Вы находитесь на странице: 1из 10

Domestic Case Study 2018

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

KEUNIKAN MUSEUM ASIA AFRIKA SEBAGAI


DAYA TARIK WISATA BANDUNG

Salsabila Nidya Yuandita


173089

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract: The are Many museum and historic buildings in Bandung attractively to be visited. One of them is
Asia Africa museum. Asia Africa museum have many attractions especially the shape of the building. The
building was built by the dutch where the Asia Africa conference was held on 1895. The cultural heritage is
well maintenanced until now and protected by the local regulation,even it become one of culture haritage
destinations..

Keywords: Asia afrika museum; The building; Culture heritage.

1. Pendahuluan
Domestic Case Study adalah program wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa Sekolah
Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogykarata. Penulis adalah seorang mahasiswi Sekolah Tinggi
Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta (STiPRAM Yogyakarta), yang sekarang duduk di semester
III(3), Jenjang Strata 1, Jurusan Hospitality.
Progam Domestic Case study ini dibagi menjadi dua bagian yaitu dengan melakukan
observasi dan seminar. Sehingga mahasiswa/i mampu menganalisa dan meninjau keadaan pariwisata
yang sesungguhnya.Kemudian mahasiswa harus menuangkan inti dari pembahasan seminar
kepariwisataan tersebut dengan berkorelasikan atas hasil observasi kedalam Jurnal Ilmiah Akademik
yang disiapkan sebagai standar kualifikasi.
Penulis sudah melaksanakan observasi yang dilaksanakan di Kota Bandung tepatnya di
Museum Asia Afrika pada tanggal 24 April 2018.
Salah satu wisata warisan budaya yang ada didaerah Bandung adalah Museum Asia Afrika
yang terletak di Jl. Asia Afrika No.65, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat adalah
tempat penulis untuk mendapatkan informasi tentang warisan budaya sebagai bahan ulasan pada
jurnal Domestic Case Study. Kunjungan ini dilakukan pada tanggal 24 April 2018 [1].
Keharuman Kota Bandung sebagai Parijs van Java tidak terlepas dari sejarah masa lalunya.
Sejak jaman kolonial Belanda yaitu ketika MHW Daendles mempertaukan Jalan Raya Pos (Grote
Postwreg,sekarang Jalan Asia-Afrika) dengan Jalan Anyer-Panarukan, Bandung sudah mulai dikenal.
Dari situ perkembangan Kota Bandung semakin pesat.
Sejak itulah fasilitas-fasilitas kota Bandung didirikan salah satunya Museum Asia Afrika yang
membuat kawasan Asia Afrika dan jalan Braga tumbuh menjadi pusat wisata komersil tidak hanya
Museum Asia Afrika namun masih kurang lebih 40 bangunan warisan budaya yang dijadikan sebagai
tempat wisata.
Banyak Monumen dan bangunan bersejarah di Kota Bandung yang menjadi daya tarik
tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung. Salah satunya yaitu Monumen Asia Afrika.
Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tidak lepas dari alasan warisan bangunan yang bersejarah di
Kota Bandung. Sampai sekarang, warisan budaya tersebut masih terpelihara dengan baik, bangunan
bersejarah ini juga sudah dilindungi oleh Peraturan Daerah, bahkan telat dicanangkan sebagi salah
satu tujuan wisata (destinasi) warisan budaya (culture Haritage) secara nasional.
Bangunan bersejarah di Kota Bandung ini memiliki keunikan dalam pembangunan
arsitekturnya sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata warisan budaya yang dapat mengandung
unsur pendidikan dan bernuansa nostalgia.
Secara bertahap, pencanangan itu telah menunjukan hasil yang sangat signifikan. Angka
kunjungan ke Kota Bandung setiap tahunya terus meningkat. Walaupun tidak sepenuhnya bermaksud
untuk menikmati wisata haritage, tetapi para wisatawan ketika menelusuri jalan-jalan di Kota
Bandung mereka akan menikmati bangunan bersejarahnya dan akan menjadi kenangan ketika mereka
kembali ke daerah mereka masing-masing.
Besarnya potensi di Kota Bandung tidak serta merta menjadi komoditas yang dapat
mendatangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Persoalan yang kini dihadapi oleh Pemerintah Kota
Bandung dalam mengembangkan Potensi Wisata Haritage adalah belum adanya sistem pengelolaan
yang baik. Padahal trend pasar pariwisata untuk mengunjungi objek wisata haritage setiap tahun terus
meningkat.
Objek dan daya tarik wisata merupakan modal usaha pengembangan kepariwisataan [2,3,4] .
Oleh karena itu pariwisata akan berkembang jika pengembang mempelajari filosofi dan berbagai
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan suatu objek wisata [5,6,7]. Selain itu dalam
memajukan dan mengembagkan suatu potensi objek wisata juga harus mempertimbangkan hal-hal
yang terkait seperti akomodasi, fasilitas, atraksi, transportasi dan infrastruktur lainnya [8,9] .Adapun
maksud dan tujuan dari penulisan ini agar penulis lebih mengenal dan mengetahui tentang keunikan
museum asia afrika sebagai daya tarik wisata bandung.
Selain melakukan observasi langsung penulis juga telah mengikuti Seminar Nasional yang
dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2018 di Auditorium Amarta Sekolah Tinggi Pariwisata
Ambarrukmo Yogyakarta dengan Tema “ CINTA TANAH AIR UNTUK MEMBANGUN
PARIWISATA NASIONAL” Dengan pembicara [10]:
1. Brigjen Pol Drs. Ahmad Dofiri, M.Si.
Didalam seminar dijelaskan dan dipaparkan tentang Indonesia negara luas dengan SDM
sangat banyak, SDA luas, pariwisata luas namun belum bisa untuk maju dan meraih kejayaan. Dulu
orang bangga dengan migas, tahun 2015/2016, pendapatan negara 20% berasal dari pariwisata, kalau
pariwisata tidak dikelola dengan baik maka akan sangat berbahaya. Tahun 2019 menteri pariwisata
mengharapkan Indonesia menjadi peringkat 1 didunia. Bali menjadi yang terbaik maka yang lain pasti
bisa dikembangkan. Yogyakarta menempati peringkat 6 namum sesungguhnya omset kedua terbanyak
di Yogyakarta [11]. Yogyakarta menjadi luar biasa, semua kabupaten memiliki tempat wisata.Maka
dari itu setiap daerah yang memiliki pariwisata harus dikelola dengan baik dan mengetahui segala
dampak yang akan terjadi sekaligus mengetahui cara mengatasinya.

2. Pembahasan
A. Hasil Observasi Museum Afrika
Museum Konferensi Asia Afrika (KAA) atau Gedung Merdeka merupakan Museum
Sejarah Politik Luar Negeri Republik Indonesia yang berlokasi di Jl. Asia Afrika No. 65
Bandung. Gedung yang digunakan sebagai ruang tata pameran museum dibangun pada tahun
1940 oleh Arsitek A.F. Aalbers dengan gaya arsitektur Moderism with Art Deco Influences.
Sedangkan Gedung Merdeka, dibangun untuk pertamakalinya pada tahun 1895 dan
selanjutnya secara berturut-turut pada tahun 1920 dan 1928 gedung tersebut direnovasi
kembali sehingga menjadi gedung dalam bentuknya yang sekarang. Pembangunan gedung ini
dirancang oleh dua arsitek berkebangsaan Belanda bernama VAN GALLEN LAST dan CP.
WOLFT SCHOEMAKER, Profesor di Techniche hogeschool atau ITB sekarang. Di gedung
inilah Konferensi Asia Afrika berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955.
Pendirian Museum KAA merupakan gagasan dan prakarsa Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmaja, SH.,LL.M. Sebagai Menlu RI (1978-1988) beliau kerap bertatap muka dan
berdialog dengan para pemimpin Negara dan Bangsa Asia Afrika. Dalam kesempatan
tersebut, beliau sering memperoleh pertanyaan tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung.
Berulangkali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan keinginan mereka untuk dapat
mengunjungi kota Bandung dan Gedung Merdeka. Terilhami oleh hal tersebut, maka
muncullah gagasan untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 sebagai
tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia. Jiwa, semangat dan pengaruh
KAA telah menyebar ke seluruh dunia, terutama bumi Asia Afrika, sehingga mereka ingin
bernostalgia mengunjungi tempat diselenggarakannya.
Gagasan tersebut di aktualisasikan dalam bentuk pendirian Museum KAA di Gedung
Merdeka Bandung. Maka pada kesempatan Forum Rapat Panitia Peringatan 25 tahun KAA
tahun 1980 yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio
sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dilontarkanlah gagasan
pendirian museum tersebut . Gagasan tersebut memperoleh sambutan baik, terutama dari
Presiden Republik Indonesia Soeharto. Sejak itu, salah satu aktivitas Panitia Peringatan 25
tahun Konferensi Asia Afrika adalah mewujudkan rencana tersebut.
Gagasan pendirian museum kemudian diwujudkan oleh Joop Ave, sebagai Ketua
Harian Panitia Peringatan 25 tahun KAA dan Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu (1980-
1982), bekerjasama dengan Depdikbud, Deppen, Pemda Provinsi Jawa Barat dan Universitas
Padjadjaran. Perencanaan dan Pelaksanaan teknis dikerjakan oleh PT. Decenta Bandung.
Museum KAA diresmikan oleh Presiden Soehato pada tanggal 24 April 1980, sebagai
puncak Peringatan 25 Tahun KAA.

1. Latar Belakang Museum Konferensi Asia Afrika


Latar belakang di bangunnya museum ini adalah adanya keinginan dari para pemimpin
bangsa – bangsa di Asia dan Afrika untuk mengetahui tentang Gedung Merdeka dan
sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika berlangsung. Hal ini membuat Menteri Luar Negeri
Republik Indonesi, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk
membangun sebuah museum. Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia
Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal
Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24 April 1980 bertepatan
dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.

2. Nama, Status dan Sifat


Nama Museum ini adalah Museum Konferensi Asia Afrika. Nama tersebut di
gunakan untuk mengenang peristiwa Konferensi Asia Afrika yang menjadi sumber inspirasi
dan motivasi bagi bangsa – bangsa Asia Afrika.
Museum ini di bangun oleh Pemerintah Republik Indonesia dan berada di bawah
wewenang Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara pengelolalanya di bawah
koordinasi Departemen Luar Negeri dan Pemerintah Daerah tingkat 1 Provinsi Jawa Barat.
Pada 18 Juni. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ke Departemen Luar Negeri
di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Pada tahun
2003 di lakukan restrukturisasi di tubuh Departemen Luar Negeri dan Museum Konferensi
Asia Afrika di alihkan ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik, dan Perjanjian Internasionnal.
Saat ini, UPT Museum Konferensi Asia Afrika berada dalam koordinasi Direktorat Diplomasi
Publik. Museum ini menjadi museum sejarah bagi perjuangan politik luar negeri Indonesia.

3. Tujuan
Tujuan pendirian museum KAA adalah sebagai berikut :
A.Menyajikan peninggalan – peninggalan, informasi yang berkaitan dengan KAA, termasuk
latar belakang, perkembangan konferensi tersebut, social budaya, dan peran bangsa–bangsa,
Asia Afrika, khususnya bangsa Indonesia dalam percaturan politik di kehidupan dunia
B.Mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan buku–buku, majalah, surat kabar, naskah,
dokumen, dan penerbitan lainnya yang berisi uraian dan informasi mengenai kegiatan dan
peranan bangsa–bangsa Asia Afrika dan Negara–Negara berkembangdalam percaturan politik
dan kehidupan dunia serta social budaya Negara–Negara tersebut
C. Melakukan penelitian tentang masalah–masalah Asia Afrika dan Negara–Negara
berkembang guna menunjang kegiatan peendidikan dan penelitian ilmiah di kalangan pelajar,
mahasiswa, dosen, dan pemuda Indonesia serta bangsa–bangsa Asia Afrika pada umumnya,
dan memberi masukan bagi kebijakan pemerintah dalam kegiatan politik luar negeri
D. Menunjang upaya dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional, pendidikan generasi
muda, dan peningkatan kepariwisataan
E. Menunjang upaya untuk menciptakan saling pengertian dan kesatuan pendapat serta
meningkatkan volume kerjasama di antara bangsa–bangsa Asia Afrika dan bangsa–bangsa
lainnya di dunia.

4. Fasilitas
Fasilitas yang ada di museum Konferensi Asia Afrika sebagai berikut :
a. Ruang pameran tetap
Museum Konferensi Asia Afrika memiliki ruang pameran tetap yang memamerkan sejumlah
koleksi berupa benda–benda tiga dimensi dan foto–foto dokumenter peristiwa pertemuan Tug,
Konferensi Kolombo, Konferensi Bogor, dan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Selain itu
di pamerkan juga foto mengenai :
 Peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Konferensi Asia Afrika
 Dampak Konferensi Asia Afrika bagi dunia Internasional
 Gedung Merdeka dari masa ke masa
 Profil Negara–Negara peserta konferensi Asia Afrika yang di muat dalam multimedia
Dalam rangka menyambut kunjungan Delegasi Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan
Nonblok tahun 1992 di mana Indonesia terpilih sebagai tempat konferensi tersebut dan
menjadi Ketua Gerakan Nonblok, di buatlah diorama yang menggambarkan situasi
pembukaan Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Seperti penataan kembali Ruang Pameran,
dan sebagainya. Berikut ini uraiannya :
1. Penataan kembali Ruang Pameran Tetap “Sejarah Konferensi Asia Afrika 1955”
Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan Peringatan 50 Tahun
Konferensi Asia Afrika 1955 pada 22–24 April 2005, tata pameran Museum Konferensi Asia
Afrika di renovasi atas prakarsa Menteri Lar Negeri Dr. N. Hasan Wirajuda. Penataan
kembali Museum tersebut di laksanakan atas kerja sama Departemen Luar Negeri dengan
Sekretariat Negara dan Pemerintah Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan
Wirajuda. Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vico
Design dan Wika Realty.
2. Rencana Pembuatan Ruang Pameran Tetap “Sejarah Perjuangan Asia Afrika dan Ruang
Identitas Nasional Negara-negara Asia Afrika” (2008).
Departemen Luar Negeri RI mempunyai rencana untuk mengembangkan Museum
Konperensi Asia Afrika sebagai simbol kerja sama dua kawasan dan menjadikannya sebagai
pusat kajian, pusat arsip, dan pusat dokumentasi. Salah satu upayanya adalah dengan
menambah beberapa ruang pameran tetap, yang memamerkan sejumlah foto dan benda tiga
dimensi mengenai Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (New Asian African Strategic
Partnership/NAASP) serta berbagai materi yang menggambarkan budaya dari masing-masing
negara di kedua kawasan tersebut.
Pengembangan museum ini direncanakan terwujud pada April 2008, bertepatan
dengan Peringatan tiga tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika.

5. Perpustakaan
Untuk menunjang kegiatan Museum Konferensi Asia Afrik, pada 1985 Abdullah
Kamil ( waktu itu Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia ) di London
memprakarsai di buatnya sebuah perpustakaan.
Perpustakaan ini memiliki sejumlah buku mengenai sejarah, social, politik, dan
budaya Negara–Negara di Asia Afrika, dan Negara–Negara lainnya. Dokumen mengenai
Konferensi Asia Afrika dan Konferensi–konferensi lainnya, serta surat kabar yang bersumber
dari sumbangan / hibah dan pembelian.
6. Audio Visual
Bersamaan dengan berdirinya perpustakaan, di siapkan pula ruang audio visual pada
tahun 1985. Ruang tersebut juga di prakaesai oleh Abdullah Kamil.
Ruangan ini menjadi sarana untuk penayangan film documenter mengenai kondisi dunia
hingga tahun 1950-an, Konferensi Asia Afrika dan Konferensi–konferensi lanjutannya, serta
film–film mengenai kebudayaan dari Negara–Negara Asia Afrika.

7. Riset
Museum Konferensi Asia Afrika meningkatkan berbagai studi mengenai Asia Afrika
dan luar negeri serta memfasilitasi penelitian–penelitian dalam luar negeri yang di lakukan
oleh para penelitian dan mahasiswa.

8. Aktivitas
Museum Konferensi Asia Afrika Menyelenggarakan :
 Pemandu.
Pemandu dilakukan kepada pengunjung, baik kunjungan resm tamu pemerintah maupun
kunjungan kelompok / umum.
 Pameran temporer.
Museum konferensi Asia Afrika menyelenggarakan pameran temporer dalam upaya
mengedukasi public berkaitan dengan pelaksanaan politik luar negeri dan sejarah diplomasi
Indonesia. Pameran temporer ini di lakukan juga di lokasi – lokasi di luar Museum
Konferensi Asia Afrika.
 Komunitas.
Di museum ini terdapat komunitas masyarakat yang di bentuk dan di dukung oleh Museum
Konferensi Asia Afrika. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan mengenai sejarah,
politik Internasional, wawasan kebangsaan mengingat tantangan yang di hadapi dalam politik
luar negeri Indonesia dimasa yang akan dating, dalam diplomasi public naupun diplomasi
antarwarga ( citizen diplomacy ). Beberapa kegiatan yang di selenggarakan bekerjasama
dengan komunitas diantaranya : Diskusi Buku, Diskusi Film, berbagai Festival, Klab Budaya,
Pameran, dan lain – lain.

9. Koleksi Museum
Koleksi Museum Asia Afrika berjumlah 4.000 buah. Penataannya dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu :
a. benda-benda tiga dimensi :
Suasana Sidang Pembukaan Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka 18 April
1985.
Kursi rotan yang diduduki para delegasi ketika melakukan pertemuan untuk melobi
dan mempererat persahabatan
Kamera, mesin tik, dan mesin teleks yang dipakai selama konferensi berlangsung
Terbitan prangko-prangko yang berhubungan dengan konferensi Asia Afrika
b. Gallery foto mengenai : Gedung merdeka dari masa ke masa
Sejarah Konferensi Asia Afrika yang menggambarkan suasana dunia internasional
sebelum pelaksanaan konferensi, konferensi-konferensi pendahuluan, persiapan dan
pelaksanaan serta menampilkan suasana hasil konferensi tersebut terhadap perkembangan
dunia internasional.
Bangunan bersejarah di Kota Bandung ini memiliki keunikan dalam pembangunan
arsitekturnya sehingga dapat dijadikan sebagai objek wisata warisan budaya yang dapat
mengandung unsur pendidikan dan bernuansa nostalgia. Secara bertahap, pencanangan itu
telah menunjukan hasil yang sangat signifikan. Angka kunjungan ke Kota Bandung setiap
tahunya terus meningkat. Walaupun tidak sepenuhnya bermaksud untuk menikmati wisata
haritage, tetapi para wisatawan ketika menelusuri jalan-jalan di Kota Bandung mereka akan
menikmati bangunan bersejarahnya dan akan mengenangnya ketika mereka kembali ke
daerah mereka masing-masing.
Dalam mengembangan daya tarik dan objek wisata ini diperlukan peran Pemerintah,
Industri dan Masyarakat dalam memperhatikan faktor-faktor dan kewilayahannya [12]. Tidak
hanya pemerintah namun peran masyarakat juga sangat perlu dan penting dalam kegiatan
wisata karena pengembangan wisata tidak hanya menjadi tanggungjawab dari pemerintah
namun juga dari masyarakat dan pengelolaan tempat wisata tersebut .

B. 3 Pilar Pengembangan Pariwisata

1. Pemerintah
- Mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat agar masyarakat selalu
tanggap adanya pariwisata disekitarnya
- Mengharapkan Museum Asia Afrika dapat go internasional karena
Museum Asia Afrika ini sebagai icon di kota Bandung
- Pemerintah bekerjasama dengan Masyarakat dan tentunya industri itu
sendiri agar dapat lebih terarah dalam segala sesuatu
2. Industri
- Mempertahankan sejarah yang ada diruang konferensi karena tempat
berlangsungnya Konferensi Asia Afrika pada masa lalu dan hingga saat
ini masih megah dan terpelihara dengan baik
- Museum Asia Afrika mengharapkan wisatawan agar tertarik untuk
mengunjungi mempelajari dan memahami tentang sejarah jaman dulu
- Industri melibatkan pemerintah dan tentunya masyarakat karena agar
lebih mudah untuk membantu promosi
3. Masyarakat
- Lebih sadar akan adanya pariwisata karena dengan sadarnya pariwisata
dapat menambah penghasilan masyarakat sekitar
- Selalu memberikan contoh kepada wisatawan agar selalu menjaga
kebersihan
- Masyarakat bekerjasama dengan pemerintah untuk promosi Museum
Asia Afrika yang disebut dengan icon kota Bandung

C. Korelasi Pembahasan Dengan Isi Seminar

Dalam pembahasan ini berkaitan dengan tema seminar Cinta Tanah Air Untuk Membangun
Pariwisata Nasional. Museum Asia Afrika merupakan salah satu destinasi pariwisata yang harus di
pertimbangkan potensinya, karena merupakan salah satu aset daerah bahkan Negara yang dapat
mendatangkan wisatawan mancanegara atau domestik untuk menambah devisa negara. Karena
potensi dari Museum Asia Afrika merupakan salah satu wisata warisan budaya yang ada di Indonesia
yang akan berkembang karena memiliki daya tarik sendiri. Namun yang menjadi kendala adalah
masyarakat sekitar yang belum menyadari akan adanya pariwisata heritage di Bandung. Dan jika
pariwisata heritage ini di kelola dengan baik diantaranya masyarakat bandung tanggap untuk menjaga
kebersihan, dan mempromosikan tentang sejarah Museum Asia Afrika itu maka akan sangat
membantu menambah wisatawan dari manapun datang untuk mengunjungi museum tersebut.

3. Penutup
A. Simpulan

Dari semua yang telah kami tulis, kami dapat menyimpulkan bahwa Museum
Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu museum sejarah Politik Luar Negeri republic
Indonesia yang berlokasi di Gedung Merdeka Bandung. Museum yang memiliki hubungan
yang sangat erat wisata warisan budaya. Di bangunannya Museum Konferensi Asia Afrika
adalah adanya keinginan dari para pemimpin bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk
mengetahui tentang Gedung Merdeka dan sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika
berlangsung. Hal ini membuat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk membangun sebuah museum. Ide tersebut
disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika (1980)
yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil
dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada
tanggal 24 April 1980 bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika
Oleh karena itu, Objek wisata Museum Konfrensi Asia Afrika (KAA) Bandung ini
memiliki keindahan dan menyimpan sejarah-sejarah yang luar biasa serta menarik untuk di
kunjungi terutama di kalangan pelajar

B. Saran

Saran penulis terhadap pengembangan Museum Asia-Afrika, maka penulis


merekomendasikan saran sebagai berikut :

1. Membentuk suatu oraganisasi Pariwisata yang dapat mendukung pelaksanaan


pengembembangan pariwisata terutama di Museum Asia-Afrika.
2. Pemerintah dan Masyarakat seharusnya bekerjasama untuk menyusun cara agar
Museum Asia-Afrika go international dengan cara mempromosikan. Serta harus
lebih serius dan lebih aktif untuk mengelola dan menjaga eksistensi dengan
mempertahankan keunikan Museum Asia-Afrika sebagai daya tarik wisata
bandung.
3. Mengadakan social dan pengembangan sumber daya manusia agar dapat
mengelola potensi pariwisata secara optimal sehingga pengembangan pariwisata
berjalan dengan baik.
4. Mengadakan kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan Museum Asia
Afrika tidak hanya didalam ruangan museum namun juga dibagian luar museum
karena di samping meseum terdapat jembatan dan dibawah jembatan tersebut
banyak genangan sampah yang cukup mengganggu pemandangan dan udara.
Seharusnya pemerintah dan masyarakat harus lebih sadar tentang hal itu karena
sangat disayangkan jika Museum Asia Afrika ini berdekatan dengan jembatan
yang penuh dengan sampah dan udara yang tidak sehat.

References
[1]. Data Observasi Domestic Case Study, 24 April 2018 Museum Asia Afrika Jl. Asia Afrika No.65, Braga,
Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat
[2]. Triyono, J., Damiasih, D., & Sudiro, S. (2018). Pengaruh Daya Tarik dan Promosi Wisata terhadap
Kepuasaan Pengunjung Kampoeng Wisata di Desa Melikan Kabupatean Klaten. Jurnal
Kepariwisataan, 12(1), 29-40.
[3]. Sugiarto, E., & Arch, M. (2014). KAJIAN DAYA TARIK DAN POTENSI DAYA TARIK CANDI
SELOGRIYO DAN KAWASANNYA (Doctoral dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada).
[4]. Rif'an, A. A. (2018). Daya Tarik Wisata Pantai Wediombo Sebagai Alternatif Wisata Bahari Di Daerah
Istimewa Yogyakarta. JURNAL GEOGRAFI, 10(1), 63-73.
[5]. Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi
Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[6]. Irawati, N., & Prakoso, A. A. (2016). Terapan Brand “Jogja Istimewa” terhadap Pengembangan
Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT) di Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 65-
80.
[7]. Syaifulloh, M. (2017). Strategi Pengembangan Desa Wisata Pulesari sebagai Daya Tarik Wisata di
Sleman, Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 11(1), 65-76.
[8]. Kusumaningrum, H., & Fandeli, I. C. (2012). Aksesibilitas untuk Pengunjung Difabel di Obyek Wisata
Museum Benteng Vredeburg (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[9]. Susetyarini, O., & Masjhoer, J. M. (2018). PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN WISATAWAN
TERHADAP FASILITAS UMUM, PRASARANA UMUM, DAN FASILITAS PARIWISATA DI
MALIOBORO PASCAREVITALISASI KAWASAN. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 41-54.
[10]. Data Seminar Nasional 17 Januari 2018 di Amarta Auditorium STIPRAM Yogyakarta yang bertema “
Cinta Tanah Air Untuk Membangun Pariwisata Nasional”
[11]. Irawati, N., & Prakoso, A. A. (2016). Terapan Brand “Jogja Istimewa” terhadap Pengembangan
Pariwisata Berbasis Community Based Tourism (CBT) di Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 65-
80.
[12]. Wacano, D., Rif’an, A. A., Yuniastuti, E., Daulay, R. W., & Marfai, M. A. (2013). Adaptasi Masyarakat
Pesisir Kabupaten Demak dalam Menghadapi Perubahan Iklim dan Bencana Wilayah Kepesisiran.

LAMPIRAN

Tampak depan Museum Konperensi Asia Afrika


Perpustakan Museum Asia Afrika

Icon Jalan Museum Asia Afrika


Ruang tempat Bung Karno mengadakan konferensi bersama perwakilan negara-negara

Вам также может понравиться