Вы находитесь на странице: 1из 53

77

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Data

1. Lokasi Penelitian

a. Sejarah Pengadilan Agama Mempawah

1) Periode Departemen Agama

Dalam memberikan pelayanan keadilan masyarakat beragama

Islam di Kabupaten Pontianak terkait perkara perkawinan baik secara

kontensius maupun volunter, maka Pengadilan Agama Mempawah

dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 96 Tahun

1982. Untuk dapat memberikan pelayanan publik dengan prima

Pengadilan Agama Mempawah dibangun dengan DIP Tahun

Anggaran 1983/1984 dengan dana sebesar Rp. 28.000.000,- (Dua

Puluh Delapan Juta Rupiah) yang pembangunannya diselesaikan pada

awal tahun 1985, dengan ukuran 15 x 10m (150 m2) terletak di atas

tanah milik sendiri seluas 50 x 20m (1000 m2) dengan DIP/PO Nomor

112/XXX/4/--/1983, mulai kegiatannya pada bulan Februari 1986,

pejabat sementara Drs. Akasyah Yunus dan didampingi 3 orang

pegawai.

Kemudian pada tahun 1992/1993 diperluas 100 M2 berdasarkan

DIP/PO nomor: 174/XXV/3/--/1992 dengan Sertifikat Nomor :

A.12.6099, berdasarkan kondisi pada saat ini sudah dapat

77
78

dikategorikan sebagai lembaga yang refresentatif dan nyaman

memberikan pelayanan kepada publik.

2) Periode Dibawah Mahkamah Agung RI

Sejalan dengan Penataan lembaga peradilan berada satu atap

dibawah Mahkamah Agung RI, baik terkait organisasi, finance

maupun tugas teknis yustisial untuk semua lingkungan peradilan

(Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha

Negara dan Pengadilan Militer). Pemerintah dalam hal ini bermaksud

mensinergikan roh reformasi birokrasi dapat berjalan secara efektif.

Maka pada tahun 2006 semua lembaga peradilan agama resmi

berada satu atap dibawah Mahkamah Agung yang sebelumnya

dibawah Departemen Agama tidak terkecuali Pengadilan Agama

Mempawah.

Sejak berada dibawah Mahkamah Agung RI Pengadilan Agama

Mempawah hanya mempunyai satu kiblat yaitu Mahkamah Agung

baik mengenai organisasi maupun terkait tugas teknis peradilan.

Kondisi Pengadilan Agama Mempawah Periode 2006 -2011, dari

peningkatan sarana dan prasarana, tahun 2008 dilakukan perluasan

gedung 2 lantai kemudian pada tahun 2009 dilakukan rehab total

(pembangunan tahap awal) disesuaikan dengan standar prototype

Mahkamah Agung RI Pengadilan Agama berdasarkan Pedoman

Bangunan Gedung Kantor pada Buku I yang diberlakukan

berdasarkan KMA Nomor : 43/KMA/SK/VIII/2007, tahun 2010


79

pembangunan, kemudian pada tahun 2011 dilanjutkan dengan

pembangunan tahap akhir yang kini sedang berjalan.

Pengadilan Agama Mempawah disebut sebagai Pengadilan

Penyangga di Propinsi Kalimantan Barat karena terdekat kedua

setelah Pengadilan Agama Kelas I-A Pontianak. Sekarang Pengadilan

Agama Mempawah sedang konsentrasi dan berkomitmen untuk

melaksanakan reformasi birokrasi.

b. Visi dan Misi Pengadilan Agama Mempawah

VISI:

Pengadilan Agama Mempawah mempunyai visi yaitu"TERWUJUDNYA

PELAYANAN PENGADILAN AGAMA MEMPAWAH YANG

BERKEADILAN". Untuk melaksanakan visi, perlu diwujudkan dalam

bentuk

MISI:

1) Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Mempawah.

2) Meningkatkan profesionalisme aparatur Pengadilan Agama

Mempawah.

3) Memberikan pelayanan hukum yang mengandung nilai-nilai

keadilan, kemanfaatan dan kebenaran.

4) Mewujudkan manajemen Pengadilan Agama Mempawah berbasis

Teknologi Informasi dan modern.


80

c. Tugas dan Fungsi Pengadilan Agama Mempawah

Kewenangan dan bidang tugas Pengadilan Agama Ujung Tanjung

sesuai dengan ketentuan Pasal 2 jo. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 Tentang Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam:

1) Dibidang Perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau

berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku

yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:

a) Izin beristri lebih dari seorang.

b) IZIN melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum

berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau

keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat.

c) Dispensasi kawin.

d) Pencegahan perkawinan.

e) Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

f) Pembatalan perkawinan

g) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri.

h) Perceraian karena talak.

i) Gugatan perceraian.

j) Penyelesaian harta bersama.

k) Penguasaan anak-anak.
81

l) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak

bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak

mematuhinya.

m) Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami

kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas

istri.

n) Putusan tentang sah tidaknya seorang anak.

o) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua.

p) Pencabutan kekuasaan wali.

q) Penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan

dalam hal kekuasaan seorang wall dicabut.

r) Penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum

cult-up umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang

tuanya.

s) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda

anak yang ada di bawah kekuasaannya.

t) Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan

anak berdasarkan hukum Islam.

u) Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan

untuk melakukan perkawinan campuran.

v) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum

Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dan dijalankan menurut peraturan yang lain.


82

2) Dibidang waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-

masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta

peninggalap tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan

seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan bagian masing- masing ahli waris.

3) Dibidang wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu

benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum,

yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.

4) Dibidang hibah adalah pembe gan suatu benda secara sukarela

dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada

orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.

5) Dibidang wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok

orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan

sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau

untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya

guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut

syari'ah.

6) Dibidang zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang

muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai

dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya.
83

7) Dibidang infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu

kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa

makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia),

atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa

ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.

8) Dibidang shadagah adalah perbuatan seseorang memberikan

sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara

spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu

dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala

semata.

9) Dibidang Ekonomi syari'ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha

yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:

a) Bank syari'ah.

b) Lembaga keuangan mikro syari'ah. c. asuransi syari'ah.

c) Reasuransi syari'ah.

d) Reksa dana syari'ah.

e) Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah.

f) Sekuritas syari'ah.

g) Pembiayaan syari'ah.

h) Pegadaian syari'ah.

i) Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah.

j) Bisnis syari'ah.
84

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama

mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

1) Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi

kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal

49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006).

2) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan

petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah

jajarannya, baik menyangkut teknis yudicial, administrasi peradilan,

maupun administrasi umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian,

dan pembangunan. (vide : Pasal 53 ayat (3) Undang-undang Nomor

No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

3) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas

pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,

Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah

jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan

sewajarnya (vide : Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor

No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum

kesekretariatan serta pembangunan. (vide: KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006).

4) Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang

hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila


85

diminta. (vide : Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor No. 3 Tahun

2006).

5) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan

(teknis dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian,

keuangan, dan umum/perlengakapan) (vide : KMA Nomor KMA/080/

VIII/2006).

6) Fungsi Lainnya : a) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas

hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG,

MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006). b) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan

riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-

luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi

informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua

Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang

Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

2. Sampel Penelitian

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu 2 orang

Hakim Pengadilan Agama Mempawah dan 1 orang anak yang telah

diputuskan Pengadilan Agama Mempawah untuk diasuh oleh ayahnya.

Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder berupa dokumen

putusan yang Digunakan Oleh Majelis Hakim dalam Memutuskan Perkara

Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA.Mpw) sebagai sumber data.


86

Penggugat Muhammad Rizciy bin H. Sabran dan tergugat Marnita

binti Aman bahwa pada tanggal 6 Oktober 2010, penggugat dan tergugat

telah melakukan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah

Kantor Urusan Agama Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya

sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 965/36/X/2010,

tanggal 6 Oktober 2010.

3. Sajian Data Pokok

a. Dasar Pertimbangan Hakim yang Digunakan Oleh Majelis Hakim

dalam Memutuskan Perkara Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA.Mpw)

Acuan utama dalam membuat pertimbangan Hukum adalah apa

yang terjadi dalam proses persidangan serta ketentuan hukum yang

berlaku di lingkungan peradilan. Putusan-putusan hakim pada dasarnya

tidak boleh melewati apa yang dimohon atau digugat.

Salah satu celah yang dapat memanfaatkan untuk memaksimalkan

tuntutan, misalnya melalui permintaan menetapkan putusan berdasarkan

pada prinsip ex aequo et bono, yang memberikan kelonggaran bagi

Hakim untuk menggali hukum seluas-luasnya demi menegakkan

keadilan.

Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara dituntut suatu

keadilan dan untuk itu Hakim melakukan penilaian terhadap peristiwa

dan fakta-fakta yang ada apakah benar-benar terjadi. Hal ini hanya bisa

dilihat dari pembuktian, mengklasifikasikan antara yang penting dan


87

tidak penting (mengkualifikasi), dan menanyakan kembali kepada pihak

lawan mengenai keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta yang ada.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 27-Juli-

2018, Jam 15:20 kepada Bapak Fajar Hermawan dan Bapak Fahrurrozi

selaku Hakim di Pengadilan Agama Mempawah, mereka menjelaskan

bahwa terdapat beberapa dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam

Memutuskan Perkara Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA.Mpw) yaitu Hakim

memberikan putusan tersebut untuk kepentingan dan keterpeliharaan

untuk menjaga hak-hak anak.

Hakim melihat dari lingkungan tempat tinggal Tergugat sangat

menghawatirkan untuk Aqidah anak tersebut karena sejak lahir Adysti

Muza Rivta diasuh oleh Penggugat dan Tergugat yang beragama Islam

dan dibesarkan serta dididik dalam lingkungan Islam karenanya anak

Tergugat dan Penggugat beragama Islam berdaskan fakta persidangan,

bahwa saat ini anak Penggugat dan Tergugat tinggal bersama Tergugat di

rumah orang tua Tergugat yang berbeda agama (non muslim) tempat

tinggal Tergugat dilingkungan yang mayoritas penduduknya juga non

muslim. Dan saat ini Adisty Muza Rivta telah disekolahkan di TK Suster,

sebuah taman kanak-kanak dibawah Yayasan agama Kristen. anak

Penggugat dan Tergugat saat ini belum berusia Mumayyiz atau belum

mencapai batas usia bagi seseorang yang dapat membedakan secara baik

hal yang baik ataupun buruk bagi dirinya yakni usia 12 tahun. Secara

psikologis anak pada usia tersebut dalam pertumbuhan dan


88

perkembanganya baik jasmani maupun rohani banyak dipengaruhi oleh

faktor lingkungan baik jasmani maupun rohani banyak dipengaruhi oleh

faktor lingkungan baik keluarga maupun masyarakat sekitar. Dengan

kondisi demikian dikhawatirkan Tergugat tidak dapat mengisi rohani

anak dengan ajaran-ajaran agama yang dianut anak serta tidak dapat

menjamin kelestarian dan keselamatan agama anak yaitu agama Islam

sehingga tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak secara optimal

terutama dari sisi rohani karena Tergugat bekerja fullday dan jarak

tempat tinggal dan tempat kerja yang jauh sehingga tidak memungkinkan

bagi Tergugat untuk lebih banyak berada bersama anak (Wawancara

pada tanggal 27-Juli-2018, Jam 15:20).

Selain itu Hak Asuh Anak tersebut jatuh kepada bapak

mempertimbangkan 1) Bahwa penggugat sebagai ayah kandung anak

adalah pihak lainnya, disamping pihak ibu, yang pertama-tama harus

bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara

rohani,jasmani maupun sosial (vide. pasal undang-undang No 4 Tahun

1979 tentang kesejahteraan anak), 2) Bahwa, Penggugat saat ini bekerja

dan berpenghasilan, 3) Bahwa, pekerjaan Penggugat saat ini lebih

memungkinkan untuk selalu bersama anak karena pekerjaan Penggugat

tidak terikat waktu yang bisa mengakibatkan tugas Hadhanah terlantar,

4) Bahwa, Penggugat telah menunjukkan kesunggughannya untuk

mengasuh anak Penggugat dan Tergugat dengan mengadukan haknya

keinginan dan haknya kepada Pengadilan, 5) Bahwa terbukti tempat


89

tinggal Penggugat saat ini layak untuk dijadikan tempat tinggal anak

Penggugat dan Tergugat (Wawancara pada tanggal 28-Juli-2018, Jam

15:20).

Pertimbangan batasan umur anak pada saat putusan, meskipun

jelas secara Normatif dan secara Hukum anak yang belum Mumayyiz

berada di asuhan Ibu. Namun meskipun belum Mumayyiz Hakim dengan

pertimbangan tertentu bisa mencabut Hak Asuh dari ibu mengalihkan

Kepada bapak tapi di atas umur 12 tahun telah Mumayyiz maka si anak

bisa memilih sendiri jika dia merasa nyaman dan enjoy tinggal dengan

ibunya atau dengan bapaknya Hakim bisa bertanya pada si anak kenapa

kamu memilih si ibu apa alasannya? Kenapa memilih si bapak apa

alasannya? (Wawancara pada tanggal 27-Juli-2018, Jam 15:20).

Pertimbangan lain sesuai dengan Hukum Islam dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan Hukum-Hukum positif lainnya

dari Undang-Undang perlindungan anak dan Undang-Undang lainnya.

Hakim telah memutuskan bahwa Hak asuh anak tersebut jatuh kepada

Penggugat Hukum yang diberikan Majlis Hakim dapat dilihat untuk

kepentingan anak atau kemaslahatan anak, dalam perkara tersebut yang

telah diputuskan hak pemeliharaan dan pengasuhan anak (Hadhanah)

diserahkan kepada penggugat yaitu bapak kandung sendiri.

Mengabulkan gugatan Penggugat, Menetapkan anak bernama Adysti

Muza Rivta lahir tanggal 13 juli 2011 berada dibawah asuhan

(Hadhanah) Penggugat dan menghukum Tergugat agar menyerahkan


90

anak tersebut pada diktum 2 kepada Penggugat (Wawancara pada tanggal

27-Juli-2018, Jam 15:20).

Hakim mempunyai pendapat yang berbeda (dissenting opinion)

namun sesuai dengan ketentuan hukum dan tatacara persidangan

pengadilan, dua banding satu maka pendapat hakim terbanyaklah yang

menjadi putusan sebagaimana tertuang dalam amar putusan perkara ini

karena keterangan dan alat bukti lain yang dikesampingkan lebih lanjut

dianggap dikesampingkan. Kasus ini berjalan dengan lancar dan tidak

ada hambatan ataupun masalah untuk Hakim memutuskan perkara

343/Pdt.G/2016/PA.Mpw serta tanpa ada gugatan lebih lanjut atau kasasi.

Pertimbangan lain diberikanya hak asuh anak yang belum

Mumayyiz kepada bapaknya dikarenakan bahwa tergugat 1 (satu) karena

ketidak jelas tempat tinggalnya dan tidak mempunyai waktu dan

kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak serta alasan agama

yang berbeda dan Hakim memutuskan hak asuh anak tersebut jatuh

kepada bapak karena Hakim memprioritaskan kepentingan anak dan

keselamatan masa depan anak. Bahwa dengan fakta menunjukkan

tergugat I tidak banyak waktu dan perhatian, bahkan tergugat I sampai

sekarang belum tahu keberadaanya. Sehingga penggugat selaku bapak

kandung sangat mengharapkan anak tersebut diasuh kepada bapak

kandungnya sendiri(Wawancara pada tanggal 28-Juli-2018, Jam 15:20).

Hakim memberikan putusan Pelimpahan Hak Asuh Anak jatuh

kepada bapak mempunyai pertimbangan untuk kepentingan anak,


91

kelangsungan hidup dan perkembangan anak. Dan Penggugat

menghawatirkan Adisty Muza Rivta tinggal bersama dengan Tergugat

karena dilingkungan yang mayoritas penduduknya juga non muslim.

Dan saat ini Adisty Muza Rivta telah disekolahkan di TK Suster, sebuah

taman kanak-kanak dibawah Yayasan agama Kristen. Dan Tergugat tidak

mempunyai waktu untuk merawat dan menjaga anak tersebut maka

Hakim Melimpahkan Hak asuh anak kepada Penggugat dikarenakan

penggugat mempunyai pekerjaan yang tetap,tempat tinggal yang

jelas,lingkungan yang baik yang mayoritas orang muslim dan keluarga

yang bisa menjaga dan membimbing anak tersebut (Wawancara pada

tanggal 27-Juli-2018, Jam 15:20).

Data hasil wawancara di atas dapat dipertegas lagi dengan data

dokumen putusan perkara Nomor: 343/Pdt.G/2016/PA.Mpw. Adapun

pertimbangan Hukum dalam memutuskan perkara Nomor:

343/Pdt.G/2016/PA.Mpw. adalah bahwa: Majelis Hakim telah berupaya

mendamaikan pemohon agar bersabar dahulu akan tetapi tidak berhasil.

Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal lainnya yaitu, bahwa

gugatan penggugat dapat dibuktikan dengan mengajukan alat bukti

berupa fotocopy kutipan Akta Kelahiran dengan Nomor: 29711/G/2011

taggal 27 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak. Fotocopy Akta

Cerai Nomor 267/AC/2016/PA.Mpw tanggal 9 Mei 2016 yang

dikeluarkan oleh Wakil Panitera Pengadilan Agama Mempawah.


92

Fotocopy Salinan Putusan Pengadilan Agama Mempawah Nomor

126/Pdt.G/2016/PA.Mpw.

Selain bukti surat, penggugat juga menghadirkan tiga orang saksi

yang menerangkan mengenai dalil gugatan pemohon yang pada intinya

menguatkan dalil-dalil permohonan dan telah berusaha merukunkan akan

tetapi tidak berhasil.

Berdasarkan hasil penelitian dari gugatan penggugat, Putusan

Nomor:343/Pdt.G/2016/PA.Mpw. maka pertimbangan Hukum Majelis

Hakim yang mencakup hal-hal pokok tersebut, yang salah satunya:

1) Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah

sebagaimana tersebut di muka.

2) Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan

Penggugat dan Tergugat, namun tidak berhasil. Penggugat dan

Tergugat pula telah dimediasi dengan mediator Drs. Wanjofrizal,

Hakim Pengadilan Agama Mempawah, sebagaimana maksud

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2016, akan tetapi

tidak berhasil mencapai kesepakatan.

3) Menimbang, bahwa gugatan Penggugat pada Pokoknya adalah mohon

ditetapkan hak asuh (Hadhanah) atas anak bernama Adysti Muza

Rivta berada dibawah asuhan (Hadhanah) Penggugat dengan alasan

bahwa Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami istri yang telah

bercerai dan terlah dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama

Adysti Muza Rivta, lahir tanggal 13 juli 2011. Sebelum dan sesudah
93

perceraian Adisty berada dalam asusahan tergugat dan tinggal

bersama orang tua Tergugat yang beragama Kristen Katolik di Desa

Pancaroba Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya.

Setiap harinya Adisty diasuh oleh orang tua tergugat karena tergugat

bekerja sehingga Penggugat Khawatir Adisty akan terpengaruh

lingkungan tempat tinggal tergugat dan berpindah agama.

Kekhawatiran penggugat sangat beralasan karena Adisty telah

disekolahkan di TK Kristen, selain itu Tergugat menolak keinginan

Penggugat untuk bersama Adisty dan pernah mengancam akan

membuat Adisty melupakan penggugat.

4) Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat

memberikan jawaban yang pada pokoknya adalah benar Penggugat

dan Tergugat pasangan suami istri yang telah bercerai dan dikaruniai

seorang anak bernama Adisty Muza Rivta, lahir Tanggal 13 Juli 2011.

Benar sebelum terjadi perceraian Adisty dititipkan kepada ibu

Penggugat dan setelah bercerai Adysti diasuh oleh Tergugat kecuali

ketika Tergugat bekerja, Adysti dititipkan kepada ibu Penggugat dan

setelah bercerai adysti berada dalam asuhan Tergugat. Penggugat tidak

pernah mengasuh adysti dan penggugat justru sering meninggalkan

adysti dengan orang tuanya.

5) Menimbang, bahwa benar setelah terjadi perceraian Tergugat dan

adysti tinggal bersama orang tua tergugat di Desa Pancaroba

Kecamatan Sungai Ambawang. Benar setiap hari Adysti di asuh oleh


94

ibu Tergugat karea Tergugta telah bekerja dan benar Adysti

bersekolah di TK suster di bawah Yayasan Kristen karena Adysti

sudah memasuki usia sekolah dan TK tersebut jaraknya dekat dengan

tempat tiggal Tergugat saat ini, dan hanya ada TK tersebut di

lingkungan Tergugat tinggal. Akan tetapi kekhawatiran Penggugat

bahwa Adysti akan terpengaruh lingkungan tempat tinggal Tergugat

dan beragama Kristen tidak beralasan karena sebelum menikahi

Tergugat, Penggugat mengetahui orang tua Tergugat beragama

Kristen dan Penggugat biasa saja menjalakan kehidupan rumah

Tangga dengan Tergugat dan tidak beralasannya kekhawatiran

Penggugat tersebut juga didasarkan karena selama masa pernikahan

Penggugat tidak pernah membimbing Tergugat untuk mejadi

muslimah yang baik, Penggugat tidak pernah mengajari Tergugat

tatacara beribadah menurut ajaran islam dan bahkan Penggugat sendiri

tidak mengerjakan sholat. Dan tidak benar orang tua Penggugat

mempengaruhi Adysti untuk berpindah agama Kristen karena sampai

saat ini Tergugat dan Adysti masih beragama Islam. sejak menikah

dengan Penggugat, orang tua Tergugat telah merestui Tergugat untuk

memilih keyakian sendiri dan dilingkungan tempat tinggal Tergugat

banyak beragama Islam seperti paman, bibi dan sepupu-sepupu

Tergugat banyak memeluk agama Islam.

6) Menimbang, bahwa tidak benar Penggugat pernah datang utuk

meminta Izin agar dapat membawa Adysti bersamanya dan tidak


95

benar Tergugat menolak keinginan Penggugat tersebut karena

Penggugat tidak pernah sama sekali datang untuk menemui ataupun

memperdulikan anaknya denga alasan jarak yang jauh. Yang datang

menemui Adysti adalah ibu dan kakak Penggugat.

7) Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan replik yang pada

pokoknya bahwa Penggugat membantah jawaban Tergugat yang

menyatakan Penggugat mengasuh anak ketika Penggugat bekerja sore

dan malam hari, dan disaat Tergugat bekerja, barulah ketika

Penggugat bekerja dipagi hari, Penggugat menitipkan anaknya kepada

orang tua Penggugat itu pun hanya seminggu dalam sebulan.

Penggugat juga berpandangan pengasuhan anak akan lebih terjamin

dalam hal perkembangan jiwa dan akhlak anak jika diasuh oleh

Penggugat dengan alasan akan lebih banyak bersama anak jika

dibandingkan dengan pengasuhan Tergugat yang bekerja dikantor dari

pagi hingga sore hari karena Penggugat sangat mengkhawatirkan

kesehatanan pendidikan anak. Penggugat juga membantah pernyataan

Tergugat yang menyatakan Penggugat tidak mengerjakan sholat

karena Penggugat selalu mengerjakan sholat lima waktu.

8) Menimbang, bahwa Penggugat telah berulangkali berusaha untuk

menemui Adisty, namun selalu mendapatkan rintangan dari keluarga

Tergugat sehingga Penggugat tidak pernah bertemu dengan anak

(Adysti Muza Rivta). Pada bulan Januari 2016, sebelum terjadi

perceraian Penggugat pernah menemui Tergugat dan Adysti untuk


96

kembali rukun, namun Tergugat menolak untuk rukun. Sewaktu

bertemu anak (Adysti Muza Rivta). Anak tersebut menangis dan

menolak didekati Penggugat dan setelah terjadi perceraia Penggugat

tidak pernah datang untuk menemui anak (Adysti Muza Rivta).

Karena penggugat merasa sedih dan tidak pernah sanggup menemui

anak (Adysti Muza Rivta).

9) Menimbang, bahwa Tergugat telah memberikan duplik yang pada

pokoknya bahwa tidak benar Penggugat mengasuh anaknya karena

Penggugat mengasuh anaknya karena Penggugat lebih sering berada

diluar rumah bersama temannya dan lebih mementingkan keperluanya

di luar rumah dari pada memeberikan perhatian kepada anaknya.

Sebelum bercerai, meskipun anak dititipkan kepada ibu Penggugat,

namun sepulang bekerja dan di hari sabtu dan minggu, anak selalu

bersama Tergugat. Selain itu yang sering mangasuh bukan ibu

penggugat tetapi bibik Penggugat yang bernama Diah yang tinggal

bersama ibu Penggugat.

10) Menimbang, bahwa kekhawatiran Penggugat mengenai kesehatan dan

Pendidikan anak yang tidak beralasan karena terjadi perceraian anak

selalu bersama Tergugat sedangkan Penggugat dengan alasan jarak

yang jauh sakit dan lain-lain tidak datang menjenguk anaknya

sehingga membuktikan Penggugat tidak sama sekali peduli kepada

anaknya.
97

11) Menimbang, bahwa tergugat tidak setuju atas pernyataan Penggugat

bahwa pengasuhan anak akan lebih baik dan lebih terjamin jika

bersama penggugat karena tergugat tahu betul sifat penggugat tidak

berubah. Walaupun tergugat bekerja dari sampai hingga sore hari,

tergugat bisa memberikan kebahagiaan kepada anak.

12) Menimbang, bahwa tidak benar yang dikatakan penggugat karena

penggugat tidak pernah datang kerumah tergugat untuk menemui

anaknya, sebelum terjadi perceraian penggugat pernah datang, namun

anak tergugat tidak mau bertemu dan melihat penggugat, anak

tergugat menangis dan menutup mukanya. Hal tersebut terjadi karena

sewaktu masih bersama, penggugat pernah menarik tangan anaknya

dengan kasar sewaktu penggugat dan tergugat bertengkar, sejak saat

itu anak mengalami trauma dan tidak mau bertemu penggugat.

13) Menimbang, bahwa jika penggugat mengambil hak asuh anak, niscaya

anak tidak akan terpenuhi sandang dan pangannya, juga tidak akan

berkembang sebagaimana mestinya mengingat selama terjadi

perceraian jangankan memberikan nafkah, penggugat bahkan tidak

melihat dan peduli dengan anaknya.

14) Menimbang, bahwa tergugat mengakui sebagian dalil gugatan

penggugat, pengakuan tersebut merupakan bukti sempurna dan

mengikat sebagaimana di tentunakan Pasal 311 R.Bg. sehingga

penggugat terbebas dari membuktikan semua dalil gugatannya yang di

akui secara murni oleh tergugat dan dalil gugatan penggugat


98

sepanjang dapat di buktikan dengan pengakuan tidak perlu dibuktikan

lagi, sedangkan terhadapa dalil-dalil gugatan penggugat yang dibantah

oleh tergugat, tetap wajib dibuktikan.

15) Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya

penggugat telah mengajukan alat P.1 sampai P.4 dan tiga saksi

dipersidangan sebagaimana tersebut dimuka.

16) Menimbang, bahwa bukti P.1 merupakan foto copy dari akta autentik

yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, telah

dinazegelen dan telah dicocokkan serta sesuai dengan aslinya,

karenanya Majelis Hakim menilai alat bukti tersebut telah memenuhi

syarat formal dan meteriil sebagai alat bukti sehingga dapat diterima

dan dipertimbangkan serta mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna dan mengikat.

17) Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 tersebut, terbukti Adysti

Muza Rivta adalah anak ke satu, perempuan dari suami istri

Mochammad Resky dan Marnita yang lahir pada tanggal 13 Juli 2011,

yang hingga perkara ini diputus telah berusia 5 tahun 4 bulan.

18) Menimbang, bahwa terhadap bukti P.2 dan P.3 berupa foto copy dari

akta autentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu,

tidak dicocokkan dengan aslinya karena penggunggat tidak

menunjukkan aslinya. Majelis Hakim menilai alat bukti tersebut

merupakan bukti permulaan dan oleh karena bukti tersebut

menerangkan tentang terjadinya perceraian antara penggunggat dan


99

selanjutnya majelis Hakim menilai bukti tersebut dapat diterima dan

dipertimbangkan serta mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna dan mengikat.

19) Menimbang, bahwa bukti P.4 berupa foto yang telah di nazegelen,

bukti tersebut merupakan surat biasa, namun bukti tersebut tidak

dibantah oleh tergugat sehingga mempunyai nilai bukti sebatas yang

diterangkan di dalam nya.

20) Menimbang, bahwa saksi pertama yang diajukan oleh penggunggat

adalah ibu kandungnya dan telah memberikan keterangan di

persidangan tanpa terlebih dahulu di sumpah. Terhadap saksi tersebut

Majelis Hakim menilai keterangannya tidak dapat digunakan dalam

perkara ini karena ibu kandung adalah orang yang dilarang untuk

didengar sebagai saksi sebagaimana ditentukan Pasal 172 RBg

jo.Pasal 1910 KUH Peradata dan karenanya pula harus

dikesampikan.

21) Menimbang, bahwa saksi kedua dan ketiga yang diajukan Penggugat

adalah orang yang cakap menurut hukum, memberikan keterangan

satu persatu di persidangan dan di bawah sumpahnya dan bukan orang

yang terlarang menjadi saksi, karenanya saksi-saksi tersebut dapat

diterima menjadi saksi karena telah memenuhi syarat formal alat bukti

saksi.

22) Menimbang, bahwa saksi kedua dan ketiga yang dihadirkan oleh

Penggugat telah memberikan keterangan yang saling bersesuaian


100

berdasarkan peristiwa yang dialami, didengar dan dilihat sendiri oleh

saksi bahwa saksi kedua dan ketiga mengenal Tergugat sebagai istri

Penggugat dan keduanya telah bercerai. Dalam pernikahan, Penggugat

dan Tergugat telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama

Adisty. Sebelum bercerai sering dititipkan kepada ibu Penggugat

karena Penggugat dan Tergugat bekerja. Setelah terjadi perceraian,

Adisty dan Tergugat tinggal bersama orang tua Tergugat yang

beragama Kristen dan masyarakat di lingkungan tinggal Adisty

sekarang di Sungai Ambawang pula mayoritas pemeluk agama

Kristen. Sebelum bercerai Tergugat beragama Islam, namun saksi-

saksi tidak mengetahui agama Tergugat sekarang.

23) Menimbang, bahwa saksi kedua dan ketiga menerangkan setelah

terjadi perceraian, Penggugat tidak pernah mengunjungi Adisty,

namun saksi-saksi bersama ibu Penggugat pernah dua kali

mengunjungi Adisty, pada kunjungan pertama saksi-saksi bertemu

Adisty dan pada kunjungan kedua saksi-saksi bertemu Adisty. Pada

kunjungan tersebut saksi-saksi dan ibu Penggugat bermaksud

mengajak Adisty untuk berlebaran bersama keluarga Penggugat.

Adisty terlihat kurus, namun sehat, hanya saja ia terlihat tertekan,

ketakutan dan menangis sambil menutup wajahnya, pula tidak mau

berkomunikasi dengan saksi-saksi dan ibu Penggugat meskipun

sebelum bercerai ibu Penggugatlah yang merawat Adisty.


101

24) Menimbang; bahwa saksi kedua dan ketiga pula menerangkan

Penggugat dan Tergugat berperilaku baik dan tidak pernah terlibat

tindak pidana, Penggugat rajin mengerjekan sholat lima waktu dan

mempunyai usaha warung kopi dan sembako, namun saksi- saksi tidak

mengetahui penghasilan yang penggunggat dapat dari warungnya

tersebut.

25) Menimbang; bahwa sedangkan pengetahuan saksi kedua dan ketiga

mengenai Adisty yang telah bersekolah di TK di bawah Yayasan

Kristen, saksi pertama mengetahuinya dari ibu Penggugat, sedangkan

saksi kedua bersumber dari keterangan ibu tergugat karenanya

keterangan saksi-saksi tersebut “testimonium de auditu”. Namun oleh

karena hal tersebut telah diakui Tergugat, maka keterangan saksi

tersebut dapat diterima.

26) Menimbang, bahwa keterangan saksi-saksi tersebut dapat ditetapkan

sebagai fakta.

27) Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil bantahan dan

gugatan rekonvensinya, tergugat telah mengajukan alat bukti saksi

dipersidangan.

28) Menimbang, bahwa saksi-saksi yang diajukan Tergugat adalah orang

yang cakap menurut hukum, memberikan keterangan satu persatu di

persidangan dan dibawah sumpahnya dan bukan orang yang terlarang

menjadi saksi, karenanya saksi-saksi tersebut dapat diterima menjadi

saksi karena telah memenuhi syarat formal alat bukti saksi.


102

29) Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi-saksi tergugat di

persidanagn, Majelis Hakim menilai keterangan saksi-saksi Tergugat

tidak saling bersusuaian antara satu dengan yang lainnya karena

keterangan saksi kedua Tergugat tidak memiliki landasan pengetahuan

dan alasan serta saksi tidak melihat, mendengar dan mengalami

sendiri peristiwa tersebut sebagaimana ditentukan Pasal 308 dan 309

Rbg. Oleh karenanya dalil-dalil bantahan Tergugat tersebut harus

dinyatakan tidak terbukti dan pula kerenanya segala alasan Tergugat

tersebut sepatutnya ditolak.

30) Menimbang, bahwa berdasarkan proses dasar pemeriksaan perkara

sejak awal dan dari proses pembuktian, Majelis Hakim dapat

menetapkan rumusan fakta yang relevan untuk dipertimbangkan lebih

lanjut sebagai berikut:

a) Bahwa semula Penggugat dan Tergugat adalah pasangan suami istri

muslim yang kemudian bercerai sejak tanggal 9 Mei 2016.

b) Bahwa Penggugat dan Tergugat memiliki anak perempuan

bernama Adysti Muza Rivta, berusia 5 Tahun 4 Bulan, beragama

Islam, dan saat ini berada dibawah asuhan (Hadhanah)Tergugat.

c) Bahwa Tergugat bekerja sebagai tenaga honorer di Kanwil

Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat dari jam 07.30-

17.00WIB.

d) Bahwa setelah terjadi perceraian, Tergugat dan Adisty Muza Rivta

berada dalam asuhan orang tua Tergugat yang beragama Kristen


103

sehingga sehari-hari anak tersebut lebih sering berada dalam

asuhan orang tua Tergugat.

e) Bahwa Adisty Muza Rivta telah disekolahkan di TK Suster di

bawah Yayasan Agama Kristen.

f) Bahwa Penggunggat bersungguh-sungguh menginginkan hak

Hadhanah atas anak Penggunggat dan Tergugat dengan

mengadukan keinginan dan haknya kepada pengadilan;

31) Menimbang, berdasarkan fakta persidangan, anak Penggugat dan

Tergugat saat ini berusia 5 tahun 4 bulan karenanya masih terkategori

anak (vide. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak ).

32) Menimbang; bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi ( Vide. Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang

Dasar 1945 karenanya in casu anak Penggunggat dan Tergugat berhak

atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara baik.

33) Menimbang; bahwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 menentukan bahwa asas dalam

penyelenggaraan perlindungan anak anatara lain adalah asas

kepentingan yang terbaik bagi anak (the best interest of child) dan

asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan di


104

samping asas non diskriminasi dan asa pengahargaan terhadap

pendapat anak. Sedangkan penjelasan ayat tersebut menguraikan

bahwa yang di maksud dengan asas kepentingan yang terbaik bagi

anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak

yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan

badan yikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi

pertimbangan utama. Adapun yang dimaksud asas hak untuk hidup,

kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling

mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua.

34) Menimbang; bahwa kepentingan anak akan terwujud jika hak-hak

anak terlindungi sehingga anak bisa tumbuh dengan wajar dan normal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. Adapun hak-hak

anak antara lain menurut Pasal 4 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah

Dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 adalah hak untuk

dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan hak untuk

beribadah menurut agamanya.

35) Menimbang; bahwa berdasarkan fakta persidangan, anak Penggunggat

dan Tergugat adalah anak yang sejak lahirnya diasuh oleh

Penggunggat dan Tergugat yang beragama Islam dan dibesarkan serta


105

dididik dalam lingkungan Islam karenanya anak Penggunggat dan

Tergugat beragama Islam.

36) Menimbang; bahwa berdaskan fakta persidangan, telah ternyata

bahwa saat ini anak Penggugat dan Tergugat tinggal bersama

Tergugat di rumah orang tua Tergugat yang berbeda agama ( non

muslim ) dengan Tergugat dan Adisty Muza Rivta dan dilingkungan

yang mayoritas penduduknya juga non muslim. Dan saat ini Adisty

Muza Rivta telah disekolahkan di TK Suster, sebuah taman kanak-

kanak dibawah Yayasan agama Kristen.

37) Menimbang, bahwa anak Penggugat dan Tergugat saat ini belum

berusia mumayyiz atau belum mencapai batas usia bagi seseorang

yang dapat membedakan secara baik hal yang baik ataupun buruk bagi

dirinya yakni usia 12 tahun. Secara psikologis anak pada usia tersebut

dalam pertumbuhan dan perkembanganya baik jasmani maupun

rohani banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik jasmani

maupun rohani banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik

keluarga maupun masyarakat sekitar. Dengan kondisi demikian

dikhawatirkan Tergugat tidak dapat mengisi rohani anak dengan

ajaran-ajaran agama yang dianut anak serta tidak dapat menjamin

kelestarian dan keselamatan agama anak yaitu agama Islam sehingga

tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak secara optimamal

terutama dari sisi rohani karena pula Tergugat bekerja fullday dan

jarak tempat tinggal dan tempat kerja yang jauh sehingga tidak
106

memungkinkan bagi Tergugat untuk lebih banyak berada bersama

anak.

38) Menimbang; bahwa berdasarkan fakta persidangan, telah ternyata

bahwa sejak Penggugat dan Tergugat bercerai sampai saat ini, anak

Penggugat dan Tergugat berada di bawah asuhan (Hadhanah)

Tergugat.

39) Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam,

anak yang belum mummayiz (berusia kurang dari 12 tahun) berada di

bawah pemeliharaan ibunya. Dan berdasarkan fakta persidangan, telah

terbukti bahwa saat ini anak Penggugat dan Tergugat bernama Adisty

Muza Rivta berusia 5 tahun 4 bulan dan karenanya belum Mumayyiz.

40) Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan di atas,

bahwa tempat tinggal anak saat ini bersama Tergugat tidak kondusif

terhadap perwujudan Hak-hak anak baik hak untuk beribadah menurut

agamanya maupun hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar terutama perkembangan anak dari sisi

sosial dan rohaninya, maka ketentuan normatif sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam tidak dapat

diterapkan.

41) Menimbang, behwa berdasarkan pertimabangan tersebut, Majelis

Hakim berpendapat bahwa hak asuh (Hadhanah) terhadap anak

Penggugat dan Tergugat yang saat ini berada pada Tergugat harus

dialihkan/ dipindahkan.
107

42) Menimbang, bahwa vide Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, Majelis Hakim berpendirian bahwa

dalam hal terjadi perceraian antara suami dan istri, harus ditetapkan

pemegang hak asuh (Hadhanah) agar jelas siapa pihak yang paling

berhak sekaligus paling bertanggung jawab atas pengasuhan dan

pemeliharaan anak dan agar jelas tempat tinggal bagi anak.

43) Menimbang, bahwa selanjutnya untuk menentukan apakah Penggugat

dapat ditetapkan sebagai pemegang hak Hadhanah atas anak

Penggugat dan Tergugat, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai

berikut:

a) Bahwa, Penggugat sebagai ayah kandung anak adalah pihak

lainnya, di samping pihak ibu, yang pertama-tama harus

bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik

secara rohani, jasmani maupun sosial (vide. Pasal 9 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak).

b) Bahwa, Penggugat saat ini bekerja dan berpenghasilan.

c) Bahwa, pekerjaan Penggugat saat ini lebih memungkinkan untuk

selalu bersama anak karena pekerjaan Penggugat tidak terikat

waktu yang bisa mengakibatkan tugas Hadhanah terlantar.

d) Bahwa, Penggugat telah menunjukkan kesungguhannya untuk

mengasuh anak Penggugat dan Tergugat dengan mengadukan

haknya keinginan dan haknya kepada Pengadilan.


108

e) Bahwa terbukti tempat tinggal Penggugat saat ini layak untuk

dijadikan tempat tinggal anak Penggugat dan Tergugat.

44) Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

sebagaimana terurai di muka, Majelis Hakim bersepakat untuk

mengabulkan gugatan Penggugat dengan menetapkan anak bernama

Adysti Muza Rivta lahir tanggal 13 Juli 2011 berada di bawah asuhan

(Hadhanah) Penggugat.

45) Menimbang, bahwa saat ini anak tersebut berada ditangan Tergugat

karenanya Majelis Hakim pula bersepakat mengabulkan gugatan

Penggugat untuk menghukum Tergugat agar menyerahkan anak

Penggugat dan Tergugat bernama Adysti Muza Rivta kepada Penggugat.

46) Menimbang, bahwa adanya perceraian antar kedua orang tua tidak akan

menyebabkan putusnya hubungan anak dengan kedua orang tuanya

bahkan kedua orang tua tetap berhak sekaligus berkewajiban untuk

mengasuh dan memelihara tumbuh kembang anak sebaik-baiknya.

Dengan demikian pemegang hak asuh (Hadhanah) in casu Penggugat

diperintahkan untuk tidak menghalangi Tergugat untuk secara teratur

bertemu dengan tidak menghalangi Tergugat untuk secara teratur

bertemu dengan anak demi menyalurkan kasih sayangnya kepada anak

misalnya dengan mengajaknya bermalam atau menginap sepanjang tidak

mengganggu kesehatan dan pendidikan anak karena pemeliharaan anak

seyogyanya bukan untuk dimiliki tetapi adalah untuk pemenuhan hajat

hidup. Hal ini sejalan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI


109

Nomor 110 K/AG/2007 tanggal 7 Desember 2007 yang mengandung

abstraksi hukum bahwa sekalipun anak ditetapkan di bawah asuhan

(Hadhanah) ayahnya, hal itu tidak boleh memutuskan hubungan

komunikasi dengan ibunya, ibunya berhak menjenguk, membantu

mendidik serta mencurahkan kasih sayang terhadap anaknya.1

47) Menimbang, bahwa Hakim Anggota II atas nama Fahrurrozi, S.H.I

menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Oleh karena itu

berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka pendapat Hakim yang

berbeda tersebut wajib dimuat dalam putusan dengan pertimbangan

sebagai berikut.2

48) Menimbang, bahwa alasan Penggugat mengajukan gugatan hak asuh

anak ini adalah karena kekhawatiran terhadap keselamatan agama anak,

yaitu agama Islam, karena ia tinggal dan diasuh oleh ibu Tergugat yang

beragama Kristen Katholik dan disekolahkan di TK suster dibawah

yayasan Kristen.

49) Menimbang, bahwa walaupun berdasarkan fakta terungkap di

persidangan anak tersebut beragama Kristen yang ada dalam asuhan ibu

Tergugat yang beragama Kristen dikarnakan Tergugat harus bekerja

untuk memenuhi kebutuhan hidup, namun Penggugat tidak dapat

menunjukkan sejauhmana pengaruh ibu Tergugat dalam menanamkan

1
Wawancara dengan Fajar Hermawan. Hakim di Pengadilan Agama Mempawah.
Pada tanggal 27-Juli-2018, Jam 15:20
2
.wawancara dengan fahrurrozi,S.HI. Hakim di Pengadilan Agama Mempawah.
Tanggal 1-Agustus -2018, Jam 16:00
110

nilai-nilai ajaran agama Kristen terhadap anak tersebut, atau seberapa

jauh terpengaruhnya anak tersebut terhadap hasil asuhan ibu Tergugat,

karena ternyata tidak sedikit anak yang diasuh oleh pengasuh yang

beragama non-Islam, namun anak itu masih tetap beragama Islam.

Bahkan sebaliknya ada juga orang yang diasuh selama bertahun-tahun

oleh pengasuh non Islam tetapi pada akhirnya mendapat hidayah dari

Allah untuk memeluk agama Islam seperti terjadi pada Tergugat sendiri.

50) Menimbang, bahwa kendatipun menurut fakta yang terungkap di

persidangan anak tersebut disekolahkan di TK suster, di bawah Yayasan

agama Kristen, namun Penggugat tidak dapat menunjukkan sejauhmana

anak itu terpengaruh oleh ajaran agama Kristen, mengingat berpa

banyak orang islam dinegeri ini masa kecilnya belajar di sekolah

Kristen, namun mereka tetap beragama Islam.

51) Menimbang, bahwa hukum positif yang berlaku di indonesi tidak ada

yang melarang seorang anak diasuh oelh orang yang berbeda agama

dengan anak tersebut.

52) Menimbang, bahwa Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan hanya menyebutkan “akibat putusnya perkawinan

karena perceraian ialah (a) baik ibu atau bapak tetap berkewajiban

memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan

kepentingan anak”. Tanpa mengatur siapa yang berhak mengasuh anak

tersebut. Karena yang terpenting dari pengasuhan anak adalah untuk


111

menjaga kepentingan anak, yaitu anak tumbuh berkembang secara

normal, sehat jasmani dan rohani, fisik dan psikisnya.

53) Menimbang, bahwa Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam hanya mengatur

bahwa dalam hal tejadinya perceraian (a) pemeliharaan anak yang belum

Mumayyiz atau belum berumur 12 Tahun adalah hak ibunya, tanpa

menjelaskan persyaratan yang harus yang harus dipenuhi oleh ibu,

sehingga ibu yang tinggal di tengah-tengah keluarga dan lingkungan

yang berbeda agama tidak terhalang untuk menjadi pengasuh anak.

54) Menimbang, bahwa persyaratan untuk menjadi pengasuh anak

ditemukan dalam fiqh Islam yang dibahas panjang lebar oleh para

ulama. Diantara persyaratan yang disepakati adalah baligh, berakal

sehat, mampu mendidik dan mampu menjaga akhlak anak, sedangkan

persyaratan yang tidak disepakati adalah mengenai keislaman pengasuh

anak. Ulama dari Madzhab Safi’i dan Hambali mensyaratkan pengasuh

anak harus beragama Islam.

55) Menimbang, bahwa walaupun ulama Madzhab Hanafi dan Maliki sama-

sama membolehkan pengasuh anak tidak beragama Islam, namun

keduanya berbeda pendapat mengenai waktu kebolehannya itu sampai

kapan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-fiqh al-islami wa

adillatuh karya Wahbah Zuhaili. Ulama dari Madzhab Hanafi

mengatakan bahwa anak itu boleh oleh pengasuh yang beda agama

sampai anak itu mengerti soal agama setelah berusia 7 Tahun atau

tampak jelas bahwa kebersamaannya itu membahayakan nilai-nilai


112

agamanya, mengajaknya pergi ke gereja, membiasakan anak itu minum-

minuman keras dan makan daging babi. Adapun Ulama dari Madzhab

maliki mengatakan bahwa anak itu boleh diasuh samapi Hadhanah

menurut syara’ tetapi pengasuh itu harus mencegah anak yang dalam

asuhannya agar menghindari minum-minuman keras dan makan daging

babi. Apabila dikhawatirkan pengasuh itu melakukan perbuatan

terlarang, maka dapat ditunjuk seseorang yang beragama Islam untuk

melakukan pengawasan.

56) Menimbang, bahwa keamanan agama antara pengasuh dan anak

asuhnya, menurut Syekh Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya, Al-

ahwal al-Syakhshiyyah, bukanlah syarat pengasuhan anak. Perbedaan

antara keduanya tidak menghalangi hak asuh untuk mengasuh anak

karena tujuan pengasuhan anak adalah curahan kasih sayang dan itu

tidak terpengaruh oleh perbedaan agama. Misalnya anak itu pada saat

belum Mumayyiz didaptis dan diajarkan kebiasaan agama yang dianut

oelh pengasuhya.

57) Menimbang, bahwa biarpun anak Penggugat dan Tergugat diasuh oleh

ibu Tergugat, namun Penggugat tidak dapat membuktikan dampak

buruk dari hasil asuhan ibu Tergugat, kerena pengasuhannya itu tetap

berada dibawah kendali Pengugat yang beragama Islam.

58) Menimbang, bahwa anak Penggugat dan Tergugat saat ini baru

memasuki usia 5 Tahun 4 Bulan yang terbilang belum Mumayyiz

ssehingga belum mengerti mana yang baik dan yang buruk, termasuk
113

belum mengerti soal agama, sehingga kekhawatiran Penggugat atas

keselamatan agama anaknya tidak mendapatkan pembenaran.

59) Menimbang, bahwa tanpa alasan yang kuat tidaklah mungkin seorang

anak dipisahkan dari ibu kandungnya, karena Nabi Muhammad SAW.

Pernah bersabda sebagai berikut:

‫َّللاُ بَ ْينَهُ َوبَ ْي َن أَ ِحبَّتِ ِه يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َمة‬


َّ َ‫َم ْن فَ َّرقَ َب ْي َن ا ْل َوا ِل َد ِة َو َو َل ِد َها فَ َّرق‬
)‫(رواه ا حمد و ا لتر مد ي و ا الحا كم عن ا بى ا ىو ب‬
Artinya:”Barangsiapa memisahkan antara seorang ibu dengan
anaknya, maka Allah akan memisahkan orang itu dari orang-
orang yang dicintainya pada hari kiamat”. (diriwayatkan oleh
Ahmad, Turmudzi dan Hakim dari Abu ayyubi);

60) Menimbang, bahwa memisahkan seorang anak dari ibu kandungya, ibu

yang melahirkan, yang menyayangi, mengasihi dan mencintainya, akan

menyebabkan kemudharatan (bahaya) yang besar pada pekembangan

psikis (kejiwaan) bagi anak, sebagaimana dikatan seigmun freud bahwa

perkembangan kepribadian dipandang sebagai sesuatu yang kumulatif,

sehingga gangguan pada masa awal, yaitu masa kana-kanak, yang akan

menjadi peristiwa traumatis yang pengaruhnya terasa sampai dewasa.

Orang dewasa yang fondasi kepribadiannya lemah bisa mengalami

psikopatologis (gangguan kejiwaan) seperti hysteria, fobia, depresi dan

ketagihan alkohol.

61) Menimbang, bahwa kemadharatan harus dihindarkan sebagaiamana

Hadist Nabi Muhammad SAW dari Ibnu Abbas sebagai berikut:

‫ض َر َر َوالَ ِض َرار‬
َ َ‫ال‬
114

Artinya: “Janganlah kamu melakukan kemudharatan (yang


membahayakan kepada orang lain) dan jangan pula kamu dikenai
kemudharatan (bahaya)”.

62) Menimbang bahwa kaidah fiqh juga menekankan perlunya

menyingkirkan atau menghindarkan kemudharatan (bahaya) berikut ini;

َّ ‫اَل‬
‫ض َر ُر يُ َزا ُل‬
Artinya: kemudharatan haruslah dihindarkan (dihilangkan).

63) Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas maka Hakim Anggota II

berpendapat bahwa terhadap gugatan Penggugat untuk menetapkan anak

Penggugat dan Tergugat yang bernama Adysti Muza Rivta berada

dibawah hadhanah (hak asuh) Penggugat harus dinyatakan tidak

beralasan hukum karena itu haru ditolak;

64) Menimbang, bahwa sekalipun ada pendapat yang berbeda (dissenting

opinion), namun sesuai dengan ketentuan hukum dan tatacara

persidangan pengadilan, maka pendapat hakim terbanyaklah yang

menjadi putusan sebagaimana tertuang dalam kamar putusan perkara ini;

65) Menimbang, bahwa terhadap keterangan dan alat bukti lain yang tidak

dipertimbangkan lebih lanjut dianggap dikesampingkan;

66) Menimbang, bahwa pada saat mengajukan jawaban, Tergugat telah pula

menajukan gugat balik (gugatan rekonvensi) sebagaimana tersebut di

muka;

67) Menimbang, bahwa hal-hal yang telah dipertimbang dalam

pertimabangkan konvensi termasuk bagian dalam pertimbangkan

rekonvensi;
115

68) Menimbang, bahwa berdasarkan segala pertimbangan dalam konvensi,

maka Majelis Hakim, sepakat menolak gugatan Penggugat;

69) Menimbang, bahwa karena gugatan rekonvensi telah ditolak, maka

segenap dalil dan alat bukti rekonvensi tidak perlu dipertimbangkan

lebih lanjut.

b. Analisis Keputusan Pengadilan Agama Kabupaten Mempawah

tentang Pengalihan Hak Asuh Anak Tean rhadap Bapak Akibat

Perceraian Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA.Mpw)

Dalam hal ini peneliti melihat pertimbangan Hukum yang diberikan

Majlis Hakim dapat dilihat untuk kepentingan anak atau kemaslahatan

anak, dalam perkara tersebut yang telah diputuskan hak pemeliharaan dan

pengasuhan anak (Hadhanah) diserahkan kepada penggugat yaitu bapak

kandung sendiri karena berdasarkan fakta-fakta yang dihadirkan pada

pengadilan memberatkan posisi tergugat untuk mengasuh anak dan

memberikan dukungan bagi penggugat, sehingga hak asuh anak jatuh pada

Ayah kandung.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap Adysty Muza Rivta yang

dilakukan (pada tanggal 29-Juli-2018, Jam 18:30) dapat diketahui bahwa

selama ini ayah kandungnya dapat memenuhi segala kebutuhannya baik

pangan, sandang dan papan. Tidak itu saja sang ayah juga dapat

memberikan pendidikan yang layak dengan memberikan pendidikan

melalui pendidikan formal dan non formal seperti TPA dan kegiatan

keagamaan lain untuk kebutuhan pendidikan agamanya.


116

Selain itu, Adysty Muza Rivta juga menjelaskan bahwa dia merasa

nyaman dan aman tinggal dan berada dibawah pengasuhan sang ayah,

karena pada saat ini mereka tinggal di lingkungan yang nyaman dan penuh

toleransi dan kebersamaan. Selain itu, ayahnya tidak membatasi dirinya

jika ingin bertemu dengan sang ibu ataupun keluarga sang ibu. Kondisi

seperti ini tentunya dapat membuatnya lebih nyaman dan baik untuk

perkembangan psikologisnya.

Berdasarkan hasil analisis dalam kasus ini Majlis Hakim

memberikan keputusan mengenai hak pemeliharaan dan pengasuhan anak

yang dilimpahkan kepada penggugat dengan berdasarkan Pasal 41

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: Akibat putusnya

perkawinan karena perceraian ialah:

1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana

ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi

keputusanya.

2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam

kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan

dapat menentukan bahwa ibu memikul biaya tersebut.

3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.


117

Dari Pasal 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 anak berhak

diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada hal yang menentukan yang

lain. Kemudian berdasarkan Pasal 105 huruf (a) KHI Impres No. 1 tahun

1991 yang berbunyi apabila terjadi perceraian, maka pemeliharaan anak

yang belum Mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

Pemeliharaan anak pasca cerai atau hadhanah, pelaksanaanya tidak sebatas

pada kegiataan formalitas yang begitu saja tanpa dibarengi dengan

mendidik yang bertujuan untuk menjadikan anak sehat baik fisik maupun

psikisnya.

Salah satu hal penting yang mungkin kurang dipertimbangkan oleh

kedua orang tua ketika terjadi perceraian adalah tanggung jawab kedua

orang tua, baik ketika orang tuanya masih hidup atau hilang tidak

diketahui keberadaanya atau juga karena terjadi perceraian. Pemeliharaan

ini meliputi berbagai hal, di antaranya masalah ekonomi, pendidikan dan

masalah-masalah lain yang menjadi kebutuhan pokok anak.

Menurut Syaikh Hasan Ayyub bahwa pemeliharaan dan pendidikan

yang baik adalah menjaga memimpin dan mengatur segala hal yang anak-

anak itu belum mampu dan sanggup mengaturnya sendiri, maka dalam

pemeliharaan dan pengasuhan oleh kedua orang tuanya yakni bapak dan

ibunya, sehingga anak akan dapat tumbuh sehat jasmani dan rohaninya.

Akan tetapi seandainya kedua orang tua terpaksa bercerai, sedangkan

keduanya mempunyai anak yang belum Mumayyiz, maka ibulah yang lebih
118

berhak untuk mendidik dan merawat anak itu hingga ia mengerti akan

kemaslahatan dirinya.

Hak pemeliharaan di dalam Pasal 41 undang-undang Nomor 41

Undang-undang No.1 Tahun 1974, sekalipun kedua orang tua anak

tersebut sudah tidak bersama lagi dalam hal ini adalah bercerai, baik ibu

ataupun ayah dari anak tersebut tetap berkewajiban mendidik dan

memelihara anak tersebut, semata-mata demi kepentingan sianak. Jika

terjadi sengketa mengenai hak pemeliharaan anak sudah jelas hakim

Pengadilan Agama yang akan memberi putusannya, sesuai dengan bukti-

bukti dan keterangan dari saksi-saksi yang diajukan ke Pengadilan Agama

dalam persidangan. Karena dalam masalah hak asuh anak adalah persoalan

yang menyangkut masa depan lahir dan batin, perkembangan moral dan

akhlak, pendidikan agama seorang anak.

Dengan demikian penamaan aqidah, budi pekerti dan akhlak sejak

dini menjadi penting untuk perkembangan jiwa si anak. Karena tentunya

sebagai orang tua menginginkan anak hasil perkawinan mereka dapat

terpelihara agama, jiwa, harta,serta keturunan, dan kehormatanya. Hal ini

tentunya sesuai dengan tujuan dari hukum Islam. Karena pendidikan yang

lebih penting adalah pendidikan anak dalam pengakuan ibu dan bapaknya,

dengan adanya pengawasan dan perlakuan akan dapat menumbuhkan

jasmani dan akhlaknya, membersihkan jiwanya, serta mempersiapkan diri

dalam menghadapi kehidupanya di masa yang akan datang.


119

Pertimbangan lain diberikanya hak asuh anak yang belum

Mumayyiz kepada bapaknya dikarenakan bahwa tergugat 1 (satu) karena

ketidak jelas tempat tinggalnya dan tidak mempunyai waktu dan

kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak serta alasan agama

yang berbeda.

Bahwa dengan fakta menunjukkan tergugat I tidak banyak waktu

dan perhatian, bahkan tergugat I sampai sekarang belum tahu

keberadaanya. Sehingga penggugat selaku bapak kandung sangat

mengharapkan anak tersebut diasuh kepada ayah kandungnya sendiri.

Padahal di dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan dalam Pasal 105

yang berbunyi:

1) Pemeliharaan anak yang belum Mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya.

2) Pemeliharaan anak yang sudah Mumayyiz diserahkan kepada anak

untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

pemeliharaanya.

3) Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Kemudian KHI memperjelas lagi dalam Pasal 156 yang berbunyi:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

1) Anak yang belum Mumayyiz berhak mendapatkan Hadhanah dari

ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukanya

digantikan oleh wanita-wanita garis lurus ke atas dari ibu.

2) Ayah.
120

3) Wanita-wanita garis lurus ke atas dari ayah.

4) Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.

5) Wanita-wanita kerabat menurut garis ke samping dari ibu.

6) Wanita-wanita kerabat menurut garis ke samping dari ayah.

7) Anak yang sudah Mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

Hadhanah dari ayah atau dari ibunya.

8) Apabila pemegang Hadhanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan

Hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang

bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah

kepada kerabat lain yang mempunyai hak Hadhanah juga.

9) Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah

menurut kemampuanya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut

dewasa dapat mengurusi diri sendiri sampai 21 tahun.

10) Bilamana terjadi perselisihan mengenai Hadhanah dan nafkah anak,

Pengadilan Agama yang memberikan putusan yaitu berdasarkan huruf

(a), (b), (c), dan (d).

11) Pengadilan dapat pula dengan mengingatkan kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-

anak yang turut padanya.

Dalam melaksanakan Hadhanah bagi suami isteri yang bercerai

jika anak tersebut belum Mumayyiz maka ibulah yang lebih berhak dari

pada ayah, namun, dalam hal ini untuk mendapatkan atau melaksanakan
121

Hadhanah bukanlah suatu hal yang mudah, karena walaupun hadhin

adalah orangtua kandung si anak atau dari kalangan ibu secara berurutan

bukan berarti ia begitu saja menguasai atau dapat melaksanakan Hadhanah

tetapi ia juga harus amanah, dan mampu mendidik. Tidak hanya seorang

Hadhin harus mempunyai kemampuan secara materi saja.

Dalam kasus ini peneliti telah melihat pertimbangan-pertimbangan

Majlis Hakim yang sangat releven tidak ada terjadinya Pluralisme dalam

pengasuhan anak. Agar tidak terjadinya kekhawatiran tersebut hak

pemeliharaan dan pengasuhan anak sebaiknya ditetapkan dan diserahkan

kepada orang yang memenuhi syarat-syarat pengasuhan anak yang sesuai

dengan kemampuanya.

Dan tidak selamanya Hadhanah itu jatuh kepada ibu, bahkan juga

jatuh kepada garis keturunan ibu ke atas, Sang bapak pun mempunyai hak

yang sama dengan ibu, akan tetapi di dalam Islam ibu dan garis keturunan

ibu yang menjadi prioritas pertama dalam pengasuh anak dengan catatan

ibu harus memenuhi persyaratan yang ada.

Karena dalam hal pengasuhan anak ini yang pertama harus

diperhatikan adalah kepentingan anak tersebut dan memiliki kemampuan

dan kesanggupan untuk memberikan rasa aman kepada anak yang menjadi

korban perceraian, dalam hal ini Majelis Hakim mengutamakan bagaimana

memberi perlindungan dan kebaikan bagi anak demi kemaslahatan dan

terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang tuanya.


122

B. Analisis Data dan Pembahasan

Setelah data temuan dan hasil wawancara dilaksanakan, sejumlah

fakta lapangan yang diperoleh berkaitan dengan fokus penelitian tentang

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan

Pengadilan Agama Mempawah Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA Mpw). Maka

dalam bagian ini peneliti akan membahas dengan teori yang ada. Adapun

pembahasan ini peneliti lakukan sesuai dengan urutan pertanyaan penelitian.

Untuk lebih jelasnya pembahasan penelitian dimaksud, akan peneliti

paparkan di bawah ini:

1. Dasar Pertimbanagan Hakim yang Digunakan Oleh Majlis Hakim dalam

Memutuskan Perkara Nomor: (343/Pd.G/2016/PA.Mpw).

Dasar Pertimbangan Hakim yang Digunakan Oleh Majlis Hakim

dalam Memutuskan Perkara Nomor: (343/Pd.G/2016/PA.Mpw) pada

dasarnya adalah untuk memberikan keadilan bagi semua pihak dari

keluarga yang bersengketa terutama anak. Pertimbangan ini pada dasarnya

berlandaskan pada pertimbangan azaz agama, azaz sosial, azaz psikologi

dan azaz ekonomi. Keadilan ini diberikan agar anak dapat berkembang

dengan optimal baik secara psikologis dan juga fisikologis.

Pertimbangan ini diambil agar anak dapat menerima hak-haknya

secara utuh, seperti hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan

nafkah lahir, hak kasih sayang dan hak berkembang sesuai dengan bakat

dan minat yang dimilikinya.


123

Meskipun orang tua telah bercerai dan hak jatuh kepada seorang

ayah karena pertimbangan tertentu. Namun anak tetap berhak

mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Hal ini telah diatur

dalam Islam bahwa hokum memelihara dan menjaga anak wajib karena

anak yang tidak dipelihara akan terancam keselamatannya. Karena itu,

Hadhanah hukumnya wajib sebagaimana juga wajibnya memberi nafkah

kepadanya. Adapun dasar hukumnya tentang kewajiban orang tua dalam

memelihara seorang anak dalam firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat

233:

 
 
  
   
  
 


  
  
   
 
  
  
 
   
  
  
  
  

 
124

  


  
 
 
 
  

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu
dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Hadhanah adalah salah

satu kewajiban bagi kedua orang tua atau yang mendapatkan hal tersebut,

pengabaian terhadap anak adalah suatu penganiayaan terhadap anak

tersebut. Pendidikan anak juga merupakan salah satu faktor yang amat

penting dalam kehidupan keluarga. Orang tua berkewajiban untuk

mengarahkan anak-anak mereka untuk menjadi orang-orang yang beriman

dan berakhlak mulia, serta patuh dalam melaksanakan ajaran agama

dengan baik agar terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat3

Allah berfirman dalam surat at-Tahrim ayat 6:

 
 
3
Tihami, dan Sohari sahroni, Fikih Munakahat kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009). h. 217.
125


 
 

 
   
  
 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah swt untuk memelihara

keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota

keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-

larangan Allah SWT, termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah

anak4.

2. Analisis Keputusan Pengadilan Agama Kabupaten Mempawah tentang

Pengalihan Hak Asuh Anak Terhadap Bapak Akibat Perceraian Nomor:

(343/Pd.G/2016/PA.Mpw).

Hak pemeliharaan di dalam Pasal 41 undang-undang Nomor 41

Undang-undang No.1 Tahun 1974, sekalipun kedua orang tua anak

tersebut sudah tidak bersama lagi dalam hal ini adalah bercerai, baik ibu

ataupun ayah dari anak tersebut tetap berkewajiban mendidik dan

memelihara anak tersebut, semata-mata demi kepentingan sianak. Jika

terjadi sengketa mengenai hak pemeliharaan anak sudah jelas hakim

4
Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, (Jakarta Kencana, 2006), h. 177.
126

Pengadilan Agama yang akan memberi putusannya, sesuai dengan bukti-

bukti dan keterangan dari saksi-saksi yang diajukan ke Pengadilan Agama

dalam persidangan. Karena dalam masalah hak asuh anak adalah persoalan

yang menyangkut masa depan lahir dan batin, perkembangan moral dan

akhlak, pendidikan agama seorang anak.

Dengan demikian penamaan aqidah, budi pekerti dan akhlak sejak

dini menjadi penting untuk perkembangan jiwa si anak. Karena tentunya

sebagai orang tua menginginkan anak hasil perkawinan mereka dapat

terpelihara agama, jiwa, harta, serta keturunan, dan kehormatanya. Hal ini

tentunya sesuai dengan tujuan dari hukum Islam. Karena pendidikan yang

lebih penting adalah pendidikan anak dalam pengakuan ibu dan bapaknya,

dengan adanya pengawasan dan perlakuan akan dapat menumbuhkan

jasmani dan akhlaknya, membersihkan jiwanya, serta mempersiapkan diri

dalam menghadapi kehidupanya di masa yang akan datang.

Pertimbangan lain Keputusan Pengadilan Agama Kabupaten

Mempawah tentang Pengalihan Hak Asuh Anak Terhadap Bapak Akibat

Perceraian Nomor: (343/Pdt.G/2016/PA.Mpw) diberikanya hak asuh anak

yang belum Mumayyiz kepada bapaknya dikarenakan bahwa tergugat 1

(satu) karena ketidak jelas tempat tinggalnya dan tidak mempunyai waktu

dan kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak serta alasan

agama yang berbeda.

Meskipun undang-undang telah mengatur bahwa dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) masalah pemeliharaan anak atau yang dalam Islam
127

disebut Hadhanah diatur dalam beberapa pasal di dalamnya, seperti yang

terdapat dalam Pasal 105: Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau

belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

Akan tetapi dengan alasan tertentu yang dapat diterima pengadilan

sebagaimana yang menjadi pertimbangan dalam Keputusan Pengadilan

Agama Kabupaten Mempawah tentang Pengalihan Hak Asuh Anak

Terhadap Bapak Akibat Perceraian Nomor: (343/Pd.G/2016/PA.Mpw)

maka hak asuh dapat diberikan kepada ayah. Hal ini bertujuan untuk

memelihara kehormatan dan terpenuhnya hak-hak yang menjadi kewajiban

orang tua.

Masalah yang paling pokok dalam pemeliharaan anak adalah

syarat-syarat orang yang menjadi Hadhin. Karena sifat seorang pengasuh

akan berpengaruh kuat terhadap anak yang menjadi asuhanya, seorang

hadhinah (ibu asuh) yang menangani dan menyelenggarakan kepentingan

anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya kecukupan dan kecakapan.

Kecukupan dan kecakapan yang memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika

syarat-syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah

kebolehan menyelenggarakan Hadhanahnya.5

Kewajiban memberikan perlindungan kepada anak ini selain

diataur dalam KHI juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab orang

18
Satria Effendi M. Zein, Problrmatika Hukum Keluarga Islam Kontempoler, (Jakarta: Kencana,
2004), h. 172.
128

tua diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 26 yang berbunyi:

Pasal 26:

a. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1) Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

2) Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.

3) Dan mencegah terjadinya pernikahan pada usia anak.

b. Dalam hal orang tua tidak ada atau karena suatu kewajiban dan

tanggung jawabnya maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.6

c. Di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak ditegaskan: “Bahwa pertanggungjawaban orang tua,

keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian

kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindungnya

dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik

fisik mental, spiritual, maupun sosial”7.

d. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi

anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh,

memeiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai

Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa

6
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
7
Penjelasan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
129

dan negara. Dalam melakukan pembinaan pengembangan dan

perlindungan anak perlu peran masyarakat baik melalui lembaga

perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,

organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa,

atau lembaga pendidikan.

e. Setiap anak berhak untuk berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan

dan usianya dalam bimbingan orang tuanya. Karena anak memerlukan

kebebasan dalam rangka mengembangkan kreatifitas dan

intelektualitasnya (daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Dan

pengembangan anak yang belum cukup umur masih harus dalam

bimbingan orang tuanya.

f. Melihat peranan hukum Islam dan pembangunan hukum nasional, ada

beberpa fenomena yang bisa dijumpai dalam praktik. Pertama, hukum

Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif.

Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh negara sebagai hukum

positif bagi umat Islam.

Вам также может понравиться