Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuba Ovarial Abscess (TOA) adalah massa inflamasi yang melibatkan tuba

falopi, ovarium dan kadang-kadang organ panggul yang berdekatan lainnya

(misalnya usus, kandung kemih) (Gencdal dkk, 2017:199). Toda dkk (2015:1)

menyatakan bahwa Tuba Ovarial Abscess (TOA) adalah kejadian langka tapi

berpotensi serius yang dapat terjadi setelah embolisasi arteri uterus (UEA). Tuba

Ovarial Abscees (TOA) merupakan komplikasi yang menyebabkan Pelvic

Inflamatory Disease (PID) dan melibatkan abses yang dapat dilihat atau massa

inflamasi akibat dari kerusakan struktur normal tuba falopi dan ovarium oleh

peradangan (Kim dkk, 2004: 1576).

2.1.1. Anatomi Ovarium

Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri.

Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan

kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran

panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Pinggir atasnya atau

hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat di temukannya pembuluh-

pembuluh darah dan serabut-serabut saraf untuk ovarium, pinggir bawahnya

bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan

permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak

lebih tinggi dari pada ujung yang dekat denga uterus dan tidak jarang di selubungi

oleh beberapa fibria dan infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah

5
6

berhubungan dengan uterus melalui ligamentum ovarii proprium tempat di

temukannya jaringan otot yang menjadi satu dengan jaringan otot di ligamentum

rotundum. Embriologik kedua ligamentum berasal dengan gubernakulum.

Struktur ovarium terdiri atas (1) korteks, bagian luar yang di liputi oleh epitelium

germinativum berbentuk kublik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel-

folikel primodial, dan (2) medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat

terdapatnya stroma dengan pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan

sedikit otot polos. Diperkirakan pada permpuan terdapat kira-kira 100.000 folikel

primer. Tiap bulan satu folikel akan keluar, kadang-kafang dua folikel, yang

dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf. Folikel-folikel ini

merupakan bagian terpenting dari ovarium yang dapat di lihat dari korteks ovarii

dalam letak yang beraneka-ragam dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan

yang berbeda, yaitu dari satu sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel

sampai menjadi folikel de Graaf yang matang terisi dengan liquor follikuli,

mengandung estrogen dan siap unyuk berovulasi (Prawirohardjo,2016:126).

Gambar 1. Anatomi Ovarium

(Dikutip dari : Prawirohardjo, 2016: 126 )


7

2.2 Epidemiologi

Jason dewit (2010:1), Tuba Ovarial Abscees (TOA) adalah komplikasi

pelvic inflammatory disease (PID) pada 15% kasus, dan kasus 30% pasien dengan

pelvic inflammatory disease (PID) termasuk dengan Tuba Ovarial Abscees

(TOA). Clark and Hines-Moore (1979:109) dalam penelitiaanya “A Study of Tubo

Ovarian Abscess At Howard University Hospital (1965 Through

1975)”mengemukakan bahwa abses tubo-ovarium yang tidak terganggu

didiagnosis pada 40 pasien selama sepuluh tahun. Tiga persen dari 1.154 pasien

diakui oleh Howard University Hospital untuk penyakit radang panggul.

Diagnosis yang diterima adalah 33 persen benar. Usia dan Paritas berkisar antara

14 sampai 52 tahun, dengan 71 persen terjadi di urutan ketiga. Sesuai dengan

Studi serupa yang dilakukan oleh Pedowitz dan Bloomfield5 dan Mickal.Paritas

tersebut merupakan kebalikan hubungan kejadian dengan terjadinya Tuba Ovarial

Abscees (TOA). Enam puluh tujuh persen memiliki dua anak atau kurang,

sementara 25 persen bersifat nulipara.

Dalam penelitian yang dilakukan Oleh Golditch dan Huston,31 pasien

diakui dengan diagnosis Tuba Ovarial Abscees (TOA) atau abses panggul. Dari

jumlah tersebut, 17 kasus dikaitkan dengan alat kontrasepsi. Dalam penelitian

kami, tiga (7,5 persen) abses tubo-ovarium dikaitkan dengan penggunaan

intrauterine; dan dua (5%) dengan penggunaan pil KB. Tiga puluh lima abses

tubo-ovarium terjadi terkait dengan metode pengendalian kelahiran (Clark and

Hines-Moore,1979:109-110).
8

2.3 Etiologi

Penyebab Pelvic Inflamatory Disease (PID) dan Tuba Ovarial Abses

(TOA) yaitu infeksi bakteri polymicrobial anaerob dan aerob Neisseria gonorrhea

dan Chlamydia trachomatis yang dianggap sebagai faktor patogenesis abses yang

sering terjadi di Indonesia, namun biasanya Escherichia Coli dan Bacteroides

diisolasi sebagai agen. Penyebab lain terjadinya Tuba Ovarial Abscess (TOA)

yaitu adanya riwayat Pelvic Inflamatory Disease (PID) sebelumnya dan alat

kontrasepsi (IUD) yang masih merupakan faktor risiko utama (Gencdal dkk,

2017:199). Tuba Ovarial Abscess (TOA) biasanya terjadi pada wanita muda

namun jarang terjadi pada pasien pascamenopause. Penggunaan Intra Uterine

Device (IUD) dianggap sebagai penyebab terjadinya peningkatan prevalensi Tuba

Ovarial Abscess (TOA) (Kim dkk, 2004:1576).

2.3.1 Patogenesis

Tuba Ovarian Abscess (TOA) merupakan salah satu komplikasi

dari Pelvic Inflammatory Disease (PID). Pelvic Inflammatory Disease

(PID) disebabkan oleh infeksi asending dari tratus genitalia bagian bawah

berasal dari vagina atau serviks menuju traktus bagian atas termasuk

uterus, tuba falopi, dan cavum peritoneum. 75% kasus terjadi selama fase

folikuler dari siklus menstruasi. Kadar estrogen bersama dengan adanya

ektopi serviks pada dewasa mempermudah masuknya clamydia

trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae yang berperan terhadap angka

kejadian Pelvic Inflammatory Disease (PID) pada wanita. Tuba Ovarian

Abscess (TOA) juga disebabkan oleh infeksi asenden dari tuba falopi yang

menyebabkan kerusakan endotel dan edema infundibulum menyebabkan


9

sumbatan tuba. Ovarium dapat terinfeksi mikroorganisme melalui tempat

ovulasi. Nekrosis di dalam kompleks masa dapat menyebabkan satu atau

lebih rongga abses dan sebuah tempat pertumbuhan anaerob. Tuba

Ovarian Abscess (TOA) dapat juga terbentuk dari penyebaran lokasi

infeksi yang berhubungan dengan inflamasi tidak terkontrol dari saluran

pencernaan, apendiks, atau bedah adneksa. Peradangan tuba hampir selalu

disebabkan oleh bakteri. Bakteri utama yang menjadi penyebab adalah

organisme nongonokokus, misalnya Clamydia, Mycoplasma homiinis,

koliform, streptokokus dan stafilokokus. Infeksi nongonokokus bersifat

lebih invasif karena dapat menembus dinding tuba sehingga cenderung

lebih sering menimbulkan infeksi darah yang menyebar ke meningen,

ringga sendi, dan terkadang ke katub jantung. Semua bentuk radang tuba

dapat menyebabkan demam, nyeri panggul atau abdomen bawah, dan

massa pelvis jika tuba teregang oleh eksudat atau pada tahap selanjutnya

sekresi dan debris sisa peradangan. Kemungkinan penyumbatan lumen

tuba dapat terjadi sehingga dapat menyebabkan kemandulan permanen

(Chappell and Harold, 2012: 894-895).

2.3.2 Faktor Risiko

Faktor risiko yang paling penting dalam patogenesis Tuba Ovarial

Abscess (TOA) adalah aktivitas seksual dengan pasangan yang terinfeksi

berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium dengan

kemungkinan terpapar mikroorganisme yang menyebabkan peradangan

tuba.
10

Gambar 1. Faktor Risiko Tuba Ovarial Abscess (TOA)

(Dikutip dari : Gencdal dkk, 2017:199-200)

2.3.3 Gambaran Klinis

Kim dkk (2004:1576) menyatakan bahwa gambaran klinis Tuba

Ovarial Abscess (TOA) dan Pelvic Inflamatory Disease (PID) memiliki

gambaran klinis yang sama, gejalanya bisa samar atau bahkan tidak

terlihat pada tahap kronis dalam kasus ini, faktor utamanya adalah

diferensiasi dari keganasan ovarium. Sekitar 20% pasien dengan Tuba

Ovarial Abscess (TOA) biasanya memiliki gejala klinis afebris atau

memiliki jumlah leukosit normal.

Toda dkk (2015:1) melalui peneletiannya terhadap 2 orang

wanita dengan peradangan berat Tuba Ovarial Abscess (TOA)

berpendapat bahwa gejala yang dialami yaiu nyeri perut kram, dan demam

beberapa bulan setelah Uterine Artery Embolization (UAE).


11

2.4 Penegakan Diagnosis

Diagnosis yang baik didapatkan dengan adanya anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Dalam banyak kasus terdapat gejala klinis yang membahayakan,

Silva dkk (2015:116) mencatat gejala yang terjadi rata-rata berkisar 5 hari

dengan kisaran 1-30 hari terdapat 9 kasus akibat antibiotik terhadap pasien

rawat jalan Tuba Ovarial Abscess (TOA), selain itu nyeri perut bagian

bawah dan nyeri tekan uterus juga terdapat dalam kasus. Peningkatan

White Blood cell Count (WBC) tercatat 23 kasus dan peningkatan C-

Reactive Protein (CRP) tercatat 24 kasus. Gencdal dkk (2017:199)

menyatakan adanya keluhan pasien Tuba Ovarial Abscess (TOA) dalam

penelitian serupa terutama meliputi nyeri perut dan panggul (90%), yang

diikuti dengan demam (50%), keputihan (28%), mual (26%) dan

perdarahan vagina tidak normal (21%).


12

Gambar 2. Karakteristik Klinis Tubo Ovarial Abscess

(Dikutip dari : Silva dkk, 2015:117).

2. Pemeriksaan Fisik

Dengan pemeriksaan fisik menurut Gencdal dkk (2017:199) yaitu

adanya kepenuhan adneksa dan massa teraba di kuadran bawah dari perut.
13

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Tuba Ovarial Abscess (TOA) yang ruptur dilakukan

saat mengamati gejala yang mengindikasikan abses Tuba Ovarial Abscess

(TOA) dalam Ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography (CT

Scan). Pada USG, memperhatikan kepadatan abses, konten massa yang

kompleks dan cairan bebas dalam kantong douglas, sedangkan CT Scan

dapat mengamati massa yang memiliki tepi dan debris yang teratur atau

tidak beraturan dan adanya cairan di perut disamping gejala abdomen akut

dan mengamati lokasi abses selama operasi (Gencdal dkk, 2017). Kim dkk

(2004:1577) menyatakan bahwa sonografi merupakan salah satu

pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui Tuba Ovarial

Abscess (TOA) yaitu dengan adanya sebuah massa di daerah adneksa atau

cul-de-sac dengan adanya cairan yang berdekatan. Massa mungkin padat,

kistik, atau kompleks.

Gambar 3. Tipe Tuba Ovarial Abscess (TOA) dengan CT- Scan

(Dikutip dari: Kim dkk, 2004:1577)


14

2.5 Diagnosis Banding

1. Acute pelvic inflammatory disease

Pelvic inflamatory disease (PID) adalah inflamasi pada saluran

kelamin wanita bagian atas, termasuk rahim, saluran tuba, dan struktur

pelvis yang berdekatan. Pasien yang berisiko tinggi adalah wanita yang

menstruasi lebih muda dari 25 tahun yang memiliki banyak pasangan seks,

tidak menggunakan kontrasepsi, dan tinggal di daerah dengan prevalensi

penyakit menular seksual (STD) yang tinggi. Pelvic inflamatory disease

(PID) diprakarsai oleh infeksi yang naik dari vagina dan serviks ke saluran

kelamin bagian atas. Chlamydia trachomatis adalah organisme transgenik

yang dominan yang dikaitkan dengan Pelvic inflamatory disease (PID).

Organisme lain yang terlibat dalam patogenesis Pelvic inflamatory disease

(PID meliputi Neisseria gonorrhoeae, Gardnerella vaginalis, Haemophilus

influenzae, dan anaerob seperti spesies Peptococcus dan Bacteroides.

Keluhan yang paling umum disajikan adalah sakit perut bagian bawah,

banyak wanita melaporkan adanya keputihan abnormal (Shepherd, 2017:1)

2. Kista Ovarium

Ovarium kista merupakan suatu penyakit ganguan organ

reproduksi wanita dan terdapat suatu penyakit ganguan organ reproduksi

wanita, yang salah satu nya tumor jinak ginekologi yang paling sering

dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Kista ovarium adalah suatu

kantong berisi cairan seperti balon berisi air yang terdapat di ovarium.

nyeri abdomen bawah, perut terasa penuh, berat dan kembung, tekanan

pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil), siklus menstruasi
15

tidak teratur dan sering nyeri, nyeri panggul yang menetap atau tidak

terlalu sering yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha, nyeri

senggama, mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti

pada saat hamil, luas permukaan dinding endometrium menebal, dan

pembengkakan tungkai bawah yang tidak disertai rasa sakit. Kadang-

kadang kista dapat memutar pada pangkalnya, mengalami infark dan

robek, sehingga menyebabkan nyeri tekan perut bagian bawah yang akut

sehingga memerlukan penanganan kesehatan segera (Fadhilah, 2013:1-4).

3. Appendicitis

Appendicitis merupakan salah satu penyakit akut abdomen dimana

terjadi inflamasi pada apendiks vermiformis. Penyakit apendisitis

umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada

beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui

secara pasti, diantaranya faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan

saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feses yang keras (fekalit),

hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, erosi mukosa oleh cacing

askaris dan E.histolytica, parasit, benda asing dalam tubuh, kanker primer

dan striktur (Zulfikar, 2015: 44-45), dan ditandai dengan nyeri abdomen

kuadran kanan bawah dengan nyeri tekan lokal dan nyeri alih, nyeri otot

yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit (Dorland, 2000).

2.6 Terapi

Modalitas perawatan untuk Tuba Ovarial Abscess (TOA) meliputi terapi

antibiotik intensif, prosedur invasif drainase minimal, operasi invasif, atau


16

kombinasi dari intervensi ini. Sebagian besar abses kecil (berdiameter <9 cm)

sembuh dengan terapi antibiotik saja (Beigi H Richard, 2017:1).

1. Farmakoterapi

Menurut laporan kasus Silva dkk (2015:116), semua pasien

menerima minimal 24 jam pemberian antibiotik spektrum luas yang

sebagian besar kasus yang digunakan yaitu gentamisin, 1,5 mg / kg setiap

8 jam, plus klindamisin, 600 mg setiap 8 jam. Idealnya pemberian

antibiotik diberikan pada hari kedua; Namun, bisa ditunda jika ahli dalam

prosedurnya tidak berada ditempat. Gencdal dkk (2017:199-200) menurut

penelitiannya menyatakan bahwa selama masa rawat inap, 12 pasien

diberikan Ceftriaxone 1x1 gr / hari secara intravena dan Metronidazol 3 x

500 mg / hari secara intravena, 22 pasien diberikan Clindamycin 3x900

mg / hari secara intravena dan Gentamisin 1 mg / kg / hari secara

intravena, tiga pasien diberikan Tazocin 4,5 x 2 gr / hari secara intravena

dan 2 pasien diberikan dengan Meronem 2 x 1 gr. Lama rawat inap dalam

penelitian adalah 8,58 ± 5,46 hari.

Gambar 4. Hasil operasi dan drainase dengan antibiotik rejimen awal

(Dikutip dari : Dewitt Jason, 2010:3)


17

2. Non Farmakoterapi

Gencdal dkk (2017:199) dalam penelitian Evaluation of Surgical

Treatment in Patients with Ruptured Tubo-Ovarian Abscess in Our Clinics

mengemukakan penanganan mengenai cara sayatan, insisi midline yang

lebih rendah dilakukan pada 34 pasien (87,1%) sedangkan teknik

laparoskopi dilakukan pada lima pasien (12,9%). Laparotomi dilakukan

dengan anestesi umum pada semua wanita. Kateterisasi kandung kemih

dilakukan pada semua pasien. Irisan kulit dibuat dengan median (lower

midline) insisi untuk semua pasien. Menurut lokalisasi dan penyebaran

abses yang pecah di panggul, pendekatan bedah individual masing-masing

pasien (drainase abses, salpingektomi unilateral, salpingektomi bilateral

unilateral salpingooforektomi, histerektomi abdomen total +

salpingooforektomi bilateral). Secara umum prosedurnya dilakukan paling

sering menggunakan koagulasi bipolar dan gunting (Gencdal dkk,

2017:200).

Gambar 5. Evaluasi Metode Bedah

(Dikutip dari: Gencdal dkk, 2017:200).


18

2.7 Komplikasi

1. Ketidak suburan, merupakan penurunan atau hilangnya kemampuan

menghasilkan keturunan(Dorland, 2012: 1091).

2. Kehamilan ektopik, merupakan kehamilan dimana sel telur yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus (Pricilia S.

Lomboan, 2015:624).

3. Nyeri pelvis kronis bisa di lihat dari sumber penyebabnya, dapat berawal

dari viseral atau somatik. Sumber viseral ialah organ reproduksi,

urogenital dan gastrointestinal, sedangkan sumber somatik adalah tulang-

tulang pelvis, ligamen, otot dan fasia.

4. Vena therombosis ovarium merupakan bekuan darah di vena dalam yang

sebagian besar tersusun atas fibrin, sel darah merah, serta sebagian kecil

komponen leukosit dan trombosit (Andi Putra Jayanegara, 2016).

2.8 Prognosis

Kokanali dkk (2015:1) dalam jurnalnya “Risk factors for adverse

clinical outcomes in patients with tubo-ovarian abscess”menyatakan

bahwa penelitian yang dilakukan menilai faktor risiko untuk hasil klinis

yang buruk pada pasien dengan tubo-ovarium abses (TOA). Pasien

dikelola dengan terapi medis dan habis dalam waktu 7 hari tanpa

komplikasi merupakan kelompok prognosis yang menguntungkan ( n =

22), sedangkan mereka yang berhasil pembedahan atau habis setelah 7 hari

terapi antibiotik merupakan kelompok prognosis buruk ( n= 87). Variabel

termasuk usia, graviditas, jumlah dilatasi dan kuretase prosedur,

pengiriman caesar, status merokok, serum C-reactive tingkat protein,


19

jumlah darah putih serum, suhu tubuh, diameter abses, kehadiran alat

kontrasepsi dalam rahim (IUD), durasi penempatan IUD dan panjang

rawat inap dievaluasi untuk menilai hubungan mereka dengan prognosis

klinis TOA. diameter abses ≥ 6 cm adalah parameter penting yang

meningkatkan risiko delapan kali lipat untuk prognosis buruk. Tidak ada

perbedaan signifikan yang diamati mengenai variabel lain.

2.9 Edukasi

Menurut Kim dkk, edukasi yang dapat diberikan yaitu mencegah faktor

resiko sebagai berikut :

1. Tidak berhubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi berdasarkan

riwayat, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium dengan kemungkinan

terpapar mikroorganisme yang menyebabkan peradangan tuba (Gencdal

dkk, 2017:199).

2. Penggunaan IUD sesuai dengan indikasi dokter (Gencdal dkk, 2017:200).

3. Menjaga pola hidup agar terhindar dari faktor resiko Diabetes Militus yang

menyebabkan TOA (Gencdal dkk, 2017:200).

Вам также может понравиться