Вы находитесь на странице: 1из 37

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK
“KOMUNIKASI PADA BAYI, ANAK DAN KELUARGA”

Oleh
Kelompok 4

Andrial 1811316052
Habibi 1811316053
Miftahul Rahmi 1811316054
Sandri 1811316055
Arora Nexsi Amanda 1811316056
Shinta Ariyanti 1811316057
Weni Zuryati 1811316058
Ririn Budiarti 1811316059
Asmaridah 1811316060
Rita Efriani 1811316061
Budi Yuniarto 1811316062
Mawarni 1811316063
Hanifah Halim 1811316064
Rama Hidayat 1811316065
Raysa Suci Pratiwi 1811316066
Sakinah Gading 1811316068

PROGRAM B KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-NYA


penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dalam bidang studi Keperawatan Anak
tentang “Komunikasi pada bayi, anak dan keluarga “. Dalam pembuatan tugas ini
penyusun telah berusaha sebaik-baiknya, namun penyusun menyadari atas segala
kekurangan itu, maka penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan pembuatan tugas di hari yang akan
datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Jurusan Keperawatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan demi terciptanya
tenaga profesional.
Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih atas segala bantuan dari semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Padang, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar belakang ......................................................................................................... 4
A. Rumusan masalah ................................................................................................. 5
B. Tujuan .................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6
A. Prinsip Komunikasi .............................................................................................. 6
B. Faktor- Faktor yang mempengaruhi komunikasi ............................................ 12
C. Komunikasi Berdasarkan Tumbuh Kembang ....................................................... 17
D. Cara Komunikasi .................................................................................................. 21
E. Komunikasi dengan keluarga yang memiliki bayi dan anak .......................... 25
BAB III ................................................................................................................................ 36
PENUTUP ........................................................................................................................... 36
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia dalam menjalani hidupnya memerlukan interaksi dengan
orang lain. Untuk berinteraksi diperlukan adanya suatu komunikasi yang
baik. Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau
belum mengalami masa pubertas. Masa remaja merupakan suatu periode atau
masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisidari anak –anak menuju
dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa.
Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang
merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini
biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara
dengan tahun tahun sekolah dasar. Sehingga para orang tua harus lebih
berhati-hati dalam berkomunikasi dengan anak, karena anak sangatlah cepat
untuk mengingat apa yang sedang dilihat dan yang didengarnya.
Tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik, yaitu,
mempelajari atau mengajarkan sesuatu, mempengaruhi perilaku seseorang,
mengungkapkan perasaan, menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang
lain, berhubungan dengan orang lain, menyelesaian sebuah masalah,
mencapai sebuah tujuan, menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik,
menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain.
Dalam hal tersebut maka sangatlah penting seorang perawat untuk
dapat melakukan komunikasi secara efektif. Peran perawat dalam melakukan
komunikasi pada anak dan remaja adalah hubungan yang terapeutik antara
perawat dan klien akan merupakan pengalaman belajar dan juga merupakan
pengalaman koreksi terhadap emosi klien. Disini perawat sebagai tim
pelaksana dalam melakukan penyusunan asuhan keperawatan secara
terapeutik, sepertirealisasidiri, penerimaan diri, peningkatan penghormatan
diri, kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain, peningkatan fungsi dan kemampuan
untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis, asaidentitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
A. Rumusan masalah
1. Bagaimana prinsip komunikasi ?
2. Bagaimana prinsip komunikasi berdasarkan tumbuh kembang?
3. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ?
4. Apa saja factor-faktor komunikasi berdasarkan tumbuh kembang?
5. Bagaimana komunikasi berdasarkan tumbuh kembang?
6. Bagaimana komunikasi pada keluarga dan anak?

B. Tujuan
1. Agar mengetahui tentang prinsip komunikasi
2. Agar mengetahui prinsip komunikasi berdasarkan tumbuh kembang
3. Agar mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi.
4. Agar mengetahui yang menjadi factor komunikasi berdasarkan tumbuh
kembang.
5. Agar mengetahui komunikasi pada bayi, anak dan keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Komunikasi
Komunikasi adalah kontak atau hubungan atau penyampaian beritaatau
penerimaan berita yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
yangmemungkinkan pesan atau berita itu bias diterima atau dipahami.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal perawat-klien
(anak) merupakan proses belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosionalklien. ( Stuart G. W. 1998).
Secara umum komunikasi kesehatan merupakanupaya sistematis yang secara
positif mempengarui praktek-praktek kesehatan populasi besar. Sasaran
utama komunikasi kesehatan adalah melakukanperbaikan kesehatan yang
berkaitan dengan praktek dan pada gilirannya status kesehatan. Komunikasi
kesehatan yang efektif merupakan suatu kombinasi antara seni dan
ilmu.Pendekatan komunikasi kesehatan diturunkan dari disiplin
ilmu meliputipemasaran sosial, antropologi, analisis perilaku, periklanan,
komunikasipendidikan, serta ilmu-ilmu sosial yang lain. Hal ini saling
melengkapi, salingtukar menukar prinsip dan tehnik umum satu sama lain
sehingga masing-masing memberikan sumbangan yang unik bagi metodelogi
komunikasi kesehatan.
a. Tujuan komunikasi pada anak dan bayi
Tujuan berkomunikasi dengan bayi, yaiti:
1. Memberi rasa aman pada bayi.
2. Memenuhi kebutuhan bayi akan kasih sayang, dan melatih bayi
mengembangkan kemampuan bicara , mendengar, dan menerima
rangsangan.
Tujuan komunikasi pada anak:
1. Melatih keterampilan penggunaan pancaindra
2. Meningkatkan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor
3. Sebagai bentuk pembelajaran dan permainan dalam melakukan
hubungan dengan orang lain
4. Mengembangkan konsep diri
b. Prinsip komunikasi pada bayi
Anda tentu sudah tahu, meskipun bayi belum bisa berbicara, namun ia
harus aktif diajak berkomunikasi sebagai bentuk stimulasi tumbuh-
kembangnya. Ada berbagai teori mengenai cara berkomunikasi dengan bayi,
salah satunya berbicara seperti orang dewasa pada umumnya.
Namun, menurut Denis Burnham, pakar bahasa dari Australia,
berkomunikasi dengan bayi harus memperhatikan beberapa hal, yaitu
pengaturan emosi, ritme, dan struktur karakteristik. Berikut penjelasannya

1. Frekuensi dan Volume


Sudah banyak penelitian yang menemukan manfaat berbicara kepada
Si Kecil. Diketahui bahwa semakin sering berbicara dengannya dan
semakin banyak kata yang dikeluarkan, akan lebih baik bagi anak. Bayi
yang mendengar lebih dari 30 juta kata hingga usia 3 tahun, memiliki
perkembangan bahasa yang lebih baik. Ia akan lebih cepat berbicara dan
memiliki perbendaharaan kata lebih banyak. Namun, tak hanya
frekuensinya saja yang perlu diperhatikan, tetapi juga volume Anda ketika
berbicara dengannya. Anda dianjurkan untuk berbicara jangan terlalu cepat
dan keras. Berkomunikasi dengan bayi akan lebih efektif jika dilakukan
dengan cara bernyanyi bersama, membaca cerita, mendongeng, atau
membaca puisi atau sajak.

2. Bahasa Tubuh dan Isyarat Visual


Menurut Association for the Education of Young Children,
menggunakan gerak tubuh dan ekspresi wajah saat berbicara dengannya,
dapat membantu bayi lebih memahami kata-kata. Penelitian menunjukkan,
isyarat visual membantu anak-anak mencerna kosakata baru dan
meningkatkan kemampuan mereka untuk memahami konteks.
3. Kontak Mata
Berbicara dengan siapa pun, kontak mata adalah hal yang penting.
Si Kecil pun akan menyadari bahwa ia sedang diajak berbicara. Dalam
sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Current Biology,
menyebutkan adanya kontak mata antara orangtua dan bayi mampu
meningkatkan rentang konsentrasi bayi pada suatu kegiatan. Hal ini
tentu berguna untuknya belajar dan memecahkan masalah dengan lebih
baik. (Rosa Ayu Hapsari/Dok. M&B UK)
Meski belum bisa berbicara, bayi harus aktif diajak berkomunikasi
untuk mendukung perkembangannya. Ada yang bilang, bicaralah
seperti orang dewasa pada umumnya kepada bayi. Tetapi, menurut
pakar bahasa dari Australia, Denis Burnham, berkomunikasi pada bayi
perlu pengaturan emosi, ritme, hingga struktur karakteristik. Memang,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika mengajak bayi
berkomunikasi. Frekuensi dan volume Penelitian menunjukkan,
semakin banyak berbicara pada bayi, semakin banyak kata yang
dikeluarkan pula, akan lebih baik bagi bayi.
Bayi yang mendapat lebih dari 30 juta kata hingga usia 3 tahun
memiliki perkembangan bahasa yang lebih baik sehingga saat sekolah
sudah pandai membaca. Berbicara pada anak juga jangan terlalu cepat
dan keras seperti membentak bayi. Bisa dengan cara bernyanyi
bersama, membaca puisi atau sajak, dan mendorong anak berbicara
sesama temannya.
Bahasa tubuh dan isyarat visual Menurut Association for the
Education of Young Children, menggunakan gerak tubuh dan ekspresi
wajah dapat membantu anak memahami kata-kata. Misalnya,
memperkenalkan diri sambil tersenyum riang dan melambaikan
tangan. Penelitian menunjukkan, isyarat visual membantu anak-anak
mencerna kosakata baru dan meningkatkan kemampuan mereka untuk
memahami konteks. Kontak mata Kontak mata juga penting saat
berbicara dengan bayi. Bayi akan menyadari ia sedang diajak
berbicara. Dalam sebuah penelitian di Current Biology, adanya kontak
mata antara orangtua dan bayi meningkatkan rentang perhatian bayi
atau jangka waktu bayi dapat berkonsentrasi pada suatu kegiatan.
Rentang perhatian yang panjang akan membantu bayi belajar bahasa
dan memecahkan suatu masalah lebih baik saat memasuki usia
sekolah. Ibu atau ayah bisa memberikan kontak mata ketika mengajak
bayi berbicara sambil bermain.

c. Prinsip komnikasi pada anak


Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers, seperti :
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati,memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima percaya,dan
menghargai.
3. Perawat harus memahami dan menghayati nilai yang dianut oleh klien
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik
maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
6. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap,tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah -
masalah yang dihadapi.
7. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan ,maupun frustasi.
8. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
9. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
10. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar hubungan
komunikasi terapeutik.
11. Mampu berperan sebagai role model.
12. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila di anggap
mengganggu.
13. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
14. Berpegang pada etika.
15. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap
orang lain.
Karakteristik Helper yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan
Terapeutik pada Anak
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa
karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi
tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil
bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa
percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang
tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat,
J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk
menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi,
membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat
harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan
lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina
hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan
bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai
kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa
aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).

4. Empati bukan simpati


Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena
dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien
(Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat
dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak
hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam
perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah
secara objektif.

5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien


Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus
berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya
perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi
klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat
harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif
dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti
mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa
melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi
berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh
perhatian menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk
berbicara atau menyampaikan perasaannya.

6. Menerima klien apa adanya


Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima
klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa
aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai
Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila
hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa
adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien


Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk
dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan
klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat
terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi
ataupun perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai
individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula
terhadap dirinya sendiri.

B. Faktor- Faktor yang mempengaruhi komunikasi


a. Factor yang mempengaruhi komunikasi pada bayi
1. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang menjadi faktor utama dalam
komunikasi. Seseorang dapat menyampaikan pesan dengan mudah apabila ia
memiliki pengetahuan yang luas. Seorang komunikator yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi, ia akan lebih mudah memilih kata-kata (diksi) untuk
menyampaikan informasi baik verbal maupun non verbal kepada komunikan.
Hal ini berlaku juga untuk seorang komunikan. Seorang komunikan dapat
merespon atau menginterpretasikan informasi yang diberikan komunikator
dengan baik apabila ia memiliki pengetahuan. Pada bayi mungki belum
terlalu tampak bagaimana pengetahuan bayi bisa mempengaruhi komunikasi,
karena bayi belum bisa mengkomunikasikan dalam bentuk bahasa baru
dengan non verbal.

2. Perkembangan
Perkembangan ada 2 yaitu:
a. Pertumbuhan manusia
Pertumbuhan dapat mempengaruhi pola pikir manusia. Bagaimana
komunikan menyikapi informasi yang diberikan komunikator dan
bagaimana komunikator menyampaikan informasi kepada komunikan.
Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menyampaikan
informasi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya cara
menyampaikan informasi kepada anak bayi dengan remaja tentu saja
berbeda. Ada cara-cara tersendiri yang dapat kita sesuaikan dengan
pola pikir yang sesuai dengan pertumbuhannya. Pada bayi bisa dengan
gerakan tubuh, seperti menendang dll.
b. Keterampilan menguasai bahasa
Keterampilan dalam berbahasa ini merupakan salah satu faktor yang
sangat terkait dengan pertumbuhan. Pada dengan bayi, bayi memiliki
keterampilan bahasa hanya dengan isyarat (non verbal) seperti
menangis jika sakit, haus, atau lapar.

3. Hubungan Dan Peran Orang Tua


Bayi sudah bisa mendengar dan membedakan semua suara yang ada
di sekitarnya sejak masih dalam kandungan. Suara-suara tersebut dapat
memengaruhi proses tumbuh kembang janin sampai ketika ia sudah lahir. Itu
sebabnya perlu rajin-rajin mengajak bayi bicara sepanjang masa kehamilan.
Tidak cuma ibu, ayah pun juga penting untuk terus berkomunikasi dengan
calon anaknya.
Menurut University of Maryland Medical Center, bayi sudah dapat
mendengar suara dari lingkungan luar sejak usia kehamilan 19 sampai 21
minggu. Namun, beberapa bayi baru akan bisa menanggapi suara yang ia
dengar pada awal minggu ke-24, sementara yang lainnya mulai di antara usia
26-30 minggu.
Sebuah penelitian yang menarik tentang bayi prematur menunjukkan bahwa
mereka lebih fokus terhadap suara bernada rendah yang dimiliki oleh ayah
daripada suara bernada tinggi khas suara ibu. Selama ini, peran ayah sedikit
lebih dinomorduakan dalam memastikan kesehatan janin. Padahal, para ahli
kesehatan dari seluruh dunia menekankan pentingnya bagi para calon ayah
agar terus proaktif untuk ikut menjaga tumbuh kembang bayi selama dalam
kandungan. Ini bukannya tanpa alasan.
Semakin banyak penelitian yang membuktikan bahwa peran ayah mengajak
bicara bayi ternyata memiliki pengaruh yang jauh lebih besar untuk
perkembangan calon buah hatinya. Studi menunjukkan bahwa suara calon
ayah yang ia dengar akan terasa menenangkan, baik semenjak masih dalam
rahim dan ketika akhirnya bisa bertemu mereka sebagai bayi yang baru lahir.
Terlebih lagi, sering-sering mengajak bayi bicara membantu ia belajar.
Percakapan yang kita lakukan dengan bayi di trimester ketiga berguna
sebagai fondasi kuat bagi perkembangan sosial dan emosional mereka, serta
kemampuan bahasa dan ingatan mereka. Dengan kata lain, suara kita sudah
membentuk pemahaman mereka tentang dunia.
Dan juga bisa memperdengarkan musik atau membacakan cerita untuknya.
Pada kenyataannya, semakin cepat kita memandu mereka ke hal-hal yang
baik, semakin baik informasi tersebut menempel di otak mereka sampai tua
nanti. Dilansir dari Livestrong, National Association for Music Education
menyarankan para calon orangtua untuk memilih dan menyetel musik yang
tepat. Sebab, jenis musik yang kita pilih nantinya akan membentuk
kemampuan penguasaan bahasa setelah si kecil dilahirkan nanti. Selain itu,
hal ini juga dapat meningkatkan keterampilan motorik halus dan kasar bayi di
masa perkembangannya.
Karena itu, ajaklah calon bayi berkomunikasi sesering mungkin. Tanpa kita
sadari, si kecil akan memberikan respon tertentu terhadap suara yang
diberikan, baik dengan pergerakan kecil, tendangan halus, dan sebagainya.

4. Lingkungan dan Persepsi


Setelah bayi lahir, kebiasaan berkomunikasi ini perlu terus
dilanjutkan. Ini dapat membuatnya merasa lebih diperhatikan sehingga
perkembangan motoriknya pun bisa lebih cepat. Hindari marah-marah di
depan anak, yang masih bayi sekalipun. Sebab, riset membuktikan bayi yang
baru berusia enam bulan pun bisa mengenali nada suara yang marah.
Para peneliti di University of Manchester, Inggris menyelisik hubungan
antara nada suara dan bagian otak yang berhubungan dengan penafsiran sifat
emosional vokalisasi. Ternyata, otak manusia pada dasarnya bisa mulai
mengenali nada marah sedini usia enam bulan. Bahkan bayi pun sensitif
terhadap intonasi suara. Sama seperti orang dewasa akan memproses dan
menafsirkan nada bicara seseorang saat berbicara dengan mereka.
Sehingga disimpulkan bahwa lingkungan dan persepsi juga sangat
mempengaruhi bagiamana komunikasi dengan bayi. Karena bayi senitif
dengan intonasi suara.

b. Factor yang mempengaruhi komunikasi pada anak


Dalam proses komunikasi kemungkinan ada hambatan selama
komunikasi, karena selama proses komunikasi melibatkan beberapa
komponen dalam komunikasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin bagus
pengatahuan yang dimiliki sehingga penggunaan komunikasi dapat secara
efektif akan dapat dilakukannya. Dalam komunikasi dengan anak atau orang
tua juga perlu diperhatikan tingkat pendidikan khususnya orang tua karena
berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.

2. Sikap
Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses kemungkinan
berjalan efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang
memiliki sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya
terhadap komunikator, demikian sebaliknya apabila dalam komunikasi
menunjukkan sikap yang baik maka dapat menunjukkan kepercayaan dari
penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi
tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai dan lain-lain,
kesemuanya dapat mendukung berhasilnya komunikasi terapeutik.

3. Usia Tumbuh Kembang


Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat
ditunjukkan semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam
komunikasi semakin kompleks dan sempurna yang dapat dilihat
perkembangan bahasa anak.

4. Status Kesehatan Anak


Status kesehatan sakit dapat berpengaruh dalam komunikasi, hal ini dapat
diperlihatkan ketiak anak sakit atau mengalami gangguan psikologis maka
cenderung anak kurang komunikatif atau sangat pasif, dengan demikian
dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara fisik dan psikologis untuk.

5. Sistem Sosial
Sistem sosial yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di
masyarakat, di mana setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi
yang berbeda. Hal tersebut dapat juga mempengaruhi proses komunikasi
seperti orang Batak engan orang Madura ketika berkomunikasi dengan
bahasa komunikasi yang berbeda dan sama-sama tidak memahami bahasa
daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dan komunikasi.

6. Saluran
Saluran ini merupakan faktor luar yang berpengaruh dalam proses
komunikasi seperti intonasi suara, sikap tubuh dan sebagainya semuanya akna
dapat memberikan pengaruh dalam proses komunikasi, sebagai contoh apabila
kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara atau intonasi jelas
maka sangat mudah kita menerima informasi ataupun pesan yang
disampaikan. Demukian sebaliknya apabila kita berkomunikasi dengan orang
yang memiliki suara yang tidak jelas kita akan kesulitan menerimapesan atau
informasi yang disampaikan.

7. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area, lingkungan
dalam hal komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun
lokasi yang ada. Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan dampak
berhasilnya tujuan komunikasi sedangkan lingkungan yang kurang baik akan
memberikan dampak yang kurang. Hal ini dapat kita contohkan apabila kita
berkomunikasi dengan anak pada tempat yang gaduh misalnya atau tempat
yang bising, maka proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik,
kemungkina sulit kita berkomunikasi secara efektif karena suara yang tidak
jelas, sehingga pesan yang akan disampaikan sulit diterima oleh anak.

C. Komunikasi Berdasarkan Tumbuh Kembang


Saat melakukan komunikasi pada anak, perlu diperhatikan aspek - aspek yang
meliputi usia tumbuh kembang anak, teknik berkomunikasi, metode dalam
berkomunikasi dengan anak dan langkah-langkah dalam melakukan
komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses
komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan
tepat.
1. Usia Bayi (0-1 tahun)
Komunikasi pada bayi umumnya dapat dilakukan adalah dengan
melalui gerakan. Gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif.
Selain itu, itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal.
Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan
kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi
digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara.
Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia
minggu ke-8 dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau
cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan
tersenyum. Pada usia ke-16 bayi sudah mulai menolehkan kepala pada
suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi
sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-
lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan
terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang ada dalam
buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-
kata yang spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan
komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada
bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan
tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-
lain.

2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditandai dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak yang sudah bisa
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke-2 sudah mampu
memahami 200-300 kata. Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun
anak sudah mampu menguasai 900 kata dan banyak kata-kata yang
digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi
pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat
tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat,
mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan
dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam
berbicara. Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan
adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi
kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan
digunakan seperti stetoskop, menggunakan nada suara, bicara lambat,
jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang
sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata
“jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan
mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak
komunikasi.. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan
penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa
disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk
menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita
dalam menggali perasaan dan fikiran anak saat melakukan komunikasi.

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)


Komunikasi pada anak usia sekolah merupakan proses penyampaian
dan transfer informasi yang melibatkan anak usia sekolah, baik sebagai
pengirim pesan maupun penerima pesan. Proses ini melibatlan usaha-
usaha untuk mengelompokkan, memilih dan mnegirimkan lambang-
lambang sedemikian rupa yang dapat membantu seorang pendengar
atau penerima berita dalam mengamati dan menyusun kembali makna
yang terkandung dalam pikiran komunikator. Pada anak usia sekolah,
komunikasi yang terjadi mengalami perbedaan dengan tingkat usia
lainnya. Pada proses ini, anak usia sekolah dapat saling
mengekspresikan perasaan dan pikirannya sehingga diketahui oleh
orang lain.

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan


kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan
yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran
anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke
delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang
kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap
masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu
menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu
yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak
diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan
prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi
dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara
jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat
anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)


Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan
kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara
konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia
sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan
dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan
ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini
adalah masa peralihan anak menjadi dewasa. Komunikasi yang dapat
dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada
teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan
rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal
terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam
bersikap dewasa.
D. Cara Komunikasi
a. Cara komunikasi pada bayi
a) Penglihatan
Pada waktu lahir, mata bayi belum berkembang sempurna
sehingga penglihatannya masih kabur. Dalam usia satuminggu,
anak telah mapuh merespon cahaya. Pada usia ini, kemampuan
koordinasi otot mata bayi mulai tampak sehingga ia mampu
menangkap gerak benda yang digerakan di sekitar matanya dan
mengedipkan matanya terhadap sinar yang terang dan suara. Pada
usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat
objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai
melakukan tersenyum dan ia mampuh melihat objek dengan jelas
dalam jarak relatif jauh.pada usia enam bulan bayi telah mampu
mengidentifikasi warna, mampu melihat beberapa gambar yang
terdapat dalam buku.

b) Pendengaran
Pada saat lahir, bayi dapat dikatakan masih tuli. Namun, mulai
hari ketiga sampai ketuju bayi sudah mampu bereaksi terhadap
suara dari lingkungannya. Dalambeberapa hari, bayi telah mampuh
membedakan berbagai suara misalnya membedakan suara ibunya
dari suara orang lain.
Pada usia ke enam belas minggu bayi sudah mulai menolehkan
kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-
ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi
terhadap panggilan terhadap namanya. Pada akhir tahun pertama
bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara
dua atau tiga kata.
c) Perabaan
Kulit bayi cukup peka sehingga sangat sensitiv terhadap segala
sentuhan, tekanan dan suhu.

d) Penciuman dan pengecapan


Hidung dan lidah merupakan indra yang cukup peka pada bayi,
sehingga ada kalanya bayi menolak makanan, dan mereka dapat
menentukan bau susu ibunya dan merespon terhadap bau susu
tersebut dengan menoleh kearah ibunya. Seiring peningkatan usia,
kemampuan penerimaan rangsang suara juga berkembang
sehingga sejak usia tiga bulan, komunikasi dengan bayi mulai
dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa.

e) Wicara
Kemampuan bicara pada tahun pertama muncul dalam tiga
bentuk, yang lebih dikenal sebagai “bentuk prawicara” (prespeech
forms), yaitu: menangis, merengek, dan gerak gerik. Komunikasi
dengan bayi dilakukan dengan menggunakan suara, sentuhan dan
belaian, ciuman (taktil) ataupun gerakan.

b. Cara komunikasi pada anak


Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu satu yang penting dalam
menjaga hubungan dengan anak ,melalui komunikasi ini pula perawatan
dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri
anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah
keperawatan atau tindakan keperawatan .Beberapa cara yang dapat
digunakan dalam berkomunikasi dengan anak ,antara lain :
a. Melalui Orang Lain Atau Pihak Ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam
menumbukan kepercayaan diri anak ,dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung
yang sedang berada disamping anak. Selain itu dapat digunakan cara
dengan memberikan komentar tentang mainan , baju yang sedang di
pakainya serta hal lainnya ,dengan catatan tidak langsung pada pokok
pembicaraan.

c. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat
mudah di terima ,mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita
,tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang
akan dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.

d. Memfasilitas
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunkasi, melalui ini
ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat di terima. Dapat
memfasilitasi kita harus mampu mengekspersikan perasaan dan tidak
boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan
yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan
jangan merefleksikan ungkapan negative yang menunjukan kesan yang
jelek pada anak.

e. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk
mengekspresikan perasaan,dengan menceritakan isi buku atau majalah
yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak

f. Meminta Untuk Menyebutkan Keinginan


Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak ,dengan
meminta anak untuk menyebutkan keinginan tersebut dapat diketahui
berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keingian tersebut dapat
menunjukan perasaan dan pikiran anak pada saat itu
g. Pilihan Pro Dan Kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan
atau mengetahui perasaan dan pikiran anak ,dengan mengajukan pada
situasi yang menunjukan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan
pendapat anak

h. Penggunaan Skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan
perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri ,cemas
,sedih dan lain lain,dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan
perasaan sakitnya

i. Menulis
Melaui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada
keadaan sedih ,marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan
pada abak yang jengkel ,marah dan diam . cara ini dapat dilakukan
apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis

j. Menggambar
Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk
mengungkapkan ekspresinya ,perasaan jengkel marah yang biasanya
dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan
perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang
ditulisnya.

k. Bermain
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi,
melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan anak,
perawat dan orang di sekitaranya dapat terjalin, dan pesan pesan dapat
disampaikan.
E. Komunikasi dengan keluarga yang memiliki bayi dan anak
Pola Komunikasi Keluarga Pola komunikasi keluarga adalah komunikasi
yang terjadi dalam keluarga dimana sumber adalah orangtua kepada anaknya
ataupun anak kepada orangtua yang mempunyai polapola tertentu. Pola
komunikasi keluarga dalam penelitian ini adalah pola komunikasi laissez-
faire, pola komunikasi protektif, pola komunikasi pluralistik dan pola
komunikasi konsensual
a. Pola komunikasi dibagi menjadi :

1. Pola Laissez-faire Pola laissez-faire yang dilakukan di keluarga yang


tinggal di permukiman dan yang tinggal di perkampungan termasuk
dalam kategori sering. Hal utama yang dilakukan oleh keluarga yang
tinggal di permukiman dalam pola laissez-faire adalah saat orangtua
membiarkan anak bermain sendiri. Keluarga di perkampungan
membiarkan anak main sendiri didalam dan diluar rumah, hal ini di
mungkinkan karena keluarga yang tinggal di perkampungan tinggal
diantara keluarga luas.

2. Pola Protektif Keluarga yang tinggal di permukiman maupun yang tinggal


di perkampungan. 99,4% responden menyatakan pernah, bahkan
cenderung sering dan selalu menggunakan pola komunikasi keluarga
dengan pola protektif dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Hal utama
yang selalu dilakukan oleh para orangtua adalah menemani bermain dan
menjelaskan setiap yang ditanyakan oleh anak-anak mereka. Sebagian
dari orangtua mengarahkan anak-anak mereka dengan permainan yang
menurut orangtua lebih baik, dan rata-rata anak mereka patuh dan tidak
pernah menolak. Laranganlarangan yang harus diketahui anak, lebih
dahulu dijelaskan sebelum anakanak mereka melakukan aktivitas. tinggal
di perkampungan termasuk dalam kategori sering dan cenderung kepada
selalu digunakan dalam interaksi dengan anggota keluarga, terutama
terhadap anak-anaknya. 74% dari responden yang tinggal di dua lokasi
penelitian menyatakan sering memberi kebebasan kepada anak-anak
mereka dalam bermain, mereka tidak melarang karena mereka
menganggap anak-anak sudah mengerti apa yang di lakukan anak-anak
mereka. Rata-rata orangtua mempercayai apa yang dilakukan oleh anak-
anaknya. Mereka beranggapan bahwa anak-anak mereka sudah mengerti
apa resiko dari pilihan permainan mereka

3. Pola Pluralistik Keluarga yang tinggal di permukiman dan keluarga yang


tinggal di perkampungan termasuk dalam kategori sering dan cenderung
dalam kategori selalu di gunakan dalam berinteraksi dengan anak-
anaknya. Keluarga yang tinggal di permukiman dan keluarga yang tinggal
diperkampungan memberikan kebebasan kepada anak-anak dalam
mengemukakan pendapat tentang mainan yang akan di pilih dan
membiarkan anak bertanya sesuai dengan perkembangan kemampuannya.
Dalam aktivitas bermain, orangtua memberikan kesempatan kepada
anakanaknya untuk memilih permainan yang akan di mainkan, orangtua
menjelaskan resiko dari akibat permainan tersebut. Larangan tidak
dilakukan oleh orangtua apabila permintaan anak sudah disampaikan oleh
anak dan orangtua memahami maksud dari permintaan tersebut.

b. Fungsi Sosialisasi Keluarga


Fungsi Sosialisasi keluarga dalam keluarga merupakan suatu proses
dimana orangtua melakukan penanaman nilai dan norma kepada anak-
anak atau anggota keluarga. Norma merupakan nilai yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat dan di sosialisasikan kepada anggota keluarga agar
mereka mampu berperan menjadi orang dewasa dikemudian hari. Harapan
dalam melakukan fungsi sosialisasi keluarga adalah agar anak-anak dalam
setiap keluarga dapat berperilaku sesuai patokan yang berlaku dalam
masyarakat. Nilai yang ditanamkan merupakan hal dasar yang
fundamental seperti antara lain tentang nilai kejujuran, keadilan,
budipekerti, pendidikan dan kesehatan. untuk menegakkan nilai-nilai itu
diperlukan sejumlah norma atau aturan berperilaku sebagai patokan bagi
anggota masyarakat sehingga dapat mengindahkan nilai dimaksud dalam
kehidupan bersama atau masyarakat.

1. Pola Konsensual Pola komunikasi konsensual yang terjadi di keluarga


yang tinggal di permukiman dengan keluarga yangdi lakukan saat anak
bermain bersama teman-teman sebayanya. Orangtua membiarkan anak
memilih teman, tanpa mengarahkan siapa yang harus di pilih sebagai
teman. Saat menonton Televisi bersama, anak di biarkan menonton,
kalau ada pertanyaan baru di arahkan sesuai dengan pertanyaan yang
diajukan anak. Pada saat anak mandi, beberapa keluarga di
permukiman membiarkan anak-anak mereka bermain sambil mandi di
kamar mandi, sambil mengajarkan apa yang di lakukan anak saat
mandi.

2. Fungsi Sosialisasi Aktif Sosialisasi aktif yang dilakukan orangtua


didalam penelitian ini adalah aktif dalam mengarahkan anak-anaknya
kepada kehidupan yang sesungguhnya. Orang tua yang tinggal di
permukiman cenderung melakukan sosialisasi aktif dengan cara
menuntun anak untuk mengerti dan memahami apa yang menjadi
norma di lingkungan masyarakat. Keluarga yang tinggal di
permukiman maupun yang tinggal di perkampungan termasuk dalam
kategori pernah, sering dan bahkan cenderung selalu melakukan fungsi
sosialisasi secara aktif dalam memjelaskan arti dari setiap yang ingin
di ketahui oleh anakanak mereka. Orangtua mengarahkan anaknya
untuk mengenal lingkungan dan nilai-nilai secara baik. Keluarga yang
tinggal di permukiman maupun yang tinggal di perkampungan
samasama mengarahkan anak untuk melakukan perilaku sopan kepada
siapa saja yang mereka temui, mereka diajarkan untuk mengucapkan
salam ketika bertemu dengan orang yang lebih tua.

3. Fungsi Sosialisasi Pasif Keluarga yang tinggal di permukiman dan di


perkampungan lebih menggunakan fungsi sosialisasi pasif pada saat-
saat tertentu seperti mengenal teman bermain dengan sendirinya.
Mengambil mainan di tempat main sendiri. Data lapangan
menunjukkan bahwa sosialisasi pasif lebih Dominan di lakukan saat
anak bermain bersama teman-teman sebayanya. Orangtua membiarkan
anak memilih teman, tanpa mengarahkan siapa yang harus di pilih
sebagai teman. Saat menonton Televisi bersama, anak di biarkan
menonton, kalau ada pertanyaan baru di arahkan sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan anak. Pada saat anak mandi, beberapa
keluarga di permukiman membiarkan anak-anak mereka bermain
sambil mandi di kamar mandi, sambil mengajarkan apa yang di
lakukan anak saat mandi.

4. Fungsi Sosialisasi Radikal Berdasarkan data, 78% keluarga di


permukiman dan keluarga di perkampungan menerapkan fungsi
sosialisasi radikal dalam kategori sering dan selalu. Data di lapangan
menunjukkan bahwa keluarga lebih radikal atau keras kepada anak-
anaknya apabila menyangkut agama yang dianut. Para orangtua di
perkampungan lebih keras dalam mendidik anak-anak mereka dan
mewajibkan mengikuti pendidikan qur’ani yang diadakan di lembaga-
lembaga Islam dilingkungan rumah mereka. Bagi keluarga yang
beragama Khatolik dan Protestan, mereka menerapkan fungsi
sosialisasi radikal pada saat anak ke sekolah minggu di gereja, mereka
mendisiplinkan waktu harus ke gereja. Keluarga di permukiman dan di
perkampungan melakukan hal yang sama dalam menerapkan sangsi
kepada anak-anak mereka

c. Bentuk Komunikasi
Bentuk komunikasi yang muncul dalam komunikasi sehari-hari
adalah bentuk verbal ataupun bentuk nonverbal. Hal yang di harapan
dalam berkomunikasi adalah terciptanya suatu proses penyampaian verbal
pikiran, perasaan dan emosional yang dapat diungkapkan dengan berbagai
cara sehingga dimengerti orang lain, dan terjadi perubahan tingkah laku
pada individu yang diharapkan tersebut.

1. Komunikasi Verbal Bentuk komunikasi verbal, dilihat berdasarkan


penggunaan bahasa, intonansi, nada saat bicara ataupun logat, dialek,
merupakan objek dalam memahami bentuk komunikasi verbal. Bentuk
komunikasi verbal jika dikaitkan dengan pola komunikasi keluarga
dalam penerapan fungsi sosialisasi keluarga terhadap perkembangan
anak, dapat dikatakan bahwa bagaimana orangtua, terutama ibu yang
mengasuh anak melakukan komunikasi secara verbal kepada anaknya.
Data menunjukkan bahwa penggunaan bahasa pada keluarga yang
tinggal di permukiman dan di perkampungan menunjukkan pada taraf
sama yaitu dalam kategori pernah dan sering menggunakan bahasa ibu
atau bahasa daerah dalam berinteraksi dengan anak-anak maupun
dengan anggota keluarga lainnya. Data lapangan menunjukkan bahwa
146 responden (90%) menyatakan pernah dan sering menggunakan
bahasa daerah untuk menjelaskan sesuatu kepada anak-anaknya.
Bahasa daerah yang dipakai oleh orangtua saat berinteraksi dengan
anaknya lebih cenderung mengenai pembiasaan ucapan ataupun
perintah singkat seperti ”tole..turu”, (bahasa Jawa yang di gunakan ibu
kepada anak laki-laki kesayangan untuk meminta anaknya tidur),
“Buyung.. jaan main jauh-jauh yo” (bagi keluarga Minang dalam
melarang anak untuk tidak bermain jauh-jauh dari rumah). “neng
geulis…” Bahasa daerah bagi keluarga Sunda terhadap anak
perempuannya. Penggunaan bahasa yang mudah di mengerti oleh anak
termasuk sering di pakai oleh keluarga baik yang tinggal di
permukiman maupun keluarga yang tinggal di perkampungan. Nada
bicara saat interaksi dengan anak menunjukkan bahwa ratarata
orangtua sering menggunakan nada rendah untuk memberitahu sesuatu
kepada anak-anaknya. mereka mencoba merendahkan nada ketika
marah kepada anak-anaknya. Begitu juga saat anakanak bertanya
tentang mainan, menanyakan kegunaan mainan, rata-rata keluarga
menyatakan kepada mereka dengan merendahkan nada bicara ketika
anak bertanya. Aktivitas anak dilarang dengan menggunakan
kata”jangan”, ”Tidak”, larangan ini disampaikan dengan menekankan
kata, sehingga anak menangkap sebagai larangan yang harus dipatuhi.

2. Komunikasi nonverbal Komunikasi nonverbal meliputi komunikasi


yang dapat disampaikan dalam berbagai cara, misalnya dengan
gerakan anggota tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, penampilan dan
gaya gerak. Komunikasi nonverbal sangat membantu dan memperkuat
komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal dalam penelitian ini adalah
Intonansi, mimik, kinesik, proximiti, haptik, kekasaran, sentuhan. Data
menunjukkan bahwa dalam pengucapan kata lebih sering di tekankan
pada kata-kata yang ingin dingat oleh anak. Baik keluarga yang tinggal
di permukiman maupun keluarga yang tinggal di perkampungan
termasuk dalam kategori sering dan selalu menekankan kata-kata
penting yang harus di lakukan oleh anak-anak mereka. Dalam
menjelaskan kata- kata penting juga termasuk dalam kategori sering
dan selalu. Keluarga yang tinggal di permukiman maupun yang tinggal
di perkampungan termasuk sering menunjukkan kemarahan kepada
anak dengan menggunakan mimik wajah. Begitu juga dalam
mengungkapkan rasa sayang kepada anak di ungkapkan dengan mimik
wajah yang menunjukkan rasa sayang. Melarang anak untuk tidak
melakukan kesalahan atau hal-hal yang keliru, para orangtua
menggunakan mimik wajah yaitu dengan mendelikkan mata tanda
tidak setuju dengan perbuatan anak. Memeluk anak sambil bermain,
sambil menonton televisi termasuk dalam kategori sering dilakukan
oleh keluarga yang tinggal di permukiman, sedangkan keluarga di
perkampungan tidak pernah melakukan memeluk anak sambil bermain
atau sambil menonton televisi. Saat anak bermain, memanjat kursi atau
menaiki tangga, bagi keluarga di permukiman di perhatikan dan selalu
dituntun untuk menaiki kursi ataupun tangga. Sedangkan keluarga
yang tinggal di perkampungan tidak menuntun anak saat menaiki
tangga atau memanjat kursi, hal ini karena mereka selalu membiarkan
anakanaknya untuk bermain dengan sendirinya, tanpa di tuntun
maupun di perhatiankan secara mendetail. Proximiti atau kedekatan
orangtua kepada anak ditunjukkan dengan mengendong pada saat
menangis. Keluarga yang tinggal di permukiman dan keluarga yang
tinggal di perkampungan menunjukkan perilaku proximiti kepada
anaknya dengan mengendong anak ketika merajuk atau ketika
mengamuk karena tidak suka dengan mainannya. Rata-rata anak yang
tinggal di permukiman maupun di perkampungan menunjukkan
kesenangan kepada mainan dilakukan dengan tertawa-tawa dan
melonjaklonjak. Anak dari kedua wilayah penelitian menunjukkan
kesedihannya dengan menangis. Orangtua pada keluarga di
permukiman termasuk dalam kategori selalu menyentuh wajah
anaknya pada saat akan menyisir rambut anaknya, begitu juga pada
saat akan mengajak tidur. Belaian pada rambut anak juga sering
dilakukan oleh keluarga yang tinggal di permukiman. Mereka juga
membiasakan mencium ubun-ubun anaknya. Membelai rambut anak
sambil mengatakan ” kamu cakep sayang”, merupakan kata-kata yang
termasuk kategori pernah diucapkan oleh orangtua yang tinggal di
permukiman maupun di perkampungan. Menciumi anak sambil
mengatakan ”anak pinter” merupakan perilaku dan kata-kata yang
termasuk dalam kategori pernah dilakukan oleh oranhgtua yang tinggal
di permukiman dan di perkampungan. Rata-rata orangtua yang bekerja,
ketika mereka pulang sampai dirumah dan bertemu anaknya, mereka
membiasakan menyentuh wajah anaknya sambil menyapa berkata ”apa
kabar sayang” .

d. Kondisi Anak pada Saat Penelitian di lakukan


a) Perkembangan Fisik Anak
Anak dalam penelitian ini adalah anak yang berusia antara 0 s/d 6
tahun yang diasuh oleh orangtua yang lengkap. Umur anak pada
penelitian ini berada dalam umur 2 tahun s/d 6 tahun. Perkembangan
anak jika dikaitkan dengan usianya, sudah sesuai dengan batas
kemampuan anak dalam usia balita. Keluarga di permukiman dan
keluarga di perkampungan mempunyai pola yang sama dalam
mengadopsi informasi dari puskesmas ataupun dari dokter yang
mereka kunjungi. Pengetahuan Ibu dan Ayah pada kedua wilayah
penelitian di nilai cukup mengerti dengan perkembangan anak sesuai
dengan umur anak. Mereka para orangtua mengerti apa yang harus
dilakukan pada saat anak bertambah bulan dan tahun usianya.
Keluarga di permukiman memberikan perlakuan sama kepada anak
laki-laki dan anak perempuan. Para orangtua menganggap anak
lakilaki maupun anak perempuan adalah sama, sehingga mereka tidak
membedakan perilaku dalam pengasuhan. Jika di kaitkan dengan
memilih permainan, karena sudah menjadi kebiasaan dan adanya
performance media, seperti film kartun ninja, power ranger, Conan,
mereka membedakan jenis mainan bagi anak laki-laki dan anak
perempuan. Sedangkan keluarga di perkampungan tidak membuat
perbedaan secara spesifik. Perkembangan fisik dan motorik anak, pola
pandai berjalan terhadap anak di permukiman dan di perkampungan
termasuk pola normal. Perkembangan motorik kasar untuk berjalan
lancar antara 11 bulan-16 bulan. Perkembangan fisik lainnya yaitu
perkembangan terhadap tumbuh gigi pada umur 6 bulan s/d 12 bulan.

b) Perkembangan Emosi Anak


Perkembangan emosi pada anak merupakan proses pengungkapan
perasaan dan keinginan anak terhadap sesuatu, termasuk dalam pola-
pola perilaku dalam menghadapi rasa tidak nyaman atau tidak
menyenangkan. Perkembangan anak pada anak usia 3-6 tahun di
ungkapkan dengan menangis dan berteriak-teriak. Dalam penelitian ini
perkembangan emosi diungkapkan dengan kecengengan dan tindakan
yang menunjukkan ketidak sukaan. Hal yang utama yang dituntut dari
pengasuh terutama ibu adalah bagaimana membaca dan
memperlakukan keinginan anak agar terjalin kembali kesamaan
makna, sehingga anak tidak menunjukkan kemarahan ataupun
kejengkelan terhadap sesuatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keluarga yang tinggal di permukiman terlihat bahwa ibu membujuk
anak lebih dengan cara mengendong anak, menciumi wajah anak,
membujuk sambil memuji, begitu juga dengan keluarga yang di
perkampungan hampir melakukan hal yang sama. Ibu-ibu dari
keluarga yang tinggal di permukiman memiliki cara lain yaitu
memberikan kue yang di sukai anak yang telah di siapkan di dalam
kulkas ataupun di meja makan. Juga memberikan mainan yang sangat
di sukai anak, seperti mobil-mobilan ataupun boneka.

c) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak yang tunjukkan dengan bisa bicara, rata-
rata anak dari keluarga di permukiman maupun keluarga di
perkampungan bisa bicara pada umur 6 bulan s/d 15 bulan. Ada
beberapa keluarga mengalami perkembangan bicara anak mereka pada
umur di atas 15 bulan, hal ini karena anak mereka pernah mengalami
sakit secara fisik seperti: panas yang berakibat pernah mengalami
kejang 1 kali, dan akibat yang bisa mereka amati dan mereka ceritakan
adalah anak mereka lama bisa bicara. Perkembangan kognitif lainnya
adalah pola pertanyaan anak pada saat melihat atau menonton televisi.
Perkataan yang muncul adalah ”apakah itu”, data menunjukkan bahwa
49% responden mengatakan bahwa anak mereka selalu menggunakan
kata tersebut. Dan 18% responden mengatakan bahwa anak mereka
menggunakan pertanyaan ”kenapa begitu”, serta 25.5% anak-anak di
kedua wilayah penelitian menanyakan ” setiap apa yang di tonton”
kepada orang yang mendampingi mereka menonton, serta 6,5%
menanyakan ” tokoh di film” yang mereka tonton. Berdasarkan data
tersebut dapat di jelaskan bahwa secara perkembangan kognitif anak
balita yang termasuk dalam perkombangan kognitif tahap pra-
operasional, dimana pada tahap ini anak berada pada apa yang di sebut
dengan ”object permanent” yang arti pada masa ini anak akan
mengartikan objek yang tampak sesuai dengan kemampuannya,
sehingga dia ingin tahu dan akan bertanya dengan menggunakan
pertanyaaan ”apakah itu?”, ”kenapa begitu”, ”itu Siapa?’, dan lain
sebagainya. Berdasarkan teori Piaget, mengatakan bahwa hal-hal yang
perlu di perhatikan pada anak masa ini adalah membatasi objek yang
akan di lihat secara indera mereka, kepada halhal yang mudah dicerna
mereka. Sehingga orangtua harus mendampingi setiap aktivitas anak,
baik dalam menonton televisi maupun dalam melihat lingkungan sosial
yang mereka lihat.

d) Perkembangan Psikososial Anak


Perkembangan psikososial anak dalam bermain menunjukkan bahwa
anak mengembangkan jiwa sosial dalam cara bermain, dengan cara
bermain dengan temannya bertukar mainan, bermain sepeda, bermain
petak umpet, main manten-mantenan, ada anak yang bermain sendiri
dan ada anak bermain bersama bapak atau ibunya di rumah. Secara
perkembangan psikososial anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya, anak-anak pada keluarga yang tinggal di
permukiman maupun di perkampungan memasuki masa psikososial
normal. Data menunjukkan anak bermain sendiri, hal ini di sebabkan
karena ada aturan orangtua yang harus mereka patuhi sehingga mereka
dibatasi bermain, yang berakibat mereka akhirnya bermain sendiri.
Ada anak bermain bersama orangtua, hal ini karena orangtua yang
menyadari pengaruh lingkungan terhadap anaknya, mereka
meluangkan waktu untuk menemani anak-anak mereka bermain di
rumah. Keluarga yang tinggal di permukiman lebih menyadari
pengaruh lingkungan, sehingga pola protektif terhadap anak di
seimbangkan dengan meluangkan waktu untuk bermain bersama.
Perkembangan psikososial lainnya adalah adaptasi anak dalam
keluarga. Pada kedua wilayah penelitian menunjukkan bahwa mereka
ketika bertemu dengan anggota keluarga dari keluarga luas (extended
family) perilaku awal mereka adalah malu-malu, kemudian setelah
lima menit berikutnya baru mereka bisa akrab dan bermain dengan
ceria. Penanaman nilai dalam pembinaan anggota keluarga merupakan
tanggungjawab yang tidak kalah pentingnya bagi keluarga. hal ini
termasuk dalam indikator perkembangan psikososial anak terhadap
kehidupan bermasyarakat. Keluarga di permukiman mengajak anak-
anak mereka ikut dalam pengajian minggu yang mereka lakukan di
lingkungan tempat tinggal, sedangkan keluarga yang tinggal di
perkampungan tidak mengajak anak ikut kepengajian lingkungan,
tetapi mereka mengaji bersama di rumah dengan anggota keluarga
lainnya. Ada juga keluarga di permukiman mengatakan bahwa dengan
menegakkan disiplin dalam setiap aktivitas anak dan mengajarkan
berdo’a kepada sang pencipta merupakan cara memberikan contoh
penanaman nilai pada anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi pada dasarnya harus memperhatikan kematangan orang atau
klien yang diajak berbicara berdasarkan tingkatan usia, dalam hal ini yaitu
kesempurnaan indra, kesempurnaan dan kematangan otak , kematangan
psikologi sehingga pada akhirnya kita dapat menyesuaikan gaya bahasa,
tekanan suara, dan jenis bahasa yang kita gunakan.
Dalam melakukan komunikasi perawat perlu memperhatikan berbagai
aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi
dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau
langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran
orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa
didapatkan informasi yang benar dan akurat.
Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu satu yang penting dalam
menjaga hubungan dengan anak ,melalui komunikasi ini pula perawatan
dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak
yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau
tindakan keperawatan .
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan anak 1. Salemba
Medika: Surabaya.
Muhith, Abdul, dkk. 2018. Aplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing & Health.
Yogyakarta : ANDI

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/04/20/121200820/calon-ayah-sering-
seringlah-ajak-bayi-bicara-sejak-dalam-kandungan?page=all

https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/bayi-bisa-mengenali-suara-marah

DeVito JA. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Indonesia Professional Books,


Jakarta.
Guhardja S 1996 Studi Transisi Keluarga, Konsumsi Pangan dan Gizi dan
Perkembangan Kecerdasan Anak Intitut Pertanian Bogor, Bogor.
Gunarsa. 2002. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Cetakan keenam. BPK
Gunung Mulia, Jakarta. Kusnendi. 2008 Model-model Persamaan
Struktural, satu dan multigroup sample dengan LISREL. Alfabeta,
Bandung.
Limbong. 1996, Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Perkembangan
Kemampuan Sosialisasi dan Perkembangan Kemampuan Komunikasi
Anak Usia Prasekolah pada Ibu Bekerja dan Ibu tidak Bekerja di Jakarta.
[tesis], Program Studi Psikologi UI, Jakarta.
Mulyana R. 2005. Membangun Iklim Komunikasi Keluarga, Jurnal MAPI
September 2005, Jakarta. Rakhmat J. 2007. Psikologi Komunikasi. Remaja
Karya, Bandung.
Rambe. 2004. “Alokasi Pengeluaran Rumahtangga dan Tingkat Kesejahteraan
(kasus di Kecamatan Medan Kota Sumatera Utara).” [tesis] Sekolah
Pascasarjana IPB, Bogor. Reardon KK 1987. Interpersonal
Communication Where Winds Meet. Wadsworth Publishing Company,
California.
Riduwan. 2004. Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung. Turner
B & West C, 2006, The Family Communication Sourcebook, SAGE
Publication, Inc. Widodo AM 2009. “Pengaruh Komunikasi Keluarga
Terhadap Pencegahan Remaja dalam Menyimpan Gambar Porno di
Handphone” (tesis) Unitomo, Surabaya.

Вам также может понравиться