7.89 1.15 0.12 6.20 0.41 41.60 0.00 0.00 0.04
Jb5.3/L/Manijo 6.89 0.86 0.10 5.30 0.36 9.41 0.00 0.00 0.08
JB/N/821/R 7.78 1.68 0.12 11.40 0.72 56.05 0.00 0.00 0.04
Jb1.1/L/Manijo 7.82 1.31 0.09 200.10 0.26 31.53 0.00 0.00 0.04
Jb11.3/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb4.1/L/Manijo 7.63 0.60 0.07 16.90 0.51 52.98 0.00 0.00 0.04
Jb8.2/L/Manijo 7.72 6.40 0.33 6.40 0.72 8.98 0.00 0.00 0.04
Jb10.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb13.1/L/Manijo 7.89 0.85 0.09 9.00 0.36 47.29 0.00 0.00 0.04
Jb3.1/L/Manijo * * * * * * * * *
JB/K/411/W 7.34 1.61 0.15 8.50 2.41 42.10 0.00 0.00 0.03
JB 111 7.57 1.21 0.09 9.40 1.44 16.31 0.00 0.00 0.08
JB 112 7.74 0.53 0.05 4.40 0.64 40.02 0.00 0.00 0.04
JB 212 7.01 1.40 0.11 4.90 0.28 37.06 0.00 0.00 0.04
JBL1/N/BWG 6.48 1.78 0.13 26.30 1.49 13.50 0.00 0.00 0.08
BG6/JTB/1 5.18 1.54 0.14 28.10 0.33 15.02 3.25 1.02 0.26
IN/2/JB 6.89 1.94 0.16 48.10 1.18 26.18 0.00 0.00 0.04
BG13/JTB/2 5.15 2.19 0.26 10.20 0.41 17.32 11.41 1.72 0.29
BG14/JTB/2 5.71 2.32 0.22 10.20 0.48 16.75 0.00 0.00 0.08
SB14/JTB/1 5.63 2.13 0.20 5.20 0.21 17.27 0.00 0.00 0.16

Вам также может понравиться