Вы находитесь на странице: 1из 23

ISLAM AND ENTREPRENEURSHIP

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewirausahaan

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Muhamad Ahsan, M.M.

Disusun Oleh :
1. Della Saskiana (G03217012)

2. Jenia Hanindita R (G03217021)

3. Novita Kistynal (G03217028)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Segala puji syukur sampaikan kepada Allah SWT karena berkat limpahan
nikmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Islamic Entrepreneurship: An Ongoing Driver for Social Change”
dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam haturkan kepada Nabi akhir Zaman yakni
Muhammad SAW yang telah membimbing kita menuju jalan yang terang benderang
yakni “addinul islam wal iman”.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Kewirausahaan. Kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Kewirausahaan yaitu Dr. Ir.
Muhamad Ahsan, M.M, yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.
Karena terbatasnya pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki, kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Melainkan masih
terdapat kekurangan dan kesalahan baik dalam penyusunan kata, penulisan, maupun isi
serta pembahasannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi Wabaraktu

Surabaya, 24 April 2019

Penulis, (Kelompok 7)
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

1.4 MANFAAT

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEWIRAUSAHAAN

Seorang pengusaha adalah orang yang mengorganisir dan mengelola dimulai


dengan ide atau prototipe (Boschee dan McClurg, 2003). Kewirausahaan mencakup
menangkap ide, mengubahnya menjadi produk atau layanan, dan membangun usaha
untuk membawa produk ke pasar. Ini mewakili kinerja manajerial dengan tiga
elemen kunci dalam budaya suportif yang sesuai dan struktur organisasi:
pengambilan risiko, proaktif, dan inovasi (Zhao, 2006). Seorang wirausahawan
waspada terhadap peluang dan kebutuhan akan inovasi, dengan mempertimbangkan
risiko akun (Roberts dan Woods 2005). Lebih jauh lagi, kewirausahaan mengejar
peluang melalui pengungkit inovatif atas sumber daya yang tidak dikendalikan
secara internal. Pengusaha adalah tulang punggung ekonomi bangsa; akibatnya,
mereka harus fleksibel, mudah beradaptasi, dan mampu berpikir di luar kotak.
Kurangnya kebebasan adalah penghalang yang akan menghambat wirausahawan
generasi berikutnya (Johnson, 2003).

Pengusaha menghasilkan penghancuran kreatif dari cara lama, membuat jalan


untuk yang baru, lebih sukses (Austin dan Reficco, 2009). Adams (2005)
berpendapat bahwa kreativitas adalah proses menghasilkan ide-ide baru atau
menciptakan perpaduan baru antara ide-ide yang ada.lingkungan dan pelatihan
Upayadapat meningkatkan pikiran kreatif untuk menghasilkan variasi baru dan
kombinasi ide baru. Dia berpendapat bahwa motivasi intrinsik merupakan
komponen kreativitas yang sangat signifikan di mana individu akan termotivasi
secara kreatif oleh minat, kepuasan dan tantangan proses itu sendiri lebih dari
kekuatan eksternal. Motivasi intrinsik dapat diperkuat dengan berfokus pada
tantangan, kebebasan, sumber daya, fitur kelompok kerja, dorongan pengawasan
dan dukungan organisasi (Rogers, L. dan Osberg, M., 2007).

Menurut Soesarsono (1996) dalam Yusanto, wirausaha mencakup beberapa unsur


penting yang satu dengan lainnya saling terkait, bersinergi, dan tidak terlepas satu
sama lain, yaitu : Pertama, Unsur daya pikir (kognitif). Daya piker, pengetahuan,
kepandaian, intelektual, atau kognitif mencirikan tingkat penalaran, taraf pemikiran
yang dimiliki seseorang. Daya piker adalah juga sumber dan awal kelahiran kreasi
dan temuan baru serta—yang terpenting—ujung tombak kemajuan suatu umat.
Kedua, Unsur keterampilan (psikomotorik). Mengandalkan berpikir saja belumlah
cukup untuk dapat mewujudkan suatu karya nyata. Karya hanya terwujud jika ada
tindakan. Keterampilan merupakan suatu tindakan raga untuk melakukan suatu
kerja. Dari hasil kerja itulah baru dapat diwujudkan suatu karya, baik berupa produk
maupun jasa. Ketiga, Unsur sikap mental (afektif). Daya piker dan keterampilan
belumlah dapat menjamin kesuksesan. Sukses hanya dapat diraih jika terjadi sinergi
antara pemikiran, keterampilan , dan sikap mental maju. Sikap mental inilah yang
dalam banyak hal justru menjadi penentu keberhasilan seseorang. dan keempat,
Unsur kewaspadaan atau intuisi. Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya ada faktor
yang lain di samping pemikiran, keterampilan, dan sikap mental yang juga
menentukan keberhasilan seseorang.1

Beberapa unsur-unsur penting yang disebutkan di atas memang sangat perlu


diresapi dan diinterpretasikan oleh para calon entrepreneur atau pengusaha, selain
itu, menurut Machfoedz, seorang wirausaha juga dapat ditunjukkan serta
meleburkan diri ke dalam profil pribadi sebagai berikut : Pertama. Wirausahawan

1
Yusanto, Muhammad Ismail & Widjajakusuma, Muhammad Karebet, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2002), 33.
senantiasa menginginkan prestasi prima; Kedua, Wirausahawan tidak takut
menjalani pekerjaan yang disertai resiko dengan memperhitungkan besar kecilnya
resiko. Ketiga, Wirausahawan adalah orang yang memiliki kepemimpinan yang
tumbuh secara alami dan pada umumnya lebih cepat mengidentifikasi permasalahan
yang perlu di atasi. Keempat, Wirausahawan mendapatkan kepuasan dalam
lambang-lambang keberhasilan yang diluar dirinya. Mereka senang usaha yang
mereka bangun dipuji orang, namun mereka menolak apabila pujian ditujukan
kepada diri mereka. Kelima, Wirausahawan secara fisik senantiasa tampak lincah
dan berbadan sehat (semangat). Mereka mampu bekerja melebihi jam kerja rata-rata
yang dilakukan orang lain ketika merintis usaha. Keenam, Wirausahawan adalah
orang yang memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi dan tidak meragukan
kecakapan dan kemampuannya. Ketujuh, Wirausahawan senantiasa menghindari
sifat cengeng dalam membentuk pribadi mandiri dan wirausahawan mencari
kepuasan diri, karena mereka termotivasi oleh kebutuhan untuk mewujudkan

prestasi diri. Kedelapan, Wirausahawan Mencari Kepuasan diri.2

2.2 INOVASI

Inovasi adalah teori yang diusulkan atau konsep desain yang memadukan
pengetahuan dan keterampilan saat ini untuk memberikan titik awal teoritis untuk ide
baru. Inovasi adalah karakteristik alami wirausahawan. Ini multidimensi dengan
banyak fitur. Inovasi radikal adalah pemecahan jalur, terputus-putus, revolusioner,
orisinal, perintis, dasar atau utama; sementara inovasi tambahan adalah perbaikan
kecil yang dibuat dalam proses, produk, dan layanan yang sudah mapan (Zhao 2006).
Inovasi menghadirkan keuntungan besar: organisasi paling inovatif melampaui
rekan-rekan industri mereka dan lebih menarik bagi investor dan pelanggan. Namun
inovasi membutuhkan ide-ide, modal atau bakat untuk bergerak bebas selainsektor
publik atau swasta pendanaan dan dukungan. Pemulihan ekonomi global bergantung
pada pemikiran kreatif lintas proses, tim dan organisasi. Inovasi, di sisi lain,
membawa penemuan lebih lanjut dengan realisasi komersial dari nilai penemuan atau
2
Machfoedz, Mas’ud dan Machfoedz, Mahmud, Kewirausahaan Suatu Pendekatan Kontemporer,
(Yogyakarta: UPP AMP YKPN), 2-3.
penerimaan pengembalian ekonomi. Biasanya, individu atau perusahaan yang
memiliki masalah menggunakan inovasi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu,
inovasi harus dipupuk, didanai, dan dikelola agar dapat diulang, diprediksi, dan
untuk mencapai keberhasilan ekonomi (Wright, 2009). Inovasi sosial baru-baru ini
muncul untuk mengatasi karakteristik kelangsungan hidup manusia;
konsekuensitransformatif; bukti kemungkinan; perubahan optimis; sebuah proses
yang menciptakan nilai bagi individu dan masyarakat melalui organisasi publik dan
swasta. Pada tingkat tertinggi, inovasi sosial meningkatkan modal intelektual, modal
sosial, pertumbuhan ekonomi, dan kualitas kehidupan dan keterlibatan budaya.
Inovasi sosial menjadiinternasional fenomenayang dipicu oleh globalisasi, inovasi
ilmiah dan teknologi. Peningkatan kesadaran di seluruh dunia akan tantangan sosial
berkisar dari masalah lingkungan hingga meningkatnya tingkat kemiskinan di
seluruh dunia dan meningkatnya perbedaan sosial-ekonomi di dalam dan antar
negara (Goldenberg et al.2009).

2.3 KEWIRAUSAHAAN SOSIAL DAN BISNIS SOSIAL

Kewirausahaan sosial adalah pengadopsian misi untuk menciptakan dan


mempertahankan nilai sosial dengan mengidentifikasi dan mengejar peluang untuk
melayani misi itu, menjaga proses inovasi yang berkelanjutan (Boschee dan
McClurg, 2003). Ini adalah proses yang bertujuan untuk menemukan solusi inovatif
untuk masalah sosial yang paling mendesak. Pengusaha sosial bertindak sebagai
agen untuk masyarakat; merebut peluang untuk meningkatkan sistem sosial dan
menciptakan solusi untuk mengubah masyarakat (Ashoka, 2009). Pengusaha sosial
bersemangat, cerdas, termotivasi dan mampu memecahkansulit masalah sosial
yang(Hawkins, 2008). Kewirausahaan sosial dapat terjadi di sektor swasta atau
nirlaba, atau di keduanya (Austin dan Reficco, 2009). Kewirausahaan sosial
memberikan jembatan atas kesenjangan antara bisnis dan kebaikan melalui
penerapan kewirausahaan ke ranah sosial. Ini adalah proses yang memotivasi dan
bersemangat.
Sosial pengusaha bekerja di masyarakat, berkaitan dengan peduli dan membantu
daripada menghasilkan uang (Roberts dan Woods 2005). Ini adalah proses
melakukan dengan baik sambil berbuat baik, di mana seseorang dapat mencapai
kepuasan pribadi dan mendapatkan bayaran sambil memecahkan masalah-masalah
dunia sosial.sosial Kewirausahaandapat memberikan kesuksesan tertinggi untuk
keberlanjutan pribadi dan global (Pelley dan Pelley, 2008). Pengusaha sosial adalah
orang dengan solusi inovatif untuk masalah sosial yang mendesak. Dia ambisius dan
pekerja keras, berurusan dengan masalah sosial secara efisien dan menawarkan ide-
ide baru untuk perubahan skala besar. Dia adalah seorang visioner dan realis ulung,
yang peduli denganpraktis implementasivisinya di atas segalanya (Goldenberg et al.
2009). Baru-baru ini, semakin banyak orang mulai menyadari bahwa ada kebutuhan
mendesak untuk perubahan sehingga sektor warga telah muncul. Revolusi
komunikasi dan teknologi telah memungkinkan orang untuk mendapatkan lebih
banyak pemahaman dan kesadaran akan masalah dunia (Bornstein, 2007). Contoh
dari perusahaan swasta yang menciptakan perubahan melalui kewirausahaan sosial,
adalah Grameen Bank di Bangladesh, di bawah pendiri Mubammad Yunus dan
rekan-rekannya. Bank ini telah mengubah kehidupan jutaan orang di berbagai negara
dengan menyediakan akses ke keuangan mikro (Ashoka, 2009). Namun, seperti
rekan bisnis tradisional mereka, tidak ada definisi yang diterima tentang apa yang
dimaksud dengan "wirausahawan sosial". Mereka telah banyak digambarkan sebagai,
"orang-orang yang membawa masalah sosial ke perusahaan yang sama dan imajinasi
yang dibawa pengusaha untuk penciptaan kekayaan" (Blair, 1997); individu yang
memprakarsai inovasi dan perubahan sosial (Drucker, 1999; Leadbeater, 1997) dan
sebagai individu yang termotivasi oleh kesempatan untuk mengadopsi pendekatan
inovatif dan penggunaan sumber daya dan kontrak secara kreatif untuk memenuhi
kebutuhan yang tidak dapat atau tidak akan dipenuhi oleh sistem kesejahteraan
negara. (Thompson et al., 2000). Sementara universal, Definisi mungkin tidak
disepakati, peneliti, komentator, agen pembangunan dan politisi telah berusaha untuk
mengidentifikasi karakteristik umum untuk pengusaha sosial (Leadbeater, 1997;
Leadbeater dan Goss, 1998; Prabhu, 1999; Thake dan Zadek, 1997; Thompson et al.,
2000).
Karakteristik ini termasuk kreativitas (menemukan solusi radikal dan efektif
untuksosial masalah), kewirausahaan (mempresentasikan proyek mereka,
menegosiasikan kebutuhan mereka, meminta dukungan untuk ide mereka dan
memenangkan sumber daya secara efektif), penetapan agenda (menuntut agar ide
atau proposal mereka akan menjadi penting) perbedaan ketika berhasil
dilaksanakan), dan mengikuti etika (memastikan bahwa uang publik digunakan
dengan baik, bahwa gagasan tidak dikorupsi oleh kepentingan pribadi dan bahwa
komitmen penuh mereka tersedia untuk proyek). Penelitian juga telah berusaha untuk
mendefinisikan 'perusahaan sosial' (Prabhu, 1999; Leadbeater, 1997; Perusahaan
Sosial London, 2001 a, b). Namun, keragaman kegiatan dan organisasi, yang terdiri
dari ekonomi sosial, sedemikian rupa sehingga peneliti memiliki tidak dapat
menyetujui satu definisi. Alih-alih, sejumlah karakteristik telah diidentifikasi sebagai
hal biasa bagisosial perusahaan, yaitu orientasi perusahaan (sebagai organisasi
perdagangan yang layak, membuatoperasisurplus, mereka terlibat langsung dalam
memproduksi barang atau menyediakan jasa ke pasar),sosial tujuan(mereka memiliki
tujuan sosial seperti penciptaan lapangan kerja, pelatihan atau penyediaan layanan
lokal. Mereka memiliki nilai-nilai dan misi yang kuat, termasuk komitmen terhadap
pengembangan kapasitas lokal. Mereka bertanggung jawab kepada anggota mereka
dan masyarakat luas atas dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi mereka),
kepemilikan sosial (mereka adalah organisasi otonom yang sering kali
memilikilonggar tata kelola dan struktur kepemilikan yang, berdasarkan partisipasi
klien, pengguna,komunitas lokal kelompokatau wali. Keuntungan didistribusikan
kepada pemangku kepentingan atau untuk kepentingan masyarakat).

2.4 KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Islam memenuhi kebutuhan penting dengan menyediakan sarana untuk memenuhi


kebutuhan fisik dan spiritual dengan membangun kerangka kerja untuk perilaku dan
memberikan rasa keberadaan.Islam Nilai-nilai moral dan etikaadalah insentif untuk
mencapai kebesaran roh, membantu mengembangkan toleransi dan memberdayakan
dengan kapasitas adaptif dalam menanggapi peristiwa-peristiwa yang menantang
dalam kehidupan. Islam memberi individu rasa harga diri dan nilai-nilai keluarga,
dan mempromosikan masyarakat yang bersatu dalam persaudaraan yang dijiwai
dengan tanggung jawab sosial. Allah berfirman, "Orang-orang yang beriman
hanyalah saudara, jadi buatlah kesepakatan antara saudara-saudaramu. Dan
takutlah kepada Allah agar kamu menerima rahmat" (Surat Al-Hujurat 49: 10). Rasa
persaudaraan menciptakan ikatan dan rasa persatuan di mana semua bekerja sama
sebagai satu tim. Kerja kooperatif dan kolaboratif di dalam tim dan di antara tim di
zaman Nabi Muhammad dan rekan-rekannya menciptakan penggerak yang kuat
untuk perubahan masyarakat yang inovatif. Kolaborasi diperlukan bagi pengusaha
untuk mendapatkan inovatif solusi yang melampaui tradisional, dan di mana
individu merupakan kendaraan utama untuk transformasi dan inovasi tersebut
(Austin dan Reficco 2009).

Nabi Muhammad adalah teladan sebagai pengusaha sosial inisiatif . Wahyu yang
diberikan kepada Nabi Muhammad adalah tentang pembentukan bentuk radikal
keadilan sosial di mana toleransi, kesetaraan, dan amal adalah jantung dari ideologi
Islam (Lovat, 2005). Oleh karena itu, mereka adalah artefak yang diperlukan bagi
komunitas Islam untuk muncul dalam namanya. Nabi Muhammad menerjemahkan
nilai-nilai ini ke dalam tindakan, dan pengaruhnya akan berlanjut sepanjang waktu.
Dari wahyu pertama kepada Nabi Muhammad di Mekah, perubahan sosial yang
radikal muncul. Ketika Nabi Muhammad dengan pengikutnya pindah dari Mekah ke
Al-Madinah, ia menciptakan inti dari struktur masyarakat dengan misi sosial dan
etika. Organisasi ini melahirkan peradaban yang hebat. Islam membantu mereka
yang ingin memahami asal-usul mereka, dan memberikan baru pengetahuan tentang
diri melalui mengenal orang lain. Islam memungkinkan reformasi sosial praktis
untuk semua bangsa pada waktu itu, termasuk Yudaisme dan Kristen. Masyarakat
Islam mengadopsikewirausahaan pola pikir jejaring melalui budaya perusahaan yang
diberdayakan untuk menciptakan dan mempertahankan perubahan sosial.

Nabi Muhammad menunjukkan toleransi etnis dan agama, dan membangun


kesejahteraan sosial berdasarkan sistem wirausaha sosial Islam. Dia percaya bahwa
para nabi Yahudi kuno dan Yesus menyatakan bahwa Allah menuntut keadilan dan
belas kasihan. Sistem kesejahteraan sosial Islam, atau Zakat, di mana setiap orang
berkewajiban untuk memberikan persentase kelebihan barang-barang mereka kepada
masyarakat hanyalah satu contoh dari belas kasihan semacam itu di antara anggota
masyarakat. Banyak teks dalam Al-Qur'an dan Sunnah mendorong umat Islam untuk
menawarkan amal dalam berbagai bentuk. Allah berfirman: "Hai kamu, yang
beriman, bersujud dan bersujud dan beribadah kepada Tuhanmu dan berbuat baik
agar kamu berhasil" (Al- Hajj 22: 77). Untuk mendorong umat beriman untuk
mencintai membelanjakan dari uang, tanah, dan lain yang harta benda mereka hargai,
Allah berfirman: "Tidak akan pernah kamu mencapai [pahala] yang baik sampai
kamu membelanjakan dari apa yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu
belanjakan memang, Allah adalah Mengetahui hal itu. "(Ali- 'Imran 3:92), dan"
Orang-orang yang mendirikan sholat, dan dari apa yang kami sediakan, mereka
habiskan "(Al-Anfal 8: 3). Nabi Muhammad mendorong memberi sumbangan pada-
tertentu Kesempatan kesempatan. Sebagai contoh, ia mendorong amal yang
berkelanjutan dengan nasihat berikut,Ketika putra Adam meninggal, perbuatannya
berakhir terpisah dari tiga: sadaqah jaariyah (sedang berlangsung amal yang),
pengetahuan yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang akan membuat du aa
untuknya . Selama era khalifah Omer Ibn Abdel Aziz, kemiskinan dihilangkan dari
komunitas Islam dan kemakmuran telah mencapai semua individu muslim atau non-
muslim. Selain itu, al-Wakaf (atau suspensi ), adalah jenis amal yang melibatkan
properti, yang merupakan landasan dalam sistem kesejahteraan ekonomi Islam, dan
merupakan elemen penting dalam membangun peradaban Islam. Dengan
berpartisipasi dalam al-Waqf, umat Islam yang setia menyumbangkan properti,
termasuk uang, bangunan, tanah, sumur, pohon, dan harta benda lainnya, semata-
mata demi Allah, sebagai bentuk ibadah, berterima kasih kepada Allah atas karunia-
Nya dan untuk mengantisipasi karunia pahala di akhirat. Sumbangan Al-Waqf
memberikan manfaat jangka panjang bagi banyak orang. Anak yatim, orang miskin,
sakit, dan siswa diizinkan menggunakan amal ini. Sementara memenuhi kebutuhan
ekonomi masyarakat, al-Waqf menghilangkan keegoisan dan mempromosikan rasa
tanggung jawab terhadap generasi sekarang dan masa depan. Nabi Muhammad juga
berkomitmen untuk pendidikan untuk memastikan pentingnya pengetahuan dan
menekankan risiko mengabaikannya. Dia terutama mendorong para pengikutnya
untuk mendapatkan pengetahuan agama dan hukum. Dia mengajar para pengikutnya
bahwa teman-temannya yang berpendidikan mengajar orangorang bodoh, dan
banyak dari pengikutnya selama waktu dan setelahnya yang mengikuti sikap berbagi
pengetahuan ini adalah wirausahawan yang sukses, yang memainkan peran
wirausaha yang signifikan dalam komunitas lain di luar Arab.

Selain itu, Nabi Muhammad merawat kesehatan masyarakat, dan mendorong


perempuan untuk berpartisipasi dalam sektor ini, meningkatkan peran masyarakat
perempuan. Dia juga mendorong para pengikutnya untuk merawat orang tua mereka
yang sudah tua dan orang tua di masyarakat. Dia bermain dengan anak-anak,
berbicara dan mendengarkan mereka, yang memberi mereka kepercayaan diri dan
memengaruhi masa depan mereka. Dalam Islam, lingkungan dan hewan adalah suci
dan berharga. Nabi Muhammad mendidik para pengikutnya untuk bersikap baik
kepada semua jiwa yang hidup dan untuk melindungi lingkungan. Nabi Muhammad
menyatakan, " Takut pada Tuhan dalam memperlakukan binatang" dan
"sesungguhnya, ada hadiah surgawi untuk setiap tindakan kebaikan yang dilakukan
pada hewan yang hidup". Islam mendorong orang untuk menikmati berkah hidup
tanpa limbah, Allah berfirman: "Wahai anak-anak Adam! .... makan dan minum tapi
jangan sia-siakan, karena Allah tidak mencintai pemboros". Nabi Muhammad
meminta para pengikutnya untuk tidak menggunakanberlebihan air secarabahkan
ketika wudhu untuk sholat di sebelah sungai yang mengalir. Dia mendorong-
orangorangnya untuk menyingkirkan benda-benda berbahaya dari jalan orang dan
menganggap itu sebagai terendah manifestasi dari kepercayaan. Nabi Muhammad
berkata: "Berbaringlah di tanah, tanaman di tangan bahkan jika itu adalah hari
terakhir" untuk mendorong orang menanam pohon untuk memberi manfaat bagi
generasi mendatang (Ozalp, 2007).

Dengan menerapkan norma-norma dan nilai-nilai Islam dengan penggunaan yang


bijaksana darisosial, lingkungan, dan sumber dayaekonomi,peradaban Islam
menciptakan komunitas baru di luar Al-Jazeerah dalam inovatif cara kewirausahaan.
Komunitas-komunitas baru ini diberi kebebasan yang cukup besar dalam cara
mereka menciptakan nilai-nilai sosial dan ekonomi lokal mereka di bawah payung
Al-Qur'an dan Sunnah, mempertahankan ikatan sinergis dengan kepemimpinan
Islam. Melalui penyatuan ini,ilmiah, nilai-nilaisosial, etis, dan ekonomi mereka
mampu makmur selama ratusan tahun. Lebih jauh, perubahan sosial yang diterapkan
di bawah kewirausahaan sosial Islam memengaruhi negara tetangga Eropa dan
wilayah geografis lainnya melalui interaksi sosial dan komersial. Tindakan
peradaban saat ini memberikan kesaksian keberhasilansosial Islam
kewirausahaankarena mereka saat ini dihadapkan pada pengembangan solusi
untuksosial mereka sendiri masalah.

2.5 KARAKTERISTIK PENGUSAHA SOSIAL ISLAM

Sejarah Islam mencatat bahwa Entrepreneurship telah dimulai sejak lama, pada
masa Adam AS. Dimana salah satu anaknya Habil berwirausaha dengan bercocok
tanam dan Qobil berwirausaha dengan menggembala hewan ternak. Banyak sejarah
nabi yang menyebutkan mereka beraktivitas di kewirausahaan, sebagian dari mereka
berwirausaha di sektor pertanian, peternakan, kerajinan dan bisnis perdagangan.
Contoh yang paling nyata adalah Nabi Muhammad SAW, awalnya beliau terlibat di
bisnis dengan memelihara dan menjual domba, kemudian membantu bisnis
pamannya dan akhirnya mengelola bisnis saidatina Khadijah. 3

Rasulullah mendapatkan jiwa entrepreneur sejak beliau usia 12 tahun. Ketika itu
pamannya Abu Thalib mengajak melakukan perjalanan bisnis di Syam negeri yang
meliputi Syiria, Jordan dan Lebanon saat ini. Sebagai seorang yatim piatu yang
tumbuh besar bersama pamannya beliau ditempa untuk tumbuh menjadi
wirausahawan yang mandiri. Ketika usia 17 tahun Muhammad telah diserahi
wewenang penuh untuk mengurusi seluruh bisnis pamannya. Ketika usia menginjak
20 tahun adalah merupakan masa tersulit dalam perjalanan bisnis rasulullah SAW.
Beliau harus bersaing dengan pemain senior dalam perdagangan regional. Namun
kemudian titik keemasan entrepreneurship Muhammad SAW tercapai ketika usia
antara 20-25 tahun (Bastoni, 2012).

Muhammad SAW adalah sosok pengusaha sukses dan kaya. Di antara informasi
tentang kekayaan beliau sebelum kenabian adalah jumlah mahar yang dibayarkan
ketika menikahi Khadijah Binti khuwalaid. Konon, beliau menyerahkan 20 ekor
unta muda sebagai mahar. Dalam riwayat lain, ditambah 12 uqiyah (ons) emas.

3
Ratna Wijayanti, “Membangun Entrepreneurship Islami dalam Perspektif Hadits”. Jurnal Studi Islam.
Vol. 13 No. 1 (2018). Hal 37
Suatu jumlah yang sangat besar jika dikonversi ke mata uang kita saat ini.

Dengan demikian, Muhammad SAW telah memiliki kekayaan yang cukup besar
ketika beliau menikahi Khadijah. Dan kekayaan itu kian bertambah setelah menikah,
karena hartanya digabung dengan harta Khadijah dan terus dikembangkan melalui
bisnis (perdagangan). Rahman (2010) dalam bukunya Muhammad as a Trader
mencatat bahwa Rasulullah SAW sering terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai
negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Disebutkan juga bahwa Rasulullah SAW
adalah pebisnis yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah
membuat para pelanggannya mengeluh. Dia sering menjaga janjinya dan
menyerahkan barangbarang yang dipesan dengan tepat waktu. Muhammad SAW
pun senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang
tinggi dalam berbisnis.

Dengan kata lain, menurut Badrudin (2001) beliau melaksanakan prinsip


manajemen bisnis modern yaitu:

a) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

b) Pelayanan yang unggul (service exellence): efisiensi, persaingan yang sehat dan
kompetitif.

c) Kejujuran (Transparasi), dalam menjalankan bisnis, Muhammad SAW selalu

melaksanakan prinsip kejujuran4

Kejujurannya telah diakui oleh penduduk Makkah sehingga beliau digelari Al


Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang
kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu.
Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya). Beliau mulai
mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun. Kemudian ketika
usia 40 tahun beliau lebih banyak terlibat dalam perenungan perbaikan masalah
sosial masyarakat sekitarnya yang jahiliyah.

4
Ibid, 38
Jika kita perhatian, rentang usia beliau berbisnis selama 25 tahun ternyata lebih
lama dibandingkan dengan rentang usia kenabian beliau yang selama 23 tahun. Hal
ini tentunya telah membentuk business skill yang sangat penting bagi proses
pengambilan hukum perdata dan komersial kelak di kemudian hari. Mungkin ada
sebagian yang berpendapat bahwa pengalaman beliau dalam berbisnis sebagian
besar terjadi ketika beliau belum menjadi rasul, sehingga teladan beliau tidak bisa
dijadikan sunnah oleh kita.

Pendapat ini akan kehilangan pijakannya seadainya kita menelaah hukum dan
sabda Rasul SAW yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi. Sangat jelas sekali
bahwa kejelasan Rasul SAW dalam memutuskan masalah bisnis dan ekonomi sangat
banyak dipengaruhi oleh kepiawaian dan intuisi bisnis masa mudanya. Oleh karena
itu business laws rasul yg sifatnya ijtihadi sangat banyak dipengaruhi oleh
pengalaman bisnis masa mudanya. Beliau adalah seorang yang berhasil dalam
bisnisnya tanpa menggunakan cara-cara yang tidak baik. Beliau meyakini bahwa
kesuksesan bisnis berkelanjutan hanya dapat dicapai dengan cara-cara sehat.

Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam berbisnis dilandasi oleh prinsip-


prinsip yang kuat. Jika tidak, usahanya akan rapuh dan takkan bertahan lama.
Rasulullah SAW tak hanya mengajarkan bagaimana melaksanakan ibadah yang
baik, tapi juga bagaimana berbisnis yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Viktor Kiam, seorang pakar enterpreneur, sama berkomentar bahwa jiwa


enterpreneur/wirausaha perlu diberikan kepada anak sejak dibangku sekolah, karena
filosofi kewirausahaan dapat melatih anak lebih mandiri, jeli melihat peluang,
sehingga punya daya cipta yang lebih kreatif. Dalam konteks Islam, Nabi
Muhammad SAW adalah wirausahawan sejati yang memiliki kemerdekaan,
kebebasan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri melalui pengalaman yang
menyenangkan ketika hidup di pedalaman dalam asuhan ibu susuannya-Halimah,
dan masa pahit dan penuh kepedihan karena terlahir sebagai seorang yatim dan
ditinggal ibunya-Aminah ketika ia baru berusia enam tahun. Muhammad kemudian
dibesarkan oleh kakeknya yang juga tidak begitu lama bersamanya. Abu Thalib,
pakcik kandungnyalah kemudian mengambil alih pengasuhan atas Muhammad yang
masih berusia kurang dari 9 tahun. Dan inilah modal psikologis yang paling kokoh
sebagai landasan sikap, dan prilaku wirausahawan beliau dikemudian hari dan
menjadi referensi penelitian para ahli kewirausahaan, diceritakan bahwa,
Muhammad baru berusia dua belas tahun ketika pergi ke Syria berdagang bersama
Abu Thalib, pamannya. Ketika pamannya meninggal dunia, beliau tumbuh dan
berkembang sebagai wirausahawan yang mandiri dengan melakukan perdagangan
keliling di kota Makkah dengan rajin, penuh dedikasi pada usahanya.5

Dari sudut pandang ekonomi, ajaran dan keteladanan yang ditinggalkan Nabi
Muhammad SAW semakin terasa urgensi dan relevansinya jika kita mencita-citakan
terwujudnya masyarakat yang adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam
berkeadilan. Prinsip bisnis modern seperti, efisiensi, transparansi, persaingan sehat,
kredibilitas, memelihara relasi melalui layanan manusiawi, dapat ditemukan dalam
etika dan perilaku bisnis Muhammad sebelum menjadi Rasul. Etika bisnis
memegang peranan sangat penting jika seseorang atau sekelompok orang
memegang peranan yang menentukan nasib bisnis lain atau masyarakat yang lebih
luas, dan mereka inilah yang disebut pemimpin atau lapisan kepemimpinan dunia
usaha. Relevansi etika bisnis dan efisiensi dapat digambarkan secara sederhana. Jika
seorang pemimpin menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya pasti ada yang
menjadi korban, Karena wewenang yang dimiliki bersifat publik, maka rakyatlah
yang dirugikan, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya ekonomi yang
tinggi. Dalam kurun waktu sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah
meletakkan dasar-dasar etika, moral dan etos kerja yang mendahului zamannya.
Dasar-dasar etika wirausaha tersebut telah mendapat legitimasi keagamaan setelah
beliau diangkat menjadi Rasul. Prinsip- prinsip etika bisnis wirausaha yang
diwariskan beliau dan Islam semakin mendapat pembenaran akademis.

Sayangnya, umat Islam Indonesia sepertinya tidak begitu tertarik dengan


berwirausaha. Umat kita lebih condong menjadi pegawai kantoran atau pegawai
negeri. Akibatnya, sebagai umat mayoritas, kita jauh tertinggal dari umat lain dan
menjadi bulan-bulanan dalam bisnis dan sebagai penonton dari kesuksesan
wirausaha umat lain. Dari sudut pandang ekonomi, era global ditandai dengan
5
Ibid, 39
aktivitas ekonomi baru, yakni perdagangan bebas dan pasar global. Berbagai
kawasan dunia akan menajdi pasar dagang dan lahan investasi international secara
bebas dan terbuka. Karenanya setiap individu umat Islam harus mulai berpikir dan
berinteraksi dengan individu atau kelompok untuk berwirausaha dan menjalin
kerjasama dalam bentuk kemitraan maupun persaingan sebagaimana saudara-
saudara kita dari suku China yang telah sukses dan pengendali wirausaha di negri
ini.Rasulullah SAW bersabda,

“Tiada seorang yang makan makanan yang lebih baik dari makanan dari hasil
usahanya sendiri (wirausaha). Sesunggunya Nabi Allah Daud, itupun makan dari

hasil usahanya sendiri (wirausaha)”. (H.R. Bukhari)6

Misi Islam didasarkan pada konsep tauhid (persatuan), khilafah (perwalian), dan
ibadah (ibadah). Islam beroperasi dalam konsep-konsep ini melalui agen adl
(keadilan sosial) dan istislah (kepentingan umum). Konsep-konsep ini ketika
diterjemahkan ke dalam nilai-nilai, sistem ini mengintegrasikan fakta dan nilai-nilai
dan melembagakan sistem pengetahuan berdasarkan akuntabilitas dansosial
tanggung jawab. Tauhid berarti persatuan Tuhan. Itu menjadi nilai yang penuh belas
kasihan ketika kesatuan ini dinyatakan dalam kesatuan umat manusia, kesatuan
manusia dan alam, kesatuan pengetahuan dan kesatuan nilai. Khilafah muncul dari
tauhid. Bahwa seorang muslim bertanggung jawab dan bertanggung jawab kepada
Tuhan untuk semua kegiatannya. Sedangkan trusteeship menyiratkan bahwa
manusia memiliki inklusif Hak untuk apa pun. Ibadah adalah kewajiban yang
mengarah pada kesadaran tauhid dan khilafah. Its tanda utama adalah mengejar ilm
(pengetahuan) yang memiliki nilai bila didukung olehIslam. struktur Ilm mengacu
pada pengetahuan yang diwahyukan yaitu dukungan moral dan etis, dantidak
pengetahuan yang diungkapkan, yang dikejar berdasarkan perintah ibadah.
Selanjutnya,diungkapkan pengetahuan yang tidakdibagi menjadi fard-ayan yang
mengacu pada etika dan moralitas yang diperlukan bagi individu untuk bertahan
hidup, dan fard kifaya yang penting untuk kelangsungan hidup seluruh komunitas.
Halal harus berfungsi atas dasar distribusi adl (keadilan sosial). Halal (terpuji) dan
haram (tercela) menentukan daya tanggap sosial. Semua yang bermanfaat bagi
6
Ibid, 41
seseorang, masyarakatnya dan lingkungannya adalah halal (terpuji). Sebaliknya,
haram (tercela) mencakup semua yang merusak bagi individu dan lingkungan.
Takaful (saling ketergantungan sosial) merupakan prinsip penting dalam Islam yang
bertujuan untuk mengembangkan masyarakat yang aman, bersatu dan damai.
Artinya menyatukan objek lemah dengan objek kuat agar yang lemah menjadi lebih
kuat. Dengan kata lain, setiap individu dalam masyarakat berhak
membantumembutuhkan orang yanguntuk menjamin tingkat kebutuhan dasar
manusia terlepas dari agama atau ras mereka. Itu dapat dicapai melalui sarana
finansial dan emosional. Keuangan mengacu pada dukungan moneter yang dapat
mengangkat kaum miskin dari keadaan kemiskinan ke keadaan memiliki kebutuhan
manusia yang esensial atau lebih. Ini dapat dicapai melalui Zakat, amal, wakaf, dll.
Takaful Emosional mencakup nasihat, persahabatan, pendidikan, simpati, cinta, dll.
Nabi Muhammad berkata: "Seorang mukmin kepada mukmin lain seperti sebuah
bangunan yang bagian-bagiannya berbeda saling menegakkan satu sama lain."
Dari perspektif Islam, makalah ini memandang masyarakat Islam sebagaibisnis yang
diperluas organisasiyang bertujuan untuk menghasilkan nilai ekonomi dan sosial.
Individu merupakan agen energetik dalam organisasi ini. Kemakmuran organisasi
bisnis bergantung pada memasukkan penggerak etika, sosial, lingkungan, dan
ekonomi ke dalam misinya dan interaksinya dengan orang lain. Meneliti praktik
terbaik kewirausahaan sosial Islam, orang menemukan bahwa mereka semua
didukung oleh sistem berbasis nilai. Kekayaanberbasis nilai Islam sistem
menyediakan fondasi yang kuat di mana individu memiliki lebih sedikit rasa takut,
frustrasi, dan kekecewaan, yang dapat menopang mereka di masa-masa sulit.
Bersamaan dengan itu, nilai-nilai Islam memberikan motivasi berkelanjutan yang
menopang setiap individu sebagai agen energetik. Selain itu, nilai-nilai tersebut
memberikan dasar bagi posisi kepemimpinan wirausaha mandiri untuk menciptakan
perubahan di mana masyarakat dapat bertahan. Allah memberi individu dengan
keinginan alami dan kesediaan untuk mencoba memperbaiki diri. Memiliki
seperangkat nilai-nilai Islam mengarahkan hasrat-hasrat ini ke arah yang tepat. Oleh
karena itu, kepemimpinan kewirausahaan Islam mampu berpikir jernih, kreatif, dan
untuk mengidentifikasi peluang dan menyusun solusi inovatif yang paling tepat.

Ciri dan Watak Wirausahawan Muslim


Ciri Watak

Kepercayaan Diri Percaya diri, minim ketergantungan, optimisme rezeki di tangan Allah

Orientasi pada tugas Haus akan prestasi, berorientasi profit dan benefit, tekun dan tabah,
dan hasil tekad kuat, giat kerja keras, enegik dan penuh inisiatif.

Pengambil resiko Berani mengambil resiko, suka pada tantangan, setelah kesulitan ada
kemudahan.

Kepeimimpinan Bertingkah laku pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain,


menanggapi saran dan kritik.

Keorisinilan Inovatif, kreatif, luwes, punya banyak sumber, serba bisa, banyak tahu

Orientasi Masa Depan Mempunyai pandangan ke depan, visioner.

Sumber: Soesarsono dalam Ismail Yusanto & Karebet W. (2002: 37).7

Pengusaha sosial Muslim percaya bahwa mereka bekerja untuk mendapat imbalan
dari Allah dalam kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya. Allah berfirman:
"Sungguh, Kami yang menghidupkan orang mati dan mencatat apa yangmereka
telahkemukakan dan apa yang mereka tinggalkan, dan segala sesuatu yang telah
Kami sebutkan dalam daftar yang jelas" (Ya-dosa 36:12). Karena itu, kepentingan
pribadi (untuk dihargai dari Allah) selaras dengansosial tanggung jawab. Ini
konsisten dengan pandangan Austin dan Reficco (2009), yang menyatakan bahwa
organisasi berbasis nilai memandang dirinya sebagai agen moral yang dapat
dipercaya, mampu menghasilkan kepercayaan yang didukung oleh perilaku etis yang
berkelanjutan dan solusi inovatif untuk masalah sosial. Mereka melihat nilai-nilai
sosial sebagai komponen struktural dan landasan untuk identitas organisasi, dan
percaya bahwa menyelaraskan kepentingan pribadi dengan tanggung jawab sosial
adalah alat yang kuat yang menopang kesuksesan organisasi.

7
Agus Retnanto, “Entrepreneurship bagi Ummat Islam”. Jurnal . Desember 2014 Vol 2, No.2. hal 7.
Deklarasi prinsip pertama Islam bahwa tidak ada Tuhan selain Allah ditinggalkan
oleh mereka yang memilih untuk menjerat diri dengan dewa-dewa palsu dari hasrat
hedonistik dansalah arah tujuan yang. Ini sering mengakibatkan perbudakan ilusi
sama dengan menyembah mereka yang berkuasa. Dalamini hal, Khalifah Umar
berkata, "Bagaimana Anda membuat orang-orang menjadi budak Anda ketika ibu
mereka melahirkan mereka sebagai orang bebas?". Iman seorang muslim kepada
Allah memberinya rasa tugas dan kapasitas yang akan membuatnya terlibat dan
berbagi tanggung jawab sosial untuk menyenangkan dan memberi kompensasi
kepada Tuhannya. Partisipasi dalam tanggung jawab sosial adalah sarana di mana
seorang muslim menyembah Allah dalam tindakan. Allah berfirman: "(Dan orang-
orang yang sebelum mereka, memiliki rumah (di Madinah) dan telah mengadaptasi
iman, menunjukkan kasih sayang mereka seperti datang kepada mereka untuk
berlindung, dan tidak memiliki keinginan dalammereka hatiuntuk hal-hal yang
diberikan kepada (yang terakhir) tetapi memberi mereka pilihan daripada diri
mereka sendiri, meskipun kemiskinan adalah (milik mereka sendiri) dan mereka
yang diselamatkan dari keserakahan jiwa mereka sendiri, mereka adalah orang-
orang yang mencapai kemakmuran "(Al-Hashr 59: 9).

Selanjutnya, berpartisipasi dalam tanggung jawab sosial adalah kewajiban muslim


terhadap saudara-saudaranya di masyarakat tidak hanya untuk menunjukkan
kebaikan. Karena itu, seseorang akan berkomitmen dengan tugas ini untuk diberi
penghargaan dalam kehidupan ini dan selanjutnya. Menurut Robert dan Woods
(2005) wirausahawan sosial memiliki sikap belas kasih yang dimotivasi oleh
kebutuhan yang mendalam untuk membantu orang lain. Partisipasi dalam kegiatan
sosial meningkatkan kepercayaan diri, kepuasan diri, dan kebahagiaan seseorang.
Menurut Lovat (2005), kebahagiaan adalah kebaikan tertinggi Aristoteles;
kebahagiaan yang dalam dapat dicapai dari menggabungkan apa yang diketahui
dengan apa yang dilakukan seseorang dalam praktik. Bagi Aristoteles, kebahagiaan
adalah penilaian praktis di mana tindakan kognitif dapat mengarah pada tindakan
praktis. Ini hanya dapat dicapai dari integritas dengan berpartisipasi dalam apa yang
dikhotbahkan, dari hidup praktis dengan keyakinan terdalam seseorang. Islam
memberi individu harga diri, nilai-nilai keluarga, dan masyarakat yang disatukan
oleh persaudaraan yang merupakan esensi dari tanggung jawab sosial. Semua
Muslim berbagi tanggung jawab sosial untuk menghilangkan kemiskinan dan
kelaparan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pendidikan, perawatan
kesehatan, nasihat, dan memberikan dukungan finansial dan moral. Kemampuan
untuk menggunakan sumber daya keuangan dan ekonomi secara bebas di masyarakat
menentukan nilai sosial dan ekonomi. Islam mengundang semua individu untuk
berpartisipasi dalam perubahan sosial sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh
karena itu, model berikut dari penggerak kewirausahaan sosial Islam diusulkan:

Gambar 1: Penggerak Kewirausahaan Sosial Islam

Dalam model ini, empat kekuatan mempengaruhi kewirausahaan sosial Islam:


sosial , ekonomi, lingkungan, dan etika. Praktik kewirausahaan sosial Nabi
Muhammad untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan manusia memastikan
bahwa Islam adalah ekosistem yang didasarkan pada nilai-nilai, bukan kepentingan
diri sendiri atau aturan tetap. Islam mendorong terciptanya ekonomi sosial yang
berkelanjutan melalui promosi penciptaan dan distribusi kekayaan di antara warga
negara dalam masyarakat. Ekonomi Islam sangat konstruktif dari modal alam dan
sosial, dan ditandai dengan meminimalkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
Pola kewirausahaan sosial Islami menghasilkan peningkatan ekonomi, lingkungan,
dan sosial, dipandu oleh seperangkat nilai-nilai Islam. Pola-pola ini terus dibangun di
atas berhemat dan berbagi antara warga untuk melakukan transisi ke pembangunan
berkelanjutan baik di tingkat individu dan komunal. Islam memandang masyarakat
sebagai komunitas yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan umat manusia
menggunakan praktik berkelanjutan. Islam mendorong individu untuk
mendistribusikan semua kelebihan kekayaan di antara Muslim yang membutuhkan
dan non-Muslim untuk kesejahteraan umum.

Allah menciptakan alam semesta dan menugaskan manusia dengan tanggung


jawab sebagai wali-Nya di bumi. Islam memberi manusia otoritas atas ciptaan,
sebagaimana Allah berfirman: ". Aku akan menjadikan di bumi ini otoritas yang
berurutan" (Surat Al-Baqarah 2:30). Orang-orang Muslim belajar dari Al-Quran
dan bahwa mereka adalah wali di bumi, dan merupakan tanggung jawab mereka
untuk menjaganya. Allah berfirman, "Dan Dialah yang telah menjadikan Anda
penerus di bumi (QS. Al-An'am 6: 165). Umat Muslim memandang melindungi
lingkungan sebagai kewajiban komunitas, bukan individu. Namun, individu tersebut
bukannya tanpa wali tanggung jawab, dan harus mengabdikan kemampuan
materialistis, intelektual, dan spiritualnya untuk pencapaian mereka. Setiap aktivitas
yang dilakukan seorang Muslim adalah tindakan ibadah jika itu ditujukan untuk
Allah sambil berpegang pada norma dan nilai-nilai Islam. Muslim harus mengejar
kesenangan Allah dengan menyelesaikan tugas mereka dalam kehidupan ini sebagai
wali. Kerangka kerja yang kuat untuk mengangkat nilai-nilai moral dan etika yang
merupakan perpaduan antara cinta dan ketakutan mendukung umat Islam. Sementara
mencari cinta Allah, umat Islam takut akan Dia dengan meninggalkan apa pun yang
akan mengecewakan-Nya. Menurut Vellani (2004) , sistem etika sosial Islam
memaksa individu yang mampu memiliki kesadaran diri dan memastikan
penyelesaian tanggung jawab untuk mempertahankan seluruh masyarakat. termasuk
kebebasan, kebenaran, kejujuran, kepercayaan, kesetaraan dan tanggung jawab
menumbuhkan budaya filantropi dan berbagi waktu dan bakat. Inisiatif
kewirausahaan sosial memiliki pandangan yang realistis dan seimbang tentang
peluang dan tantangan. Sebagai wirausahawan sosial, Nabi Muhammad berhasil
menciptakan harmoni antara pedoman sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan
menerapkan sistem berbasis nilai yang solid. Proses menciptakan nilai sosial dan
perubahan sosial adalah tanggung jawab individu. Semua individu harus
berkomitmen untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan sosial. Diversifikasi
keterampilan, pengalaman, spesialisasi, dan kemampuan keuangan di antara individu
menjamin dan mempertahankan perubahan sosial jika mereka dieksploitasi dengan
baik. Setiap individu perlu memahami bahwa semua komunitas muslim di tingkat
individu atau tingkat negara bertanggung jawab untuk mencapai kehidupan mewah
bagi orang lain tanpa kemiskinan, diskriminasi dan ketidakjujuran.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Retnanto, “Entrepreneurship bagi Ummat Islam”. Jurnal . Desember 2014 Vol
2, No.2.
2. Dr Basheer A.M Al-Alak, Phd. Islamic Entrepreneurship: An Ongoing Driver For
Social Change. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business .
April 2010 Vol 1, No 12
3. Machfoedz, Mas’ud dan Machfoedz, Mahmud, Kewirausahaan Suatu Pendekatan
Kontemporer,(Yogyakarta: UPP AMP YKPN)

4. Ratna Wijayanti, “Membangun Entrepreneurship Islami dalam Perspektif Hadits”.


Jurnal Studi Islam. Vol. 13 No. 1 (2018).

5. Yusanto, Muhammad Ismail & Widjajakusuma, Muhammad Karebet, Menggagas


Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002)

Вам также может понравиться