Вы находитесь на странице: 1из 3

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada pasien
dengan ACS atau Infark Miokard Akut di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Dalam BAB
ini penulis akan membahas meliputi pengkajian,diagnosa, prencanaan
keperawatan,implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan mengenai
kasus diangkat.

Pengkajian tahap pertama yang penulis lakukan dalam proses keperawatan


gawat darurat yaitu pengkajian primer/triage dimana terdapat pengkajian ABCD dan
riwayat penyakit.Menurut M.Black, 2014 dalam kurniawati 2018 manifestasi yang
muncul pada pasien IMA berupa Nyeri di seluruh dada seperti terbakar atau di
remas,Mual atau pusing,sesak napas dan kesulitan bernapas,Kecemasan,
kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan , keringat dingin, pucat.Hasil
pengkajian kepada pasien didapatkan pasien mengeluh nyeri pada dada, sesak
nafas,tampak keringat dingin,pasien tampak cemas dan ujung jari serta bibir tampak
pucat, CRT kembali >2 detik.TD : 110/70 mmHg N: 92 x/mnt, SPO2 : 98% dengan
oksigen nasalkanul 2 liter T : 36,5 C GCS : E 4 M 5 V 6 Composmentis.pada
keluarga tidak ada memiliki penyakit jantung menurun. Akan tetapi pasien memiliki
penyakit DM. menurut Sari & Widyatmoko,2016 penyebab IMA salah satunya adalah
Diabetes mellitus.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu klinik yang diberikan kepada pasien


mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan,status,dan
mencegah serta merubah (NANDA,2015). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam
kasus Resume gawat darurat medik dengan pasien IMA dapat mengangkat 2
diagnosa sebagai berikut, Ketidakefektifan pola nafas b.d cardiac output menurun
dan Penurunan Curah jantung b.d perubahan kontraktilitas.

Adapun alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut berdasarkan Nanda


2018-2020 memenuhi batasan karateristik yaitu pasien mengeluh sesak pasien
mengeluh nyer, hasil EKG pada pasien abnormal,akral teraba dingin, ujung jari dan
bibir tampak pucat. Adapun patofisiologinya cardiac output menurun akibat

71
perubahan kontraktilitas yang disebabkan otot atau jaringan pada jantung
mengalami iskemia sehingga jantung tidak bisa memompa darah keseluruh organ.

Untuk prioritas dan penururnan curah jantung b.d penururnan kontraktilitas


Adapun alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut karena berdasarkan
manifestasi klinis menurut (Herdman, 2018, dalam Nanda-1 Diagnosa Keperawatan)
dan alasan ketidak efekifan pola nafas menjadi prioritas adalah pada prinsip
kegawat daruratan berdasarkan penanganan ABCD terlebih dahulu .

Adapun penatalaksanaan dari infark miokard akut yaitu tatalaksana Terapi


fibrinolosis merupakan teknik reperfusi dengan memberikan obat “penghancur
bekuan darah”. Oba tini menguraikan trombus dengan mengkonversi plasminogen
menjadi plasmin dan mendegradasi bekuan bekuan fibrin. Obat yang sering
digunakan diantaranya adalah alteplase (recombinant tissue–type plasminogen
activator [rt-PA]; Activase), reteplase (Retavase), and tenecteplase (TNKase)
(Overbaugh, 2009). Obat harus segera diberikan dalam 30 menit sejak pasien
masuk RS.Terapi ini sangat efektif diberikan 3 jam dari onset gejala ACS. Walaupun
begitu, pemberian setelah 12jam onset masih memberikan keuntungan untuk
reperfusi koroner. Sedangkan pemberian setelah 24jam dari onset dapat berbahaya.
Beberapa kontraindikasi untuk terapi ini adalah pasien denganperdarahan, pasien
baru menjalani operasi atau prosedur invasif, trauma, active peptic ulcer
disease,penggunaan obat anticoagulants, recent ischemic stroke, cerebrovascular
disease, hipertensi tidak terkontrol, dan tumor otak. Komplikasi utama dari terapi ini
adalah perdarahan. pada pasien diberikan terapi farmakologi lanzoprazol, aspilet,
clopidorel, dan melaui siringe pump selain itu tindakan yang dilakukan pada pasien
IMA. Pada penatalaksanaan pada pasien diberikan obat Clopidogrel 4 tab dimana
fungsinya untuk mengurangi agregasi trombosit dan alasan kenapa terapi fibrinolosis
tidak di gunakan diIGD karena keterbatasan waktu.prinsip dari fibrinolosis ini
memerlukan pemantauan yang sangat ketata sehingga biasanya pemberian obat ini
diberikan pada saat diICCU.

Adapun penatalaksaanaan kedua yang tidak dilakukan pada pasien yaitu PCI
adalah tindakan invasif dengan memasukan kateter melalui pembuluh darah arteri
femoral (atau radial) menuju arteri koroner yang mengalami sumbatan untuk

72
membuka sumbatan tersebut dan mengembalikan perfus ke miokard. Indikasi PCI
meliputi; onset < 3jam; PCI hanya dilakukan saat di ICCU karena di waktu untuk
pemantauannya saat di igd sangat terbatas sedangkan di ICCU dapat dilakukan
pemantauan secara terus menerus. pasien dengan kontraindikasi terapi fibrinolisis;
pasien dengan risiko terjadinya gagal jantung; atau pasien dengan diagnosis
tersangka (susp) STEMI. PCI harus dilakukan 90 menit sejak pasien masuk RS.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien meliputi perdarahan, hematoma di area
insersi kateter, penurunan perfusi perifer, retroperitoneal bleeding, cardiac
arrhythmias, coronary spasm, acute renal failure, stroke, dan cardiac arrest. Pada
kasus tidak dilakukan pemasangan PCI karena dirumah sakit jarang melakukan
diruang gawat darurat dan biasanya dilakukan pada ruang ICCU karena pada IGD
memiliki keterbatasan waktu dalam pemantauan untuk tindak ini dan cocok untuk
diICCU.

Adapun hasil dari tindakan keperawatan yaitu nyeri pasien berkurang


menjadi skala 7 dan sesak nya berkurang dengan SPO2 95 %. Pasien diberikan
tindak pemberian farmakologi yaitu aspilet untuk mengurangi nyeri, CPG untuk
mengurangi agregasi trobosit dan dopamine untuk menaikan tekanan darah. Pasien
pun dipindahkan ke ICCU pada pukul 19.00 dengan TD : 120/78 mmhg, N:
104x/mnt,RR:29x/mnt,T: 36,5 C.

73

Вам также может понравиться