Вы находитесь на странице: 1из 348

PT GIRITAMA PERSADA

PENGANTAR

Terowongan di Indonesia saat ini khususnya terowongan jalan memang masih jarang
keberadaannya, meskipun di wilayah perkeretaapian sudah dilaksanakan sejak lama,
demikian juga untuk terowongan air di wilayah Ditjen PSDA, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.
Direktorat Jembatan yang baru dibentuk di lingkungan Kementerian PUPR, diberi tugas
untuk memulai langkah-langkah penyusunan NSPK di bidang terowongan jalan. Dan atas
dasar tugas dan fungsi yang diemban tersebut maka buku Best Practice untuk
Terowongan ini disusun.
Buku ini disusun berdasarkan literatur-literatur dari manca negara baik yang bersifat
nasional maupun yang internasional. Pedoman yang telah dibuat dan disahkan untuk
bidang terowongan juga menjadi acuan penyusunan buku ini.

Penyusunan Buku Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan 1


Bab 1 Pendahuluan

Bab I
PENDAHULUAN

Terowongan merupakan prasarana transportasi yang semakin lama semakin dibutuhkan


keberadaannya untuk mendukung perpindahan/transportasi manusia dan barang. Materi pada
bab 1 ini memberikan gambaran tentang definisi terowongan, klasifikasi terowongan,
selanjutnya memberi gambaran awal tentang terowongan lalulintas serta komponen apa saja
yang ada di terowongan dalam mendukung pelayanan operasional terowongan. Diuraikan
beberapa definisi yang biasa dipakai dalam kegiatan pekerjaan terowongan. Disampaikan juga
referensi yang dipakai dalam menulis bab 1 ini.

1.1. UMUM
Secara etimologi kata terowongan berarti tembusan dalam tanah atau gunung (untuk jalan
kereta api dan sebagainya), sedangkan terowongan jalan adalah jalan yang dibuat dengan cara
menembus gunung (bukit) atau yang berada di bawah permukaan tanah atau air yang kedua
ujungnya berhubungan langsung dengan udara luar. Selanjutnya terowongan pengering adalah
terowongan untuk mengalirkan air untuk mengurangi banjir.
Secara terminologi terowongan adalah jalur buatan yang dibangun di bawah tanah untuk
memudahkan transportasi atau pengangkutan orang, bahan, air, limbah, cairan dan gas lainnya,
pipa listrik dll, melintasi rintangan seperti bukit, sungai dan rintangan lainnya seperti
bangunan, struktur industri dan jalur komunikasi lainnya, seperti jalan raya dan rel kereta api.
Definisi lain terowongan adalah struktur bawah tanah yang selain melayani tujuan yang
disebutkan di atas, dibangun dengan menggunakan metode penggalian bawah tanah khusus
tanpa mengganggu permukaan.
AASHTO merumuskan definisi dari terowongan jalan raya adalah “Tunnels are defined as
enclosed roadways with vehicle access that is restricted to portals regardless of type of structure or
method of construction. Tunnels do not include highway bridges, railroad bridges or other bridges
over a roadway.” Tunnels are structures that require special design considerations that may
include lighting, ventilation, fire protection systems, and emergency egress capacity based on the
owners determination.” Artinya bahwa sebuah terowongan didefinisikan sebagai sebuah jalan
tertutup dengan kendaraan yang melewatinya dibatasi dengan portal, terlepas dari jenis
struktur atau metode konstruksi. Terowongan tidak termasuk jembatan jalan raya, jembatan
kereta api atau jembatan lainnya di atas jalan raya. Terowongan adalah struktur yang
memerlukan pertimbangan desain khusus yang dapat mencakup pencahayaan, ventilasi, sistem
proteksi kebakaran, dan kapasitas jalan keluar darurat berdasarkan penentuan pemilik.
Terowongan telah dibangun sejak dahulu kala untuk berbagai keperluan, seperti pertahanan
keamanan (penyerangan/pelarian) dan lalu lintas melintasi benteng atau badan air.
Terowongan yang paling awal dikenal dibangun sekitar 4000 tahun yang lalu oleh Ratu

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-1


Bab 1 Pendahuluan

Semiramis di Babilonia kuno di bawah Sungai Eufrat untuk menghubungkan istananya dan
sebuah kuil. Terowongan tersebut panjangnya 1 km dengan tampang melintang berukuran 3,6
m × 4,5 m. Itu dibangun dengan menggunakan metode "cut-and cover" dengan batu bata di
aspal bitumen dan atap berkubah.
Terowongan kendaraan saat ini dibangun untuk jalan raya atau kereta api dan mungkin searah
atau dua arah. Seringkali terowongan dibangun untuk mengurangi jarak, misalnya terowongan
Banihal (Jawahar Road) yang bergabung dengan lembah Kashmir dengan wilayah lainnya telah
mengurangi jarak jalan sejauh 18 km, selain memfasilitasi komunikasi sepanjang tahun.
Terowongan terowongan terbesar kedua di dunia berada di bawah Laut, Terowongan “Channel”
yang menghubungkan Inggris dan Prancis untuk lalulintas kereta api. Dianggap sebagai
keajaiban teknik abad ke-20, terowongannya panjangnya 50,5 km dan terbentang 50 m di
bawah dasar laut untuk sebagian besar panjangnya.
Terkait dengan terowongan jalan dalam hal pedoman dan peraturan yang ada di Indonesia,
terowongan jalan merupakan bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalulintas
sebagaimana dirinci pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011
Tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, pasal 15 yang
berbunyi : Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas mencakup: a.
jembatan; b. lintas atas; c. lintas bawah; d. jalan layang; dan e. terowongan.

1.2. KLASIFIKASI
Terowongan dapat dibagi secara luas menjadi dua kategori: (a) terowongan transportasi dan
(b) terowongan pengangkutan. Beberapa mendefinisikan poin (a) sebagai terowongan lalu
lintas dan terowongan transportasi didefinisikan sebagai terowongan yang digunakan untuk
penyampaian air ke pembangkit listrik tenaga air, terowongan pasokan air, terowongan limbah
dan terowongan yang digunakan di pabrik industri untuk pengangkutan bahan. Terowongan
transportasi dapat dikelompokkan lebih lanjut sebagai berikut:
a. terowongan kereta api,
b. terowongan jalan raya,
c. terowongan pejalan kaki,
d. terowongan navigasi,
e. terowongan kereta bawah tanah
Terowongan pengangkutan berfungsi untuk menyampaikan cairan dan dapat meliputi:
a. terowongan pembangkit listrik tenaga air;
b. terowongan pasokan air;
c. terowongan untuk asupan dan saluran utilitas umum;
d. terowongan selokan;
e. terowongan industri tanaman.
Kita juga bisa memasukkan di bawah (a) terowongan di atas yang telah didorong untuk tujuan
pengalihan air selama pembangunan bendungan. Contoh paling awal dari penggunaan ini di
India adalah terowongan Periyar, yang telah digunakan sebagai sarana permanen untuk
mengalihkan air dari lereng barat Ghats Barat ke Timur. Sebuah contoh besar baru-baru ini dari
terowongan pengangkutan tersebut adalah yang digunakan untuk pengalihan sementara
sehubungan dengan konstruksi bendungan Bhakra.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-2


Bab 1 Pendahuluan

1.3. TEROWONGAN LALULINTAS/KENDARAAN


1.3.1. Terowongan Transportasi
Terowongan kereta api dan jalan raya serupa dan biasanya mengacu pada terowongan rute
permukaan ke permukaan, yaitu yang disediakan untuk tujuan melintasi perbukitan dan
pegunungan yang berbeda dari terowongan kereta bawah tanah (juga dikenal sebagai tabung)
yang digunakan untuk kereta api bawah tanah di kota-kota. Contoh tipikal dari beberapa jalur
kereta api dan jalan raya yang terkenal di berbagai belahan dunia diberikan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Terowongan kereta api dan terowongan jalan raya (terpilih)
Tahun
No. Nama Terowongan Negara Panjang, km
Operasional
Terowongan Kereta Api
1. Seikan Japan 1988 54.1
2. Channel UK-France 1993 50.5
3. Simplon I & II Switzerland-Italy 1906 & 1922 19.8
4. Kanmom Japan 1974 18.6
5. Apennine Italy 1934 18.5
6. St. Gotthard Switzerland 1882 15.0
7. Lotschberg Switzerland 1913 14.5
8. Cascade USA 1929 12.6
9. Moffat USA 1928 10.0
10. Pir Panjal India 2013 10.9
11. Karbude India 1995 6.5
Terowongan Jalan Raya
12. St. Gotthard Switzerland 1980 16.2
13. Arlberg Austria 1978 14.0
14. Frejus France - Italy 1979 12.8
15. Mont Blanc France - Italy 1965 11.7
16. Enassan Japan 1977 8.4
17. Transbay USA 1973 5.8
18. Kanmon Japan 1958 3.4
19. Mersey UK 1934 3.2
20. Holland USA 1927 2.6
21. Jammu-Srinagar (Banihal) India 1961 2.6

Terowongan dalam konteks transportasi dalam hal pembangunan terowongan pada umumnya
untuk tujuan sebagai berikut :
a) menghindari rute yang berputar-putar di sekitar gunung;
b) untuk menghindari longsoran tanah pada lokasi galian terbuka pada tanah lunak;
c) menghindari gradien curam di daerah perbukitan;
d) pada daerah bersalju digunakan untuk menghindari pertemuan dengan pegunungan
terjal atau puncak atau zona tinggi yang cenderung berada di bawah salju untuk
sebagian besar tahunnya;
e) menghindari akuisisi properti yang berharga atau untuk menghindari pengganggu
atau kerusakan struktur warisan budaya.
Namun, terowongan juga mempunyai beberapa kelemahan, seperti:
a) Biaya awal yang tinggi;
b) Masa konstruksi yang panjang;
c) Pekerjaan khusus, membutuhkan peralatan khusus dan tenaga kerja yang sangat
terampil.
Dari sudut pandang ekonomi, terowongan lebih diutamakan dipilih bila kedalaman galian tanah
pada tebing melebihi 18 sampai 20 meter dari muka tanah asli.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-3


Bab 1 Pendahuluan

Di antara berbagai penggunaan terowongan transportasi, terowongan kereta api lebih banyak
dibangun. Sebagian besar telah dibangun di bawah air juga, misalnya, terowongan jalur New
Tokaido yang menghubungkan dua pulau di seberang saluran laut dan Terowongan Channel
yang menghubungkan negara Prancis dan Inggris.
Terowongan di dalam air memerlukan pendekatan gradien/kemiringan yang cukup berat,
membutuhkan waktu lebih lama untuk membangun dan melibatkan lebih banyak risiko pribadi
bagi para pekerja. Biaya perawatan juga lebih tinggi, terutama di zona gempa tinggi.
1.3.2. Terowongan Jalan Raya
Terowongan jalan raya adalah terowongan yang dibangun untuk melayani lalulintas kendaraan
mobil dan sejenisnya yaitu para pengguna jalan raya pada umumnya. Ini serupa dengan
terowongan perkeretaapian dimana perbedaannya adalah pada kemiringan jalan bisa lebih
curam dan lebih pendek dan memerlukan lebih sedikit keberpihakan pada lengkung spiral.
Dalam penampang melintangnya, terowongan jalan relatif kurang tinggi tetapi lebih lebar.
Faktor tambahan yang harus dipertimbangkan dalam perancangan dan pembangunan
terowongan jalan raya adalah
i. Ukuran : Mereka harus lebih lebar untuk menampung jumlah jalur jalan yang harus
ditempuh. Oleh karena itu, rasio lebar-tinggi mereka lebih banyak daripada terowongan
kereta api;
ii. Bentuk : Mengingat lebar yang lebih besar yang dibutuhkan dan juga kebutuhan untuk
membawa layanan tambahan, bentuk lingkaran lebih sesuai dan lebih baik, dengan
layanan yang dibawa melalui saluran yang ada di bagian bawah lingkaran;
iii. Geometri : Alinemen horisontal dan vertikal harus memperhitungkan kecepatan
kendaraan yang lebih tinggi (yang tidak dapat dikontrol secara eksternal) dan juga
kebutuhan untuk jarak pandang yang baik untuk kendaraan baik yang searah maupun
yang berlawanan arah;
iv. Ventilasi : Ventilasi buatan (dengan draf yang diinduksi melalui saluran) menjadi 'wajib'
karena asap dan gas berbahaya yang dipancarkan oleh mobil, bus dan truk;
v. Pencahayaan : Pencahayaan buatan juga diperlukan untuk tampilan yang tepat di dalam
oleh berbagai jenis pengguna;
vi. Drainase : Karena permukaan jalan dan trotoar harus dijaga tetap kering dan tidak licin,
tidak ada tetesan dari atap atau sisi yang bisa diijinkan. Lapisan harus tahan air dan
saluran samping yang efektif diperlukan untuk mengarahkan rembesan dan air lainnya;
vii. Lining/Dinding : Meskipun struktur pelapis tidak dibutuhkan, lapisan sangat penting
untuk tujuan estetika, pencahayaan yang lebih baik (refleksi) dan untuk mengendalikan
rembesan. Permukaan jalan yang benar, jalan setapak dan jalan setapak harus
disediakan di tingkat invert juga
Salah satu jenis Bangunan terowongan yang sudah banyak dibangun di Indonesia adalah Lintas
Bawah (Underpass). Bangunan lintas bawah biasanya dibangun pada lokasi persimpangan jalan
dengan membangun struktur berbentuk segi empat di bawah jalan yang bersilangan dengan
struktur tersebut. Metode yang dipakai untuk pembangunan lintas bawah biasanya cut and
cover. Saat ini sedang berkembang metode secant pile untuk lintas bawah dalam rangka
mengatasi terhambatnya lalulintas. Secant pile adalah jenis dinding penahan tanah yang jarak
antar pilenya berdempetan dan saling bersinggungan satu sama lain yang berguna untuk
mendapatkan tahanan terhadap tekanan tanah (gaya lateral).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-4


Bab 1 Pendahuluan

1.3.3. Terowongan Navigasi


Transportasi air adalah bentuk yang digunakan oleh manusia sejak awal dengan menggunakan
sungai dan sungai untuk tujuan tersebut. Kanal terutama dibangun untuk tujuan pengairan dan
pada awal abad ke-16, mereka telah digunakan untuk transportasi darat, salah satu contoh
paling awal adalah sebuah kanal yang dibangun sejajar dengan River Exe di Devon (Inggris)
untuk tujuan pada tahun 1564. Pengembangan industri Memberi dorongan pada bentuk
transportasi ini, sebelum kemunculan kereta api di abad kedelapan belas. Membawa mereka
melintasi pegunungan melalui terowongan adalah akibat wajar dan terowongan Navigasi
terbentuk. Perkembangan kanal yang cepat untuk transportasi darat dan terowongan yang
dibutuhkan tumbuh dengan cepat. Untuk beberapa lama, mereka berkompetisi dengan
perkeretaapian juga. Pertumbuhan perkeretaapian dan jalan yang cepat, dengan kemunculan
kendaraan bermotor yang mampu menyediakan transportasi lebih cepat dan pelayanan door to
door, bentuk kanal miring dari perhitungan
Terowongan navigasi mirip dengan terowongan jalan raya. Mereka harus relatif lebih luas
untuk memungkinkan manuver kapal dan menyediakan ruang yang cukup antara kapal yang
mengarah ke arah yang berlawanan. Jalur air harus dilengkapi dengan trotoar yang terangkat di
kedua sisinya untuk pergerakan orang-orang. Bagian saluran air harus tahan untuk mencegah
hilangnya air. Mereka akan memiliki gradien yang lembut atau tidak sesuai dengan aliran air
1.3.4. Terowongan Pengangkut
Terowongan pengangkut mencakup yang disediakan untuk persediaan air bersih, saluran air
limbah dan saluran air untuk saluran pembuangan untuk cairan atau konveyor/ban berjalan,
rumah pembangkit dll. Mereka juga memasukkan terowongan yang disediakan di pabrik
industri untuk pengiriman bahan dan produk lokal. Dalam bentuk apapun yang disebutkan di
atas. Klasifikasi ini termasuk juga terowongan yang disediakan untuk pengalihan air secara
permanen untuk memberi tenaga pada rumah pembangkit listrik atau memindahkan dari satu
lembah ke lembah lainnya untuk irigasi dan keperluan lainnya.
1.3.5. Terowongan Kereta Api
Terowongan kereta api paling awal yang akan dibangun untuk Kereta Api bertenaga uap
nampaknya merupakan bangunan yang dibangun di Derbyshire di Inggris pada tahun 1830,
kebanyakan merupakan bangunan pendek. Yang terpanjang yang dibangun kemudian adalah
terowongan 'Wymington', 1690 m panjang dibangun pada tahun 1859. Terowongan kereta api
awal yang terkenal di seluruh dunia adalah Simplon Tunnels I dan II di Swiss yang
menghubungkan Italia dengan Jerman, yang pertama dibangun pada tahun 1906 dan yang
kedua pada tahun 1922. Terowongan jalan kereta api terpanjang di dunia (tahun 2016) yang
dikenal sebagai Gotthard Base Tunnel, terdiri dari dua bagian lingkaran paralel (diameter 8,83
m - 9,50 m). Terowongan ini operasikan pada bulan Juni 2016. Panjangnya 57 km berjalan
sejajar satu sama lain dengan interkoneksi pada interval dua stasiun multi tujuan di antaranya
berada (masing-masing dalam satu terowongan tunggal). Mereka dirancang untuk
pengoperasian kereta penumpang yang bisa dilalui dengan kecepatan 250 km / jam dan kereta
barang mengangkut 3500 ton masing-masing. Mereka diharapkan bisa menghemat lebih dari
satu jam dalam menjalankan kecepatan kereta api berkecepatan tinggi bagi penumpang.
Terowongan terowongan terjauh di bawah air adalah terowongan Seikan sepanjang 53,8 km di
Jepang menghubungkan pulau Honshu dan Hokkaido. Dari panjang ini, 23,5 km berada di
bawah dasar laut, dianggap terdalam di dunia. Terowongan bawah laut lainnya adalah
terowongan Channel sepanjang 50,5 km yang menghubungkan Prancis dan Inggris, yang
dirancang untuk operasi kereta api kecepatan tinggi juga. Ini memiliki rute terpanjang di bawah

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-5


Bab 1 Pendahuluan

laut 37,9 km. Meskipun dibicarakan sejak tahun 1802, konstruksinya dimulai pada tahun 1988
dan selesai pada tahun 1994. Terdiri dari dua bagian lingkaran masing-masing diameter 7,6 m,
dengan terowongan layanan 3.0 m yang lebih kecil yang berjalan paralel di antaranya, dengan
berbagai tujuan untuk menyediakan ventilasi dan keadaan darurat serta layanan lain dll. Ini
juga berfungsi sebagai pilot terowongan untuk mengetahui jenis tanah yang harus bor
sebelumnya, membantu pengeboran terowongan utama. Ini adalah proyek usaha patungan yang
melibatkan keuangan swasta, pinjaman dan ekuitas, sebuah proyek BOOT yang ditutupi oleh
konsesi 60 tahun. Terowongan terpanjang di Amerika Serikat adalah Terowongan Cascade
pengganti di Washington State. Yang pertama dibangun pada bagian ini pada tahun 1900 adalah
satu baris sepanjang 4,23 km. Sebagai gantinya, jalur single sepanjang 12,54 km ini dibangun
pada tahun 1929

1.4. KOMPONEN TEROWONGAN JALAN RAYA


Sebagaimana bangunan publik yang ada, maka terowongan memiliki beberapa komponen yang
wajib ada untuk mendukung keselamatan dan kelancaran lalulintas yang akan melewatinya.
Komponen tersebut antara lain :
A. Portal : Ini adalah pintu masuk dan keluar dari dan ke terowongan yang
ada di kedua ujungnya, biasanya terbuat dari struktur beton dan
dibuat berbeda dengan kondisi sekitarnya agar pengendara yang
akan lewat terowongan melihat dengan jelas bahwa ini adalah
batas masuk terowongan. Gambar dibawah ini contoh visual
portal dari terowongan di seluruh penjuru dunia. Gambar 1.1.
merupakan visualisasi tentang portal terowongan.

B. Lining/Dinding : merupakan struktur lapisan pada badan terowongan untuk


perkuatan penahan massa tanah dan batuan di sekitar
terowongan. Pada terowongan jalan raya fungsi struktur pelapis
menjadi mutlak adanya disamping dari sisi keindahan juga
merupakan fungsi keamanan dan kenyamanan pengendara saat
melalui terowongan. Biasanya terdiri dari beberapa lapis struktur
dengan bahan material beton atau baja. Disajikan dalam gambar
1.2.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-6


Bab 1 Pendahuluan

portal

Gambar 1.1. Visualisasi Portal Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-7


Bab 1 Pendahuluan

Struktur Lining/Pelapis

Gambar 1.2. Visualisasi Lining/Dinding Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-8


Bab 1 Pendahuluan

C. Lubang Adit : merupakan lubang horisontal yang dibuat menuju terowongan


untuk berbagai keperluan misalnya pemeliharaan, evakuasi,
ventilasi udara, pada saat konstruksi lubang ini dipakai untuk
lubang kerja.

Lubang Adit 4

Lubang Adit 3

Lubang Adit 1

Terowongan
Utama
Lubang Adit 2

Gambar 1.3. Posisi Lubang Adit thd Terowongan Utama

Gambar 1.4. Visualisasi Lubang Adit

D. Lubang Vertikal (Shaft) : merupakan lubang yang dibuat secara vertikal dan terhubung
dengan terowongan. Lubang ini pada saat operasional dipakai
sebagai lubang ventilasi, pada saat konstruksi lubang ini
dipakai sebagai lubang kerja, fungsinya hampir sama dengan
lubang Adit tetapi posisinya adalah vertikal.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I-9


Bab 1 Pendahuluan

Lubang Vertikal
(Shaft)

Gambar 1.5. Visualisasi Lubang Batang (Shaft)


E. Badan Jalan : merupakan ruangan yang dipakai oleh lalulintas
kendaraan untuk melaju/lewat di atasnya dan untuk
berhenti sementara. Disajikan pada Gambar 1.6.

F. Lampu Penerangan : merupakan sistem pencahayaan di dalam terowongan


guna memberikan sinar yan cukup untuk dimanfaatkan
oleh pengguna jalan dan pengguna lainnya. Lampu
penerangan biasanya dipasang di bagian atas tengah atau
samping atas, disajikan pada gambar 1.7.

G. Kipas Ventilasi : merupakan instrumen pengatur aliran udara di dalam


terowongan agar udara yang ada di dalam terowongan
dapat bergerak keluar dan masuk sesuai rencana.
Ilustrasinya disajikan pada 1.8.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 10


Bab 1 Pendahuluan

Badan Jalan

Gambar 1.6. Visualisasi Badan Jalan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 11


Bab 1 Pendahuluan

Lampu Penerangan

Gambar 1.7. Visualisasi Lampu Penerangan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 12


Bab 1 Pendahuluan

Kipas Jet (Jet Fan)

Gambar 1.8. Visualisasi Kipas Ventilasi

H. Sistem Darurat Keamanan : merupakan sistem yang dipasang di dalam terowongan


berupa alat pendeteksi asap dan panas, termasuk sistim
informasi bahaya, serta hidran dan alat pemadam
kebakaran. Termasuk juga disini adalah sistem
komunikasi darurat.
1. Instrumen Penanggulangan Bahaya Kebakaran, ini merupakan sistem deteksi dan
informasi bahaya kebakaran, peralatan pemadam
kebakaran stasioner maupun yang mobile. Diilustrasikan
pada gambar 1.9.
2. Sistem Komunikasi Darurat : merupakan sistem komunikasi untuk pengguna jalan
maupun petugas terowongan kepada bagian yang
berwenang atas kejadian darurat, apakah kebakaran atau
kecelakaan atau insiden lainnya yang terjadi di dalam
terowongan. Diilustrasikan pada gambar 1.10

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 13


Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.9. Visualisasi Sistem Darurat Keamanan

Gambar 1.10. Visualisasi Sistem Komunikasi Darurat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 14


Bab 1 Pendahuluan

I. Sistem Drainase : merupakan jalur tempat ditampungnya air dalam tanah,


maupun air hujan yang masuk ke terowongan, sampai
kepada pembuangannya di luar terowongan baik dengan
sistem gravitasi maupun dengan sistem pompa.

Gambar 1.11. Visualisasi Sistem Drainase

Gambar 1.12. Visualisasi Drainase dengan Sistem Pompa

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 15


Bab 1 Pendahuluan

J. Jalur Utilitas : merupakan tempat yang disediakan di dalam terowongan


untuk tempat berbagai utilitas seperti saluran air bersih,
kabel listrik, kabel telepon, saluran air hidran dll.

Gambar 1.13. Visualisasi Jalur Utilitas Model 1

Gambar 1.14. Visualisasi Skema Jalur Utilitas Model 2

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 16


Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.15. Visualisasi Kondisi Jalur Utilitas

K. Rambu Lalulintas : merupakan petunjuk kepada pengendara lalulintas


tentang arah, batasan dan informasi lainnya. Biasanya
apabila sudah masuk ke torowongan bentuk rambu
lalulintas memakai lampu LED untuk pencahayaannya.

Gambar 1.16. Visualisasi Rambu Lalulintas

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 17


Bab 1 Pendahuluan

1.5. LINGKUP BAHASAN BUKU INI


Buku ini membahas secara singkat aspek teoritis dan praktis tahap kegiatan awal pengambilan
keputusan pembangunan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan operasional serta
pemeliharaan. Secara materi akan dimulai dari studi pendahuluan dan persyaratan dasar,
penyelidikan geologi, persyaratan desain dan aspek praktis dari lokasi dan penetapan,
selanjutnya dijabarkan juga berbagai metode penggalian/peledakan, struktur pelapis, drainase
dan ventilasi serta pencahayaan terowongan jalan raya. Di bagian lain juga dijabarkan tentang
konsep operasional dan pemeliharaan terowongan, bagaimana konsep kontrak perencanaan
dan pembangunan terowongan.

1.6. DEFINISI
Dalam diskusi tentang berbagai operasi yang terlibat dalam tunneling, seseorang menemukan
sejumlah persyaratan teknis. Beberapa istilah ini didefinisikan di bawah untuk referensi
Adit : Terowongan atau celah terbuka diarahkan secara horisontal dari
permukaan ke terowongan utama untuk memberi akses dan
penambahan jumlah akses bagi pekerja di terowongan utama.
Benching/ : Pengoperasian penggalian di bagian bawah bagian terowongan
Penjenjangan setelah heading teratas telah dikerjakan.
Blocking/Penyekatan : Mengisi celah antara permukaan batu yang digali dan batang
rusuk untuk mentransfer beban batuan (eksternal dan) ke batang
rusuk.
Bracing/ Perkuatan : Sambungan rangka struktural yang disediakan antara batang
rusuk / tiang untuk mencegah terjadinya tekuk atau pergeseran
pada struktur pendukung terowongan;
Cover /Penutup : Penutup di terowongan ke segala arah adalah jarak dari profil
terowongan ke permukaan tanah terluar ke arah itu. Jika
ketebalan overburden besar, (lebih dari tiga kali diameter
terowongan) ekuivalennya, seperti yang ditentukan dalam hal
kerapatan batuan juga dapat dianggap sebagai penutup.
Cut Hole/ : Kelompok lubang yang diledakkan terlebih dahulu dalam
Lubang Potong rangkaian peledakan untuk memberikan tambahan bidang bebas
untuk urutan peledakan selanjutnya. (Definisi hanya berlaku
untuk metode pengeboran dan peledakan.)
Detonator / : Suatu benda yang mengandung isian bahan peledak yang
Penggalak digunakan untuk sebagai menyala awal ledakan dan dalam hal ini
termasuk juga detonator listrik, detonator biasa, detonator bukan
listrik (nonel) atau juga disebut detonator tunda (delay
detonator).
Drift : Terowongan horizontal sebagai bagian dari tahap kerja atau
untuk tujuan eksplorasi dari penampang bawah tanah atau dari
permukaan.
Drilling Pattern/ : Pengaturan tata letak yang menunjukkan lokasi, arah dan
Pola pengeboran kedalaman lubang dibor ke dalam permuka terowongan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 18


Bab 1 Pendahuluan

Easer (holes) : Lubang-lubang ledak dibor di sekitar lubang potong (cut hole) dan
dibuat segera setelah proses cut hole selesai.
Explosive/ : suatu campuran yang dibentuk dari zat padat, zat cair, gas atau
Bahan peledak dari campurannya yang apabila dikenai panas, benturan, gesekan
akan berubah menjadi bahan yang lain yang sebagian besar atau
keseluruhan berbentuk gas yang bereaksi sangat cepat dengan
menimbulkan pengaruh panas dan tekanan yang sangat tinggi.
Pos : Umumnya berlaku untuk menghadapi terowongan dimana
operasi tunneling aktual sedang berlangsung. Jika diawali dengan
kata 'top' atau 'bottom', itu menandakan bahwa bagian dari
terowongan digali terlebih dahulu / terlebih dahulu.
Jumbo : Sebuah platform mobile dengan sejumlah deck yang digunakan
pada judul terowongan besar umumnya untuk lubang
pengeboran. Hal ini juga digunakan untuk penskalaan,
pemasangan atap pendukung seperti jangkar batu, dan untuk
lapisan utama dengan cara menembak, menembak dll.
Laggings : Elemen struktural (papan, lembaran baja, pelat RC pracetak)
mencakup antara rusuk pendukung utama yang digunakan untuk
sisi pendukung atau lapisan penutup.
Mucking : Meliputi semua operasi yang meliputi penggalian, pemuatan dan
pemindahan batu / bahan yang meledak setelah peledakan.
Overbreak : Bagian profil yang digali di luar garis batas yang ditentukan dari
profil yang dimaksud.
Payline atau B-line : Mengacu pada 'profile line' yang diasumsikan di luar garis profil
yang diinginkan atau A-line. Ini menunjukkan garis rata-rata upto
yang pembayaran untuk penggalian dan lapisan beton harus
dibuat, apakah penggalian aktual (diterima) masuk ke dalam atau
di luarnya
Primer Cartridge/ : Kartrid peledak tempat detonator dimasukkan.
Kartrid utama
Profile Line/A-Line : Garis profil sesuai desain yang disetujui, mempertimbangkan
jarak minimum minimum untuk memindahkan dimensi dan
menyesuaikan bentuk geometris yang diinginkan.
Rib, rib and post, or rib Berbagai komponen sistem pendukung
post and invert strut
(Batang rusuk, batang
rusuk dan pos, atau
batang rusuk dan
penyangga lantai)
Rock load Tinggi massa batuan yang memberikan tekanan pada dukungan
(dan lapisan). Ini dihitung dengan mempertimbangkan sifat
batuan dan ukuran / bentuk terowongan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 19


Bab 1 Pendahuluan

Scaling/Penskalaan Pengoperasian pemindahan semua batuan dan potongan yang


lepas dari muka permukaan setelah peledakan selesai.
Tunnel Support/ Struktur yang dipasang di dalam terowongan untuk mendukung
Pendukung strata di atas dan di sekitar rongga yang digali, sampai lapisan
Terowongan (lapisan permanen) ditempatkan. Ini termasuk: (a) dukungan
yang tertinggal dan / atau disematkan secara permanen atau (b)
dukungan sementara yang dipasang saat penggalian dan
dikeluarkan sebelum atau selama pemasangan lapisan permanen
atau memberikan dukungan permanen.
Wall Plate/ Anggota longitudinal biasanya diberikan pada tingkat loncat
Pelat dinding untuk melayani sebagai kusen iga di atas dan mengirimkan
muatan dari batang rusuk melalui balok atau tiang ke alas.
Soft Strata/ Strata membutuhkan dukungan untuk dipasang dalam periode
Strata lunak penggalian yang sangat singkat, namun pada saat bersamaan tidak
mudah digali dengan perkakas tangan. Mereka termasuk batuan
lunak (biasanya sedimen atau metamorf) yang bergabung dan
salah.
Soil/Tanah Batuan hancur atau strata longgar lainnya yang memerlukan
dukungan segera setelah dan / atau saat penggalian bawah tanah
dan yang dapat digali dengan perkakas tangan.

Stemming/ Bahan isian seperti tanah liat yang digunakan untuk mengepak
lubang tembakan di atas muatan peledak terakhir sampai ke
ujung luarnya.
Stopping Operasi penggalian ke atas, dengan pengeboran dari bawah pada
terowongan.
Trimmer (hole)/ Lubang dibor di pinggiran penggalian dan dihentikan karena
Pemangkbatangas mencapai garis besar penggalian akhir yang diinginkan.
(lubang):

1.7. REFERENSI
1. Transportation Tunnel, Second Edition, S.Ponnuswamy, Taylor and Francis Group,
Madras India, 2016
2. Kamus Bahasa Indonesia Ejaan Yang Disempurnakan, 1972
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Tentang Persyaratan
Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
4. Keputusan Menteri ESDM no 555 tahun 1995, tentang Bahan Peledak pada
Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan I - 20


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

Bab II
Pemilihan Trase dan
Penyelidikan Awal

Bab 2 ini menjabarkan bagaimana proses pemilihan pemakaian terowongan sebagai alternatif
trase dimulai sejak ide awal dan akan menjadi program pembangunan, bagaimana melakukan
(i) pertimbangan ekonomi secara kasar dan perhitungan yang dibutuhkan dan (ii)
pertimbangan lapangan berdasarkan topografi dan geologi wilayah dimaksud.
Selain itu juga bab 2 ini menjabarkan tentang jenis-jenis penyelidikan awal yang harus dan
penting dilakukan agar terowongan mempunyai kelayakan teknis awal yang memadai seperti
(i) Lokasi rute, (ii) Survei Topografi dan Survei Alinemen, (iii) Investigasi Geologi, Investigasi
Hidrogeologi , Studi Seismik, (iv) Studi dampak Lingkungan dan Sosial dan langkah-langkah
mitigasi juga melakukan analisis lainnya yang diperlukan di tahap awal ini.

2.1. PEMILIHAN TRASE TEROWONGAN


2.1.1. Pertimbangan Ekonomi
Pengambilan keputusan pada proyek transportasi apapun jenisnya harus mengikuti analisis
ekonomi teknik yang terperinci. Hal ini sangat penting sehubungan dengan terowongan dan
jembatan yang merupakan bagian paling mahal dari struktur teknik sipil di proyek jalan raya
atau kereta api. Panjang jalan / jalur melalui terowongan mungkin menghabiskan biaya hingga
10 kali lipat dari biaya jalan / jalur di dataran dan 4 sampai 6 kali lipat dari yang sama di jalan
yang terbuka di daerah perbukitan. Oleh karena itu dalam pemilihan konstruksi terowongan
harus menggunakan beberapa parameter seperti penghematan waktu perjalanan dan biaya
operasi kendaraan untuk volume lalu lintas yang akan ditangani. Menghemat panjang jalan /
jalur akan berpengaruh langsung pada penghematan jarak tempuh dan secara tidak langsung
pada biaya operasi kendaraan untuk mengimbangi biaya konstruksi yang tinggi. Biaya
komparatif terowongan transportasi dapat dihitung sebagai berikut (Transportation Tunnel, S
Ponnuswamy) :

Ct = Lt .ct + La .co (2.1)


Co = Lo .co (2.2)
Dimana :
Ct : biaya konstruksi trase jalan dengan menggunakan terowongan
Co : biaya konstruksi trase alternatif tanpa terowongan
Lt : panjang terowongan (meter)
La : panjang jalan non terowongan yang terhubung dengan terowongan (meter)
Lo : panjang jalan alternatif lain yang non terowongan (meter).
ct : biaya konstruksi terowongan per satuan panjang (Rp/m)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 1


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

co : biaya konstruksi non terowongan per satuan panjang (Rp/m)

Misalkan Ot, adalah total biaya operasi tahunan terowongan (termasuk biaya pemeliharaan
terowongan / non terowongan) untuk semua kendaraan yang menggunakan rute terowongan
dan Oo adalah biaya total operasi kendaraan dengan alternatif tanpa terowongan. Kemudian
kelebihan modal yang diinvestasikan di terowongan (menggunakan aritmatika sederhana dan
tidak ada biaya bunga) akan dibayarkan kembali dalam t tahun seperti yang diberikan dalam
persamaan (2.3) berikut ini :

C .C
t = Ot.O0 (2.3)
t 0
Dimana :
t : tahun pengembalian biaya investasi terowongan
Ot : biaya operasional dan pemeliharaan ditambah BOK tahunan (trase menggunakan
terowongan)
Oo : biaya operasional dan pemeliharaan ditambah BOK tahunan (trase alternatif tidak
menggunakan terowongan)

Pembangunan terowongan akan dibenarkan bila t kurang dari periode amortisasi yang umum
diterima. Dalam kondisi Indonesia, periode amortisasi dapat diambil 25 sampai 30 tahun
dengan biaya bunga juga dipertimbangkan.
Contoh kasus berikut ini, rencana pembangunan terowongan Bukit Lampu di Sumatera Barat,
lokasi Bukit Putus – Bukit Lampu, terdapat eksisting jalan sepanjang 14.500 m akan dibuat
alternatif terowongan sepanjang 800 m dan panjang total jalan alternatif menjadi 8.500 m lebih
pendek 6.000 m dari trase eksisting.
Lt = panjang terowongan = 800 m
La = panjang jalan non terowongan yg
terhubung dengan terowongan
= 7.700 m
Rencana Lo = panjang jalan alternatif lain non
terowongan
terowongan = 14.500 m
ct = harga satuan terowongan /m
= Rp. 370.683.766,- / meter
co = harga satuan jalan /m
Jalan
= Rp. 11.227.738,- / meter
eksisting ot = biaya OM dan BOK jalan dengan
terowongan tahunan
= Rp. 62.000.000.000,-
oo = biaya OM dan BOK non terowongan
tahunan = Rp. 54.000.000.000,-
Ct = Lt.ct + La.co = 800 x 371.000.000 + 7700 x 11.200.000 = 383.040.000.000
Co = Lo . co = 14500 x 11.200.000 = 162.400.000.000
Dengan menghilangkan nilai milyarnya didapatkan
t = (383,04 x 162,4) / (62 x 54) = 18,7 tahun
nilai t < 25 tahun , sehingga secara program kegiatan pembangunan terowongan dapat
dilanjutkan ke tahap berikutnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 2


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

Untuk proyek terowongan yang memerlukan biaya yang besar, perhitungan kelayakan sangat
perlu dilakukan dengan memakai perhitungan yang lebih teliti dan dan lebih komprehensif
dalam menghitung nilai manfaat dan nilai biaya. Parameter kelayakan juga harus dipakai
minimal seperti BCR, EIRR dan NPV. Aturan mengenai kelayakan dapat mengacu kepada
Pedoman Teknis Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan Pd T-19-2005-B.
Tabel 2.1 akan memberi gambaran tentang biaya konstruksi awal beberapa terowongan di
berbagai negara dan selama periode tertentu. Pada jalur kereta api (seperti pada terowongan
lalu lintas), ekonomi keseluruhan sebuah proyek dalam konstruksi dan pengoperasian
terowongan bergantung pada penggunaan konfigurasi tanah yang terbaik. Hal ini sangat
penting di daerah perbukitan. Harga pembangunan terowongan di berbagai belahan penjuru
dunia sangat bervariasi dan di Tabel 2.2 memberikan variasi harga yang ada tersebut.

Tabel 2.1. Biaya Terowongan Jalan Raya dan Kereta Api yang Dipilih
Diameter Harga/m
Struktur
Lokasi dan Periode Panjang, Bentuk atau Metode Material pada saat
Lapis
Konstruksi km Tampang lebar/tinggi, Penerowongan Batuan konstruksi,
Perkuatan
m US$
Terowongan Kereta Api
Mont-Cenis, 1857- Brick, ashlar Volcanic
12,70 Horseshoe 8.00/7.30 Rock Blasting 910
1872 masonry rock
Simplon I, 1985- Ashlar Brandt
19,80 Horseshoe 4.90/5.40 Mixed rock 800
1906 masonry hydraulic
Simplon II, 1914- Ashlar Brandt
19,80 Horseshoe 4.90/5.40 Mixed rock 400
1915 masonry hydraulic
Great Apennine, Ashlar Marl,
18,60 Horseshoe 8.70 TBM 1.200
1923-1924 masonry limestone
Moffat, 1924-1927 9,90 Horseshoe 7.40/4.80 Concrete TBM Limestone 1.550
Karbude, 1995 6,51 Segmental 4.92/6.24 Concrete TBM Basalt 10.000
Terowongan Jalan Raya
Pennsylvania Semi-circle Marl, slate
turnpike, 10,60 vault 6.90/4.30 RC Dig and Blast sandstone 1.165
1939-1940
Holland NY, Circle rock Silt mixed
5,08 6.00/3.95 Cast iron TBM 9.500
1920-1927 debris with
Mersy Fissured
3,18 Circle 19.00/5.70 Cast iron TBM 11.100
1925-1934 rock debris
Lincoln N.Y, Circle rock Silt mixed
4,68 6.45/4.00 Cast iron TBM 10.000
1934-35 debris with
Memorial turnpike, Semi-circle Sandstone
0,54 7.20/4.30 RC TBM 6.200
1954 vault and slate
Baltimore, Double Steel sheet Silt, sand
2 × 3,77 6.60/4.20 cut-and-cover 6.650
1954-57 circle RC lining and clay
Sumber : Transportation Tunnel, S Ponnuswamy
Dalam halnya struktur lintas bawah/underpass biasanya dalam tahap pemilihannya akan
dibandingkan dengan struktur jembatan atau lintas atas/flyover. Dalam hal konstruksi
underpass sederhana pengambilan keputusan pemilihan awalnya dapat digunakan
perbandingan biaya konstruksi saja. Namun apabila sudah mencakup komponen lain yang
harus diperhatikan misalnya segi kelancaran lalulintas, lingkungan hidup dan biaya operasional
dan pemeliharaan, maka sebaiknya pemilihannya ini melalui tahap studi kelayakan dengan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 3


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

prosedur sebagaimana telah ditetapkan dalam Pedoman Teknis Studi Kelayakan Proyek Jalan
Dan Jembatan Pd T-19-2005-B.

2.1.2. Pertimbangan Topografi dan Geologi


Dalam melakukan pengamatan awal pemilihan rute terowongan, peta rupabumi dan topografi
serta peta geologi dapat dipakai untuk pertimbangan awal. Pertimbangan topografi merupakan
faktor pertama yang harus dilihat. Di terowongan bukit biasanya, sebagai patokan, pergantian
ke terowongan dilakukan saat memotong kedalaman melebihi 20-25 m untuk kemiringan
tebing normal 1,5 banding 1, tetapi di lokasi batuan jenis soil membutuhkan kemiringan lereng
yang lebih datar.
Topografi wilayah menjadi dasar pemilihan terhadap gradien yang akan ditetapkan yang
selanjutnya akan menentukan panjang rute jalan. Di sisi lain, persyaratan operasional untuk
trase alinemen mengharuskan penerapan standar gradien dan kelengkungan minimum.
Pengukuran topografi saat perencanaan sebaiknya membuat koridor yang lebih lebar dari
pengukuran biasanya. Dan lebih teliti lagi di bagian rencana daerah kedua portal tempat
terowongan memulai dan mengakhiri badannya.
Daerah portal diusahakan dihindari bentuk cekungan yang biasanya akan menyebabkan air
menggenang atau bahkan terjadi banjir disitu. Kemiringan lereng di daerah portal juga
diperhatikan karena pada lereng cekung sebaiknya dihindari untuk lokasi portal karena
masalah stabilitas tanah/longsor. Sedangkan tipe lereng cembung sangat disarankan dipilih
sebagai lokasi portal karena sifatnya yang tidak mudah longsor.

Geologi daerah juga mempengaruhi seleksi rute dan ini sebagian besar terlepas dari kondisi
topografi. Selain itu, trase jalan di dalam terowongan harus sedemikian rupa sehingga
memudahkan konstruksi dengan hambatan geoteknik minimum. Beberapa pertimbangan pokok
geoteknik yang perlu diperhatikan adalah:
i. Agar dihindari melewati Jalur Tumbukan Utama;
ii. Alinemen terowongan tidak sejajar dengan batas sesar utama dan tumbukan;
iii. Agar dihindari melewati zona geser atau sejajar terhadap formasi batuan.
Oleh karena itu pada tahap ini sendiri, beberapa studi geoteknik awal harus dilakukan dengan
bantuan seorang ahli geologi dengan pengetahuan yang baik tentang wilayah tersebut. Harus
diingat bahwa titik awal dan akhir terowongan di mana portal harus berada, diupayakan
menghindari lereng terjal dan tidak rentan terhadap tanah longsor.

2.1.3. Pertimbangan Lainnya


Perencanaan trase terowongan harus dihindari di daerah yang telah dirusak, yaitu di distrik
pertambangan, karena sifat penurunan dan kekuatan yang tidak dapat diprediksi yang dapat
menyebabkan terowongan tidak aman. Selain itu, dalam pilihan alinemen, pertimbangan
tambahan adalah faktor hidrologi dan persyaratan konstruksi. Pertanyaan tentang aksesibilitas
dan ventilasi selama konstruksi dan ketersediaan fasilitas lokal untuk pekerjaan yang terisolasi
harus dipertimbangkan.

2.2. INVESTIGASI LAPANGAN


2.2.1. Jenis Investigasi
Investigasi untuk pembangunan terowongan meliputi aspek berikut :
a. Lokasi rute
b. Survei Topografi dan Survei Alinemen

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 4


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

c. Investigasi Geologi, Investigasi Hidrogeologi , Studi Seismik.


d. Studi dampak Lingkungan dan Sosial dan langkah-langkah mitigasi
e. Studi Profil dan Persyaratan lalu lintas
f. Analisis persyaratan konstruksi, fasilitas yang tersedia
g. Analisis Potensi kegagalan
h. Analisis resiko
Semua ini harus dilakukan dengan hati-hati dan akurat sejak awal. Perlu dicatat bahwa biaya
keseluruhan dari penyelidikan ini, kecil dibandingkan dengan biaya pembangunan terowongan.
Bahkan penundaan satu jam, misalnya, dalam memperbaiki alinemen atau gangguan lain oleh
tim perancang atau kegiatan tenaga ahli untuk memperbaiki metode dan jenis lining selama
masa konstruksi, akan sangat murah dibandingkan dengan inefisiensi pekerja dan peralatan
yang akan terjadi bila tidak dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan tersebut.

2.2.2. Survai Alinemen/Trase


Tim Perencana wajib melakukan survei berikut dengan baik sebelum memulai pekerjaan, yaitu :
a) Survei lokasi awal
b) Survei kontrol utama trase jalan dan terowongan
c) Cek ulang untuk memperbaiki titik kontrol
Persyaratan akurasi yang disarankan dalam survei untuk jalur jalan adalah :
Triangulasi : Kesalahan penutupan tidak melebihi 1: 50.000
Kontrol vertikal : Pembentukan patokan terhadap persyaratan kelas orde III
Pelintasan primer : Pengukuran sudut ke ujung kedua busur terdekat.
Pengukuran panjang stationing terdekat 0,3 mm.
Benchmark level terdekat 0,3 mm.
Tambahan ruang bebas kendaraan harus disediakan dalam merancang profil terowongan untuk
memungkinkan terjadinya kesalahan selama masa konstruksi dimana bisa saja disebabkan oleh
:
a) Inkonsistensi survei permukaan
b) Terjadi kesalahan saat pemindahan trase jalan dari permukaan ke jalur terowongan.
(Kedua hal ini dapat menyebabkan kesalahan sampai 1 mm untuk setiap 50 m jalur
terowongan)
c) Ketidakmampuan untuk menjaga peralatan penerowongan untuk tetap di jalur alinemen
rencana selama masa konstruksi. (Sementara beberapa koreksi dimungkinkan dalam hal
ini dalam penerowongan batuan, untuk kondisi tanah lunak tidak boleh terjadi)

2.2.3. Penyelidikan Geologi


2.2.3.1. Umum
Pada tahap pendahuluan ini penyelidikan geologi sudah diperlukan di lokasi rencana
terowongan. Investigasi geologi yang baik dapat membantu pemetaan jenis tanah yang harus
dilalui dan merencanakan metode konstruksi penerowongannya. Studi ini terutama akan
menentukan metode kerja penerowongan, ini juga akan memberi gambaran tentang jenis dan
kebutuhan peralatan konstruksi dan ketersediaan material dalam hal kuantitas.
Secara singkat, tujuan penyelidikan geologi adalah (Szechy, 1970)
a) Penentuan karakteristik fisik tanah dan batuan yang melaluinya terowongan akan lewat
dan mendukung;
b) Memastikan umur dan asal batuan;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 5


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

c) Penentuan karakteristik mekanik dan kekuatan batuan/tanah sehingga bisa


mendapatkan parameter desain;
d) Mendefinisikan sifat stabilitas tanah untuk memberi informasi terhadap insinyur,
kondisi yang mungkin ditemui selama konstruksi;
e) Pengumpulan data mengenai (i) kondisi perairan subsoil, (ii) adanya gas dan (iii) suhu
batuan; Ini akan mempengaruhi kondisi kerja serta langkah-langkah keselamatan yang
harus diambil selama konstruksi dan stabilitas setelahnya dan perencanaan
pemeliharaan;
f) Membantu dalam menentukan metode konstruksi dan peralatan yang dibutuhkan dan
merencanakan operasi;
g) Meminimalkan kemungkinan ketidakpastian bagi perancang dan kontraktor.

2.2.3.2. Urutan penyelidikan geologi


Investigasi geologi harus mengikuti urutan logis, setiap tahap memperbaiki dan melengkapi
keakuratan dari tahap sebelumnya, sehingga semakin lama semakin lengkap dengan sendirinya.
Akhirnya, hasil yang ada harus dipelajari bersama dan diambil keputusan. Berbagai langkah
dalam penyelidikan geologi adalah sebagaimana diuraikan di tabel berikut :

Tabel 2.2. Tahapan Kerja Penyelidikan Geologi


No Tahap Kerja Rincian
- Studi literatur dan catatan
Studi pendahuluan dan
1 - Studi foto udara
interpretasi oleh ahli geologi
- Pengintaian permukaan
Pengeboran dan lubang eksplorasi uji disertai dengan
Perekaman bore log :
a) Pengujian in-situ
2 Detil geo-teknis (tahap desain) b) Pengujian laboratorium, driving drift / shaft untuk
melengkapi pemboran (jika perlu), disertai a, b, c di
atas
c) Pengujian skala penuh, jika perlu.
membuat percontohan terowongan disertai dengan :
a) Pengambilan sampel dan pengujian
b) Pengukuran voltase dan pengukuran konvergensi
3 Tahap Konstruksi
untuk mempelajari pergerakan batuan dan tekanan
relief dan penggunaan sel tekanan dan
ekstensometer
Sumber : Transportation Tunnel, S Ponnuswamy

Investigasi dapat dibagi menjadi tiga tahap seperti yang tercantum di atas
a) Pada tahap studi kelayakan, berbagai laporan dan literatur yang tersedia harus dapat
memberikan gambaran tentang morfologi, petrografi, stratigrafi dan hidrogeologi
daerah tersebut harus dipelajari dan konsultasi dengan ahli geologi setempat. Ini harus
diikuti dengan investigasi lapangan. Seorang pengamat terlatih dapat menarik
kesimpulan bahkan dengan mengidentifikasi dengan melihat tipe tanaman vegetatif.
Eksplorasi geofisika dengan cara metode resistivitas listrik atau seismik juga dapat
membantu dalam mengetahui batas batuan dan penggambaran sesar dan zona kekar,
struktur geologi, dll.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 6


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

b) Tahap studi selanjutnya adalah penyelidikan geoteknik (bawah permukaan), dilakukan


bersamaan dengan perencanaan dan perancangan, namun ini dilakukan pada tahap
sebelum konstruksi. Studi ini mengupdate dan menambah informasi yang sebelumnya
telah dikumpulkan, khususnya pada kekuatan fisik dan sifat kimia batuan yang bisa
ditembus. Penentuan kejadian gas, tingkat air tanah dan kenaikan suhu batuan dalam
hal lokasi dan luasnya dilakukan pada tahap ini.
c) Tahap ketiga melibatkan penyelidikan geologi rinci yang dilakukan selama konstruksi.
Ini berarti menjalankan judul pilot sebelum wajah kerja untuk mengeksplorasi kondisi
batuan yang sebenarnya, peningkatan kelembaban, gangguan oleh mata air, dll.

2.2.3.3. Tahapan Kegiatan


Selanjutnya tahapan kegiatan untuk tahap awal perencanaan terowongan disajikan pada
gambar 2.1. di bawah ini. Berupa bagan alir yang memberikan gambaran umum tahapan kerja
untuk penyelidikan geologi pada tahap awal.

Pengumpulan Data Awal

Penilaian Awal
(Geologi, kesulitan konstruksi kedalaman, dan Biaya)

Rekayasa Kendala Penyedia Data Geologi


Syarat-syarat umum
(Kelas, Penjajaran, (Dokumen Sejarah, Peta
(Tujuan, Ukuran, Bentuk)
Pemukiman) Geologi, Foto Udara)

Karakteristik Geologi

Rencana Investigasi

Pemetaan Permukaan Program Pengeboran Terbatas Geofisika Eksplorasi


dan Investigasi

Test Laboratorium (sampel batuan) dan


test indeks lapangan (coring)

- Persiapan Peta Geologi dan Penampang


- Menunjukan daerah yang potensi dan tidak
potensi
- Input data structural masing-masing wilayah

Gambar 2.1. Bagan Alir Tahapan Kerja Penyelidikan Geoteknik

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 7


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

A. Tahap Pertama dalam memulai kelayakan program pembangunan terowongan adalah


pengumpulan data-data awal untuk mempermudah tahap-tahap selanjutnya. Adapun
pengumpulan data awal sebelum mendesain terowongan tersebut adalah penaksiran data
mengenai kondisi geologi, klasifikasi konstruksi, kedalaman dan biaya. Hal pertama yang
perlu ditafsirkan yaitu :
1) Requirement umum ( Tujuan dan Bentuk )
Sebelum membuat, kita harus menafsirkan apa tujuan dari terowongan tersebut dibuat
, apakah untuk kendaraan ringan atau juga untuk kendaraan berat. Apakah araha
lalulintas terpisah atau tergabung dalam satu terowongan.
2) Rekayasa Kendala ( Kelas, Keselarasan )
Rekayasa kendala ini dimaksudkan untuk mencari kendala-kendala apa saja yang
dihadapi jika kita akan membuat suatu terowongan, ini mengacu pada pencarian data-
data awal contohnya mengenai kondisi geologi lokasi tersebut.
3) Data Pemetaan Geologi dan Foto Udara
Data – data geologi sangat penting untuk dikaji, karena mencakup mengenai apakah
lokasi tersebut terdapat struktur geologi atau tidak, lalu bagaimana litologi batuan
penyusunnya. Data – data tersebut sangat penting karena apabila pada suatu
terowongan terdapat struktur atau batuan penyusunnya kurang bagus, maka
berpengaruh pada keselamatan. Sebelum melakukan survei mengenai data-data geologi
telah dibuatnya peta geologi, tujuannya untuk mengetahui formasi batuan apa saja yang
terdapat pada lokasi tersebut.
Studi awal ini akan mencakup studi sejarah geologi wilayah, struktur dan umur kerak dan
berbagai komponen tanah dan batuan. Batuan (dan konfigurasi tanah) seperti aslinya
terbentuk; Pendinginan kerak padat bumi dan kontraksi yang menyertainya membuat
lapisan batu yang diendapkan terus bergerak. Berbagai lapisan batuan tunduk pada gaya
tekan yang menyebabkan deformasi, kusut, ruffling dan distorsi, sehingga terjadi lipatan.
Tindakan atmosfer menyebabkan pelapukan batuan, erosi, sedimentasi, dll. Struktur khas
pembentukan batuan ditunjukkan pada Gambar 2.2. Formasi lipatan utama umumnya akan
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Source: Pequinot, 1963

Gambar 2.2. Formasi Khas Batuan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 8


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

Syncline

Asymmetric
Source: Pequinot, 19632 Syncline Asymmetric Reserved (Thrust)
Anticline Faults
Anticline

Gambar 2.3. Bentuk Khas Lipatan dan Kekar

Proses sesar terjadi selama suatu periode atau karena distorsi / gangguan yang mungkin
terjadi dapat menyebabkan perubahan mendadak pada struktur batuan di bagian tertentu.
Hal ini mengakibatkan (dan kadang-kadang dipengaruhi oleh) kekuatan tektonik dalam
membangun berbagai formasi geologi. Di beberapa zona lipatan ini rentan terhadap
gangguan dan harus dihindari sejauh mungkin untuk lokasi terowongan. Zona semacam itu
juga memperparah kondisi yang membantu rembesan dan menelan air di mana pun lipatan
cenderung terjadi. Konstruksi penyangga yang diperkuat mungkin diperlukan di lokasi
tersebut, sehingga membutuhkan biaya tambahan. Ada kemungkinan akan menghadapi
'bahaya' yang lebih besar selama masa konstruksi..
Formasi geologi di mana kerak bumi pecah di bawah aksi kekuatan tektonik ke dalam blok
terpisah yang besar menimbulkan ancaman paling sedikit terhadap terowongan. Blok
semacam itu saling melintang di sepanjang bidang dasar tanpa terlalu memecah massa
yang berdekatan. Pembentukan jenis ini umumnya mempengaruhi bagian pendek
terowongan saja dan kesulitannya dapat diatasi dengan relatif mudah. Beberapa joint bisa
diisi dengan endapan kering atau mungkin terbuka dan bisa membawa air. Sesar semacam
ini tidak dianggap berbahaya bahkan ketika gerakan besar terjadi di sepanjang permukaan.
Selanjutnya, formasi semacam itu jarang terjadi dan sesar utama biasanya disertai sejumlah
sub-sesar kecil, serupa dengan set permukaan geser. Kondisi dapat dianggap
menguntungkan dimanapun sesar utama tidak retak secara ekstensif oleh sub-sesar.
Namun, permukaannya dislokasi per se biasanya menjadi lebih atau kurang shaly karena
pergerakan sekunder massa batuan yang berdekatan. Informasi mengenai hal-hal ini dapat
diperoleh dengan mempelajari literatur yang tersedia mengenai area dan / atau diskusi
dengan ahli geologi setempat. Laporan umum dapat diperoleh secara alternatif dari
petugas / ahli survei geologi mengenai struktur umum pembentukan batuan dan tanah,
umurnya dan lain lain. Hal ini harus diikuti oleh pemeriksaan lokasi wilayah terowongan
oleh ahli geologi.
B. Tahap kedua setelah dikumpulkan mengenai penafsiran data awal tersebut, lalu
diperlukan pula data karakteristik geoteknik untuk Rencana Investigasi Geoteknik
selanjutnya data tersebut diantaranya mengenai :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 9


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

1) Pemetaan Geologi Permukaan


Pemetaan Geologi permukaan ini tujuannya untuk mengetahui volume, luas area dan
bagaimana sebaran batuan pada lokasi tersebut. Selanjutnya diadakan kajian awal yang
mencakup mencakup pengamatan formasi permukaan, penelusuran tanah longsor masa
lalu, sifat vegetasi, adanya mata air, bentuk balok batu atau adanya batu-batu yang
terisolasi. Semua informasi yang dapat membantu dalam merekonstruksi sejarah
geologi daerah dan menilai sifat geologi harus dikumpulkan, dengan perhatian khusus
diberikan pada pola pergerakan bumi. Gerakan semacam itu biasanya ditunjukkan oleh
ketidakrataan permukaan pada pola pegunungan, bukit dan lembah. Jika data yang
memadai tidak tersedia, termasuk foto udara (mosaik) daerah, survei udara mungkin
harus dilakukan. Foto udara berguna dalam analisis geomorfis karena memberikan
wawasan yang bagus tentang sifat rekayasa batuan. Untuk tujuan ini, evaluasi yang
cermat terhadap respon batuan terhadap lingkungan alami dibutuhkan. Berbagai teknik
yang digunakan dalam pengintaian udara meliputi fotografi vertikal, oblik, warna dan
inframerah serta radar sisi samping.
Teknik penginderaan infra merah dan jarak jauh juga tersedia. Fotografi inframerah
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam pengintaian udara dengan
menggunakan alat penginderaan jauh. Film sensitif terhadap radiasi dalam panjang
gelombang inframerah yang digunakan. Teknik ini membantu mengenali fitur yang
menunjukkan perbedaan karakteristik radiasi panas. Data tentang studi penginderaan
jarak jauh dan pengamatan udara dapat dipakai untuk memperkuat investigasi geologi
namun perlu dicatat bahwa interpretasi rinci foto udara memerlukan layanan ahli
geologi spesialis. Citra satelit untuk lokasi juga bisa digunakan. Foto / citra semacam itu
dapat digunakan sebaliknya oleh perancang juga dengan beberapa pengalaman, untuk
interpretasi topografi, pola drainase, penggunaan lahan, lokasi bahan konstruksi
potensial dan sumber dan jalur komunikasi mereka dan lainnya.
2) Pemboran Terbatas dan Investigasi Air Tanah.
Pengeboran terbatas disini maksudnya agar kita mengetahui bagaimana batuan atau
material penyusun terowongan tersebut, dan perlu dilakukan investigasi mengenai air
tanah. Tujuannya yaitu agar kita dapat mengantisipasi munculnya air tanah pada
permukaan terowongan sehingga mengakibatkan terowonga tersebut tergenang air,
akan sangat beresiko karena pada terowongan pasti terdapat aliran listrik. Selain itu air
tanah disini dimaksudkan untuk membuat suatu sistem penyaliran, agar terowongan
tersebut tidak basah. Jika tidak dikendalikan, air yang melimpah dapat merendam
terowongan. Itu sebab, dibutuhkan pemboran yang dikhususkan untuk mengurangi
kadar air yang melimpah ini. Uraian selengkapnya akan dijabarkan di bab 3 survei dan
investigasi saat perancangan terowongan.
3) Eksplorasi Geofisika
Eksplorasi geofisika adalah kegiatan penjajakan struktur geologi yang cocok bagi
pemboran bawah tanah, kegiatan ini fungsi untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan, yang dilakukan dengan survei geolistrik, dan survei seismik. Jadi kegiatan
geofisika ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya batu gamping yang ada dibawah
permukaan, karena dengan adanya batu gamping maka di khawatirkan akan terjadi
runtuhan apabila ada penggalian.
Eksplorasi tanah geofisika (seismik dan dinamis) dan resistivitas listrik adalah jenis
survei yang umum dilakukan selama tahap Kelayakan. Pada metode pertama refraksi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 10


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

seismik dan survei refleksi dilakukan. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa kecepatan
gelombang elastis yang melewati suatu material adalah fungsi dari komposisi material,
struktur, komposisi dan kondisi stres in-situ. Kecepatan bervariasi (meningkat) dengan
kepadatan, pemadatan dan kandungan air bahan sejak gelombang seismik mengikuti
prinsip propagasi, pembiasan dan refleksi yang sama yang dilakukan gelombang cahaya.
Hasil yang diperoleh lebih dapat diandalkan diatas permukaan tanah dan bawah tanah.
Survei ini dapat digunakan untuk:
(i) identifikasi jenis bahan umum (tanah, jenis batuan);
(ii) lokasi kondisi anomali, mis. Zona cuaca, zona geser dan lembah yang terkubur;
(iii) Lokasi dan kedalaman hard rock dan;
(iv) lokasi lubang bor untuk eksplorasi terperinci.
Metode kedua adalah pengukuran hambatan listrik dari berbagai lapisan tanah.
Perubahan potensial di seluruh jarak yang diketahui antara elektroda saat arus
diterapkan di antara keduanya digunakan untuk mengevaluasi jenis material. Tanah liat
dan lumpur basah dan beberapa bijih logam adalah konduktor yang baik. Pasir kering,
kerikil dan batu kristal tanpa bijih logam adalah konduktor yang buruk. Air mineral
adalah konduktor yang lebih baik daripada air asin. Dengan demikian beberapa gagasan
umum tentang sifat tanah, adanya air dll juga bisa didapat dari uji resistivitas listrik.
Seperti disebutkan sebelumnya, pengukuran ini membantu dalam menarik kesimpulan
mengenai variasi jenis lapisan batu dan juga lapisan air yang terkandung di dalamnya.
Investigasi ini dapat dilakukan oleh spesialis di lapangan dalam waktu yang relatif
singkat dan pola geologi umum direkonstruksi. Informasi yang berharga mengenai sifat
lapisan tanah dapat diperoleh saat survei resistivitas dilakukan bersamaan dengan
penelitian seismik. Karakteristik khas beberapa bahan di bawah tanah sebagai
tanggapan terhadap survei semacam itu diberikan pada Tabel 2.3. Hasil yang diperoleh
dari studi tersebut akan membantu dalam menentukan lokasi terowongan.

Tabel 2.3. Karakteristik khas Bahan Tanah


Kecepatan Rambat Gempa
Material Subsoil Resistiviti Elektrik
(Wave propagation)
Batu Gravel Kering (Dry gravel) High Low
Batuan Keras (Dense rock) High High
Air mineral (Pure water) High Medium
Air Asin (Saline water) Very low Medium
Dry compact boulder and cobbles Very high Moderate
Saturated boulder and cobbles Moderate Moderate

4) Uji laboratorium sample batuan dan index uji sample tanah


Setelah semua telah dilakukan lalu dilakukannya investigasi geoteknik, dimana pada
saat pengeboran kita mengambil suatu sample tanah atau material lain penyusun
terowongan tersebut, lalu dilakukan uji dilaboratorium untuk mengetahui sifat fisik dan
mekanik dari material penyusun terowongan tersebut. Contohnya seperti mencari
kekuatan tanah atau material tersebut. Uji ini meliputi kuat tekan material tersebut,
kuat geser material tersebut dan uji kuat lainnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 11


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

2.2.3.4. Studi Geofisika


Dalam proyek terowongan dengan skala pembiayaan yang besar, studi geofisika wajib
dilakukan. Studi ini ditujukan untuk mengumpulkan informasi tentang jenis batuan, patahan
dangkal, zona geser, kantong jenuh, dan sistem rekahan dan juga karakteristik fisik batuan /
tanah. Informasi tersebut tidak dapat diperoleh hanya dengan melakukan pengeboran saja,
mungkin dikarenakan letak terowongan yang sangat dalam dari permukaan tanah (pada titik
tertentu) sehingga dapat saja memakan waktu dan biaya yang sangat mahal. Dengan kemajuan
dalam teknologi dan metodologi survei, studi geofisika sekarang memungkinkan untuk
mengembangkan profil medan yang terus menerus sehubungan dengan semua hal di atas,
kecuali karakteristik fisik sebenarnya dari tanah yang akan diujicobakan. Oleh karena itu,
investigasi hari ini menggabungkan kedua survei geofisika dan beberapa pengeboran. Mereka
dilengkapi dengan lubang probe yang dibor melalui permukaan penggalian saat operasi
terowongan. Studi geofisika mencakup metode seismik resolusi tinggi 2D (refleksi konvensional
dan pemrosesan tomografi) dan pencitraan resistivitas listrik.
Survei refleksi seismik, refraksi, dan survei refraksi tomografi menggunakan gelombang seismik
(tekanan dan/atau geser) untuk memetakan struktur dan lapisan bawah permukaan. Misalnya,
mencakup pemetaan lokasi tumbukan, voids, ketebalan lapisan batuan, kedalaman dan
kontinuitas stratigrafi, pemetaan batuan dasar. Perkembangan terakhir adalah dalam teknik
instrumentasi seismik dan teknik survei dalam survei darat dan laut dan pemrosesan data telah
membantu penerapan survei refleksi seismik dan refraksi untuk 'penyelidikan di dekat
permukaan'.
Metode geofisika lainnya seperti profil resistivitas digunakan untuk melengkapi profil seismik.
Selama pengolahan, data dari keduanya terintegrasi untuk sampai pada model situs 2D yang
sangat rinci. Dari sini, dimungkinkan untuk menghasilkan rencana Geologi, Geologi LS dan
Penampang Geologi di lokasi yang diperlukan. Integrasi semacam itu diperlukan karena ada
keterbatasan dalam studi geofisika tertentu. Misalnya, kecepatan seismik batu gamping keras
bervariasi dari 5.000 m/ det sampai 6.160 m/ det, sedangkan rentang kecepatan pada granit
keras sekitar 4.000 m/ det sampai 6.100 m/ det. Di sisi lain, nilai resistivir dari granit bervariasi
dari 25 sampai 58 sedangkan batu kapur adalah 45. Dengan demikian kombinasi survei seismik
dan pencitraan Resistivitas dapat membantu prediksi jenis batuan yang lebih baik.
Metode survei refraksi seismik dapat dikelompokkan dalam Konvensional dan tomografi
refraksi seismik tingkat lanjut. Yang pertama yang dapat mendeteksi gelombang P dan / atau S
dapat digunakan untuk menemukan kedalaman batuan dasar, ketebalan lapisan bawah, dan
untuk menentukan tanah dangkal dan stratigrafi batuan. Kecepatan pembiasan dapat digunakan
untuk 'memperkirakan Rippability bumi'. Kombinasi data gelombang P dan S digunakan untuk
mengidentifikasi 'zona geser kecepatan'. Pengolahan data refraksi dasar dilakukan dengan
menggunakan salah satu dari, atau kombinasi dari, Delay-Time, Reciprocal; dan metode
‘reciprocal generalized'.
Refraksi seismik tingkat lanjut teknik pemrosesan tomografi digunakan saat survei semacam itu
dilakukan melalui struktur geologi yang rumit atau kapanpun 'tingkat delimulasi kecepatan
vertikal dan horizontal P dan / atau S yang lebih tinggi dibutuhkan. Refraction tomography
(gelombang P) dapat menggambarkan stratigrafi dan mengidentifikasi zona rekahan di batu. Ini
bisa memberi 'Profil kecepatan untuk studi Rippability'.
Informasi kecepatan gelombang yang diperoleh dalam survei Seismik Tomografi membantu
menentukan variasi sifat elastis, baik horizontal maupun vertikal. Bila diperlukan, survei

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 12


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

pencitraan seismik reflektif 2D dan 3 D dapat digunakan untuk mendapatkan garis keturunan
definisi tinggi stratigrafi batuan, lokasi patahan dangkal, pasir terisolasi dan formasi rongga,
zona akuifer dan struktur tanah dangkal lainnya. Ini mirip dengan studi refraksi seismik
sehubungan dengan penggunaan instrumen tetapi mengukur refleksi gelombang akustik P dan
/ atau S dari 'antarmuka batas bawah permukaan dan fitur geologi'. Secara umum teknik
refleksi seismik digunakan untuk kedalaman geologis mulai dari rata-rata 30m sampai 900 m di
bawah permukaan tanah

2.2.3.5. Jenis Batuan


Berbagai jenis batuan bertemu bisa dikelompokkan seperti di bawah :
i. Batuan keras dan padat yang bisa dianggap sebagai bagian integral
ii. Batu yang retak mengalami deformasi yang cukup besar dan pemadatan pada saat
pemuatan pertama, tapi yang menampilkan perilaku elastis lebih atau kurang saat
dimuat berulang kali
iii. Batuan lunak, yang struktur internalnya hancur melebihi batas beban tertentu, dan
kemudian mengalami deformasi residual yang meningkat dalam setiap siklus pemuatan
berturut-turut. Kurva deformasi beban khas untuk jenis yang berbeda diberikan gambar
2.3 berikut ini.

Load, t Load, t Load, t


Compression, mm

Compression, mm

Compression, mm

(c) Hard Rock (b) Fissured Rock (a) Soft Rock

Gambar 2.4. Diagram Deformasi Beban Khas dalam Pengulangan Berulang di


Berbagai jenis batu

2.2.3.6. Gas Dalam Batuan


Unsur penting lainnya dari eksplorasi pendahuluan adalah estimasi dan studi semburan gas,
exfiltrasi gas dan suhu batuan. Gas dan Suhu sangat penting untuk keselamatan dan kesehatan
kerja walaupun pengaruhnya terhadap kelayakan teknis lokasi terowongan kurang terasa.
Dengan demikian mereka hanya meminta tindakan pencegahan yang diperlukan untuk diambil
dan membantu dalam pemilihan peralatan kerja terowongan dan transportasi Gas yang biasa
ditemukan adalah karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), hidrogen
sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), hidrogen (H2) dan gas nitrat, selain uap air. Karbon
dioksida umumnya ditemui di dekat lapisan batubara.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 13


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

Efek merugikan ini timbul dari kekurangan oksigen dimana CO2 hadir dan ventilasi dan suplai
oksigen yang sesuai melalui wilayah ini diperlukan. Efek lain dari CO2 adalah sifat agresifnya
pada beton dari lapisan dan tindakan korosif, berbahaya bagi struktur baja. Karbon monoksida
lebih beracun daripada karbon dioksida. Hal ini juga biasanya terjadi di sekitar ladang batubara.
Gas ini beracun bagi para pekerja, mengakibatkan jantung berdebar kencang, sakit kepala dan
pusing di atas batas 25%. Ini akan menyebabkan hilangnya kesadaran sebesar 50% ke atas.
Kejenuhan 75% berakibat fatal.
Gas metana yang terjadi di sekitar ladang batu bara dan ladang minyak mungkin juga akibat
pembusukan zat organik. Gas ini berbahaya karena kemungkinan menyebabkan ledakan karena
mudah terbakar meski hanya sekitar 2% prosentasenya. Tindakan pencegahan keselamatan
harus dilakukan seperti :
i. Penggunaan lampu listrik bertenaga baterai
ii. Pemasangan lampu indikator gas di semua “drift”
iii. Penggunaan detonator listrik jarak jauh yang dikendalikan
iv. Pengawasan terus menerus atas semua aktivitas kerja para ahli gas
v. Penggunaan lokomotif bertenaga kompresi udara untuk pengangkutan sampah dan
bahan bangunan
vi. Pemasangan air bertekanan tinggi untuk alat pemadam kebakaran
vii. Ventilasi pengeluaran udara pada semua titik akumulasi (terutama di atap) dan
pemberian ventilasi buatan yang cukup pada umumnya; dan
viii. Larangan merokok yang ketat dan penggunaan lampu api terbuka di seluruh
terowongan
Hidrogen sulfida adalah produk dari disintegrasi zat organik dan umumnya disertai oleh air
yang masuk. Hal ini berbahaya karena efek toksiknya dan bukan sebagai bahaya kebakaran.
Dengan konsentrasi 0,05%, hal itu menyebabkan penyakit. Pada 0,1% itu menyebabkan
ketidaksadaran dan pada tingkat yang lebih tinggi dapat mematikan. Sulfur dioksida terjadi di
daerah vulkanik dan merusak lapisan beton. Hidrogen berbahaya karena peradangannya. Hal
ini umumnya ditemukan di endapan garam dan di sekitar mereka. Gas nitrat adalah produk
samping dari asap ledakan dan bahkan lebih berbahaya dan merugikan kesehatan daripada
karbon monoksida. Konsentrasi mematikan berbagai gas ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Konsentrasi Gas Beracun di Terowongan (dalam persentase)


Waktu (menit) CO2 or CO H2S SO2 NO or NO
Pernafasan 10-20 0.05 0.05 0.01 0.01
Paparan singkat 20-25 0.10 0.20 0.05 0.03

2.2.3.7. Suhu Batuan


Temperatur di batuan yang lebih dalam jauh lebih tinggi dari pada permukaan. Ketika tunneling
diambil melalui zona tersebut, manusia harus tahan terhadap suhu yang sangat tinggi.
Umumnya, di bawah kedalaman 20-25 m di batuan, kerak bumi hampir tidak terpengaruh oleh
pengaruh dari luar dan karenanya peningkatan suhu batuan yang konsisten terjadi dengan
kedalaman. Tingkat kenaikannya tidak seragam karena langkah panas bumi atau gradien
geothermal bergantung pada beberapa faktor topografi medan, stratifikasi dan kemiringan
lapisan batuan dll. Seperti diamati di terowongan Alpine Utama, Swiss, ini bervariasi dari 27

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 14


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

sampai 144 m per °C (Andreas, 1953). Suhu yang mungkin ditemui di pedalaman gunung
tergantung pada faktor-faktor berikut
i. Posisi geo-isoterm di bawah pegunungan (geothermal step)
ii. Suhu tanah di atas permukaan terowongan
iii. Konduktivitas termal dari kondisi batuan dan hidrologi
iv. Ketinggian terowongan
Sebagai contoh, temperatur setinggi 63,7° C telah memenuhi terowongan Apennine. Di bawah
ini disajikan korelasi profil geologi dan suhu di terowongan St. Gotthard pada Gambar 2.6
(Szechy, 1970)

Goshcener Arolo
Measured
Temperature
in Tunnel Gn
A

C P

D D FP SP Gr & Gn AGr GnA P D

0 1 2 3 4 5 6 7 7 6 5 4 3 2 1 0 km
Gr = Granite P = Mica Schist
Gn = Gneiss FP = Black Slate
Cl = Cipoline SP = Serpentine
D = Dolomite A = Amphisolite

Semua Suhu ditampilkan dalam derajat celsius

Sumber : Szechy, 1970

Gambar 2.5. Profil Geologi dan Variasi Suhu di Terowongan St. Gotthard

2.3. STUDI KELAYAKAN


Studi kelayakan selain merupakan salah satu kewajiban normatif yang harus dipenuhi dan
prasyarat untuk memperoleh Ijin Pembuatan Terowongan, sesungguhnya apabila dipahami
secara benar, studi kelayakan merupakan dokumen penting yang berguna bagi pihak pelaku
pekerjaan terowongan.
Tujuan dari studi kelayakan yaitu untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang
berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis, termasuk mengenai analisis
dampak lingkungan serta perencanaan penerowongan.
Dengan demikian, dokumen studi kelayakan merupakan dokumen yang sangat berguna bagi
manajemen dalam mengambil keputusan strategis kegiatan/pekerjaan tersebut dilanjutkan
atau tidak. Hal lain yang harus dipahami adalah studi kelayakan bukan saja untuk mengkaji
secara teknis atau membuat prediksi/proyeksi ekonomis, namun juga mengkaji aspek
nonteknis lainnya.
Adapun tahapan – tahapan dilakukannya studi kelayakan ini adalah meliputi : Rekayasa
Klasifikasi massa batuan di daerah, ini dihubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 15


Bab II Pemilihan Trase dan Penyelidikan Awal

tersedia untuk rekayasa sehingga didapat klasifikasi massa batuan dibandingkan dengan
stabilitas penggalian persyaratan dengan dokumen keadaan geologi regional, setelah itu
dilakukan penaksiran kelayakan guna pemeriksaan kritis masalah tunneling potential desain
awal bagian lintas terowongan alternatif , tentatif konstruksi dan metode supporting.
Setelah ditafsirkan lalu terjadi pengusulan stabilitas terowongan untuk dan bentuknya. Apabila
disetujui maka hal selanjutnya yaitu mempertimbangkan semua kemungkinan tindakan korektif
yang akan dilakukan untuk pembuatan terowongan tersebut. Dan jika tidak disetujui usulnya
maka dipilihlah rute terbaik untuk desain terakhir. Pilihan itu mengacu pada hasil hasil teknis
dan ekonomi yang diterima disetujui, lalu jika tidak maka langsung tolak lokasi site yang akan
dibangun terowongan tersebut karena diindikasikan tidak efektif dan efisien.

2.4. REFERENSI
1. Transportation Tunnel, Second Edition, S.Ponnuswamy, Taylor and Francis Group, Madras
India, 2016
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima 2016
3. Surat Edaran Menteri PUPR no 30/SE/M/2015 tentang Pedoman Metode Perencanaan
Penggalian dan Sistem Perkuatan Terowongan jalan pada Media Campuran Tanah –
Batuan
4. AASHTO T20 Tunnels Update, Louis J Ruzzi, PE – AASHTO T-20 Chair Kevin J Thompson, PE
– Arora and Associate TRB 90th Annual Meeting Januari 2011
5. Geotechnical Baseline Reports For Construction, Technical Committee on Geotechnical
Reports of the Underground Technology Research Council, Randall J. Essex, P.E. , 2007
6. Pedoman Teknis Studi Kelayakan Proyek Jalan Dan Jembatan Pd T-19-2005-B

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan II - 16


Bab III Survei dan Investigasi

Bab III
Survei dan Investigasi

Survei dan investigasi memegang peranan penting dalam segala hal bentuk bangunan dan
struktur konstruksi. Pada bab 3 ini merinci jenis-jenis survei dan investigasi yang diperlukan
pada saat tahap perancangan terowongan dilakukan. Materi yang disampaikan adalah (i)
penyelidikan bentang alam, (ii) pengukuran topografi, (iii) penyelidikan geologi dan selanjutnya
materi tentang (iv) seluk beluk pelaporan dalam Geoteknik Terowongan yang bermacam-
macam. Materi selanjutnya adalah (v) penyelidikan hidrogeologi juga tentang sumber referensi
yang dipakai untuk menyusun bab 3 ini.

3.1. UMUM
Penyelidikan lapangan merupakan bagian dari proses perancangan dan penyelidikan
merupakan kunci untuk kecukupan dan rancangan ekonomi karena data yang dikumpulkan
menjadi basis penilaian lapangan dan pondasi solusi terhadap masalah yang muncul
dikemudian hari. Penyelidikan yang sukses hanya berasal dari perencanaan dan rancangan
yang menyeluruh. Kegagalan perencanaan dapat menjadi faktor utama yang memicu dasar
penyelesaian yang jelek atau tidak mencukupi, dan juga menambah biaya konstruksi, serta
pemeliharaan jangka panjang. Sayangnya aturan praktis untuk penyelidikan lapangan tidak
memiliki penekanan yang cukup pada aspek-aspek penting. Jika ada kenampakan yang
menyolok dalam aturan hal itu akan mendorong kearah:
1. Kebutuhan tenaga ahli yang berkualifikasi dan berpengalaman dalam mengendalikan
penyelidikan dan mengawasi pekerjaan lapangan. Pemenuhan tenaga ini harus dimulai
sejak perencanaan dan idealnya berlanjut sampai konstruksi;
2. Menambah tingkat pengawasan di lapangan oleh ahli lapangan dan kontraktor;
3. Alokasi dana yang lebih realistis untuk memudahkan perencanaan yang memadai,
penyelidikan tanah/batuan, pelaporan dan pemantauan. Tambahan biaya apapun harus
dapat dikompensasi melalui efisiensi yang diperbaiki dan finansial dari konstruksi.
Cara tersebut akan membantu memperbaiki kualitas dan standar penyelidikan lapangan,
sehingga menghindari kekurangan yang muncul dalam penyelidikan tanah/batuan.

3.2. PENYELIDIKAN BENTANG ALAM


Terowongan jalan merupakan bagian dari jalan, sehingga penyelidikan awal yang dilakukan
adalah penyelidikan kondisi lokasi dimana trase jalan tersebut diarahkan. Dalam hal
penyelidikan lokasi yang harus diidentifikasi adalah (i) bentang alam yang ada seperti
penggunaan lahan di atas terowongan apakah pemukiman, hutan ataukah bekas pertambangan,
(ii) keberadaan sungai, danau atau (iii) lokasi cagar alam atau budaya. Identifikasi tersebut
selanjutnya untuk dinilai apakah dari bentang alam yang ada di atas rencana terowongan
tersebut akan menjadi sumber kendala dan rintangan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 1


Bab III Survei dan Investigasi

3.3. PENGUKURAN TOPOGRAFI

3.3.1. Umum
Tahap awal pengukuran topografi adalah pengukuran terhadap permukaan tanah sepanjang
koridor trase rencana jalan dan terowongan. Pengukuran topografi dilakukan oleh tim surveyor.
Dalam melaksanakan tugas diatas, surveyor harus mempertimbangkan aspek hukum, ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang relevan sehingga proyek tetap berjalan secara normal. Pekerjaan
mengukur tanah dan pemetaan (Survei dan pemetaan) meliputi pengambilan/ pemindahan
data-data dari lapangan ke peta atau sebaliknya. Pengukuran dibagi menjadi pengukuran
mendatar dari titik titik yang terletak diatas permukaaan bumi, dan pengukuran tegak guna
mendapatkan beda tinggi antara titik titik yang diukur diatas permukaan bumi yang tidak
beraturan, untuk selanjutnya digambar diatas bidang datar (peta).
Dalam hal batasan jarak yang akan diukur, maka jarak melintang harus lebih lebar dari
kebiasaan pada pengukuran jalan. Hal ini dalam rangka untuk antisipasi terhadap kemungkinan
perpindahan alinemen terowongan akibat kondisi geologi di dalamnya. Biasanya mengikuti
batas jarak melintang lubang bor saat penyelidikan, yaitu 150 m dari as terowongan ke arah
kanan dan kiri.
Pengukuran Topografi harus mengacu pada pedoman pengukuran Topografi untuk Jalan dan
Jembatan No. 010/PW/2004;
Secara umum pekerjaan pengukuran/survei meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Menentukan posisi sembarang bentuk yang berbeda diatas permukaan bumi
2. Menentukan letak ketinggian (elevasi) segala sesuatu yang berbeda diatas atau dibawah
suatu bidang yang berpedoman pada bidang permukaan air laut tenang
3. Menentukan bentuk atau relief permukaan tanah beserta luasnya
4. Menentukan panjang, arah dan posisi dari suatu garis yang terdapat diatas permukaan
bumi yang merupakan batas dari suatu areal tertentu.

Tujuan pengukuran topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinat dan
ketinggian permukaan tanah sepanjang rencana trase terowongan/underpass di dalam koridor
yang ditetapkan untuk penyiapan peta topografi. Dimana lingkup pekerjaannya meliputi :
1. Pengukuran titik kontrol horisontal;
2. Pengukuran titik kontrol vertikal;
3. Pengukuran situasi;
4. Pengukuran penampang melintang;

3.3.2. Persyaratan
Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pedoman pengukuran maka persyaratan yang harus
dipenuhi adalah :
a. Titik kontrol horisontal diukur dengan menggunakan metode penentuan posisi Global
Positioning System (GPS) secara diferensial.
b. Sistem koordinat proyeksi yang digunakan adalah sebagai Sistem koordinat proyeksi
Universal Transverse Mercator (UTM).
c. Pengukuran dengan menggunakan GPS dilakukan setiap interval 5000 m (setiap 5 Km).
d. Pengukuran Titik Kontrol Horisontal Harus menggunakan Jenis Total Station (TS) dengan
Ketelitian 10n untuk sudut, 10D untuk jarak.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 2


Bab III Survei dan Investigasi

e. Pengukuran untuk titik kontrol Vertikal harus menggunakan peralatan Waterpass jenis
autolevel dengan ketelitian 2 mm.

3.3.3. Pelaksanaan Survei


1. Pekerjaan Perintisan
a. Pekerjaan perintisan berupa merintis atau membuka sebagian daerah yang akan diukur
sehingga pengukuran dapat berjalan lancar.
b. Peralatan yang dipakai untuk perintisan adalah parang, kampak dan
sebagainya.
c. Perintisan diusahakan mengikuti koridor yang telah diplot di atas peta topografi atau
atas petunjuk Pemberi Tugas.
2. Pekerjaan Pengukuran
a. Sebelum melakukan pengukuran harus diadakan pemeriksaan alat yang baik yang
sesuai dengan ketelitian alat dan dibuatkan daftar hasil pemeriksaan alat tersebut.
b. Awal pengukuran dilakukan pada tempat yang mudah dikenal dan aman, dibuat titik
tetap (BM) yang diambil dari titik triangulasi atau lokal.
c. Awal dan akhir proyek hendaknya diikatkan pada titik- titik tetap (BM).
d. Pekerjaan pengukuran topografi sedapat mungkin dilakukan sepanjang rencana as jalan
(mengikuti koridor rintisan) dengan mengadakan pengukuran-pengukuran tambahan
pada daerah persilangan dengan sungai dan jalan lain sehingga memungkinkan
diperoleh as jalan dan terowongan sesuai dengan standar yang ditentukan.

3.3.4. Pelaporan
Laporan Akhir Survei Topografi harus mencakup sekurang-kurangnya pembahasan
mengenai hal-hal berikut:
1. Data proyek;
2. Peta situasi proyek yang menunjukkan secara jelas lokasi proyek terhadap kota besar
terdekat;
3. Garis kontur elevasi ketinggian pada koridor rencana jalan dan terowongan;
4. Kondisi morfologi sepanjang koridor permukaan atas;
5. Kondisi permukaan tanah yang ada sepanjang trase rencana jalan dan terowongan;
6. Kondisi bentang alam di permukaan tanah koridor rencana jalan dan terowongan;
7. Kondisi permukaan tanah khusus di daerah rencana portal;
8. Kesimpulan dan Rekomendasi.

3.4. PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOTEKNIK

3.4.1. Umum
Setiap terowongan adalah unik, dalam tulisan ini memberikan petunjuk dasar untuk melakukan
dan menggunakan penyelidikan lapangan untuk perencanaan dan rancangan terowongan.
Dalam tulisan ini memberikan semua pendekatan atau perspektif daripada solusi yang bersifat
textbook. Atuaran yang tidak fleksibel atau solusi yang berifat textbook kadang hanya cocok
untuk situasi tertentu untuk pekerjaan sipil tapi tidak untukpenyelidikan geoteknik. Tulisan ini
dimaksudkan untuk pemilik, perencana, insinyur dan kontraktor terfokus pada terutama pada
aspek geoteknik dan metode penyelidikan yang merupakan hal penting dalam terowongan. Isi
dari tulisan ini berdsarkan pada praktek terowongan di Amerika Serikat tetapi konsep dan
prosedur dapat diterapkan ke seluruh dunia dengan modifikasi khusus untuk kondisi lokal dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 3


Bab III Survei dan Investigasi

metodenya. Untuk perancang dan pembuat terowongan batuan atau tanah di sekitar
terowongan secara efektif merupakan material konstruksi. Jika memikirkan ini ketika
penggalian dibuat kekuatan dari batuan di sekitarnya menjaga lubang bukaan sampai
penyangga terowongan dipasang. Lebih lanjut bahkan setelah penyangga dipasang, batuan
disekitarnya masih memberikan sebagian kecil dari kapasitas total daya dukungnya untuk
menyangga. Geologi sepanjang jalur terowongan memainkan peran dominan dalam beberapa
keputusan besar yang harus dibuat dalam perencanaan, perancangan, dan kosntruksi
terowongan. Geologi mendominasi kelayakan, perilaku dan biaya dari suatu terowongan.
walaupun sulit untuk ditentukan sifat keteknikan dari geologi menengah dan variasi dari sifat-
sifat ini adalah sama pentingnya dengan sifat dari beton atau baja yang digunakan untuk
konstruksi struktur terowongan. Dalam suatu terowongan batuan/tanah berperan tidak hanya
sebagai mekanisme pembebanan tetapi juga sebagai media penyangga utama. Dengan demikian
hal tersebut merupakan komponen vital dalam penyelidikan geoteknik yang dilakukan pertama
kali dalam proses perencanaan suatu terowongan. Hal ini telah diperlihatkan beberapa kali
terowongan yang telah diselidiki lebih mendalam mempunyai biaya yang lebih rendah dalam
operasinya dan sedikit perdebatan selama konstruksi. Masalah yang tidak diantisipasi dari hal-
hal tersebut dapat menimbulkan penundaan yang memakan biaya dan menimbulkan
perdebatan selama dalam konstruksi terowongan. Eksplorasi dapat membantu evaluasi
kelayakan, keselamatan, dan ekonomi dari suatu proyek terowongan.

3.4.2. Prinsip Umum Penyelidikan Geoteknik


Informasi geoteknik diperlukan dari sejak awal proyek terowongan. Semakin awal eksplorasi
definitif dibuat maka akan semakin bebas pemilik dan perancangan dalam memilih jalur dan
metode konstruksi sehingga potensi penghematan biaya semakin besar. Informasi geoteknik
dapat menjadi tidak terhingga nilainya dalam pemilihan koridor sebagaimana pentingnya dalam
penentuan jalur detail dari suatu terowongan. Sangat sering jalur final proyek terowongan
utama bukan merupakan jalur yang ditentukan pada awal program pengeboran mula-mula
tempat jlur tersebut berada. Walupun sekali sudah cukup, penentuan stratigrafi dan elevasi
muka air tanah itu sendiri tidaklah cukup untuk sebuah proyek terowongan karena hal ini baru
merupakan awal atau permulaan dari apa yang dibutuhkan dari program penyelidikan.

3.4.3. Tantangan Bawah Tanah


Bawah tanah mempunyai beberapa yang sifat yang berat tetapi bukan hakl yang musthil,
tantangan untuk tim geoteknik dan perancang. Berita baiknya adalah bahwa disamping
tantangan ini eksplorasi geoteknik umumnya sukses. Namun demikian pemilik dan perancang
harus menilai ketidak tepatan alam dari prediksi geoteknik. Pada saat yang sama insinyur
geoteknik harus harus menilai fakta bahwa ketidaktepatan tersebut kontradiksi dengan
kebiasaan ketepatan data seorang perancang khususnya bagi insinyur konstruksi kecuali bagi
mereka yang sudah berpengalaman dalam terowongan.
Adanya ketidakpastian ini dan terkait dengan resikonya menjadi penting untuk dinilai oleh
semua yang terlibat khususnya staf hokum dan manajemn pemilik. Beberapa tantangan besar di
antaranya:
 Proyek bawah tanah memiliki ketidakpastian yang luas
 Biaya dan kelayakan proyek didominasi faktor geologi
 Setiap aspek dari penyelidikan geologi untuk terowongan memerlukan banyak
persyaratan daripada penyelidikan proyek rekayasa pondasi tradisonal
 Geologi regional dan hidrogeologi harus dipahami

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 4


Bab III Survei dan Investigasi

 Air tanah merupakan kondisi/parameter yang paling sulit untuk diprediksi dan
merupakan hal yang paling menyusahkan selama konstruksi
 Rentang permeabilitas yaqng ditemui dapat lebaih besar daripada rentang parameter
rekayasa lainnya. ( berkisar 10-7 hingga 10-3)
 Bahkan program eksplorasi komprehensif hanya dapat memperoleh volume inti bor
yang yang relative kecil sekali (kurang dari 0,0005 persen) dibanding volume
terowongan yang nantinya akan digali.
 Sifat teknik berubah dalam rentang kondisi yang lebar, seperti waktu, musim, kecepatan
dan arah pembebanan, kadang sangat drastic.
 Kondisi nyata stratigrafi, aliran air tanah, perilaku batuan harus diobservasi selama
konstruksi dibandingkan dengan prediksi sebelumnya.
Pemilik dan perancang memulai evaluasi resiko kaitannya dengan biaya dan tertundanya
jadwal sejak awal proses perencanaan dan lebih komprehensif sifatnya. Persiapan pekerjaan ini
harus dimaulai dalam tahap perencanaan. Identifikasi dari potensi resiko pada tahap ini penting
karena hal itu akan memebrikan waktu bagi perancang dan pembuat keputusan untuk
memahami ketidakpastian yang terkait dengan proyek ini.

3.4.4. Pentingnya Geologi


Dari saat suatu terowongan direncanakan geologi sangat berpengaruh hampir pada setiap
keputusan yang mesti dibuat dalam perencanaan, rancangan, konstruksi dari suatu terowongan.
Geologi menentukan biaya, dan bahkan perilaku dari struktur. Hubungan antara geologi dan
biaya adalah begitu dominan semua yang terlibat dalam perencanaan dan rancangan
terowongan harus memberikan perhatian yang serius terhadap geologi dan hidrogeologi dari
tempat tersebut. Keputusan seperti jalur umum dan kedalaman mempengaruhi keputusan yang
banyak dan isu-isu karena mungkin mereka menempatkan terowongan di dalam atau di luar
kenampakan geologi yang merugikan. Hal ini tidak hanya menentukan biaya konstruksi tetapi
juga dapat mempengaruhi masalah perawatan jangka panjang seperti kebocoran air tanah. Pada
akhirnya geologi memberikan alat yang rasional mengkoreksi kondisi terowongan, jenis
batuan/tanah, dan sejarah kasusnya. Hal tersebut dapat memberikan pemahaman masalah yang
potensial seperti solusi dan alat untuk memprediksi perilaku terowongan pada kondisi material
geologi sejenis. Ini sangat bermanfaat bagi pemilik jika studi geologi ini dilakaukan selama
segmen awal terowongan besar seperti system jalan bawah tanah yang dibuat bertahap.

3.4.5. Penyelidikan Geoteknik


Setelah melalui tahap studi kelayakan dan dianggap layak untuk dilanjutkan pembangunan
terowongan tersebut lalu perlu dilakukan Karakteristik site terperinci. Adapun rencana-
rencana Investigasi yang dilakukan adalah :
a. Pemetaan Geologi Terperinci
Maksud dari pemetaan geologi terperinci ini adalah menampilkan segala macam kondisi
geologi yang ada dilapangan (lokasi yang akan dibuat terowongan) (yang bersifat tiga
dimensional) kedalam peta (yang bersifat dua dimensional). Gejala geologi yang nampak
pada lapangan terutama dalah batuan, urutan batuan, struktur batuan serta bangun
bentang alam yang dibangun oleh batuan tersebut. Tujuan dari pemetaan geologi
terperinci ini adalah untuk memberikan gambaran tentang gejala dan proses geologi
yang ada/terjadi pada daerah yang dipetakan, lalu untuk memberikan tafsiran kondisi
dan proses geologis apa saja yang pernah terjadi didaerah yang dipetakan sepanjang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 5


Bab III Survei dan Investigasi

zaman geologi terhitung sejak terbentuknya batuan yang tertua di daerah pemetaan
sampai saat pemetaan berlangsung, serta memberikan evaluasi potensi geologi yang
bersifat positif dan negative yang ada atau mungkin ada sehingga daerah yang dipetakan
dapat dikembangkan secara bijaksana ditinjau dari sudut pandang geologi. Kegiatan
pemetaan geologi terperinci ini salah satunya test geofisik, yaitu bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat nya suatu batugamping atau lubang/gua dibawah
permukaan lokasi yang akan dijadikan terowongan dengan menggunakan alat – alat
geofisika.
b. Pemboran untuk Penyelidikan
Pengeboran untuk penyelidikan ini tujuannya adalah untuk mengetahui material-
material yang terdapat disekitar lokasi pembuatan terowongan ini, setelah didapatkan
sample lalu sample tersebut dijadikan acuan apakah material penyusun terowongan
tersebut memungkinkan atau tidak untuk dibuat suatu terowongan.
c. Penyelidikan Adit dengan Perbesaran
Penyeledikan ini berfungsi untuk mengetahui bagaimana batuan penyusun terowongan
tersebut bagaimana dampaknya apabila dibuat suatu terowongan yang besar
bagaimana kondisi batuan penyusunnya.
Maka dari itu perlu dilakukan suatu uji laboratorium dari sample yang didapatkan pada
proses pengeboran. Uji ini untuk mengetahui sifat mekanik dari material penyusun
terowongan tersebut, sifat mekanik ini meliputi uji Kuat Tekan batuan, uji kuat geser
batuan, triaxial dan point load. Semua uji itu bertujuan untuk mengetahui berapa besar
kah kuat tekan dan kuat geser suatu material penyusun tersebut.
Setelah rencana – rencana investigasi diatas dilakukan lalu perlu dilakukan penambahan
kegiatan investigasi yaitu mengenai pengukuran tekanan insitu dan test air tanah. Test
air tanah ini sangat penting karena kita harus mengantisipasi apabila terdapat rembesan
– rembesan air tanah pada terowongan. Setelah semua rencana-rencang investigasi
dilakukan maka dilakukan pemprosesan data, diantaranya meliputi:
 Persiapan Penyelesaian Pemetaan Geologi dan penampang
 Analisis hasil uji laboratorium insitu
 Klasifikasi massa batuan
Semakin cepat informasi geoteknik diperoleh dan dievaluasi maka semakin besar potensi
optimasi jalur dan profil dan akan semakin besar penghematan. Ketidakpastian geoteknik
memerlukan eksplorasi dan rancangan untuk dicoba-coba. Tanpa informasi geologi yang dapat
dipercaya keputusan perencanaan dapat menjadi tidak benar. Perencanaan dari setiap tahap
eksplorasi harus didasarkan pada hasil tahap sebelumnya. Eksplorasi geoteknik termasuk
evaluasi dan laporan harus tersedia untuk pembuat keputusan pada tim rancangan dari waktu
ke waktu. Pekerjaan geoteknik penting akan diperlukan selama bagian awal perancangan
pendahluan dan akhir diselani dengan usaha yang relatif mudah. Selama tahap berikutnya dari
rancangan akhir ketika dokumen kontrak difinalkan, maka harus ada usaha geoteknik penting
untuk mendukung perisapan Laporan basis awal geoteknik (Geotechnical Baseline Report) dan
kebutuhan dasar masukan geoteknik akan menjalar ke pelelangan, konstruksi, dan tahap pasca-
konstruksi.

3.4.5.1. Ruang lingkup geoteknik


Pemilik, perencana dan perancang yang memiliki pengalaman sedikit proyek bawah tanah
seringkali tidak menilai kepentingan penting dari manfaat geoyteknik pada proyek bawah

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 6


Bab III Survei dan Investigasi

tanah. Kekurangan penyelidikan dapat menghasilkan informasi yang menyimpang dan dapat
menambah resiko tidak memperoleh bahaya dan kondisi yang tidak diketahui yang dapat
menunda atau menghentikan konstruksi yang tentunya berkonsekuensi ke biaya. Salah satu
aspek yang sulit dan kontroversial aspek geoteknik dari penyelidikan geoteknik adalah
memutuskan berapa banyak eksplorasi yang harus dilakukan.
Di antara hal lain hasil yang kontroversial dari fakta bahwa rekayasa geoteknik untuk
terowongan lebih banyak art nya atau lebih tepat ilmu yang tidak pasti. Tidak ada garansi
bahwa tugas geoteknik atau prosedur akan memberikan informasi cukup untuk rancangan
terowongan bahkan jika dirancang dan dijalankan dengan benar. Dalam kenyataannya salah
satu tujuan dari eksplorasi adalah untuk menentukan apakah kondisi yang ada dapat
memerlukan penyelidikan berikutnya dan tahap eksplorasi berikutnya bergantung
(berdasarkan) pada hasil eksplorasi ini. Setiap tahap harus direncanakan untuk mengantisipasi
hasil dari tahap sebelumnya. Setiap tahap harus memiliki batas tertentu atau paling sedikit
memiliki titik poin dimana secara hati-hati ditinjau kembali dan keputusan untuk dibuat sebagai
untuk kebutuhan pekerjaan di tahap berikutnya. Dalam cara ini pembiayaan lebih mudah untuk
dirasionalkan, disesuaikan dan dikendalikan. Keadaan dari proyek juga memainkan peran
utama dalam menentukan ruang lingkup dan biaya penyelidikan geoteknik.
Proyek konvensional di kondisi geologi yang seragam akan memerlukan penyelidikan yang
sedikit tetapi untuk proyek yang rumit pada kondisi geologi jelek akan memerlukan lebih
banyak penyelidikan daripada kondisi rata-rata. Proyek yang lebih rumit dapat bermanfaat
dengan menggunakan cara yang lebih baru yang lebih menjanjikan teknik penyelidikan
geoteknik yang dikembangkan. Cara ini mungkin dapat dengan menggunakan pengambilan inti
sonic diameter besar untuk studi geologi kualitatif, tomografi, sumur uji skala penuh atau
terowongan pilot/rintisan dan bahkan analisis resiko/probabilitas.
Tahap penyelidikan geoteknik akan terdiri dari:
1. Tahap perencanaan – desk study/review
2. Tahap pendahuluan penyelidikan lapangan awal
3. Tahap rancangan final – tambahan atau menindaklanjuti penyelidikan lapangan
4. Tahap konstruksi – dilanjutkan dengan karakterisasi lapangan

3.4.5.2. Praktek dimasa lalu dalam penyelidikan geoteknik terowongan


Pada masa sebelum tahun 2004 penentuan jumlah bor, jarak dan kedalaman belum
distandarkan. Setiap proyek harus dievaluasi sesuai dengan kondisinya. Dengan
memperhatikan kedalaman, rancangan akhir, pengeboran umumnya melampaui sedikit
diameternya untuk mengantisipasi lantai (invert) tetapi pengalaman menunjukkan di beberapa
kasus tidak mencukupi. Jumlah dan jarak pengeboranlah yang kontroversial. Umumnya
semakin banyak penyelidikan diperlukan untuk proyek-proyek besar di daerah urban daripada
proyek yang lebih kecil atau pada daerah terpencil khususnya dengan akses yang sulit.
Biaya penyelidikan geoteknik yang terlaporkan di literatur umumnya berkisar dari 0,5 – 3 %
dari total biaya proyek meskipun ada yang sampai 8%. Pada tahun 1984 suatu sub komisi dari
US National Committee On Tunneling Technology (USNCTT) membuat suatu studi komprehnsif
eksplorasi praktis di Amerika Serikat untuk menentukan jika suatu tingkat yang lebih besar dari
usaha penyelidikan geoteknik dapat menurunkan biaya konstruksi proyek terowongan. Dalam
studi tersebut juga diperoleh bahwa klaim untuk ketidakpastian kondisi bawah permukaan
merupakan bagian yang penting dari total biaya terowongan. Pembayaran klaim rata-rata

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 7


Bab III Survei dan Investigasi

berkisar 12% dari biaya awal konstruksi. Beberapa bahkan biayanya mencapai 50% melampaui
perkiraan para perancang. Kesimpulan dan rekomendasi dari sub komisi USNCTT diantaranya:
a. pengeluaran untuk eksplorasi lapangan geoteknik seharusnya ditambah sekitar 3% dari
biaya estimasi proyek untuk hasil menyeluruh yang lebih baik
b. tingkat pengeboran eksplorasi harus ditambah rata-rata 1,5 feet linier dari lubang bor per
jalur terowongan
c. pemilik harus membuat semua informasi geoteknik tersedia ke penawar sementara
dalam waktu yang sama mengeliminir disclaimer yang terkait dengan akurasi data atau
interpretasi.
d. semua laporan geologi harus disatukan sebagai bagian dari dokumen kontrak
e. perancang terowongan yang digali harus mengkompilasi suatu “Geotechnical design
report” yang disatukan kedalam spesifikasi dan tersedia untuk diguanakan penawar,
kontraktor, dan insinyur setempat.
f. monitoring kondisi sekitar sebelum konstruksi harus dilakukan untuk menentukan
baseline dari informasi untuk perbandingan selama dan sesudah konstruksi
g. konfrensi pra lelang dan mengelilingi lokasi harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa
semua penawar mempunyai akses ke informasi proyek semaksimal mungkin
h. informasi geologi dari eksplorasi pra konstruksi dan pemetaan terowongan dan prosedur
konstruksi harus dikompilasi dalam satu laporan yang mendetailkan penyelesaian
proyek.
i. metode penyelidikan dan prediksi harus diperbaiki untuk tiga kondisi in-situ stress,
stand-up time dan air tanah
Teknik pengeboran horizontal harus dikembangkan untuk dapat mengambil inti bor dan
menetrasi jarak yang panjang tanpa menyimpang dari jalur dan kemiringan yang ditentukan.
Jumlah eksplorasi yang dilakukan pada proyek apapun biasanya ditentukan dengan pengalaman
dan dana yang tersedia, karena tidak ada standar dan tidak ada solusi pastinya terhadap jumlah
penyelidikan yang harus dikerjakan. Untuk proyek yang besar atau kompleks memerlukan
upaya tingkat studi geoteknik lebih besar , langkah pertama adalah untuk menentukan apakah
proyek anda:
1. Proyek besar atau kompleks
2. Proyek lebih kecil atau proyek konvensional
Hal ini akan menentukan apakah proyek akan memerlukan upaya geoteknik tingkat tinggi atau
level rendah. Umumnya beberapa aspek penyelidikan geoteknik adalah mirip. Berikut adalah
beberapa petunjuk umum yang tidak bergantung pada ukuran terowongan.
a. Tentukan semua kebutuhan umum dan khusus untuk eksplorasi , analisis, dan rancangan
geoteknik serta tentukan prioritas parameter geoteknik yang diperlukan
b. Gunakan pengalaman geologi semaksimal mungkin
c. Lakukan eksplorasi paling sedikit dua tahap
d. Rencanakan menggunakan teknik-teknik non-tradisional seperti teknik geofisika jika cara
tersebut dapat digunakan dengan biaya yang efektif
e. Mampunyai biaya tetap untuk setiap tahap eskplorasi
f. Mempunyai pengeboran cadangan dan teknik eksplorasi lain yang selalu siap didanai dan
siap untuk disetujui untuk menjawab pertanyaan teknik yang dihasilkan dari program
pengeboran sebelumnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 8


Bab III Survei dan Investigasi

g. Gali informasi lebih banyak daripada yang diperlukan dalam perancangan cari data yang
cukup yang nantinya mampu menduga bagaimana batuan/tanah berperilaku sesuai
metode konstruksinya (jika digali dengan TBM atau peledakan akan berperilaku beda)
h. Ambil data yang cukup untuk meminimalkan ketidakpastian
Proyek terowongan dengan diameter lebih dari 4 meter dan panjang lebih dari 300 m termasuk
proyek besar sehingga memerlukan tambahan tingkatan upaya geoteknik. Petunjuk untuk
proyek besar dan kompleks diantaranya:
a. Kembangkan program multi tahap untuk memenuhi kebutuhan nyata;
b. Rencanakan menggunakan teknik non-tradisional seperti geofisika, sumuran, terowongan
pilot, uji pemompaan dsb, sebagai cara untuk tambahan database yang dapat mengurangi
ketidakpastian;
c. Untuk semua tahapan rancangan, biaya dan dana, menurut USNCTT panjang pengeboran
berkisar dari 0,75 – 1,2 kali panjang rute dan biaya geoteknik berkisar dari 1,5 – 2,25%
biaya konstruksi;
d. Mempunyai dana cadangan bila sewaktu-waktu diperlukan karena munculnya masalah
baru dalam penyelidikan geoteknik dan umumnya dananya berkisar sampai 3 5 dari biaya
konstruksi.

3.4.5.3. Persyaratan Eksplorasi Rinci


Eksplorasi rinci dan detail ini dilakukan pada tahap perancangan terowongan memerlukan
pemboran eksplorasi, diikuti dengan mendorong poros eksplorasi dan drift. Pilihan terakhir
tergantung pada jenis strata dan pentingnya struktur.
Pengeboran harus berupa tipe bor dengan air (percussion boring) atau tipe rotary percussion
boring atau tipe rotary-drilling dimana sampel dapat dikumpulkan pada berbagai kedalaman
dan identifikasi lapisan tanah yang tepat dilakukan. Namun, di tanah yang kurang penting dan
biasa, pengeboran kering atau pencucian bisa dilakukan bila dibatasi sekitar 100 m. Tanah
normal atau campuran lainnya mengharuskan pengeboran dengan tipe percussion boring.
Metode pengeboran inti memungkinkan inti batuan untuk diekstraksi pada berbagai kedalaman
/ lapisan untuk dipelajari namun inti yang dapat dipercaya dapat diekstraksi hanya dari batuan
padat. Di beberapa negara kamera televisi khusus telah dikembangkan (Grundig-Fernauge)
untuk memeriksa orientasi dan kondisi asli lapisan batu di dalam lubang bor.
Lubang bor harus ditempatkan pada sisi samping alinemen terowongan yang diusulkan,
ditempatkan bergantian dan berurutan antara sisi kanan dan sisi kiri alinemen terowongan.
Pengeboran, jika dilakukan di sepanjang alinemen, bisa meninggalkan lubang di atas, yang bisa
mengakibatkan bahan grout, sehingga akan banyak grouting digunakan yang digunakan, ada
kalanya hasil grouting yang ada akan lolos melalui terowongan saat terowongan dibor. Jika pipa
casing digunakan pada lubang yang melewati area terowongan, ada kemungkinan komponen
tersebut terjebak di batu dan tertinggal. Pipa semacam itu akan menyebabkan rintangan
terowongan, menyebabkan kerusakan pada mesin, bahaya, dll.
Daerah yang memerlukan eksplorasi terperinci dengan cara lubang bor di sepanjang trase
terowongan adalah: (i) portal, (ii) depresi topografi di atas terowongan, (iii) zona bantalan air,
(iv) zona geser dan (v) batuan dengan kecenderungan suhu di dalam/deep weathering.
Jarak lubang bor 300-500 m sudah cukup untuk persiapan desain awal. Tapi untuk perancangan
detail dan sebelum mengerjakannya, lubang bor sebaiknya berada pada interval 50 sampai 100
m. Di daerah yang secara geologis terganggu dibutuhkan jaringan lubang bor yang padat. Hal ini

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 9


Bab III Survei dan Investigasi

terutama diperlukan untuk merancang terowongan kereta bawah tanah di daerah-daerah di


mana banyak variasi dalam kondisi terowongan, sehingga variasi tersbut dapat diantisipasi.
Lubang bor sebaiknya diletakkan pada jarak lateral 110-150 m dari sumbu terowongan yang
diarahkan (bergantian dan berurutan antara sisi kanan dan sisi kiri).
Lubang harus diisi ulang atau bahkan digrouting dengan beton setelah pengambilan sampel dan
penelitian lainnya. Tindakan ini diperlukan untuk mencegah rembesan air dari lapisan kedap air
bagian atas melalui lubang bor ini ke dalam terowongan dan juga untuk mencegah masuk atau
keluar melalui lubang bor dari udara terkompresi jika metode kompresi akan digunakan untuk
mendorong terowongan. Pengeboran di batuan umumnya terbatas pada kedalaman 100 sampai
150 m, dengan beberapa yang lebih dalam sampai 300 m biasanya. Dalam kasus yang luar biasa,
lubang bor yang lebih dalam dibuat, misalnya, di terowongan Great Apennine antara Bologna
dan Florence terdapat tujuh lubang bor dengan kedalaman 390 m. Baru-baru ini,
perkeretaapian India telah melakukan penyelidikan terhadap terowongan terpanjang mereka di
Pir Panjal Range di Kashmir dengan mengebor beberapa lubang dalam kedalaman 640 m.
Secara umum, prinsipnya adalah menenggelamkan lubang bor 20 sampai 50 m lebih dalam dari
elevasi bawah terowongan yang direncanakan.
Terlepas dari kedalaman dan jarak umum, arah pengeboran juga penting. Beberapa dari ini
mungkin harus dilakukan pengeboran miring (bersudut) sehingga diperoleh data dari semua
jenis batuan, yang kemungkinan tidak mungkin dilakukan jika semuanya dibor secara vertikal,
karena bidang batuan terletak sebagian besar akan berada pada sudut tertentu. Lubang bor
dekat lokasi portal biasanya akan dilakukan vertikal. Ilustrasi arah pengeboran dapat dilihat
pada gambar 3.2.
Selama operasi pengeboran, ahli geologi dan perancang harus memeriksa secara menyeluruh
situs tersebut untuk memberikan panduan yang tepat kepada staf lapangan dalam hal ini.

Rencana Terowongan

Daerah Portal
Daerah Portal

(a) Lubang Bor arah Vertikal

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 10


Bab III Survei dan Investigasi

Pengeboran miring yang


pendek untuk mengetahui Pengeboran utk investigasi
lapisan batuan zona lemah karena
pemukiman

Pengeboran
wilayah Portal Pengeboran
wilayah Portal

(b) Layout yang lebih baik untuk Pengeboran

Sumber: Bickel and Kuesel, 1982

Gambar 3.1. Layout lubang Bor

Setiap program pengeboran batuan (hard rock boring) harus diarahkan untuk mendapatkan
informasi berikut ini:
i. Mendefinisikan stratigrafi geologi dan struktur melalui mana terowongan harus
melewati
ii. Penentuan sifat fisik bahan batuan
iii. Studi pola fraktur (horizontal, vertikal, miring, terbatas dll)
iv. Pengukuran kedalaman permukaan air tanah dan porositas batuan / Tanah
v. Evaluasi persyaratan peledakan / penggalian
vi. Evaluasi persyaratan dukungan dan lapisan
Sebuah studi tentang sifat batuan berikut diperlukan selama penyelidikan geologi (Bickel dan
Kuesel, 1982)
i. Orientasi stratifikasi batuan (apakah horisontal, seperti lembaran, agak miring, miring,
terbalik atau berlipat ganda)
ii. Tebal lapisan individu, keteraturan urutan lapisan batu, atau perubahan jenis gunung
iii. Komposisi mineralogi (komponen yang merugikan)
iv. Struktur kristal batuan (berbutir seragam atau porfiritik).
v. Obligasi antara masing-masing butir (kuat, lemah, langsung dan tidak langsung).
vi. Kekerasan dan kemampuan kerja batuan.
vii. Bentuk struktur batuan (masif, bertingkat, bersisik)
viii. Deformasi yang diderita selama proses orogenik (belahan, zona hancur, kesalahan) atau
efek lainnya (pelapukan, monetisasi, kaolinisasi)
ix. Kemungkinan bearing dan kekuatan tarik gunung (tidak batuan) pada berbagai bagian
terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 11


Bab III Survei dan Investigasi

x. Stabilitas gunung, karakter dan besarnya kemungkinan tekanan batuan.


xi. Kepadatan massal dan bobot mati batuan komponen
xii. Daya tahan berbagai jenis batuan ditemui
Dalam beberapa lubang bor harus disediakan untuk memasukkan pengujian lubang bawah dan
peralatan logging.

(i) Pengujian yang dilakukan selama Eksplorasi


Pengujian dilakukan di tempat bor (in-situ) dan di laboratorium. Di tanah biasa, pengukuran in-
situ harus dibuat di lubang bor pada interval tekanan air pori, aliran air subsoil dan uji
pemadaman (pengikis baling-baling). Di dalam batuan, pengukuran in-situ dilakukan untuk
tekanan air pori, laju aliran air subsoil, pola sendi dan fisur, dan tekanan in-situ pada batuan.
Sampel dikumpulkan pada tingkat yang berbeda (terutama di zona terowongan dan untuk
beberapa kedalaman di atas dan di bawah) dilakukan tes laboratorium berikut ini:
 Soil : Ukuran partikel grading Komposisi mineral Kepadatan Porositas
Kandungan lembab (dari sampel yang tidak terganggu) Kekuatan geser (dari
sampel yang tidak terganggu) Sudut gesekan internal (dalam tanah granular)
Plastisitas (dalam tanah liat, lumpur dan tanah campuran)
 Batu : Litologi Kepadatan Porositas Kandungan air Kekuatan: Crushing, Tensile, Shear
Setiap bidang kelemahan yang dapat diidentifikasi, Abrasiveness dan
Perbedaan kualitas batuan (RQD)
(RQD adalah persentase pemboran inti yang dipulihkan tidak kurang dari
100 mm.)

3.5. LAPORAN GEOTEKNIK

3.5.1. Umum
Pendekatan penyusunan laporan geoteknik kontrak untuk konstruksi underderground telah
bervariasi selama bertahun-tahun. Beberapa praktisi hanya menyiapkan satu laporan, yang
pada dasarnya adalah Laporan Data Geoteknik (GDR), yang menyajikan hanya informasi faktual
seperti data bor (boring logs) dan temuan dari lapangan dan tes laboratorium. Interpretasi dan
prediksi mengenai perilaku material bawah permukaan yang ditunjukkan selama konstruksi
diserahkan kepada bidder.
Praktisi lainnya memasukkan interpretasi mereka dalam Dokumen Kontrak, baik dalam laporan
terpisah dari GDR, atau digabungkan dengan data dalam satu dokumen. Situasi proyek dan
individualowner telah mempengaruhi pendekatan ini, dan akan terus melakukannya. Proyek
yang melibatkan sejumlah besar informasi faktual, termasuk data bor dan tes laboratorium,
akan terus menjaminmultivolume presentation. Akan tetapi kembali lagi ke owners, yang lebih
memilih untuk meminimalkan jumlah laporan dan isi yang berbeda dalam Dokumen Kontrak,
dan lebih memilih pendekatan dokumen gabungan.
Interpretasi diperlukan untuk disain dan konstruksi. Pada tahap awal proses perancangan,
informasi geoteknik harus ditinjau ulang untuk mengidentifikasi kondisi bawah permukaan
yang memerlukan pertimbangan disain khusus, dan untuk mengevaluasi metode konstruksi
yang paling sesuai dengan kondisi yang diantisipasi. Karena beberapa opsi yang
dipertimbangkan mungkin akan dikesampingkan sementara selama disain, maka dari itu perlu
untuk membedakan antara interpretasi yang ditangani oleh tim desain selama proses

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 12


Bab III Survei dan Investigasi

perancangan, dan interpretasi yang terkait secara khusus dengan metode desain dan konstruksi
yang dibahas dalam Dokumen Kontrak.
Sumber variabilitas berkaitan dengan cara dan tingkat di mana berbagai laporan geoteknik
disajikan dalam Dokumen Kontrak. Dokumen Kontrak dimaksudkan/diharapkan untuk
mengendalikan penyusunan penawaran dan konstruksi pekerjaan. Dokumen yang disediakan
untuk informasi hanya bagian/tambahan dari Dokumen Kontrak, namun dimaksudkan untuk
menyajikan informasi latar belakang yang relevan dengan proyek tersebut. Umumnya
penyediaan dokumen "hanya untuk informasi saja" didorong oleh kebutuhan untuk membuat
pemberitahuan semua informasi geoteknik terkait, dan untuk menghindari munculnya
informasi ini dari calon penawar (bidder). Peradilan atas dokumen tersebut bervariasi.
Beberapa pengadilan berpendapat bahwa mereka bukan bagian dari dokumen. Yang lain
menemukan bahwa kontraktor tetap berhak untuk mengandalkan informasinya.
Tujuan memasukkan laporan geoteknik interpretif dalam Dokumen Kontrak telah berubah
selama bertahun-tahun. Awalnya, tujuannya adalah untuk membantu kontraktor dalam
mengembangkan interpretasi mereka sendiri terhadap informasi faktual, dan bukan hanya
memberi mereka "fakta". Dalam memberikan interpretasi ini, dianggap tepat untuk membingkai
penafsiran ini dalam konteks desain dan maksud perancangnya. Istilah Geotechnical Design
Summary Report, seperti yang dijelaskan dalam dokumen pedoman sebelumnya, dimaksudkan
untuk menetapkan interpretasi perancang mengenai kondisi bawah permukaan yang
diantisipasi, dan pengaruhnya terhadap desain dan konstruksi sebagai bagian dari Dokumen
Kontrak.
Penafsiran ini merupakan indikasi kontrak mengenai kondisi lokasi. Kadang-kadang, ketika
menjelaskan dasar untuk desain, para praktisi menggambarkan ketidakpastian yang terlibat,
dan menggunakan istilah "fuzzy" yang sesuai untuk diskusi mereka, namun tidak jelas saat
dianggap sebagai "baseline". Ketidakjelasan ini pada gilirannya menyebabkan perselisihan. Soal
bagaimana desain menunjukkan kondisi yang diantisipasi terus menjadi penting. Namun,
sebagai Dokumen Kontrak, laporan interpretasi geoteknik harus memiliki masalah konstruksi
sebagai fokus utamanya; Dasar untuk desain harus sekunder. Ini mewakili pergeseran filosofi
yang signifikan mengapa laporan dibuat, bagaimana hal itu dimaksudkan/bakal untuk
digunakan, dan bagaimana seharusnya ditulis.

A. Laporan Data Geoteknik (Geotechnical Data Report/ GDR)


GDR adalah dokumen yang dikembangkan oleh perancang, atau insinyur perancang
geoteknik, yang berisi informasi faktual yang telah dikumpulkan selama fase eksplorasi dan
perancangan Proyek. Seringkali, metode dan / atau prosedur eksplorasi dapat
mempengaruhi keandalan informasi bawah permukaan yang dikumpulkan. Oleh karena itu,
GDR harus mencakup deskripsi rinci tentang metode dan prosedur lapangan dan
laboratorium yang digunakan. Dalam praktiknya, dan sebagaimana dinyatakan dalam
forum industri, ada perbedaan pendapat mengenai status GDR - apakah GDR harus
disertakan sebagai Dokumen Kontrak atau hanya disertakan sebagai dokumen referensi,
yang hanya tersedia untuk informasi.
Disarankan agar GDR dimasukkan sebagai Dokumen Kontrak, namun GBR harus
diutamakan daripada GDR dalam hirarki Dokumen Kontrak. Bila GDR belum dimasukkan
sebagai Dokumen Kontrak, voluminous case law telah menegaskan bahwa umumnya
penawar(bidders) dibenarkan untuk mengandalkan/mempercayakan data subsurface

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 13


Bab III Survei dan Investigasi

(bawah permukaan) yang disiapkan atas nama pemiliknya(owner). Oleh karena itu,
sehubungan dengan evaluasi klaim DSC, GDR pada umumnya dianggap relevan, walaupun
tidak termasuk dalam Dokumen Kontrak. Untuk mencegah kebingungan, GDR harus
disertakan sebagai Dokumen Kontrak.

B. Laporan Interpretasi Geoteknik (Interpretive Geotechnical Reports)


Desain proyek dapat dilakukan oleh tim multi-perusahaan. Dalam tim, sebuah perusahaan
(firm) teknik geoteknik mungkin memiliki lingkup kerja untuk eksplorasi dan interpretasi
geoteknik data, sementara perusahaan lain bertanggung jawab atas persiapan rancangan,
gambar dan spesifikasi proyek.
Dalam situasi ini, beberapa kendala organisasi dapat menciptakan hambatan dalam
penyusunan dokumen GBR yang efektif. Setelah menyelesaikan kegiatan eksplorasi dan
persiapan draft GDR, perusahaan geoteknik (atau perancang, jika perusahaan yang sama)
dapat menyiapkan laporan interpretatif untuk desain yang membahas berbagai isu untuk
pertimbangan internal tim proyek. Laporan interpretif untuk desain dapat digunakan
untuk:
 Mengomentari dan mendiskusikan datanya;
 Menyajikan satu atau lebih interpretasi awal data;
 Mengevaluasi keterbatasan data;
 Menyajikan sebuah evaluasi tentang bagaimana kondisi di bawah permukaan akan
mempengaruhi pendekatan alternatif untuk desain dan konstruksi proyek;
 Mengevaluasi resiko proyek sebagai fungsi dari pendekatan konstruksi alternatif;
 Menilai dampak konstruksi pada fasilitas yang berdekatan; dan
 Memberikan kriteria desain geoteknik untuk struktur bawah permukaan permanen
dan sementara.
Diskusi dapat mencakup secara tepat syarat dan rentang kondisi antisipasi untuk
menunjukkan tingkat reliabilitas dan rentang kepastian (atau ketidakpastian) dalam
penilaian ini. Laporan tersebut dapat membahas alternatif desain dan konstruksi yang
dinilai tidak layak atau beresiko tinggi terhadap pemiliknya, sehingga dapat dieliminasi
dari pertimbangan lebih lanjut dan tidak dibahas dalam GBR.
Karena perbedaan antara laporan interpretasi awal dan GBR ini, direkomendasikan agar
judul diberikan pada laporan (atau laporan-laporan) yang dengan jelas menggambarkan
maksud dan waktunya dalam proses perancangan, misalnya, "Geotechnical Memorandum",
atau "Geotechnical Memorandum for Design". Judul dokumen dapat diserahkan kepada tim
desain, namun perannya harus dibedakan dengan jelas dari Dokumen Kontrak. Meskipun
dokumen tersebut perlu diungkapkan kepada bidder sebagai informasi yang tersedia,
dokumen tersebut seharusnya tidak menjadi bagian dari Dokumen Kontrak atau dokumen
penawaran, dan harus berisi sanggahan tertentu untuk menghalangi penggunaannya untuk
tujuan konstruksi. Laporan tersebut harus mencakup pernyataan pengantar khusus bahwa
interpretasi dan diskusi yang dipaparkan di dalamnya akan digantikan oleh interpretasi
dan pernyataan dasar di GBR berikutnya. Bergantung pada pendekatan disain dan jumlah
iterasi desain yang terjadi selama proses perancangan, multiple design memoranda, atau
versi revisi dari individual memorandum, dapat diproduksi.
Selain revisi terhadap memorandum asli tersebut, direkomendasikan agar GBR menjadi
satu-satunya laporan interpretatif yang disiapkan untuk memasukkan Dokumen Kontrak

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 14


Bab III Survei dan Investigasi

atau tidak. Penyusunan laporan interpretif formal oleh konsultan geoteknik pada tahap
akhir perancangan, yang terpisah dan berbeda dari GBR, dianggap tidak berguna dan
merupakan sumber potensial kebingungan. Dokumen-dokumen interpretatif yang telah
disiapkan di samping GBR, yang berisi interpretasi yang berkaitan dengan kondisi di bawah
permukaan, pendekatan disain, perkiraan perilaku tanah, atau kinerja peralatan konstruksi,
harus dinyatakan dalam Kontrak dan isinya dinyatakan secara tegas
C. Laporan Baseline Geoteknik (Geotechnical Baseline Report)
Geotechnical Baseline report yang disingkat GBR harus menjadi satu-satunya tempat
untuk interpretasi geoteknik terhadap data dan informasi yang ada dimana kontraktor
harus dan mungkin bergantung. GBR harus dibatasi pada diskusi interpretatif dan baseline
statement, dan harus mengacu pada, daripada mengulang atau uraian dengan kata-kata
sendiri, informasi yang terdapat dalam GDR, gambar, atau spesifikasi. Bab 5 dan 6 berisi
diskusi lebih lanjut mengenai konten dan format GBR yang disarankan

3.5.2. Konsep Baseline


3.5.2.1. Baseline
Perencanaan, perancangan, dan konstruksi proyek bawah tanah harus mengatasi kondisi bawah
permukaan yang tidak pasti. "Mother Nature" tidak menciptakan kondisi bawah permukaan
sesuai dengan buku materials properties handbook, tidak ada insinyur geoteknik (atau peserta
lain dalam prosesnya) memiliki kekuatan prediksi magis. Proses perancangan dan konstruksi
harus memperhitungkan variabilitas kondisi bawah permukaan, dan untuk biaya proyek
potensial yang terkait dengan variabilitas tersebut. Untuk menetapkan baseline kontrak yang
realistis (tidak harus didasarkan pada interpretasi yang paling optimis), dan memiliki ketentuan
untuk menangani kondisi yang lebih buruk daripada kondisi dasar tersebut, adalah pendekatan
yang masuk akal dan efektif terhadap alokasi dan penerimaan resiko. Biaya untuk membangun
proyek di sepanjang jalur linier yang telah ditentukan sebelumnya atau dalam area terbatas
merupakan resiko tunggal terbesar yang terkait dengan proyek bawah tanah. Jalan dapat
dioptimalkan sampai tingkat tertentu, namun akan lebih sering dibatasi oleh pertimbangan
fungsional, jalan yang baik, lingkungan, dan konstruktif. Tantangan geoteknik yang
dipresentasikan ke tim desain dua kali lipat. Salah satu tantangannya adalah memahami
berbagai kemungkinan kondisi tanah dan air tanah di lokasi, sehingga rancangan dan ketentuan
kontrak memperhitungkan materi, kondisi dan perilaku tersebut. Tantangan lainnya adalah
dengan secara realistis menggambarkan kondisi lokasi sehingga resiko finansial dalam
menghadapi kondisi dialokasikan secara jelas antara pemilik dan kontraktor. Tantangan
pertama memiliki ruang untuk ketidakpastian dan generalitas. Selama fasilitas tersebut dapat
dibangun dan dioperasikan dalam kondisi yang paling buruk diantisipasi, maka akan memenuhi
fungsi jangka panjang yang diinginkan. Dalam banyak kasus, variabilitas kondisi di bawah
permukaan mungkin tidak ada kaitannya dengan kelayakan pembangunan fasilitas (misalnya,
kekerasan formasi batuan menjadi dibor dengan Tunnel Boring Machine), namun dapat
mempengaruhi biaya. Namun, tantangan kedua tidak memiliki ruang untuk ketidakpastian atau
generalitas. Kurang jelasnya kondisi site yang diantisipasi digambarkan dalam bentuk baseline,
semakin besar kemungkinan potensi kesalahpahaman selama konstruksi, perselisihan, dan
penyesuaian biaya yang tak terduga. Baselines menerjemahkan fakta dan opini tentang kondisi
di bawah permukaan yang harus dihadapi dalam serangkaian pernyataan yang relatif
sederhana. Item yang akan dibahas dalam laporan awal meliputi:
 Perkiraan jumlah dan distribusi material yang berbeda sepanjang deretan;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 15


Bab III Survei dan Investigasi

 Deskripsi, kekuatan, permeabilitas, ukuran butiran, dan mineralogi dari material utuh;
 Deskripsi, kekuatan, dan permeabilitas massa tanah secara keseluruhan;
 Tingkat air tanah dan kondisi air tanah yang diharapkan, termasuk estimasi awal tingkat
pemompaan;
 Antisipasi Perilaku dari tanah, dan dampak air tanah, sehubungan dengan metode
penggalian dan pemasangan dukungan tanah yang berlaku;
 Dampak konstruksi pada fasilitas yang berdekatan;
 Mengetahui potensi sesar dan zona sesar; dan
 Sumber potensial dan bahaya potensial geoteknik dan buatan manusia lainnya yang dapat
mempengaruhi proses konstruksi, seperti batu-batu besar, batuan dasar atas dan bawah,
gas, tanah yang terkontaminasi, air tanah yang terkontaminasi, dan penghalang di bawah
permukaan.
The baseline statements paling baik digambarkan menggunakan istilah kuantitatif yang dapat
diukur dan diverifikasi selama konstruksi. Dengan menetapkan dasar-dasar yang jelas sebagai
bagian dari Dokumen Kontrak, para pihak cenderung menyetujui kondisi yang tercantum dalam
Kontrak, tanpa banyak memakan waktu dan biaya argumen (bahkan proses pengadilan) yang
menjadi produktif bagi sebuah proyek yang sukses. Klausul DSC mengatur pembayaran
kompensasi tambahan karena kondisi material berbeda dari yang ditunjukkan dalam Kontrak.
Dalam pertanyaan: "Berbeda dari apa?", Laporan awal menjelaskan "apa".
Semakin definitifnya baseline, semakin mudah bagi pihak yang melakukan kontrak untuk
mengetahui adanya kondisi site yang berbeda. Seperti yang dibahas di Bab 4, kontraktor dapat
mendasarkan tawaran mereka untuk melakukan pekerjaan pada tingkat kesulitan apapun, lebih
atau kurang merugikan daripada pada the particular baseline. Jika tawaran kontraktor di bawah
(kurang buruk dari) baseline, apakah berdasarkan interpretasi data yang lebih optimis atau
pengalaman sebelumnya, dia mengambil resiko tambahan terkait keputusan tersebut.
Kontraktor tidak memiliki dasar untuk klaim jika kondisi yang kurang menguntungkan tersebut
tidak direalisasikan.

3.5.2.2. Asumsi Kontrak


Pernyataan dasar di GBR mewakili asumsi kontrak kondisi lapangan. Baseline yang ditulis
dengan baik memutuskan, setidaknya secara kontraktual, ketidakpastian yang mungkin ada
dalam data atau bahkan mungkin mengekstrapolasi di luar jangkauan data. Meskipun baseline
harus realistis dan memiliki dasar rasional, hal itu mungkin tidak sesuai dengan informasi di
bawah permukaan, dan seringkali tidak mencerminkan interpretasi data optimis yang paling
mungkin dianggap masuk akal. Sejumlah contoh menggambarkan hal ini:
 Jumlah batu yang harus dihadapi mungkin tidak banyak berhubungan dengan berapa batu
yang diidentifikasi selama pengeboran, karena pengeboran lubang berdiameter kecil
bukanlah cara yang efektif untuk mendeteksi keberadaan batu-batu besar. Jika perancang
dan pemilik (owner) mempertimbangkan resiko menghadapi batu-batu besar, sejauh dapat
mempengaruhi jenis peralatan yang akan digunakan atau cara peralatan tersebut
dilengkapi atau menggunakan Baseline mungkin menunjukkan jumlah batu yang lebih
banyak untuk ditemui daripada yang disarankan oleh pemboran.
 Potensi untuk mengerem/mengurangi perilaku batuan lunak mungkin tidak didasarkan
pada hasil uji laboratorium, namun pada pengalaman proyek terdekat yang sebelumnya
ditambang dalam formasi geologis yang serupa.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 16


Bab III Survei dan Investigasi

 Mungkin ada penyebaran yang luas dalam hasil tes kekuatan batuan tertentu; Variabilitas
ini mungkin terkait dengan kualitas sampel batuan yang diuji, dan cara sampel batuan diuji.
Bagaimanapun, jika rangkaian hasil tes tidak dianggap mewakili kondisi yang akan
dihadapi, deskripsi kekuatan material di baseline akan berbeda dari yang dapat diperoleh
dari data saja.
Meskipun penting untuk memberikan baseline statement yang jelas, penting juga untuk
menggambarkan atau menyajikan kemungkinan kemungkinan nilai properti atau perilaku
material untuk pemahaman umum. Pendekatan yang disarankan adalah untuk menunjukkan
kisaran kondisi dan ketidakpastian yang diharapkan, namun kemudian nyatakan baseline yang
telah ditetapkan untuk tujuan kontraktual baseline dapat dinyatakan sebagai nilai maksimum,
nilai minimum, rata-rata, atau nilai tipikal.
Contoh berikut menggambarkan konsep-konsep ini.
 Asumsikan bahwa proyek terowongan akan dibangun dengan mesin bor terowongan
melalui dua jenis batuan;
 Satu jenis batuan lebih keras dan lebih sulit dibor dari yang lain.
 Persentase relatif dari dua jenis batuan di sepanjang alinemen terowongan tidak jelas.
Dengan adanya informasi yang tersedia, interpretasi yang masuk akal dari batuan yang
sulit ditemukan dapat berkisar antara 30% dan 60% dari total panjang terowongan.
Sudah hampir pasti bahwa tim desain tidak akan benar memprediksi persentase sebenarnya
dari batuan keras yang harus dihadapi sepanjang alinemen/deretan terowongan. Pendekatan
yang disarankan adalah menentukan kisaran persentase batuan yang mungkin dihadapi (yaitu
30% sampai 60%), dan kemudian menyatakan persentase realistis untuk dianggap sebagai
baseline. Dalam contoh ini, baseline tersebut mungkin ditetapkan pada 45% panjang
terowongan. Dengan menetapkan baseline yang jelas, kontraktor dan pemiliknya memahami
resiko yang harus ditanggung masing-masing; Persentase dasar menetapkan jumlah batuan
yang lebih keras sampai kontraktor bertanggung jawab secara finansial, dan di luar mana
pemilik bertanggung jawab secara finansial. Rentang ini memberi penawar pendapat yang
tepat, sehingga mereka dapat menghargai tingkat resiko yang akan mereka ambil jika mereka
mendasarkan tawaran mereka pada seperangkat asumsi yang kurang menguntungkan daripada
baseline (yaitu kurang dari 45% terowongan Batu yang lebih keras). Jika kuantitas baseline
batuan keras ditemukan adalah 45%, dan kontraktor mengalami 40%, tidak ada dasar untuk
klaim. Ini benar, bahkan jika tawarannya didasarkan pada asumsi bahwa dia akan bertemu
30%. Sebaliknya, jika ia menemukan batuan 55% lebih keras sepanjang alinemen, dan dapat
menunjukkan bahwa ia memiliki dampak negatif sejauh ia menimbulkan biaya tambahan, ia
berhak mendapat kompensasi tambahan, walaupun 55% berada dalam kisaran yang
ditunjukkan oleh data. Jumlah penyesuaian akan dikaitkan dengan panjang tambahan 10%
batuan keras yang ditemui di atas persentase awal. Dalam contoh ini, seseorang memerlukan
pemetaan jenis batuan minimal yang dapat dipantau dan kemungkinan besar program sampling
dan pengujian yang dilakukan tidak memihak selama konstruksi, untuk memberikan dasar
kuantitatif untuk menilai kekerasan atau kekuatan batuan yang ditemui
3.5.2.3. Batasan ruang lingkup Baseline
Baseline dapat ditetapkan untuk proyek tertentu dan kumpulan data geoteknik, pada berbagai
tingkat kesulitan atau kesulitan yang dirasakan. Bila baseline ditetapkan menentukan tingkat
resiko masing-masing yang dialokasikan kepada pemilik dan kontraktor. Pertimbangkan proyek

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 17


Bab III Survei dan Investigasi

terowongan tanah yang lunak di mana 100 sampai 300 bebatuan bisa ditemui. Sebuah baseline
yang buruk dapat ditentukan, dimana kontraktor diberitahu untuk mengantisipasi 300 batu
selama kemajuan terowongan. Kontraktor berkewajiban untuk menangani 300 batu besar dan
untuk mengakomodasi biaya pekerjaan tersebut dalam penawarannya. Dalam kasus ini, resiko
kondisi site yang berbeda yang terkait dengan batu yang tak terduga dapat dikurangi. Namun,
pemiliknya (owner) mungkin membayar untuk menghadapi 300 batu besar, apakah 300
bebatuan ditemui atau tidak.
Baseline yang agak kurang menguntungkan dapat ditetapkan, dimana panggilan awal hanya
untuk menghadapi 100 batu-batu besar. Batu-batu besar yang ditemui lebih dari 100 akan
dikenai pembayaran tambahan ke kontraktor. Dalam hal ini, lebih banyak resiko dialokasikan
kepada pemiliknya(owner), karena jumlah tambahan akan dibayarkan jika lebih dari 100 batu
besar (boulder) ditemukan. Namun, pemilik(owner) mungkin akan menerima tawaran yang
lebih rendah, dan hanya akan membayar jumlah batu yang lebih tinggi jika ditemukan. Dampak
yang berpotensi negatif adalah bahwa ada potensi perubahan pesanan yang lebih tinggi yang
terkait dengan baseline yang kurang menguntungkan / tidak cocok dan biaya batu-batuan
dengan urutan perubahan atau klaim DSC bisa lebih tinggi daripada penawaran. Dengan
demikian, pemilik memiliki kesempatan untuk menukar harga penawaran awal yang lebih
tinggi dengan jumlah perubahan kontrak yang lebih rendah selama pekerjaan berlangsung.
3.5.2.4. Baseline bukan ``garansi``
Baseline melambangkan definisi kontraktual dari apa yang diasumsikan akan dihadapi
sehubungan dengan pemberian klausul DSC. Dengan demikian, ketentuan baseline dalam
Kontrak bukanlah jaminan bahwa kondisi awal sebenarnya akan ditemui. Oleh karena itu, tidak
pantas bagi pemiliknya (owner) untuk mempersepsikan sebuah garansi atas nama
perancangnya, dan bagi kontraktor untuk mempersepsikan garansi atas nama pemiliknya
(owner). Namun, bisa dianggap sebagai janji oleh pemilik (owner) bahwa kondisi baseline akan
digunakan saat menafsirkan klausul DSC. Kata-kata untuk hasil ini harus disertakan dalam GBR.

3.5.2.5. Keterkaitan dengan Dokumen Kontrak yang lainnya


Harus ada hubungan yang erat antara baseline statement yang dibuat dalam GBR dan disain,
metode konstruksi, dan ketentuan pengukuran dan pembayaran dalam gambar dan spesifikasi.
Berbagai cara untuk membangun hubungan ini dibahas di Bab 6. Semua kondisi dan keadaan
yang mungkin dihadapi tidak perlu disertakan dalam laporan awal dan ditangani oleh
pengukuran dan ketentuan pembayaran. Untuk kondisi tertentu, mungkin mustahil untuk
menetapkan jumlah terhadap ketentuan pembayaran yang mungkin diterapkan. Mungkin juga
diperlukan agar kontraktor dapat diperlengkapi untuk mengakomodasi kejadian potensial
tertentu, namun untuk melakukan pembayaran saat kejadian seperti DSC jika ditemui.
Contohnya meliputi pengendalian aliran air tanah yang lebih besar daripada jumlah awal
baseline yang dihadapi, penanganan dan pembuangan tanah yang terkontaminasi dan air tanah,
atau kebutuhan akan dukungan sementara yang luar biasa atau tambahan dari penggalian.
Sejumlah aspek penting untuk keberhasilan implementasi GBR dalam Dokumen Kontrak, dan
dalam proses penawaran dan konstruksi, dirangkum dalam Lampiran dokumen ini

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 18


Bab III Survei dan Investigasi

3.5.3. Penyusunan Geotechnical Baseline Report


3.5.3.1. Materi dan organisasi
Daftar periksa item yang harus dipertimbangkan saat menyiapkan GBR disajikan pada Tabel 1.
Daftar periksa berisi item yang mengizinkan GBR dibaca sebagai laporan yang berdiri sendiri,
tanpa pembaca harus merujuk pada diskusi atau deskripsi yang terdapat dalam Kontrak lain.
Meskipun dokumen daftar periksa diberikan dalam urutan organisasi yang disarankan, format
lain mungkin bekerja dengan baik.
Tujuannya agar jelas, tepat, dan tidak berulang. Daftar periksa mengasumsikan bahwa GDR
terpisah disertakan dalam Dokumen Kontrak dan berisi informasi berikut:
 Deskripsi pengaturan/aturan geologis;
 Deskripsi / diskusi tentang program eksplorasi lokasi (site);
 Data-data dari semua bor, parit, dan investigasi site lainnya (the logs of all borings, trenches,
and other site investigations);
 Deskripsi / diskusi dari semua program uji lapangan dan laboratorium; dan
 Hasil dari semua pengujian lapangan dan laboratorium.
Topik yang tercantum dalam Tabel 3.2 mencakup cakupan yang luas dan tidak semua akan
berlaku untuk setiap proyek. Selain itu, urutan dan pengelompokan topik dapat diubah untuk
mengakomodasi persyaratan proyek atau preferensi pribadi. Misalnya, untuk sebuah proyek
yang memiliki kondisi yang sangat bervariasi di seluruh situs dan sejumlah komponen proyek
yang berbeda, mungkin lebih baik untuk mengatur dan menyajikan perkiraan kondisi,
karakterisasi, dan pertimbangan desain dan konstruksi sesuai dengan setiap komponen proyek.
Dengan cara ini, menjelaskan urutan masalah utama geologis, desain, dan konstruksi untuk
setiap komponen proyek dapat dipelihara dengan lebih efektif. GBR harus ringkas.
Panjang maksimum yang ditinjau ulang adalah 30 halaman teks untuk straight-forward projects,
dan tidak lebih dari 40 sampai 50 halaman teks untuk proyek yang lebih rumit. Keringkasan
adalah salah satu keutamaan dokumen. Ini harus dapat dibaca dalam satu duduk oleh penawar,
kontraktor, manajer konstruksi, atau seorang adjudicator. Rekomendasi panjang halaman ini
dapat dipenuhi, sambil tetap menangani item yang termasuk dalam Tabel 3.2. Penulis GBR
harus memenuhi tantangan itu

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 19


Bab III Survei dan Investigasi

Tabel 3.1. GBR Checklist

Pengantar (Introduction)
 Nama Proyek
 pemilik proyek
 tim desain (dan bagan tinjauan desain, jika ada)
 tujuan laporan;
 Organisasi laporan
 hirarki dokumen ini relatif terhadap GDR

Deskripsi Proyek (Project Description)


 lokasi proyek
 jenis dan tujuan proyek
 ringkasan fitur utama proyek (dimensi, panjang, penampang melintang, bentuk,
orientasi, tipe pendukung/penyanggaan, jenis lapisan, urutan konstruksi yang
diperlukan).
 references to specific Contract drawings - avoid repeating figures from other Contract
Documents in GBR

Sumber Informasi Geologis (Sources of Geologic Information)


 mengacu pada GDR
 laporan geoteknik lain yang tersedia
 preseden historis untuk sumber-sumber ini

Pengaturan Geologi Proyek (Project Geologic Setting)


 Gambaran singkat tentang geologi dan pengaturan air tanah, dengan referensi silang
(cross-reference) ke teks, peta, dan gambar GDR
 Gambaran singkat tentang program eksplorasi dan pengujian lokasi (site) - hindari
pengulangan teks GDR yang tidak perlu
 Pengembangan permukaan dan kondisi topografi dan lingkungan yang mempengaruhi
tata letak proyek
 Eksposur dan singkapan khas
 Profil geologi sepanjang garis terowongan (s) yang menunjukkan unit stratigrafi dan
batu / tanah umum, dan batang bor (stick logs) untuk menunjukkan lokasi lubang bor,
kedalaman, dan orientasi.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 20


Bab III Survei dan Investigasi

Tabel 3.2. GBR Checlist (Lanjutan)

Pengalaman Konstruksi Sebelumnya (poin kunci dalam GBR jika dirinci dalam GDR)
 Proyek terdekat yang relevan
 Ciri yang relevan dari proyek masa lalu, dengan fokus pada metode penggalian,
perilaku tanah, kondisi air tanah, dan metode pendukung tanah
 Ringkasan masalah selama konstruksi dan bagaimana mengatasinya (dengan
kualifikasi yang sesuai)
 Proyek terdekat yang kondisi dan situasinya mungkin menyesatkan dan mengapa

Karakterisasi Tanah (Ground Characterization)


 Karakteristik fisik dan kejadian masing-masing batuan atau unit tanah yang dapat
dibedakan, termasuk fill, tanah alami, dan batuan dasar
 Hasil uji laboratorium dan lapangan yang disajikan dalam format histogram (atau
yang sesuai lainnya), dikelompokkan sesuai dengan masing-masing batuan atau unit
tanah yang dapat dibedakan; Mengacu pada ringkasan tabular yang terdapat dalam
GDR
 Rentang dan nilai untuk tujuan awal; Penjelasan mengapa distribusi histogram (atau
presentasi lainnya) harus dianggap mewakili rentang sifat yang akan dihadapi, dan
jika tidak, alasan mengapa tidak untuk memilih nilai dan rentang baseline.
 Baseline statement dari berbagai panjang atau persentase masing-masing jenis tanah
yang dapat dipertanggungjawabkan yang ditemukan selama penggalian; cross-
references untuk informasi yang terdapat dalam gambar atau spesifikasi
 Nilai permeabilitas massa tanah, termasuk pengukuran nilai permeabilitas langsung
dan tidak langsung, dengan mengacu pada ringkasan tabular yang terdapat dalam
GDR; Dasar untuk potensi terjadinya arus masuk lokal yang besar yang tidak
ditunjukkan oleh nilai permeabilitas massa tanah; Dasar pemikiran untuk memilih
baseline volumes
 Untuk proyek TBM, interpretasi sifat massa batuan yang relevan dengan perkiraan
keausan boreability dan cutter untuk masing-masing jenis batuan yang dapat
dibedakan, termasuk hasil uji kinerja batuan dan hasil analisis petrografi (bukan
perkiraan tingkat penetrasi atau perkiraan tingkat kemajuan)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 21


Bab III Survei dan Investigasi

Tabel 3.2. GBR Checlist (Lanjutan)

Pertimbangan Desain (Design Considerations)


 Deskripsi sistem klasifikasi tanah yang digunakan untuk tujuan desain termasuk tatanan
perilaku dasar
 Kriteria dan metodologi yang digunakan untuk perancangan sistem
pendukung/penyanggaan tanah dan stabilisasi tanah, termasuk pembebanan tanah.
 Kriteria dan dasar untuk desain lapisan akhir
 Pertimbangan kinerja lingkungan seperti keterbatasan penyelesaian dan penurunan
tingkat air tanah
 Cara di mana persyaratan pendukung yang berbeda telah dikembangkan untuk jenis
tanah yang berbeda, dan protokol yang harus diikuti di lapangan untuk penentuan jenis
penyangaan tanah untuk ganjaran; Mengacu pada spesifikasi untuk penjelasan rinci
tentang metode / rangkaian
 Kebutuhan dan alasan (dasar yang rasional) untuk instrumentasi kinerja tanah
termasuk dalam gambar dan spesifikasi

Pertimbangan Konstruksi(Construction Considerations)


 Perilaku dasar yang diantisipasi dalam menanggapi operasi konstruksi di masing-
masing tanah dan batuan
 Urutan konstruksi yang dibutuhkan
 Kesulitan konstruksi khusus yang diantisipasi
 Alasan untuk persyaratan yang terkandung dalam spesifikasi yang akan membatasi
sarana dan metode yang dipertimbangkan oleh kontraktor atau menentukan cara dan
metode spesifik (mis., Penggunaan perisai EPB atau slurry yang diperlukan)
 Baseline pemikiran (alasan rasional) untuk perkiraan awal arus masuk air tanah yang
akan dihadapi selama konstruksi, dengan nilai numerik dalam GBR dan cross-reference
dalam spesifikasi, atau nilai numerik dalam spesifikasi dan cross-reference di GBR; Untuk
terowongan batu, tingkat baseline arus masuk air tanah yang berkelanjutan di bagian
atasnya, dan aliran air tanah kumulatif yang akan dipompa di portal atau terowongan
 Alasan di balik teknik perbaikan tanah dan metode pengendalian air tanah yang
termasuk dalam Kontrak
Sumber keterlambatan, seperti aliran masuk air tanah, shears and faults, batu-batu besar, gas
berbahaya, tanah atau air tanah yang terkontaminasi, hot water, dan hot rock, dll.

3.5.3.2. Penulisan GBR


GBR harus disiapkan oleh orang-orang yang berpengalaman dan berpengetahuan luas. Pemilik
(owner) harus mempertahankan konsultan atau tim konsultan yang mencakup individu yang
berpengalaman dalam desain dan konstruksi proyek serupa. Pemilik(owner) harus memastikan
bahwa orang-orang ini akan terlibat secara intim/baik dengan persiapan dan tinjauan dokumen
GBR. Dokumen harus mengidentifikasi faktor-faktor yang sangat penting untuk pembangunan
proyek. Only through involvement of knowledgeable professionals will the important "drivers" be
identified and addressed.Menulis GBR harus dimulai setelah sebagian besar desain selesai, dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 22


Bab III Survei dan Investigasi

harus menjadi upaya kolaboratif di antara perwakilan tim desain dan pemilik proyek. Garis
besar dokumen pada awalnya harus disiapkan dan disepakati oleh tim desain. Draf awal
kemudian harus disiapkan oleh perusahaan yang menyiapkan memorandum geoteknik
interpretif, atau oleh pembuat rencana dan spesifikasi yang bekerja sama dengan perusahaan
tersebut. Dalam kedua kasus tersebut, interpretasi hasil eksplorasi dan kondisi lokasi yang
dikembangkan sebelumnya dalam proses perancangan harus ditransfer dengan benar ke GBR.
Semua draft GBR selanjutnya harus disiapkan oleh perusahaan(firm) yang menyiapkan
gambaran, spesifikasi dan item penawaran, dan harus ditinjau ulang di dalam tim desain dan
oleh pemiliknya(owner). Ini akan memudahkan konsistensi antara apa yang dikatakan dalam
GBR, apa yang terkandung dalam gambar dan spesifikasi, dan bagaimana kontraktor harus
diberi kompensasi, sambil mempertahankan perspektif yang tepat dibandingkan dengan
kondisi geoteknik yang diantisipasi. Selama persiapan GBR, pertemuan harus dilakukan dengan
pemiliknya(owner) untuk membahas topik baseline. Pemilik(owner) harus diberi tahu tentang
konsekuensi dari adverse presentation dari kondisi bawah permukaan yang diantisipasi,
dibandingkan dengan less adverse presentation, dan kebutuhan untuk tetap berada dalam batas
yang wajar. Implikasi relatif bagaimana item penawaran dikembangkan, harga penawaran awal,
potensial perubahan pesanan, dan biaya akhir pekerjaan harus ditinjau secara hati-hati dengan
pemiliknya(owner), yang menjadi peserta yang harusdiinformasi dalam penetapan baseline.
Interpretasi dan baseline statement yang tercantum dalam GBR harus mencerminkan sikap dan
preferensi alokasi resiko pemilik(owner). Persiapan GBR harus memperhatikan apa yang
tertulis, bagaimana tulisan itu ditulis, dan konteks penulisannya. Secara spesifik nuansa
(perbedaan kecil) inilah yang menjamin adanya tampilan baru/bersih yang independen, untuk
memastikan bahwa ambiguitas dan kesimpulan yang tidak disengaja dihapuskan sebelum
penerbitan untuk penawaran dan konstruksi. Pernyataan dalam GBRakan dikenai pengawasan,
interpretasi, dan kemungkinan salah tafsir oleh para pihak dalam menerapkan klausul DSC.
Tinjauan independen terhadap dokumen dianggap sebagai elemen penting dalam proses
pengembangan GBR terpadu, dan betul-betul disarankan. Persiapan pasti berfokus pada
elemen-elemen tertentu dari resiko desain dan potensi konstruksi, dan mengabaikan sumber
resiko atau ambiguitas lainnya. Ini tidak ada kaitannya dengan kualifikasi atau keahlian penulis,
namun dengan sifat manusia. Kaji ulang dapat dilakukan oleh individu internal atau eksternal
perusahaan yang terdiri dari tim desain. Yang paling penting adalah bahwa ulasan tersebut
merupakan tampilan baru/bersih oleh individu-individu yang memenuhi syarat.

3.5.3.3. Yang dibolehkan dan tidak dibolehkan


Baselines sulit ditulis tanpa ambiguitas. Insinyur geoteknik tidak dapat secara akurat
memprediksi sifat dan distribusi material di bawah tanah dan bagaimana reaksi tersebut
terhadap penggalian. Oleh karena itu, kecenderungannya adalah menggunakan kata-kata
ambigu untuk menggambarkan rentang sifat fisik dan perilaku material. Penggunaan kata-kata
ambigu "may," "can," "might," "up to," "could," "should," "ranges from ... to ... ," dan "would" tidak
tepat, dan harus dihindari dalam baseline statement. Kata-kata yang lebih baik untuk digunakan
termasuk "is," "will," dan "are". Penggunaan istilah definitif semacam itu berfungsi untuk
mengklarifikasi basis dimana DSC akan diterapkan. Seperti yang dibahas di Bagian 5.4,
penggunaan istilah semacam itu tidak boleh dilakukan oleh pemiliknya sebagai jaminan oleh
perancang bahwa material atau perilaku bawah tanah didefinisikan dengan tepat. Bila
memungkinkan, baseline statement harus dalam hal sifat terukur atau parameter yang dapat
diamati dan dicatat secara obyektif selama konstruksi. Penggunaan kata keterangan/tambahan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 23


Bab III Survei dan Investigasi

harus dihindari. Penggunaan kata sifat/keterangan seperti "large," "significant," dan"minor"


harus diukur atau dihindari. Jika istilah kualitatif digunakan, mereka harus distandarisasi dan
didefinisikan dalam tabel ringkasan atau glosarium di GBR. Sebagai tes sederhana saat menulis
sebuah pernyataan awal, ajukan pertanyaan: "Jika saya menemukan kondisi situs yang
berkaitan dengan baseline ini, apakah saya tahu jika hal itu berbeda dari kondisi yang
ditunjukkan?" Jika tidak ada jawaban apersetujuan yang cukup mudah, maka baseline statement
tidak cukup jelas. Baseline statement tentang perilaku dasar yang diantisipasi harus disajikan
dalam konteks dengan sarana/cara/alat dan metode yang dipilih oleh kontraktor. The Baseline
statement harus jelas bahwa tanah dapat diharapkan berperilaku berbeda dengan alternative
tools, methods, sequences, and equipment. Penyajian baseline tentang aliran air tanah perlu
mempertimbangkan metode, waktu, dan tanggung jawab untuk mengukur inflows. Aspek ini
harus didefinisikan secara jelas dan dinyatakan dalam GBR atau di tempat lain dalam Dokumen
Kontrak

3.5.3.4. Contoh Baseline


Contoh baseline statement yang bermasalah dan baik disajikan pada Tabel 3.2 (di sini kata-kata
yang bermasalah dan diperbaiki digarisbawahi untuk memudahkan pemahaman; kata-kata
baseline biasanya tidak digarisbawahi dalam GBR )

3.5.3.5. Konsistensi
Kelemahan mendasar dari praktik saat ini, sebagaimana dinyatakan dalam forum industry
adalah ketidakcocokan antara pernyataan dalam GBR dan elemen lainnya dan ketentuan lainnya
dalam Kontrak. GBR harus konsisten dengan dan melengkapi dokumen lainnya. Panduan
berikut berguna untuk mencapai tujuan ini:
 GBR dapat menyajikan alasan di balik persyaratan spesifikasi, namun harus
menghindari menyatakan persyaratan itu sendiri. Persyaratan terperinci harus
dinyatakan dalam spesifikasi saja.
 Karena setiap baseline steatment disiapkan dan diselesaikan, spesifikasi teknis dan
ketentuan pembayaran yang terkait dengan baseline statement tersebut harus ditinjau
untuk konsistensi dan kewajaran. Misalnya, tingkat groundwater inflow pada heading
dapat dinyatakan sebagai baseline. Spesifikasi perlu mendefinisikan istilah "heading",
dan di mana dan bagaimana pengukuran aliran air tanah harus dilakukan di lapangan.
Jika TBM dilibatkan, uraian ini harus mempertimbangkan keterbatasan fisik yang akan
mengendalikan tempat bendung atau sistem pengukuran arus lainnya
dapatdiimplementasikan. Ketentuan pembayaran yang termasuk dalam Kontrak untuk
penanganan dan pembuangan air harus konsisten dengan pernyataan dalam GBR dan
spesifikasi.
 Dokumen Kontrak lainnya harus direferensikan, bukan diulang atau diparafrasekan
ulang. Jika ada sesuatu yang disebutkan dua kali, bahkan hanya sedikit berbeda, elemen
ambiguitas diciptakan. Seperti spesifikasi, aturan dasarnya adalah "Katakan sekali, dan
katakan itu dengan baik."("Say it once, and say it well.")
 GBR harus menjelaskan bagaimana baseline berhubungan dengan data yang terdapat
dalam GDR. Misalnya, jika nilai maksimum Unconfined Compressive Strength(UCS) yang
diuji adalah 19.157 psi, namundiperkirakan batuan 25.000 psi, penjelasan berikut harus
disediakan: "UCS tertinggi yang diuji adalah 19.157 psi, namun batu yang paling keras

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 24


Bab III Survei dan Investigasi

tidak dapat ditemukan selama eksplorasi. Untuk tujuan baseline, penawar(bidder) harus
mengantisipasi bahwa batu dengan UCS hingga 25.000 psi akan ditemukan dalam
penggalian." Baseline harus menetapkan bahwa peralatan penggalian harus mampu
menggali batuan seberat 25.000 psi dan menunjukkan jumlah dari batu ini yang
diantisipasi. Spesifikasi harus menunjukkan bagaimana selama konstruksi kekuatan
batuan harus dievaluasi atau ditentukan.
 Pernyataan baseline kuantitatif harus dipresentasikan hanya sekali. Dimana baseline ini
disajikan tidak penting, asalkan GBR mengidentifikasi keberadaannya, dan
mengarahkan pembaca ke lokasinya dalam dokumen kontrak. Misalnya, jika ada
kebutuhan untuk menunjukkan panjang yang diantisipasi dari jenis tanah yang berbeda
yang akan dihadapi di terowongan, mungkin lebih bijaksana untuk menunjukkannya
pada gambaran, terkait dengan stabilisasi tanah atau persyaratan pendukung dasarnya.
Bagian gambar atau spesifikasi akan secara khusus dirujuk dalam GBR.
 Urutan didahulukan dari Dokumen Kontrak yang berbeda harus ditunjukkan secara
jelas dalam Ketentuan Umum atau Ketentuan Khusus, untuk menyelesaikan konflik yang
pastiakan ditafsirkan dalam dokumen.
Sementara hal di atas mungkin tampak aksiomatis dan mudah dicapai, kinerja masa lalu
menunjukkan bahwa potensi redundansi, ambiguitas, dan kontradiksi antara GBR dan Dokumen
Kontrak lainnya tinggi. Produk berkualitas tinggi yang diinginkan tidak akan tercapai kecuali
waktu dan anggaran yang tepat dialokasikan untuk memfasilitasi pengembangannya. Hal ini
dibahas lebih lanjut pada Bagian 6.6.

3.5.3.6. Waktu dan Anggaran untuk Persiapan


Persiapan GBR terpadu sama pentingnya dengan persiapan seperangkat gambar yang sesuai
dengan spesifikasi. Waktu dan usaha yang diberikan pengembangan gambar, spesifikasi teknis,
dan jadwal barang/item tawaran harus ditingkatkan lebih dari waktu yang dibutuhkan untuk
menyiapkan rancangan akhir GBR. Pekerjaan sebenarnya dimulai setelah "draft" akhir GBR telah
dipersiapkan. The added complexity of coordinating the drawings, specifications, schedule of bid
items, and GBR must be acknowledged in the budget for reviewing intermediate drafts, in
identifying discrepancies that will inevitably exist, and in making the necessmy revisions to achieve
internal consistency. Pemilik harus menghargai bahwa ini adalah uang yang dihabiskan dengan
baik. Pekerjaan yang tepat dalam mempersiapkan GBR terpadu akan membayar dividen dengan
cara mengurangi ambiguitas dan klaim yang tidak tepat selama persidangan

3.5.4. Perspektif Pemilik


3.5.4.1. Kenyataan di sektor publik
Pemilik proyek bawah tanah harus berurusan dengan isu-isu tertentu yang mungkin tidak
diharapkan oleh kontraktor dan konsultannya. Satu masalah adalah dana sangat terbatas.
Proyek publik harus bersaing berkali-kali dengan orang lain di tempat politik, untuk
mendapatkan dana modal. Ketika persaingan dan permintaan dana tinggi, "anggaran" untuk
proyek tertentu dapat didefinisikan ulang saat proyek bergerak melalui disain awal, desain
akhir, dan penawaran konstruksi. Ketika disain proyek sedang dikembangkan, "anggaran"
adalah jumlah perkiraan dan kontinjensi Engineer. Namun, begitu tawaran proyek, "anggaran"
sering kali menjadi jumlah kontrak yang diberikan; dana kontingensi dapat dihapus dan
dipindahkan ke proyek pekerjaan umum lainnya. Beberapa pemilik mungkin dapat
mempertahankan persentase dari jumlah penghargaan kontrak sebagai dana cadangan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 25


Bab III Survei dan Investigasi

Beberapa pemilik mungkin beruntung bisa membawa sebanyak 10 sampai 50 persen dari
jumlah kontrak, tergantung pada rancangan dan resiko geoteknik yang diantisipasi, untuk
mengatasi variasi yang mungkin timbul. Banyak pemilik, bagaimanapun, tidak begitu
beruntung. Permintaan dana tambahan dapat menunjukkan tingkat resiko politik bagi owner's
project manager atau project manager's supervisor, sejauh ada hambatan untuk mencari dana
tambahan selama masa konstruksi. Dalam organisasi tertentu, kinerja owner's project manager
dapat dinilai berdasarkan kemampuannya untuk menghindari "cost overruns." Dengan
demikian, pemilik(owner) mungkin lebih memilih untuk memiliki baselineyang mencoba untuk
meminimalkan perubahan susunan proyek. Sebagai alternatif, pemilik(owner) dapat memilih
untuk memasukkan tunjangan tertentu atau dana sementara dalam upaya untuk digunakan, jika
diperlukan, untuk penyesuaian kontrak. Pemilik(owner) juga mungkin lebih memilih untuk
menentukan rancangan dan prosedur konstruksi yang kurang beresiko namun lebih mahal
untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan secara politis, seperti resiko permukiman
jalan umum atau bangunan yang berdekatan

3.5.4.2. Penyelarasan Baseline


Dalam penjelasan konsep baseline di atas, dijelaskan bahwa baseline yang berbeda dapat
dikembangkan dengan mempertimbangkan data geoteknik yang sama. Dimana baseline
ditetapkan menentukan alokasi resiko dan memiliki pengaruh besar terhadap penerimaan
resiko, harga penawaran, jumlah perubahan susunan, dan biaya akhir proyek.
Pemilik (owner) harus didorong untuk berpartisipasi dalam menetapkan baseline dan harus
diberi tahu mengenai kemungkinan konsekuensi tingkat kesulitan masing-masing baseline.
Sebagai tambahan, perancang atau konsultan geoteknik harus menjelaskan interpretasi "paling
masuk akal" untuk pertimbangan pemiliknya (owner).
Sebuah baseline yang menggambarkan kondisi site yang relatif buruk/merugikan apabila:
 Menaikkan harga penawaran;
 Kurangi alokasi resiko kepada pemilik dan kurangi potensi perubahan
pesanan/susunan; dan
 Mungkin biaya pemilik lebih banyak, karena dia membayar kontingensi menghadapi
kondisi buruk, apakah kondisi tersebut benar-benar dihadapi atau tidak.
Sebuah baseline yang menggambarkan kondisi lapangan yang tidak merugikan
(menguntungkan) apabila:
 Menurunkan harga penawaran;
 Mengalokasikan lebih banyak resiko kepada pemilik dan meningkatkan potensi
perubahan pesanan/sususnan; dan
 Biaya pemilik kurang jika kondisi buruk tidak ditemui. Bergantung pada sifat kondisi
buruk, jika ditemui, biaya pemiliknya mungkin lebih mahal untuk kejadian itu karena
biayanya akan lebih banyak melalui prosesperubahan pemesanan/susunan daripada
jika kejadiannya ditangani dengan harga penawaran.1
1Ini diduga bahwa baseline yang less adverse tidak mengarah pada pemilihan cara dan metode
yang sama sekali berbeda untuk pekerjaan yang lebih sensitif terhadap perubahan kondisi site.
Jika ini masalahnya, biaya untuk menghadapi kondisi yang lebih buruk bisa sangat besar.

Baseline yang benar adalah yang paling realistis mencerminkan basis data dan interpretasi yang
dikembangkan selama eksplorasi dan perancangan lapangan. Namun, ini mungkin bukan
pilihan terbaik dari sudut pandang pemilik (owner). Sangat disarankan agar tim desain

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 26


Bab III Survei dan Investigasi

menyampaikan kepada pemilik (owner) konsekuensi potensial dari penetapan baseline pada
tingkat kesulitan yang berbeda, karena berkaitan dengan:
 Efek pada harga penawaran;
 Potensi perubahan pesanan yang berkaitan dengan kondisi site yang berbeda; dan
 Kemungkinan besar biaya keseluruhan konstruksi
Pemilik perlu menghargai hubungan timbal balik antara faktor-faktor di atas, dan berpartisipasi
dalam diskusi dan pertimbangan yang mendahului saat penyelarasan Baseline.
Pertimbangan dari pemilik (owner) dalam proses evaluasi ini, sangat penting untuk
membedakan dan mengantisipasi siapa "pemilik(owner)" selama fase perancangan
dibandingkan dengan tahap konstruksi. Selama proses perancangan, ketika ketetapan baseline
dibuat, kepentingan pemilik(owner) dapat ditunjukkan oleh individu dari cabang desain atau
rekayasa. Namun, ketika konsekuensi dari keputusan awal diwujudkan selama konstruksi,
pemilik(owner) dapat diwakili oleh pejabat senior atau anggota dewan yang tidak terlibat
selama disain dan sedikit atau tanpa pengalaman konstruksi. Kepentingan pemilik(owner)akan
terlayani dengan baik jika salah satu perwakilan berpartisipasi dalam menetapkan baseline,
atau diberi tahu tentang keputusan awal sebelumnya yang dibuat atas nama pemiliknya(owner)
3.5.4.3. Manajemen resiko untuk Pemilik Kegiatan (Owner)
Pemilik (owner) sangat peduli dengan pengelolaan resiko keuangan selama proses konstruksi.
Tiga elemen yang harus dipahami dan di hargai oleh pemilik(owner) sejak awal, dengan
menasihati tim desain secara hati-hati, adalah:
 Resiko konstruksi harus dialokasikan dan diterima secara adil; Pemilik menanggung
resiko kondisi bawah permukaan yang tidak diantisipasi. Resiko ini tidak bisa
dihilangkan.
 Tidak ada jaminan dasar terhadap kejadian untuk klaim kondisi lapangan yang berbeda,
atau bertentangan dengan kebutuhan untuk menyesuaikan kuantitas untuk harga
satuan pekerjaan.
 Terjadinya kondisi lapangan yang berbeda tidak mewakili dan itu sendiri merupakan
desain yang tidak tepat atas nama perancang. Biaya yang terkait dengan kondisi
lapangan yang berbeda oleh karena itu tidak dapat dipulihkan melalui asuransi
kewajiban Kesalahan dan Kelalaian perancang.
Pemilik harus mengerti apa yang bisa mereka lakukan untuk mengurangi resiko mereka. Salah
satu ukurannya adalah memberikan anggaran yang memadai untuk mengeksplorasi kondisi di
bawah permukaan, tidak hanya untuk tujuan para perancang, namun untuk persiapan tender
dan tujuan konstruksi. Tidak ada pengganti untuk melaksanakan program eksplorasi
menyeluruh. Semakin banyak yang diketahui tentang pekerjaan, semakin rendah biaya akhir
proyek nantinya. Jika ada area resiko yang teridentifikasi yang dapat dikelola atau dipahami
dengan lebih baik dengan mencari informasi tambahan dalam program eksplorasi tambahan,
pemilik harus bersedia menginvestasikan waktu dan uang untuk melakukan penyelidikan
tambahan semacam itu.
Langkah kedua adalah mempertahankan kualifikasi yang sesuai dan konsultan desain yang
berpengalaman untuk menyelidiki kondisi di bawah permukaan, untuk mengevaluasi potensi
resiko, dan untuk mempersiapkan gambar, spesifikasi, dan GBR yang sesuai dengan resiko
tersebut. Langkah ketiga adalah mengalokasikan anggaran yang cukup dan waktu yang cukup
untuk memungkinkan tim desain melengkapi desain, gambar dan spesifikasi, dan kemudian

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 27


Bab III Survei dan Investigasi

proses iteratif (berulang) yang diperlukan untuk menyiapkan GBR yang jelas, terpadu, dan
konsisten. Ketika proses eksplorasi dan perancangan dipercepat untuk memenuhi tenggat
waktu yang telah ditentukan, hasilnya mungkin merupakan GBR yang tidak standar, yang
kemungkinan akan meningkatkan biaya akhir proyek. Langkah keempat adalah
mengembangkan ketentuan pembayaran harga satuan yang bisa disesuaikan dengan kondisi
yang ditemui.
Dengan memasukkan item-item ini dalam jadwal penawaran, harga yang kompetitif untuk item-
item ini diperoleh selama proses penawaran. Harga item variabel untuk berbagai tingkat atau
jumlah item, seperti groundwater inflows, dukungan tanah, penggalian, dll, memberikan cara
yang efektif untuk menangani kondisi tersebut jika dan kapan ditemukan, dan dapat
menghilangkan klaim DSC. Langkah kelima adalah meminimalkan kesalahpahaman mengenai
apa yang ditunjukkan oleh GBR, dengan mendorong tinjauan dan diskusi jujur mengenai
baseline dengan penawar sebelum tawaran diterima. Ini mungkin lebih mudah dicapai dengan
pemilik pribadi daripada di domain publik. Namun, kemampuan untuk menghilangkan
ambiguitas di antara calon penawar sebelum diajukannya penawaran akan menyelesaikan
banyak pertanyaan yang mungkin akan menyebabkan terjadinya perubahan pesanan dan
perselisihan yang tak terduga.
Pemilik dapat mengelola eksposurnya terhadap biaya konstruksi tambahan dengan
mempertahankan dana cadangan selain dari kontrak konstruksi. Dana ini harus dipertahankan
sampai semua potensi desain dan resiko geoteknik telah ditangani. Dana cadangan yang sesuai
mungkin 50% atau lebih, tergantung pada resiko yang dipersepsikan.

3.5.4.4. Peran dan tanggung jawab


Meskipun berbagai peran dan tanggung jawab para pihak telah dibahas sebelumnya, ada
baiknya meringkasnya di sini. Pemilik(owner) harus:
 Menyediakan dana dan jadwal yang memadai untuk eksplorasi geoteknik dan untuk
persiapan dan peninjauan laporan baseline geoteknik;
 Berpartisipasi dalam proses penetapan baseline yang sesuai, setidaknya dia benar-benar
memahami dan menyetujui the baseline statements;
 Memahami liku-liku konstruksi bawah permukaan, dan mempertahankan dana
cadangan yang memadai sampai semua resiko potensial ditangani;
 Memberikan anggaran yang cukup selama konstruksi untuk mempertahankan
dokumentasi yang memadai mengenai kondisi aktual, sehingga para pihak dapat
menyetujui kondisi yang dihadapi, dan situasi dimana mereka berada; dan
 Segera ganti rugi kontraktor untuk klaim DSC yang sah (valid).
Peran dan tanggung jawab perancang adalah:
 Menyediakan perancang yang berpengalaman dalam desain dan konstruksi bawah
tanah untuk mempersiapkan dan meninjau ulang rencana, spesifikasi, dan GBR;
 Menginformasikan dan mendidik/mengajarkan pemilik(owner) mengenai tujuan dan
penggunaan baseline;
 Mengusulkan baseline yang realistis;
 Menulis baseline yang jelas dan definitif;
 Menulis baseline yang kompatibel dengan gambar dan spesifikasi; dan
 Menjelaskan baseline statement dan konsekuensinya kepada pemiliknya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 28


Bab III Survei dan Investigasi

Peran dan tanggung jawab Ahli geoteknik / ahli geologi teknik adalah:
 Menyediakan personil yang berpengalaman dalam penyelidikan site, pengumpulan data,
dan penyusunan laporan untuk proyek konstruksi bawah tanah;
 Menyiapkan interpretasi data yang membahas masalah desain dan konstruksi untuk
pilihan desain yang layak secara geoteknik; dan
 Berpartisipasi dalam penyusunan laporan baseline.
Peran dan tanggung jawab Kontraktor adalah:
 Mencari klarifikasi ketentuan kontrak yang tidak jelas sebelum mengajukan penawaran;
 Menawar pekerjaan dengan mempertimbangkan informasi GBR dan GDR, kontrak
baseline, dan interpretasinya mengenai kondisi geoteknik yang diantisipasi;
 Memahami dan menerima tingkat resiko yang terkait dengan asumsi penawarannya
yang less adverse dibandingkan dengan baseline;
 Menerima tanggung jawab untuk pemilihan sarana dan metode konstruksi, dan untuk
 Menyediakan sarana(means), metode, dan peralatan yang sesuai dengan kondisi
baseline; dan
 Lakukan penyesuaian yang diperlukan jika sarana dan metode yang awalnya dipilih
tidak sesuai.
Peran dan tanggung jawab Manajer konstruksi adalah:
 Mendokumentasikan dengan benar kondisi aktual yang dihadapi dan dampak kondisi
seperti itu pada konstruksi;
 Hati-hati dan teliti mempertimbangkan semua klaim DSC yang diajukan oleh kontraktor;
 Mengakui keberadaan dan mendorong pemilik untuk segera mengkompensasi
kontraktor untuk DSC yang valid; dan
 Bila sesuai, menjelaskan dengan tegas dan meyakinkan kepada kontraktor mengapa
klaim tertentu tidak valid.
Akhirnya, jika diminta, maka peran dan tanggung jawab petugas pengadilan adalah:
 Menghormati hirarki kontrak dari berbagai Dokumen Kontrak dan signifikansi kontrak
dari apa yang disajikan di baseline;
 Menghargai pengaruh peralatan, sarana, metode, pengalaman, dan efisiensi yang dipilih
kontraktor, perilaku dan kinerja keseluruhan;
 Merekomendasikan hak untuk kondisi yang lebih buruk daripada baseline jika mereka
menghasilkan biaya tambahan kepada kontraktor; dan
Menolak klaim-klaim yang didasarkan pada asumsi oleh kontraktor yang less adverse daripada
yang ditunjukkan di laporan baseline, atau jika kondisi yang sesuai dengan baseline ditemukan.

3.6. PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI


Secara definitif hidrogeologi merupakan suatu interaksi antara kerja kerangka batuan dan air
tanah. Dalam prosesnya, kegiatan ini menyangkut aspek-aspek fisika dan kimia yang terjadi di
dekat atau di bawah permukaan tanah. Termasuk di dalamnya adalah transportasi massa,
material, reaksi kimia, perubahan temperatur, perubahan topographi dan lainnya.
Survei hidrogeologi dilakukan bersamaan dengan eksplorasi geoteknik. Munculnya air dalam
terowongan bergantung terutama pada karakter dan distribusi saluran pengantar air dan
tingkat subsoil air (Szechy, 1970). Kasus tipikal yang ditemukan dalam penerowongan batuan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 29


Bab III Survei dan Investigasi

ditunjukkan pada gambar 3.3. Air tanah dan air dari akuifer yang saling terkait dimana
permukaan batuan jenuh dengan massa air yang membentang melebihi ketebalan lapisan atau
bagian utama lapisan akan menjadi yang paling berbahaya selama penerowongan.
Memposisikan terowongan di lapisan semacam itu harus dihindari. Apabila tidak bisa dihindari
maka diperlukan metode dan teknik khusus penerowongan untuk mengarahkan terowongan
melalui lapisan semacam itu.
Teknik dan metodenya bisa seperti memakai metode shields dan dewatering (pengeringan air)
dengan tekanan udara. Kemungkinan untuk menemukan terowongan di atas permukaan air
tanah dengan merelokasi alinemen terowongan juga harus dipertimbangkan. Pada gambar 3.4.
diilustrasikan tentang bagaimana memposisikan elevasi terowongan terhadap elevasi air tanah
yang ada, serta keuntungan dan kerugian yang ada (Szechy, 1970)
Kajian hidrologi dan hidrogeologi bertujuan untuk menganalisis pengaruh air tanah baik, yang
ada dipermukaan (hidrologi) maupun bawah tanah (hidrogeologi) dan mempelajari
karakteristik aquifer. Data ini dipergunakan sebagai masukan untuk lanjutan perancangan
penanganan terhadap air bawah tanah dalam penggalian dan sistem perkuatan terowongan.

Sambungan
Lempeng Batuan

Gambar 3.2. Tirai Air Hasil Infiltrasi Air dari Sambungan Lempeng Batuan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 30


Bab III Survei dan Investigasi

Lokasi paling
Hanya air logis
permukaan

1 1
GWL Kering dari sini

2 2
Vol. Rembesan Lokasi
berkurang sesuai gradien campuran

3 3
Bocoran air di sisi atap
dan keluarnya air pada Lokasi tidak
celah sambungan dari menguntungkan
semua sisi drift

Sumber : Szecy, 1970

Gambar 3.3. Alternatif Elevasi terowongan terhadap Kondisi Air Bawah Tanah

3.6.1. Macam-macam penyelidikan airtanah


Secara umum penyelidikan airtanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyelidikan di
permukaan dan penyelidikan bawah permukaan. Penyelidikan di permukaan biasanya
dilakukan dahulu karena relatif lebih murah dibandingkan dengan penyelidikan bawah
permukaan. skema macam penyelidikan airtanah seperti pada gambar 3.4.

Gambar 3.4. Skema penyelidikan airtanah

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 31


Bab III Survei dan Investigasi

3.6.2. Penyelidikan permukaan


Penyelidikan permukaan dibedakan menjadi dua yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung (pendugaan). Penyelidikan di permukaan secara langsung antara lain terdiri atas
penyelidikan geologi, geohidrologi, citra penginderaan jauh, hidrologi, geografi, pertanian dan
sebagainya. Penyelidikan ini terutama dilakukan pada tahap persiapan dan peninjauan
lapangan (reconnaissance). Sebelum dilakukan peninjauan lapangan harus sudah dikumpulkan
data mengenai bidang-bidang seperti tersebut di atas. Makin lengkap data yang dpat
dikumpulkan akan makin baik data analisis. evaluasi dan interpretasinya sehingga
memudahkan pelaksanaaan berikutnya dan peninjauan lapangan yang dilakukan hanya pada
tempat-tempat tertentu saja. Data geologi antara lain berupa peta geologi, dan keterangan-
keterangan kondisi geologi baik yang berupa kondisi geomorfologi, litologi, stratigrafi, dan
sebagainya. Data geohidrologi meliputi peta geohidrologi dan keterangan-keterangan mengenai
kuantitas, kualitas, nbaik airtanah dangkal maupun airtanah dalam, aliran tanah dan
sebagainya.
Data citra penginderaan jauh dapat mempercepat pelaksanaan penyelidikan. dari data ini dapat
untuk membedakan kondisi geologi, tanah, tumbuh-tumbuhan, penggunaan lahan, bahkan dari
foto geologi dapat untuk menentukan kondisi airtanah secara kasar, menentukan daerah
pengisian dan penglepasan, pola kekar dan sesar yang erat sekali hubunganaya dengan
porositas dan kelulusan air pada batuan. dengan mata air, rawa, tumbuh-tumbuhan tertentu
yang dapat diinterpretasikan dari foto udara tersebut menunjukkan adanya hubungan dengan
airtanah dangkal. Data hidrologi yang dikumpulkan meliputi antara lain data curah hujan
hidrometri, baik sungai mata air dan sebagainya, data peresapan, penguapan, iklim. data
geografi meliputi penggunaan tanah, penduduk dan sebagainya dan data pertanian meliputi
peta tanah, jenis dan luas sawah, hasil produksi pertanian, dan sebagainya. Pada penyelidikan di
permukaan secara langsung ini selain pengumpulan data dapat pula dilakukan pengukuran atas
pengamatan langsung di lapangan terutama untuk menambah data yang masih kurang misalnya
pemetaan, muka airtanah dangkal yang disertai dengan pengujian kualitas airtanah yang utama
misalnya daya hantar listrik, pH, dan beberapa unsur yang dianggap sangat penting juga dapat
pula disertai uji pompa pada sumur dangkal.
Penyelidikan di permukaan secara tidak langsung yaitu dengan pendugaan geofisika dilakukan
pada tahap penyelidikan pendahuluan maupun pada tahap studi kelayakan, pendugaan
geofisika yang dilakukan untuk keperluan penyelidikan airtanah adalah geolistrik dan
geodeismik. Geolistrik di sini lebih sering digunakan karena lebih praktis dan relatif lebih
murah. Dengan geolistrik dapat diukur harga tahanan jenis batan tergantung macam
materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas
air, dan suhu. Dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan jenis untuk setiap macam
batuan. batuan beku dan batuan ubahan mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 10 2
sampai 108 ohm meter. batuan endapan dan batuan yang lepas mempunyai harga tahanan jenis
berkisar antara 1 sampai 104 ohm meter.
Pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang
apabila makin besar kandungan airtanahnya atau makin besar kandungan garamnya (misalnya
airtanah asin). Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listyrik sehingga harga tahanan
jenisnya akan kecil.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 32


Bab III Survei dan Investigasi

Gambar 3.5. Kisaran harga tahanan jenis dari berbagai macam batuan
(amer.soc.civil engrs menurut TODD, 1980)

Ada beberapa cara pengukuran geolistrik berdasarkan rangkaian penempatan elektrodanya


antara lain rangkaian Wenner, rangkaian Schlumberger, rangkaian trielektroda, dan sebagainya.
Dari data lapangan tersebut lalu dibuat kurvanya . Kurva ini lalu dihimpitkan dengan kurva
baku sehingga harga tahanan jenis sesungguhnya dari setiap lapisan yang dijumpai dapat
ditentukan demikian pula masing-masing ketebalanya seperti pada gambar 3.6. Harga tahanan
jenis sesungguhnya tersebut yang diinterpretasikan macam batuannya dan kandungan
airtanahnya. Interpretasi ini akan lebih tepat apabila sudah ada data log bor di daerah tersebut
atau di sekitar lokasi pengukuran geolistrik sebagai pembanding atau setidak-tidaknya peta
geologinya.

Sumber : P2AT, DIY, 1983

Gambar 3.6. Kurva Vertical Electrical Sounding (VES)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 33


Bab III Survei dan Investigasi

Pendugaan geoseismik untuk penyelidikan airtanah biasanya adalah seismic refraksi


(pembiasan). Prinsipnya mengukur kecepatan rambat gelombang seismic dari setiap lapisan
batuan. Kecepatan tersebut akan bertambah pada keadaan jenuh air, sedangkan porositas
mempunyai kecenderungan menurunkan kecepatan seperti pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Kecepatan rambat gelombang seismik pada beberapa macam batuan
(Amer.Soc.civil Engrs. Menurut TODD, 1980)

Penempatan geophone dapat disesuaikan dengan tujuannya, misalnya diletakkan setengah


lingkaran yang disebut fan shooting atau diletakkan lurus seperti pada gambar 3.8 dan 3.9.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 34


Bab III Survei dan Investigasi

Gambar 3.8. Skema rambat gelombang pada sistem tiga lapisan (Bouwer, 1978)

Gambar 3.9. Grafik hubungan antara waktu dan jarak


dari sistem tiga lapisan (Bouwer, 1978)

Untuk mengetahui ketebalan lapisan misalnya D1 (gambar 68) dengan menggunakan rumus :
X1 V2  V1
D1 =
Z V2  V1

3.6.3. Penyelidikan bawah permukaan


Seperti halnya penyelidikan di permukaan, disinipun dibedakan menjadi dua, yaitu pemboran
eksplorasi dan logging geofisika. Pemboran eksplorasi meliputi pemboran, uji pompa dan
kualitas airtanah. Penyelidikan ini dilakukan mulai pada tahap penyelidikan pendahuluan,
walaupun masih sangat terbatas jumlahnya. Pemboran eksplorasi yang disertai uji pompa dan
uji kualitas airtanah terutama dilakukan pada tahap studi kelayakan. Bahkan pemboran
eksplorasi ini sering ditingkatkan menjadi sumur produksi pada tahap berikutnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 35


Bab III Survei dan Investigasi

Pemboran airtanah dapat dilakukan dengan sistem pemboran tumbuk atau dengan sistem
pemboran putar. Prinsip pemboran tumbuk adalah dengan mengangkat dan menjatuhkan
rangkaian alat bor yang digantung pada kawat sehingga terbentuk lubang bor, kemudian
mengambil serbuk bor (cutting) hasil tumbukan dengan alat timba (bailer). Komponen bor
tumbuk utama seperti pada gambar 3.10.

Gambar 3.10. Komponen utama bor tumbuk

Pemboran putar yang dikenal dengan reserve circulation rotary drilling (pemboran putar
dengan sirkulasi terbaik), yaitu pemboran yang disertai dengan pemompaan dari lubang bor
lewat pipa bor keluar ke dalam kolam dan air kembali dimasukkan kembali kelubang lewat
diantara pipa bor dengan dinding bor. Pemboran putar dengan sirkulasi air yaitu pemboran
putar yang disertai dengan memasukkan air dari kolam lubang bor lewat water swivel, pipa bor
sampai ke pahat bor dan kembali naik bersama sama serbuk bor keluar lewat antara pipa bor
dan dinding lubang bor dan dialirkan masuk ke dalam kolam. Sebelum masuk ke dalam kolam
serbuk bor diambil sebagai contoh dan dimasukkan ke dalam kotak contoh serbuk bor sesuai
dengan kedalamanya. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemboran adalah faktor
litologi, faktor mekanis, antara lain kecepatan putar bor, jenis mata bor, diameter pemboran,
faktor hidrolis antara lain jalanya sirkulasi, hilangnya gesekan, faktor zat alir antara lain berat
jenisnya, kekentalan dan faktor-faktor lain, yaitu kemampuan tenaga kerja, kemampuan mesin.
Di dalam melakukan pemboran sering dijumpai adanya berbagai persoalan antara lain : zat alir
yang berfungsi sebagai pengangkut serbuk bor. Zat alir perlu ditentukan berat jenisnya,
kekentalanya, dan debitnya agar serbuk bor lancer keluar. Persoalan lain yaitu terjepitnya bor
yang dapat disebabkan karena serbuk bor yang menyumbat, runtuhnya dinding bor, perubahan
tekanan antara Lumpur dan formasi pada wakto bor dalam keadan berhenti, pemboran tidak
tegak.
Pemboran yang tidak lurus dapat ditentukan karena faktor geologis, faktor mekanis misalnya
pahat bor terlalu berat/besar tidak sebanding dengan batang bor dan tekanan bor yang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 36


Bab III Survei dan Investigasi

diberikan. Hilangnya lumpur (zat alir) bor yang dikenal sebagai mud loss atau water loss. Hal ini
dapat disebabkan karena keadaan formasi batuan, lumpur yang digunakan atau kesalahan
teknik, misalnya terlampau dipaksakan sehingga meruntuhkan lubang bor dan membentuk
rongga yang memungkinkan hilangnya lumpur bor (zat alir). Persoalan yang lain adalah
jatuhnya rangkaian bor ke dalam lubang bor atau patahnya rangkaian tersebut. Untuk
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan memancing alat-alat yang jatuh kedalam lubang
bor. Alat pancing yang digunakan harus sesuai dengan alat yang jatuh ke dalam lubang bor.
Pencatatan yang dilakukan langsung di lapangan adalah berupa laporan pemboran yang berisi
laporan jalanya pemboran yaitu tentang tanggal pemboran (waktu pemboran), kedalaman
diameter pahat bor, kecepatan pemboran, muka airtanah sebelum dan sesudah pemboran, dan
keterangan lain mengenai serbuk bor, warna zat alir, debit air sirkulasi, dan sebagainya. dari
data ini dpat dibuat laporan geologi pemboran seperti pada tabel 26.
Dalam pemboran ini juga dilakukan uji pompa. Uji pompa yang dilakukan adalah uji pompa
jangka pendek (short periode pumping test) yaitu biasanya kurang dari 6 jam. Analisis uji pompa
harus disesuaikan dengan kondisi geohidrologi (kondisi akuifernya) seperti yang diterangkan
pada bab V.4 di muka. Selain uji pompa yang dilakukan pada setiap akuifer yang diketemukan
juga dilakukan pengambilan contoh air pada setiap akuifer yang dijumpai untuk dianalisis di
laboratorium seperti pada bab VII. Penyelidikan bawah permukaan yang lain adalah logging
geofisika antara lain terdiri dari loging listrik (electric logging), log sp (self potensial logging), log
sinar gamma (gamma-ray logging) dsb nya.
Log listrik dan log SP dilakukan pada lubang bor yang masih terbuka, sedangkan log sinar
gamma dapat dilakukan pada lubang bor yang sudah dikonstruksi. Log listrik mencatat tahanan
jenis semu lapisan batuan yang ada di dalam lubang bor dan spontaneous potensialnya, kedua
sifat tersebut berhubungan secara tidak langsung dengan sifat (jenis) litologi di dalam lubang
bor dan kualitas airtanahnya.

Tabel 1.5. Contoh laporan geologi pemboran airtanah


Proyek : Elevasi muka airtanah :
Lokasi : Elevasi dasar lubang bor :
No lubang bor : Kedalaman :
Tanggal mulai : Diameter lubang bor :
Tanggal selesai : Skala tegak :
Mesin bor : Dicatat oleh :
Sistem pemboran : Diperiksa oleh :
Kecepatan pemboran

Litologi
Kedalaman (m)

muka
Tebal (m)

Debit
Tanggal

nama batuan
Penampang

(t/m)

Penampang airtanah Keterangan


zat
lubang bor (m.a.t) litologi
alir
(m)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 37


Bab III Survei dan Investigasi

Dalam keadaan kering pasir dan lempung mempunyai tahanan jenis yang tinggi akan tetapi jika
mengandung air akan menurunkan harga tahanan jenis. Kenyataanya daya hantar listrik air
bervariasi sesuai dengan kandungan garam, sebagai contoh air destilasi mempunyai sifat daya
hantar listriknya jelek sehingga tahanan jenisnya tinggi. Air asin mempunyai daya hantar listrik
yang tinggi atau mempunyai tahanan jenis rendah.
Lempung yang mengandung air mempunyai tahanan jenis yang rendah , pasir dengan airtawar
mempunyai tahanan jenis yang relatif tinggi dibandingkan kalau kandungan aitnya asin. Pasir
dengan air asin mempunyai tahanan jenis yang rendah seperti pada lempung. Hal semacam ini
yang menyulitkan didalam menginterpretasikan kalau hanya berdasarkan harga tahanan jenis
saja. Sehingga dilakukan juga loging-logging yang lain. Selain itu apabila lubang bornya
terlampau besar maka yang tercatat hanya lumpur yang menempel pada lubang bor. dalam
interpretasi harus dipertimbangkan diameter lubang bor, tipe zat alir, kualitas air, porositas,
tingkat penempelan lumpur pada lubang bor dan tipe susunan rangkaian elektroda yang
digunakan. Sebagai contoh pada pasir yang mengandung airtanah dengan jumlah kandungan
garam (TDS) 600 bpj akan menunjukkan harga tahanan jenisnya setengahnya harga tahanan
jenis pada pasir yang mengandung airtanah dengan TDS sebesar 300 bpj. Log SP mencatat
perubahan spontaneous potensial atau self potensial nya sepanjang lubang bor. Selain log listrik
tersebut adalah log sinar gamma yang mancatat radiasi sinar gamma dari elemen-elemen
radioaktif pada lubang bor. Perubahan radiasi menunjukkan perubahan material pada setiap
lapisan batuan. pada lempung, shale, mempunyai elemen radioaktif lebih banyak dibandingkan
dengan batugamping, batupasir, ataupun pasir. Beberapa macam batuan mempunyai sifat
radioaktif seperti pada gambar 3.11

Gambar 3.11. Hubungan macam litologi dengan aktivitas sinar gamma (Johnson, 1975)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 38


Bab III Survei dan Investigasi

Contoh log geofisika menurut Johnson, 1975 : seperti pada gambar 3.12 dan 3.13.

Gambar 3.12. Contoh log geofisika (Johnson, 1975)

Gambar 3.13. Contoh log geofisika pada batuan (Johnson, 1975)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 39


Bab III Survei dan Investigasi

3.7. SINGKATAN DAN REFERENSI


3.7.1. Daftar singkatan
DSC Differing Site Condition
GBR Geotechnical Baseline Report
GDR Geotechnical Data Report
TBM Tunnel Boring Machine
USNCTT U.S. National Committee on Tunneling Technology
UTRC Underground Technology Research Council
3.7.2. Referensi
1. Pedoman Pengukuran Topografi untuk Jalan dan Jembatan No. 010/PW/2004;
2. Transportation Tunnel, Second Edition, S.Ponnuswamy, Taylor and Francis Group,
Madras India, 2016;
3. Geotechnical Baseline Reports For Construction, Technical Committee on Geotechnical
Reports of the Underground Technology Research Council, Randall J. Essex, P.E. , 2007;
4. Geotechnical Baseline Report For Outlet Works , Big Sand Wash Reservoir
Enlargement Project Contract C-2003-02 Volume 5, UINTA Basin Replacement Project,
Central Utah Water Conservancy Distric, 2003;
5. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima tahun 2016, Departemen Pendidikan
Nasional.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan III - 40


Bab IV Desain Terowongan

Bab IV
Desain Terowongan

Desain terowongan jalan merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu yang ada, selain dari
ilmu jalan raya tentang geometrik jalan juga yang merupakan faktor utama perencanaan
terowongan ini adalah metode penerowongan dan struktur terowongan itu sendiri. Di dalam bab
ini akan diuraikan tentang persyaratan geometrik jalan di dalam terowongan, metode
penerowongannya baik untuk tanah lunak, batuan dan campuran batuan, peralatan dan material
yang dipakai, serta jenis struktur pendukung massa terowongan yang kita sebut lining.

Materi yang disampaikan pada bab 4 ini adalah persyaratan yang secara umum diperlukan untuk
merancang/mendesain sebuah terowongan seperti persyaratan alinemen jalan raya beserta
perangkat geometrik lainnya, perancangan badan terowongan, perancangan struktur lining,
perancangan elektrikal dan mekanikal yang diperlukan di dalam terowongan serta sistem
perambuan nya.

4.1. PERSYARATAN JALAN RAYA


Terowongan jalan adalah bagian dari jalan raya yang dibangun apabila jalan melewati hambatan
alami atau untuk meminimalisir dampak lingkungan dari pembangunan jalan raya. Kondisi umum
untuk pertimbangan pembangunan terowongan antara lain :
 Daerah pegunungan yang sempit dan panjang dimana secara potongan melintang dapat
sangat mahal atau berdampak pada lingkungan, apabila tidak digunakan sistim terowongan.
 ROW (Daerah Milik Jalan) yang sempit dimana semua área permukaan dibutuhkan untuk
kepentingan jalan.
 Area persimpangan yang besar atau seri persimpangan yang berdampingan pada pola jalan
yang tidak biasa / beraturan.
 Melintasi Jalan rel, Runway bandara, atau fasilitas sejenis.
 Melintasi Taman, atau penggunaan lahan sejenis, yang sudah ada maupun yang
direncanakan.
 Dimana Biaya pembebasan lahan / ROW jalan, melebihi biaya konstruksi dan operasi
terowongan.
Secara umum standar desain pada jalan raya, seperti persyaratan geometrik untuk untuk
alinemen horizontal, dan alinemen vertical dan clearance, juga dapat digunakan pada desain
terowongan jalan, namun untuk pertimbangan biaya konstruksi maka persyaratan minimum
secara tipikal digunakan pada perencanaan terowongan jalan dengan meminimalkan / optimasi
dari semua dimensi pada Terwongan, dengan masih menjaga pengoperasian yang aman dan
berkeselamatan pada Terowongan. Untuk menjamin keselamatan jalan raya, desain geometric
harus mengevaluasi lebih mendalam mengenai : kecepatan rencana, lebar lajur dan bahu jalan,
lebar terowongan, alinemen horizontal dan vertical, kelandaian, jarak pandangan henti,
kemiringan melintang, superelevasi, horizontal dan vertical clearance. Persyaratan Teknis Jalan,

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 1


Bab IV Desain Terowongan

mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 Persyaratan Teknis Jalan
dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, terdiri dari :
4.1.1. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana ditetapkan dengan mempertimbangkan :
a. Sistim Jaringan jalan, yang terdiri atas :
1) Sistim jaringan jalan primer
2) Sistim jaringan jalan sekunder
b. Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT)
c. Spesifikasi penyediaan prasarana
d. Tipe medan (topografi) : datar, bukit dan gunung

Pemilihan kecepatan rencana diupayakan mendekati batas paling tinggi dengan


mempertimbangkan aspek keselamatan, ekonomi dan lingkungan. Dan apabila ada kendala
topografi dan tata guna lahan atau kendala lain yang tidak dapat dihindari maka dapat dipilih
batas paling rendah. Kecepatan rencana pada suatu ruas jalan harus seragam sepanjang ruas
jalan, kecuali pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 60 km/jam atau lebih terdapat segmen
yang sulit untuk memenuhi kecepatan tersebut, maka kecepatan rencana pada segmen tersebut
dapat diturunkan maksimal 20 km/jam dan harus seizin penyelenggara jalan. Kecepatan rencana
pada terowongan, mengacu pada Permen PU No. 19/PRT/M/2011 untuk kecepatan jalan adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Kecepatan Rencana Pada Terowongan

Uraian Jalan Raya Jalan Sedang


Medan datar 60 - 120 60 - 80
Kecepatan Medan bukit 50 - 100 50 - 80 Sistim Jaringan jalan Primer
rencana, Vr Medan gunung 40 - 80 30 - 80
(km/jam)
40 - 100 40 - 80 Sistim jaringan jalan sekunder

4.1.2. Lebar Badan Jalan


Lebar badan jalan meliputi jalur lalu lintas, bahu jalan, median dan Pemisah lajur. Jalur lalu lintas
dapat terdiri dari satu atau lebih lajur jalan, lajur jalan yang digunakan mengacu pada Lampiran
Permen No. 19/PRT/M/2011, untuk Jalan raya sebagai berikut :

Tabel 4.2. Lebar Lajur Jalan


Jalan
Uraian Jalan Raya
Sedang
Medan datar < 110.000 < 82.000 < 61.000 < 22.000 Sistim
Medan bukit < 106.600 < 79.900 < 59.800 < 21.500 Jaringan
jalan Primer
Medan gunung < 103.400 < 77.700 < 58.100 < 20.800
LHRT (SMP/hari) Sistim
jaringan
< 145.900 < 109.400 < 72.900 < 27.100
jalan
sekunder
Lebar Jalur (m) Vr < 80 km/jam 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 2 x 3,5
Vr > 80 km/jam 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6) -
Lebar jalur Vr < 80 km/jam 2x(4x3,5) 2x(3x3,5) 2x(2x3,5) 2 x 3,5
terowongan (m) Vr > 80 km/jam 2x(4x3,6) 2x(3x3,6) 2x(2x3,6)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 2


Bab IV Desain Terowongan

Lebar badan jalan di dalam terowongan sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter.


Lebar bahu jalan paling kecil mengacu pada Lampiran Permen No. 19/PRT/M/2011, untuk Jalan
raya sebagai berikut :
Tabel 4.3. Lebar Bahu Jalan
Jalan
Uraian Jalan Raya
Sedang
Medan datar Bahu luar 2,0 m dan bahu dalam 0.5 1
Sistim Jaringan jalan
Lebar bahu Medan bukit Bahu luar 1,5 m dan bahu dalam 0.5 1
Primer
jalan paling Medan gunung Bahu luar 1,0 m dan bahu dalam 0.5 0,50
kecil (m) Sistim jaringan jalan
Bahu luar 2,0 m dan bahu dalam 0.5 1,50
sekunder

Apabila bahu jalan tidak diadakan, maka harus dissediakan lajur tepian di kiri dan di kanan jalur
lalu lintas, minimal dengan lebar 0,50 m. Median pada jalan raya berfungsi untuk memisahkan
arus lalu lintas yang berlawanan arah. Median jalan terdiri atas marka garis tepi, jalur tepian atau
bahu dalam dan bagian tengah median (yang ditinggikan atau direndahkan). Lebar median diukur
sesuai dengan jarak antara sisi dalam marka garis tepi. Median Jalan paling kecil mengacu
Lampiran Permen No. 19/PRT/M/2011, untuk jalan raya sebagai berikut :

Tabel 4.4. Median Jalan


Uraian Jalan Raya Jalan Sedang
direndahkan 9
1,50 m ditinggikan setinggi kerb untuk
kecepatan rencana < 60 km/jam (lebar
bahu dalam = 0,50 m dan lebar pemisah Sistim
Lebar
setinggi kerb = 0,50 m) Jaringan
Median
Tanpa Median jalan Primer
paling ditinggikan 2,00 m ditinggikan setinggi 1,10 m berupa dan
kecil (m)
penghalang beton untuk kecepatan Sekunder
rencana > 60 km/jam (Lebar bahu dalam
= 0,75 m dan lebar bangunan pemisah
setinggi beton = 0,50 m)

Pemisah lajur digunakan untuk memisahkan arus lalu lintas searah yang berbeda kecepatan
rencananya atau berbeda kecepatan operasionalnya atau berbeda peruntukan jenis kendaraan
yang diijinkan beroperasinya atau berbeda kelas fungsi jalannya. Lebar lajur pemisah terdiri atas :
marka garis tepi, lajur tepian dan bagian bangunan pemisah lajur yang ditinggikan.
Lebar lajur pemisah paling kecil ditetapkan :
- 1 (satu) meter untuk lajur pemisah tanpa rambu
- 2 (dua) meter untuk lajur pemisah yang dilengkapi dengan rambu.

4.1.3. Kapasitas Jalan


Kapasitas jalan untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh tingkat pelayanan yang merupakan rasio
antara volumen lalu lintas terhadap kapasitas jalan (selanjutnya disebut RVK) dan ditetapkan
sebagai berikut :
a. RVK untuk jalan arteri dan kolektor paling tinggi 0,85
b. RVK untuk jalan lokal dan lingkungan < 0,90

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 3


Bab IV Desain Terowongan

Nilai kapasitas jalan ditetapkan berdasarkan manual tentang kapasitas jalan yang berlaku di
Indonesia (MKJI)
4.1.4. Alinemen Terowongan
Secara umum perencanaan alinemen terowongan jalan harus mempertimbangkan kondisi
geologi, geoteknik dan groundwater di lapangan serta kendala lingkungan.

4.1.4.1. Alinemen Horisontal


Terowongan harus dibuat sependek dan sepraktis mungkin karena perasaan terkurung dan
perbesaran kebisingan lalu lintas akan menjadi tidak nyaman bagi pengendara, dan terowongan
adalah bangunan jalan raya termahal yang harus dibuat. Alinemen horizontal pada terowongan
butuh perhatian desain yang baik. Menjaga panjang terowongan selurus mungkin tidak hanya
meminimalisir panjang tapi juga meningkatkan efisiensi operasi. Terowongan yang didesain
dengan lengkungan ekstrim dapat menyebabkan terbatasnya jarak pandang henti. Karena itu,
jarak pandang terhadap muka dinding terowongan harus diperhatikan secara hati-hati.
Perencanaan alinemen horizontal harus mempertimbangkan kecepatan lalu lintas, jarak pandang
dan superelevasi. Secara umum untuk jari-jari tikungan harus sebesar mungkin dan tidak kurang
dari 255 m . Namun, tambahan tikungan sedikit diperlukan untuk keperluan :
 mengakomodasi ventilasi, area tahapan konstruksi dan fasilitas tambahan lainnya
 untuk menghindari kehilangan kewaspadaan / kelelahan karena jalan yang monoton
pada jalan terowongan yang panjangnya > 3 km .
 untuk mengurangi kemungkinan manuver mendahului dan juga efek silau dari sinar
matahari pada jalur pendekat dan jalan keluar dari terowongan.
Tikungan yang lebih sulit dapat dipertimbangkan pada tahap detil desain berdasarkan pemilihan
metode terowongan Kemiringan superelevasi, yang menaikkan elevasi permukaan jalan dari tepi
dalam ke tepi luar dari Jalan, disarankan 1% - 6%. Panjang jalan keluar terowongan sampai ke
persimpangan jalan paling sedikit 300 m, digunakan untuk penempatan rambu lalu lintas yang
digunakan.
Jarak Pandangan Henti, menurut referensi dari Road tunnels Norwegia adalah sesuai dengan
deskripsi sebagai berikut :

Gambar 4.1. Panjang jarak pandangan Henti dalam terowongan

Tabel 4.5. Jarak Pandangan Henti minimum (LS), satuan m


Kecepatan LHRT (20) 0 - 1500 LHRT (20) 1500 - 5000 LHRT (20) > 5000
Rencana ≥ -8 % -7-+7 % ≥8% ≥-8% -7-+7 % ≥8% ≥-8% -7-+7% ≥8%
(km/jam)
50 55 49 41 59 57 47 64 54 49
60 72 64 58 79 68 61 88 73 64
70 94 82 74 109 87 77 116 94 82
80 119 102 91 131 109 96 149 119 102

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 4


Bab IV Desain Terowongan

90 146 124 110 164 134 116 189 147 124


100 178 149 131 201 162 139 234 178 149
110 215 177 154 244 193 165 288 215 177
120 255 208 180 293 229 193 350 255 208

Apabila jari-jari tikungan kurang dari yang diperlukan untuk mencapai minimal jarak pandangan
henti (LS) dalam tabel di atas, maka sisi dalam lengkung harus diperlebar. Perhitungan pelebaran
sama seperti pada jalan normal. Hubungan antara Jari-jari (R) tikungan, jarak pandangan henti
(LS) dan jarak dari mata pengemudi ke dinding terowongan (B) diberikan dalam rumus sebagai
berkut :
R = (LS)2 / 8B

Pada terowongan dengan lalu-lintas 2 arah, pandangan mata pengemudi diasumsikan 1,1 m di
atas lajur lalu-lintas dan 1m dari as jalan (lihat gambar di atas).

4.1.4.2. Alinemen Vertikal


Kelandaian terowongan jalan harus dievaluasi berdasarkan kenyamanan pengemudi, dan juga
mempertimbangkan faktor-faktor biaya konstruksi serta biaya pengoperasian dan pemeliharaan.
Kelandaian terowongan jalan utama disarankan tidak melebihi 4% (pada Permen PU No.
19/PRT/M/2011 kelandaian maksimum 3%), dan kelandaian sampai 6% dapat digunakan
apabila memungkinkan. Tanjakan curam dan panjang mungkin akan memerlukan lajur
pendakian untuk kendaraan berat, Namun untuk alasan/pertimbangan ekonomi dan ventilasi,
lajur pendakian harus dihindari dalam terowongan. Tambahan lajur pendakian melalui
terowongan akan menuntut pertimbangan yang lebih kompleks dalam pelaksanaan, khususnya
pada terowongan sistim bor.
Kelandaian maksimum, menurut referensi dari Road Tunnels Norwegia

Tabel 4.6. Kelandaian Yang Diijinkan Dalam Terowongan


Lalu lintas 2 arah Lalu lintas 1 arah
LHRT (20) 0 - 1500 > 1500 < 15000 > 15000
Kelandaian maksimum 8% 7% 7% 6%

4.1.5. Clearance (Ruang bebas horizontal dan vertikal)


Tinggi ruang bebas vertikal harus mempertimbangkan tinggi kendaraan yang potensial dimasa
mendatang, toleransi pelaksanaan, dan kemungkinan settlement pada struktur dan tanah,
Peralatan ventilasi, penerangan, rambu lalu lintas, dan peralatan yang lainnya. Tinggi ruang bebas
vertikal harus dipilih seekonomis mungkin sesuai dengan ukuran dari kendaraan. Menurut
AASHTO green book edisi 5th (2004) direkomendasikan sebagai berikut :
- Jalan bebas hambatan = 4.9 m
- Jalan yang lain = 4.3 m
Permen PU no. 19/PRT/M/2011 memberikan ketentuan tinggi ruas bebas vertikal paling rendah
5.1 m dari permukaan jalan. Tinggi ruang bebas vertikal juga harus mempertimbangkan pelapisan
ulang jalan raya nantinya. Meskipun direkomendasi bahwa pelaksanaan lapis ulang dalam
terowongan dilaksanakan setelah lapisan sebelumnya dibongkar. Adalah bijaksana memberikan
batasan kelonggaran untuk lapis ulang tanpa membongkar perkerasan lama. Pertimbangan harus
juga diberikan untuk antisipasi jika truk menabrak barrier atau naik ke trotoar, untuk mencegah

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 5


Bab IV Desain Terowongan

kerusakan dari langit-langit terowongan atau komponen dari sistim yang dipasang pada langit-
langit atau dinding terowongan. Pipa ventilasi terowongan, jika diperlukan dapat disediakan di
atas atau di bawah lajur lalu lintas, atau disampingnya. Dengan memindahkan ventilasi dari atas
ke samping dapat mengurangi kelandaian terowongan atau mengurangi panjang. Rambu
peringatan batas ketinggian dan rute pencabangan harus disediakan sebelum lalu lintas mencapai
jalan masuk terowongan.

4.1.6. Tampang Melintang Terowongan


secara umum ada 3 tipikal bentuk terowongan : bulat, persegi panjang, dan lengkung. Bentuk dari
terowongan terutama ditentukan dari kondisi tanah dan metode konstruksi. Penampang
melintang dari terowongan jalan harus dapat mengakomodasi ruang bebas horisontal dan
vertikal dari lalulintas dan kebutuhan elemen yang lain. Tipikal elemen potongan melintang
meliputi:
 Jalur lalu-lintas
 Bahu jalan
 Jalur Pejalan kaki dan kerb
 Terowongan drainase
 Ventilasi terowongan
 Penerangan terowongan
 Utilitas dan sumber tenaga listrik terowongan
 Pipa suplai air untuk pemadam kebakaran
 Cabinet untuk hose reels and fire extinguishers
 Signal dan rambu-rambu di atas jalur jalan raya
 Kamera pengawas CCTV
 Telepon darurat
 Peralatan komunikasi
 Peralatan monitoring untuk emisi berbahaya dan visibility
 Rambu jalan keluar emergency yang diterangi (jelas) pada ketinggian yang cukup
sehingga dapat terlihat apabila ada kasus kebakaran atau asap.
Elemen tambahan mungkin diperlukan pada persyaratan desain tertentu dan harus
dipertimbangkan ketika merencanakan konfigurasi geometrik terowongan. Elemen lain yang
disebut di atas diperlukan untuk fire and safety protection pada terowongan yang panjangnya
lebih dari 300m atau 240m apabila jarak maksimum dari setiap titik dalam terowongan pada titik
safety melebihi 120m (NFPA, edisi terakhir).
Beberapa persyaratan bentuk terowongan diberikan lebih variatif oleh Norwegian Public Road
Administration Road Tunnels 2004, dimana kategori terowongan ditentukan berdasarkan estimasi
volume traffic 20 tahun setelah pembukaan, LHRT(20). Apabila volume traffic bervariasi
sepanjang hari atau sepanjang tahun, atau terdapat ketidakpastian yang besar dalam perhitungan
LHRT (20), maka kategori terowongan dapat ditentukan berdasarkan kriteria yang dipilih,
pemilihan kategori harus disetujui oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 6


Bab IV Desain Terowongan

Lebar Terowongan Total

CL Jalan Raya CL Terowongan CL Jalan Raya CL Terowongan


CL Jalan Raya

Ruang Bebas Vertikal


Ruang Bebas Horisontal

Tinggi Terowongan
-
Safety Walk

Ruang Bebas Vertikal


Lebar Terowongan

Safety
Walk Ruang Bebas Horisontal

Gambar 4.2. Terowongan persegi (kotak) 2 sel

CL Terowongan
CL Jalan Raya
CL Jalan Raya

Gambar 4.3. Terowongan bulat


Tinggi Terowongan

Ruang Bebas Horisontal


Ruang Bebas Vertikal

Lebar Terowongan
Tinggi Terowongan
Ruang Bebas Horisontal Ruang bebas vertikal

Safety
Walk

Lebar Terowongan

Gambar 4.4. Terowongan bentuk lengkung (tapal kuda dan oval)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 7


Bab IV Desain Terowongan

LHRT

Panjang terowongan (km)

Gambar 4.5. Kategori terowongan berdasarkan volume lalu-lintas dan panjang


Kategori terowongan adalah dasar untuk menentukan potongan melintang yang spesifik, jumlah
lajur lalu-lintas, kebutuhan untuk tempat parkir darurat (emergency lay by), tempat putar
(turning point) dan peralatan keamanan. Gambar di atas diterapkan pada terowongan dengan
panjang lebih besar dari 500 m. Pada awalnya potongan melintang (< 500 m) juga dipilih
berdasarkan gambar di atas dengan lebar bahu jalan pada terowongan sama seperti bahu pada
jalan normal.
Potongan Melintang Terowongan T4 ini digunakan untuk Pedestrian dan jalur sepeda
serta sebagai lubang adit untuk kegiatan monitoring dan perawatan, jalur evakuasi dan
operasional pemeliharaan terowongan. Dan dapat juga digunakan sebagai jalan
interkoneksi dalam terowongan dengan 2 tabung (two tube) pada kategori terowongan E
dan F.
Potongan Melintang terowongan (T 5.5) digunakan untuk jalan / akses dengan lajur tunggal pada
kategori terowongan A.
Potongan melintang terowongan T7 dapat digunakan pada jalan lajur tunggal dengan
kemungkinan apabila ada kendaraan rusak masih dapat dilalui. Lebar lajur lalu litas 3.5 m dan
lebar lajur darurat 1.5 m.
Potongan melintang terowongan T 8.5 digunakan untuk terowongan dengan lalu-lintas 2 arah
dalam kategori terowongan B dan C. Sedangkan pada kategori terowongan E digunakan untuk
tiap tabung.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 8


Bab IV Desain Terowongan

1 .2 7 36

4.60
4.60
4.60
3.00

0.50 3.00 0.50


0.25 0.25
0.25 0.25
0.75 3.50 0.75 0.75 3.50 1.50 0.75 0.25 0.25
0.75 3.25 3.25 0.75

Gambar 4.6. Terowongan T4 Gambar 4.7. Terowongan T 5.5 Gambar 4.8. Terowongan T 7 Gambar 4.9. Terowongan T 8.5

4.60
4.60

0.25 0.25
0.25 0.25
1.00 3.50 3.50 1.00
0.75 3.25 3.25 3.00 0.75

Gambar 4.10. Terowongan (T 9.5) Gambar 4.11. Terowongan T11.5 Gambar 4.12. Terowongan T 12.5

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 9


Bab IV Desain Terowongan

Potongan melintang terowongan T 9.5 digunakan untuk lalu-lintas 2 arah pada kategori
terowongan D. Dan digunakan pada tiap tabung pada kategori terowongan F, serta dapat
digunakan pada Kategori terowongan C dan E untuk jaringan jalan utama.
Potongan melintang terowongan T 11.5 dapat digunakan jika ada kebutuhan untuk 3 lajur atau
untuk parkir darurat (emergency lay by) pada kategori terowongan B,C dan E.
Potongan melintang terowongan T 12.5 dapat digunakan jika ada kebutuhan untuk 3 lajur atau
parkir darurat (emergency lay-by) pada kategori terowongan D dan F

Gambar 4.13. Tempat parkir darurat (emergency lay-by)

Tempat parkir darurat dapat juga difungsikan untuk tempat berputar kendaraan ringan /
kecil.

Gambar 4.14. Tempat putar (Turning point)

Tempat putar seperti gambar di atas dapat digunakan berputar untuk kendaraan berat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 10


Bab IV Desain Terowongan

Tabel 4.7. Jarak normal antar tempat parkir dan tempat putar.
Kategori Jarak normal tempat Jarak normal
Keterangan
terowongan parkir darurat tempat putar
A - -
B 500 m 2000 m
C 375 m 1500 m
D 250 m 1000 m
E,F 500 - Diterapkap pada masing-masing
tabung terowongan

Gambar 4.15. Cekukan (Niche) untuk peralatan teknis

Tabel 4.8. Peralatan keamanan dalam terowongan


Kategori Terowongan
Peralatan
A B C D E F
Tempat parkir darurat v v v v v
Tempat putaran v v v
Evakuasi Pejalan Kaki v v
Emergency power supply v v v v v
Emergency exit lighting o v v v
Emergency exit sign v v
Emergency telepon v v v v v
Fire extinguisher o v v v v v
Air untuk pemadam kebakaran v v v v v
Flashing red stop signal v v v v v
Changeable signs o o o o o
Lane signal o o
Pengawasan CCTV o o
Peralatan komunikasi dan siaran radio v v v v v
Kontrol tinggi barrier v v v v v v

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 11


Bab IV Desain Terowongan

KATEGORI TEROWONGAN B``

Tempat parkir darurat : setiap 500 m


Telepon darurat (E) : setiap 500 m (di parkir darurat)
Pemadam kebakaran (F) : setiap 250 m

Gambar 4.16. Tempat parkir darurat dan peralatan keamanan

KATEGORI TEROWONGAN C

Tempat parkir darurat : setiap 375 m


Telepon darurat (E) : setiap 375 m (di parkir darurat)
Pemadam kebakaran (F) : setiap 125 m

Gambar 4.17. Tempat parkir darurat dan peralatan keamanan

KATEGORI TEROWONGAN D

Tempat parkir darurat : setiap 250 m


Telepon darurat (E) : setiap 250 m (di parkir darurat)
Pemadam kebakaran (F) : setiap 125 m, setiap 250 di sisi yang berlawanan

Gambar 4.18. Tempat parkir darurat dan peralatan keamanan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 12


Bab IV Desain Terowongan

KATEGORI TEROWONGAN E

Tempat parkir darurat : setiap 500 m (tiap lajur)


Interkoneksi (jalur jalan kaki) : setiap 250 m
Telepon darurat (E) : setiap 250 m (di parkir darurat)
Pemadam kebakaran (F) : setiap 125 m (tiap arah)

Gambar 4.19. Tempat parkir darurat dan peralatan keamanan

KATEGORI TEROWONGAN F

Tempat parker darurat : setiap 500 m (tiap lajur)


Interkoneksi (jalur jalan kaki) : setiap 250 m
Telepon darurat (E) : setiap 250 m (di parkir darurat)
Pemadam kebakaran (F) : setiap 62.5 m (tiap arah)

Gambar 4.20. Tempat parkir darurat dan peralatan safety

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 13


Bab IV Desain Terowongan

Intersection (pertemuan sebidang) pada jalan masuk dan dalam terowongan

Gambar 4.21. Panjang lajur percepatan dan taper pada jalan masuk dan dalam terowongan

Kecepatan rencana (km/jam) 60 70 80 90 - 100


L1 (m) 80 110 140 175
L2 (m) 30 50 50 50

Intersection (pertemuan sebidang) pada jalan keluar terowongan

Jalan akses langsung

Jalan akses pararel

Jalan akses pararel

Gambar 4.22. Panjang lajur perlambatan dan taper pada jalan keluar terowongan

Kecepatan rencana (km/jam) 70 - 80 90 - 100


L1 (m) 70 90
L2 (m) 30 50

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 14


Bab IV Desain Terowongan

4.1.7. Lajur Lalu Lintas Dan Bahu Jalan.


Seperti yang didiskusikan sebelumnya, untuk tujuan perencanaan dan desain, setiap lebar lajur
terowongan jalan harus tidak lebih dari 3.6 meter rekomendasi Green Book edisi ke 5
(AASHTO,2004). Lebar lajur jalan sesuai ketentuan Permen PU no.19/PRT/M/2011 telah
dijelaskan pada persyartan teknis jalan di atas. Walaupun Green Book menyebutkan bahwa
disarankan untuk memberikan bahu kanan dan kiri yang penuh pada terowongan, namun juga
diketahui bahwa biaya bahu jalan penuh akan sangat mahal. Pengurangan lebar bahu pada
terowongan itu sudah biasa. Pada beberapa situasi bahu sempit diberikan pada kedua sisi.
Kadang bahu malah dihilangkan dan diganti dengan barrier.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh World Road Association (PIARC) dan diterbitkan laporan
yang berjudul “Cross Section Geometry in Unidirectional Roads” 2001; lebar bahu bervariasi dari
negara ke negara dan rentangnya 0 sampai 2,75 m. biasanya lebarnya 1 meter. Disarankan dari
unidirectional road tunnel bahwa bahu kanan antara 1-2 meter dan bahu kiri 0.6 m tidak
memberikan persyaratan mínimum untuk bahu jalan pada terowongan, namun mensyaratkan
minimum 0.6 meter tambahan pada lebar lajur struktur approach. Green Book juga
merekomendasikan ketentuan lebar bahu harus melalui analisa yang dalam terhadap semua
aspek. Dimana itu tidak realistik (untuk faktor ekonomi dan pembuatan) untuk dibuat bahu jalan
pada terowongan, tundaan lalu lintas dapat terjadi jika kendaraan mogok pada heavy traffic. Pada
terowongan panjang, jalan keluar darurat kadang diberikan untuk mengakomodasi kendaraan
mogok.
Untuk mencegah kendaraan menabrak dinding terowongan, beton pembatas (deflecting concrete
barrier) dengan kemiringan atau kemiringan sebagian pada daerah permukaan, sering digunakan.
Ketinggian barrier harus tidak terlalu besar yang mengakibatkan penyempitan dinding atau juga
tidak terlalu rendah sampai kendaraan bisa menaikinya. Barrier setinggi 1 meter sudah cukup.
Pengurangan lebar bahu dari jalan ke muka barrier memiliki rentang antara 0.6 sampai 1.2 meter
dianggap cukup. Gambar 4.23 menjelaskan contoh tipikal tampang melintang terowongan jalan
dengan 2 lajur standar dengan lebar 3,6 meter dan 2 bahu jalan yang dikurangi.

Bahu 0,6 M
3,6 m 3,6 m
1,2 M Lajur Jalan Lajur Jalan

Bahu

Bahu Jalan PGL


Kemiringan 2%

Gambar 4.23. Tipikal Section Terowongan Jalan dengan 2 Jalur

4.1.8. Jalur Pejalan kaki dan kerb


Walaupun pejalan kaki tidak diperbolehkan pada terowongan jalan, trotoar dibutuhkan pada
terowongan untuk menyediakan jalan keluar darurat dan akses bagi bagian pemeliharaan
/maintenance. Green Book edisi ke 5 menyarankan trotoar dengan lebar 0.7 m atau lebih lebar
pada bahu jalan digunakan sebagai jalan darurat, serta barrier yang agak tinggi untuk mencegah
kendaraan untuk merusak finishing dinding terowongan atau pencahayaan yang tersedia.
Tambahan, NFPA 502 mensyaratkan jalan darurat dengan minimum lebar 1.12 m

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 15


Bab IV Desain Terowongan

4.1.9. Portal dan jalur pendekat (approach)


Portal terowongan dibutuhkan pertimbangan desain khusus. Portal harus terletak pada tanah
stabil dengan ruang yang cukup. Orientasi portal harus menghindari arah timur atau barat untuk
menghindari sinar matahari. Terowongan dengan volume lalu lintas dan terowongan panjang
harus dilengkapi dengan kendaraan darurat pada masing-masing ujung dengan potensi akses
pada semua lalu lintas. Truk derek harus mampu menyingkirkan kendaraan mogok sebagaimana
metode tradisional dengan menarik. Kendaraan tersebut harus dipasang dengan peralatan
pemadam kebakaran, tergantung pada jarak pemadam kebakaran terdekat. Minimal harus
membawa pemadam kebakaran tipe kimia kering/dry chemical.
Jika terowongan berada pada daerah pedesaan dimana respon dari pemadam kebakaran dan regu
darurat tidak tersedia dalam waktu yang singkat, struktur portal yang lebih besar seperti pada
gambar 4.24. dibutuhkan untuk mengurus pusat kontrol operasi, seperti pemadam kebakaran,
personel darurat, peralatan, dan kendaraan. Untuk menentukan lokasi portal dan dimana
menaruh struktur approach dan retaining Wall, pelindung harus disediakan untuk menahan
banjir akibat dari muka air tinggi dekat badan air, air sungai, atau dari limpasan saluran air.
Tinggi portal dan approach retaining Wall harus minimal lebih tinggi 0.6 m dari desain elevasi
banjir. Secara alternative, flood gate dapat disediakan. Ketentuan yang cukup harus dibuat untuk
mengingkirkan air dari hujan, drainase, muka air tanah, dan sumber lain. Portal cross drain dan
sump-pump harus disediakan.

Gambar 4.24. Struktur Portal yang Lebih Besar untuk Pusat Kontrol Operasi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 16


Bab IV Desain Terowongan

4.2. PERENCANAAN TEROWONGAN


Perencanaan terowongan utamanya terkait dengan permasalahan batuan yang dilewati badan
terowongan itu. Pengertian dasar batuan harus dipahami dan dimengerti oleh seluruh perancang
yang terlibat di dalam desain terowongan. Menurut pada ahli Geologi, pengertian Tanah dan
Batuan yaitu :
1. Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk kulit bumi.
2. Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi atas: Batuan
terkonsolidasi dan batuan tidak konsolidasi
Menurut pemahaman orang umum, batuan adalah:
1. Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak mempunyai
komposisi kimia tetap.
2. Batuan tidak sama dengan tanah. Tanah dikenal sebagai material yang “mobile”, rapuh
dan letaknya dekat dengan permukaan bumi.
Menurut pendapat ahli teknik sipil batuan adalah:
1. Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi.
2. Batuan adalah suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dan
tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul dan belincong.
Sementara itu menurut ahli mekanika dari Perancis Talobre (1948): orang yang pertama kali
memperkenalkan Mekanika Batuan, batuan adalah material yang membentuk kulit bumi
termasuk fluida yang berada didalamnya (seperti air, minyak dan lain-lain).
Menurut ASTM: Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa
yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.

4.2.1. Terowongan Pada Batuan


Pada sub bab ini akan membahas mengenai perencanaan penerowongan di batuan, sebagai telah
diterangkan diatas bahwa batuan adalah suatu material bentukan alam yang keras ( lebih besar 1
MPa, Bieniawski, 1989) yang telah terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa,
misalnya dengan cangkul dan belincong. Selain membahas mengenai pembuatan terowongan
akan membahas mengenai mekanisme runtuhnya blok batuan, klasifikasi massa batan, metode
penggalian, metode penyanggaan, dan perancangan penyangga permanen, pengukuran dan
pengendalian air tanah. Perilaku terowongan di batuan dari berperilaku koheren kontinu hingga
diskontinu, maka metode stabilisasi dinding terowongan dari kisaran tanpa berpenyangga ke
baut batuan hingga penyangga baja sampai dengan perkuatan penyangga beton yang sangat kuat
(heavily reinforced concrete lining) dan berbagai perhitungan dengan metode numerik dan
kombinasi juga akan sedikit dibahas. Tentunya di setiap terowongan mempunyai perbedaan dari
beberapa hanya diperlukan satu terowongan karena adanya perubahan geologi dan atau
geometri. Para perancang terowongan harus memahami perubahan dan mempersiapkan
rancangan untuk mengijinkan adanya penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi di lapangan
dimana terowongan tersebut akan dibuat, termasuk metode dan peralatan akibat kondisi variasi
di lapangan. Data untuk keperluan analisis dan perancangan penerowongan telah dibahas pada
bab sebelumnya, yang selanjutnya akan dituangkan pada perancangan terowongan dengan dasar
hasil penyelidikan geoteknik.
4.2.1.1. Mekanisme Runtuhnya Blok Batuan
Pemahaman mengenai mekanis runtuhnya batuan di sekitar terowongan adalah sesuatu yang
penting dalam perancangan sistem penyanggan. Mekanisme runtuhnya batuan tergantung pada

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 17


Bab IV Desain Terowongan

kondisi tingkat tegangan in situ dan karakteristik massa batan. Pada kedalaman terowongan yang
dangkal, dengan kondisi massa batuan membentuk blok – blok bongkah batuan, masalah
runtuhnya batuan di sekitar dinding terowongan akibat gaya gravitasi dan dapat berupa blok baji
berasal dari runtuh atap, dan gelinciran batuan di bagian dinding terowongan. Terowongan yang
letaknya semakin dalam dari permukaan maka tingkat tegangan batuan semakin tinggi maka
akan mencapai tingkat tegangan yang mengakibatkan terjadinya runtuhnya massa batuan di
sekitar terowongan, jenis runtuhan batuan adalag spalling, slabbing, dan bisa ledakan batuan
(rock burst). Sebaliknya, penggalain terowongan pada batuan masif dan tidak lapuk merupakan
contoh kondisi yang sangat ideal. Pada kondisi ini, keadaan tegangan relative rendah, sehingga
penggalian tidak mengalami masalah stabilitas, dan sistem penyanggaan yang digunakan relative
sedikit.
4.2.1.2. Keruntuhan Baji
Ukuran terowongan dibandingkan dengan jarak antara kekar dalam artian lebih kearah
penerapan infrastruktur, maka batuan yang terdapat di terowongan bersifat diskontinu. Perilaku
terowongan pada material kontinyu tergantng pada kekuatan batuan dan sifat perpindahannya,
sementara terowongan pada material diskontinyu tergantung pada karakter dan jarak antara
bidang diskonitinyu. Pada perhitungan dengan model analitik (hampir sama dengan perhitungan
terowongan pada tanah), sementara untuk model berikutnya lebih memperhatikan pergerakan
dari baji atau blok batuan dengan demikian pendekatan berdasarkan kondisi massa batuan.
Dengan demikian batuan membentuk suatu selubung (ground arch) di sekitar terowongan dan
menghasilkan distribusi tegangan menghasilkan suatu beban. Penstabilan terhadap blok dan baji
pada terowongan, tahapan pertama adalah menentukan jumlah, orientasi dan kondisi bidang
kekar. Q-sistem seperti pada Sub-Bab Memberikan dasar informasi
yang diperlukan untuk kondisi kekar tersebut, meliputi:
• Jumlah kekar (number of joints);
• Kekasaran kekar (joint roughness);
• Pelapukan kekar (joint alteration);
• Kondisi air pada kekar (joint water condition);
• Kondisi tegangan pada kekar (joint stress condition).
Berdasarkan parameter diatas dapat membuat analisis stabilitas blok dan baji serta sistem
penyangga yang diperlukan untuk menambah tingkat stabilitas di atap dan dinding terowngan.
Pada terowongan kecil dengan geometri biasa analisis awal dapat ditentukan dari pendekatan
yang paling sederhana. Untuk terowongan dengan ukuran besar dan memiliki geomteri yang
lebih komplek serta terdapat bidang kekar yang sangat beragam, dapat dianalisis dengan bantuan
software. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, kecuali untuk terowongan kecil yang dibuat
pada batuan sangat masif, konsep batuan utuh (solid rock) selalu salah konsep. Hasilnya, perilaku
batuan di sekitar terowongan adalah terowongan di batu yaitu selalu menerapkan konsep
material sebagai blok dan kontinu. Hal ini bertolak belakang dengan terowongan di batuan lunak
yaitu kadang-kadang dianggap material elastik atau elasto-plastik dalam perhitungan permodelan
secara signifikan lebih benar dan rasional. Gambar 4.25 memperlihatkan pergerakan dari
perilaku blok saat akan runtuh, dan Gambar 4.26 memperlihatkan bagaimana blok kunci (key
block) dapat menstabilkan dinding (Deere, 1969).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 18


Bab IV Desain Terowongan

Step 1- Block A jatuh kebawah


Step 2- Block B bergeser arah kontra jarum jam dan jatuh keluar
Step 3- Block C bergeser searah jarum jam dan jatuh keluar
Step 4- Block D jatuh diikuti blok E
Step 5- Block E jatuh diikuti blok F
Step 6- Block F bergeser searah jarum jam dan jatuh

Gambar 4.25. Keruntuhan Progressif pada Unsuported Blocky Rock

Step 1- Block A and C ditangani ditempat dengan rock bolt dan concrete
Step 2- Block B ditangani di tempat dengan Blocks A and C
Step 3- Block D ditangani ditempat dengan Blocks A, B, and C
Step 4- Blocks E and F ditangani ditempat dengan Blocks A, B, and D didukung dengan rock bolt dan
concrete

Gambar 4.26. Penyanggaan pada keruntuhan progressive pada Supported Blocky Rock

4.2.1.3. Keruntuhan Akibat data Tegangan


Semakin dalam terowongan maka menjadi semakin besar struktur yang ada dan kondisi batuan
menjadi semakin buruk, kondisi tegangan di sekitar terowongan juga semakin bertambah dan
keruntuhan terjadi ketika tegangan melibihi kekuatan massa batuan. Keruntuhan ini dapat
berkisar dari spalling kecil atau slabbing di permukaan batuan hingga sampai ledakan batuan
(rock burst) saat terjadi runtuhan dari volume batuan. Distribusi tegangan penyebab keruntuhan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 19


Bab IV Desain Terowongan

dapat dihitung dengan menggunakan faktor kekuatan (SF) terhadap bidang geser, yaitu (𝜎 1f –
𝜎 3)/( 𝜎 1 – 𝜎 3), keterangan bahwa (𝜎 1f – 𝜎 3) adalah kekuatan massa batuan dan (σ1 −σ3 ) adalah
distribusi tegangan, 𝜎 1 dan 𝜎 3 adalah tegangan principal, 𝜎 1f adalah tegangan principal utama
pada saat runtuh. SF lebih besar 1,0 menunjukan bahwa kekuatan massa batuan lebih besar dari
tegangan yang terdistribusi, contohkan tidak terjadi kekuatan berlebihan pada massa batuan,
Ketika SF kurang dari 1,0 tegangan yang terdistribusi lebih besar dari kekuatan massa batuan,
dan massa batuan terjadi tekanan berlebihan dan kondisi seperti tersebut masuk dalam kondisi
plastic.
4.2.1.4. Kembang dan Susut
Batuan berkerut (squeezing rock) berhubungan dengan pembentukan daerah plastic pada
terowongan, sehingga menyebabkan ketidakstabilan. Dari pandangan perancangan terowongan,
massa batuan dianggap lunak ketika kuat tekan uniaksial in-situ lebih kecil daripada kondisi asli
dan lebih kecil dari tegangan yang bekerja saat penggalian terowongan. Hoek dkk. (2000)
membuat grafik untuk meperkirakan masalah perkerutan batuan berdasarkan regangan yang
terjadi tanpa disangga (Gambar 4.27).

Regangan lebih besar dari 10%


masalah pemerasan ekstrim

Regangan antara 5 dan 10% masalah


pemerasan yang sangat parah

Regangan antara 2,5 dan 5% masalah


pemerasan yang sangat parah
Regangan antara 1 dan
2,5% masalah pemerasan Tekanan kurang
sangat kecil dari 1% sedikit
masalah pendukung

Gambar 4.27. Hubungan antara ketegangan dan perkerutan massa batuan (Hoek, dkk, 2000)

Gambar 4.27 ada grafik sederhana untuk menaksir potensi perkerutan massa batuan dengan
membandingkan antara kekuatan massa batuan dengan tegangan in-situ. Berdasarkan hasil
perhitungan metode elemen hingga (FEM) terjadinya perkerutan batuan ketika perbandingan
regangan dengan diameter terowongan lebih dari 2,5%. Catatan bahwa batas terowongan tidak
perlu disangga atau tidak. Pengembangan batuan (swelling rock) berhubungan dengan
penambahan kadar air batuan. Pengembangan batuan kadang-kadang berhubungan dengan
perkerutan batuan, tetapi terjadi tanpa melalui zone plastic. Pengembangan batuan berhubungan
dengan mineral lempung khususnya Montmorillinitic shale. Uji yang sangat sederhana dapat
dilakukan di laboratorium. Pada kenyataan sistem penyangga harus tahan terhadap tekanan
pengembangan hingga pergerakan akibat pengambangan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 20


Bab IV Desain Terowongan

4.2.1.5. Klasifikasi Massa Batuan


Klasifikasi massa batuan telah dikembangkan untuk membantu pada mulanya mengelompokan
batuan menjadi group-group yang sama. Awal yang mengembangkan ada Dr. Karl Terzaghi
(1946) dan selanjutnya diikuti oleh para peneliti lainnya. Sistem Klasifikasi massa batuan
Terzarghi sangat kualitatif dan penerus klasifikasi yang selanjutnya lebih kuantitatif. Berikut
bagian menerangkan tiga sistem dan bagaimana dapat digunakan dari memuluai hingga
mengembangkan dan menerapkan nilai pembobotan untuk memilih sistem penyangga
terowongan dan beton sebagai penyangga akhir. Saat ini terowongan di batuan selalu dirancang
dengan memperhatikan interaksi batuan dan massa batuan, contoh, distribusi tegangan yang
terjadi di batuan membentuk suatu selubung. Konsep pembebanan masih tetap dan mungkin
diterapkan sejak awal merancang kebutuhan penyangga. Konsep tersebut adalah untuk
memberikan penyangga terhadap beban batuan (rock load) yang terjadi di atap terowongan
(Terzaghi, 1946). Terzaghi mengklasfikasi batuan secara kualitatif.

Tabel 4.9. Klasifikasi Massa Batuan menurut Terzaghi


Kondisi Batuan Deskripsi
Batuan Utuh Ada sedikit kekar atau kekar halus. Jika ada retakan, melintang batuan. Sejumlah
retakan terjadi akibat peledakan, spall dapat jatuh dari atap beberapa jam atau
hari setelah peledakan. Hal ini diketahui sebagai kondisi spall. Pada batuan yang
lebih keras lagi (Hard), keadaan batuan utuh (intact rock) dapat juga ditemukan
pada kondisi terbelah (popping) yang secara seketika dapat runtuh berbentuk
lembaran dari dinding atau atap.
Batuan berlapis terdapat adanya bidang perlapisan diantara perlapisan sedikit atau tidak memiliki
kekuatan. Perlapisan bisa lemah atau diperlemah oleh adanya kekar yang
menyilang perlapisan. Kondisi runtuh lembaran dapat dimulai dari kondisi ini.
Batuan terkekarkan Terdapat kekar dan kekar halus, blok-blok terjadi akibat perpotongan kekar atau
sedang blok tersebut saling mengunci pada dinding vertikal perlu ada penyangga dengan
arah mendatar. Batuan jenis ini, bisa terjadi spalling dan terbelah.
Batuan berblok dan Adanya proses kimia pada fragmen batuan dan bisa saling mengunci. Batuan jenis
berlapis ini memerlukan penyangga arah mendarat
Batuan pecah-pecah Mempunyai sifat seperti batuan pecah, kebanyakan semua fragmen batuan
dengan lapuk kimia berbutir pasir halus dan tidak tersementasi, biasanya batuan jenis ini merupakan
jenis akuifer.
Batuan berkerut Kemajuan penerowongan pada batuan jenis ini lambat tanpa penambahan volume
(squeezing rock) yang jelas. Terjadinya perkeruta karena tingginya kandungan mineral mika atau
lempung dengan kapasitas pengembangan rendah.
Batuan pengembang Kemajuan terowongan sesuai dengan tingkat pengembangan. Kapasitas
(swelling rock) pengembangan dibatasi oleh kandungan mineral seperti montmorillonite, dengan
kapasitas pengembangan tinggi.

4.2.1.6. Rock Quality Designation (RQD)


Deere dan Miller (1966) mengembangkan indek untuk batuan yang dikenal dengan Rock Quality
Designation (RQD) adalah suatu metode untuk menyatakan kualitas massa batuan berdasarkan
core hasil pengeboran. Perhitungan RQD berdasarkan persentasi dari panjang total potongan core
(panjangnya sama atau lebih dari 10 cm) terhadap panjang total pengeboran. Beberapa metode

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 21


Bab IV Desain Terowongan

penentuan terowongan berdasarkan RQD. Pada metode klasifikasi Q dan RMR parameter RQD
merupakan parameter penentuan kedua metode klasifikasi tersebut.
4.2.1.7. Q System
Berdasarkan sebuah hasil evaluasi dari sejumlah penggalian bawah tanah, Norwegian
Geotechnical Institute, yaitu Barton, dkk. (1974) mengusulkan suatu indek untuk menentukan
kualitas massa batuan pada pekerjaan penerowongan yaitu Tunneling Quality Index (Q), yang
bertujuan menentukan karakteristik massa batuan dan sistem penyangga yang diperlukan untuk
terowongan. Pada penerapan tradisional Q ini menggunakan enam parameter nilai Q dapal
rekayasa batuan untuk menentukan kombinasi yang tepat antara beton tembak (shotcrete) dan
baut batuan (rock bolt) untuk memperkuat massa batuan, terutama pada pekerjaan terowongan
sipil. Nilai dari Q merupakan skala logaritmik dari 0,001 hingga 1.000. Untuk menentukan nilai Q
adalah: (Barton, dkk., 2002)

𝑹𝑸𝑫 𝑱𝒓 𝑱𝒘
𝑸=[ ]𝒙[ ]𝒙[ ]
𝑱𝒏 𝑱𝒂 𝑹𝑺𝑭

Keterangan: RQD adalah Rock Quality Designation, Jn adalah Jumlah Joint set, Jr adalah nilai
kekasaran kekar, Ja adalah nilai pelapukan kekar, Jw adalah faktor pengurangan akibat air, dan
SRF adalah stress reduction factor. Catatan bahwa RQD/Jn adalah ukuran dari blok, Jr/ja adalah
kekuatan geser kekar, dan Jw/SRF adalah ukuran tegangan kekar. Parameter klasifikasi massa
batuan yang digunakan untuk mendapatkan Tunneling Quality Index Q massa batuan.
Berdasarkan catatan bahwa penentuan Q berdasarkan hasil dari pengalaman 1.000 terowongan.

Tabel 4.10. Klasifikasi Parameter Q System (Barton, dkk., 1974)

Diskripsi Bobot Catatan


1. Rock Quality Designation (RQD) RQD
A. Sangat Buruk 0 - 25 1. RQD diukur sebagai ≤ 10 (termasuk 0), nilai
B. Buruk 25 - 50 nominal 10 digunakan untuk mengevaluasi Q
C. Sedang 50 - 75
D. Baik 75 - 90 2. RQD interval 5, yaitu 100, 95, 90 dll cukup akurat
E. Sangat Baik 90 - 100
2. Angka Pasangan Kekar Jn
A. Padat, ada atau beberapa kekar 0,5 - 1,0
B. Satu set kekar 2
C. Satu set kekar ditambah acak 3
D. Dua Set Kekar 4
E. Dua Set Kekar ditambah acak 6
F. Tiga Set Kekar 9 1. untuk persimpangan menggunakan (3.0 × Jn)
G. Tiga Set Kekar ditambah acak 12
H. Empat atau lebih bersama set,
15 2. untuk portal menggunakan (2.0 × Jn)
acak, berat berkekar, "kubus", dll.
I. Batuan Hancur, earthlike 20
3. Kekasaran Kekar Jr
a) batu dinding kontak dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 22


Bab IV Desain Terowongan

b) batu dinding terkontak sebelum


geser 10 cm
A. kekar terputus-putus 4
B. Kasar atau tidak teratur,
3
bergelombang
C. Halus, bergelombang 2
1. menambahkan 1.0 jika spasi berarti set bersama
D. Slickensided, bergelombang 1.5
relevan lebih besar dari 3 m
E. Kasar atau tidak teratur, planar 1.5
2. Jr = 0.5 dapat digunakan untuk sendi planar,
F. Halus, planar 1 slickensided memiliki lineations, asalkan lineations
berorientasi untuk kekuatan minimum
G. Slickensided, planar 0.5
c) tidak ada kontak dinding batu
ketika geser
H. Zona yang mengandung
mineral tanah liat cukup tebal
1
untuk mencegah batu dinding
kontak
I. Berpasir, serak atau hancur
zona cukup tebal untuk 1.0
mencegah batu dinding kontak

4. Angka Alterasi Kekar Ja ⁰ derajat


(sekitar)
a) Batu dinding kontak (tidak ada
mineral mengisi, hanya lapisan)
1. nilai Jr, sudut sisa gesekan
A. Rapat tidak bercelah, keras,
dimaksudkan sebagai sebuah panduan
tidak lembek, kedap dan terisi, 0.75
perkiraan untuk sifat mineralogi
yaitu, kuarsa atau epidote.
produk perubahan, jika ada.
B. Dinding tidak berubah, hanya
1.0 25 - 35
permukaan sedikit berubah.
C. Sedikit berubah termasuk
dinding, tidak lembek mineral
coating, partikel-partikel yang 2.0 25 - 30
berpasir, ada lempung, batu
lepas, dll.
D. Silty atau berpasir pelapis,
sebagian kecil clay (bebas 3.0 20 - 25
pelunakan)
E. lembek atau gesekan rendah
mineral tanah liat lapisan, yaitu
kaolinite, Mika. Juga klorit, flour,
gypsum, dan grafit, dll dan 4.0 8.0 - 16
jumlah kecil mengembang, tanah
liat (lapisan terputus-putus, 1-2
mm atau ketebalan kurang di)
b) batu kontak dengan dinding
terjadi 10 cm geser (tipis
sebagai mineral pengisi)
F. Sandy partikel, ada lempung,
4.0 25 - 30
batuan lepas, dll.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 23


Bab IV Desain Terowongan

G. Material dengan overconsulidasi,


tidak lunak, mineral pengisi
6.0 16 - 24
tanah liat (celah pengisi dengan
tebal < 5 mm)
H. Menengah atau rendah over
konsolidasi, pelunakan, mineral
8.0 12.0 - 16
pengisi tanah liat (celah pengisi
dengan tebal < 5 mm)
I. Swelling terisi tanah liat, yaitu,
mineral montmorilonite (celah
terisi dengan tebal < 5 mm).
Nilai Ja tergantung pada persen 8.0 - 12.0 6.0 - 12
pengembangan partikel dan
ukuran tanah liat, dan
keberadaan air, dll.
c. tidak ada kontak ketika terjadi geser
(tebal mineral pengisi)
J. Zona atau lapisan pemisahan
6.0
atau hancur
K. Batu dan lempung ( lihat G, H,
dan J untuk lempung kondisi M) 8

L. kondisi 8.0 - 12.0 6.0 - 24


M. zona atau lempung dari silty
atau berpasir tanah liat, tanah 5.0
liat kecil fraksi, nonsoftening
N. zona tebal, kontinu atau band
10.0 - 13.0
Clay
O. P. & R. (lihat G, H dan J untuk
6.0 - 24.0
kondisi berlempung
5. . Kondisi air (Jw) Jw tekanan air sekitar(kg/cm ²)
A. kering penggalian atau aliran
1 < 1.0
kecil, yaitu, 5 l/min lokal
B. menengah aliran atau tekanan,
kadang-kadang keluar mencuci 0.66 1.0 - 2.5
bersama tambalan
C. besar aliran atau tekanan tinggi
1. faktor C ke F adalah perkiraan kasar;
di kompeten rock dengan sendi 0.5 2.5 - 10.0
meningkatkan Jw jika drainase diinstal.
terisi
D. besar aliran atau tekanan tinggi,
cukup keluar mencuci bersama 0.33 2.5 - 10.0
tambalan
E. sangat tinggi aliran atau air
2. khusus masalah yang disebabkan
tekanan pada peledakan, 0.2 - 0.1 > 10
oleh pembentukan es tidak dianggap
membusuk dengan waktu
F. sangat tinggi tekanan aliran atau
air yang melanjutkan tanpa 0.1 - 0.05 > 10
terlihat kerusakan
6. Faktor Reduksi Tegangan
a. kelemahan zona berpotongan penggalian, yang dapat
menyebabkan melonggarnya batu besar ketika terowongan
digali

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 24


Bab IV Desain Terowongan

A. Beberapa zona lemah yang 1. mengurangi nilai dari SRF 25-50%


mengandung tanah liat atau akibat tetapi hanya jika relevan geser zona
proses kimiawi, batuan lepas (setiap 10.0
mempengaruhi tidak berpotongan
kedalaman)
penggalian
B. Satu zona lemah yang mengandung
tanah liat atau akibat proses kimiawi 5.0
(kedalaman penggalian ≤50 m)

C. Satu zona lemah yang mengandung


tanah liat atau akibat proses kimiawi 2.5
(kedalaman penggalian > 50 m)
D. Beberapa zona lemah yang
mengandung tanah liat atau akibat
7.5
proses kimiawi, batuan lepas (setiap
kedalaman)
E. Single-geser zona di kompeten rock
(clay-free) (kedalaman penggalian 5.0
≤50 m)
F. Single-geser zona di kompeten rock
(clay-free) (kedalaman penggalian > 2.5
50 m)
G. Kekar terbuka, batuan terkekas sekali
5.0
seperti blok gula (setiap kedalaman)
b. kompetensi batu,
qc/σ1 σθ/qc SRF
ketegangan batu
H. Kondisi tegangan rendah,
>200 > 13 2.5
dekat permukaan
13 - 2. untuk bidang sangat anisotropik in-
I. Kondisi tegangan sedang 200 - 10 0.5 - 2
0.66 situ stres (jika diukur): ketika 5 ≤ σ1/σ3
J. Kondisi tegangan tinggi, ≥10, mengurangi σc hingga 0.8 σc dan
struktur kekar tertutup σt hingga 0.8 σt. Ketika σ1/σ3 > 10,
(biasanya mengurangi σc dan σt hingga 0.6 σc dan
0.66 -
menguntungkan untuk 10 - 5 0.5 - 2.0 0.6 σt, keterangan: σc = unconfined
0.33
stabilitas, tidak kekuatan tekan, dan σt = kekuatan tarik
menguntungkan untuk (titik load) dan σ1 dan σ3 tegangan
stabilitas dinding) principal mayor dan minor.
K. Rockburst ringan (batuan 0.33 -
5 - 2.5 5.0 - 10
masif) 0.16
L. Rockburst berat (batuan
< 2.5 < 0.16 10.0 - 20
masif)

c. squeezing rock; gerakan tidak teratur batuan di bawah


pengaruh tekanan tinggi. 3. beberapa kasus tersedia terjadi
terowongan pada kedalaman yang
M. tekanan ringan squeezing kurang dari lebar span. Disarankan
1 - 5' 5.0 - 10
rock SRF lebih dari 2,5 sampai 5 untuk
N. Tekanan berat squeezing kasus seperti (Lihat H)
>5 10.0 - 20
rock

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 25


Bab IV Desain Terowongan

d. swelling rock; sifat pengembangan kimia aktivitas


tergantung pada keberadaan air
O. tekanan ringan swelling
5.0 - 10
rock
P. Tekanan berat swelling
10.0 - 15
rock

Evaluasi parameter Q dan penggunaan table 4.11 dapat digambarkan seperti penilaian terhadap
terowongan dengan properties sebagai berikut:

Tabel 4.11. Evaluasi Parameter Q


Parameter Description Value Table
RQD 75 to 90 RQD = 80 3-2.1
Pasangan Kekar Dua kekar ditambah acak Jn = 6 3-2.2
Joint roughness Halus, bergelombang Jr = 2 3-2.3
Sedikit berubah bersama dinding, mineral pengisi keras,
Joint alteration Ja = 2 3-2.4
butiran berpasir, ada lempung dan kekar terbuka, dll.
Joint water
Aliran menengah dengan sesekali outwash Jw = 0.66 3-2.5
reduction factor
Stress reduction
Kondisi tegangan sedang, kondisi menguntungkan SRF = 1.0 3-2.6
factor

Dengan parameter tersebut maka Q dapat dihitung:

𝑹𝑸𝑫 𝑱𝒓 𝑱𝒘 𝟖𝟎 𝟐 𝟎, 𝟔𝟔
𝑸=[ ]𝒙[ ]𝒙[ ] = [ ]𝒙[ ]𝒙[ ]=𝟗
𝑱𝒏 𝑱𝒂 𝑹𝑺𝑭 𝟔 𝟐 𝟏

Sebagai rujukan penentuan sistem penyangga. Perlu dicatat, bahwa Sistem-Q ini sangat tepat jika
digunakan pada massa batuan terkekarkan karena batuan runtuh akibar jatuhan akibat gaya
grafitasi. Kebanyakan untuk jenis batuan lain, sistem-Q seperti klasifikasi yang lainnya memiliki
keterbatasam. Sistem-Q secara empirik didapat dari 1000 kasus terowongan di daerah
Scandinavia dan metode penggalian menggunakan pengeboran dan peledakan. Kurva Sistem-Q
sangat membantu untuk menentukan sistem penyanggaan. Untuk metode penggalian dengan
TBM, maka kerusakan massa batuan dinding lebih kecil daripada metode pengeboran dan
peledakan, maka Sistem-Q penggalian dengan TBM ditambah dengan faktor penambahan 2 untuk
nilai Q antara 4 dan 30.

4.2.1.8. Rock Mass Rating (RMR) System


Bieniawski (1989) telah mengembangkan sistem pembobotan massa Batuan (RMR) mirip dengan
Sistem-Q. RMR menggunakan enam parameter, sebagai berikut:
 Kekuatan tekan uniaksial Rock
 RQD
 Jarak dari diskontinuitas
 Kondisi diskontinuitas
 Kondisi air tanah
 Orientasi diskontinuitas

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 26


Bab IV Desain Terowongan

Cara menghitung RMR dari enam parameter masuk, yaitu dengan menjumlah enam parameter
hasil pembobotannya. Contoh ini diterapkan untuk teroangan dengan lebar span 10 m.
Tabel 4.12. Penentuan nilai RMR menggunakan

Parameter Description Table Value


Rock Strength 20,000 psi = 138 MPa A1 12
RQD 75 to 90 A2 17
Spacing of Discontinuities 4 ft –- 1.2M A3 15
Condition of Discontinuities Slightly rough, slightly weathered A4 25
Groundwater Dripping A5 4
Discontinuity Orientation Fair B -5
Total Rating Class II, Good Rock C 68
Bieniawski, Barton dan lainnya telah menyarankan untuk hubungan antara RMR dan Sistem-Q
adalah:
𝑹𝑴𝑹−𝟓𝟎
𝑸= 𝟏𝟎 𝟏𝟓
4.2.1.9. Perhitungan Rock Mass Deformation Modulus menggunakan Rock Mass
Classifications
Modulus deformasi massa batuan adalah parameter penting untuk perancangan, analisis dan
interpretasi hasil data monitoring untuk setiap pekerjaan terowongan. Evaluasi tegangan dan
perilaku perpindahan massa batuan terkekarkan memerlukan nilai modulus dan kekuatan batuan
utuh dikurangi dengan angka akibat keberadaan bidang diskontinu seperti kekar, perlapisan, dan
bidang foliasi pada massa batuan. Ketika penentuan modulus deformasi massa batuan sangat sulit
dan mahal, maka para perancang terowongan cenderung menggunakan metode tidak langsung.
Beberapa upaya yang telah dibuat dengan menggunakan metode klasifikasi dalam menentukan
perkiraan modulus deformasi massa batuan. Metode mereduksi modulus dari hasil pengujian
batuan utuh di laboratorium dengan menggunakan RQD, yaitu dengan membandingkan modulus
massa batuan dan modulus massa batuan, E M/EL keterangan EL mewakili modulus deformasi dari
uji laboratoeium dan EM mewakili modulus deformasi massa batuan, Pendekatan dengan metode
ini jarang digunakan untuk pekerjaan terowongan ini, walaupun masih cara yang baik untuk
perhitungan kasar dan untuk memvalidasi hasil yang dicapai dari pengukuran langsung atau
metode lainnya di lapangan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 27


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.28. Hubungan antara RQD dengan Ratio Modulus (Bieniawski, 1984)

Berdasarkan hasil analisis balik (back analysis) dari berbagai kasus, beberapa metode telah
dikemukakan untuk mengevalasi modulus deformasi massa batuan berdasarkan metode
klasifikasi massa batuan.

Tabel 4.13. Penentuan Modulus Deformasi Massa Batuan Menggunakan Klasifikasi Massa
Batuan
Rock Mass Deformation Modulus (MPa) Reference

Em = 10
(𝑅𝑀𝑅 10) Serafim and Pereira (1983)
40

Em = 25 Log10Q Barton et.al. (1980, 1992),


Gristmad and Barton (1993)
𝜎𝑐𝑖 𝐺𝑆𝐼−10
Em = √ − 10 ( )* Hoek and Brown (1998)
100 40

1−𝐷/2
Em = 100000[ ]** Hoek and Diederichs (2006)
1+𝑒 ((75+25𝐷−𝐺𝑆𝐼)/11)

Em = 2RMR – 100 for RMR ≥50 Bieniawski (1978)

Em = E1/100[0.00228 RMR2 + 0.9 exp (RMR/22,82)]Ei=50pa Nicholson and Bieniawski (1990)

Em = 0.1 (RMR/10)3 Read et. Al (1999)

* GSI merepresentasikan Geological Strenght Index. Nilai GSI berkisar dari 10, utk. Massa batuan paling
lemah, dan 100 untuk batuan utuh. (GSI = RMR89 – 5=9 LogeQ + 44)
** D adalah faktor yang tergantung pada tingkat gangguan akibat kerusakan akibat ledakan dan relaksasi
tegangan. Ini berkisar dari nilai 0 untuk massa batuan yang tidak terganggu sampai 1 untuk massa
batuan yang sangat terganggu

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 28


Bab IV Desain Terowongan

4.2.2. Metode Perencanaan


4.2.2.1. Perencanaan Penerowongan
Metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan harus direncanakan dengan cara yang
tepat dengan memanfaatkan kemampuan batuan/tanah menyangga dirinya sendiri,
mempertimbangkan karakteristik batuan/tanah, dampak pekerjaan penerowongan terhadap
lingkungan sekitar, efek dari konstruksi-konstruksi di sekitar terowongan, gempa, tekanan air
tanah, dan efek-efek lain serta kondisi-kondisi desain yang diperlukan. Pendekatan empiris
digunakan pada kategori batuan/tanah A dan B dan pada proyek yang mempunyai kondisi
perencanaan yang serupa dengan kondisi yang pernah dibangun. Pendekatan empiris dan analitis
digunakan pada kategori batuan/tanah CI, CII, DI, DII dan E serta pada daerah dengan perilaku
kondisi batuan/tanah yang dapat menimbulkan permasalahan dan memerlukan persyaratan
perencanaan khusus, seperti :
Lokasi proyek yang berdekatan dengan infrastruktur yang telah ada;
Kondisi lapisan penutup (overburden) yang tipis;
Kondisi batuan/tanah yang telah mengalami deformasi dan gaya tekan bumi
(earthpressure);
Kondisi batuan dan tanah yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda (campuran
tanah-batuan);
Terowongan dengan rongga yang besar (cave in) dan berpenampang besar.
Hasil analisis menggunakan pendekatan analitis dapat menghasilkan keluaran dengan variasi
yang besar tergantung pada kondisi analitisnya, seperti penentuan modelnya, kondisi batasnya,
dan nilai-nilai parameter fisik yang dimasukkan. Oleh karena itu, penentuan kondisi analitis dan
evaluasi terhadap hasilnya harus dilakukan dengan hati – hati oleh tenaga ahli di bidangnya.
4.2.2.2. Penyelidikan lapangan dan laboratorium
Penyelidikan harus dilakukan dengan menggunakan metode dan jumlah titik penyelidikan yang
sesuai agar diperoleh karakteristik dan sifat-sifat batuan/tanah yang dapat menggambarkan
kondisi bawah permukaan sepanjang trase terowongan. Oleh karena itu, cara dan metode
penyelidikan harus konsisten dengan :
1. ruang lingkup proyek, yaitu: lokasi, ukuran, dan anggaran;
2. tujuan proyek, yaitu: toleransi risiko, kinerja jangka panjang;
3. kendala proyek, yaitu: geometri, kemampuan untuk dilaksanakan (constructability),
dampak pada pihak ketiga, estetika, dan dampak lingkungan.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penyelidikan harus memiliki pemahaman yang
sama terhadap parameter-parameter dasar untuk kebutuhan desain.
4.2.2.3. Penentuan kategori batuan/tanah
Kondisi batuan/tanah harus diklasifikasikan berdasarkan cara pandang yang komprehensif.
Klasifikasi batuan/tanah dilakukan berdasarkan parameter kecepatan gelombang elastis, kondisi
geologi (pengaruh air dan faktor litologi, interval dan kondisi diskontinuitas), kondisi inti hasil
pengeboran (kondisi kualitas batuan/RQD), faktor kompetensi, serta situasi penerowongan dan
batas deformasi. Klasifikasi batuan/tanah pada pedoman ini pada dasarnya dirancang untuk
perencanaan terowongan jalan dengan dua lajur atau tiga lajur yang mempunyai lapisan penutup
(overburden) lebih dari 20 m tetapi kurang dari 500 m. Klasifikasi batuan/tanah pada
pedoman ini tidak dapat diterapkan untuk kasus-kasus khusus seperti batuan/tanah di dekat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 29


Bab IV Desain Terowongan

portal yang terdapat tekanan tanah lokal, daerah dengan potensi tanah longsor dan kasus dengan
pembatasan penurunan tanah.

4.2.3. Metode Penerowongan Di Batuan


4.2.3.1. Metode Pengeboran Dan Peledakan
Penerapan penggalian dengan pengeboran dan peledakan untuk pekerjaan teknik sipil sangat
berhubungan dengan penambangan dan merupakan pekerjaan perpaduan seni dan ilmu
pengetahuan. Dasarnya adalah membuat lubang bor kecil, dan lubang bor tersebut diisi dengan
bahan peledak, selanjutnya bahan peledakan pada lubang ledak diledakan, hasilnya adalah
terowongan di batuan. Bongkaran batuan hasil peledakan selanjutnya dipindahkan dan dinding
batuan terowongan selanjutnya disangga dan pekerjaan tersebut berulang-ulang berkali akhirnya
membentukan suatu lubang terowongan yang diinginkan. Secara alamiah proses peledakan
meninggalkan suatu retakan di dinding terowongan. Keretakan dinding batuan dapat mencapai
satu hingga dua meter ke dalam dinding terowongan dan dapat sebagai awal terjadinya
keruntuhan baji seperti yang telah dibahas sebelumnya. Kondisi keretakan seperti ini selalu
dibuat seminimal mungkin karena berimplikasi pada perawatan dan pemasangan sistem
penyangga. Untuk itu maka perlu teknik peledakan terkendali (controlled blasting).
A. Dasar Peledakan Terkendali (Controlled Blasting Principles)
Dasar proses peledakan adalah suatu reaksi kimia yang sangat cepat dan menghasilkan
pengembangan volume yang sangat besar dan gas panas. Bahan peledak mengandung bahan
bakar dan senyawa penghasil oksida (oxider). Ketika bahan peledak meledak, gas mengembang
secara cepat dan menghasilkan dua fungsi: secara tiba-tiba menekan dinding lubang ledak
(membuat retakan) dan membentuk retakan baru dan memperlebar retakan yang sudah ada
(menghasil fragmen batuan). Kondisi ini akan berlanjut terdistribusi ke massa batuan karena
pengeboran dilakukan yang terpola dan diisi bahan peledak, serta diledakan dengan pola urutan
tertentu.
B. Relief
Untuk membuat distribusi fragmentasi bongkahan hasil peledakan yang diinginkan, harus ada
tempat tumpukan baru bongkahan hasil peledakan. JIka tidak ada maka batuan tidak akan
terbongkar, dan menjadikan kondisi tidak stabil pada daerah tersebut. Selanjutnya diperlukan
membuat pola geometri untuk lubang ledak untuk menghasil bongkahan batuan tersebut. Untuk
kebutuhan tersebut diperlukan lebih dari satu bidang bebas (free face) diperlukan. Bidang bebas
akan didiskusikan pada sub-bab berikutnya.
C. Urutan Waktu Tunda
Untuk memperoleh fragmentasi dan kondisi stabilitas yang baik (relief), bidang bebas secara
internal pada peledak harus dibuat dengan membuat waktu tunda antar lubang ledak. Untuk
mendapatkannya diperlukan penggalak (detonator) dengan tipe tunda (millisecond delay) yaitu
memberi waktu meledak antar lubang berbeda dengan waktu yang sangat singkat. Ada juga
waktu ledak antar lubang cukup lama (long periode delay) yaitu dengan pyrotechnic detonator.
Saat ini telah dikembangkan lebih akurasi dalam waktu dengan electronic detonator.
D. Tunnel Blast Specifics
Seperti penjelasan, metode pengeboran dan peledakan (seperti pada peledakan di lubang bukaan
tambang bawah tanah) berbeda dengan peledakan di permukaan. Pada peledakan terowongan
hanya terdapat satu bidang bebas. Untuk meledakkan ukuran terowongan yang besar,

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 30


Bab IV Desain Terowongan

tahapannya bagian atasnya diledakan pertama kali, dan setelah hasil peledakan tersebut
dipindahkan maka dilakukan seperti dengan peledakan di bench. Tapi juga sering dilakukan pada
beberapa kasus diledakan hanya satu kali peledakan. Pengeboran lubang ledak dilakukan dengan
peralatan yang terdapat beberapa alat bor dalam satu alat. Pola lubang ledak ditentukan sebelum
peledakan, sesuai dengan jenis batuan, keadaan bidang diskontinuitas (kekar, retakan, bidang
perlapisan), dan bentuk akhir terowongan. Contoh pola pengeboran untuk satu permuka
terowongan dengan berbagai jenis lubang ledak. Urutan peledakan lubang ledak tersebut terdiri
dari Burn Cut (lubang ledak di tengah-tengah permuka terowongan), Production Hole (lubang
ledak pada Blashole Slash Area), dan Lubang Smoothwall Hole (Lubang ledak pada sekeliling
dinding terowongan).
Mulai peledakan setiap cut tanpa adanya bidang bebas, beberapa lubang selalu dibuat tanpa diisi
bahan peledak pada jarak yang berdekatan dengan titik ledak awal. Burn Hole dibuat dengan
diameter lebih besar dari lubang ledak terisi, hal ini merupakan tambahan pekerjaan disamping
untuk pembuatan lubang ledak dengan ukuran yang normal. Beberapa pola Burn Hole dibuat agar
memperoleh cut yang optimal, hal ini tergantung pada jenis batuan dan pola dari kekar dengan
kondisi geologi yang ada. Lubang ledak di dekat Burn Hole diledakan pertama kali, dengan waktu
yang cukup untuk membuat bidang bebas selanjutnya lubang ledak hingga memperoleh bidang
bebas yang semakin besar. Lubang Produksi. Peledakan selalu dimulai dari Burn Cut, secara
berturut-turut batuan dipindahkan secara teratur, setelah diledakan burn cut, maka urutan
peledakan adalah di luar burn cut. Penyambungan peledakan dalam artian urutan yang benar
dapat dikerjakan dalam kondisi ruangan terbatas di dalam terowongan.

Dinding Halus (17/8`` DIA)

Dinding Halus
Daerah Percobaan

Ledakan
(17/8`` DIA)

Area Ledakan

Daerah
Potongan Lubang Terbuka
Dibuka 3,5`` DIA

Gambar 4.29. Contoh lubang ledak pada Permukaan kerja Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 31


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.29 memperlihatkan sambungan sumbu ledak yang cukup komplek, dengan warna
sambungan merah, dan berhubungan dengan waktu tunda juga berwarna lain, sambungan ini
hingga seluruh lubang tersambung. Urutan peledakan sesuai yang dirancang akan meledakan
lubang-lubang sehingga memerlukan cukup waktu untuk meledakan batuan tetapi juga tidak
banyak waktu sehingga lubang ledak yang tidak meledak akan meretakan batuan samping
dinding terowongan. Pengontrolan dinding terowongan adalah yang penting sehingga dinding
terowongan stabil dan dirancang serapat mungkin antar lubang di dinding terowongan.
Selanjutnya diisi bahan peledak sedikit saja, lubang ini disebut dengan perimeter holes atau
smoothwall holes. Untuk waktu tunda digunaan cukup panjang (extra delay) sehingga cukup
waktu untuk batuan terpecah dan menghasilkan sedikit kerusakan akibat adanya peledakan
berlebih (neat atau overbreak). Jenis isian untuk keperlua smooth hole.

Selanjutnya setelah semua production hole telah diledakkan, smoothwall hole diledakan dengan
waktu tunda yang sama, maka terjadi effect “zipper” yang menghasilkan dinding sekeliling
terowongan hasil ledakan yang halus. Pengaruh lingkungan – Getaran tanah dan dentuman suara
(airblas) tidak terjadi apabila semua energi peledakan digunakan untuk memecahkan batuan –
beberapa energi ada yang tidak digunakan sehingga geteran keluar dari daerah batuan yang
diledakan. Getaran tanah ini menyebabkan kondisi tidak stabil pada terowongan, atau struktur di
sekitar daerah peledakan. Dentuman suara terjadi akibat penjalaran gelombang tekan dari
peledakan ke udara, hal tersebut juga bisa membawa bongkahan hasil peledakan dan juga
mungkin akibat penekanan gas terhadap lubang ledak. Hal seperti ini di dalam peledakan
terowongan tidak menjadi masalah, karena sebelum meledakan semua pekerja di dalam
terowongan harus keluar terlebih dahulu.

Gambar 4.30. Penyambungan komplek sumbu ledak

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 32


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.31. Jenis Isian Bahan Peledak Pada Lubang Ledak

E. Metode Peledakan
Seperti telah diterangkan sebelumnya, bahwa bahan peledakan telah digunakan di penggalian
batuan sejak waktu lama. Seiring dengan perjalanan waktu, para insinyur telah mempelajari
secara akademik hubungan antara sifat-sifat bahan peledak, berbagai faktor yang dapat dikontrol
seperti geometri peledakan dan waktu, dan faktor yang tidak dapat dikontrol seperti jenis batuan
dan keberadaan bidang kekar dan retakan. Beberapa hubungan dapat menunjukan sangat sesuai
dengan konfigurasi lubang ledak, waktu dan jenis bahan peledak, seperti terlihat pada Gambar
4.32 adalah gambar nyata peledak di terowongan, secara ideal sangat sukar untuk dicapai.

Gambar 4.32. Pemboran lubang ledak untuk peledakan penerowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 33


Bab IV Desain Terowongan

Lubang ledak sebelum dibor ditanda dengan cat semprot pada permukaan yang tidak rata, dan
saat dibor berdebu dan bahkan berair. Penyangga atap dengan baut batuan dan diberi wiremesh
(seperti Gambar 4.32) Kondisi penerangan terbatas. Secara keseluruhan ini suatu kondisi
pekerjaan yang sangat menantang. Pada artian peledakan merupakan seni, yaitu pada saat
pekerjaan berhubungan dengan pengalaman dan kemampuan kontraktor peledakan, konsultan
peledakan dalam mengerjakan pekerjaan pengeboran dan peledakan di terowongan.

4.2.3.2. Tunnel Boring Machines (TBM)


Pengembangan peralatan pengeboran terus berjalan untuk mendukung penggalian dengan cara
pengeboran dan peledakan hingga tahun 1960an, tetapi secara nyata kemajuan penggalian
terowongan masih sangat lambat terlihat dalam laju kemajuannya diukur dalam meter per hari.
Mesin penerowongan atau tunnel boring machine (TBM) telah dimimpikan selama seabad tetapi
tidak terbukti kesuksesannya. Mulai tahun 1960an telah berubah ketika diterapkan teknologi
pengeboran minyak. Beberapa kemajuan dibuat, tetapi tetap lambat karena ada kesalahan
bersifat fisik – karena bekerjanya mesin menekan batuan untuk memindahkan dengan
meremuknya. Semuanya berubah sejak akhir tahun 1960an dengan menerapkan disk cutter
(Gambar 4.33). Disk cutter menyebabkan menggerus batuan dalam membuat terjadi gerusan dan
membentuk pecahan (chips) batuan ini diukuran dalam puluhan centimeter kubik pecahan
batuan. Banyak pencapaian yang dicapai dalam pengembangan ini, sekarang ini kemajuan
penerowongan bisa mencapai 3 hingga 30an meter per hari, menurut pabrik TBM The Robbin Co.

Gambar 4.33. Proses peretakan diantara dua Disk Cutter (Herrenknecht, 2003)

Saat ini, TBM menggali massa batuan dalam bentuk berputar dan menggerus dengan tekanan
tinggi terhadap permuka terowongan dengan menerapkan gaya yang besar sambil berputar dan
meratakan dengan ditopang beberapa disk pada permuka mesin (cutterhead) seperti Gambar
4.33 . Spesifikasi TBM terdiri dari RPM disk cutter, geometri, spasi, tingkatan gaya yang hendak
digunakan disamping petunjuk penggunaan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 34


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.34. Permukaan pada TBM dengan Disk Cutter untuk Batuan Keras, Australia

A. Jenis Mesin dan Sistem


Saat ini TBM adalah full-face, mesin penggalian yang berputar (termasuk Cutterhead) yang secara
umum dapat diklasifikasi menjadi dua kategori umum, yaitu: katergori Gripper dan kategori
Segmen Berdasarkan Gambar 4.35, ada tiga jenis TBM yang teapt digunakan untuk
penerowongan batuan terdiri dari Open Gripper/Main Beam, Closed Gripper/Shiled, dan Closed
Segment Shield, seperti pada gambar yang di beri kotak garis strip-strip pada gambar.

Mesin Bor Terowongan


(Kepala Pemotong Rotasi)

Segment Gripper

Earth
Slurry Type Pressure Mechanical Shield Type Beam Type
(Closed) Type Excavation (Closed) (Open)
(Closed) Type (Open)

Soft Ground Rock

Gambar 4.35. Klasifikasi Mesin Penerowongan Batuan

Jenis TBM Open Gripper/Beam Type sangat cocok untuk batuan yang getas dan keras dengan
beberapa bidang kekar dan adanya air tanah yang terkontrol. Tiga jenis TBM yang masuk dalam

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 35


Bab IV Desain Terowongan

kategori ini, yaitu Main Beam, Kelly Drive, dan Open Gripper (tanpa beam atau kelly). Jenis TBM
Closed Shield diterapkan untuk menerowong batuan yang getas hingga batuan banyak kekar yang
tidak dapat memberikan penyangga yang konsisten untuk tekanan gripper. TBM jenis ini bisa
dimajukan dengan mendorong masing-masing segmen, atau dengan gripper. Catatan bahwa
walaupun mesinnya diklasifikasikan sebagai jenis mesin Close, tapi mesin ini tidak menekan ke
permuka mesin selanjutnya tidak untuk menangani tekanan air yang tingg. TBM jenis Shield
untuk penerowongan batuan terdiri dari Single Shiled, Double Shield, dan Gripper Shield.

Gambar 4.36. Diagram TBM jenis Open Gripper Main Beam (Robbins)

Gambar 4.37. Diagram TBM jenis Single Shield (Robbins)

Gambar 4.38. Diagram TBM jenis Double Shield TBM (Robbins)

Elemen jenis mesin dan sistem backup untuk masing-masing katagori akan dibahas di bab

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 36


Bab IV Desain Terowongan

selanjutnya. Pressurized-face Closed Shield TBM dominan digunakan pada penerowongan di


batuan lunak.

B. Bagian Utama Mesin Dan Elemen Pendukung


TBM adalah suatu sistem yang komplek terdiri dari mesin utama (body) dan elemen pendukung
lainnya dibuat untuk memotong (cutting), mengendalikan (steering), gripping, shielding,
pengeboran pendaluhuan (exploratory), ground control and suppor, lining erection, spoil (muck)
removal, ventilasi, dan power supply. Tiga gambar diatas adalah diagram dari mesin utama dari
TBM untuk batuan (baik open atau closed) yang kesemuanya terdiri dari komponen-komponen
sebagai berikut:
 Cutterhead and Support
 Gripper (Except Single Shield TBM)
 Shield (Except Open TBM)
 Thrust Cylinder
 Conveyor
 Rock Reinforcement Equipment
Tambahan, bodi utama TBM ditopang dengan sistem trailing untuk mengumpulkan dan
mentraspotasikan metrial, ventilasi, power supply, dan lain lain. Suatu peralatan penuh TBM
dapat mencapai panjang terowongan lebih dari 300 meter.

C. Compatible Ground Support Elements


Elemen sistem penyangga akan dibahas pada sub bab selanjutnya dapat dikhususkan dengan
penggunaan TBM di batuan keras, khusus jika TBM dipesan secara khusus sesuai pekerjaan.
• Perkuatan batuan dengan roof bolting
• Spiling/forepoling
• Pre Injeksi
• Balok cincin baja dengan atau tanpa ditinggal (kawat baja, kayu dll.)
• Segmen Lantai/Invert
• Beton Semprot/Shotcrete
• Beton Precast segmental untuk Dinding/lining
• lainnya

D. Kecepatan Penerowongan
Kecepatan penerowongan batuan dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu (Robbins, 1990)
• Total machine thrust
• Cutter spacing
• Cutter diameter and edge geometry
• Cutterhead turning speed (revolutions per minute)
• Cutterhead drive torque
• Diameter of tunnel
• Strength, hardness, and abrasivity of the rock
• Jointing, weathering and other characteristics of the rock.
Kecepatan penerowongan (parameter langsung) tidak mengijinkan kecepatan rata-rata yang
tinggi. Ini memerlukan suatu kombinasi yang baik antara laju kecepatan penerowongan dengan
lamanya aktifitas penggalian bekerja. Sehingga lamanya waktu penggalian dipengaruh oleh
faktor-faktor berikut:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 37


Bab IV Desain Terowongan

• Learning (start-up) curves


• Downtime for changing cutters
• Downtime for other machine repairs/maintenance
• Overly complex designs
• Back-up (trailing) systems
• Tunnel support requirements
• Muck handling
• Water handling
• Probe hole drilling, grouting
• Available time (total and shift)

Perlu digaris bawahi bahwa pada kenyataan penggunaan waktu hanya berkisar 50% saja seperti
pada Gambar 4.38.

Gambar 4.39. Penggunaan efektif TBM pada dua penerowongan di Norwegia (Robbins, 1990)

E. Kepala Bor (Roadheaders)


Jenis TBM untuk penerowongan berbentuk lingkaran tidak selalu harus menggali keseluruhan
permukaan terowongan tetapi menggalian sebagian dari sejumlah volume dari total permukaan
terowongan. Jepang dan negara lainnya telah mengembangan mesin khusus dengan beberapa
mata bor (multiple head) yang berbentuk slot atau bentuk lain yang dapat lebih effisien
pemanfaat volume gali. Metode lain untuk menggalian batuan terowongan adalah dengan
Roadheader. Dasar dari peralatan gali Roadheader adalah peralatan penghacuran yang sangat
besar terpasang pada suatu Boom, dan Boom ini tertopang pada suatu track atau shield. Ujung-
ujung harus dipotong membentuk membentuk bagian melingkar dari mata gali, dan ini yang akan
menggali dinding, atap dan lantai terowongan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Perbdaan
dengan TBM, roadheader bisa memotong dengan bentuk bervariasi dan sulit, Pada TBM
penggalian dengan variasi perlu dikombinasikan dengan pengeboran dan peledakan. Hal ini
dikarenakan roadheader sangat mudah menyesuaikan dan lebih serbagunan, dan biaya rendah
akan tetapi lebih cocok digunakan pada terowongan yang pendek kurang dari 1,5 km.
Sisi negatif penggunaan Roadheader ini kurang berhasil pada penerowongan jarak yang jauh di
batuan keras. Gigi gali di Roadheader kadang-kadang hanya mencapai 10% TBM dalam menggali
batuan dengan kuat tekan lebih besar 140 MPa. Hingga saat ini masih terjadi perubahan dan
pengembangan untuk meningkatkan keterbatasan penggunaan roadheader. Berikut hal-hal yang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 38


Bab IV Desain Terowongan

perlu diperhatikan pada saat menggunakan Roadheader, yaitu:


 Rock strength dibawah 140 MPa – lebih direkomendasi below 105 MPa.
 Jalur terowongan pendek, satu jenis bentuk lubang.
 Bentuk tidak teratur, tidak lingkaran.
 Untuk jalur persimpangan, terusan.
 Tingkat abrasifitas batuan rendah hingga menengah.
 Batuan menyangga dirinya sendiri.
 Tidak ada terobosan batuan.
 Keberadaan tekanan air normal.

Gambar 4.40. Roadheader AM105, Australia

4.2.3.3. Sequential Excavation Method (SEM)/ New Austrian Tunneling Method (NATM)
Pada penerapannya, Metode Penggalian Bertahap (Sequential Exacavation Method, SEM) atau
New Austrian Tunneling Method, NATM) telah disesuaikan dari konsep awalnya, yaitu hanya
untuk batuan keras, sementara konsep awal metode tersebut bisa untuk tanah atau batuan.

Harap dilengkapi lagi utk NATM


4.2.4. Penerowongan pada Tanah atau Batuan Lunak
Rekayasa keteknikan penerowongan di batuan lunak telah dilakukan beribu-ribu tahun yang laiu.
Bukti ini dari penggalian ini hasil penemuan arkeologi di Eropa, juga ditemukan berbagai alat
penggali tanah di gua-gua. Ada terowongan dibuat oleh bangsa Romawi berumur lebih dari 2000
tahun, dan masih digunakan sampai saat ini untuk jalur drainase. Seiring dengan pertumbuhan
penduduk dan pemintaan serta pelayanan, maka pertumbuhan penerowongan juga pertambah.
Untuk itu perancangan dan pembangunan akan juga secara menerus pembangunan terowongan.
Ahli struktur dapat membuat konfigurasi sesuai dengan sifat trowongan yang hendak dibuat; ahli
terowongan harus bekerja pada material yang ada dan tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga
perubahan dan sering perubahan perancangan yang cukup besar. Masalah kondisi batuan lunak,
seperti tanah pasir dan lempung lunak akan digali dengan metpde penggalian berurutan (SEM).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 39


Bab IV Desain Terowongan

4.2.4.1. Perilaku Tanah


Perilaku tanah berhubungan dengan Klasifikasi batuan. Dalam hal batuan lunak maka klasifikasi
batuan lunaknya bisa dikorelasikan dengan rumus berikut. Pertama kali pengklasifikasian sifat
penerowongan di batuan lunak dilakukan oleh Terzaghi (1950) berdasarkan sifat batuan saat
diterowongan (Tabel 4.14). Hal ini juga sesuai dengan istilah pada pengidentifasian berdasarkan
ukuran butir, dan pengamatan hasil diatas atau dibawah muka air tanah, sebagai berikut:
𝑷𝒛 − 𝑷𝒂
𝑵𝒄𝒓𝒊𝒕 =
𝑺𝒖
keterangan Ncrit adalah faktor stabilitas, Pz adalah tekanan lapisan tanah penutup tepat di poros
terowongan, Pa adalah penyangga yang menekan permuka kerja, dan Su ada kekuatan geser jenuh
(untuk tujuan ini dianggap setengah dari kuat tekan). Tabel 4.14 menunjukan sifat perilaku
lempung di terowongan (hasil modifikasi Peck, 1969 dan Phienwaja, 1987). Lanau lempungan
diatas muka air masih mempunyai nilai kohesi tetapi jenis batuan ini mewakili kondisi perilaku
getas (brittle) untuk penerowongan. Perkiraan perilakunya mengikuti persamaan diatas sangat
subyektif tetapi bisa digunakan seperti pada Tabel 4.14

Tabel 4.14. Perilaku tanah lempung dan lanau lempungan (Bickel, dkk., 1996)
Faktor Stability, Ncrit Perilaku Terowongan di batuan lunak
Tanah Kohesif
1 Stabil
2-3 Sedikit merayap
4-5 Merayap, salalu lambat cukup waktu untuk mengatasi stabilitas di
terowongan
Dapat menghasilkan keruntuhan akibat geseran. Keberadaan lempung
6
sejenisnya menempati ruang dan segera harus bias diatasi.
Lanau pasir diatas muka air (dengan nilai kohesi kecil)
1/4 - 1/3 Keras
1/3 - 1/2 Sedikit mudah hancur
1/2 - 1 Mudah hancur

Tanah butiran tak berkohesi terdiri dari lanau pasir dibawah muka air tanah pada terowongan,
kering atau sebagaian pasir jenus dan gravel diatas muka air tanah yang mungkin bisa meloloskan
beberapa saat menyebabkan terjadi kohesi dari negatif tekanan pori. Ketka material di bawah
muka air, air akan terperangkap kohesi cukup atau menyatukan dan perilaku tersebut sangat
subyektif dan dapat dengan mudah mengalir saat digali. Perilaku pasiran dan butirandi teorongan
telah dirangkum oleh Terzaghi (1977) dan hasil rangkuman ini sampai saat ini masih berlaku
(Tabel 4.15). Catatan untuk yang pasir betul, lebih cepat mengalirkan air ketika mulai digali
khususnya pada atap permukaan kerja yang tak tersangga.

Tabel 4.15. Perilaku Terowongan untuk Pasir dan Kerikil


Perilaku Terowongan
Derajat
Bentuk Dibawah muka air
Kekompakan Diatas muka air tanah
tanah
Pasir bersih dengan kualitas Lepas, N<10 Kompak Flowing
baik Padat, N>30 Mudah hancur Flowing

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 40


Bab IV Desain Terowongan

Mudah hancur Flowing


Pasir halus dengan pengikat Lepas, N <10 Keras atau sedikit mudah hancur Slowly Raveling
lempung Padat, N >30 Raveling

Mudah hancur Rapidly Raveling or


Keras Flowing
Pasir/kerikil berpasir Lepas, N<10 Firm or Slow
dengan pengikat lempung Padat, N>30 Raveling

Running ground. Flowing conditions


Uniform (Cu <3) and loose (N<10) combined with
materials with round grains run extremely heavy
Kerikil berpasir dan Pasir discharge of
much more freely than well
medium hingga kasar. water.
graded (Cu >6) and dense (N>30)
ones with angular grains.

Untuk material lanau pasiran dibawah muka air tanah, material jenis ini dapat bermasalah dan
dapat bergerak jika uniformity coefficient Cu tidak lebih dari 3 dan bergerak menuju material
kohesi jika Cu kurang dari 6 (Terzaghi, 1977).
4.2.4.2. Perubahan Keseimbangan Selama Kontruksi
Penggalian terowongan di batuan lunak dan penyusunan konstruksi penyangga mengubah
kondisi tegangan di massa batuan lunak di sekitar terowongan. Perubahan dapat menerus atau
bertahap. Perubahan ini sangat berhubungan dengan perpindahannya sehingga perlu untuk
dipahami. Pada saat kondisi sebelum penggalian pembukaan terowongan kondisi tegangan di
massa batuan lunak dalam keadaan kesetimbangan terbebani oleh gaya gravitasi. Setelah proses
penerowongan berupa lubang terowongan terbentukan kondisi kesetimbangan baru yang
berubah selama penggalian terowongan dilakukan dan konstruksi penyangga dipasang hingga
saat akhir penerowongan dilakukan. Pada kondisi kesetimbangan akhir ini, semua perubahan
tegangan dan regangan di sekitar terowongan terjadi dan pembentukan kondisi kesetimbangan
baru. Daerah perubahan tegangan, dicirikan dengan bertambahnya tegangan vertikal, hal ini akan
tersalur ke permuka kerja terowongan. Perubahan kondisi ini juga dirasakan pada jarak tertentu
dari bagian permuka kerja terowongan. Distribusi tegangan mempunyai karakter tiga dimensi di
dekat muka terowongan, tetapi di dalam analisisnya menggunakan dua-dimensi sesuai dengan
kemajuan terowongan. Kecepatan analisis dua-dimensi dipengaruhi oleh kemajuan terowongan
dalam hubungan dengan perilaku bergantung waktu.
4.2.4.3. Pengaruh Sistem Penyangga Pada Kondisi Keseimbangan
Banyak penerowongan disangga dalam beberapa tahapan konstruksi. Perilaku terowongan dan
sistem penyangga tergantung pada waktu dan cara penempatan sistem penyangga dan
karateristik perpindahannya. Alasan untuk memberikan penyangga adalah manifold. Kadang
penyangga diperlukan untuk segera mengatasi stabilitas terowongan. Bisa dilakukan sebelum
penggalian, contohnya dengan udara bertekanan, forepoling untuk meningkatkan kekuatan
massa batuan lunak. Di bawah kondisi yang demikian maka interaksi antara keduanya massa
batuan dan penyangga harus dihitung sebelum dan selama penggalian. Ketika sebuah Shield
digunakan sebagai penyangga, sebuah lining dipasang disamping shield, dan celah atau lubang
diantaranya diisi oleh butiran gravel dan atau dengan grouting. Struktur pelapis/lining bisa
ditingkatkan sebagai penyangga permanen, contohnya dengan menambahkan concrete. Hal ini
bisa alternative dari penyangga fleksible menjadi penyangga permanen yang lebih kaku. Saat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 41


Bab IV Desain Terowongan

diperlukan kondisi long-term penyangga dapat dipasang di dekat dengan muka galian
terowongan. Sebagian ada proses relaksasi berhubungan dengan pergerakan sebelum terjadi
interaksi antara penyangga dan batuan lunak. Sering penyangga liner dipasang dan ditambahkan
agar segera kontak dengan massa batuan lunak. Mempercepat interaksi dimaksukan untuk
mendapatkan prestress kedua material antara penyangga dan massa batuan dan pengaruh
terhadap perpindahan yang terjadi. Bahkan ketika terjadi runtuhan yang tidak segera mungkin,
penyangga masih bisa dipasang untuk keadaan ini, dan harus selalu mengontrol batas
perpindahan yang terjadi. Perpindahan yang besar bisa menyebabkan terjadi perpindah di
permukaan tanah atau mengganggu struktur bangunan. Sehingga perpindahan harus segera
diatasi sejak awal terjadi. Perpindahan di tanah dan massa batuan terutama terjadi dari
pengurangan kekuatan dan kekompakan massa batuan lunak. Pada batuan terkekarkan atau
batuan lunak material di atas terowongan bisa runruh sehingga perlu segera memasang
penyangga.
4.2.4.4. Metode Penggalian Shield Tunneling
Secara umum penerowongan di batuan lunak tidak layak hingga permulaan penggunaan mesin
shield (penghormatan buat Sir Marc Brunel), kecuali penggalian dengan peralatan tradisional di
tanah dan batuan lunak. Brunel menulis: penemuan yang efektif dalam penerowongan di tanah
seperti suatu cara yang tidak salah menempatkan daripada mengisi dengan shell atau body di
dalam terowongandan bekerja dengan cukup effektif (Copperthwaite, 1906). Dengan kata lain,
tidak diinginkan tanah terbuka, tetapi lebih cepat digali dan lebih cepat disangga. Gambar
dibawah ini ini (Gambar 4.40) adalah Circular Shield yang dibuat pada tahun 1818 (Coppertwaite,
1906), semua penerowongan dengan menggunakan Shield.

A-K Works cells P Shield Advance


N Reaction Framing M Hydraulic Jack
I Breasting-Boards a Tunnel Lining

Gambar 4.41. Patent Brunel Shield, 1818 (Cooperthwaite, 1906)

Diameter penerowongan dengan alat ini, pengalaman di Amerika Utara di tahun 1960an hingga
awal 1970, rata-rata adalah 3 m dan konsep penerowongannya adalah pada penggalian di
permuka kerja dipisahkan dengan berpenyangga kayu dan menggunakan peralatan tradisional
(tenaga manusia dalam penggaliannya). Jika kondisi tanah memerlukan tingkat penyangga yang
lebih tinggi dari penggunaan Brunel Shield, menggunakan udara bertekanan, keadaan ini
digunakan pada pertengahan tahun 1800 an hingga 1980an). Ketika ada koreksi, udara

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 42


Bab IV Desain Terowongan

bertekanan memberikan kebutuhan penyangga dan mengizinkan beberapa terowongan


menggunakannya, dengan kata lain jika memungkinkan. Karena perlu penghilangan tekanan dan
ini berhubungan dengan kebutuhan peralatan dan prosedur, tidak membahayakan terhadap
pekerja, seperti kecelakaan atau bahkan meninggal, udara bertekanan sabagian besar telah
dikurangi untuk di percabangan terowongan. Mulai akhir 1960an dan awal 1970an, model shield
mekanisasi mulai dibuat dengan model circular shield, dan terdapat peralatan galinya.

Gambar 4.42. Peralatan Penggali di Shield dengan Penggerak Hydraulick

Gambar 4.43. Penampang melintang Peralatan Gali Shield

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 43


Bab IV Desain Terowongan

4.2.5. Terowongan Pada Tanah Campuran Sulit


Sifat – sifat media campuran tanah dan batuan dan permasalahan yang dapat timbul khususnya
masalah stabilitas muka bidang galian ( face tunnel ) pada saat membangun terowongan perlu
dipahami dengan baik. Media campuran tanah dan batuan tidak mempunyai kekuatan yang cukup
lama untuk menahan beban massanya sendiri ( stand – up time ), sehingga diperlukan perkuatan
sebelum dilakukan penggalian terowongan, atau pemasangan sistem perkuatan segera sesaat
setelah dilakukan penggalian terowongan untuk meningkatkan kekuatan tanah/batuan tersebut.
Kondisi media campuran ini dapat menimbulkan permasalahan khususnya pada stabilitas muka
bidang galian. Selain itu, biasanya terdapat aliran air pada media campuran karena ada
perbedaan sifat permeabilitas material. Saat penggalian, hal ini juga akan mempengaruhi dan
menurunkan stabilitas material yang secara alami sudah memiliki kekuatan menahan beban
massanya sendiri yang pendek. Untuk menghadapi hal ini pemasangan perkuatan yang memadai
serta pengendalian air yang berkesinambungan perlu dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
tanah/batuan tersebut. Sifat-sifat media campuran tanah-batuan dan permasalahan yang dapat
timbul pada saat konstruksi, perlu dipahami dengan baik untuk membantu perencana/kontraktor
ketika merencanakan/membangun terowongan jalan pada kondisi media tersebut. Untuk itu
diperlukan suatu pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan teknis, sehingga pembangunan
terowongan jalan pada media campuran tanah-batuan dapat dilakukan dengan baik.
Metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan harus direncanakan dengan cara yang
tepat dengan memanfaatkan kemampuan batuan/tanah menyangga dirinya sendiri,
mempertimbangkan karakteristik batuan/tanah, dampak pekerjaan penerowongan terhadap
lingkungan sekitar, efek dari konstruksi-konstruksi di sekitar terowongan, gempa, tekanan air
tanah, dan efek-efek lain serta kondisi-kondisi desain yang diperlukan. Pendekatan empiris
digunakan pada kategori batuan/tanah A dan B dan pada proyek yang mempunyai kondisi
perencanaan yang serupa dengan kondisi yang pernah dibangun. Pendekatan empiris dan analitis
digunakan pada kategori batuan/tanah CI, CII, DI, DII dan E serta pada daerah dengan perilaku
kondisi batuan/tanah yang dapat menimbulkanpermasalahan dan memerlukan persyaratan
perencanaan khusus, seperti:
 Lokasi proyek yang berdekatan dengan infrastruktur yang telah ada;Kondisi lapisan
penutup (overburden) yang tipis;
 Kondisi batuan/tanah yang telah mengalami deformasi dan gaya tekan bumi (earth
pressure);
 Kondisi batuan dan tanah yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda (campuran
tanah-batuan);
 Terowongan dengan rongga yang besar (cave in) dan berpenampang besar.
Hasil analisis menggunakan pendekatan analitis dapat menghasilkan keluaran dengan variasi
yang besar tergantung pada kondisi analitisnya, seperti penentuan modelnya, kondisi batasnya,
dan nilai-nilai parameter fisik yang dimasukkan. Oleh karena itu, penentuan kondisi analitis dan
evaluasi terhadap hasilnya harus dilakukan dengan hati – hati oleh tenaga ahli di bidangnya.
4.2.5.1. Penentuan Kategori Batuan/Tanah
Kondisi batuan/tanah harus diklasifikasikan berdasarkan cara pandang yang komprehensif.
Klasifikasi batuan/tanah dilakukan berdasarkan parameter kecepatan gelombang elastis, kondisi
geologi (pengaruh air dan faktor litologi, interval dan kondisi diskontinuitas), kondisi inti hasil
pengeboran (kondisi kualitas batuan/RQD), faktor kompetensi, serta situasi penerowongan dan
batas deformasi. Klasifikasi batuan/tanah pada pedoman ini pada dasarnya dirancang untuk
perencanaan terowongan jalan dengan dua lajur atau tiga lajur yang mempunyai lapisan penutup

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 44


Bab IV Desain Terowongan

(overburden) lebih dari 20 m tetapi kurang dari 500 m. Klasifikasi batuan/tanah pada pedoman
ini tidak dapat diterapkan untuk kasus – kasus khusus seperti batuan/tanah di dekat portal yang
terdapat tekanan tanah lokal, daerah dengan potensi tanah longsor dan kasus dengan
pembatasan penurunan tanah. Penggunaan kelas tanah E harus dibatasi untuk lokasi proyek
dengan konvergensi sebesar 200 mm atau lebih, dengan karakter litologi khusus (batuan/tanah
dengan tekanan tanah yang besar, seperti karena adanya endapan talus yang luas dan zona
rekahan akibat patahan yang luas).

1) Pemilihan Metode Penggalian


Pemilihan metode penggalian untuk media campuran tanah-batuan harus dilakukan secara
bertahap agar distribusi tekanan tanah tidak terkonsentrasi dan terdistribusi menjadi lebih
merata, serta dapat mencegah terjadinya deformasi yang berlebihan. Pemilihan metode
penggalian untuk media campuran tanah – batuan harus mempertimbangkan kemungkinan
digunakannya kombinasi metode penerowongan untuk mengantisipasi perubahan dan
penyesuaian pelaksanaan penggalian. Pemilihan metode penggalian harus ditentukan oleh tenaga
ahli terkait dan berdasarkan hasil kajian yang komprehensif.
2) Pemilihan Sistem Perkuatan
Perkuatan terowongan harus direncanakan agar terowongan dan media disekitarnya menjadi
stabil. Oleh karena itu, perkuatan terowongan harus dapat bekerja dan terintegrasi dengan media
disekitarnya untuk manahan tekanan dan pergerakan yang diakibatkan oleh penggalian
terowongan. Perkuatan terowongan standar terdiri dari beton semprot, baut batuan dan
perkuatan baja. Untuk perencanaan perkuatan terowongan yang efektif, harus dilakukan analisis
terhadap karakteristik masing-masing perkuatan, dan penerapan satu jenis perkuatan atau
kombinasi. Dalam memilih dan menentukan metode tambahan yang akan digunakan, efek,
efisiensi biaya, dan periode kerjanya harus dipertimbangkan. Begitu juga evaluasi yang tepat
terhadap kesesuaian metode tambahan dengan metode penggalian dan pola perkuatan standar.
Pemilihan sistem perkuatan harus ditentukan oleh tenaga ahli terkait dan berdasarkan hasil
kajian yang komprehensif. Pemilihan sistem perkuatan juga didasarkan pada konsep stabilitas
batuan dan tanah, yaitu dengan kajian sifat fisik dan mekaniknya seperti, Kuat Tekan (UCS), Kuat
Tarik (UTS), Modulus Young (E), Kohesi (c) dan Sudut Geser Dalam (𝜙). Perencanaan dengan
pendekatan analitis harus dilakukan dengan mempertimbangkan sifat – sifat batuan/tanah
seperti parameter kekuatan, parameter deformasi, stabilitas muka bidang galian dan aliran air.
Tekanan tanah (earth pressure) yang harus diperhitungkan meliputi tekanan yang bekerja pada
perkuatan atau dinding terowongan akibat batuan/tanah yang mengalami pelepasan dan tekanan
pada perkuatan akibat perpindahan yang terjadi pada tahap penggalian. Analisis metode
penggalian dan sistem perkuatan dengan pendekatan analitis harus dilakukan oleh tenaga ahli
terkait.

4.2.5.2. Perencanaan Metode Penggalian dan Sistem Perkuatan Terowongan Pada Media
Campuran Tanah dan Batuan
Secara garis besar langkah – langkah dalam perencanaan metode penggalian dan sistem
perkuatan terowongan berdasarkan kategori batuan/tanah ditunjukkan pada gambar berikut

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 45


Bab IV Desain Terowongan

Mulai

Penyelidikan lapangan
dan laboratorium

Penentuan kategori
dan batuan/tanah

Kategori A
hingga B?
TDK

YA
Pendekatan empiris dan
Pendekatan empiris analitis

Pemilihan metode penggalian Pemilihan metode penggalian berdasarkan


berdasarkan kategori batuan/tanah kategori batuan/tanah

Pemilihan sistem perkuatan Pemilihan sistem perkuatan berdasarkan


berdasarkan kategori kategori batuan/tanah
batuan/tanah

Pemodelan tahapan penggalian dan Pemilihan metode tambahan


sistem perkuatan menggunakan berdasarkan prediksi
pendekatan analitis permasalahan stabilitas

Deformasi TDK
memenuhi
kriteria
batas

YA

Pembuatan tipikal metode penggalian dan sistem


perkuatan

Selesai

Gambar 4.44. Diagram alir perencanaan metode penggalian dan sistem perkuatan terowongan
pada media campuran tanah dan batuan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 46


Bab IV Desain Terowongan

Perencanaan metode penggalian dan perkuatan terowongan dengan pendekatan empiris


ditentukan berdasarkan pada kategori batuan/tanahnya. Berdasarkan diagram alir perencanaan
untuk menentukan kategori tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.16. Parameter penentuan kategori batuan dan tanah


Jenis Pengujian Parameter yang didapatkan
 Uji kuat tekan bebas tanah Kuat Tekan bebas tanah/batuan, 𝑞𝑢 (𝑚2 )
𝑘𝑁

 Uji Kuat tekan bebas batuan


 Uji Berat isi tanah 𝑘𝑁
Berat isi, 𝛾 (𝑚3 )
Penyelidikan Geofisika, meliputi : Kecepatan gelombang elastis
 Uji seismik refraksi batuan/tanah, Vp (km/detik)
 Uji Crosshole
 Uji Downhole
 Uji Seismik refleksi
Uji laboratorium cepat rambat ultrasonik Kecepatan gelombang ultrasonik contoh
dan konstanta elastik uji, Up (km/detik)
Pengambilan contoh batuan inti dan
penamaan Mutu Batuan, RQD ( Rock RQD
Quality Designation)

Parameter kecepatan gelombang elastis dan faktor kompetensi merupakan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan dalam penentuan klasifikasi batuan/tanah. Meski demikian, karena
pendekatan yang dihasilkan cukup kasar, maka pendekatan tersebut merupakan penunjang dari
penyelidikan geologi lokal, pengeboran teknik dan pengambilan contoh batuan/tanah.
1) Penentuan Kategori Batuan/Tanah
Klasifikasi batuan/tanah dibagi menjadi menjadi tujuh kelas, dan penggunaannya harus
mempertimbangkan beberapa hal berikut ini:
a. Kecepatan gelombang elastis (km/detik).
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penerapan kecepatan
gelombang elastis:
i. Efektivitas eksplorasi gelombang elastis praktis terbatas hingga kedalaman sekitar
100 m, karena panjang lintasan survei yang diperlukan adalah 5 hingga 6 kali
kedalaman penyelidikan, dengan asumsi kekerasan massa batuan meningkat dari
permukaan ke arah kedalaman (kecepatan gelombang elastis meningkat). Jika yang
terjadi sebaliknya pendekatan ini tidak dapat digunakan.
ii. Pada media yang telah mengalami tekanan/lipatan seperti serpih, batu sabak
(slate), dan sekis (schist) atau batuan dengan banyak retakan-retakan minor,
batuan tidak kompak (loosen). Pengelompokan kelas batuan/tanah untuk daerah
seperti ini dapat dinilai satu peringkat lebih rendah daripada kelas awal yang
diberikan dari hasil eksplorasi gelombang elastis.
iii. Jika kecepatan gelombang elastis (kecepatan gelombang P) dan nilai faktor
kompetensi berada di antara dua kelas, evaluasi harus berdasarkan pada
karakteristik topografi, kondisi batuan/tanah, dan lain-lain.
iv. Pada kondisi kedalaman lapisan penutup dan ketebalan lapisan di sisi terowongan
kecil, seperti area di dekat portal dan sungai kecil, maka nilai kecepatan gelombang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 47


Bab IV Desain Terowongan

elastis dan kelas massa batuan yang ditunjukkan dapat dinilai lebih rendah
(diturunkan) dari kelas awal.
v. Jika batuan/tanah dalam jangkauan sekitar 15 m di atas rencana elevasi
terowongan terdiri atas lapisan yang memiliki lebih dari satu kecepatan tunggal,
maka digunakan kecepatan elastis yang paling rendah.
vi. Perhatian khusus diperlukan pada lokasi dengan kedalaman lapisan penutup kecil
karena hasil pengujian yang diperoleh dapat bervariasi dan mengakibatkan hasil
analisis yang salah.
vii. Untuk zona patahan dan rekahan, kriteria lain seperti arah, tebal dan kedalaman
zona patahan juga harus dipertimbangkan selain kecepatan gelombang elastis.
viii. Jika pengujian kecepatan gelombang elastis di dalam terowongan dilakukan pada
saat konstruksi, data ini harus digunakan untuk mengkonfirmasi kelas massa
batuan, dan jika perlu perubahan desain dapat dilakukan.
b. Kondisi batuan/tanah
Perilaku batuan/tanah saat penggalian terowongan dipengaruhi oleh kekuatan fragmen
batuannya. Berikut ini adalah parameter yang digunakan dalam penilaian kondisi
batuan/tanah :
i. Litologi.
Litologi ditentukan berdasarkan kekuatan batuan/tanah secara langsung dan
kuantitatif melalui uji laboratorium dari sampel pengeboran inti. Selama penggalian
perlu dilakukan uji kuat tekan tidak terkekang (unconfined compressive strength
test), uji beban titik (point loading test), uji pukul (hammering test) dalam menilai
kekuatan batuan/tanah.
ii. Pengaruh air tanah.
Kekuatan batuan/tanah dapat menurun karena pengaruh air tanah, sehingga
kondisi tersebut harus dipertimbangkan dengan memperhitungkan struktur
terowongan dan kesulitan dalam konstruksi.
c. Kondisi diskontinuitas.
Kuat geser suatu massa batuan ditentukan oleh geometri diskontinuitas dan jenis
material zat pengisi celah permukaan diskontinuitas. Kekasaran diskontinuitas
(geometri dan permukaan gelincir) dan material pengisi seperti lempung, serta evaluasi
panjang (kontinuitas), lebar (jarak) dan kondisi pelapukan harus dipertimbangkan
secara komprehensif.
d. Jarak antara permukaan diskontinuitas.
Jarak antara permukaan diskontinuitas diwakili oleh garis retakan yang berkembang
secara teratur dalam suatu stratifikasi, schistosity dan kekar. Ketidakteraturan retakan
pada muka bidang galian dapat menimbulkan risiko terpisah dan jatuhnya blok-blok
batuan karena adanya celah.
e. Pengeboran inti (kondisi inti, RQD)
Hasil survei dari pengeboran inti digunakan untuk mengevaluasi kekuatan fragmen
batuan, kondisi diskontinuitas, dan celah/rekahan. Kondisi pengeboran inti sulit untuk
digunakan sebagai standar kriteria penilaian karena nilai RQD dipengaruhi oleh
teknologi pengeboran dan diameternya. Namun, masih bisa digunakan untuk standar
penilaian secara kasar. Standar ini berlaku untuk sampel inti bor yang diambil dengan
tabung inti ganda pengeboran berdiameter luar 66 mm.
f. Faktor kompetensi.
Faktor kompetensi didapatkan dengan menggunakan Persamaan (1) sebagai berikut :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 48


Bab IV Desain Terowongan

𝑞𝑢
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑒𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 =
𝛾. 𝐻
Keterangan :
𝑞𝑢 adalah kuat tekan bebas batuan/tanah (kN/m2)
𝛾 adalah berat isi batuan/tanah (kN/m3)
𝐻 adalah tebal lapisan penutup ( overburden )(m)
Untuk kondisi batuan dengan rekahan, maka kekuatan batuan-semu (qu’) dihitung
menggunakan Persamaan (2) sebagai berikut:
2
𝑉𝑝
𝑞𝑢′ = ( ) . 𝑞𝑢
𝑈𝑝
Vp adalah kecepatan gelombang elastis batuan ( gelombang P, km/detik)
Up adalah kecepatan gelombang ultrasonik contoh uji (gelombang P
qu adalah kuat tekan bebas batuan/tanah (kN/m2)
g. Situasi penggalian terowongan dan titik referensi pergerakan
Pergerakan harus diukur sedini mungkin segera setelah pengangkutan material galian
(sekurang-kurangnya 3 jam atau kurang). Penentuan kategori kelas dapat dikoreksi,
dengan mempertimbangkan hubungan antara sumbu terowongan dan arah/inklinasi
diskontinuitas dalam penggalian muka bidang galian selama tahap konstruksi.
2) Ketidakstabilan Bawah Tanah
Suatu pekerjaan pembuatan lubang bukaan di bawah tanah (Underground Excavation)
memerlukan penyelidikan sifat geologi, sifat teknik dan sifat mekanika massa batuan yang
terdapat di dalamnya. Hal tersebut perlu dilakukan dengan tujuan supaya dapat mengetahui
kondisi kekuatan dan kelemahan batuan yang mempengaruhi konstruksi dan akhirnya berusaha
menciptakan kondisi stabil setelah dilakukan bukaan.
Banyak terjadinya ketidakstabilan seperti jatuh atau runtuhnya massa batuan di beberapa
terowongan, maka penyelidikan geomekanika diperlukan untuk mengetahui klasifikasi massa
batuan dan kondisi lemahnya (weakness condition) yang nyata di lapangan. Hal ini perlu diketahui
sebagai data masukan untuk rancangan desain perkuatan atau penyanggaan, sehingga tercipta
kondisi terowongan yang stabil dan aman selanjutnya. Setelah pengumpulan data-data parameter
klasifikasi geomekanika, dilakukan pemantauan (monitoring) lanjutan mengenai waktu stand-up
time riil dan kondisi lemah nyata di lapangan. Hal ini dimaksudkan sebagai faktor koreksi
seberapa jauh ketepatan metode penelitian dan masukan aktual rancangan desain perkuatan atau
penyanggaan. Salah satu metode penyelidikan lapangan untuk mengetahui sifat geologi, teknik
dan mekanika massa batuan ialah metode Klasifikasi Geomekanika Sistem RMR (Rock Mass
Rating) yang dikembangkan oleh Bieniawski, ZT. tahun 1973. Metode ini cukup praktis dan
banyak berhasil penerapannya dalam pekerjaan lubang bukaan. Metode ini disebut metode
numerik yang bersifat empiris, artinya metode ini menggunakan pemerian angka – angka untuk
menggambarkan kualitas massa batuan serta metode ini dibakukan berdasarkan beberapa
pengalaman pekerjaan penyelidikan sebelumnya. Metode ini meliputi pengidentifikasian perilaku
atau kondisi massa batuan, mengklasifikasi massa batuan ke dalam kelompok dengan kualitas
dan karakter yang sama dan akhirnya sampai ke perancangan teknik dan perkuatan lubang
bukaannya. Klasifikasi Geomekanika Sistem RMR telah dikembangkan oleh Z.T. Bieniawski sejak
tahun 1972 hingga 1973 dan kemudian telah dimodifikasi kembali pada tahun 1979 dan 1988.
Klasifikasi dengan metode empiris ini sejak kurun waktu di atas telah digunakan pada sekitar 268
studi penyelidikan terowongan, ruang bawah tanah, pertambangan, stabilitas lereng dan pondasi.
Sehingga klasifikasi ini dapat digunakan karena bersifat praktis dan diakui secara internasional.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 49


Bab IV Desain Terowongan

Tidak ada aturan universal untuk akseptabilitas dan juga tidak ada faktor keselamatan standar
yang dapat digunakan untuk menjamin bahwa struktur batuan dan tanah dalam kondisi kinerja
yang memadai. Setiap desainnya unik dan akseptabilitasnya struktur harus dipertimbangkan
dalam hal tertentu, seperti jenis batuan/tanah, beban desain dan penggunaannya.
Ratio tekanan hidrolik maksimum di terowongan terhadap tegangan pokok minimum di batuan
sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan masing – masing struktur yang ada pada setiap
penggalian.
3) Beban Berat
Pengetahuan mengenai besaran dan arah tegangan insitu dan tegangan induksi (insitu and
induced stress) merupakan komponen penting dari desain penggalian bawah tanah, dalam banyak
kasus kekuatan batuan (intact rock strenght) terlampaui dan ketidakstabilan dapat menimbulkan
konsekuensi serius pada perilaku penggalian. Beban kolom vertikal batuan yang berada pada
elemen ini adalah hasil dari kedalaman dan berat satuan massa batuan diatasnya. Misal biasanya
sekitar 2,7 ton/m3 atau 0,027 MN/m3, maka tegangan vertikal pada elemen tersebut adalah 2.700
ton/m2 atau 27 MPa.
Secara umum tegangan tersebut dapat diestimasi dengan persamaan :
𝜎𝑣 = 𝛾 𝑧
Dengan ;
𝜎𝑣 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙
𝛾 = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑖𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
𝑧 = 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
Pengukuran dari 𝜎𝑣 dari varian seluruh terowongan tambang dan konstruksi sipil di seluruh
dunia mengkonfirmasi bahwa hubungan ini valid walaupun ada sejumlah besar penyebaran
dalam pengukuran.

Gambar 4.45. Grafik hubungan Kedalaman versus Tegangan Vertikal

Tegangan horizontal yang bekerja pada elemen batuan/tanah di kedalaman z dibawah


permukaan jauh lebih sulit diperkirakan daripada tegangan vertikal. Biasanya, rasio tegangan
horizontal rata – rata terhadap tegangan vertikal dilambangkan dengan huruf k sedemikian rupa
sehingga :
𝜎ℎ = 𝑘. 𝜎𝑣 = 𝑘 𝛾 𝑧

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 50


Bab IV Desain Terowongan

Terzaghi and Richart (1952) mengemukakan bahwa, massa batuan yang banyak mengandung
gravitasi dimana tidak ada regangan lateral yang diperbolehkan selama pembentukan strata
diatasnya, nilai k tidak bergantung pada kedalaman, dan mempunyai persamaan sebagai berikut :
𝑣
𝑘=
1−𝑣
𝑣 = 𝑃𝑜𝑖𝑠𝑠𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
Pengukuran pada tegangan horizontal di lokasi terowongan sipil dan pertambangan diseluruh
dunia menunjukkan bahwa rasio k cenderung tinggi pada kedalaman dangkal dan turun pada
kedalaman yang lebih dalam ( Hoek & Brown, 1978 ; Herget, 1988). Untuk memahami alasan
variasi tegangan horizontal, penting untuk mempertimbangkan masalah pada skala yang jauh
lebih besar. Nilai k pada tegangan horizontal akan berbeda dan diberikan persamaan :
1
𝑘 = 0.25 + 7𝐸ℎ (0.001 + )
𝑧
Dengan :
𝑧 = 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛
𝐸ℎ = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑑𝑒𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖

Gambar 4.46. Grafik Eh (horizontal dan vertical stress) versus kedalaman dibawah permukaan

4) Kendala dan rintangan


Penurunan tanah dipermukaan adalah akibat deformasi yang disekitar galian dan tergantung cara
pelaksanaan, kecepatan penggalian dan tegangan awal pada tanah (Peck, 1969). Secara umum
ada kendala dan rintangan dalam penerowongan pada media campuran yaitu :
1. Penurunan awal
Yaitu penurunan yang terjadi akibat penurunan muka air tanah akibat proses dewatering
selama pelaksanaan, biasa terjadi pada tanah pasir.
2. Deformasi tanah pada bagian muka galian.
Deformasi ini akan terjadi seketika karena ketidak seimbangan tegangan antara
penyokong terowongan dengan tanah atau air tanah pada bagian muka terowongan.
3. Penurunan di atas posisi shield bekerja
Penurunan terjadi jika rongga galian besar dan akibat problem control alignment shield.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 51


Bab IV Desain Terowongan

4. Penurunan setelah konstruksi rongga terbentuk, yaitu karena adanya rongga antara
dimensi galian tanah dan posisi lining (tail void).
5. Penurunan jangka panjang yang terjadi akibat peningkatan air pori sehubungan gerakan
shield mendorong tanah.
Beberapa potensi masalah pada konstruksi terowongan diantaranya:
 Penurunan dipermukaan tanah akibat adanya galian terowongan.
 Masalah dewatering.
 Keruntuhan di muka terowongan waktu penggalian.
 Pergerakan dari struktur di bawah tanah.
 Bocoran pada lining.
Beberapa metode perbaikan tanah yang sering digunakan dalam pekerjaan terowongan antara
lain : pengendalian air tanah dengan dewatering, penggunaan udara bertekanan (compressed
air), dan grouting.

4.2.6. Terowongan Terendam Air/Immersed Tunnel


4.2.6.1. Umum
Terowongan terendam air (Immersed Tunnel) merupakan terowongan yang terdiri dari balok
beton berongga yang direndam dibawah air dan bergabung membentuk terowongan.
Terowongan terendam air (Immersed Tunnel ) adalah cara paling ideal untuk membangun
terowongan melintasi air, karena metode ini mengandalkan air untuk menempatkan terowongan.
Kepentingan dalam rekayasa pembuatan terowongan ini adalah untuk menghemat lahan di
permukaan yang sudah tidak bisa dilewati untuk pembangunan jalur terowongan. Pada
dasarnya, metode konstruksi dari banyak bidang praktek rekayasa lainnya, menitikberatkan pada
kombinasi teknik konstruksi bangunan tahan air dan beton tahan air, karena terowongan yang
dibangun dibawah air akan cenderung berkaitan dengan air.
Terowongan yang terendam air (Immersed tunnel) cenderung terkonsentrasi di wilayah
geografis tertentu sebagai akibat persyaratan infrastruktur geologi dan transportasi di berbagai
negara. Bidang konstruksi utama adalah memiliki satu atau dua terowongan semacam itu,
terowongan terendam air sebagian besar menampung jalan raya atau jalur kereta api, akan tetapi
mereka juga membangun terowongan sebagai utilitas saluran air dan jalur pasokan listrik dan
juga sebagai pendingin intake and outlet untuk pembangkit listrik. Terowongan terendam air ini
memiliki dimensi yang bervariasi, dari mulai 9 m hingga 30 m dan tinggi hingga 12 m, umumnya
panjang terowongan adalah 1 – 2 km panjangnya. Ilutrasi berikut merupakan gambaran
mengenai terowongan terendam air.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 52


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.47. Gambar 5. Layout terowongan terendam air (immersed tunnel)

4.2.6.2. Metodologi Perencanaan


Metode perencanaan terowongan terendam air adalah dengan membuat desain
terowongan yaitu pembuatan bagian shell untuk akses dan utilitas struktur utama.
Bentuk geometri terowongan yang berbentuk heksagonal dengan sisi lengkung shell
ganda. Kerangka baja melengkung dibuat untuk keseluruhan elemen. Diafragma eksternal
ditambahkan pada interval sepanjang baja eksternal yang juga dipasang bentuk pelat
baja. Beton yang digunakan ditempatkan sekitar bagian cangkang pelat luar. Beton
tersebut memberikan pemberat utama untuk mencegah korosi yang terjadi dengan
lapisan beton internal diperkuat bersamaan dengan cangkang baja melingkar untuk
struktur utama terowongan.

Gambar 4.48. Gambar 5. Metode pelaksanaan pembuatan terowongan terendam air

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 53


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.49. Gambar 5. Penampang melintang Single Shell Tunnel

Gambar 4.50. Gambar 5. Penampang melintang Single Steel shell pada perencanaan

Variasi elemen beton bertulang monolitik adalah dengan prategang dengan


prategang longitudinal permanen. Bentuk elemen terowongan ini dapat memiliki
kelebihan dalam mengurangi jumlah tulangan longitudinal dan juga tekanan tekan
keseluruhan yang diberikannya cenderung menutup celah pada beton, mengurangi
kemungkinan kebocoran. Meskipun demikian, adalah umum untuk menerapkan
membran eksternal ke luar terowongan tersebut. Kerugian dari metode ini adalah bahwa
aktivitas ekstra diperlukan selama konstruksi, dan jika tidak diperhatikan dengan baik
dengan memasang dan dengan merinci sekeliling pelat baja, prategang dapat
membahayakan daya tahan kekuatan terowongan jangka panjang.
Karena kebutuhan kapasitas terowongan meningkat, terutama untuk
mengakomodasi lalu lintas jalan yang lebih banyak, lebar kompartemen internal juga
akan meningkat. Bukaan internal yang lebih besar ini meningkatkan rentang atap dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 54


Bab IV Desain Terowongan

lantai sehingga bagian beton bertulang menjadi prategang tidak ekonomis dan
transversal mungkin diperlukan di lantai dan atap. Namun, prategang transversal
meningkatkan risiko masalah daya tahan yang timbul karena beton prategang kadang
diposisikan di bagian luar elemen.
Terowongan baja dan beton secara teknis merupakan pilihan yang tepat untuk
hampir semua terowongan terendam air. Masing – masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Terowongan baja mungkin lebih mudah dibuat dan membutuhkan fasilitas
yang lebih kecil, namun yang diatur adalah biaya bahan baku beton yang umumnya lebih
murah di sebagian besar belahan dunia. Kerangka baja awalnya dikembangkan di
Amerika Serikat dan telah dominan di sana namun telah dibangun di seluruh dunia.
Elemen terowongan baja bersifat monolitik. Artikulasi dapat terjadi pada persendian
antar elemen, meski seringkali sendi ini dilas untuk menyediakan struktur terowongan
yang terus menerus. Elemen baja tunggal memiliki cangkang baja eksternal yang dibuat
khusus dari pelat baja 10 mm.

4.3. PERANCANGAN STRUKTUR TEROWONGAN


Mengacu pada Bab 1, secara etimologi kata terowongan berarti tembusan dalam tanah atau
gunung (untuk jalan kereta api dan sebagainya), sedangkan terowongan jalan adalah jalan yang
dibuat dengan cara menembus gunung (bukit) atau yang berada di bawah permukaan tanah atau
air yang kedua ujungnya berhubungan langsung dengan udara luar. Adapun salah satu jenis
terowongan yang telah banyak dibangun di Indonesia adalah berupa Underpass, dimana
konstruksi ini dibangun untuk persimpangan jalan raya. Permen PU no 11 tahun 2009
membedakan antara terowongan dan underpass dengan memisahkan istilahnya dengan lintas
bawah untuk underpass dan terowongan untuk terowongan itu sendiri.
Persamaan dan perbedaan antara terowongan antara lain:
 Terowongan dan underpass, sama-sama konstruksi di bawah tanah untuk lalu lintas jalan
atau kereta api;
 Terowongan biasanya lebih panjang daripada underpass;
 Underpass dibangun untuk perlintasan lalu lintas tidak sebidang , sedangkan terowongan
dibangun untuk lalu lintas yang menghindari perbukitan atau pegunungan dengan tingkat
kedalaman yang cukup tinggi.
 Metode pelaksanaan konstruksi underpass lebih sederhana dibandingkan dengan
konstruksi terowongan.
4.3.1. Pertimbangan Desain
4.3.1.1. Deformasi dan Kekakuan Lining
Lining terowongan adalah sistem struktural, namun berbeda dari sistem struktural lainnya yang
berinteraksi dengannya, tanah sekitarnya merupakan aspek integral dari perilaku, stabilitas dan
daya dukung muatan keseluruhan. Kerugian atau kekurangan dukungan yang diberikan oleh
tanah di sekitarnya dapat menyebabkan kegagalan lining. Itu Kemampuan lining untuk berubah
bentuk di bawah beban adalah fungsi dari kekakuan relatif struktur lining dan sekitar tanah.
Seringkali, struktur lining terowongan lebih fleksibel dari pada tanah disekitarnya. Ini fleksibilitas
memungkinkan lapisan untuk berubah bentuk sebagai deformasi tanah sekitarnya selama dan
setelah penggalian terowongan. Deformasi ini memungkinkan tanah disekitarnya untuk
memobilisasi kekuatan dan menstabilkan. Deformasi struktur lining Terowongan memungkinkan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 55


Bab IV Desain Terowongan

momen di struktur lining terowongan untuk mendistribusikan ulang sehingga beban utamanya di
dalam lapisan adalah dorong atau beban aksial. Struktur lining terowongan yang paling efisien
adalah salah satu yang memiliki fleksibilitas tinggi dan daktilitas. Struktur lining terowongan
mempertahankan stabilitas dan daya dukung muatannya melalui kontak dengan sekitarnya
tanah.
Karena beban diterapkan pada satu bagian lapisan, lapisan mulai berubah bentuk dan dengan
demikian akan mengembangkan tekanan pasif sepanjang bagian lain dari lapisan. Tekanan pasif
ini mencegah lapisan dari tekuk atau roboh. Daktilitas di lapisan memungkinkan terciptanya
"engsel" pada titik-titik tinggi momen yang meringankan momen sehingga aksi beban primer
adalah gaya aksial. Daktilitas ini disediakan Untuk beton dengan pembentukan retakan di beton.
Di bawah penguatan atau tidak ada bantuan penguatan Promosikan inisiasi retakan. Sendi di
lapisan beton segmental juga memberikan keuletan. Di Pelapis pelat baja, kekakuan lentur yang
diabaikan dari pelat baja dan keuletan yang melekat pada baja memungkinkan untuk
menciptakan engsel yang serupa.
4.3.1.2. Masalah Konstruksi
Setiap terowongan itu unik, kondisi tanah, sarana dan metode penerowongan, kondisi pemuatan,
terowongan Dimensi dan bahan bangunan semuanya bervariasi dari terowongan ke terowongan.
Setiap terowongan harus dinilai dalam hal kelebihan untuk mengidentifikasi masalah yang harus
dipertimbangkan selama desain sehingga konstruksi layak dilakukan. Beberapa elemen umum
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: Bahan: Pemilihan bahan pelapis terowongan
harus dilakukan untuk memudahkan transportasi dan Penanganan material di ruang terbatas di
dalam terowongan. Setiap segmental harus berukuran kecil dan mudah ditangani. Setiap panjang
bagian harus diperiksa untuk memastikan bahwa mereka dapat menyesuaikan geometri secara
horizontal dan vertikal terowongan. Bahan harus tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
Rincian: Detailing harus dilakukan untuk memudahkan kemudahan konstruksi. Sebagai contoh,
Kemiringan konstruksi miring di lapisan beton bertali dapat menghilangkan kesulitan
berhubungan dengan membangun sekat terhadap permukaan digali yang tidak beraturan.
Prosedur: Prosedur konstruksi harus ditentukan yang sesuai dengan kondisi yang ditemui di
terowongan; kondisi yang sering ditemui adalah lembab atau basah, kadang kala ada kondisi air
yang mengalir. Diperblehkan menggunakan sarana dan metode yang tidak menghalangi bagian
dari terowongan untuk periode waktu yang signifikan. owongan seharusnya tersedia sebanyak
praktis.
4.3.1.3. Daya Tahan
Terowongan mempunyai biaya yang mahal, dibangun untuk penggunaan jangka panjang. Banyak
terowongan yang ada di Amerika Serikat telah digunakan selama lebih dari seratus tahun tanpa
akhir yang terlihat dalam kehidupan pelayanan mereka. Memiliki sebuah terowongan yang tidak
beroperasi untuk jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar.
Dengan demikian, detil dan bahannya harus dipilih yang dapat menahan kondisi yang dihadapi
dalam struktur bawah tanah. Semua struktur, termasuk terowongan memerlukan pemeriksaan,
pemeliharaan dan perbaikan berkala. Terowongan jalan raya juga bisa terkena kejadian ekstrem
seperti kebakaran akibat insiden di dalam terowongan. Desain struktur lining terowongan harus
mempertimbangkan efek api pada lapisan. Lapisannya harus bisa untuk menahan panas api untuk
beberapa periode waktu tanpa kehilangan integritas struktural. Panjang dari waktu yang
dibutuhkan akan menjadi fungsi intensitas dari antisipasi pengatasan api dan waktu respon untuk
petugas darurat mampu memadamkan api. Struktur lining terowongan juga harus dipertahankan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 56


Bab IV Desain Terowongan

sedikit mungkin terjadi kerusakan agar terowongan bisa kembali beroperasi sesegera mungkin.
Perlindungan dari api bisa terjadi diperoleh dari penutup beton, selesai terowongan dan
dimasukkannya serat plastik dalam campuran beton.
4.3.1.4. Beton dengan Kepadatan Tinggi
Beton dengan kepadatan tinggi dihasilkan dengan menggunakan semen tanah yang sangat halus
dan / atau mengganti berbagai macam Bahan seperti fly ash atau blast furnace slag untuk semen.
Isi semen dari kepadatan beton sangat tinggi, kandungan semen yang tinggi membuat
penanganan sulit dalam kondisi ideal. Campuran yang rumit dengan beberapa campuran dan
pemantauan air hati-hati diperlukan untuk menjaga agar beton tetap terjaga dalam keadaan
plastik cukup lama untuk ditempatkan dalam bentuk. Kandungan semen yang tinggi akan
menghasilkan panas tinggi.
Beton, bagaimanapun, dapat bermanfaat dalam banyak aplikasi terowongan. Hal ini dapat
membatasi masuknya air dan memberikan perlindungan yang signifikan terhadap serangan
kimia. Beton dengan kepadatan tinggi memiliki panas rendah daya konduksi yang bermanfaat
dalam api. Beton kepadatan tinggi harus digunakan bersamaan dengan Pemeriksaan yang cermat
dan penegakan spesifikasi secara ketat selama konstruksi.
4.3.1.5. Perlindungan terhadap Karat
Korosi dikaitkan dengan produk baja yang disematkan di beton dan jika tidak digunakan pada
aplikasi terowongan. Air tanah, bahan kimia tanah, kebocoran, knalpot kendaraan, logam
berbeda, deicing bahan kimia, air pencuci, deterjen, bakteri makan besi dan arus nyasar adalah
semua sumber korosi di Indonesia Logam. Masing-masing dan aspek lain yang unik dari
terowongan yang harus dipertimbangkan dievaluasi selama tahap perancangan. Metode
perlindungan korosi dirancang untuk melawan sumber korosi, harus dimasukkan ke dalam
desain. Proteksi korosi bisa berupa pelapis seperti epoxies, powder coating, paint atau
menggunakan isolasi dapat dipasang di antara logam yang berbeda dan sumber arus nyasar.
Beton dengan kepadatan tinggi dapat memberikan perlindungan untuk memperkuat lapisan baja
pada beton dapat meminimalkan infiltrasi air.
Peningkatan tutupan beton diatas baja tulangan merupakan cara efektif untuk melindungi baja
tulangan dari korosi. Meningkatkan penutup beton, bagaimanapun juga akan meningkatkan
ketebalan lapisan. Ketebalan yang meningkat akan menghasilkan penggalian yang lebih besar
yang akan meningkatkan biaya keseluruhan terowongan.
4.3.1.6. Joint Antar Struktur Lining
Lining Joints diperlukan untuk memudahkan konstruksi beton tuang di tempat beton
membutuhkan sambungan konstruksi. Sambungan konstruksi bisa dilipat atau dibentuk. Lapisan
segmentasi yang dibuat dari Beton atau baja bisa memiliki sambungan yang diluruskan atau tidak
dilepas. Sambungan unbolted digunakan pada beton gasketed dan ungasketed. Lining Joints juga
memberikan kelegaan dari tekanan yang disebabkan oleh gerakan karena perubahan suhu.
Pelapis di tempat pelapis harus memiliki kontraksi sendi setiap 30 kaki dan sendi ekspansi setiap
120 kaki. Sambungan ekspansi juga harus dapat digunakan untuk memotong dan menutupi
bagian transisi terowongan yang ditambang. Lapisan beton segmental tidak memerlukan
sambungan kontraksi dan memerlukan sambungan ekspansi hanya pada Antarmuka cut and
cover.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 57


Bab IV Desain Terowongan

4.3.2. Lining Terowongan


Berdasarkan buku Technical Manual for Design and Construction of Road Tunnels-Civil
Elements yang dikeluarkan oleh U.S. Department of Transportation Federal Highway
Administration, bahwa ada beberapa Lining pada terowongan. Jenis Lining yang ada
adalah berupa beton insitu, precast segmental, steel plate dan shotcrete. Sedangkan
menurut spesifikasi BTS untuk Penerowongan (British Tunneling Society, 2000), Lining
pada terowongan yang diuraikan adalah berupa beton insitu, beton precast segmental
dan beton semprot atau sprayed concrete lining (SCL).
Pengertian Lining (Lapisan) pada terowongan adalah Konstruksi yang merupakan
Struktur utama yang menerima berbagai beban untuk melindungi lalu lintas pada
terowongan yang terbuat dari material dari baja atau beton dan pendukung lainnya.
Adapun dari penggunaan Lining (konstruksi pelapis) terowongan menggunakan beberapa jenis
bahan material antara lain:
4.3.2.1. Beton Cor di tempat
Lining (Lapisan) terowongan dengan metode Beton-insitu (cor di tempat) biasa
digunakan pada tanah yang lunak maupun pada terowongan batu. Penggunaan metode
cast-insitu mudah mengikuti bentuk geometris yang ada, tetapi harus didukung oleh
suatu konstruksi pendukung yang cukup kuat, misalnya dengan memakai sistem dinding
Secant Pile.

Gambar 4.51. Contoh penggunaan Lining In-situ di Cumberland Gab Tunnel, US.

Menurut “Tunnel Lining Desain Guide”, The British Tunnelling Society and The Institution of Civil
Engineers, di masa lalu lapisan in situ terbentuk dari batu atau batu bata. Sekarang sudah terbuat
dari beton cor yang tidak bertulang atau memakai tulangan. Lapisan tersebut dibangun dalam
beberapa bentuk (sementara) dukungan tanah yang telah dipasang untuk menciptakan
lingkungan kerja yang aman.
1) Persyaratan desain
Desain lapisan in situ relatif mudah jika diawali dukungan tanah diasumsikan bersifat sementara
saja. Lapisan in situ harus dirancang untuk membawa semua beban untuk kehidupan desain
penuh terowongan. Kode desain normal berlaku untuk detail desain sejak lapisan tidak membawa

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 58


Bab IV Desain Terowongan

beban eksternal sampai beton telah sembuh. Beban sementara pada lapisan dan bekisting selama
casting dapat ditangani dengan menggunakan metode desain standar untuk di atas tanah
struktur. Situasinya lebih rumit jika dukungan ground awal diasumsikan membawa sebagian
beban jangka panjang. Dukungan awal dan lapisan in situ kemudian bertindak sebagai struktur
komposit. Itu sifat pembagian beban antara kedua lapisan akan membutuhkan pertimbangan
cermat karena akan tergantung pada rincian spesifik dari masing-masing kasus.
2) Grouting
Grouting diperlukan untuk memastikan lapisan in situ kontak penuh dengan dukungan dan
ground ground awal. Pipa berdarah akan diperlukan untuk memastikan udara tidak terperangkap
saat memasang atau concreting Tekanan grouting harus dibatasi sedemikian sehingga tidak
merusak lapisan baru, dan susunan grout harus kompatibel dengan desain waterproofing. Sebuah
hubungan sederhana telah diusulkan yang menyediakan sebuah perkiraan eksentrisitas dorong
dalam kaitannya dengan ukuran kosongkan tertinggal lapisan karena pemasangan yang tidak
lengkap (Bickel Et al., 2002)

e = C2 / 8R

Dimana e adalah eksentrisitas dalam meter, C adalah panjang akord dalam meter dan R adalah
radius terowongan dalam meter.

4.3.2.2. Beton Pracetak Segmental


Lapisan dengan pracetak segmental apabila terowongan yang direncanakan cukup
panjang dengan geometris yang lurus, dan lebih menguntungkan pada tanah lunak.
Karena Struktur lining terowongan dengan menggunakan pracetak dalam penggaliannya
menggunakan mesin bor TBM (Tunnel Boring Machine). Penggunaan lapisan pracetak
segmental, kadang-kadang digunakan pada dua phase. Yang petama digunakan lapisan
pracetak sebagai awal dukungan tanah, selanjutnya untuk phase kedua digunakan beton
insitu. Pada penggunaan beton pracetak, selain desain struktur, perlu dipikirkan metode
transportasi, penanganan dan pemasangan serta sistem grouting pada sambungan.
Lapisan segmental adalah bentuk lapisan yang paling umum untuk terowongan tanah
lunak, terutama untuk panjang yang relatif panjang dimana secara ekonomis
menggunakan TBM adalah yang paling menguntungkan. Desain yang segmental cincin
tidak hanya membutuhkan analisis struktural untuk beban tanah dan beban ram TBM
diterapkan pada segmen, juga membutuhkan perancang untuk mempertimbangkan total
proses pembuatan, penyimpanan, pengiriman, penanganan dan ereksi serta tekanan yang
dihasilkan dengan menyegel sistem dan baut atau alat bantu ereksi lainnya.

4.3.2.3. Beton Semprot (Sprayed Concrete Lining/SCL)


Penggunaan sistem lapisan beton semprot (SCL) mulai semakin umum diterapkan pada
lapisan tanah lunak karena faktor fleksibilitas dalam hal bentuk terowongan dan
kombinasi dengan menggunakan dukungan. Lapisan beton semprot sangat mahal dan
sangat efektif untuk terowongan pendek dan persimpangan. Secara tradisional sistem
dua phase telah digunakan di terowongan SCL , dimana phase pertama digunakan sistem
pendukung tanah yang stabil, yang kedua menggunakan Lapisan beton semprot (SCL).
Dalam karya awalnya di terowongan batu, Rabcewicz (1969) menyadari bahwa beton
semprot adalah bahan yang sangat sesuai untuk terowongan dengan alasan berikut:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 59


Bab IV Desain Terowongan

 Lapisan permanen : beton semprot merupakan material struktural yang bisa digunakan
sebagai lapisan permanen.
 Tegangan awal umur beton : Perilaku material beton semprot, yang awalnya lembut dan
rangkak di bawah beban tapi bisa tahan pada tegangan besar pada usia awal, kompatibel
dengan tujuan sebuah lapisan yang memungkinkan beberapa deformasi tanah
dikarenakan oleh redistribusi tegangan di tanah.
 Deformasi: perilaku material, khususnya kenaikan gaya dan kekuatan dengan umur,
juga kompatibel dengan kebutuhan pengendalian deformasi, sehingga terjadi regangan-
pelunakan di tanah yang tidak menyebabkan kegagalan.

Lapisan beton yang dicampur dengan tanah lunak jarang sekali digunakan karena kekhawatiran
atas daya tahan lapisan. Secara tradisional pelapisnya mengandung balok kisi untuk kontrol
bentuk dan tulangan untuk perkuatan. Celah diantara besi tulangan meningkatkan kemungkinan
adanya korosi. Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan baja fiber tulangan yang
memperkuat lapisan beton yang disemprot tanpa kisi balok girder. Namun, ada sejumlah masalah
teknis dengan cara ini yaitu jenis konstruksi ini termasuk kunci pokok permasalahan dalam
pengendalian bentuk dan ketebalan dan kualitas konstruksi.

Gambar 4.52. Terowongan dengan memakai Lining Beton Semprot (SCL)

Lapisan beton semprot dapat dibentuk sebagaimana bila diperlukan, dan dalam bentuk apa pun
yang dibutuhkan. Oleh karena itu geometri terowongan dan waktu penempatan lapisan bisa
disesuaikan agar sesuai dengan jangkauan luas pada kondisi tanah. Beton semprot juga bisa
digabungkan dengan bentuk dukungan lainnya seperti baut batu dan lengkungan baja. Adapun
keuntungan dari pemakaian Lining (lapisan) ini adalah:
 Ada waktu mobilisasi yang lebih rendah dan biaya untuk item rencana utama;
 Peralatan yang sama dapat digunakan untuk konstruksi poros dan juga terowongan;
 Metode ini sesuai dengan Metode Observasi, CIRIA (1999) yang memungkinkan
optimalisasi dukungan (dan oleh karena biaya) selama konstruksi;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 60


Bab IV Desain Terowongan

 Kebebasan bentuk izin terowongan dari berbagai penampang melintang dan ukuran
dan persimpangan yang akan dibangun lebih cepat dan biaya yang lebih baik daripada
jika lapisan segmental atau cast in situ digunakan.
Terowongan berlapis beton semprot sering memiliki subdivisi bagian. Subdivisi ini harus
berukuran sesuai dengan kondisi stabilitas tanah dan ukuran konstruksi peralatan. Secara ideal
fungsi lapisan beton semprot sebagai struktur kerang. Inilah sebabnya mengapa sangat cocok
untuk sambungan terowongan. Untuk mencapai kondisi ini harus ada kontinuitas struktural di
banyak sendi. Starter bar digunakan untuk mencapai putaran yang dibutuhkan dengan baja
penguatan bila berlaku penting untuk tetap disain dari sendi sesederhana mungkin untuk
menghindari konstruksi cacat (seperti bayangan dan rebound yang terperangkap). Jika
memungkinkan sendi tidak boleh ditempatkan di bagian lapisan yang sangat tertekan. Tidak
seperti lapisan segmental, ada potensi variabilitas yang besar dalam bentuk terowongan SCL.
Karena ketidakpastian yang melingkupi disain terowongan SCL, instrumentasi dipasang untuk
memverifikasi bahwa terowongan tersebut melakukan sebagaimana dimaksud data pemantauan
harus ditinjau ulang setiap hari terhadap Key Performance Indicators.

4.3.2.4. Pelat Baja (Liner Plates)


Lapisan pelat baja (liner plates) adalah jenis konstruksi segmental dimana pelat baja
dibuat busur yang biasanya dipasang di dalam perisai mesin bor terowongan untuk
membentuk cincin. Baja lapisan pelat bisa membentuk dukungan awal dan akhir pada
tanah. Segmennya disediakan dengan gasket untuk membatasi masuknya air tanah ke
dalam terowongan. Pelat baja juga digunakan sebagai pengganti tertinggal dimana baja
tulang rusuk digunakan sebagai dasar support awal. Dengan munculnya segmen beton
pracetak, pelat liner berada tidak digunakan seperti sebelumnya.

Gambar 4.53. Tipikal Cross Section Steel Gambar 4.54. Konstruksi dengan Lining
Plate Lining dengan Pelat Baja (Baltimore Metro)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 61


Bab IV Desain Terowongan

4.3.2.5. Shotcrete / Beton semprot


Suatu konstruksi penyangga sementara yang direncanakan untuk mencegah lepasan (loosening)
haruslah dapat memikul beban yang relatif besar dalam tempo yang relatif singkat, cukup kaku
dan tidak runtuh. Selama beberapa dekade dahulu telah diperkenalkan rock bolting dan
shotcreting dalam pembuatan terowongan. Melihat hasil-hasil yang ada, pengenalan metode
penyangga dan perlindungan permukaaan (support and surface protection) tersebut diatas dapat
dianggap sebagai peristiwa penting khususnya pada batuan lunak dan tanah. Kelebihan metode
ini dapat ditunjukkan dengan membandingkan mekanika batuan yang dilapis dengan shotcrete.

Shotcrete adalah beton yang diaplikasikan secara pneumatik yang sering digunakan sebagai
dukungan awal tapi sekarang dengan kemajuan teknologi, shotcrete ini dirancang dan dibangun
bersamaan dengan metode penggalian sekuensial (SEM). Satu dari aplikasi pertama dari lapisan
shotcrete akhir di Amerika Serikat berada di Lehigh Tunnel No. 2 dari Pennsylvania Turnpike.
Shotcrete dapat dipakai di berbagai komposisi , hal ini dapat diterapkan di atas tanah yang
terbuka, baja tulangan, kawat las atau balok kisi. Hal ini dapat digunakan bersamaan dengan baut
dan dowel, bisa mengandung serat baja atau plastik dan bisa juga terdiri dari berbagai macam
campuran. Hal ini diterapkan dalam lapisan untuk mencapai ketebalan yang diinginkan.

Steel Rib Shotcret lining concrete

Gambar 4.55. Terowongan dengan memakai Shotcrete Lining

4.3.3. Konstruksi Lintas Bawah/Underpass


Pada konstruksi Underpass ada beberapa jenis material sebagai pilihan, sesuai dengan kondisi
lokasi dan pertimbangan ekonomis dan kemudahan metode pelaksanaan.
4.3.3.1. Box Tunnel dengan Beton Cor di tempat
Pemilihan beton in situ atau cor di tempat untuk konstruksi underpass merupakan pilihan
pertama, dimana penggunaan material ini memiliki kelebihan antara lain:
 Bisa menyesuaikan geometris jalan pada kondisi yang sulit;
 Bisa dilakukan dengan peralatan sederhana tanpa memerlukan peralatan berat;
 Bisa dilakukan secara bertahap.
Adapun kelemahan dengan memakai metode ini adalah:
 Pekerjaan menjadi lebih lama;
 Kualitas material sulit dikontrol di lapangan;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 62


Bab IV Desain Terowongan

4.3.3.2. Box Tunnel dengan Beton Pracetak Segmental


Pemilihan beton pracetak segmental untuk konstruksi underpass merupakan pilihan utama pada
kondisi sekarang, dimana penggunaan material ini memiliki kelebihan antara lain:
 Pekerjaan bisa menjadi lebih cepat dibandingkan dengan memakai beton in situ ;
 Kualitas material mudah dikontrol karena dilakukan secara fabrikasi ;
Adapun kelemahan dengan memakai metode ini adalah:
 Perlu modifikasi struktur untuk lokasi pada kondisi sulit;
 Memerlukan peralatan berat seperti crane dan lainnya sehingga terdapat gangguan lalu
lintas yang cukup tinggi;

Gambar 4.56. Konstruksi Underpass dengan beton pracetak segmental

4.3.3.3. Struktur Baja /Aluminium


Struktur ini didefinisikan sebagai struktur multipoint baja dan aluminium, yang dirakit dengan
mengunci pelat baja galvanis bergelombang atau aluminium untuk menciptakan struktur kontinu.
Struktur ini tidak memerlukan coupling band dan memiliki bentang dari 1,5 meter sampai 6
meter dan diproduksi sesuai kebutuhan. Fitur utama struktur multiplate adalah daya tahannya,
dan ringannya bagian pelat yang memungkinkan; kemudahan penanganan, konstruksi yang
relatif cepat dengan fondasi dangkal, dan perakitan di tempat menggunakan baut. Pemakaian
sistem Multiplate adalah merupakan pilihan yang baik apabila digunakan daerah terpencil
dimana akses lokasi sulit dan pra-perakitan sebagian panjang dapat mengurangi waktu instalasi.
Struktur pelat aluminium dibuat dari paduan aluminium kelas laut, yang menawarkan ketahanan
yang lebih baik terhadap korosi di lingkungan air tawar dan air laut dibandingkan dengan baja
galvanis.
4.3.3.4. Modifikasi Jembatan
Untuk perencanaan konstruksi Underpass bisa pula dilakukan dengan cara seperti merancang
jembatan. Beberapa modifikasi jembatan yaitu antara lain dengan menggunakan struktur
gabungan Secant Pile untuk menahan tanah di sekitarnya dengan kombinasi memakai girder baja
atau balok beton. Ada juga menggunakan Struktur Borepile dengan kombinasi U-girder, I-Girder
atau Voided slab.
A. Konstruksi Secant Pile
Dalam suatu konstruksi underpass sering digunakan konstruksi dinding dengan sistem Secant
Pile. Dinding Secant dibentuk dengan membangun tiang beton bertulang. Tiang secant diperkuat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 63


Bab IV Desain Terowongan

dengan tulangan baja atau dengan balok baja dan dibangun dengan pengeboran di bawah lumpur
atau augering. Tiang pancang primer dipasang terlebih dahulu dibandingkan tiang sekunder
(jantan) yang dibangun di antara tiang primer (betina) setelah yang terakhir mendapatkan
kekuatan yang cukup. Tumpang tindih tumpukan biasanya di sekitar 3 inci (8 cm). Di dinding
tiang bersinggungan, tidak ada tiang tumpang tindih karena tumpukannya saling bersentuhan.
Keuntungan utama dari Dinding Tiang Secant adalah:
 Peningkatan fleksibilitas dalam penyesuaian geometrik konstruksi.
 Peningkatan kekakuan dinding dibandingkan dengan sheet piles.
 Bisa dipasang pada tanah yang sulit (cobbles / boulders).
 Konstruksi yang kurang berisik.
Kelemahan utama dari dinding secant pile adalah:
 Toleransi Vertikal mungkin sulit dicapai untuk tiang yang dalam.
 Total waterproofing sangat sulit didapat pada sambungan.
 Meningkatnya biaya dibanding dinding sheet piles.

Gambar 4.57. Konstruksi Dinding Secant Pile

Gambar 4.58. Secant Pile dengan Beton Tulangan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 64


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.59. Secant Pile dengan Baja Profil

Konstruksi Underpass ini adalah merupakan jembatan yang mengkombinasikan struktur


borepile sebagai penahan tanah dengan balok (girder) voided slab. Dalam metode
pelaksanaan borepile

Gambar 4.60. Tampak Depan Konstruksi Underpass dengan Secantpile dan Voided Slab

Gambar 4.61. Plan Konstruksi Underpass dengan Borepile dan Voided Slab

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 65


Bab IV Desain Terowongan

B. Konstruksi Diaphragma Wall


Pada prinsipnya konstruksi Diaphragma wall berfungsi sebagai dinding penahan tanah
sekaligus sebagai Struktur Dinding Underpass dan konstruksi Borepile pada bagian Box.
Pada pelaksanaannya dinding diafragma dilengkapi dengan konstruksi Guidewall, contoh
dari struktur ini adalah di Underpass Tomang, Jakarta Indonesia.

4.3.4. Desain Struktur


4.3.4.1. Beban LRFD (Load Resistance Factor Design)
Desain struktur lining terowongan, kecuali pelat pelat terowongan baja, tidak dibahas secara
standar kode desain, bab ini dimaksudkan untuk menetapkan prosedur perancangan struktur
lining terowongan yang memanfaatkan Spesifikasi Asosiasi Amerika Serikat Desain Jembatan
LRFD State Highway dan Transportasi (AASHTO), edisi terkini.
LRFD adalah filosofi desain yang memperhitungkan variabilitas dalam prediksi beban dan
variabilitas dalam perilaku elemen struktur. Ini merupakan perpanjangan dari metodologi desain
load factor yang telah digunakan selama beberapa tahun. Bab ini dimaksudkan untuk membantu
desainer dalam penerapan spesifikasi LRFD pada desain struktur lining terowongan dan untuk
memberikan interpretasi yang seragam dari spesifikasi AASHTO LRFD karena berlaku untuk
struktur lining terowongan.
Desain struktur akan diatur oleh Spesifikasi Desain Jembatan AASHTO LRFD terbaru. Spesifikasi
AASHTO tidak mencakup beton polos struktural yang sering digunakan dalam struktur lining
terowongan konstruksi.
4.3.4.2. Jenis Beban
Beban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan struktur beserta cara menggabungkan
beban diberikan Bagian 3 dari spesifikasi LRFD. Bagian 3 dari spesifikasi LRFD membagi beban
menjadi dua kategori: Beban Tetap dan Beban Transien. Ayat 3.3.2 "Perumusan Beban Permanen
dan Beban Transient" dari Spesifikasi LRFD mendefinisikan beban permanen berikut yang sesuai
dengan desain Lining Terowongan:
1) Beban Permanen
DC = Beban Mati: Beban ini terdiri dari berat diri komponen struktural dan juga beban terkait
dengan beban nonstruktural. Jenis beban nonstruktural bisa berupa perlengkapan
pencahayaan, perlengkapan sinyal, finishing arsitektural, waterproofing, dll. Berat unit
tipikal untuk umum bahan bangunan diberikan pada Tabel 3.5.1-1 dari spesifikasi LRFD
AASHTO.
DW = Beban Mati : Beban ini terdiri dari berat diri permukaan lapisan perkerasan, dan utilitas.
Utilitas di terowongan bisa meliputi saluran listrik, pipa drainase, jalur komunikasi, jalur
pasokan air, dll. Permukaan perkerasan bisa berupa aspal atau beton. Beban mati lapisan
perkerasan dan utilitas seharusnya dihitung berdasarkan ukuran dan konfigurasi
sebenarnya dari item ini.
EH = Beban Tekanan Tanah Horisontal. Informasi yang dibutuhkan untuk menghitung beban
ini diturunkan oleh data geoteknik dikembangkan selama program penyelidikan bawah
permukaan. Metode yang digunakan dalam menentukan beban tanah pada struktur lining
terowongan yang ditambang dijelaskan pada Bab 6 dan 7 manual ini.
ES = Beban tambahan. Ini adalah beban vertikal karena timbunan di atas struktur yang
ditempatkan di atas garis tanah asli. Dianjurkan seminimal mungkin beban tambahan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 66


Bab IV Desain Terowongan

sebesar 400 psf digunakan dalam desain terowongan. Jika ada potensi pembangunan di
masa depan berdekatan dengan struktur terowongan, beban tambahan dari
pembangunan sebenarnya harus digunakan dalam desain struktur. Sebagai pengganti
beban yang didefinisikan dengan baik, disarankan agar digunakan nilai minimum 1000
psf, bila dimungkinkan pembangunan di masa datang.
EV = Tekanan tanah vertikal. Metode yang digunakan untuk menentukan beban tanah vertikal
pada Lining mined tunnel adalah dijelaskan dalam Bab 6 dan 7 dari manual ini.

2) Beban Transient
Dari spesifikasi LRFD mendefinisikan transient berikut beban yang sesuai dengan desain Lining
mined tunnel:
CR = Creep.
CT = Vehicular Collision Force: Beban ini Akan diterapkan pada masing-masing komponen
struktur terowongan yang bisa rusak akibat benturan kendaraan. Biasanya, lining
terowongan dilindungi oleh struktur pengarah sehingga beban ini perlu dipertimbangkan
hanya dalam keadaan biasa. Hal ini Lebih baik untuk detail komponen struktural
terowongan dan perlengkapannya sehingga tidak kerusakan akibat benturan kendaraan.
EQ = Gempa. Beban ini harus diterapkan pada Lining terowongan yang sesuai untuk zona
seismik untuk terowongan. Pembebanan pada kejadian ekstrem lainnya seperti ledakan
eksplosif harus dipertimbangkan. Lingkup manual ini tidak mencakup perhitungan atau
disain untuk beban seismik dan ledakan, namun, perancang harus sadar bahwa beban
kejadian ekstrem harus dipertanggungjawabkan di desain struktur lining terowongan.
IM = Beban dinamis kendaraan: Beban ini diterapkan pada slab jalan mined tunnel.. Beban ini
juga bisa ditransmisikan ke Lining terowongan melalui permukaan tanah saat terowongan
tersebut berada di bawah jalan raya, kereta api atau landasan pacu. Biasanya mined tunnel
terlalu jauh di bawah permukaan untuk bisa ditransmisikan ke struktur. Namun, beban ini
mungkin menjadi pertimbangan di dekat muka antara interface cut and cover dan
penampang mined tunnel. Sebuah persamaan untuk perhitungan beban ini diberikan pada
paragraf 3.6.2.2 spesifikasi AASHTO LRFD.
LL = Beban Hidup Kendaraan: Beban ini diterapkan pada slab jalan mined tunnel. Beban ini
bisa juga ditransmisikan ke Lining terowongan melalui permukaan tanah saat terowongan
berada di bawah jalan raya, kereta api atau landasan pacu. Biasanya mined tunnel terlalu
jauh di bawah permukaan untuk bisa menyalurkan beban dari permukaan ke struktur,
beban ini mungkin menjadi pertimbangan di dekat interface cut and cover dan penampang
mined tunnel.Petunjuk untuk. Distribusi beban hidup ke struktur bawah dapat ditemukan
pada paragraf 3.6.1 dari Spesifikasi AASHTO LRFD.
LS = Beban Hidup Tambahan : Beban ini diterapkan pada Lining terowongan yang dibangun di
konstruksi bawah lainnya yaitu jalan raya, jalur kereta api, landasan pacu atau fasilitas lain
yang membawa kendaraan yang bergerak. Beban ini terdistribusi dengan mensimulasikan
distribusi beban roda melalui timbunan tanah. Biasanya mined tunnel terlalu jauh di bawah
permukaan untuk memiliki beban dari permukaan yang bisa ditransmisikan ke struktur,
bagaimanapun beban ini mungkin menjadi pertimbangan di dekat interface antara cut and
cover dan penampang mined tunnel.
PL = Beban Hidup Pejalan Kaki. Pejalan kaki biasanya tidak diizinkan di terowongan raya,
namun di sana adalah area dimana petugas pemeliharaan dan inspeksi memerlukan akses.
Lokasi seperti saluran ventilasi ketika perpindahan ventilasi digunakan, pleno di atas atap,

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 67


Bab IV Desain Terowongan

dan safety walks. Beban ini ditransmisikan ke lapisan melalui elemen pendukung pada fitur
yang sudah dijelaskan.
SH = Penyusutan. Elemen struktur terowongan cut and cover biasanya relatif besar. Dengan
demikian, penyusutan bisa menjadi masalah. Beban ini harus diperhitungkan dalam desain
atau strukturnya harus diperinci untuk meminimalkan atau menghilangkannya.
TU = Beban Suhu Uniform. Beban ini digunakan terutama untuk perubahan ukuran joint dalam
struktur. Jika pergerakan diperbolehkan pada expantion joint, maka tidak diperlukan beban
tambahan untuk diterapkan pada struktur. Karena strukturnya sangat kaku pada arah
utama gerakan termal, efek gaya gesekan akibat gerakan termal dapat diabaikan dalam
disain.
WA = Beban air. Beban ini mewakili tekanan hidrostatik yang diperoleh dari luar struktur
terowongan. Mined tunnel biasanya didesain agar kedap air tanpa ketentuan untuk
mengurangi tekanan hidrostatis. Dengan demikian, Lining terowongan mendapatkan
tekanan hidrostatik. Tekanan Hidrostatik berlaku normal ke permukaan terowongan. Hal
ini harus diasumsikan bahwa air akan mengembangkan tekanan hidrostatik secara penuh
pada terowongan saat tidak ada mekanisme bantuan yang digunakan. Perhitungan beban
ini harus memperhitungkan berat jenis air tanah yang bisa menjadi garam atau air garam
air. Beban hidrostatik maksimum dan minimum seharusnya digunakan untuk perhitungan
struktur.
Untuk tujuan disain, tekanan hidrostatik diasumsikan diterapkan di struktur bawah tanah harus
mengabaikan bantuan tekanan pori yang diperoleh dari rembesan ke dalam struktur kecuali
sistem tekanan yang dirancang dengan tepat dipasang dan dipelihara. Dua level air tanah harus
dipertimbangkan: normal (teramati maksimum air tanah) dan ekstrim, 3 ft (1 m) di atas muka air
banjir 200 tahunan. Kekuatan gaya apung harus dievaluasi secara hati-hati untuk memastikan
bahwa efek beban mati yang diterapkan lebih besar daripada efek apung yang diterapkan.
Perhitungan untuk gaya apung harus didasarkan pada minimum kepadatan bahan karakteristik
dan maksimal massa jenis air . Total gaya angkat sama dengan berat air yang hilang. Efek gesekan
(kekuatan teoritis yang dibutuhkan untuk mengeluarkan irisan materi di atas terowongan)
material asli dan timbunan tidak boleh diperhitungkan, namun berat tanah dan air di atas
terowongan harus digunakan untuk menghitung beban lawan. Saat sistem bantuan disertakan,
fungsi sistem bantuan dievaluasi untuk menentukan tekanan hidrostatik yang akan diterapkan
terowongan.
DD = Downdrag: Beban ini terdiri dari gaya vertikal yang diaplikasikan pada bagian luar Lining
yang bisa mengasilkan pengurangan tanah di sekitarnya akibat pengurangan tanah di
tempat pada bawah bagian terowongan. Beban ini tidak berlaku untuk mined tunnel karena
memerlukan pengurangan atau penurunan material di bawah dasar struktur yang
melibatkan kekuatan downdrag dari Lining. Untuk tipikal terowongan jalan raya, berat
keseluruhan struktur biasanya lebih kecil dari tanah yang diganti. Dengan demikian, kecuali
jika timbunan melebihi ketinggian rata-rata tanah di atas terowongan atau struktur
dibangun di atas terowongan, penurunan tidak akan menjadi masalah.
BR = Vehicular Breaking Force: Beban ini hanya berlaku pada kondisi khusus dimana
pendetailan struktur membutuhkan pertimbangan beban ini. Pada desain tipikal, kekuatan
ini dilawan oleh massa slab jalan dan tidak perlu dipertimbangkan dalam desain.
CE = Vehicular centrifugal force: Beban ini hanya akan diterapkan dalam kondisi khusus
dimana pendetailan struktur membutuhkan pertimbangan beban ini. Pada desain tipikal,
kekuatan ini dilawan oleh massa slab jalan dan tidak perlu dipertimbangkan dalam desain.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 68


Bab IV Desain Terowongan

CV = Vessel Collision Force: tidak berlaku karena hanya akan diterapkan pada Immersed Tube
Tunnels. Immersed Tube Tunnels adalah bentuk khusus dari terowongan cut and cover dan
dibahas secara terpisah pada bab 12 buku manual ini.
EL = Akumulasi efek lock-in akibat proses konstruksi termasuk gaya sekunder dari post
tensioning.
FR = Friction. Seperti yang dinyatakan di atas, strukturnya sangat kaku dalam arah gerakan
termal. Pergerakan termal merupakan sumber gaya gesek. Pada tipikal terowongan, efek
gesekan bisa diabaikan.
IC = Beban es. Karena terowongan tidak terkena aliran sungai atau tidak terkena cuaca dengan
cara tertentu yang bisa mengakibatkan akumulasi es, beban ini tidak digunakan dalam
desain terowongan cut-and-cover.
SE = Settlement. Untuk tipikal terowongan jalan raya, berat keseluruhan struktur biasanya
kurang dari tanah urugan. Dengan demikian, kecuali jika timbunan melebihi rata-rata
ketinggian tanah asli di atas terowongan atau sebuah struktur dibangun di atas
terowongan, penurunan tidak akan menjadi masalah untuk terowongan cut and cover. Jika
penurunan diantisipasi karena kondisi bawah permukaan yang buruk atau karena
penambahan beban ke struktur atau perubahan kondisi tanah sepanjang terowongan itu
dianjurkan agar memakai pondasi yang dalam (pile atau tiang pengeboran) digunakan
untuk mendukung struktur.
TG = Temperature Gradient. Beban ini harus diperiksa berdasarkan kasus per kasus
tergantung pada iklim lokal dan variasi musiman dalam suhu rata-rata. Biasanya karena
relatif kecil,bagian yang digunakan dalam struktur lining terowongan, beban ini tidak
digunakan. Spesifikasi LRFD AASHTO memberikan panduan untuk menghitung beban ini
yang memungkinkan penggunaan pertimbangan teknik untuk menentukan apakah beban
ini perlu diperhatikan dalam perancangan struktur.
WL = Wind on live load. Struktur terowongan tidak terkena angin, sehingga tidak akan terjadi
dikenakan beban angin
WS = Wind load on structure. Struktur terowongan tidak terkena angin, sehingga tidak akan
terjadi dikenakan beban angin.

4.2.3.1. Kombinasi Beban


Spesifikasi AASHTO mendefinisikan empat batas wilayah yaitu service, kelelahan dan fraktur,
kekuatan, dan kejadian ekstrim. Masing-masing limite states ini berisi beberapa kombinasi beban.
Limit states dan beban kombinasi dikembangkan untuk pembebanan yang biasanya dihadapi oleh
jembatan jalan raya. Kebanyakan beban yang dipasang pada jembatan tidak berlaku untuk
struktur lining terowongan. Beban seperti angin, arus aliran, dampak kapal dan kelelahan tidak
terjadi pada mined tunnels. Kondisi unik di mana terowongan beroperasi memungkinkan untuk
menghilangkan banyak kondisi pembebanan yang digunakan untuk jembatan. Terowongan
seharusnya dirancang untuk kombinasi beban berikut. Beban yang dijelaskan di atas harus
diperhitungkan dan digabungkan sesuai dengan spesifikasi LRFD dan diterapkan pada lining
terowongan. Kombinasi beban ini diberikan pada Tabel 4.12 dari Spesifikasi AASHTO. Kasus
beban yang disarankan untuk disain lining untuk mined tunnel adalah diberikan pada tabel
berikut :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 69


Bab IV Desain Terowongan

Tabel 4.17. Kombinasi Beban


LL, IM,
Load Comb
DC DW EH* EV# ES LS, CT, WA TU, CR, SH TG
Limit State
PL
Max Min Max Min Max Min Max Min Max Min
Strength I 1,25 0,90 1,50 0,65 1,35 0,90 1,50 0,75 1,75 1,00 1,20 0,50 0,00
Strength II 1,25 0,90 1,50 0,65 1,35 0,90 1,50 0,75 1,35 1,00 1,20 0,50 0,00
Strength III 1,25 0,90 1,50 0,65 1,35 0,90 1,50 0,75 0,00 1,00 1,20 0,50 0,00
Service I 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,20 1,00 0,50
Service IV 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 1,20 1,00 1,00
Extreme I 1,25 0,90 1,50 0,65 1,35 0,90 1,50 0,75 Y1EQ2 1,00 N/A N/A N/A

 Faktor beban yang ditunjukkan adalah untuk tekanan tanah. Pada tekanan tanah harus
digunakan untuk semua kondisi disain struktur terowongan cut and cover.
 Faktor beban yang ditunjukkan adalah untuk rangka kaku. Semua struktur terowongan cut
and cover dianggap rangka yang kaku
 Faktor beban ini ditentukan pada dasar spesifik proyek
Saat mengembangkan beban untuk diterapkan pada struktur, setiap kemungkinan kombinasi
faktor beban harus dikembangkan.

4.3.4.3. Kriteria Desain


Secara historis ada tiga metode dasar yang digunakan dalam perancangan struktur:
 Beban service atau desain tegangan yang diijinkan diperbolehkan dalam perencanaan.
Setiap beban pada struktur sama dalam hal probabilitas terjadinya pada nilai yang
dinyatakan. Faktor keamanan untuk metode ini diperoleh dari kemampuan material
untuk menahan beban.
 Load factor design menyumbang potensi variabilitas beban dengan menerapkan
berbagai faktor beban setiap jenis beban daya tahan dari kapasitas maksimum elemen
struktur yang dikurangi dengan faktor reduksi kekuatan dan hambatan yang dihitung
dari elemen struktur harus sama atau melebihi beban yang diterapkan
 Load factor design and resistance memperhitungkan variasi statistik dari kedua
kekuatan elemen struktur dan besarnya beban yang diterapkan.
Persamaan secara fundamental LRFD dapat ditemukan pada paragraf 1.3.2.1 spesifikasi AASHTO.
Ini Persamaan adalah:

  i i Qi ≤  Ra = Rr
Dalam persamaan ini, η adalah pengubah beban yang berkaitan dengan keuletan, redundansi dan
operasi penting dari fitur yang dirancang. Pengubah beban η adalah sebuah faktor terdiri dari
tiga komponen;
 ƞD = Faktor yang berkaitan dengan daktilitas = 1,0 untuk lining terowongan yang
dibangun dengan konvensional. Rincian dan dirancang sesuai dengan spesifikasi LRFD
AASHTO.
 ƞR = Faktor yang berkaitan dengan redundansi = 1,0 untuk lining mined tunnels.
 ƞI = Faktor yang berkaitan dengan kepentingan struktur = 1,05 untuk desain terowongan.
Terowongan biasanya merupakan hubungan utama yang penting dalam sistem
transportasi regional. Hilangnya sebuah terowongan biasanya akan menyebabkan
gangguan besar pada arus lalu lintas, maka tinggi adalah faktor yang sangat penting.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 70


Bab IV Desain Terowongan

 Ɣi Adalah faktor beban yang diterapkan pada efek gaya (Q) yang bekerja ekerja pada
anggota yang bagian dirancang. Nilai untuk γ bisa didapat ditemukan pada Tabel 10.1 di
atas.
 RR Adalah suatu faktor resistensi yang diperhitungkan dari elemen atau koneksi.
 Φ adalah faktor resistensi yang diterapkan pada resistansi nominal anggota (Rn) yang
sedang dirancang.

 Hal tersebut merupakan faktor hambatan diberikan dalam spesifikasi LRFD AASHTO
untuk setiap material di bagian itu mencakup materi yang spesifik. Secara khusus, Bagian
5 dari spesifikasi LRFD AASHTO mencakup struktur beton dan secara umum, faktor
resistensi yang akan digunakan dalam desain beton dapat ditemukan di sana. Nilai ini
adalah sebagai berikut.
 Untuk lapisan beton bertulang:
 Φ = 0,90 untuk lentur
 Φ = 0,90 untuk geser
 Φ = 0,70 untuk bantalan pada beton
 Karena struktur lining terowongan akan mengalami beban aksial, faktor ketahanan untuk
kompresi harus didefinisikan. Nilai φ untuk kompresi dapat ditemukan pada Bagian
5.5.4.2.1 spesifikasi LRFD AASHTO sebagai berikut:
 Φ = 0,75 untuk kompresi aksial
 Baja struktural tercakup dalam Bagian 6 spesifikasi AASHTO LRFD. Ayat 6.5.4.2 memberi
Berikut nilai untuk ketahanan baja faktor:
 Untuk elemen baja struktural:
 Φr = 1,00 untuk lentur
 Φv = 1,00 untuk geser
 Φc = 0,90 untuk kompresi aksial untuk baja polos dan komposit
 Bab 12 dari spesifikasi AASHTO membahas desain struktur lining terowongan yang
dibangun dari baja
 Faktor resistensi tambahan berikut untuk digunakan dalam desain pelat pelat baja:
 Φ = 1,00 untuk area dinding minimum dan tekuk
 Φ = 1,00 untuk jahitan longitudinal minimum kekuatan untuk elemen beton biasa:
beton tak bertulang juga disebut beton biasa.

 Ketentuan AASHTO tidak membahas beton biasa. Prosedur perancangan berikut harus
diikuti beton polos structural . Perhitungan kapasitas momen pada area kompresi lapisan
sebagai berikut:
 Φ M N C = Φ0 , 8 5 f c ’ S
 Dimana:
 MnC = Resistansi nominal dari permukaan tegangan beton
 Φ = 0,55 untuk beton polos
 fc'= Kuat tekan beton 28 hari
 S = Section modulus pada bagian lining berdasarkan luas kotor yang tidak retak.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 71


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.62. Kombinasi Beban Konstruksi Bottom-Up pada Terowongan Cut and cover

Hitung kapasitas momen pada tegangan muka lining sebagai berikut:

Φ M n T= Φ 5 (f c ' )1 / 2 S
Dimana:
MnT = Resistansi nominal dari tegangan muka beton
Φ = 0,55 untuk beton polos
fc'= Kuat tekan Beton 28 hari
S = Bagian modulus dari bagian lapisan

Hitung kuat tekan lining sebagai berikut:


Dimana:

Φ P C = Φ0 . 6 fc ’ . A
PC = Resistansi nominal lining dalam kompresi
Φ = 0,55 untuk beton polos
fc'= kekuatan tekan beton 28 hari
A = Luas penampang melintang bagian lining

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 72


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.63. Kombinasi Beban Konstruksi Top-Down pada Terowongan Cut and cover

Periksa tampang kompresi sebagai berikut:

Q A / P C+ Q M / M n C ≤1
Dimana:
QA = Pengaruh gaya aksial dimodifikasi oleh faktor yang sesuai
QM = Efek kekuatan momen yang dimodifikasi oleh faktor yang sesuai

Hitung kekuatan tegangan dari lining sebagai berikut:

P T = 5 ( fc ` )1 / 2
Dimana:
PT = Resistensi nominal lining dalam ketegangan
Φ = 0,55 untuk beton polos
f'c= kekuatan tekan beton 28 hari

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 73


Bab IV Desain Terowongan

Periksa tegang muka sebagai berikut:

Q M / S – Q A / A≤ P T
Dimana nilai variabel dijelaskan di atas. Kekuatan geser lining dihitung sebagai berikut:

V n = 1 . 3 3 (f c ` )1 / 2 bw h
Dimana:
Vn = Resistansi geser nominal lining
Φ = 0,55 untuk beton polos
f'c = kekuatan tekan beton 28 hari
bw = Panjang jika terowongan lining bawah didisain
h = Ketebalan desain lining terowongan

4.3.4.4. Analisis Struktur


Analisis struktur lining terowongan telah menjadi subyek banyak makalah dan teori. Disparitas
yang bagus dari pendapat ada pada keakuratan dan kegunaan dari analisis ini. Namun, beberapa
metode rasional harus diadopsi untuk menentukan kemampuan lining untuk mempertahankan
pembukaan terowongan yang digali. Beberapa metode yang secara luas bisa diterima dan
dijelaskan di bagian ini.

Model Spring Beam : Program analisis struktural yang secara umum dapat digunakan untuk
model tanah. Interaksi struktur metode ini dikenal sebagai model balok pegas. Model
komputernya adalah dibangun dengan menempatkan joint atau simpul pada titik-titik di
sepanjang centroid lapisan. Simpul ini bergabung dengan elemen balok lurus yang mendekati
bentuk lapisan dengan serangkaian akord. Saat membangun model jenis ini, panjang akord kira-
kira sama dengan ketebalan lapisan untuk radius yang bisa diharapkan di terowongan raya.
Elemen akord yang terlalu panjang bisa menghasilkan hasil fiktif, dan apabila elemen akord
terlalu pendek bisa mengakibatkan kesulitan komputasi karena sudut sangat kecil diselingi oleh
elemen pendek. Dimensi sudut subtended sekitar 60 / R, dimana R Adalah radius terowongan di
kaki, umumnya akan menghasilkan hasil yang dapat diterima. Properti seperti luas penampang
melintang dan momen inersia harus dimasukkan untuk menggambarkan secara akurat perilaku
sebenarnya dari lapisan tersebut. Karena gaya tekan umumnya cukup besar untuk memiliki
kompresi melebihi ketebalan keseluruhan lining, luas dan momen inersia dihitung dengan
menggunakan dimensi kotor dan tidak dikelompokkan lapisan. Di terowongan batu, overbreak
akan menghasilkan ketebalan lining yang lebih besar dari ketebalan desain. Ketebalan desain
digunakan dalam analisis. Jenis model ini berguna dalam menganalisa semua bentuk geometris.

Tanah sekitarnya adalah dimodelkan dengan cara menempatkan dukungan pegas di setiap joint.
Pegas dapat ditempatkan di arah radial dan tangensial. Arah tangensial menawarkan sedikit nilai
dalam analisis dan sebuah komplikasi yang tidak perlu pada model. Nilai numerik konstanta
pegas pada masing-masing support dihitung dari modulus reaksi tanah dasar tanah sekitarnya
dikalikan dengan tambahan lapisan di setiap sisi pegas. Banyak kondisi tanah bisa ditemui dalam
jangka panjang. Dari terowongan tunggal Studi parametrik itu bermacam-macam kondisi dasar
dan konstanta pegas seharusnya dilakukan untuk menentukan skenario terburuk untuk lapisan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 74


Bab IV Desain Terowongan

Beban diterapkan pada model dan perpindahan pada masing-masing sambungan diperiksa.
Untuk joint yang bergerak menjauh dari tengah terowongan ke tanah, spring dibiarkan aktif. Saat
perpindahan joint tersebut menuju pusat terowongan, spring dilepas atau dibuat tidak aktif .
Proses ini diulang sampai semua perpindahan sesuai dengan kondisi spring (aktif atau tidak aktif)
pada joint itu. Begitu modelnya konvergen, maka saat-saat, gaya dorong dan geser digunakan
untuk merancang lining.

Jika model menunjukkan bahwa lining berada di luar kapasitasnya, membuat lining lebih tebal
atau kaku tidak akan menyala (warna merah) meringankan masalah sebenarnya, mengecilkan
lining akan menyebabkannya menarik lebih banyak momen dan kemungkinan besar menjadi
gagal, lining harus dibuat agar lebih fleksibel. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat lapisan
tipis, yang mungkin tidak bekerja. Tindakan beban utama pada lapisan adalah beban aksial atau
dorong. Jika lapisannya mendekati kapasitasnya di bawah aksi beban ini, maka penipisan tidak
akan bekerja. Pemodelan fleksibilitas lining hingga momen bebas bisa menunjukkan lining yang
memadai. Inilah yang terjadi pada kenyataannya. Salah satu cara untuk memodelkan fenomena
ini adalah dengan memasang engsel penuh atau sebagian pada lapisan pada titik – titik momen
tinggi teoritis Engsel bisa dimodelkan untuk menerima momen sebanyak lapisan yang bisa
disangga atau bisa dimodelkan sebagai engsel penuh tanpa kapasitas momen. Pada kenyataannya,
lining itu berkinerja di suatu tempat di antara dua kondisi ekstrim ini. Menganalisis kedua kondisi
tersebut akan memberi tanda pada perilaku lining dan memberikan jaminan yang wajar pada
lapisan dapat mendukung beban.

Model Tiga Dimensi : Model yang dijelaskan di atas biasanya merupakan model dua dimensi
yang mewakili satu kaki sepanjang terowongan. Model yang lebih canggih dibutuhkan saat
penetrasi besar pada lapisan atau potongan terowongan yang sedang dianalisis. Untuk
memodelkan kondisi ini, ketiganya digunkan model elemen hingga. Model dibangun dengan cara
yang sama dengan model dua dimensi , dengan elemen yang terbatas digunakan untuk
menghubungkan node dan menciptakan tiga dimensi model. Parameter pemodelan yang
dijelaskan di atas berlaku untuk jenis ini. Model juga harus memperpanjang minimal satu
diameter terowongan di luar fitur yang sedang diteliti di setiap sisi fiturnya.

Telah dikemukakan bahwa model ini tidak memperhitungkan nonlinier dari tanah
sekitarnya,terutama di tanah lunak, juga tidak memperhitungkan variasi pergerakan tanah
dengan waktu. Pengembangan yang cermat diagram pemuatan dan konstanta pegas untuk model
ini dapat mengelompokkan perilaku sebenarnya dari tanah sekitarnya. Ini akan memberikan hasil
yang sebanding dengan analisis metode yang lebih canggih. Perlu dicatat bahwa metode analisis
ini biasanya memperkirakan waktu lentur di Lapisan.

Metode Empiris untuk tanah lunak: Untuk terowongan melengkung di tanah lunak, keabsahan
pegas balok model telah banyak mendapat kritik. Model pegas balok yang digambarkan di atas
mengasumsikan tanah menjadi sebuah bahan elastis homogen padahal sebenarnya sering tidak
homogen dan tingkah lakunya agak plastik dari pada elastis. Deformasi plastis tanah terjadi dan
lapisannya "goes along for the ride", yaitu kekakuan lapisan tidak mampu menahan deformasi
tanah. Karena lapisan biasanya lebih banyak fleksibel dari pada tanah disekitarnya, mendistorsi
tanah sebagai pengganti dan fleksibilitas lapisan memungkinkan memindah momen ke titik di
mana ia bertindak hampir seluruhnya dalam kompresi. Karena lapisannya tidak benar-benar
fleksibel, beberapa sisa momen tertinggal di lapisan. Saat ini diperhitungkan dengan membuat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 75


Bab IV Desain Terowongan

perubahan yang sembarangan dalam radius dan menghitung momen teoritis yang dihasilkan dari
perubahan ini. Dalam radius. Dengan menggunakan metode ini, dorongan di struktur lining
terowongan dihitung dengan rumus:

T = wR
Dimana:
T = Daya dorong di struktur lining terowongan
W = tekanan tanah pada garis pegas terowongan karena semua sumber muatan
R = jari-jari terowongan

Persentase perubahan radius yang akan digunakan adalah fungsi dari jenis tanah. Nilai untuk
persentase ini diperkirakan oleh Birger Schmidt ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel 4.18. Presentasi perubahan Radius untuk fungsi dan jenis tanah
Soil Type ΔR - Range
Stiff to Hard Clays 0,15 – 0,40 %
Soft Clays or Silts 0,25 – 0,75 %
Soft or Cohesive Soils, Most Residual Soils 0,05 – 0,25 %
Loose Sands 0,10 – 0,35 %
Catatan :
1. Tambahkan 0,1 sampai 0,3 persen untuk terowongan di tekanan udara, tergantung pada
tekanan udara.
2. Tambahkan distorsi yang sesuai untuk efek seperti melewati terowongan di dekatnya.
3. Nilai mengasumsikan perawatan yang wajar dalam konstruksi, dan metode penggalian
dan pelapis standar.

Hasil Momen lentur yang dihasilkan pada lapisan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

M = 3EI / R x ΔR / R
Dimana:
M = momen bending yang dihitung
R = jari-jari ke sentroid lapisan
ΔR = perubahan radius terowongan
E = modulus of elastisitas dari material lapisan
I = Momen inersia efektif dari tampang lapisan
Moment inersia efektif dapat dihitung untuk lapisan precast segmental menggunakan formula
berikut:

I e = I j + I ( 4 / n) 2
Dimana:
Ie = Momen inersia efektif
Ij = Waktu bersama inersia (konservatif diambil sebagai nol)
I = momen inersia dari lapisan kotor
n = Jumlah sendi di ring lapisan

Formula ini dikembangkan oleh Muir Wood

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 76


Bab IV Desain Terowongan

Saat momen inersia untuk bagian yang tidak dilepas harus digunakan untuk pelapis beton cor di
tempat. Metode ini harus digunakan bersama dengan analisis lain untuk terowongan bulat di
tanah lunak yang diverifikasi. Metode yang dijelaskan di atas dapat digunakan untuk lining beton
dan baja segmental. Hal Ini dianjurkan agar pelat pelat baja juga diperiksa dengan menggunakan
ketentuan pada Spesifikasi AASHTO untuk ketahanan dinding dan ketahanan terhadap tekuk.
4.3.4.5. Permodelan Numerik Dalam Rancangan Terowongan
Permodelan numerik merupakan suatu pendekatan perhitungan distribusi tegangan dan
perpindahan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Perhitungan numerik dapat dilakukan
dengan metode-metode seperti ; metode elemen hingga (finite elements methods), metode beda
hingga (finite difference method), metode elemen batas (boundary elements method).
Pendekatan sistem adalah suatu cara berfikir dari suatu sistem global dan seluruh komponen-
komponennya. Pendekatan sistem untuk modelisasi dalam bidang teknik pertambangan,
khususnya dalam mekanika batuan dan lubang bukaan bawah tanah (terowongan) adalah suatu
cara mengorganisasikan elemen-elemen yang diamati dibawah suatu bentuk yang
mengintegrasikannya ke dalam suatu konsepsi umum dari objek-objek fenomena-fenomena dan
mekanisme yang dipelajari (Piguet, J.P., 1990).
Banyak penulis yang telah mendefinisikan “model” dalam artian umum sebagai contoh adalah :
Suatu subsitusi untuk suatu objek atau suatu sistem (Forrester, 1968)
Suatu simplikasi atau mengarah ke suatu imitasi dari suatu kenyataan (Starfield A.M dan
Cundall P.A., 1983).
Di dalam mekanika batuan dan tambang bawah tanah (terowongan), defenisi dari model
dapat diartikan sebagai berikut (Piguet, J.P., 1990).
Suatu representasi skematik, lebih kurang abstrak dari objek-objek yang nyata (sebenarnya)
Suatu refleksi (sering diformulasikan secara matematik) dari suatu mekanisme karakteristik
dari perilaku massa batuan/tanah.
Suatu formulasi dari perilaku yang sama atau dari beberapa bagian dari aspek lain yang
dibuat dengan suatu hubungan matematik, sering diformulasikan secara statistik.
Analisis numerik di dalam geomekanika atau penerowongan telah berkembang dengan pesat dan
saat ini penggunaannya semakin intensif. Hal ini disebabkan antara lain, karena ketersediaan
program – program komputer yang canggih, kapasitas dan kecepatan dari perhitungan komputer
yang ada, dan kemampuan dari program yang ada di dalam memperhitungkan strukutur geologi
secara rinci dalam suatu model.
Model numerik dalam geomekanika dan lubang bukaan bawah tanah (terowongan) dapat
dibedakan menjadi model kontinu, model diskontinu, model hybrid.
Model kontinu berdasarkan pada prinsip dasar dari dua metode diffrensial dan integral. Pada
metode differensial suatu massa kontinu digantikan oleh suatu representasi skematik pada
ukuran yang sama dengan kondisi batas yang sama pula, dan dibentuk suatu gabungan elemen-
elemen dari ukuran yang terbatas. Model integral atau metode elemen batas menetukan
distribusi tegangan dan perpindahan dalam suatu media dengan menyimpulkan pengetahuan
gaya yang tersebar pada suatu permukaan atau bagian dari daerah yang diteliti.
Model diskontinu menekankan pada kepentingan khusus dari bidang diskontinu yang terdapat di
dalam massa batuan. Bidang – bidang diskontinu ini didefenisikan sebagai jarak, geometri lubang
bukaan, deformabilitas dan efek regangan dan kinematinya terhadap massa batuan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 77


Bab IV Desain Terowongan

Model hybrid adalah penggunaan model dengan berpasangan seperti pasangan antara metode
elemen batas dan elemen hingga atau metode beda hingga (elemen distinct).

Gambar 4.64. Model Numerik pada terowongan dengan Phase2

Gambar 4.65 memperlihatkan klasifikasi model dan metode numerik yang saat ini sudah
dikembangkan. Salah satu metode yang terakhir sangat berkembang adalah metode elemen
distinct, karena mampu menghitung pada media yang diskontinu yaitu keadaan yang sebenarnya
dari massa batuan di alam.

Gambar 4.65. Model finite element methods dalam metode penggalian

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 78


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.66. Model element distinct pada tunnelling

Gambar 4.67. Roof Displacement vs Support Gambar 4.68. Konstruksi Desain Lining
Pressure Concrete

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 79


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.69. Pemodelan 3D dalam mendesain sistem perkuatan pada terowongan


4.3.5. Disain Gempa Untuk Terowongan
4.3.5.1. Pendahuluan
Prosedur umum untuk desain gempa dan analisis struktur terowongan harus didasarkan
terutama di Pendekatan deformasi tanah (berlawanan dengan pendekatan gaya inersia); Yaitu,
strukturnya seharusnya Dirancang untuk mengakomodasi deformasi yang dikenakan oleh tanah.
Analisis respon struktur dapat dilakukan terlebih dahulu dengan mengabaikan kekakuan
struktur, yang mengarah ke perkiraan konservatif deformasi tanah Prosedur yang
disederhanakan ini umumnya berlaku untuk struktur yang tertanam dalam batuan atau tanah
yang sangat kaku / padat. Dalam kasus di mana strukturnya kaku dibandingkan dengan tanah di
sekitarnya, efek dari struktur tanah Interaksi harus diperhitungkan. Kondisi kritis lainnya yang
perlu khusus gempa pertimbangan meliputi kasus di mana terowongan berpotongan atau
bertemu lain terowongan (misalnya, terowongan persimpangan jalan atau terowongan / cross-
passage interface) atau yang berbeda struktur (seperti bangunan ventilasi). Dibawah kondisi
khusus ini, struktur terowongan dapat menahan diri untuk bergerak di titik persimpangan karena
kekakuan struktur sebelahnya menginduksi konsentrasi tegangan pada bagian kritis. Metode
numerik kompleks umumnya diperlukan untuk kasus-kasus seperti di mana sifat kompleksnya
sistem interaksi struktur tanah gempa ada.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 80


Bab IV Desain Terowongan

4.3.5.2. Penentuan Lingkungan Gempa


A. Fundamental Gempa
Umum: Gempa bumi dihasilkan oleh gerakan relatif mendadak pada fraktur atau zona rekahan di
kerak bumi. Fraktur atau zona fraktur ini disebut sebagai gangguan gempa. Mekanisme kesalahan
pergerakan adalah pantulan elastik dari pelepasan energi regangan yang timbul secara tiba-tiba
di kerak bumi. Energi regangan yang ada terakumulasi di kerak bumi melalui pergerakan relatif
besar, intinya potongan utuh kerak bumi yang disebut lempeng tektonik. Pelepasan energi
regangan ini, biasa disebut fault rupture, terjadi di sepanjang zona rupture. Saat terjadi fault
rupture, tegangan batuan memantul secara elastis. Pantulan ini menghasilkan getaran yang
melewati kerak bumi dan sepanjang permukaan bumi, menghasilkan gerakan tanah yang
merupakan sumber yang paling merusakkan disebabkan oleh gempa bumi. Jika kesalahan dimana
pecahnya terjadi menyebar ke atas ke permukaan tanah dan permukaannya ditemukan oleh
sedimen, gerakan relatif dapat menyebut dirinya sebagai rupture surface. Rupture surface juga
merupakan sumber kerusakan gempa terhadap fasilitas yang dibangun termasuk terowongan.
Lempeng tektonik utama kerak bumi ditunjukkan pada gambar di bawah (dimodifikasi dari Park,
1983).
B. Analisis Bahaya Gerakan Tanah Dasar
Untuk desain gempa fasilitas terowongan bawah tanah, salah satu tugas utamanya adalah
menentukan desain gempa bumi dan tingkat gerak darat yang sesuai dan bahaya gempa terkait
lainnya. Proses tersebut dimana parameter gerakan dasar desain ditetapkan untuk analisis gempa
yang disebut analisis bahaya gempa. Analisis bahaya gempa umumnya melibatkan langkah-
langkah berikut:
 Identifikasi sumber gempa yang mampu melakukan gerakan tanah yang kuat di lokasi
proyek
 Evaluasi potensi gempa untuk masing-masing sumber yang mampu
 Evaluasi intensitas gerakan ground disain di lokasi proyek

Gambar 4.70. Lempeng tektonik utama dan arah pergerakannya yang berdekatan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 81


Bab IV Desain Terowongan

Identifikasi sumber gempa meliputi penetapan jenis kesalahan dan letak geografisnya,
kedalaman, ukuran, dan orientasi. Identifikasi sumber gempa mungkin juga mencakup spesifikasi
sumber gempa acak untuk menampung gempa bumi yang tidak terkait dengan kesalahan yang
diketahui. Evaluasi sumber potensi gempa yang teridentifikasi melibatkan evaluasi magnitude
gempa (atau kisaran magnitude) bahwa sumber tersebut dapat menghasilkan dan, seringkali kali,
tingkat kejadian kejadian yang diharapkan magnitude ini.

Identifikasi sumber gempa yang kapabel bersamaan dengan evaluasi potensi gempa masing-
masing sumber yang dapat disebut sebagai karakterisasi sumber gempa. Setelah sumber gempa
dikarakterisasikan, intensitas gerakan tanahnya di lokasi proyek dari sumber-sumber yang harus
dikarakterisasikan. Ada tiga cara umum dimana intensitas gerakan tanah di lokasi proyek dinilai
dalam praktik. Cara tersebut adalah:
i. penggunaan hasil analisis bahaya yang ada yang diterbitkan oleh agen yang kredibel
seperti US Geological Survey (USGS) dan beberapa lainnya Lembaga negara;
ii. proyek spesifik dan lokasi spesifik evaluasi determinasi bahaya gempa;
iii. dan Evaluasi probabilitas bahaya gempa pada proyek spesifik dan lokasi spesifik.
Denga pendekatan khusus mana yang diadopsi mungkin bergantung pada pentingnya dan
kompleksitasnya dari proyek dan mungkin diatur oleh badan pengatur.

Pemilihan tingkat gerak dasar desain, apakah berdasarkan analisis probabalitas atau determinasi,
tidak dapat dianggap terpisah dari tingkat kinerja yang ditentukan untuk acara desain.
Terkadang, fasilitas dapat dirancang untuk berbagai tingkat kinerja, dengan gerakan tanah yang
berbeda tingkat ditugaskan ke setiap tingkat kinerja, sebuah praktik yang disebut sebagai desain
berbasis kinerja. Secara umum tingkat kinerja yang digunakan dalam desain sarana transportasi
meliputi perlindungan keselamatan jiwa dan keselamatan kerja pemeliharaan fungsi setelah
kejadian. Kriteria gempa disain tingkat keselamatan secara rutin digunakan dalam desain gempa
untuk menjaga fasilitas fungsional setelah gempa besar menambahkan persyaratan lain untuk itu
hanya menjaga keamanan hidup, dan biasanya diperlukan untuk fasilitas penting.

Runtuhnya terowongan transportasi modern (terutama untuk tujuan transit massal) selama atau
setelah sebuah peristiwa gempa besar bisa menimbulkan dampak bencana serta dampak sosial
dan ekonomi yang mendalam. Ini adalah tipikal terowongan transportasi modern dan penting
dirancang untuk bertahan dengan gerakan dasar gempa dengan periode ulang 2.500 tahun,
(sesuai dengan probabilitas 2% terlampaui di 50 tahun, atau 3% kemungkinan terlampaui dalam
75 tahun). Selain itu, untuk menghindari waktu tunggu yang panjang dan lama untuk
meminimalkan perbaikan yang mahal, terowongan transportasi modern dan penting sering
dibutuhkan untuk bertahan lebih lama dari gempa yang sering terjadi (yaitu, gempa tingkat
bawah) dengan sedikit kerusakan. Terowongan harus mampu segera digunakan kembali ke
layanan setelah diperiksa setelah gempa pada disain tingkat rendah ini. Di daerah gempa yang
tinggi, gempa tingkat bawah ini umumnya didefinisikan memiliki probabilitas 50% dari
probabilitas terlampaui 75 tahun, sesuai dengan periode ulange 108 tahun. Di bagian timur
negara Amerika Serikat, dimana kejadian gempa jauh lebih jarang terjadi, tingkat disain gempa
yang lebih rendah untuk terowongan transportasi modern dan penting umumnya didefinisikan
pada periode ulang yang lebih tinggi seperti 500 tahun.

Penggunaan Hasil Analisis Bahaya yang ada: Informasi yang digunakan untuk karakterisasi
gempa seringkali diperoleh dari publikasi Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), atau berbagai

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 82


Bab IV Desain Terowongan

lembaga negara lain. Hasil yang dipublikasikan ini sering digunakan karena memberikan
kredibilitas bagi perancang dan mungkin memberikan perasaan keamanan pada Perencana,
namun jika ada jeda waktu yang signifikan antara pembangunan dan publikasi, hasil bahaya yang
dipublikasikan mungkin tidak memasukkan perkembangan lokal terkini atau seismisita regional
selanjutnya, ada situasi di mana hasil bahaya yang dipublikasikan mungkin tidak memadai dan
memerlukan evaluasi bahaya gempa di lokasi spesifik. Situasi ini bisa meliputi:
(1) disain tingkat gempa (misalnya., dalam hal periode ulang) berbeda dari yang diasumsikan
dalam hasil yang dipublikasikan,
(2) untuk situs yang berada dalam jarak 6 mil dari permukaan aktif atau kesalahan dangkal
dimana efek medan dekat, penting untuk dipertimbangkan,
(3) dan hasilsil bahaya yang dipublikasikan gagal memasukkan perkembangan besar terakhir
ke kegempaan lokal atau regional.
Peta bahaya gempa yang mencakup nilai percepatan spektral pada berbagai periode spektral
telah dikembangkan oleh USGS di bawah National Earthquake Hazard Reduction Program (NEHRP).
Nilai peta untuk akselerasi puncak dan spektral dengan probabilitas dikalikan 2 persen, 5 persen,
dan 10 persen dalam 50 tahun (kira-kira sekitar 2.500 tahun, 1.000 tahun, dan periode ulang 500
tahun) dapat diperoleh dalam bentuk tabel. Gambar di bawah ini menunjukkan contoh peta
bahaya gerak darat nasional dalam hal percepatan tanah puncak (di Situs Kelas B - Situs Soft
Rock) untuk sebuah kejadian probabilitas 2% terlampaui dalam 50 tahun (yaitu, 2.500 tahun
periode ulang). Selain itu, USGS juga memberikan informasi (misalnya., bahaya segregasi) yang
dapat digunakan untuk memperkirakan perwakilan "magnitude dan jarak" untuk sebuah lokasi di
benua Amerika Serikat.

Pendekatan analisis bahaya deterministik: Dalam analisis bahaya gempa deterministik, ahli
seismologi melakukan analisis pertama mengidentifikasi sumber gempa yang kredibel dan
memberikan magnitude maksimum setiap sumber. Kemudian, intensitas getaran di lokasi dari
masing - masing sumber yang mampu dihitung dan desain gempa diidentifikasi berdasarkan
sumber yang mampu menyebabkan kerusakan terbesar. Langkah-langkah pada sebuah analisis
bahaya determinasi gempa adalah sebagai berikut:
1. Tetapkan lokasi dan karakteristik (misalnya, gaya patahan) dari semua potensi sumber
gempa yang mungkin mempengaruhi lokasi untuk masing-masing sumber, tetapkan
magnitudo gempa yang representatif.
2. Pilih hubungan atenuasi yang tepat dan perkirakan parameter gerak tanah di lokasi dari
masing-masing patahan yang kapabel sebagai fungsi dari besaran gempa, mekanisme
kesalahan, dari lokasi ke jarak sumber, dan kondisi lokasi. Atenuasi hubungan membedakan
antara gaya patahan antara batu dan tanah.
3. Pisahkan patahan yang kapabel (aktif) pada basis magnitude dan intensitas gerakan tanah
di lokasi untuk menentukan sumber asal.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 83


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.71. Peta bahaya pergerakan darat nasional oleh USGS (2002) - percepatan puncak tanah
dengan probabilitas 2% pelampauan dalam 50 tahun (periode pengembalian 2,500 tahun) - untuk kelas
situs B, batu lunak

Pendekatan analisis deterministik memberikan kerangka kerja untuk evaluasi skenario terburuk
di sebuah lokasi ini memberikan sedikit informasi tentang kemungkinan atau frekuensi
terjadinya asal gempa bumi . Jika informasi semacam itu diperlukan, pendekatan analisis
probabilistik harus digunakan untuk membuat lebih baik penentuan bahaya gempa gerak darat.

Pendekatan analisis bahaya probabilistik: analisis probabilitas bahaya gempa yang bergabung
dengan kemungkinan sebuah fault rupture dan distribusi besaran gempa terkait dengan fault
rupture ke dalam penilaian intensitas dari desain gerakan tanah di sebuah lokasi. Tujuan sebuah
probabilitas analisis bahaya gempa adalah menghitung, untuk waktu paparan tertentu,
probabilitasnya yang melebihi sesuai dengan berbagai tingkat parameter gerak dasar (mis.,
Probabilitas melebihi puncak percepatan tanah 0,2 g dalam periode 100 tahun). Parameter gerak
tanah bisa berupa nilai puncak (misal, percepatan puncak tanah) atau spektra respons yang
terkait dengan kuat gerak tanah di lokasi. Nilai probabilistik dari parameter disain mencakup
baik ketidakpastian atenuasi gerakan tanah yang kuat dan keacakan kejadian gempa. Sebuah
analisis probabilitas bahaya gempa biasanya mencakup langkah-langkah berikut, seperti yang
digambarkan pada gambar di bawah:
1. Identifikasi sumber gempa yang mampu menghasilkan gerakan tanah yang kuat di lokasi
proyek. Di daerah dimana tidak ada patahan aktif yang dapat segera diidentifikasi mungkin
diperlukan untuk mengandalkan statistik murni analisis sejarah gempa bumi di wilayah ini.
2. Tentukan minimum dan maksimum magnitude gempa yang terkait dengan masing - masing
sumber dan menetapkan distribusi frekuensi kejadian gempa ke kisaran magnitude yang
ditetapkan. Hubungan Gutenberg-Richter (Gutenberg and Richter, 1942) adalah hubungan
yang paling sering digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi terjadinya gempa.
Sedangkan magnitude maksimum adalah parameter fisik yang berkaitan dengan dimensi
kesalahan, magnitude minimum mungkin terkait dengan sifat fisik dari kesalahan dan
batasan dari analisis numerik.
3. Untuk setiap sumber, tetapkan hubungan atenuasi berdasarkan gaya patahan.
Ketidakpastian adalah biasanya ditugaskan untuk hubungan atenuasi berdasarkan analisis
statistik redaman pada gempa bumi sebelumnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 84


Bab IV Desain Terowongan

4. Hitung probabilitas yang melebihi parameter gerak tanah yang ditentukan untuk interval
waktu yang ditentukan dengan mengintegrasikan hubungan atenuasi melalui distribusi
besarnya untuk setiap sumber dan menyimpulkan hasilnya

Gambar 4.72. Prosedur umum untuk analisis bahaya probabilistik gempa

C. Parameter Gerakan Tanah Dasar


Setelah disain peristiwa gempa didefinisikan, parameter gerak dasar desain diperlukan ciri
desain kejadian gempa. Berbagai jenis parameter gerak tanah mungkin diperlukan tergantung
dari jenis metode analisis yang digunakan dalam desain. Secara umum, gerakan dasar bisa jadi
dicirikan oleh tiga komponen translasi (mis., longitudinal, melintang, dan vertikal berkenaan
dengan sumbu terowongan). Berbagai jenis parameter gerakan tanah bersama dijelaskan pada
paragraf berikut:

Parameter-parameter Gerakan Tanah Puncak: Percepatan tanah puncak (PGA), terutama


pada arah horisontal, adalah indeks yang paling umum dari intensitas gerakan tanah yang kuat di
sebuah lokasi. Kecepatan tanah Puncak (PGV) dan pemindahan tanah puncak (PGD) juga
digunakan dalam beberapa teknik analisis untuk mencari potensi kerusakan gerakan tanah.
Untuk desain gempa dan analisis bawah tanah struktur termasuk terowongan, PGV sama
pentingnya dengan PGA karena tegangan tanah (atau perpindahan diferensial antara dua titik di
tanah) dapat diperkirakan dengan menggunakan PGV. Nilai PGA umumnya tersedia dari hasil
bahaya yang dipublikasikan seperti studi bahaya USGS. Hubungan atenuasi juga umumnya
tersedia untuk memperkirakan nilai PGA. Namun, sudah ada sedikit informasi di masa lalu untuk
memperkirakan nilai PGV. Penelitian sebelumnya telah mencoba untuk berkorelasi antara PGV
dengan PGA dengan membentuk rasio PGV-to-PGA (sebagai fungsi dari besaran gempa bumi,
kondisi tanah situs, dan jarak sumber-ke-situs dalam beberapa kasus). Namun, korelasi ini
diturunkan terutama dari database gerak tanah di Amerika Serikat Barat (WUS) dan gagal
memperhitungkan karakteristik gerak tanah yang berbeda di Amerika Serikat Tengah dan Timur
(CEUS). Penelitian baru-baru ini (NCHRP-12-70, 2008) menemukan bahwa PGV berkorelasi kuat
dengan percepatan spektral pada 1,0 yang kedua (S). Dengan menggunakan data pergerakan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 85


Bab IV Desain Terowongan

kuat, analisis regresi dilakukan dan berikut ini Korelasi telah direkomendasikan untuk tujuan
desain.

PGV = 0,394x100,434c
Dimana :

PGV dalam satuan in/sec

C = 4 , 2 8 + 2 , 1 6 l og 1 0 S1 + 0 , 0 13 [ 2, 30 l og 10 S 1 + 2 ,93 ] 2
Korelasi perkembangan PGV-S didasarkan pada database gempa yang ekstensif Dari rekaman
akselerasi yang tercatat dari lokasi batu dan tanah untuk WUS dan CEUS. Besaran gempa tersebut
ditemukan hanya memainkan peran kecil dan tidak termasuk dalam korelasi di Pengembangan
persamaan 13-1 dan 13-2. Persamaan 13-1 didasarkan pada nilai rata-rata ditambah satu standar
deviasi dari analisis regresi (yaitu, 1,46 x nilai median) konservatif.
Desain Spektrum Respon: Spektrum respons merupakan respon dari tingkat kebebasan tunggal
yang teredam sistem untuk gerak tanah. Desain spektra respon termasuk pertimbangan efek
tanah bisa ditetapkan dengan menggunakan prosedur yang ditentukan oleh kode seperti yang
ditentukan di NEHRP (National Earthquake Hazards Reduction Program) publikasi atau
Spesifikasi AASHTO LRFD yang baru dengan menggunakan disain yang sesuai dengan parameter
gempa dengan disain gempa yang diinginkan (Lihat diskusi di Bagian 13.2.2). Gambar 4.28
menggambarkan secara skematis konstruksi desain respon spektrum menggunakan prosedur
NEHRP. Istilah dan parameter yang digunakan pada Gambar 13-7 adalah didokumentasikan
secara rinci di NEHRP 12-70 (2008) dan Spesifikasi Desain Jembatan AASHTO LRFD (Ketentuan
Interim 2008). Sebagai alternatif, analisis bahaya spesifik proyek dan lokasi spesifik juga bisa
dilakukan untuk mendapatkan desain respon spektrum. Analisis respons dinamik lokasi tanah
spesifik juga bisa dilakukan untuk mempelajari efek kondisi tanah / tempat setempat (efek
samping).
Perlu dicatat bahwa sementara desain respon spektrum umumnya digunakan untuk desain
gempa dan analisis struktur di atas tanah seperti jembatan dan bangunan, tidak begitu berguna
dalam evaluasi gempa untuk struktur bawah tanah. Hal ini karena respon spektrum lebih relevan
untuk evaluasi efek respons inersia dari struktur di atas tanah sedangkan untuk struktur bawah
tanah, strain tanah atau perpindahan tanah merupakan faktor pengatur.

Gambar 4.73. Spektra respon desain yang dibangun menggunakan prosedur NEHRP

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 86


Bab IV Desain Terowongan

Meski begitu, desain respon spektra efektif buat meningkatkan intensitas gerakan getar tanah dan
bisa digunakan untuk menurunkan gerakan tanah lainnya , parameter yang berguna dan relevan
untuk struktur bawah tanah. Misalnya dengan menggunakan desain spektral akselerasi pada 1,0
detik (S), PGV dapat diestimasi dengan menggunakan korelasi empiris yang dibahas di atas
(Persamaan 13-1). Selain itu, desain respon spektra juga bisa dijadikan target spektrum untuk
menghasilkan sejarah pergerakan desain waktu yang pada gilirannya dapat digunakan dalam
analisis gempa untuk struktur bawah tanah jika diperlukan analisis numerik yang lebih halus.

Time Histories Gerakan Tanah dan Variasi Spasial Efek Gerakan Tanah: Time Histories yang
dikembangkan harus sesuai dengan target desain respon dan memiliki karakteristik yang
representatif dari lingkungan lokasi gempa dan lokasi kondisi situs lokal. Karakteristik
lingkungan lokasi gempa yang harus dipertimbangkan dalam memilih time histories meliputi:
lingkungan tektonik (misalnya, zona subduksi; patahan kerak dangkal di WUS atau lingkungan
kerak sejenis; CEUS atau sejenis kerak lingkungan hidup); magnitude gempa; jenis patahan
(misalnya., strike-slip; reverse; normal); jarak sumber gempa ke-lokasi; kondisi lokasi lokal; dan
desain atau karakteristik gerak tanah yang diharapkan (misalnya., disain respon spektrum; durasi
goyangan yang kuat; dan karakteristik gerakan darat khusus seperti karakteristik nearfault).

Hal ini diinginkan untuk memilih Time Histories yang telah dicatat dalam kondisi yang mirip
dengan kondisi gempa (seperti yang dijelaskan di atas) di situs, namun kompromi biasanya
diperlukan karena bermacam atribut lingkungan gempa dan bank data terbatas dari Time
Histories yang tercatat. Pilihan dari Time Histories yang memiliki magnitude gempa dan jarak
yang sama, dalam kisaran yang wajar terutama parameter penting karena mereka memiliki
pengaruh kuat pada respon konten spektral, respon bentuk spektral, durasi goncangan kuat, dan
karakteristik gerak tanah pada dekat-sumber.

Untuk struktur panjang seperti terowongan, gerakan tanah yang berbeda dapat ditemukan oleh
berbagai bagian struktur. Dengan demikian, kadang perlu terowongan untuk dievaluasi pada
tanah yang bervariasi efek gerakan secara spasial, terutama saat respon longitudinal terowongan
menjadi perhatian (bagian 13.5.2). Dalam hal ini terjadi perpindahan diferensial dan gaya
penumpukan sepanjang terowongan bisa diinduksi karena efek gerak tanah yang bervariasi
secara spasial. Dalam menurunkan Time Histories gerak tanah yang bervariasi secara spasial,
sebagai faktor minimum berikut ini harus dipertimbangkan
Pertimbangan:
 Efek tanah lokal
 Wave travelling / passage effect
 Perpanjangan sumber efek
 Efek di dekat lapangan.

Attenuasi Parameter Gerak Tanah pada Kedalaman: Parameter gerakan tanah yang dibahas
di atas adalah biasanya didirikan di permukaan tanah. Terowongan umumnya dibangun pada
kedalaman di bawah permukaan tanah ini. Untuk evaluasi gempa struktur terowongan,
parameter gerak tanah seharusnya diturunkan pada ketinggian terowongan. Karena gerakan
dasar umumnya menurun dengan kedalaman di bawah permukaan tanah ini , parameter ini
umumnya memiliki nilai lebih rendah dari yang diperkirakan untuk gerakan permukaan tanah
(misalnya, Chang et al., 1986). Rasio nilai gerak tanah pada kedalaman terowongan ke titik di

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 87


Bab IV Desain Terowongan

permukaan tanah dapat diambil sebagai rasio yang dirangkum dalam Tabel 13-1 kecuali nilai
yang lebih rendah dibenarkan berdasarkan penilaian spesifik lokasi.

Untuk penilaian parameter gerak tanah yang lebih akurat pada kedalaman, lokasi dinamis spesifik
analisis respons harus dilakukan untuk memperhitungkan kondisi rinci bawah permukaan dan
geometri lokasi. Hasil dari analisis respon dinamik akan memberikan berbagai aspek parameter
gerak tanah sebagai fungsi kedalaman (dalam analisis respons satu dimensi) atau sebagai fungsi
spasial koordinat (dalam analisis respons dua dimensi atau tiga dimensi).

Tabel 4.19. Rasio Gerak Tanah


Rasio gerak tanah pada kedalaman terowongan
Kedalaman Terowongan (m)
bergerak pada permukaan tanah
≤6 1,0
6 – 15 0,9
15 – 30 0,8
≥ 30 0,7

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Gempa pada Terowongan


Faktor utama yang mempengaruhi kinerja gempa terowongan umumnya dapat diringkas sebagai
(1) bahaya gempa, (2) kondisi geologi, dan (3) desain terowongan, konstruksi, dan kondisim
masing-masing faktor berikut ini.

E. Bahaya Gempa
Dalam arti luas, efek gempa pada struktur terowongan bawah tanah dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori: (1) getaran, dan (2) kegagalan tanah. Berdasarkan catatan kinerja
terowongan selama gempa bumi masa lalu, efek merusak dari kegagalan tanah pada terowongan
secara signifikan lebih besar dari pada efek getaran tanah.
Getaran tanah: mengacu pada getaran tanah yang dihasilkan oleh gelombang gempa
menyebar melalui kerak bumi. Daerah yang mengalami getaran ini bisa menutupi ratusan
persegi mil di sekitar daerah fault rupture. Intensitas getaran akan melemah sesuai jarak
dari daerah fault rupture. Gerakan getaran dasar terdiri dari dua jenis gelombang gempa,
masing-masing dengan dua sub tipe, digambarkan sebagai berikut:
 Body waves bergerak dalam materi bumi. Mereka mungkin berupa gelombang P
longitudinal atau gelombang S geser melintang dan mereka dapat melakukan perjalanan ke
segala arah di tanah.
 Gelombang permukaan bergerak di sepanjang permukaan bumi. Mereka mungkin berupa
gelombang Rayleigh atau ombak Love.
Karena tanahnya mengalami deformasi oleh gelombang perjalanan, struktur terowongan di tanah
juga akan mengalami deformasi juga, karena struktur terowongan dibatasi oleh media sekitarnya
(tanah atau batu). Selama tanah (yaitu, medium sekitarnya) stabil, strukturnya tidak dapat
bergerak secara independen dari tanah. Oleh karena itu, desain dan analisis struktur bawah tanah
didasarkan pada deformasi / strain tanah dibandingkan dengan nilai akselerasi tanah. Jika
besarnya deformasi tanah selama gempa bumi kecil, efek gempa pada terowongan dapat
diabaikan. Sebagai contoh, umumnya ada sedikit perhatian untuk terowongan bagian yang
dibangun dengan batu yang cukup kompeten karena deformasi / strain gempanya yang diinduksi
pada batuan umumnya sangat kecil, kecuali bila terjadi zona geser / sesar ditemui atau bila ada

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 88


Bab IV Desain Terowongan

potongan batu longgar besar di balik lapisan. Di tanah yang longgar atau empuk, di sisi lain,
deformasi tanah yang dikembangkan selama disain gempa harus diestimasi dan digunakan untuk
desain dan analisis struktur. Secara umum efek potensial dari batas getaran tanah dari retakan
kecil lapisan beton sampai runtuhnya lapisan dan bahan dasar utama geologi ke dalam
terowongan.

Kegagalan di Lapangan: Kegagalan dasar secara luas mencakup berbagai jenis ketidakstabilan
tanah seperti fault rupture, tekukan tektonik dan penurunan, longsor, dan soil liquefaction.
Masing-masing bahaya ini mungkin berpotensi bencana ke struktur terowongan, meskipun
kerusakan biasanya terlokalisir. Desain struktur terowongan terhadap masalah ketidakstabilan
tanah seringkali dimungkinkan, meski harganya mungkin tinggi.

Jika aktifitas kesalahan melintasi alinyemen terowongan, terdapat bahaya perpindahan geser
langsung terowongan pada saat terjadi gempa berskala sedang sampai besar. Perpindahan
semacam itu mungkin berkisar dari beberapa inci sampai lebih dari sepuluh kaki dan, dalam
banyak kasus, mungkin terkonsentrasi di zona sempit sepanjang patahan. Fault rupture bisa dan
sangat membuat efek kerusakan pada terowongan. Tekanan tektonik dan penurunan bisa terjadi
memiliki efek merusak yang serupa dengan fault rupture, jika gerakan peningkatan / penurunan
semakin berat akan menyebabkan deformasi diferensial yang cukup besar terowongan.

Longsor melalui terowongan, apakah diinduksi secara statik atau gempa, dapat menghasilkan
konsentrasi yang besar dan perpindahan geser terkonsentrasi dan menyebabkan runtuhnya
sebagian atau seluruhnya penampang terowongan. Potensi tanah longsor adalah yang terbesar
saat massa longsor yang sudah ada sebelumnya memotong terowongan. Massa longsor statis
yang stabil akan diaktifkan oleh goncangan gempa. Bahaya tanah longsor biasanya terbesar
berada di bagian dangkal alinyemen terowongan dan di portal terowongan.

Untuk terowongan yang berada di bawah permukaan air tanah, mungkin bisa terjadi potensi
liquefaction jika lahan pada tanah kohesi yang tidak padat sedang (pasir, lumpur, kerikil)
bersebelahan dengan terowongan. Potensi efek liquefaction tanah yang berdekatan dengan
terowongan meliputi:

(a) tekanan lateral yang meningkat pada lining atau dinding terowongan, yang bisa
menyebabkan kerusakan lining atau dinding tergantung pada desainnya;
(b) flotasi atau tenggelamnya terowongan yang tertanam di tanah liquefied,
tergantung pada berat relatif terowongan dan tanah digantikan oleh terowongan;
(c) dan perpindahan lateral terowongan jika ada penampang bebas ke arah tanah
liquefied dapat bergerak dan / atau jika terowongan dibangun di bawah tanah
miring.

F. Kondisi Geologi
Kondisi geologi yang tidak menguntungkan lainnya dapat menyebabkan kinerja gempa pada
terowongan yang tidak memuaskan kecuali jika diakui dan dipertanggungjawabkan secara
memadai dalam desain terowongan dan konstruksi. Geologi yang tidak menguntungkan antara
lain meliputi: tanah lunak; batuan dengan bidang yang lemah berpotongan dengan terowongan,
seperti zona geser atau pengembangn lubang pada bidang yang lemah dan rangkaian joint yang
dikembangkan dengan baik yang terbuka atau penuh dengan batuan lapuk yang terdekomposisi;
kegagalan yang dihadapi selama konstruksi terowongan yang mungkin telah melemahkan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 89


Bab IV Desain Terowongan

formasi geologi yang bersebelahan dengan terowongan (misalnya., gua atau tanah yang tidak
berongga atau batu longgar di balik lapisan; sequeezing tanah dengan faktor keamanan yang
relatif rendah pada lapisan yang runtuh); dan unit geologi yang berdekatan memiliki perbedaan
yang besar dalam kekakuan yang dapat menyebabkan tegangan yang teronsentrasi atau
perpindahan diferensial.
4.3.5.3. Kinerja Gempa dan Pemeriksaan Pedoman Terowongan
A. Pemilihan pedoman yang berlaku pada semua tipe terowongan
Terdapat kondisi tertentu yang secara jelas mengindikasikan risiko gempa yang berpotensi
signifikan terhadap keadaan terowongan yang dibor, terowongan cut-cover, atau tabung
terendam/immersed tunnel dan dengan demikian memerlukan evaluasi yang lebih rinci. Kondisi
ini meliputi:
 Patahan aktif yang memotong terowongan;
 Suatu tanah longsor yang memotong terowongan, apakah tanah longsor itu aktif atau tidak;
 Liquefiable tanah berdekatan dengan terowongan, dan
 Riwayat tekanan statis ke terowongan (mis., Runtuh lokal, deformasi besar, retak atau
spalling lapisan karena gerakan bumi), kecuali langkah-langkah retrofit diambil untuk
menstabilkan terowongan.
Selain hal di atas, evaluasi rinci gempa juga harus dilakukan untuk terowongan yang ada dianggap
sebagai struktur garis kehidupan (struktur penting dan kritis) yang harus digunakan atau lalu
lintas tetap terbuka segera setelah terjadinya gempa. Terowongan transit di wilayah metropolitan
sering dianggap sebagai struktur kritis / lifeline dan, oleh karena itu, ada jaminan evaluasi gempa
yang terperinci.

B. Pedoman Tambahan untuk Terowongan yang dibor


Jika kondisi di atas tidak ada, maka risikonya ke terowongan yang dibor adalah fungsi dari desain
terowongan dan konstruksi, karakteristik media geologi, dan tingkat guncangan tanah. Di bagian
ini, pedoman pemilihan tambahan disajikan dengan mempertimbangkan faktor - faktor ini dan
pengamatan empiris terhadap kinerja terowongan selama gempa bumi. Perlu dicatat bahwa
meski tidak merusak seperti efek ground failure, efek ground shaking saja (yaitu, dengan tidak
adanya kegagalan di darat) telah menyebabkan kerusakan pada banyak terowongan pada saat
gempa bumi. Gambar 13-8 menunjukkan terowongan utama yang mengalami keruntuhan lapisan
pada mahkota terowongan di bawahnya. Efek getaran tanah selama gempa Niigata Niigata tahun
2004 di Jepang. Dalam kejadian lain, tahun 1999 gempa Koceali di Turki menyebabkan runtuhnya
dua terowongan (terowongan Bolu) yang dibangun dengan menggunakan Metode NATM (15 m
lengkungan tinggi dan lebar 16 m). Pada saat gempa, bagian terowongan yang roboh itu telah
distabilkan dengan steel rib, shotcrete, dan anchor.
Gambar 4.66 menyajikan ringkasan pengamatan empiris tentang efek guncangan gempa pada
kinerja terowongan yang dibor / mined. Gambar tersebut diperoleh dari penelitian oleh Power et
al. (1998), yang diupdate pada presentasi sebelumnya dari data kinerja terowongan oleh
Dowding dan Rozen (1978), Owen dan Scholl (1981), dan Sharma dan Judd (1991). Data untuk
kerusakan yang yang disebabkan getaran; kerusakan yang secara pasti atau mungkin disebabkan
rupture fault, longsor, sedangkan liquefied tidak disertakan. Data untuk terowongan yang dibor /
mined saja; data untuk terowongan cut-and-cover dan tabung terendam tidak termasuk dalam
gambar ini.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 90


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.74. Struktur lining terowongan raya jatuh dari crown terowongan - gempa 2004
Niigata, jepang

Gambar di atas menggabungkan observasi untuk 192 terowongan dari sepuluh gempa berskala
sedang sampai besar (saat magnitude MW 6,6 sampai 8,4) di California, Jepang, dan Alaska.
Sembilan puluh empat dari pengamatan tersebut dari besarnya momen M 6.9 1995 Kobe, gempa
bumi Jepang. Gempa ini menghasilkan sebagian besar pengamatan untuk tingkat getaran sedang
hingga tinggi (perkiraan percepatan puncak tanah, PGA, pada permukaan tanah di atas
terowongan di kisaran sekitar 0,4 g sampai 0,6 g untuk data Kobe). Puncak akselerasi tanah pada
gambar 4.67 diperkirakan untuk kondisi batuan outcropping aktual atau hipotetis di permukaan
tanah di atas terowongan. Pengamatan lainnya adalah dari sedang ke besar (M 6,7-8,4) gempa
bumi di California dan Jepang. Gambar 3.30 menunjukkan tingkat kerusakan yang terinduksi pada
terowongan dengan berbagai jenis pelapis terkena tingkat guncangan tanah yang ditunjukkan.
Kerusakan dikategorikan menjadi empat bagian: tidak ada untuk kerusakan yang terlihat; sedikit
terjadi retak kecil dan spalling; kerusakan sedang untuk retak besar dan spalling, jatuhnya
segmen lining dan batuan; dan katagori berat untuk lubang besar, penyumbatan, dan runtuh.
Angka tersebut menunjukkan tren berikut:
 Untuk PGA sama dengan atau kurang dari 0,2 g, getaran tanah yang tidak menyebabkan
kerusakan pada terowongan.
 Untuk PGA di kisaran 0,2 g sampai 0,5 g, ada beberapa contoh kerusakan mulai dari sedikit
sampai berat. Perhatikan bahwa tiga contoh kerusakan berat semuanya berasal dari gempa
tahun 1923 Kanto, Jepang. Untuk pengamatan gempa Kanto 1923 dengan PGA sebesar 0,25
g ditunjukkan pada Gambar 4.30, investigasi untuk terowongan ini menunjukkan
kerusakannya mungkin karena tanah longsor. Untuk yang lain dua pengamatan gempa
Kanto, ambruk terjadi di bagian terowongan yang dangkal.
 Untuk PGA yang melebihi sekitar 0,5 g, ada sejumlah kasus kerusakan ringan sampai
sedang (dan satu contoh kerusakan berat yang disebutkan di atas untuk gempa Kanto).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 91


Bab IV Desain Terowongan

 Terowongan dengan lapisan kuat tampak lebih baik, terutama terowongan dengan lapisan
beton bertulang dan / atau baja.

Gambar 4.75. Ringkasan kerusakan terowongan bored pada efek getaran tanah (1998)
Tren pada Gambar 4.67 dapat digunakan sebagai salah satu panduan dalam menilai kebutuhan
untuk evaluasi lebih lanjut efek getaran tanah pada terowongan yang dibor / terambang.

C. Pedoman Tambahan untuk Penggalian dan Penutupan Terowongan


Pelaporan kinerja gempa terowongan cut-cover dangkal dan terowongan kotak relatif buruk
dibandingkan dengan kinerja terowongan yang dibor. Hal ini terbukti terutama selama gempa
bumi tahun 1995 Kobe, Jepang, (O'Rourke dan Shiba, 1997; Power et al., 1998). Gambar 4.68 dan
Gambar 4.69 menunjukkan kerusakan pada kolom tengah terowongan cut-and-cover yang ada di
antara stasiun Daikai dan Nagata selama Gempa Kobe 1995. Gempa Kobe 1995 juga
menyebabkan keruntuhan besar di stasiun kereta bawah tanah Daikai yang dibangun dengan
metode cut-and-cover tanpa ketentuan desain gempa tertentu. Gambar skematiknya ditunjukkan
pada Gambar 4.70 (Iida et al., 1996) menunjukkan keruntuhan yang dialami oleh kolom tengah
stasiun, yang disertai dengan runtuhnya lempengan langit-langit dan penutupan tutupan tanah
lebih dari 2,5 m

Gambar 4.76. Fraktur di dasar kolom terowongan cut-and-cover antara stasiun daikai dan
nagata - gempa kobe 1995 jepang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 92


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.77. Kegagalan geser di atas kolom terowongan cut-and-cover antara stasiun daikai
dan nagata - gempa kobe 1995, jepang

Gambar 4.78. Stasiun kereta bawah tanah daikai runtuh - 1995 gempabumi di Kobe, Jepang

Kinerja yang relatif yang buruk dari terowongan cut-and-cover di bawah efek getaran tanah
mungkin mencerminkan:
i. Relatif permukaan bahan geologi permukaan yang lebih dekat mengelilingi jenis struktur
ini dibandingkan dengan bahan yang lebih keras yang sering mengelilingi terowongan
yang dibor pada kedalaman yang lebih dalam;
ii. tingkat akselerasi yang lebih tinggi di dekat permukaan tanah dibandingkan pada
kedalaman (karena kecenderungan gerak tanah yang bergetar untuk dikurangi kedalaman
di bawah permukaan tanah);
iii. dan kerentanan struktur seperti kotak ini terinduksi secara gempa deformasi racking
pada penampang melintang kotak, kecuali secara khusus dirancang untuk
mengakomodasi deformasi racking ini.
Terowongan cut and cover di tanah cenderung lebih rentan dibandingkan yang digali sampai
batuan karena adanya deformasi tanah yang lebih besar yang menyebabkan racking pada
terowongan. Terowongan di tanah lunak mungkin sangat rentan. Penentu yang paling penting
dalam menilai apakah evaluasi gempa yang lebih rinci tentang terowongan cut-and-cover

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 93


Bab IV Desain Terowongan

diperlukan adalah apakah yang desaian yang asli mempertimbangkan pembebanan dan
deformasi yang konsisten dengan lingkungan gempa dan kondisi geologis, dan terutama, apakah
perilaku racking diperhitungkan dalam analisis desain gempa, dan perincian struktur.

D. Pedoman Tambahan untuk Terowongan dengan Sistem Tabung


Tabung yang terendam sangat rentan terhadap gerakan tanah permanen selama getaran gempa.
Tabung biasanya terletak di kedalaman dangkal dan di tanah lunak atau longgar. Pencairan tanah
berongga tanpa kohesi dapat menyebabkan penurunan, pengangkatan (flotasi), atau penyebaran
lateral. Guncangan gempa mungkin terjadi juga menyebabkan perpindahan permanen tanah liat
lunak di tanah miring. Joint yang menghubungkan segmen tabung harus bisa mengakomodasi
perpindahan relatif segmen yang berdekatan sambil mempertahankan segel kedap air. Umumnya,
tabung terendam dapat dilakukan evaluasi lebih rinci jika desain aslinya dipertimbangkan dengan
analisis yang tepat untuk potensi mode kegagalan tanah dan jika joint yang telah terbentuk
dirancang secara hati-hati untuk mencapai water tightness.

4.3.5.4. Prosedur Evaluasi Gempa – Pengaruh Getaran Tanah


Struktur terowongan bawah tanah mengalami tiga mode deformasi primer saat terjadi getaran
gempa: Ovaling / racking, deformasi aksial dan kelengkungan. Deformasi ovaling / racking
terutama terjadi pada gelombang gempa yang menyebar tegak lurus terhadap sumbu longitudinal
terowongan, menyebabkan deformasi pada bidang penampang terowongan (Wang, 1993; Owen
dan Scholl, 1981). Secara vertikal menyebarkan gelombang geser umumnya dianggap sebagai
jenis gelombang yang paling penting untuk mode deformasi ini. Deformasi aksial dan
kelengkungan diinduksi oleh komponen gelombang gempa itu merambat sepanjang sumbu
membujur Wang, 1993; (Owen dan Scholl, 1981).

Gambar 4.79. Respons Ovaling dan racking melintang terhadap gelombang geser vertikal pada
terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 94


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.80. Respons Gaya aksial dan lengkung memanjang terhadap travelling waves pada
terowongan

4.3.4.1. Evaluasi Ovaling Melintang atau Respon Racking dari Struktur Terowongan
Prosedur evaluasi respons transversal struktur terowongan dapat didasarkan pada (1) metode
analisis yang disederhanakan, atau (2) pendekatan pemodelan numerik yang lebih kompleks,
tergantung pada tingkat kompleksitas sistem struktur tanah, kondisi bawah permukaan, tingkat
bahaya gempa, dan pentingnya struktur. Pendekatan pemodelan numerik harus dipertimbangkan
dalam kasus di mana metode analisis yang disederhanakan kurang berlaku, lebih tidak pasti, atau
tidak meyakinkan, atau dimana struktur sangat penting terletak di lingkungan gempa yang parah
atau dimana data kasus menunjukkan kerentanan gempa yang relatif lebih tinggi untuk jenis
terowongan, seperti terowongan cut- and-cover persegi panjang di daerah gempa aktif.

A. Prosedur Sederhana untuk Respon Ovaling terhadap Terowongan bentuk Circle


Bagian ini menyediakan metode untuk mengukur efek ovulasi gempa pada struktur lining
terowongan melingkar. Metode deformasi free-field disederhanakan yang digunakan secara
konvensional, yang dibahas terlebih dahulu, dengan mengabaikan efek interaksi struktur tanah.
Oleh karena itu penggunaannya terbatas pada kondisi dimana struktur terowongan bisa
diasumsikan berubah bentuk sesuai dengan perpindahan free-field selama gempa bumi.

Metode yang disempurnakan kemudian dipresentasikan pada bagian 13.5.1.2 yang yang sama
sederhananya namun mampu menghilangkan kekurangan yang terkait dengan metode deformasi
free-field. Metode yang disempurnakan ini - dibangun dari teori yang sudah terbiasa bagi
kebanyakan perencana pertambangan / bawah tanah - menganggap efek interaksi struktur tanah.
Berdasarkan metode ini, serangkaian grafik desain dikembangkan untuk memudahkan proses
perancangan.

Efek Ovaling: Seperti disebutkan sebelumnya, ovaling pada struktur lining terowongan melingkar
terutama disebabkan oleh gelombang gempa yang menyebar di bidang tegak lurus terhadap
sumbu terowongan. Hasilnya adalah siklus tambahan konsentrasi tegangan dengan tegangan
tekan dan tarik bolak-balik pada struktur lining terowongan. Tekanan dinamis ini ditumpangkan
pada keadaan statis yang ada pada lapisan. Beberapa mode kritis dapat terjadi (Owen dan Scholl,
1981):

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 95


Bab IV Desain Terowongan

 Tegangan tekan dinamis yang ditambahkan pada tegangan statis tekan dapat melebihi
kapasitas tekan lapisan secara lokal.
 Tegangan tarik dinamis yang dikurangi dari tegangan tekan statis yang mengurangi
kapasitas momen lapisan, dan terkadang yang dihasilkan mungkin tegangan tarik.

Deformasi Gaya Geser Free-Field: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, distorsi geser tanah
yang disebabkan oleh gelombang geser yang merambat secara vertikal mungkin adalah mode
gempa yang paling kritis dan gerak pre dominan. Hal ini menyebabkan terowongan melingkar ke
oval dan persegi struktur bawah tanah kerak (gerak menyamping), seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 13-13.

Prosedur analitik dengan metode numerik sering dibutuhkan sampai pada perkiraan yang wajar
dari distorsi geser bidang bebas, terutama untuk situs tanah dengan variabel stratigrafi. Banyak
kode komputer dengan tingkat kecanggihan variabel tersedia (misalnya, SHAKE, FLUSH, FLAC,
PLAXIS, dkk.). Pendekatan yang paling banyak digunakan adalah menyederhanakan situs geologi
menjadi sebuah sistem berlapis horizontal dan untuk mendapatkan solusi dengan menggunakan
teori penyebaran gelombang satu dimensi (Schnabel, Lysmer, dan Benih, 1972).

Distorsi geser free-field yang dihasilkan dari tanah dari analisis tipe ini dapat dinyatakan sebagai
distribusi regangan geser atau profil deformasi geser versus kedalaman. Untuk terowongan yang
dalam terletak di tanah atau batu yang relatif homogen dan dengan tidak adanya Analisis respons
situs yang terperinci, prosedur yang disederhanakan oleh Newmark (1968) dan Hendron (1985)
dapat memberikan sebuah perkiraan yang masuk akal, tercatat bagaimanapun bahwa metode ini
cenderung menghasilkan hasil yang lebih konservatif terutama bila efek tanah atenuasi dengan
kedalaman (lihat tabel 13-1) diabaikan. Di sini, regangan geser free-field maksimum, γmaks,
dapat dinyatakan sebagai:

𝑽𝒔
max =
𝑪𝒔𝒆
Dimana:
Vs = Kecepatan partikel puncak
Cse = Kecepatan propagasi gelombang geser efektif

Kecepatan gelombang geser yang efektif dari gelombang geser yang merambat secara vertikal,
Cse harus kompatibel dengan tingkat regangan geser yang mungkin berkembang di tanah pada
ketinggian terowongan pada desain goncangan gempa. Nilai Cse dapat diperkirakan dengan
membuat pengurangan yang tepat (untuk memperhitungkan ketegangan tergantung efek) dari
strain kecil kecepatan gelombang geser,Cse, diperoleh dari pengujian di tempat (seperti
menggunakan teknik logging cross-hole, down-hole, dan P-S). Untuk batuan, rasio Cse/Cs bisa
diasumsikan sama dengan 1,0. Untuk tanah yang kaku, Cse/Cs bisa berkisar antara 0,6 sampai 0,9.

Sebagai alternatif, analisis respon lokasi spesifik dapat dilakukan untuk memperkirakan Cse.
Analisis respons lokasi spesifik harus dilakukan untuk memperkirakan Cse untuk terowongan
yang tertanam di tanah lunak. Suatu persamaan yang menghubungkan kecepatan perambatan
gelombang geser efektif dengan modulus geser yang efektif, Gm diekspresikan sebagai:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 96


Bab IV Desain Terowongan

𝑮𝒎
Cse = √ 

Dimana :  = Kepadatan massa tanah


Metode alternatif yang disederhanakan untuk menghitung regangan geser tanah lapangan bebas,
γmax, adalah dengan membagi tekanan geser akibat gempa (τmax) oleh kekakuan geser (yaitu,
geser efektif yang sesuai dengan modulus regangan, Gm). Metode ini sangat cocok untuk
terowongan dengan kedalaman perletakan dangkal. Dalam metode sederhana ini, regangan geser
tanah lapangan bebas maksimum dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝒎𝒂𝒙
max = 𝑮𝒎
max = (PGA/g) v Rd
v = t (H+D)
Dimana:
Gm = Modulus geser yang kompatibel dengan kuat dari ground around tunnel (ksf)
Ʈmax = Tegangan geser induksi gempa maksimum (ksf)
v = Total tekanan overburden vertikal pada elevasi terowongan terbalik (ksf)
Ɣt = Total berat satuan tanah (kcf)
H = Ketebalan tutupan tanah diukur dari permukaan tanah sampai mahkota terowongan
(ft)
D = Ketinggian terowongan (atau diameter terowongan melingkar) (ft)
RD = Depth tergantung faktor pengurangan stres; dapat diestimasi dengan menggunakan
Hubungan berikut ini
RD = 1,0 - 0,00233z untuk z <30 ft
RD = 1,174 - 0,00814z untuk 30 kaki <z <75 kaki
RD = 0,744 - 0,00244z untuk 75 kaki <z <100 ft
RD = 0,5 Untuk z> 100 ft

Dimana:
Z = kedalaman (ft) dari permukaan tanah ke elevasi terbalik terowongan dan diwakili oleh z = (H
+ D).

Lining sesuai dengan Deformasi Geser Free-field: Bila lapisan melingkar diasumsikan berbentuk
oval sesuai dengan deformasi yang dikenakan oleh tanah sekitarnya (mis., geser), kekakuan lining
melintang sama sekali diabaikan. Asumsi ini mungkin masuk akal untuk sebagian besar
terowongan melingkar di batu dan di tanah yang kaku, karena kekakuan lapisan terhadap distorsi
rendah dibandingkan dengan media sekitarnya. Tergantung pada definisi "deformasi tanah
medium sekitar”, namun, desain berdasarkan asumsi ini mungkin terlalu konservatif untuk
beberapa kasus dan non-konservatif pada kasus lain. Ini akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Distorsi geser dari tanah sekitarnya, untuk diskusi ini, dapat didefinisikan dengan dua cara. Jika
yang nonperforasi tanah di Bidang bebas Digunakan untuk memperoleh itu Distorsi geser
Sekitarnya terowongan lapisan, itu lapisan Adalah untuk menjadi Dirancang untuk menyesuaikan
diri Ke maksimum diameter Berubah, ΔD, Ditunjukkan di bagian atas Gambar 3.36 Bidang bebas.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 97


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.81. Distorsi Geser Kondisi Ground-Free-Field vs Kondisi di dalam rongga

Perubahan diameter maksimum dari lapisan untuk kasus ini dapat diturunkan sebagai:

ΔDfree = field = ± (max/2)D


Dimana:
D = Diameter terowongan
max = Regangan geser bidang bebas maksimum

Di sisi lain, jika deformasi tanah diturunkan dengan mengasumsikan adanya rongga akibat
penggalian terowongan (bagian bawah Gambar 13-15, untuk tanah berlubang), maka Lining nya
akan dirancang menurut strain diametrik dinyatakan sebagai:

ΔDcavity = ±2max(1 – Vm)D


Dimana:
vm = Rasio Poisson dari medium

Persamaan 13-8 dan 13-9 keduanya mengasumsikan tidak adanya lapisan. Dengan kata lain,
interaksi terowongan-tanah diabaikan.

Perbandingan antara Persamaan 13-8 dan 13-9 menunjukkan bahwa deformasi tanah berlubang
akan menghasilkan distorsi yang jauh lebih besar daripada kasus bidang bebas (tanah tanpa
perforasi). Untuk media tanah yang tipikal, bedanya bisa sebanyak tiga kali. Berdasarkan asumsi
yang dibuat, beberapa kesimpulan awal dapat ditarik sebagai berikut:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 98


Bab IV Desain Terowongan

 Persamaan 13-9, untuk deformasi tanah berlubang, harus memberikan perkiraan yang
masuk akal untuk deformasi lapisan yang memiliki sedikit kekakuan (melawan distorsi)
dibandingkan dengan yang medium.
 Persamaan 13-8, untuk deformasi tanah bidang bebas, di sisi lain, harus memberikan nilai
yang masuk akal hasilnya lapisan dengan kekakuan distorsi dekat atau sama dengan
medium sekitarnya.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan lebih lanjut bahwa lapisan dengan kekakuan
distorsi yang lebih besar dari pada medium sekitarnya harus mengalami distorsi lapisan bahkan
kurang dari deformasi bidang bebas. Kasus terbaru ini mungkin terjadi saat terowongan
dibangun di tanah yang lembut dan sangat lunak. Oleh karena itu jelas bahwa kekakuan relatif
antara terowongan dan tanah sekitarnya (yaitu, efek interaksi struktur tanah) memainkan peran
penting dalam mengukur respons terowongan selama pemuatan konidisi gempa.
Pentingnya Kestabilan Lapis - Kompresi dan Rasio Fleksibilitas: Untuk mengukur kekakuan relatif
antara lapisan melingkar dan medium, dua rasio yang ditetapkan sebagai rasio kompresibilitas, C,
dan rasio fleksibilitas, F (Hoeg, 1968, dan Peck dkk, 1972) didefinisikan sebagai persamaan
berikut:

𝑬𝒎(𝟏− 𝑽𝟐𝟏)𝑹𝟏
Rasio kompresibilitas : C=
𝑬𝟏 𝒕(𝟏+𝑽𝒎)(𝟏−𝟐𝑽𝒎)

𝑬𝒎 (𝟏− 𝑽𝟐𝟏)𝑹𝟑𝟏
Rasio fleksibilitas : F=
𝟔 𝑬𝟏𝑰𝟏,𝟏(𝟏+𝑽𝒎)
Dimana:
Em = Modulus elastis yang sesuai dari tanah sekitarnya
Vm = Rasio Poisson dari tanah sekitarnya
Rl = Radius nominal dari struktur lining terowongan
Vl = Rasio Poisson dari Lining terowongan
Il,1 = Moment inersia lapisan per satuan lebar terowongan sepanjang sumbu terowongan.
tl = Ketebalan lapisan

Dari kedua rasio ini, sering disarankan bahwa rasio fleksibilitasnya adalah penting karena
memang begitu terkait dengan kemampuan dari lapisan untuk menahan distorsi yang dipaksakan
oleh tanah.

Rasio kompresibilitas juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon dorong lapisan.
Untuk kebanyakan terowongan melingkar yang ditemui dalam praktik, rasio fleksibilitas, F,
kemungkinan cukup besar (misalnya, F> 20) sehingga efek interaksi terowongan tanah dapat
diabaikan (Peck, 1972). Perlu dicatat bahwa F>20 menunjukkan bahwa tanahnya kira-kira 20 kali
lebih kaku dari pada lining. Dalam kasus ini, distorsi menjadi yang dialami oleh lapisan dapat
dianggap sama dengan tanah berlubang (yaitu,ΔDcavity).

Prosedur aturan praktis ini dapat menghadirkan beberapa masalah desain saat struktur yang
sangat kaku dikelilingi oleh tanah yang sangat lunak. Contoh tipikal adalah membangun tabung
yang sangat kaku di lokasi deposit yang lunak, deposit dasar sungai dalam hal ini rasio
fleksibilitas sangat rendah, dan struktur lining terowongan yang kaku tidak bisa dirancang secara
realistis agar sesuai dengan deformasi yang dikenakan oleh tanah lunak. Efek interaksi tanah

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 99


Bab IV Desain Terowongan

terowongan harus diperhatikan dalam hal ini untuk mencapai desain yang lebih efisien. Pada
bagian berikut ini sebuah prosedur perbaikan dengan mempertimbangkan efek interaksi
terowongan tanah disajikan untuk memberikan penilaian efek gempa ovaling yang lebih akurat
pada lapisan melingkar.

4.3.4.2. Analisis Solusi Interaksi Lining dengan Respon Ovaling terhadap Terowongan
Circular
Solusi analisis bentuk tertutup telah diusulkan (Wang, 1993) untuk memperkirakan struktur
dasar Interaksi untuk terowongan circular di bawah kondisi pembebanan gempa. Solusi ini
umumnya berbasis dengan asumsi bahwa:
 Tanah adalah media isotropik yang tak terbatas, elastis, homogen.
 Lapisan circular pada umumnya merupakan tabung berdinding tipis yang elastis pada
kondisi regangan lurus.
 Kondisi slip penuh atau tidak ada slip ada di sepanjang antarmuka antara tanah dan
lapisannya.
Ekspresi dari respon lapisan ini adalah fungsi rasio fleksibilitas dan rasio kompresibilitas sebagai
disajikan sebelumnya dalam Persamaan 13-10 dan 13-11. Ungkapan untuk dorongan maksimal,
Tmax, momen lentur, Mmax, dan strain diametrik, ΔD/D, dapat disajikan dalam bentuk berikut:

𝟏 𝑬
Mmax = ± 𝟔 𝑲𝟏 (𝟏+𝑽𝒎 ) 𝑹𝟐𝟏 𝜸𝒎𝒂𝒙
𝒎
𝑬𝒎
Tmax = ±K2 𝑹𝑰 𝜸𝒎𝒂𝒙
𝟐(𝟏+𝑽𝒎)
𝟏
ΔDmax/D = ±𝟑 𝑲𝑰 𝑭𝜸 𝒎𝒂𝒙
𝟏𝟐 (𝟏− 𝑽𝒎)
KI =
𝟐𝑭+𝟓−𝟔𝑽𝒎
𝟏
𝑭[(𝟏−𝟐 𝑽𝒎)−(𝟏−𝟐 𝑽𝒎)𝑪]− 𝟐(𝟏−𝟐𝑽𝒎)𝟐𝑪+𝟐
K2 = 1+ 𝟓 𝟐
𝑭[(𝟑−𝟐𝑽𝒎)+(𝟏−𝟐𝑽𝒎)𝑪]+𝑪[ −𝟖𝑽𝒎+𝟔𝑽 ]+𝟔−𝟖𝑽𝒎
𝟐 𝒎

K1 dan K2 didefinisikan disini sebagai koefisien respon pelapisan. Parameter pemuatan gempa
adalah ditunjukkan oleh regangan geser maksimum yang diinduksi di tanah (bidangn bebas),
γmax, yang bisa didapat melalui pendekatan yang disederhanakan (seperti Persamaan 13-15 atau
13-16), atau dengan melakukan analisis respons di lokasi.

𝑬𝒎 𝒎𝒂𝒙 𝒕𝑰
𝟏
Ƹm = ± K1 𝑹𝟐
𝟔 (𝟏+𝑽𝒎 ) 𝟏 𝟐𝑬𝑰 𝑰𝑰

𝑬𝒎 𝜸𝒎𝒂𝒙
ƸT = ±𝑲𝟐 𝑹 𝑰
𝟐(𝟏+𝑽𝒎) 𝑬𝑰 𝒕𝑰

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 100


Bab IV Desain Terowongan

Untuk memudahkan proses perancangan, gambar 4.37 menunjukkan koefisien respon lapisan, K,
sebagai fungsi dari rasio fleksibilitas dan rasio poisson dari tanah. Grafik desain menunjukkan
koefisien lapisan K2 terutama digunakan untuk evaluasi respon dorong, disajikan pada gambar
3.36, gambar 4.37, dan gambar gambar 4.39 untuk nilai Rasio Poisson masing-masing 0,2, 0,35
dan 0,5.

Gambar 4.82. Koefisien Respon Lining, K1(Kondisi Antarmuka Slip Penuh)

Gambar 4.83. Koefisien Respon Lining, K2, untuk Poisson's Ratio = 0.2 (Kondisi Antarmuka
Tanpa Slip)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 101


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.84. Rasio fleksibilitas dan rasio Poisson dari tanah.

4.4. DISAIN PENCAHAYAAN TEROWONGAN


Secara umum fungsi lampu penerangan pada terowongan adalah untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan lalu lintas pada keadaan gelap (malam hari) karena keterbatasan jarak andang para
pengguna jalan pada object baik yang diam atau bergerak yang ada didepan atau disekitarnya,
dengan demikian untuk mengatasi keterbatasan jarak pandang para pengemudi / pengguna jalan
selain lampu kendaraan juga diperlukan lampu penerangan didalam terowongan Layout disain
pencahayaan terowongan secara umum.

Gambar 4.85. Area eksternal dan internal primer yang terkait dengan desain pencahayaan
terowongan

4.4.1. Persyaratan Pencahayaan


Tujuan utama desain penerangan terowongan adalah dengan menyediakan sistem pencahayaan
untuk terowongan tertentu yang memenuhi persyaratan pencahayaan untuk siang dan malam
hari. Prosedur untuk desain pencahayaan terowongan dan kriteria desain tidak hanya didasarkan
pada pertimbangan perhitungan teknis, tapi juga pada informasi yang diambil didapat dari

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 102


Bab IV Desain Terowongan

pengalaman praktis. Penerangan siang hari disediakan pada terowongan dengan kuat
pencahayaan yang berbeda sesuai kondisi termasuk rekomendasi untuk zona ambang batas.
Pencahayaan pada terowongan membantu pengemudi untuk mengidentifikasi gangguan atau
mobil mogok pada terowongan saat memiliki jarak yang cukup untuk bereaksi atau berhenti.
Tingkat cahaya yang tinggi biasanya dibutuhkan pada awal terowongan saat siang hari untuk
menghindari black hole effect yang terjadi akibat terowongan memberikan bayangan pada jalan
pada gambar 4.78. Tingkat cahaya yang tinggi ini digunakan hanya saat siang hari. Pencahayaan
terowongan biasanya berada pada langit-langit, atau dipasang di dinding dekat langit-langit.
Lokasi, ukuran, tipe, dan jumlah dari pencahayaan mempengaruhi persyaratan geometri pada
terowongan dan harus menjadi pertimbangan.
Dokumen pencahayaan terowongan dibuat oleh IESNA (ANSI/IESNA RP-22 Recommended
Practice for Tunnel Lighting) and CIE(CIE-88 Guide for Lighting of Road Tunnels and
Underpasses) memberikan pendekatan yang komprehensif pada pencahayaan terowongan.
AASHTO Roadway Lighting Design Guide menyediakan beberapa rekomendasi untuk terowongan
juga. Untuk meningkatkan keselamatan saat kebakaran, disarankan lampu sorot dipasang untuk
menunjukkan jalan keluar. Jika digunakan, mereka harus dipasang sekitar pintu keluar, terutama
pada titik rendah yang memungkinkan di bawah ketinggian asap. Lampu sorot harus diaktifkan
hanya pada kebakaran.
Pencahayaan darurat pada terowongan termasuk wiring method dan persyaratan lain berada
pada NFPA 502 “Standard for Road Tunnels, Bridges, and Other Limited Access Highway”, PIARC”
Fire and Smoke Conrol in Road Tunnel” dan, pada penemuan 2005 FHWA/AASHTO European
Scan Tour (Appendix A).

Gambar 4.86. Pencahayaan Pada Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 103


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.87. Langkah pengurangan pencahayaan yang direkomendasikan untuk zona ambang
& transisi di dalam terowongan

Tabel 4.20. Faktor Penyesuaian untuk Pencahayaan Perkerasan Zona Ambang (Lth)
Exit Visible (From 1SSSD) Exit Not Visible (From 1 SSSD)
Daylight Penetration Daylight Penetration
Good Poor Good Poor
Tunnel Traffic
Cyclist Wall Reflectance Wall Reflectance
Length Volume
High Low High Low High Low High Low
< 25M
All All 0% (No Threshold Lighting Required) 0% (No Threshold Lighting Required)
< 80FT
No 0% 50% 50% 50% 50% 50% 100% 100%
25-76M Light
Yes 0% 50% 50% 100% 100% 100% 100% 100%
No 50% 50% 50% 50% 100% 100% 100% 100%
80-250FT Heavy
Yes 50% 50% 50% 100% 100% 100% 100% 100%
No 50% 50% 50% 50% 50% 100% 100% 100%
76-125M Light
Yes 50% 50% 50% 100% 100% 100% 100% 100%
No 50% 50% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
251-410FT Heavy
Yes 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
>128M
All All 100% 100%
>410FT

Tabel 4.21. Tingkat Pencahayaan Perkerasan Rata-rata siang hari Zona Terowongan
Kendaraan (Lth)
Approach
Traffic Speed Driver Direction
Characteristic
Km/h mph North East-West South
Cd/m2
Open Road 100 60 250 310 370
Scene 1,2,3 80 50 220 260 320
60 40 180 220 270
100 60 320 280 310
Urban Tunnel
80 50 280 240 270
Scene 4,5,6
60 40 230 200 220
Mountain 100 60 230 200 200
Tunnel Scene 80 50 200 170 170
7,8 60 40 170 140 140

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 104


Bab IV Desain Terowongan

4.4.2. Konsep Disain


Konsep disain pencahayaan terowongan adalah sebagai berikut :
 Pencegahan uap, debu, dan semprotan air jet agar tidak masuk ke dalam rumah lampu.
 Kemudahan untuk pembersihan dan penggantian suku cadang.
 Ketahanan terhadap korosi dan reaksi terhadap bahan yang berbeda (misalnya beton).
 Mampu beroparasi pada suhu operasi tertinggi dan terendah di dalam terowongan.
 Rumah lampu dapat dikontrol dengan arah tertentu agar menghasilkan ontras
pencahayaan yang lebih baik
 Pull Box Pull Box diperlukan pada struktur underpass, overpass atau tunnel yang
memerlukan penerangan, berfungsi untuk tempat penyambungan kabel ke lampu.
 Suplai tenaga listrik lampu terowongan dari PLN dan Emergensi Genset.

4.4.3. Kriteria Disain


A. Kuat pencahayaan rata-rata terowongan seperti terlihat pada tabel

Tabel 4.22. Pencahayaan Rata Rata Terowongan


Daytime Interior Zone Average Luminance Recomended From The Road
Interior Zone Average Road Surface Luminance in cd/m 2
Traffic Flow
Medium
Low Heavy
Traffic Speed >2,400 AADT
≤2,400 AADT ≥24000 AADT
<24,000 AADT
100 km/h (60 mph) 6 8 10
80 km/h (50 mph) 4 6 8
60 km/h (40 mph) 3 4 6

B. Kemerataan pencahayaan (Uniformity)


Kuat pencahayaan minimum per maksimum sesuai lokasi pemempatan tertentu adalah :
≥ 0,25
C. Indeks proteksi
Indeks proteksi rumah lampu harus memenuhi kriteria untuk perlindungan terhadap
debu, benda padat, kelembaban dan air. Untuk Penerangan d i d alam terowongan
luminer (Rumah Lampu) harus mempunyai Indeks Proteksi Mminum IP 65
D. Renderasi Warna (Ra)
Untuk Penerangan d i d alam terowongan (Lampu terowongan) harus mempunyai
Renderasi Warna minimal 70
E. Lumen Efikasi
Penerangan d i d alam terowongan (Lampu terowongan) harus mempunyai Lumen
efikasi minimal 100 Lumen / Watt
F. Efisiensi Rumah Lampu
G. Reflektor rumah lampu akan memberikan efek pantulan cahaya, sehingga menghasilkan
efisiensi cahaya minimum 60 %.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 105


Bab IV Desain Terowongan

4.4.4. Perhitungan Pencahayaan Lampu Terowongan


A. Perhitungan Pencahayaan Rata2 Terowongan Pecahayaan rata2 dapat dihitung dengan
rumus
Lseq = (0.5131) 10-3 Lij
Dimana : Lseq : Total Pencahayaan ( cd / m2)
Lij : Pencahayaan rata2 ( cd / m2 )
B. Pencahayaan Zona Ambang Batas ( Lth ) Pencahayaan rata2 permukaan jalan yang
dibutuhkan di zona ambang (Lth) dapat ditentukan dengan rumus :
Lth = 10 (SRN-4,1)/6 (Lseq)
Dimana :
Lth : Pencahayaan rata2 dibutuhkan di zona Ambang ( cd / m2 )
Lseq : Total Pencahayaan ( cd / m2 )
SRN : Safety Rating Number

Tabel 4.23. Nomor Penilaian Keselamatan (SRN)


Nomor Penilaian Keselamatan (SRN) - Kriteria Subyektif Relatif
SRN Kriteria
1 Black Hole
3 Inadequate, entrance too dark
5 Fair, Just sufficient for a safe entry
7 Good, driver feels safe when entering
9 Excelent
Hubungan yang kuat antara visibilitas target dan penilaian subjektif ditemukan.
Menurut hubungan itu, kriteria kontras target dapat diubah menjadi SRN
C. Penentuan Pencahayaan Zona Ambang Batas ( Lth ) juga bisa didapat dari rasio ( Lth /
Lseq ) yang dapat dilihat pada Tabel 3.19 untuk kecepatan lalu lintas yang berbeda

Tabel 4.24. Penentuan Pencahayaan Zona Ambang Batas


Recomended Lth/Lseq ratios
Lth/Lseq
Recomended ratios Traffic speed
SRN = 5 SRN = 4,7
Lth/Lseq between the
100 km/h 1,41 1,26
thershold zone
80 km/h 1,26 1,09
luminance
60 km/h 1,04 0,93

4.5. DESAIN TINDAKAN PENCEGAHAN KEBAKARAN TEROWONGAN


Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis
dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api,
asap, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya. Detektor kebakaran
adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan.
Standar ini mencakup persyaratan tidakan pencegahan kebakaran, kinerja, lokasi, pemasangan ,
pengujian, dan pemeliharaan sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk memproteksi penghuni,
bangunan, ruangan, struktur, daerah, atau suatu obyek yang diproteksi sesuai dengan
standar.Dianggap perlu untuk memberikan suatu gambaran umum secara sederhana terhadap
lingkup menyeluruh dari suatu sistem deteksi dan alarm kebakaran sehingga dapat terlihat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 106


Bab IV Desain Terowongan

komponen/bagian-bagian dari sistemStandar ini disiapkan untuk digunakan secara spesifik


berkait dengan tindakan pencegahan kebakaran yang terdiri dari : pemadaman atau control yang
terdiri dari :
 Detektor kebakaran otomatik meningkatkan proteksi kebakaran dengan mengawali
tindakan darurat
 Panel Kontrol Fire Alarm
 Instalasi Hydrant, Box Hydrant & Instalasi Pemipaan
 Instalasi Pompa Hydrant
 Cadangan Air (Ground Reservoir)
 Sumber Tenaga Listrik
4.5.1. Persyaratan Teknis Tindakan Pencegahan Kebakaran
4.5.1.1. Alarm kebakaran.
Alarm suara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai alarm kebakaran.
b) Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 ~ 1000 Hz dengan tingkat
kekerasan suara minimal 65 dB
c) Pada semua lokasi panel kontrol harus terpasang alarm kebakaran.
d) Sarana alarm luar harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan pula sebagai
penuntun cara masuk bagi anggota pemadam kebakaran dari luar.

4.5.1.2. Panel kontrol deteksi dan alarm.


a) Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran.
b) Panel kontrol harus mampu membantu kerja detektor dan alarm kebakaran serta
komponennya secara keseluruhan.
c) Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan, sehingga operator dapat
mengetahui kondisi instalasi baik pada saat normal maupun pada saat terdapat gangguan.
Peralatan-peralatan tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari :
 Perlengkapan untuk pengujian terhadap bekerjanya sistem secara keseluruhan.
 Perlengkapan pengujian untuk mengetahui apabila terjadi kerusakan pada sistem yaitu
buzzer dan lampu indikator.
 Perlengkapan pemberitahuan apabila terjadi sinyal palsu.
 Perlengkapan pemantau sistem catu daya.
 Perlengkapan lampu indikator yang menunjukkan suatu keadaan di mana
detektor/alarm kebakaran dalam suatu zona sedang bekerja.
 Fasilitas yang menunjukkan bahwa catu daya dalam keadaan ada/tidak ada, berasal dari
PLN, batere atau pembangkit listrik darurat yang dilengkapi dengan alat ukur tegangan (
voltmeter ).
 Pengalihan operasi harus secara otomatik yang disertai dengan bunyi buzzer.
 Lampu tanda suatu sirkit ( zona ) terbuka atau dalam keadaan hubung singkat lengkap
dengan sakelar pilih ( selector switch ).
 Fasilitas pengujian sirkit detektor/alarm kebakaran zona dalam keadaan normal atau
ada gangguan ( berupa sirkit terbuka atau sirkit tergubung singkat ), dimana simulasi
yang dilakukan tidak mempengaruhi kerja zona yang lainnya dalam sistem tersebut.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 107


Bab IV Desain Terowongan

 Fasilitas uji lampu indikator yang berfungsi untuk memeriksa apakah lampu-lampu
indikator masih hidup atau mati.
 Buzzer untuk keperluan operator yang disertai lampu kedip dan sakelar untuk
mematikan alarm.
 Panel control harus ditempatkan di tempat yang aman, mudah terlihat dan mudah
dicapai dan harus mempunyai minimum ruang bebas 1 meter di depannya.
 Apabila panel kontrol direncanakan untuk dapat dilakukan pemeliharaannya dari
belakang, maka harus diadakan ruang bebas yang cukup dibelakang panel.
 Ruang tempat panel kontrol harus diproteksi dengan detektor kebakaran.
 Ruang dalam panel harus cukup memberikan keleluasaan pekerjaan pemasangan dan
pemeliharaan instalasi dengan konstruksi panel yang kuat serta tahan terhadap
gangguan mekanis, termis dan elektris.
4.5.1.3. Kabel
 Untuk sistem deteksi harus digunakan kabel dari ukuran penampang tidak boleh lebih
kecil dari 0,6 mm2.
 Untuk sistem alarm dan catu harus digunakan kabel dengan ukuran penampang tidak
boleh lebih kecil dari 1,5 mm2.
 Kabel NYA dapat digunakan, namun pemasangannya harus di dalam pipa konduit.
 Kabel berinti banyak NYM dan NYY, dapat pula dipergunakan pada sirkit-sirkit detektor
pada suatu arah tarikan kabel jarak jauh.
 Untuk lokasi yang mempunyai kondisi kerja yang keras ( panas, lembab, dan banyak
gangguan mekanis ringan ), harus dipilih jenis kabel NYY atau minimal NYM.
 Untuk pengawasan langsung ke detektor, dapat pula dipergunakan kabel fleksibel dengan
ketentuan tidak boleh lebih panjang dari 1,5 m.
 Pemasangan kabel sistem deteksi dan alarm kebakaran harus dilaksanakan sesuai dengan
instalasi tegangan rendah sesuai SNI 04-0225-2000, tentang : “Persyaratan umum
instalasi listrik 2000”.
 Semua pemasangan kabel pada dinding harus dilaksanakan dengan menggunakan pipa
konduit sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang “ “Persyaratan umum instalasi listrik
2000”.
 Penampang kabel dipilih sedemikian rupa sehingga pada beban kerja maksimum,
penurunan tegangan di titik terjauh dari panel kontrol tidak boleh lebih dari 5%.
 Hantaran antara gedung harus dari jenis kabel yang dapat ditanam dan harus diberikan
perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
 Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan.
 Sambungan diperbolehkan dalam kontak terminal tertutup.
 Penyambungan kabel dengan masing-masing detektor harus di dalam detektor, kecuali
untuk detektor jenis kedap air. Kabel untuk sistem deteksi dan alarm kebakaran tidak
boleh disatukan dengan kabel untuk instalasi listrik.
4.5.1.4. Catu Daya.
a. Catu daya harus mempunyai 2 buah sumber energi listrik, yaitu :
 Listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik darurat (Genset)
 Batere.
b. Tegangan batere yang diijinkan 12 volt dan maksimum 48 volt.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 108


Bab IV Desain Terowongan

 Tegangan batere yang diijinkan minimum selama 4 jam mencatu energi listrik dalam
kondisi alarm beroperasi, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Pemeliharaan batere harus mudah.
 Mempunyai pengisi batere ( charger ) otomatik.
 Bila catu daya dari listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik darurat
 lainnya mati, secara otomatik langsung bisa diambil alih oleh tenaga batere.
 Batere harus dari jenis batere kering yang dapat diisi kembali
 (rechargeable).
 Bahan-bahan peralatan bantu instalasi yang dipakai harus memenuhi
 SNI 04- 0225-2000, tentang “Persyaratan umum instalasi lsitrik 2000”.
4.5.1.5. Pelaksanaan Pengetesan.
Tes kebocoran pemipaan sistim hydrant dilakukan dengan tekanan hidrostatik 20 kg/cm 2 selama
4 jam, berita acara tes/pengujian dan sertifikat layak operasi dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
4.5.2. Konsep Disain Tindakan Pencegahan Kebakaran
a. Jika terjadi kebakaran ringan dan alarm kebakaran tidak beroperasi, pemadaman api
dilakukan dengan pemadam kebakaran portable (Fire Extinguiser)
b. Jika terjadi kebakaran dan alarm kebakaran beroperasi, pemadamam api dilakukan oleh Fire
Hydrant dengan system operasi sebagai berikut
 Detector akan mendeteksi dan memberikan input ke Panel Kontrol
 Fire Alarm sehingga Alarm Kebakaran akan beroprasi dan menunjukkan daerah / zona
mana sedang terjadi kebakaran.
 Jika valve hydrant dibuka untuk operasi pemadaman api maka Pompa Jocky Pump akan
beroperasi.
 Jika tekanan pada sistim pipa hydrant turun sampai 80% maka Fire Hydrant Pump akan
beroperasi dan Jocky Pump Stop (Tidak beroperasi)
 Jika operasi pemadaman masih beroperasi menerus sistim suplai tenaga listrik harus
dipadamkan (PLN & Genset) dan operasi pemadaman dilakukan oleh Diesel Fire Hydrant
Pump.
 Persedian air untuk operasional sistim hydrant minimal 45 menit
 Sumber air untuk persediaan operasional sistim hydrant dari sumur dalam atau PDAM /
Swasta dengan jarak maksimum 1000 ft ( 305 m ).
4.5.3. Kriteria Disain Tindakan Pencegahan Kebakaran
 Daya listrik Pompa hydrant dari PLN dan Genset (380V,3F,50Hz)
 Peralatan dan komponen sistem hidran terdiri dari kotak hidran, kopling pengeluaran
aliran air, slang hydrant, pompa dan instalasi pipa hydrant.
 Debit air minimum sistim hydrant 400 liter/menit dengan tekanan 4,5 kg/cm2
 Diameter slang hydrant minimum 1,5” (inch), dengan panjang (20-30) meter
 Diameter pipa cabang hydrant adalah 4” (inch)
 Diameter pipa utama yang tersambung dengan pompa hydrant adalah 6 “ (inch)
 Jarak antara hydrant pilar 500 ft (150 meter), minimum sistim hydrant mempunyai 2 buah
hydrant pilar
 Dimensi kotak hidran : P(52cm), L(15cm), T(66cm) dan dipasang dengan ketinggian 75 cm
diatas tanah.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 109


Bab IV Desain Terowongan

 Diameter Kopling pengeluaran aliran air hidrant ( Siamese Connection) minimum 6,25 cm
(yang sejenis dengan kopling peralatan unit mobil pemadam kebakaran).
 Persyaratan bahan / material

- Minimum kelas medium, memenuhi spesifikasi bahan bangunan dalam SKBI dan Sll.
- Bahan pipa dan fitting terdiri dari baja, baja galvanis, besi tuang dan tembaga.
 Portable Fire Extinguishers.
- Penempatan portable fire extinguisher di sepanjang jalan raya dengan jarak maksimum
90 m.
- Untuk memudahkan penggunaan yang aman oleh pengendara, berat maksimum
protable fire extinguisher adalah 9 kg
- Alat pemadam api portabel harus dipilih, dipasang, diperiksa, dan dipelihara sesuai
dengan NFPA 10.

4.6. DESAIN VENTILASI TEROWONGAN


Sistem ventilasi terowongan mempunyai fungsi untuk melindungi kehidupan personil yang
berada dalam terowongan dan membantu petugas pemadam kebakaran selama dalam operasi
darurat dalam mengakses lokasi api kebakaran dan tujuan yang lain adalah pengendalian asap.
dan gas yang dipanaskan sehingga bisa memberikan lingkungan ydiang lebih aman bagi pengguna
terowongan Dengan adanya sistim ventilasi terowongan asap dan gas yang dipanaskan dapat
dikeluarkan sesuai arah yang diinginkan ke titik pelepasan dari terowongan seperti terlihat
gambar dibawah.

Gambar 4.88. Longitudinal Ventilation System with Central Fans and Exhaust Shaft.
4.6.1. Persyaratan Ventilasi
Sistem ventilasi pada terowongan digunakan untuk menjaga tingkat kualitas udara yang diijinkan
dalam terowongan. Desain dipengaruhi oleh pertimbangan keselamatan kebakaran atau dengan
kualitas udara; yang mana tergantung oleh banyak faktor termasuk lalu lintas, ukuran dan
panjang terowongan, dan fitus khusus seperti persimpangan bawah tanah. Persyaratan ventilasi
pada terowongan ditentukan oleh dua kriteria, pengendalian emisi dari kendaraan yang
menggunakan terowongan dan pengendalian asap saat kebakaran. Perhitungan dinamika fluida
sering digunakan untuk menentukan desain yang sesuai untuk ventilasi pada keadaan kebakaran.
Analisa kualitas udara harus dilakukan untuk menentukan apakah kualitas udara mempengaruhi
desain. Titik Monitoring kualitas udara pada terowongan harus disediakan dan ventilasi harus
ditentukan berdasarkan volumen lalu lintas untuk mengakomodir kebutuhan kualitas udara.
Dampak lingkungan dan kulitas udara dapat mempengaruhi lokasi struktur, shaft, dan potal

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 110


Bab IV Desain Terowongan

ventilasi. Analisa harus memperhitungkan arus dan pengembangan masa depan, ground level,
tinggi dan jarak receptor sensitif dekat lokasi dan lokasi untuk operable Windows dan teras
bangunan untuk meminimalisir dampak. Bangunan ventilasi harus diletakkan dibawah grade dan
exhaust stacks hidden pada struktur lain. Kedua Pilihan sistem ventilasi yang digunakan untuk
terowongan adalah ventilasi longitudinal dan ventilasi tranversal. Sistema ventilasi longitudinal
memasukkan udara atau mengeluarkan udara dari terowongan, dengan aliran longitudinal dari
lalu lintas, pada beberapa titik seperti shaft dan portal ventilasi. Bisa di subklasifikasikan
menggunakan sistema jet-fan atau central fan system dengan kecepatan tinggi (Saccardo) nozzle.
Penggunaan jet fan pada longitudinal system disetujui oleh FHWA pada 1995 berdasarkan hasil
Memorial Jembatan Fire Ventilation Test Program (NCHRP, 2006). Biasanya, itu termasuk seri
aksial, jet fan kecepatan tinggi dipasang pada langit langit terowongan untuk memberikan aliran
udara longitudinal melewati terowongan

Sistem Ventilasi transversal bisa full atau semi full tipe transversal. Dengan ventilasi transversal
full, saluran suplai udara terletak diatas, dibawah, atau disamping lalu lintas dan memasukkan
udara segar pada terowongan pada interval tertentu. Saluran exhaust terletak diatas atau
disamping untuk mengeluarkan udara dan polusi. Dengan ventilasi semi transversal, saluran
suplai dihilangkan dengan tugasnya diganti dengan traffic opening. Saat saluran supplai dan
exhaust telah digunakan, aliran dijalankan dengan kipás pada bangunan ventilasi.

Gambar 4.89. Langit Langit Udara (Ventilasi) di dalam Terowongan

Standar kebisingan lokal biasanya dibutuhkan noise attenuators pada kipas dan nozzle. Pemilihan
sistem ventilasi yang sesuai mempunyai dampak pada alinemen, layout, dan desain cross-section
terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 111


Bab IV Desain Terowongan

4.6.2. Konsep Desain


 Ventilasi yang diterapkan pada terowongan digunakan untuk membuang udara yang
panas atau asap dari kedua ujung terowongan dengan mengunakan longitudinal
ventilation system with central fans and exhaust shaft.
 Kapasitas exhaust fan 94,4 m3 / det.
 Dimensi exhaust shaft 27,9 m2.
 Pergerakan alami gas dan asap panas harus dijaga dengan memastikan kecepatan
longitudinal di zona api adalah nol
 Pelaksanaan tes ventilasi dilakukan (20 – 45) menit dengan peringatan tes api mulai
ukuran (20MW - 50MW)
 Waktu pemadaman api (5 – 75) Detik.
 Daya listrik exhaust fan dari PLN dan Emergensi Genset : 380V, 3F, 50Hz.
4.6.3. Kriteria disain
 Kebakaran 20MW
Gas asap dan panas bergerak dengan debit 0.150 m3 / detik (100 Ft3 / menit) dalam jarak
61 m (200 kaki) dari api
 Kebakaran 50MW
Gas asap dan panas bergerak dengan debit 0.170 m3 / detik (110 Ft 3 / menit) dalam
jarak 85 m (280 kaki) dari api
 Di Terowongan asap melintas antara (290 – 365)m / (950 – 1200) kaki di sepanjang
terowongan sebelum pendinginan dan ke arah jalan raya.
 Kecepatan aliran udara alami diterowongan 4 m / det (800 fpm) akan mengalirkan udara
dengan suhu maksimum yang berada paling dekat dengan Api sekitar 213 m (700 kaki)
adalah sebagai berikut :
(1) 107 ° C (225 ° F) - api 20 MW
(2) 124 ° C (255 ° F) - api 50 MW
 Ukuran api
Kebakaran dengan tingkat pelepasan panas
20MW : Setara dengan tumpahan bahan bakar tanki BBM bus atau truk
50 MW : Setara dengan tumpahan bahan bakar sekitar 400 L (100 gal)
100 MW : Setara dengan tumpahan bahan bakar sekitar 800 L (200 gal).

4.7. DESAIN SISTEM DRAINASE


Sistem drainase pada terowongan dapat merupakan bagian dari sistim drainase jalan lokal atau
direncanakan sebagai fasilitas yang berdiri sendiri, yang mengumpulkan air tanah dan air
permukaan yang mengalir dari terowongan jalan lewat parit jalan dan drainase memanjang serta
pembuangan ke dalam satu atau lebih sump. Komponen dari pengangkutan drainase dan
sistema pengumpulan, termasuk jalur drainase utama, harus tahan api (contoh: baja, ductile iron,
beton). Bahan dari PVC, pipa fiberglass, atau bahan yang mudah terbakar lainnya tidak
diperbolehkan. Station Pompa dan sump biasanya diletakkan dititik terendah kurve cekung
terowongan dan dekat portal. Ruang control dan bangunan sebaiknya tidak terletak dekat kolam
karena risiko ledakan. Dan apabila tidak ada alternatif lain, maka safety yang ketat harus
diterapkan pada bangunan tersebut. Stasion pompa, sump dan separator harus diletakkan pada
tempat yang mempunyai effek minimal pada pengoperasian terowongan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 112


Bab IV Desain Terowongan

Khususnya apabila akses untuk pemeliharaan regular dibutuhkan. Berdasarkan kendala tersebut,
sump seharusnya lebih baik ditempatkan di luar terowongan dari pada di dalam terowongan
jalan. Instalasi pompa harus tipe wet well atau dry well . Untuk yang di awal, pompa tercelup
dalam air di sump pengumpul, untuk yang kemudian pompa dipasang di ruang kering (dry
chamber), sepanjang sump pengumpul. Instalasi tipe dry well lebih umum digunakan apabila
pompa besar, terutama untuk memungkinkan pemeliharaan dapat dilaksanakan tanpa
membongkar pompa secara total. Ukuran sump dan separator adalah proses iterasi berhubungan
dengan kapasitas pompa dan kecepatan inflow maksimum. Keterbatasan pada ketersediaan
power, ukuran pompa utama, debit yang diijinkan, dan ukuran sump dapat menentukan volume
sump dan kapasitas pompa.
Perhatian harus diberikan pada ukuran pompa untuk volume air yang dipindahkan. Pompa yang
besar hanya akan beroperasi dalam waktu yang pendek dapat menaikkan biaya supply energy.
Aturan yang umum, jumlah pompa yang bekerja per jam tidak boleh lebih dari 12 dan menjadi
pertimbangan dalam penentuan ukuran pump/sump dan control level. Drainase melintang tidak
dapat digunakan untuk mengalirkan air hujan (stromwater) karena endapan lumpur dan dapat
rusak karena beban lalu-lintas berat. Ketentuannya harus dibuat kemiringan permukaan jalan
(crossfalls) yang cukup yang berhubungan dengan parit pada interval tertentu untuk mengalirkan
air dan menghindari genangan pada jalan approach dan terowongan. Struktur drainase
terowongan sering terhalang oleh senyawa kalsium yang keluar dari beton, garam air tanah,
lanau, dan debu konstruksi. Pipa drainase harus diperbesar untuk menangani masalah tersebut.
Oleh karena itu sangat penting untuk membersihkan drainase secara teratur. Apabila mungkin,
semua manhole dan ruang inspeksi mencakupi akses ke sump, ruang pompa, valve pits dll, harus
ditempatkan di luar jalan raya, agar supaya pemeliharaan dan perbaikan dapat dilakukan tanpa
mengganggu lalu-lintas. Selokan jalan harus cocok untuk pemasangan kerb.
Ruang inspeksi harus diletakkan dipelebaran untuk akses mudah dan menghindari lalu lintas.
Gulies harus dipasang dengan interval tidak lebih dari 20m. Adalah pelanggaran membuang
minyak ke dalam selokan umum, semua otoritas air akan mengharuskan pemisahan pembuangan
(disposal) dengan pengaturan khusus, dari semua minyak, oli atau grease yang mungkin tumpah
dalam terowongan sebelum dibuang ke drainase air.
4.7.1. Persyaratan Drainase
Terowongan jalan harus dilengkapi dengan system drainase yang terdiri dari pipa, saluran,
pompa, pemisah minyak dan air, dan system control untuk pengumpulan, penyimpanan, dan
pemisahan yang efisien untuk air dan cairan dari terowongan. Drainase harus disediakan pada
terowongan untuk mengatasi air pada jalan dan kebocoran. Namun, drainage lines dan sump-
pump harus cukup untuk mengakomodir intrusi air dan persyaratan pemadam kebakaran. Harus
didesain supaya api tidak menyebar melewati sistema drainase dengan mengisolasinya. Untuk
alasan keamanan, PVC, pipa fiber glass, dan material yang mudah terbakar tidak boleh digunakan.
Sumps harus disediakan dengan trap untuk mengumpulkan dan menyingkirkan padatan. Sand
trap harus disediakan sebagaimana pemisah minyak dan bensin. Bisa diasumsikan saat
menentukan ukuran sump bahwa kebakaran dan banjir tidak terjadi bersamaan. Sump dan pump
harus terletak pada titik rendah terowongan dan pada portal untuk mengendalikan air yang
mungkin mengalir kedalam terowongan. Ukuran sump harus cocok dengan suty cycle dari
discharge pump seperti contoh inflow tidak menyebabkan kapasitas sump terlampaui. Sump
harus didesain untuk dapat dibersihkan secara regular.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 113


Bab IV Desain Terowongan

4.7.2. Perhitungan Inflow yang Diantisipasi


 Air tanah
Kuantitas air tanah yang mengalir tergantung kondisi tanah, desain dan kualitas pelaksanaan
konstruksi dari struktur terowongan. Beberapa factor yang umum sebagai berikut :
- Terowongan dibawah muka air tanah
Aliran masuk air menuju terowongan akan tergantung sistem anti air yang digunakan.
Dengan full water proofing system aliran (inflow) < 1 liter/m 2/hari.
- Terowongan diatas muka air tanah
Terowongan pada kategori ini hanya akan mengalami air masuk dari rembesan hujan
atau kebocoran pipa atau selokan lokal ke terowongan.
 Hujan dan limpasan (Runoff)
Kuantitas maksimum hujan dalam catchmen area dapat diperoleh dari rekaman dan
hidrograf kantor meteorology. Biasanya kala ulang 20, 50, atau 100 tahun. Jumlah air hujan
yang masuk ke terowongan dan harus dibuang akan tergantung dengan posisi dan elevasi
terowongan berhubungan dengan topografi dan ukuran catchmen area. Metode untuk
menghitung runoff disarankan menggunakan Modified Rational Method.
 Cuci dinding
Jumlah air untuk operasi cuci tembok tergantung teknik yang digunakan. Biasanya digunakan
5 liter/m2 untuk pembersihan.
 Air Hydran
Sebgaian besar terowongan dilengkapi dengan hydran pada interval tertentu, untuk kasus
semacam ini, 2 hydran yang digunakan oleh the fire brigade debitnya sekitar 66 liter/detik.
Tugas sistim pompa termasuk potensial outflow dari pipa yang rusak berdasarkan
perhitungan tekanan / aliran.

4.7.3. Sumps, Separator dan stasiun Pompa


4.7.3.1. Sump
- Setiap sump atau interkoneksi seri dari sump harus mempunyai kapasitas yang cukup
untuk menampung tidak hanya volume dari air drainase, tetapi juga untuk menampung
tumpahan yang mudah terbakar atau dari cairan yang berbahanya lain, sampai
maksimum kapasitas satu beban truk tanker.
- Kapasitas penyimpanan air yang cukup harus disediakan untuk menampung inflow
sebagai akibat dari maksimum pumping rate . Apabila sumps yang besar dapat
dijustifikasi, dan tetap menjaga ukuran pompa.
- Kedalaman struktur sump harus dihitung untuk mendapatkan ruang yang cukup di
atas level air tertinggi.
- Pengaturan sump harus direncanakan untuk meminimalkan turbulensi pada peralatan
pompa, yang timbul dari inflow rate yang tinggi, dan dapat merusak performen dari
pompa.
- Sistim ventilasi diperlukan untuk sumps tertutup, dalam terowongan untuk menjaga
udara yang aman untuk personil yang bekerja dalam lubang; untuk
mencairkan/melemahkan udara yang berbahaya, termasuk karena aksiden tumpahan
pada lajur kendaraan; untuk mengurangi gas pemadam kebakaran.
- Sump di luar terowongan harus diberi ventilasi yang alami.
- Dengan kemungkinan cairan yang mudah terbakar masuk ke dalam sistim drainase,
maka system deteksi gas yang mudah terbakar harus disediakan. Sensor harus diatur

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 114


Bab IV Desain Terowongan

dalam dua tahap berkenaan dengan rendah dan tingginya kosentrasi dari gas
hydrocarbon.
- Desain sump harus termasuk pencegahan untuk meminimalkan kerusakan yang
structural karena ledakan, dan transmisinya berdekatan interkoneksi sump.

4.7.3.2. Separator
- Interceptor / separator harus berukuran yang cukup untuk menyediakan pemisahan
yang cukup dari polutan, khususnya apabila pengoperasiannya tergantung pada
pengurangan kecepatan unit tersebut.
- Separator direncanakan untuk memudahkan pembersihan dan diberi ventilasi untuk
mencegah akumulasi dari gas yang berbahaya.

4.7.3.3. Pumping Plant


Tugas pompa dibutuhkan untuk sistem drainase terowongan yang akan berpengaruh pada
berbagai factor termasuk:
 Kecepatan maksimum inflow ke sump
 Rata-rata inflow ke sump
 Kendala desain yang dipaksakan oleh pekerjaan structural.
 Batasan maksimum discharge
 Parameter sistem discharge
 Ukuran sump

Jika parameter ditentukan, perhitungan sistem pompa menggunakan formula atau software dapat
dilakukan dengan berbagai pilihan untuk ukuran pipa dicapai desain yang optimum. Kecepatan
(rate)maksimum agar supaya air dapat dipompa keluar ditentukan oleh Local Water Authority.
Namun sedapat mungkin lebih besar dari kecepatan yang diharapkan pada kondisi rata-rata. Dua
atau tiga pompa dapat dipertimbangkan, yang apabila semua dioperasikan cukup untuk
memompa pada kecepatan (rate) maksimum. Namun masing-masing pompa dapat menangani
pada kondisi rata-rata. Pompa cadangan disediakan, namun tidak masuk perhitungan. Pompa
biasanya tipe sentrifugal dan mampu melewatkan zat padat dalam air tanpa tersedak, pompa
yang direncakan untuk penanganan air selokan (sewage), yang mampu meloloskan bahan padat
sampai diameter 10 cm cocok untuk diterapkan pada terowongan. jika pompa dipasang diatas
muka air sump, pompa harus tipe self-priming atau didesain agar pompa selalu penuh air
sebelum dinyalakan. Pompa dapat dikonfigurasi secara vertikal atau horizontal, tergantung
kendala dalam perencanaan. Tipe spindle submersible vertikal lebih disukai, karena tambahan
ruang untuk rumah pompa tidak diperlukan dan tidak memerlukan peralatan tambahan untuk
priming. Pompa tipe submersible harus dipindah ketika inspeksi, perbaikan atau overhaul. Daan
biasanya disediakan pompa dengan instalasi permanen untuk cadangan, ketika pompa
submersible dipindahkan.

4.7.3.4. Discharge pipework


Discharge pipework terdiri dari pipa, valve dan fitting diantara outlet dari pompa dan titik
discharge. Sistim pipa dapat single atau kembar dan digabungkan di kotak hatch, jika
pembersihan secara mekanik dengan pigging direncanakan. Pipa harus direncanakan
menghindari perubahan arah yang tajam, untuk meminimalkan friksi dan mencegah erosi, bila
suspensi yang kasar diperkirakan terbawa. Fitting Pipa harus termasuk valve pelepas tekan dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 115


Bab IV Desain Terowongan

drain down points Pemilihan bahan material pipa dan sistim perlindungan pipa tergantung
apakah pipa dipendam, cast in, dalam kondisi terbuka. Penggunaan bahan plastic dan material
sejenisnya harus dihindari dalam terowongan, karena pada saat terjadi kebakaran asap beracun
dapat ditimbulkan.

Gambar 4.90. Tipikal Sistem Drainase Pompa

Gambar 4.91. Tipikal Sistim / Duty /Curve untuk 3 Pompa submersible running pararel

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 116


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.92. Pengaturan Pembuangan Banjir

4.8. DESAIN RAMBU LALU LINTAS


Mengacu pada Permen Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu-lintas, yang
dimaksud Rambu lalu-lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf,
angka, kalimat, dan atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau
petunjuk bagi pengguna Jalan. Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :

 Memenuhi kebutuhan
 Menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan
 Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti
 Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan respon

4.8.1. Jenis Rambu


Rambu Lalu Lintas berdasarkan jenisnya terdiri atas:
1) Rambu Peringatan
2) Rambu Larangan
3) Rambu Perintah
4) Rambu Petunjuk
Rambu lalu-lintas dapat berupa : rambu lalu-lintas konvensional atau rambu lalu lintas
elektronik. Rambu lalu lintas konvensional adalah berupa rambu dengan bahan yang mampu
memantulkan cahaya atau retro reflektif, sedangkan rambu lalu lintas elektronik adalah rambu
yang informasinya dapat diatur secara elektronik. Rambu lalu lintas konvensional terdiri atas :
daun rambu dan tiang rambu.
Rambu Peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada bahaya di jalan atau
tempat pada jalan dan menginformasikan tentang sifat bahaya. Kondisi bahaya dapat berupa :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 117


Bab IV Desain Terowongan

kondisi prasarana jalan, kondisi alam , kondisi cuaca, kondisi lingkungan atau lokasi rawan
kecelakaan. Untuk penjelasan yang detail lebih detail mengenai rambu peringatan dapat dilihat
pada Permen Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014
Rambu Larangan menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh Pengguna Jalan, yang
terdiri dari :
 Larangan berjalan terus
 Larangan masuk
 Larangan parkir dan berhenti
 Larangan pergerakan lalu-lintas tertentu
 Larangan membunyikan isyarat suara
 Larangan dengan kata-kata
 Batas akhir larangan
Untuk penjelasan yang detail lebih detail mengenai rambu larangan dapat dilihat pada Permen
Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014

Rambu Perintah menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pengguna jalan, yang terdiri
atas rambu :
 Perintah mematuhi arah yang ditunjuk;
 Perintah memilih salah satu arah yang ditunjuk;
 Perintah memasuki bagian jalan tertentu;
 Perintah batas minimum kecepatan;
 Perintah penggunaan rantai ban;
 Perintah menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus;
 Batas akhir perintah tertentu; dan
 Perintah dengan kata-kata
Untuk penjelasan yang detail lebih detail mengenai rambu larangan dapat dilihat pada Permen
Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014. Rambu Petunjuk digunakan untuk memandu pengguna
jalan saat melakukan perjalanan atau memberikan informasi lain kepada pengguna jalan.
Untuk penjelasan yang detail lebih detail mengenai rambu larangan dapat dilihat pada Permen
Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014
Rambu Lalu-lintas dapat dilengkapi dengan papan tambahan yang diperlukan untuk menyatakan
bahwa Rambu Lalu-Lintas hanya berlaku untuk :
 Nilai tertentu;
 Arah tertentu;
 Arah dan nilai tertentu;
 Hal tertentu dengan kata-kata; dan
 Hal tertentu dengan kata-kata dan nilai
Penempatan dan pemasangan Rambu Lalu-lintas harus memperhatikan :
 Desain geometrik jalan / terowongan;
 Karakteristik lalu lintas;
 Kelengkapan bagian konstruksi jalan / terowongan ;
 Kondisi struktur tanah;
 Perlengkapan jalan / terowongan yang sudah terpasang;
 Konstruksi yang tidak berkaitan dengan pengguna jalan / terowongan; dan
 Fungsi dan arti perlengkapan jalan / terowongan lainnya

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 118


Bab IV Desain Terowongan

4.8.2. Rambu Informasi pada terowongan


Rambu Informasi khusus telah didesain untuk penggunaan dalam terowongan (EU directive
2004/54/EC)
 Rambu peringatan adanya terowongan, harus digunakan sebelum terowongan jalan, Jika
tinggi ruang bebas kurang dari 5.03 rambu peringatan harus diberikan. Sebaiknya
dipasang portal pembatas juga sebelum masuk terowongan

Gambar 4.93. Rambu Informasi Ada Gambar 4.94. Portal Pembatas sebelum
Terowongan dan Batasan Ketinggian masuk terowongan
Kendaraan

 Jika panjang terowongan 500 m atau lebih, maka panjang terowongan harus ditunjukkan
pada rambu pada atau dekat pintu masuk.
 Jika panjang terowongan 3000 m atau lebih, tambahan rambu harus dipasang dalam
terowongan pada interval tidak lebih dari 1000 m, yang menunjukkan sisa panjang
terowongan.
 Jika panjang terowongan kurang dari 500m, rambu dipasang tanpa perlu menunjukkan
panjang terowongan.
 Pada terowongan apabila pengemudi diminta menyalakan lampu, rambu terkait dapat
dipasang pada atau sebelum pintu masuk terowongan
 Rambu stasiun Radio dalam terowongan, yang berisi daftar chenel radio yang digunakan
dalam terowongan.
 Karena bertambahnya gas CO dapat berbahaya dalam terowongan, tambahan rambu
Matikan mesin jika berhenti, rambu ini dapat digunakan jika antrian lalu lintas sepertinya
tak dapat bergerak.
Fasilitas darurat
 Rambu yang menunjukkan fasilitas darurat dan lay bys (tempat parkir darurat)
 Rambu pemadam kebakaran dan telopon harus digunakan untuk menunjukkan adanya
peralatan pemadam kebakaran dan telepon darurat dalam terowongan. Rambu ini harus
berbentuk persegi empat dengan minimum panjang sisi 430 mm. pada banyak kasus
peralatan darurat diletakkan di lay-bys (parkir darurat). Pada kasus jika Rambu lay by dan
pemadam kebakaran / telepon Rambu digabung, rambu ini harus tidak kurang dari 750
mm (t) dan 465 mm (lebar).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 119


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.95. Rambu Untuk Menunjukan Gambar 4.96. Rambu Jalan Darurat Keluar
Adanya Telepon Umum dan Alat Pemadam Terowongan
Kebakaran

 Pada lokasi darurat atau crossing jalan dalam terowongan, rambu lokasi darurat harus
disediakan. Rambu ini harus menyampaikan informasi dalam beberapa Bahasa untuk
memberitahu bahwa lokasi tersebut tidak menjamin perlindungan jika kebakaran.
 Rambu untuk menunjukkan jalan keluar darurat harus disediakan, dan ditempatkan pada
setiap crossing jalan diantara tube terowongan. Rambu tersebut harus disediakan
sepasang pada dinding terowongan untuk menunjukkan jarak ke 2 jalan keluar terdekat.

Rambu Rambu
Petunjuk Petunjuk
Awal Akhir
Terowongan Terowongan

Gambar 4.97. Rambu Petunjuk Terowongan

Gambar 4.98. Rambu petunjuk pada jalan masuk terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 120


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.99. Contoh penempatan rambu petunjuk pada jalan masuk terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 121


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.100. Contoh Skema Perambuan Untuk Jalur Pedesaan Berkecepatan 2 Jalur
Cepat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 122


Bab IV Desain Terowongan

Gambar 4.101. Rambu Larangan

Gambar 4.102. Rambu Peringatan Gambar 4.103. Rambu Perintah

4.9. REFERENSI
1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2011 Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
2. Road Tunnels, Norwegian Public Roads Administration, 2004
3. Hoek, E., Kaiser, PK., Bawden, W.F. Support of Underground Excavation in Hard Rock. 1998.
4. Bienawski, Z.T., Engineering Rock Mass Classification. John Wiley & Sons. Inc. New York,
halaman 7 (1989)
5. Brady, B.H.G dan Brown, E.T., Rock Mechanics for Underground Minings. George Allen & Unwin,
London, halaman 151 – 164, 464 (1985)
6. Bienawski, Z.T., Rock Mechanics Design in Mining and Tunnelling, John Wiley and Sons, Canada,
1984.
7. Itasca, Fast Lagrangian Analysis of Continua in 3 Dimension, Itasca Consulting Group In., 2002.
8. Goodman, Richard E., Introduction to Rock Mechanics, John Wiley and Sons, USA. 1989.
9. Kolymbas, D., Tunnelling and Tunnel Mechanics. Springer, Austria. 2008.
10. Hoek.,E., Caranza, C. T., Diedirichs, M., Corkum, B., Integration of Geotechnical in Lining
structural design Tunnelling. Rocscience Inc. Toronto, Canada. 2000
11. Tatiya, R.R., Surface and Underground Excavation., CRC Press., 2013
12. Yossef H. Hatzor, Guowei Ma, Gen-Hua Shi., Discontinuous deformation analysis in rock
mechanics practice. ISRM. CRC Press. 2018

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 123


Bab IV Desain Terowongan

13. U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration, Technical Manual for
Design and Construction of Road Tunnels-Civil Elements, Publication No. FHWA-NHI-10-034-
December 2009
14. British Tunneling Society, 2000
15. The LRFD Tunnel Design and Construction Guide Specifications, AASHTO, 2017
16. Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum, No.12/S/BNKT/1991, Februari 1992;
17. Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Umum, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor : SNI
7391 Tahun 2008;
18. American National Standard Practice For Tunnel Lighting, ANSI/IESNA RP-22-96
19. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor : SNI
04-0225 Tahun 2000
20. Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran
untuk pencegahan bahaya kebakaran, Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI 03 - 3985 -
Tahun 2000
21. Cara pemasangan hydrant, Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI 03 - 1745 - Tahun 1989
22. Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan
bahaya kebakaran, Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI 03 - 1745 - Tahun 2000
23. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor : SNI
04-0225 Tahun 2000
24. NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition, National
Fire Protection Association.
25. NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 1993 Edition, National Fire Protection Association.
26. NFPA 204M, Standard on Smoke and Heat Venting, Natinal Fire Protection Association,
Batterymarch Park, Quincy, MA 02269.
27. Standard for Road Tunnels,Bridges, and Other Limited Access Highways, NFPA - 502 - 2011
Edition
28. Tata cara perancangan sistem ventilasi, Badan Standarisasi Nasional (BSN), SNI 03 - 6572 -
Tahun 2001
29. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor : SNI
04-0225 Tahun 2000
30. ASHRAE Handbook : Fundamentals, 1997, ASHRAE,Inc.
31. Standard for Road Tunnels,Bridges, and Other Limited Access Highways, NFPA - 502 - 2011
Edition
32. Permen Perhubungan RI No. PM 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu-lintas

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan IV - 124


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Bab V
Pelaksanaan Pembangunan
Terowongan
Pada bab 5 ini materi yang disampaikan adalah kegiatan apa saja yang wajib dilakukan pada
saat pembangunan terowongan dilaksanakan. Materi yang ada terdiri dari (i) survei-survei yang
mengiringi kegiatan pembangunan baik itu geoteknik dan pengukuran teristrisnya. Selanjutnya
adalah (ii) metode pelaksanaan penerowongan yang terbagi dalam beberapa jenis metode, (iii)
metode pelaksanaan pemasangan struktur lining dan juga metode pelaksanaan untuk beberapa
jenis underpass, dan (iv) perkerasan jalan serta (v) permasalahan kontrak untuk pekerjaan
bawah tanah. Selain itu juga daftar referensi yang dipakai untuk menyusun bab 5 ini.

5.1. UMUM
Pelaksanaan Pembangunan terowongan merupakan salah satu tahap kegiatan yang harus
dilalui dalam rangka penyelenggaraan terowongan. Sebagaimana jenis konstruksi lain, maka
tahap ini merupakan tahap paling sulit dalam manajemen terowongan jalan. Pelaksanaan
pembangunan ini tentunya sudah didahului dengan perencanaan yang matang sehingga gambar
rencana dan data geoteknik yang ada sudah lengkap dan dapat dilaksanakan.
Beberapa investigasi geoteknik tetap diperlukan untuk memastikan lebih detail lagi kondisi di
dalam tanah tempat terowongan akan dibangun. Juga pengukuran setting out yang berbeda
dengan proyek pelaksanaan jalan maupun jembatan karena menghadapi medan yang berada di
dalam tanah, sehingga bantuan peralatan yang lebih lengkap harus disiapkan.
Pelaksanaan penerowongan atau pembuatan lubang terowongan memiliki beberapa metode
yang hal ini disesuaikan dengan kondisi massa tanah yang ada, apakah batuan keras, batuan
lunak atau campuran antara tanah keras, batuan dan tanah lunak. Maka metode yang tepat akan
membuat pekerjaan menjadi cepat dan aman terhadap jatuhnya massa tanah di dalam
terowongan.
Pelaksanaan pemasangan struktur lining juga memiliki beberapa metode dikarenakan jenis
lining yang berbeda. Untuk terowongan jalan raya, struktur lining wajib diadakan karena
berkaitan dengan faktor keamanan dan kenyamanan pengendara. Lining bisa berupa shotcrete,
beton cor ditempat, beton pracetak atau plat baja. Saat ini lining sering diberi pelapis lagi di
depannya untuk tujuan aksesoris terowongan.
Untuk konstruksi underpass beberapa metode dipakai untuk model penggalian dan
pemasangan strukturnya. Jenis yang umum digunakan adalah metode cut and cover, sistem
jacking dan modifikasi jembatan (secant pile) serta sistem diafragma.
Pelaksanaan pembangunan badan jalan dapat dilakukan sebagaimana tahapan yang dilakukan
dalam pelaksanaan perkerasan jalan pada proyek jalan, bisa saja menggunakan perkerasan
lentur maupun perkerasan kaku/beton. Perlu dilakukan pengujian daya dukung tanah dasar

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-1


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

untuk melihat sejauhmana tanah dasar yang ada perlu diperbaiki kualitasnya atau tidak dalam
rangka memenuhi daya dukung yang disyaratkan.

5.2. SURVEI DAN INVESTIGASI SAAT PEMBANGUNAN


5.2.1. Survei Geoteknik
Setelah melalui tahap perencanaan dan dianggap layak untuk dilanjutkan pembangunannya,
maka beberapa investigasi masih perlu perlu dilakukan untuk konfirmasi penyelidikan,
pengambilan sampel dan pemantauan kondisi lapangan yang ditemui dan/atau hasil yang
ditemui dari proses konstruksi untuk kemudian dilakukan perbaikan massa batuan. Survei
geoteknik yang dilakukan adalah :
a. Pengeboran di dalam terowongan
Pengeboran di dalam terowongan harus dilakukan untuk mengetahui jenis dan tipe batuan
yang ada di badan terowongan tersebut. Hal ini dikarenakan pengeboran awal saat
perencanaan tidak dilakukan di garis sumbu terowongan tapi masih berjarak 100-150 m dr
sumbu terowongan. Pengujian lapangan dengan mesin bor ini dilakukan dengan panjang
kedalaman sekitar 10-20 m saja. Pengeboran diarahkan ke dasar terowongan dan samping
terowongan.

Gambar 5.1. Ilustrasi pengeboran di dalam terowongan

b. Tunnel Pilot
Tunnel Pilot merupakan terowongan kecil seukuran satu dua manusia untuk melakukan
penyelidikan tanah dengan mesin uji bor. Arah pengujiannya adalah mendatar ke arah
depan terowongan dan ke arah samping-depan terowongan. Ini dimaksudkan untuk
mengetahui tanah didepan terowongan sebelum diadakan penggalian tanah untuk badan
terowongan yang sesungguhnya. Hal ini sangat bermanfaat untuk persiapan penerowongan,
baik itu metode penggalian maupun struktur perancah perkuatan (sementara) yang akan
digunakan.
c. Penyelidikan dan Observasi Konstruksi
Penyelidikan dan observasi konstruksi dilakukan dengan membuat Peta kondisi batuan
yang ditemui, kemudian dengan Probe didepan untuk menentukan kondisi air tanah . juga
dilakukan penyelidikan masalah yang khusus seperti sesar atau kenampakan lainnya
dengan menggunakan instrumentasi dan pemantauan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-2


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.2. Pilot Tunnel dan arah Core hole

Gambar 5.3. Ilustrasi Pilot Tunnel

5.2.2. Pengukuran dan Pematokan Saat Pelaksanaan


Survei pengukuran dan setting out alinemen terowongan pada saat konstruksi merupakan fase
kritis dalam konstruksi terowongan. Pemasangan patok dalam praktiknya berhubungan dengan
survei dan setting out yang presisi. Setting harus dilakukan secara tepat, sehingga kesalahan
yang terjadi pada saat setting out harus dihilangkan.

Jika konstruksi telah dilakukan dari awal sampai akhir pekerjaan, kesalahan dalam setting out
pada poligon atau garis, bahkan hanya satu sudutpun yang mengalami kesalahan, dapat
menghasilkan pergeseran titik beberapa meter dari titik yang sebenarnya. Seseorang bisa
membayangkan masalah dalam menghubungkan beberapa titik di daerah berbukit. Jika
terowongan dilakukan pengeboran dari kedua ujungnya, dalam kebanyakan kasus, kesalahan
setting out akan menghasilkan kedua titik pengeboran tersebut tidak bertemu di titik
pertemuannya karena pergeseran yang terjadi secara vertikal atau pergeseran secara horizontal
di sumbu X dan Y atau keduanya. Pekerjaan ekstra harus dilakukan untuk memperluas ujung
atau untuk mengenali belokan tajam yang mungkin dibutuhkan. Ini akan berdampak serius

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-3


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.4. Peralatan khusus dan monitoring untuk observasi konstruksi

pada kecepatan kendaraan ketika berada di terowongan. Beberapa contoh konstruksi dengan
hasil kesalahan sangat rendah disajikan dalam table 5.1

Biasanya alinemen garis utama dari terowongan atau jalan ditandai di Peta topografi area
tersebut. dimana skala Peta Topografi yang tersedia di India adalah 1 : 50.000 (dan sekarang
dibeberapa daerah telah mencapai skala 1 : 25.000). Pada daerah yang mempunyai kondisi
topografi datar, arah di patok dan ditetapkan di permukaan tanah. Dimana sebuah terowongan
meliputi, posisi akhir terowongan adalah sama ditandai dengan referensi ke titik triangulasi
terdekat atau titik ikat yang diketahui.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-4


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.1. contoh konstruksi dengan hasil kesalahan sangat rendah

5.2.2.1. Pengukuran diatas Permukaan


A. Umum
Ketika terowongan akan menembus punggung bukit atau tanah di permukaan dan kedua ujung
dari terowongan tidak akan saling terlihat satu sama lain. Karena itu garis dan bearing
sebenarnya harus benar dengan melihat beberapa objek atau beberapa titik dilapangan yang
saling berhubungan satu sama lain.

B. Pengukuran Jarak Langsung


Jika kondisi permukaan tanah tidak terlalu bergelombang dan tidak terhalang oleh banyak
opstruksi, maka metode yang paling sederhana digunakan untuk menetapkan satu atau dua titik
yang saling berhubungan :

1. Alinemen terowongan ditandai di lembar peta topografi dan akan di transfer ke


permukaan tanah dengan menggunakan theodolite, dari awal station ke akhir station.
Titik di identifikasi berdasarkan beberapa Benchmark yang telah di identifikasi atau
dari sudut (bearing).
2. Kemudian melakukan setting out dari station ke station secara bertahap dimana
membutuhkan arah diatas permukaan tanah yang saling berhubungan sampai
perpanjangan garis menuju perkiraan posisi station di ujung terowongan yang lain.
Perpanjangan jarak atau setting out untuk titik tengah station harus dilakukan dengan
menggunakan theodolite double piringan. Yaitu dengan menggunakan piringan vertikal
dan horizontal dan untuk posisi rata-rata yang diperoleh untuk station berikutnya.
3. Pertama, beberapa deviasi/pergerakan dari station terakhir akan terhitung. Misalnya
adalah “x” mm
4. Diberikan titik C sebagai titik penghubung pada aligment (arah) A dan B dan diberikan
titik A adalah satu-satunya titik yang dilakukan setting out. Kemudian titik C akan
menjadi pergeseran lateral bernilai y. dimana y = x(AB/AC.v)
5. Proses perpanjangan akan terus dilakukan pengulangan sampai garis lurus yang melalui
titik A dan B ditentukan. Yaitu ketika garis lurus melalui titik A dan B. kemudian titik
tengahnya di tandai sebagai referensi yang kemudian akan dilakukan setting out dari
sebuah titik tengah dimana ditetapkan untuk ditanamkan patok.

C. Jarak Berulang
Alinemen untuk terowongan lurus yang pendek bisa diperbaiki dengan perkiraan secara
berurutan dari beberapa percobaan jarak sebagaimana terlihat dari beberapa titik tengah
terhadap titik akhir yang memungkinkan. Gambar 5.5 dan 5.6 memperlihatkan dua tipe kasus.
Pada gambar 5.5, PQ adalah panjang terowongan pada alinemen garis XY. X1 adalah bidikan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-5


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

garis pertama yang di setting out dari kedudukan X. Sebuah titik yang sama terlihat dari titik Y
yang di bentuk dari garis X1 sehingga terlihat dari titik X dan Y. Diberikan titik 2 sebagai titik
perpotongan yang terbentuk. Tongkat ditentukan berikutnya dari titik 3 di bidikan garis Y2 dari
pengukuran di kedudukan Y. Garis bidikan dari titik X sekarang bergeser ke titik 3 dan 4 yang
dibentuk dari bidikan garis sehingga terlihat juga dititik Y. Proses tersebut di ulang sampai pada
saat jarak tongkat ditetapkan pada puncak titik pada garis yang sama pada kedua titik X dan Y.
gambar 5.6 menunjukkan modifikasi dari metode menggunakan 3 tongkat jarak.

Gambar 5.5. layout untuk terowongan pendek (Successive approximation)

Gambar 5.6. layout untuk terowongan pendek (Successive approximation with auxiliary
range pole)

Pada gambar 5.7 dibawah ini menunjukkan sebuah metode dengan melihat titik tengah R yang
terlihat dari kedua titik X dan Y. dengan pengukuran sudut dan jarak a dan b, jarak S dan € bisa
di hitung dan di tentukan titik R pada alinemen tersebut.

Gambar 5.7. layout untuk terowongan pendek (by Angular measurements)

D. Metode Poligon
Pada daerah padat atau daerah yang terhalang oleh bangunan pada alinemennya, setting out
garis lurus seperti metode diatas mungkin tidak bisa diterapkan. Dalam kasus ini metode

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-6


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

poligon atau metode triangulasi yang dapat digunakan. Rute yang di pilih dalam kedua kasus
harus terhubung ke sejumlah station atau mendekati titik tengah di atas alinemen terowongan,
dimana penanaman patok bisa ditentukan. Hal ini bisa memfasilitasi pengukuran yang presisi
terhadap beberapa titik yang berada ke sumbu terowongan.

Akurasi dari setiap poligon menggunakan alat theodolite untuk pekerjaan normal terowongan
kesalahan yang diminta harus berada dalam 1 : 10.000 dengan kesalahan penutup sudut tidak
boleh lebih dari 15√𝑁 detik. Dimana N adalah jumlah dari sudut poligon. Kemudian pengukuran
linier bisa dilakukan dengan menggunakan alat meteran besi, untuk akurasi yang lebih baik

E. Triangulasi
Di daerah bergelombang yang banyak terhalang bahkan survei poligon tidak bisa diterapkan
dalam beberapa kasus. Dalam situasi tersebut triangulasi presisi menjadi wajib dilakukan.
Dalam dua kasus yang telah dibahas juga diatas, untuk memeriksa kondisi alinemen di sumbu
terowongan lebih baik menggunakan survei triangulasi.

Pada gambar 5.8 dibawah ini menunjukkan skema triangulasi semi hipotetis untuk menetapkan
terowongan dengan sumbu VB. Triangulasi adalah sebuah prinsip dengan mengukur satu sisi
dan keseluruhan sudutnya sehingga sisi yang lain dapat dihitung dengan prinsip trigonometri.
Pertama yang penting untuk dilakukan adalah memilih dan menetapkan baseline (dalam
gambar AB) untuk pengukuran yang akurat. Pengukuran baseline dilakukan dengan
menggunakan pengukuran substance bar atau pengukuran dengan menggunakan meteran baja.
Setiap sudut didalam segitiga harus diukur dengan akurat, bahkan harus dalam ketelitian detik,
kalau bisa lebih baik dari itu tergantung peralatan yang digunakan. Proses tersebut dilakukan
sampai semua terhubung menjadi sistem triangulasi. Disamping itu kedua titik harus terhubung
ke dalam sistem triangulasi sehingga jarak keduanya bisa diukur dan dihitung dengan benar,
seperti yang dilakukan pada baseline pertama. Jarak dihitung secara langsung dengan
menggunakan pengukuran sudut yang didapat dari metode triangulasi. Jika perbedaan antara
hasil hitungan dan hasil ukuran tidak terlalu jauh maka pengukuran dan perhitungan terhadap
kondisi lapangan dianggap akurat. Jika tidak, maka harus terdapat koreksi pada perhitungan
koordinat dari titik tengah stasiun dengan menggunakan hitungan perataan misalnya dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil.

Gambar 5.8. Setting out dengan Metode Triangulasi

Pada gambar di atas terlihat bahwa CD adalah baseline yang digunakan untuk pengecekan.
Sedangkan AB adalah baseline yang dilakukan pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran
dengan menggunakan metode triangulasi, theodolite harus dilakukan pengecekan terlebih
dahulu, apabila ada kesalahan pada alat theodolite maka harus dilakukan kalibrasi terhadap
theodolite tersebut.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-7


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

F. Prosedur untuk pengukuran sudut


Prosedur berikut ini untuk pengukuran sudut adalah sebagai berikut :
(i) Mengatur instrumen di atas stasiun O dan pusatkan instrument tersebut untuk
mengambil bacaan pada P.Q.R.S (katakanlah). Atur lingkaran dan mikrometer untuk
membaca sekitar nol saat mengamati Stasiun P. Pindahkan teleskop searah jarum jam,
ambillah bacaan pada amatan dari setiap stasiun, operasikan tangen sekrup ke searah
jarum jam juga. Pada penutupan satu putaran ke Stasiun P, ambillah bacaan lagi.
Penyimpangannya, jika dalam batas-batas diperbolehkan, didistribusikan di antara
berbagai sudut. Jika tidak, proses harus diulang.
(ii) Balikkan theodolite ke arah yang berlawanan dan ulangi proses (i) mulai dari P tetapi
sekarang bergerak ke arah yang berlawanan arah jarum jam.
(iii) Pelaksanaan (i) dan (ii)harus diulang lima kali, dengan awal bacaan yang ditetapkan
sedekat mungkin 60°, 120°, 180°, 240° dan 300°.
(iv) Sudut yang disertakan dibagi berdasarkan 6 x 2 = 12 pengamatan untuk mendapatkan
keakuratan yang diperlukan.

G. Tingkat Keakuratan dalam Triangulasi yang Diperlukan


Untuk terowongan pendek yang panjangnya sekitar 500 m, akurasi minimum harus I dalam
10.000 . Rata-rata kesalahan penutup sudut untuk akurasi ini adalah dari hitungan 5 detik dan
kurang dari 10 detik. Untuk terowongan yang lebih panjang, akurasi yang lebih tinggi
diperlukan seperti dalam kasus triangulasi sekunder.

Tindakan pencegahan berikut dirincikan dalam IS: 5878 (Bagian I) untuk menghindari sumber
kesalahan dan untuk membantu dalam keakuratan:
a) Tempat untuk pengukuran baseline harus kira-kira datar, bisa saja miring, atau
bergelombang yang tidak curam dan sebebas mungkin dari sejumlah hambatan.
Baseline harus sepanjang mungkin dan panjangnya sebaiknya 1/12 hingga 1/15 dari
total panjang terowongan.
b) Untuk mengatur suatu titik acuan yang baru, cara yang paling diperlukan adalah dengan
satu segitiga tanpa sudut yang kurang dari 45°. Sebagai pemeriksaan, pengamatan untuk
segitiga lainnya juga harus dilakukan. Jika satu segitiga dengan sudut yang tidak kurang
dari 45° tidak dapat diperoleh, sudut tersebut diperbolehkan untuk dikurangi tetapi
sudut tidak akan kurang dari 30°. Hal ini akan selalu diperiksa dengan segitiga lainnya.
Tetapi segitiga tersebut tidak dapat digunakan untuk ekspansi yang lebih lanjut dari
sistem triangulasi. Jika salah satu dari kedua kondisi ini tidak dapat diperoleh di setiap
lokasi, braced quadrilateral sebaiknya digunakan.
c) Ada baiknya untuk memiliki dua set independen pengamatan yang dilakukan oleh dua
pengamat independen yang menggunakan beberapa instrumen yang berbeda dan hasil
yang dihitung secara independen. Berbagai perhitungan tertentu mungkin diambil
secara akurat hanya jika hasil akhir dari keduanya ditemukan menyetujui dalam batasan
– batasan kesenjangan yang dapat diterima. Kriteria yang sama harus diikuti selama
menampilkan kesejajaran sepanjang dasar terowongan dan memeriksanya.
d) Dalam semua perhitungan ini, tabel catatan tujuh digit akan digunakan dan
perhitungan untuk sudut akan didasarkan pada tabel yang diberikan untuk nilai-nilai
untuk kedua salah satu sudut.
e) Untuk perhitungan sudut, formulir hitungan akan digunakan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-8


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

f) Untuk pengukuran baseline untuk terowongan yang panjangnya kecil sekitar 500 m,
normal tetapi kalibrasi tali baja akan digunakan. Untuk terowongan yang lebih panjang
dan tata letak yang rumit, tali invar atau kawat akan digunakan.
g) Selama meletakkan pada panjang garis dasar yang tepat, perbaikan berikut ini akan
diterapkan.
i. Koreksi panjang yang mutlak;
ii. Koreksi suhu;
iii. Koreksi ketegangan atau sentakan;
iv. Koreksi lengkungan bawah;
v. Koreksi kemiringan atau alinemen vertical;
vi. Koreksi alignmen horizontal; dan
vii. pengurangan ke permukaan laut.
Pemeriksaan segitiga/ polygon:
Sifat-sifat dari segitiga dan poligon yang membentuk bagian jaringan triangulasi harus
mencukupi ketentuan - ketentuan sebagai berikut:

i. Jumlah sudut masing-masing segitiga harus 180°


ii. Jumlah sudut pusat dari atau bagian pusat sudut dalam sebuah poligon harus 360°
iii. Jumlah log-sinus dari sudut kiri harus sama dengan log-sines dari sudut kanan yang
memandang ke arah pusat poligon.

H. Penggunaan Electronic Distance Measurements (EDM)


Salah satu kesulitan dalam memperbaiki saluran pengontrol proyek, adalah jarak-jarak yang
lebar dari Stasiun Triangulasi nasional yang sudah ada. Perkembangan EDM seperti
Geodometer dan Tellurometer (dan Sekarang Distomat / Total Station) telah membuat karya
penyambungan alinemen terowongan dan garis pengontrol proyek dengan ketersediaan (Jauh)
jaringan survey yang dapat dilakukan dan lebih ekonomis, kedua dari sudut pandang waktu dan
jumlah tenaga kerja yang dilibatkan. Instrumen trsebut bisa digunakan untuk memeriksa
baseline dan juga untuk menjalankan survey primer yang lewat sepanjang alinemen
terowongan. Rentang pengukuran secara umum adalah 0.8 hingga 80 km. Instrumen-
instrument ini memiliki suatu kesalahan instrumental intrinsik dari ± 12 mm atau 2 hingga 3
ppm jarak yang diukur. Instrumen-instrumen ini bekerja pada prinsip dasar kalkulasi jarak dari
pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk suatu Gelombang cahaya atau gelombang radio
untuk melintas antara dua stasiun dan kalkulasi yang esensial secara otomatis dibuat di dalam
instrumen.
I. Levelling
Ketepatan Instrumen dan Pencegahan pada Levelling
Level digunakan dalam pekerjaan penggalian terowongan sebaiknya mampu memberikan
akurasi lebih kurang 2.5 mm/km dari levelling di kondisi normal. Level yang modern dengan
sasaran 40 mm; pembesaran × 28; dan gelembung dengan sensitivitas sekitar 30 s per 2.5 mm,
dan dibaca oleh sistem koisidensi prisma mampu memberikan akurasi 2.3 mm/km di daerah
normal. Hal ini adalah terdekat yang paling baik yang bisa direkomendasikan (Padmanabhan,
1965)4. Tindakan pencegahan berikut harus diambil untuk memastikan akurasi yang diinginkan
:
a. Memusatkan dengan hati-hati benang diafragma dan batang dan peniadaan parallax.
b. Penggunaan tongkat dengan mesin pembagi, sebaiknya tidak jenis kotak ataupun lebih
dari 3 m dalam panjang.
c. Penggunaan perangkat micrometer untuk membaca sampai fraksi 0.01 adalah
menguntungkan tetapi tidak esensial.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V-9


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

d. Batasi panjang bidikan hingga maksimum 45 m (sebaiknya kurang) dan pemerataan


pada panjang bidikan belakang dan depan
e. Penggunaan footplates yang reliable sebagai titik balik, apabila diperlukan.
f. Posisi gelembung nivo harus ditengah pada saat pembacaan benang diafragma
g. Rambu ukur di pegang dengan hati hati pada posisi vertikal
h. levelling selama kurun waktu 10:00 pagi sampai 4:00 sore di mana pembiasan paling
stabil. Pada saat yang sama, ini adalah kurun waktu ketika pendidihan kalor menjadi
sebuah masalah. Cuaca yang sejuk adalah kondisi cuaca yang paling baik dalam
pengukuran.
i. Gunakan payung untuk menghindari instrument terkena langsung oleh cahaya matahari.
j. Pilihan rute bidikan depan dan bidikan belakangnya sama.
k. Leveling survei harus tertutup, sebaiknya dengan mengulangi level pada arah yang
berlawanan dengan rute yang sama dan dalam waktu yang singkat.
Seperti dalam kasus 'sudut pengukuran', kesalahan (jika dalam batas yang diperbolehkan) akan
didistribusikan antara beberapa stasiun pada proposi untuk jarak stasiun dari titik awal.
Banchmark stasiun sebaiknya ditetapkan di setiap stasiun.
Jika terowongan panjang dan itu diusulkan untuk memiliki poros tengah untuk ventilasi
dan/atau untuk memiliki lapisan yang lebih banyak untuk pengkerjaan dari, posisi-posisi dari
poros ini sebaiknya ditentukan dengan referensi stasiun triangulasi nasional yang paling
mendekati.

J. Benchmark
Bencmark permanen perlu didirikan untuk membawa level ke dalam terowongan dan untuk
memeriksa selama pembangunan. Biasanya, bancmark ditempatkan sejauh 60 m dari garis
pusat terowongan untuk menghindari kesalahan yang mungkin disebabkan karena settlement
selama penggalian. Di daerah perkotaan, dimana lebih settlement diantisipasi, tambahan
banchmark ditentukan sepanjang garis terowongan pada jarak 180 m.
5.2.2.2. Pengukuran didalam Terowongan
A. Alinemen Lurus
Menempatkan alinemen terowongan sebenarnya dilakukan dari berbagai pintu masuk dan
lapisan dari yang mana pekerjaan dimulai dan dilanjuti terhadap satu sama lain. Dalam kasus
alinemen lurus ini adalah sederhana. Bidikan dilakukan dengan bidik belakang pada tiang yang
dijajarkan dan dibangun sejauh mungkin pada garis pusat yang diperpanjang di poros
terowongan pada pendekatan dan kemudian perlintasan. Jika hal ini tidak mungkin,
penempatan bisa diselesaikan dengan acuan untuk tiang yang jauh atau stasiun triangulasi yang
ditentukan pada jalur subtending, suatu sudut yang diketahui untuk poros terowongan. Dalam
kasus terakhir, bagaimanapun, akan lebih baik untuk melakukan pemeriksaan kembali dengan
acuan kepada tiang lainnya yang ditentukan pada sisi lain (Gambar 5.9). perlu dicatat bahwa
kesalahan 2 detik pada sudu bisa menghasilkan kesalahan alinemen 8 mm/km panjang
terowongan. Dalam terowongan, titik acuan dibangun pada setiap 300 m untuk meminimalkan
kesalahan, meskipun selama melaksanakan pekerjaan, untuk meminimalkan kesalahan
pengamatan akan dilakukan untuk setiap siklus peledakan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 10


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.9. Penempatan garis pusat terowongan

Titik acuan yang disebutkan di atas dapat ditentukan pada atap terowongan (gambar 5.10) atau
sedikit di bawah balikkan terowongan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki pelat yang bebas
karat pada tiang-tiang beton (sama rata dengan permukaan) dan pahatan yang menandai garis
atau memperbaiki pasak-pasak pada atap terowongan. Sebelum menandai ini, ulang
pengamatan lingkaran kiri dan kanan yang diulang akan dibuat dan levelling juga ditentukan
secara akurat. Selain itu, garis acuan bersambung ditandai pada sisi terowongan sekitar jarak
15-m dengan acuan pada acuan piringan utama

Gambar 5.10. Tanda-tanda acuan yang tipikal

B. Transfer Keselarasan di bawah G.L. pada Stasiun Menengah


1) Terowongan yang Diarahkan dari Portal
Dalam kasus terowongan yang diarahkan dari portal, untuk memulai dengan satu titik kerja
pada portal dan titik bidikan-belakang pada garis kerja adalah cukup layak untuk memperluas
alinemen ke dalam terowongan. Setting out dilakukan dengan mengamati kembali pada titik
bidikan belakang setelah menetapkan theodolite diatas titik yang ditentukan pada portal dan
memindahkan theodolite dan memperluas garis lurus kea rah terowongan. Jika setiap sudut
akan dilakukan setting out, tipe yang sama pada pekerjaan dilakukan dari titik ini dengan
memutar theodolite dengan dengan tepat setelah dipindahkan. Poros terowongan disejajarkan
pada permukaan secara langsung atau dengan acuan pada stasiun triangulasi tengah. Setiap
posisi terowongan ditentukan dengan benar dan terowongan dipatok pada lokasi yang
diperlukan.
Pada terowongan panjang dan alinemen yang sulit, pekerjaan dilakukan dengan bantuan tiang
di titik tengah. Ada dua metode untuk mentransfer garis dan level dari permukaan ke tiang,
yaitu: a) dengan transit sight; b) dengan alat-alat kabel baja yang mendukung bobot berat yang
digantung dari masing-masingnya.
Metode pertama serupa dengan metode portal.Tapi dalam hal ini dua poin pekerjaan terletak
pada baris yang bekerja di sisi yang berlawanan pada terowongan. Theodolite diatur lebih dari
satu kali dan bidikan belakang diambil untuk target pada titik lain. Kemudian theodolite

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 11


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

dipindahkan ke sisi berlawanan seperti pada kasus yang dijabarkan sebelumnya. Titik kerja
yang ditentukan pada bagian atas diperluas ke bawah dan menyeberangi bagian bawah
terowongan, seperti yang diindikasi pada gambar 5.11. pemindahan alinemen tersebut melalui
tiang ke dasar terowongan dilakukan dengan menangguhkan dua atau lebih garis unting-unting
dan menentukan arah dari garis plumb dengan menghubungkan titik acuan survey permukaan.
Arah garis plumb di bawah tiang harus sama dengan arah di permukaan sehingga menjadi
permulaan arah untuk pekerjaan survey bawah tanah.
Dalam metode kedua, dua titik kerja ditentukan pada sisi berlawanan dari
tiang di permukaan. Theodolite diletak di atas satu titik kerja B dan digunakan untuk
mengamati titik U pada sisi berlawanan. B sendiri ditentukan dengan acuan untuk sebuah
stasiun triangulasi. A dan AB diletakkan dengan pengukuran bersudut untuk S dan T pada grid
triangulasi. Dalam semua ini, sejumlah pengamatan yang diulang akan dibuat dan dibagi rata-
rata nilainya untuk memastikan keakurasian. Dua kabel baja, masing-masing bobot berat yang
mendukung, digelantungkan pada tiang. Kabel baja ini dibawakan pada garis dengan garis
bidikan theodolite dengan percobaan dan kekeliruan. Bobot berat tersebut sebaiknya celupkan
ke dalam ember minyak yang disimpan di dasar terowongan, untuk memberikan stabilitas
(peredam Efek) ke kabel (W1 dan W2). Instrumen diatur pada dasar terowongan yang
merupakan garis dari kedua kabelnya. Instrument harus berposisi pada area kerja dan harus
bisa untuk membangun titik kerja di sisi utama terwongan. Cara untuk melakukan pekerjaan ini
secara detail akan dijelaskan dibawah ini.
Garis plumb merupakan kabel piano yang baik dan masing-masingnya membawa beban timah
yang simetris sekitas 300 N (kabel diregangkan untuk setengahnya meretakkan daya). Pada
terowongan yang dalam khususnya potonga yang digunakan mungkin memiliki proyeksi baling-
baling yang terkandung pada sebuah wadah dengan kap untuk mengurangi rotasi dan osilasi
kabel. Hal tersebut juga biasanya untuk mengisi wadah dengan air atau minyak. Di terowongan
yang sangat dalam, potongan yang beratnya di atas 1.3kN digunakan untuk mengurangi osilasi
tetapi kabel lebih tebal diperlukan dan juga dicocokkan penariknya untuk mengontrol
perendah/pengangkat. Kedua kabel ditangguhkan sejauh mungkin. Hal ini sangat sulit untuk
melakukan setting out alinemen di bawah dengan presisi menggunakan metode ini. Karena
kesulitan dalam mencegah osilasi di kabel acuan/tegak lurus.
Dua metode lainnya yang digunakan untuk memindahkan orientasi survey bawah tanah adalah
metode sebidang dan metode segi tiga Weisbach (Pequignot, 1963).

Gambar 5.11. Metode Sebidang


C. Metode Sebidang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 12


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Pada metode ini kedua kabel sejajar sepanjang arah atau alinemen pada sumbu terowongan
dipermukaan dan akan dipindahkan ke terowongan dibawah tanah. Garis tersebut kemudian
digabungkan dan diperpanjang untuk mengatur dan memperpanjang sumbu terowongan. Jika
garis ini akan ditentukan dengan mengacu pada stasiun triangulasi yang tidak sesuai dengan
arah terowongan, maka perhatian besar harus dilakukan untuk menetapkan stasiun theodolite
disepanjang alinemen di permukaan. Metode ini secara diagram diperlihatkan pada gambar
5.11 (B merupakan titik tetap dengan mengacu pada stasiun triangulasi A, dan arah AS dan ST).

Proses harus dibalik saat menetapkan stasiun theodolite di bawah tanah. Theodolite harus
ditetapkan sehingga posisinya berada pada bidang kabel yang ditangguhkan. Hal ini dilakukan
dengan mencoba dan kekeliruan dan membidik kabel baik dalam keadaan teropong biasa dan
luar biasa dan memindahkan posisi theodolite sesuai kebutuhan. Dalam melakukan ini,
umumnya theodolite dipasang pada jarak 9 sampai 15 m dari kawat yang lebih dekat. Semakin
dekat kawat ke instrument maka semakin jelas kesalahan aligment yang terlihat dari teleskop.
Jika sebuah theodolite dengan jarak focus minimun digunakan, maka dapat ditempatkan lebih
dekat ke kawat yang memiliki sensitifitas yang lebih besar. Perataan terakhir dari pergeseran
permukaan, jika jaraknya besar maka sensitifitas akan berkurang, maka akan lebih mudah
untuk melihat akibat dari kesalahan alinemen dengan jelas. Yang terakhir adalah dapat
mengurangi dengan jumlah pengulangan dari pengamatan yang lebih banyak dalam waktu
tertentu untuk mencapai nilai terdekat, seakurat mungkin di dekat kawat.
Begitu posisi instrument sejajar, target dapat diperbaiki di atap terowongan yang diperpanjang
di bidang sumbu yang terhubung ke kawat (mis., A4) dengan bidikan ke depan untuk memberi
dasar yang lebih panjang pada sumbu yang ditransfer. Agar arah dari misalnya A1, A2, A3 di
tentukan dengan baik dengan memindahkan instrument. Jika arah terowongan harus diubah,
theodolite harus diatur pada pertemuan titik dan alinemen itu sendiri dengan sudut yang benar,
sudut yang diperlukan harus diatur dan target harus ditetapkan di atap terowongan pada
bagian terowongan yang di bor dengan perubahan arah. Penentuan alinemen secara presisi
sangat sulit dengan menggunakan metode sebidang karena sulit untuk menghindari getaran
dan pergerakan dari garis plumb.
D. Metode Weisbach
Pada metode ini theodolite tidak diletakkan sejajar melainkan diletakkan sedekat mungkin
dengan kawat terdekat dan dalam alinemen terdekat dimana W1 W2 seperti dalam gambar
dibawah ini. Sehingga membentuk segitiga weisbach W1 W2 P1. Sudut W1P1W2 diukur dengan
benar. Sudut adalah sudut weisbach, bersamaan dengan itu adalah panjang ketiga sisi segitiga.
Sudut W2W1P1 diukur dengan menggunakan aturan sinus (sin W1W2P1 = P1W2/W1W2)
sehingga W1 dan P1 adalah sudut yang diukur dalam ketelitian detik. W1 = P1 = W2P1/W1W2.
Setelah melakukan pengukuran terhadap AP1 W1 maka arah dari bidang kawat bisa ditentukan.
Dibawah tanah cara perhitungannya dibalik, sudut W2 dihitung dengan cara yang sama
sehingga dapat mengetahui bearing dari bidang kawat, bearing W2P2 dan perpanjangan P2B
dapat ditarik. Dari hal tersebut kita bisa mengetahui bahwa ;

Kesalahan yang mungkin terjadi dalam penentuan sudut W1 sebanding dengan jarak linier dan
jarak sudut weisbach. Sehingga sudut weisbach harus bernilai kecil untuk mengurangi
kesalahan dalam fraksi besar dalam pengukuran linier.

Jika sisi yang diukur dianggap tidak memiliki kesalahan maka :

W1 ∞ tan W1/tanP1 ∞ a/c

Jadi selama berada pada rasio yang kecil, tidak dibutuhkan banyak sudut yang untuk
mengurangi kesalahan di pengukuran jarak linier. Dengan kata lain instrument harus

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 13


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

sedekatmungkin dengan bidang kawat dan jarak antar kawat harus sejauh mungkin. Pada saat
yang sama theodolite harus sebidang. Nilai sudut weisbach katakanlah kurang dari 30 detik.
Pada metode wiesbach lebih mudah dilakukan dibandingkan metode coplaning namun metode
coplaning lebih akurat.

Gambar 5.12. Segitiga Weisbach

E. Setting out lengkungan


1) Lengkung horizontal
Hal yang ideal di inginkan dari lengkungan terowongan adalah lengkungan yang panjang
alinemen nya sama antara awal lengkung dan akhir lengkung sehingga membentuk
lengkungan yang baik. Namun, terdapat hal yang tidak bisa dihindari, terutama bila berada
di terowongan panjang. Sampai terowongan yang diteruskan untuk jarak yang aman dari
titik tangentnya. Alinemen untuk masing-masing blasting ditentukan berdasarkan metode
offset, dengan menggunakan jarak penglihatan pendek sampai titik tangent ditentukan
didalam terowongan. Setelah itu metode sudut defleksi digunakan untuk akurasi alinemen
lengkungan. (gambar). Bidikan panjang harus dibuat sepanjang mungkin. Aturan yang
biasa dipakai adalah panjang sub-chord sama dengan Radius/20 atau sebesar lebar
terowongan dan radius lengkungan dapat diijinkan, misalnya untuk lebar dasar
terowongan 3.6 m dan R = 180 m sudut lurus antara adalah 135°, memungkinkan toleransi
yang diizinkan 300 mm antara chord dan sisi terowongan. Jadi panjang chord yang
mungkin akan bekerja adalah 46.5 m (lebih besar dari R/20). Dengar chord 45 m sudut
defleksi menjadi 7°10’50”.
2) Lengkung Transisi
Lengkung pada jalur kereta api sekarang di lengkapi dengan panjangan transisi di kedua
ujungnya sehingga perubahan percepatan radial tidak melebih 300 mm/ s 2 / s. Lengkungan
transisi memerlukan pergeseran lengkungan utama dan juga titik tangent actual.
Lengkungan transisi bisa di setting out dengan akurasi cukup baik menggunakan metode
offset, penyikuan, hal ini dilakukan jika lebar terowongan cukup untuk tujuan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 14


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.13. Metode Sudut Defleksi untuk setting out lengkungan horizontal

Gambar 5.14. Setting out a Curved Alinemen with Angles, Chord and Off-set

F. Setting out garis menggunakan Compress Airlock


Jika garis harus diperpanjang dengan alat pengunci udara bertekanan tinggi. Hal yang harus
diperhatikan adalah penentuan titik kerja di dalam lock tersebut, hal tersebut untuk
menghindari distorsi yang terjadi selama perubahan tekanan di dalam kuncian atau
membatasinya seminimal mungkin. Tujuannya adalah untuk membuat titik-titik utama sedekat
mungkin dengan sekat. Pintu air yang dipilih harus stabil. Sebenarnya, pintu air baja lebih baik
dari man-lock yang terbentuk dari bingkai baja, karena yang dulu berpondasi beton.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 15


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Pekerjaan dimulai dari ujung atau poros yang bersebalahan dengan pintu air. Metode untuk
menetapkan dua titik pertama pada poros dari titik referensi dipermukaan yang sama seperti
sebelumnya. Pekerjaan lebih lanjut terbagi menjadi dua metode. Pada bagian pertama bidikan
ke belakang di arah kan ke titik kerja di ujung terowongan (WP.4) dengan mengaturnya diatas
WP.5. kemudian bidikan theodolite terlewati dan membentuk 3 titik dibagian bawah pintu air,
sehingga titik-titik tersebut sesuai dengan garis kerja terowongan. Selama proses ini pintu air
terbuka ke udara bebas. Kemudian pintu air tertekan dan pintu udara samping terbuka.
Theodolite dipasang disisi itu dan bergerak sedemikian hingga sesuai dengan tiga titik dalam
pintu air. Pintu di lepas dan tekanan terkunci, setelah itu pintu pada sisi udara tertekan
tertutup. Proses yang lain hanya perpanjangan garis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Metode kedua adalah theodolite dipasang disalah satu titik kerja yang terbentuk ketika pintu air
berada di sisi udara bebas. Bidikan ke belakang dilakukan ke titik sebelumnya membentuk arah
terowongan. Kemudian telescope terlintasi. Setelah itu pintu ditekan, pintu pada sisi udara yang
terkompres sekarang terbuka dan bidikan ke belakang dibangun di dalam terowongan pada sisi
lain sepanjang garis kerja dan dapat diperpanjang lebih jauh lagi.

5.3. PENEROWONGAN PADA BATUAN


5.3.1. Umum
Terowongan dapat dibangun dengan berbagai teknik atau metode yang berbeda. Teknik atau
metode yang dipilih biasanya tergantung kepada kondisi tanah/batuan dimana terowongan
tersebut akan dibangun dan bentuk terowongannya. FHWA (2009) memberikan ilustrasi proses
pemilihan awal tipe terowongan sebagai studi konseptual, setelah dilakukan kajian terhadap
rute terowongan, seperti terlihat pada Gambar 5.32 berikut. Selanjutnya, selain kondisi tanah,
pemilihan tipe terowongan juga ditentukan berdasarkan pada konfigurasi geometri, jenis
persimpangan dan persyaratan lingkungan.

Perencanaan/Pemilihan
Rute

Air Daratan

Terowongan
Terowongan di Bawah Air Terowongan Gali & Tutup
Tambang/Pemboran

Terowongan Pada Terowongan Pada Terowongan Pada Terowongan


Batuan Tanah Lunak Tanah yang Sukar SEM

Gambar 5.15. Proses Pemilihan Awal Tipe Terowongan (FHWA, 2009)

Perbedaan teknik dan metode dalam pembangunan terowongan ini biasanya terkait dengan
metode penggalian dan penyanggaannya. Teknik penggalian pada media batuan, misalnya akan
memerlukan karakteristik peralatan yang berbeda dengan untuk media tanah. Begitu juga
untuk sistem penyangganya, misalnya pada media tanah, terutama yang tidak memiliki

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 16


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

kekuatan untuk menahan beban tanah itu sendiri (stand up time), maka akan diperlukan
pemasangan sistem penyangga segera sesaat setelah dilakukan penggalian.
Kolymbas (2008) mendefinisikan penggalian sebagai suatu proses pemisahan batuan dengan
menggunakan metode dan peralatan palu pneumatik dan hidrolik, ekskavator, roadheader,
mesin bor terowongan (Tunnel Boring Machine/TBM) serta pengeboran dan peledakan (drill &
blast).
Dan FHWA (2009) dalam Manual Teknik untuk Desain dan Konstruksi Terowognan Jalan –
Bagian Sipil, telah menguraikan mengenai beberapa metode penggalian terowongan yang telah
umum digunakan baik untuk media tanah maupun media batuan, diantaranya adalah: metode
pengeboran dan peledakan (drill and blast), Mesin Bor Terowongan (Tunnel Boring
Machine/TBM), Roadheader, dan NATM (New Austrian Tunnelling Method) atau SEM (Sequential
Excavation Method), terowongan perisai (Shield Tunnelling), Earth Pressure Balance & Slurry
Face Shield Tunnel Boring Machines. Untuk lebih jelasnya, metode-metode penggalian yang
dapat digunakan pada media tanah dan media batuan dapat dilihat pada Gambar 5.37 berikut.

Pengeboran & Peledakan (Drill


& Blast)

Mesin Bor Terowongan


(Tunnel Boring Machine)

Roadheader
Metode Penggalian
Terowongan Pada
Media Batuan Metode Penggalian Mekanis
Lainyya (Mobile Minner)

Metode Penggalian Sequential Excavation Method


(SEM)/New Austrian
Terowongan
Tunneling Method (NATM)

Metode Penggalian
Terowongan Perisai (Shield
Terowongan Pada
Tunneling)
Media Tanah

Earth Pressure Balance &


Slurry Face Shield Tunnel
Boring Machine

Sequential Excavation Method


(SEM)

Gambar 5.16. Metode Penggalian Pada Terowongan (FHWA, 2009)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 17


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Dan jika dilihat dari klasifikasi bentuk terowongan, tidak semua metode tersebut di atas
dapat digunakan untuk semua tipe bentuk terowongan. Untuk lebih jelasnya mengenai
metode yang sesuai digunakan untuk setiap tipe bentuk terowongannya,
5.3.2. Pengeboran Dan Peledakan
Dalam kegiatan perencanaan penggalian terowongan modern bawah tanah, pemilihan
kebutuhan penggalian disesuaikan dengan beberapa metode. Secara umum akan berkaitan
dengan pemilihan metode :
a. Dimensi terowongan
b. Geometri Terowongan
c. Panjang terowongan, dan total volume penggalian (disposal)
d. Model geologi, dan kondisi mekanika batuan
e. Elevasi Airtanah dan arah alirannya
f. Gelombang dan getaran akibat penggalian
g. Kriteria yang diperbolehkan ground settlements

Metode tersebut dapat dibagi menjadi pemboran dan peledakan, dan mekanika penggalian.
Metode mekanis yang dapat dibagi menjadi partial face ( seperti roadheaders, hammer,
rocksplits, excavator) atau dengan full face (seperti TBM, shield, Pipe Jacking, Micro Tunneling).

Bentuk Terowongan

Lingkaran Persegi Panjang Tapal Kuda

Metode Gali & Metode Jacked Metode Pengeboran Metode


Metode TBM NATM/SEM
Tutup Box Tunneling dan Peledakan

Gambar 5.17. Bentuk dan Metode Konstruksi Terowongan (FHWA, 2009)

Metode pemboran dan peledakan masih merupakan metode yang paling umum untuk kondisi
batuan sedang sampai keras. Hal ini dapat diterapkan pada berbagai kondisi batuan tertentu.
Beberapa fiturnya termasuk serbaguna peralatan, start-up cepat dan biaya modal yang relatif
rendah terkait dengan peralatan. Di sisi lain, sifat mekanik dari metode bor & ledakan
membutuhkan organisasi tempat kerja yang baik. Getaran dan suara ledakan juga membatasi
penggunaan bor & ledakan di daerah pemukiman.
5.3.2.1. Desain Pola Pemboran
Desain pola memastikan distribusi bahan peledak di batuan dan hasil peledakan yang
diinginkan. Beberapa faktor harus dipertimbangkan saat merancang pola pemboran ;
kemampuan drillability dan ledakan batu, jenis bahan peledak, batasan ledakan getaran dan
persyaratan akurasi dinding yang meledak dll. Faktor pemboran & peledakan dasar, dan desain
pola pengeboran dibahas di bawah ini. Karena setiap lokasi penggalian dan konstruksi memiliki
karakteristik tersendiri, pola pemboran yang diberikan harus dipertimbangkan hanya sebagai

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 18


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

pedoman. Demikian pula, ini berarti pengeboran dan pengisian spesifik meningkat saat daerah
terowongan mengalami penurunan. Saat merancang pola pengeboran di terowongan, tujuan
utamanya adalah memastikan jumlah lubang bor yang ditempatkan dan akurat dengan tepat. Ini
membantu memastikan keberhasilan pengisian dan peledakan, serta menghasilkan dinding
terowongan yang akurat dan halus, atap dan lantai. Pola pengeboran yang dioptimalkan dengan
cara ini juga yang paling banyak ekonomis dan efisien untuk kondisi yang ada.
5.3.2.2. Ukuran Lubang
Ukuran lubang di bawah diameter 38mm sering dianggap kecil, lubang antara 41mm - 64mm
menengah, dan yang di atas 64mm besar. Sebagian besar operasi terowongan saat ini
didasarkan pada ukuran lubang antara diameter 38 - 51mm. Hanya lubang potong yang lebih
besar dari 51mm. Latihan pengeboran batu dan peralatan pengeboran mekanik yang digunakan
dalam tunneling dan drifting dirancang untuk memberikan kinerja optimal pada rentang lubang
ini. Batang seres dirancang untuk mencocokkan ukuran lubang dan kebutuhan pengeboran
horizontal. Aplikasi tipikal menggunakan batang tunneling dan ukuran baja bor 1 1/4 "dan 1
1/2". Baja bor antara 1 "dan 1 1/8" digunakan untuk ukuran lubang kurang dari 38mm.
Jumlah lubang yang dibutuhkan per area face terowongan berkurang saat ukuran lubang
meningkat. Bedanya tidak banyak di terowongan kecil, namun menjadi lebih signifikan di area
terowongan yang besar. Ukuran lubang kecil membutuhkan baja yang lebih kecil, namun
lengkungan ini lebih mudah, sehingga menimbulkan lubang yang tidak akurat dan peledakan
yang buruk.
5.3.2.3. Tipe Cut
Urutan peledakan di terowongan atau hanyut selalu dimulai dari "cut", Pola lubang di atau
dekat dengan bagian tengah wajah, dirancang untuk memberikan garis deformasi ideal
Penempatan, pengaturan dan akurasi pengeboran cut sangat penting untuk sukses peledakan di
terowongan. Beragam macam Jenis potong telah digunakan di pertambangan dan konstruksi,
namun pada dasarnya mereka jatuh menjadi dua kategori: pemotongan berdasarkan lubang
paralel, dan luka yang menggunakan lubang bor pada sudut tertentu.
Saat merancang cut, parameter berikut penting untuk hasil yang baik:
- Diameter lubang
- Burden
- Kondisi Isian
Selain itu, presisi pemboran sangat penting, terutama untuk lubang ledakan yang paling dekat
dengan lubang besar (lubang). Penyimpangan sekecil apapun bisa menyebabkan lubang
ledakan memenuhi lubang besar atau membuat beban terlalu besar. Beban yang sangat besar
menyebabkan kerusakan atau deformasi plastik pada cut, menghasilkan parameter yang
pendek. Parameter untuk kemajuan yang baik dari putaran yang dilontarkan adalah diameter
lubang kosong yang besar. Semakin besar diameternya, semakin dalam putaran bisa dibor dan
diperkirakan lebih besar. Salah satu penyebab paling umum dari short advance adalah lubang
yang terlalu kecil dalam kaitannya dengan kedalaman lubang. Kira-kira 90% bisa diperkirakan
untuk kedalaman lubang 4m dan satu lubang kosong berdiameter 102 mm. Jika beberapa
lubang kosong digunakan, diameter fiktif harus dihitung. Diameter pembukaan yang fiktif dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐷 = 𝑑 √𝑛
keterangan;
D = Diameter lubang kosong fiktif
d = Diameter lubang kosong
n = jumlah lubang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 19


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Lubang yang terdekat dengan lubang kosong harus diisi dengan hati-hati. Konsentrasi muatan
yang tidak mencukupi dalam lubang mungkin tidak merusak batuan, sementara konsentrasi
muatan berlebih dapat melemparkan batu ke dinding berlawanan dari lubang besar dengan
kecepatan tinggi sehingga batuan yang patah akan dipadatkan ulang dan tidak meledak melalui
lubang yang besar.

Gambar 5.18. Konsentrasi muatan minimum yang dibutuhkan (kg / m) dan jarak C - C
maksimum (m) untuk diameter lubang besar yang berbeda.
Cut seringkali agak overcharged untuk mengkompensasi kesalahan pengeboran yang dapat
menyebabkan sudut kerusakan yang tidak memadai. Namun, konsentrasi kelebihan muatan
menyebabkan pemadatan ulang dalam pemotongan.

Gambar 5.19. Konsentrasi muatan minimum yang dibutuhkan (kg / m) dan burden maksimum
(m) untuk lebar bukaan yang berbeda.

5.3.2.4. Stoping
Lubang di sekitar cut disebut stopeholes. Diameter stopehole biasanya antara 41 - 51mm. Lubang
yang lebih kecil dari 41mm mungkin memerlukan pengeboran sejumlah lubang yang berlebihan
untuk memastikan peledakan yang berhasil. Lubang yang lebih besar dari 51mm dapat
mengakibatkan pengisian yang berlebihan dan ledakan yang tidak terkendali (uncontrolled
blast).
Lubang ditempatkan di sekitar bagian potong dalam pola merata dengan menggunakan spasi /
burden 1: 1,1. Jika ukuran lubang antara 45 - 51mm, jarak dan beban yang khas keduanya
antara 1.0 m - 1.3 m. Kondisi batuan aktual dan kemampuan mengebor pada posisi yang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 20


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

dipersyaratkan adalah faktor yang dapat mengurangi atau menambah jumlah lubang yang
dibutuhkan. Desain pola pengeboran sekarang dapat dilakukan dan cutnya terletak pada
penampang dengan cara yang sesuai.
A. Contour holes
Lubang lantai memiliki jarak yang hampir sama dengan lubang stope, namun bebannya
agak kecil; dari 0,7 m ke 1,1 m. Pemboran yang tidak akurat atau salah dan pengisian
lubang lantai bisa meninggalkan overbreak. Lubang kontur terletak di sekeliling pola
pemboran. Dengan smooth blasting, lubang kontur dibor lebih dekat satu sama lain dan
diberi muatan khusus untuk keperluan smooth blasting. Jaraknya biasanya dari 0.5 m
sampai 0 – 7m dan beban bervariasi antara 1 dan 1,25 kali ruang. Jenis tata letak ini
memungkinkan untuk menggunakan bahan peledak peledakan halus khusus, yang
membatasi lebar dan kedalaman zona rekahan di dinding dan atap yang disebabkan oleh
peledakan. Dalam keadaan khusus, dua atau lebih peledakan yang lancar dapat digunakan.
Di terowongan, bagaimanapun, lubang kontur diledakkan dengan lubang stope, namun
waktunya meledak. Hasil penggalian kontur halus terutama bergantung pada ketepatan
pengeboran. Jumlah yang diperlukan untuk pengecoran shotcreting dan beton dapat
dikurangi secara signifikan dengan menggunakan peledakan halus, terutama pada kondisi
batuan yang buruk. Pelepasan maut meningkatkan jumlah lubang yang dibutuhkan untuk
pola pengeboran sekitar 10 - 15%.
Kekerasan batu terkadang dianggap sebagai satu-satunya faktor dominan saat
mengoptimalkan pola pemboran. Perubahan dari batuan yang sangat keras hingga batuan
lunak menyebabkan perubahan pola pengeboran. Batuan yang keras tapi abrasif cukup
mudah meledak, dimana ledakan batuan seperti beberapa batugamping, meski relatif
lunak, masih buruk. Namun, sangat bermanfaat untuk mendesain ulang dan
mengoptimalkan pola pemboran jauh sebelum tahap ini tercapai dan, yang lebih penting
lagi, untuk memperhitungkan kekuatan ledakan batuan.

Gambar 5.20. Spesifik isian dalam terowongan dan pemboran khusus untuk area terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 21


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.21. Jumlah Lubang Bor dan Bahan Peledak sebagai Fungsi dari
Luas Penampang dan Panjang Kemajuan (Muller, 1978)

B. Pola Peledakan
Pola peledakan harus dirancang agar setiap lubang memiliki pemberaian bebas. Sudut
pemberaian terkecil di daerah cut sekitar 50°. Di area stoping pola peledakan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga sudut kerusakan tidak turun di bawah 90°.

Gambar 5.22. Urutan pemberaian dan ledakan di terowongan sesuai dengan bench cut
dalam urutan numeric

Hal ini penting dalam peledakan terowongan untuk memiliki waktu tunda yang cukup lama
antara lubang. Di area potong, harus cukup lama untuk memberi waktu bagi kerusakan dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 22


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

lemparan batu melalui lubang kosong yang sempit. Telah terbukti bahwa batu bergerak
dengan kecepatan 40 - 70 meter per detik. Sebuah pemotongan yang dibor sampai
kedalaman 4 - 5 m akan memerlukan waktu tunda 60 - 100 ms untuk dibersihkan dengan
bersih. Biasanya waktu tunda 75 - 100 ms digunakan.
Pada dua kotak pertama cut, hanya satu detonator untuk setiap penundaan yang harus
digunakan. Dalam 2 kotak berikut, dua detonator dapat digunakan. Di area stoping, delay
harus cukup lama untuk pergerakan batuan. Biasanya, waktu tunda adalah 100 - 500
milidetik. Untuk lubang kontur, percikan di tunda antara lubang harus sesedikit mungkin
untuk mendapatkan efek peledakan yang bagus. Karena itu, atapnya harus dijepret dengan
nomor interval yang sama, biasanya yang kedua tertinggi dari seri. Dindingnya juga
meledak dengan jumlah periode yang sama namun dengan satu penundaan lebih rendah
dari pada atap.
Detonator untuk tunneling bisa berupa listrik atau non listrik. Lubang kontur harus dimulai
dengan kabel detonator atau dengan detonator elektronik untuk mendapatkan efek smooth
blasting terbaik.
C. V cut
V Cut adalah cut tradisional berdasarkan lubang simetris, lubang siku. Ini telah kehilangan
beberapa popularitas dengan adopsi luas dari cut paralel dan putaran yang lebih panjang.
Namun, masih umum digunakan di terowongan lebar dimana lebar terowongan tidak
membatasi pemboran. Prinsip kerja V cut mirip dengan aplikasi penggalian permukaan. V
cut membutuhkan sedikit lubang lebih sedikit daripada cut paralel, yang memberi
keuntungan pada terowongan besar. V Cut didasarkan pada prinsip peledakan permukaan
dimana sudut untuk perluasan batuan setara atau melebihi 90⁰. Sudut di bagian bawah
lubang potong sebaiknya tidak kurang dari 60⁰. Mempertahankan sudut kanan adalah
kesulitan utama dalam pemboran V-cut; dan, sudut pemboran yang benar membatasi
panjang di terowongan sempit

Gambar 5.23. V cut (a) and Fan cut (b)

Lebar terowongan membatasi penggunaan V cut. Di terowongan sempit, face tunnel per
putaran bisa jadi kurang sepertiga dari lebar terowongan, yang meningkatkan jumlah
putaran dan jumlah meteran bor saat menggali terowongan kecil. V cut dengan mudah
dibor dengan rig mekanis di terowongan besar dimana lebar terowongan tidak memiliki

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 23


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

batasan. Cut biasanya terdiri dari dua Vs namun dalam putaran yang lebih dalam,
potongannya bisa terdiri dari triple atau quadruple Vs.
Perencanaan Terowongan yang akurat, pemboran dan pengisian yang akurat berjalan
berdampingan. Topik berikut perlu direncanakan terlebih dahulu untuk memastikan profil
terowongan yang akurat:
 Kondisi Geologi dan Mekanika Batuan yang diketahui
 Pola / pola pemboran terencana, ukuran lubang yang benar dan panjang lubang untuk
yang direncanakan penggalian
 Prosedur Smooth Blasting ( Contour Blasting )
 Pemasangan Rig yang benar
 Perbaiki kesejajaran dan sudut pandang kanan, dengan pertimbangan khusus untuk
dinding, atap dan lantai.
 Penempatan cut ; Terowongan miring dan terukir sangat rentan terhadap under dan
overbreak di dinding dan atap dan "benjolan" di lantai terowongan.
 Monitoring prosedur dengan benar
 Stabilitas
 Kondisi geologis dan mekanik batu
 Pemboran, pengisian, dan peralatan pendukung batuan dan ukuran, jangkauan,
manuver dan efisiensi yang terkait.
 Alokasi waktu di dalam dan di antara masing-masing putaran
 Pengaturan kerja umum, tata letak kerja, jarak antara tempat kerja, dukungan
pekerjaan yang dibutuhkan, umum peraturan dan pertanyaan hukum (kebutuhan
pemeriksaan, ground batasan getaran dll)
 Jumlah peralatan dan tenaga kerja, jika dibatasi.

Gambar 5.24. Kesalahan pengeboran kumulatif dalam drifting dan terowongan

Parameter yang digunakan untuk menggambarkan kemajuan pekerjaan penggalian di


terowongan dan drifting disebut "pull" atau advance per round, atau yield per round. Di
terowongan, panjang lubang yang dibor dan dibebankan disebut putaran
panjangnya. Ini adalah salah satu parameter yang paling penting saat merencanakan penggalian
sejak penggalian bergantung pada pemilihan putaran optimal. Mekanisasi dan otomasi
peralatan pengeboran telah menyebabkan putaran lebih panjang, biasanya 3 - 5 meter.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 24


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Percobaan telah menunjukkan bahwa putaran hingga 8 meter dapat dibor dan berhasil
diledakan dengan perawatan dan peralatan khusus (bahan peledak khusus, kondisi batuan,
peralatan pengeboran khusus).

5.3.2.5. Underground Chamber


Dalam kegiatan penggalian batuan di terowongan bawah tanah, konstruksi bawah tanah sangat
diperlukan dalam aktivitas yang menopang kegiatan penggalian. Lebar dari ruang bawah tanah
ini ( underground chamber ) tidak bisa terlalu lebar, dikarenakan batuan yang tidak mampu
menyangga atap dan dirinya sendiri. Pembangunan ruang bawah tanah ini didasarkan pada
kualifikasi batuan ( Klasifikasi massa batuan ) tersebut. Jika ruangan tersebut berada pada
batuan yang lemah dan tidak mampu menyangga dirinya sendiri, maka akan dilakukan
penyangga sesuai dengan kelas massa batuan tersebut. Hal ini berkaitan dengan aspek ekonomi
yang harus diperhatikan.
Contoh rencana prosedur penggalian ruang. Meledakan terowongan setinggi 31,5 m x 21,1 m
dapat dibagi menjadi tiga atau empat tahap.

Gambar 5.25. Beberapa Aspek dalam mengoptimasi panjang round

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 25


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.26. Pembagian ruang dalam operasi pemboran dan tahapan peledakan

Gambar 5.27. Sistem Smooth Blasting yang halus di galeri. Kecepatan partikel puncak pada
atap dan dinding sekitar 100 mm/s

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 26


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.28. Pola Peledakan dalam galeri

5.3.3. Tunnel Boring Machine ( TBM )


Sebuah Tunnel Boring Machine (TBM) adalah suatu system yang tidak dapat berdiri sendiri-
sendiri. TBM yang lengkap bisa mencapai panjang 300 meter yang terdiri dari alat pemotong,
alat penggali, system kemudi, gripping, pengebor, pengontrol, dan penyokong tanah, pemasang
lining, alat pemindah material, system ventilasi serta sumber tenaga. Sedangkan pekerjaan rel,
pembangkit tenaga dan saluran ventilasi dikerjakan pada bagian belakang TBM merupakan
pekerjaan pendukung.
Berlawanan dengan ground tunneling lunak yaitu tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan
dan mendukung tanah, tujuan tunneling hard rock adalah menggali batuan secepat mungkin.
Saat ini kemajuan penggalian dapat mencapai muka 170 m (diameter 3,4 m). Kisaran aplikasi
kekuatan tekan hingga 300 MPa bisa ditangani. Kisaran diameter TBM yang tersedia dari 1.6m -
12m. Pemilihan metode tunneling dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya termasuk:
1. Kondisi Tanah, ini merupakan factor utama yang tidak hanya mempengaruhi metode yang
dipilih tetapi juga menjadi pembatas utama bagi metode-metode tertentu.
 Tanah Lunak: clay, gravel, sand, weathered rock
 Batu: batu dengan rentang kekuatan dari yang relative lunak seperti batuan sedimen
dengan UCS (unconfined compression strength) 10-40 MPa sampai dengan batuan beku
dengan kekuatan UCS berkisar antara 150-300 MPa.
 Mixed face: tunneling pada lapisan bedrock sering menghadapi bagian atas tunnel face
berupa tanah atau heavily weathered rock sementara bagian bawah berupa batu.
2. Ukuran Tunnel, microtunnel dengan diameter kurang dari 0,9 m sampai dengan full face
TBM (tunnel boring machine) dengan diameter sampai atau lebih dari 12 m semuanya
membutuhkan perhatian dan penyelidikan yang komprehensif terhadap kondisi tanah.
Meningkatnya diameter tunnel menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap
problem-probem khusus dalam tunneling.
3. Aspek Lingkungan, pengoperaisan peledakan maupun drill mungkin tidak dapat dilakukan
didaerah perkotaan, perubahan muka air tanah dan perubahan pola drainase akibat
aktivitas pekerjaan tunneling dapat mempengaruhi permukaan tanah.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 27


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

4. Variabel Lokal, ketersediaan tenaga kerja yang menguasai tunneling, lokasi phisik
lapangan, kondisi infrastruktur setempat adalah factor-faktor yang juga turut
mempangaruhi pemelihan metode
5.3.4. TBM untuk Tanah Lunak
5.3.4.1. Open Shield
Struktur dasar dari open shield terdiri dari tiga bagian yaitu, shield body, shield tail, dan cutting
edge. Bentuk shield dibuat sama dengan dengan bentuk potongan tunnel, meskipun dimensinya
agak sedikit lebih besar dari yang terakhir. Bentuk paling umum tunnel yang dibuat dengan
TBM adalah sirkular, sehingga menyebabkan adanya tendensi rolling ketika maju.

Gambar 5.29. Open Shield pada TBM

1. Shield body, Bagian ini berupa shell baja yang diperkuat dengan rib dan bracing. Di
bagian ini ditempatkan beberapa peralatan seperti hydraulic rams dan peralatan pompa
hidrolik untuk mendorong shield maju ke depan. Panjang tipikal dari shield body ini
sekitar 2 m, tergantung dari ukuran diameter galian.
2. Shield tail, Bagian ini terletak di belakang shield body, dan berfungsi sebagai penyedia
ruangan untuk lining segments (precast lining) yang akan dipasang selama proses
pemasangan lining berlangsung. Lebar tail umumnya sekitar satu setengah kali lebar
unit lining. Biasanya antara lining dan tail terdapat celah sebesar 25 mm untuk
melakukan koreksi alinemen.
3. Cutting edge. Shield bagian ini merupakan ujung terdepan yang membutuhkan
perkuatan dengan plat baja. Seringkali bagian ini juga dilapis dengan material abrasion-
resistant ketika menghadapi tanah keras.
4. Compressed-air sering digunakan ketika tunneling dilakukan di bawah muka air tanah di
tanah pasir, disamping cara lain seperti menurunkan muka air tanah, grouting, dan
freezing. Kebutuhan seperti ini menyebabkan dibuatnya alat TBM yang mampu
melakukan tunneling untuk tanah non-cohesive baik di atas maupun di bawah m.a.t
tanpa membutuhkan compressed air, yaitu dengan menggunakan bentonite shield.
5.3.4.2. Slurry Shield
Prinsip dasar dari metode operasi slurry shield adalah dengan meng-injeksikan slurry mixture
bertekanan kedalam ruang yang menutupi working face. Akibatnya, tanah yang berada di depan
tunnel face terpenetrasi dengan slurry dan menjadi cukup padat (efek filter cake) sehingga

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 28


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

dapat dipotong oleh cutter head. Potongan material akan terkumpul di bagian bawah yang
kemudian dipompa keluar. Bentonite akan dimasukkan kembali ke bagian face setelah
dipisahkan dari partikel-partikel tanah.
5.3.4.3. Earth Pressure Balance (EPB) Shield
Shield bentuk ini digunakan pada tanah lunak di bawah muka air tanah tanpa menggunakan
slurry. Sebuah cutter head yang berputar dan dilengkapi dengan drag pick membentuk bagian
depan dari shield machine tipe ini. Material yang telah digali akan terkumpul dalam ruang
khusus di belakang cutter head dan membentuk sebuah plug yang memberikan daya dukung ke
bagian face dan mengontrol pengaruh air tanah terhadap stabilitas tunnel face.
Debris yang terkompresi dikeluarkan menggunakan screw conveyor dan dimasukkan ke dalam
system pembuangan. Dengan pengoperasian yang tidak membutuhkan slurry maupun air, maka
pembuangan debris dapat dilakukan dengan mudah dan relative bersih.
5.3.5. TBM untuk Hard Rock
Prinsip dasar operasi penggalian dengan TBM adalah penggunaan cutting head yang dilengkapi
dengan cutters yang sesuai di bagian tunnel face. Cutting head diputar dengan kecepatan
konstan dan dorongan ke permuka terowongan yang dilakukan oleh system pendorong hidrolik
yang dijangkarkan ke sisi-sisi tunnel dengan hydraulic rams.
5.3.6. Cutters
Bagian terpenting yang berfungsi untuk memotong tanah atau batu yang ditempatkan pada
bagian cutting head adalah cutters. Berbagai tipe cutters digunakan dan dipilih sesuai dengan
kondisi tanah setempat. Beberapa macam cutters beserta fungsinya, yaitu:
5.3.6.1. Drag cutters (picks)
Digunakan untuk tunneling di tanah lunak, tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk. Cara
kerjanya adalah dengan memotong dalam massa tanah sehingga memungkinkan penggalian
tanah lunak dan plastis dengan efisien. Untuk penggalian batuan, drag cutter ini akan lebih
cepat aus bahkan rusak apalagi menghadapi batuan massif.

Gambar 5.30. ATB50 HA Back Loading Cutterhead

5.3.6.2. Disc cutter


Disc cutter digunakan untuk memecahkan batu dengan cara berputar dan menekan disc yang
dipasang pada cutter head ke permukaan tunnel. Cutters tersebut dipasang pada heavy capacity
bearing. Konfigurasi disc ini dapat berbentuk single, double, triple, atau multi disc. Prinsip
kerjanya adalah dengan membentuk groove pada batuan disamping juga memberikan gaya

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 29


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

geser untuk mematahkan puncak groove yang tersisa. Batuan dengan nilai UCS sampai dengan
175 MPa dapat dipotong dengan disc tipe ini. Batu dengan high abrasive akan menimbulkan
kesulitan jika menggunakan disc tipe ini, sehingga aplikasinya terbatas pada batu dengan UCS
yang lebih rendah. Pemasangan tungsten carbide disekeliling disc dapat meningkatkan
aplikasinya pada batuan yang lebih keras.

Gambar 5.31. ATB 35 HA Front Loading Cutterhead


5.3.6.3. Roller cutter
Ada dua tipe roller cutter: milled-tooth dan tungsten carbide insert. Milled-tooth menyebabkan
pecahnya batuan akibat penetrasi lokal, hasilnya berupa serpihan batuan disekitar cutter
dengan keruntuhan kombinasi gaya geser dan tarik. Tungsten carbide insert digunakan khusus
jika karakter abrasive batuan diluar kemampuan milled-tooth cutter. Galian batu dengan
tungsten carbide insert roller cutter menyebabkan disintegrasi batuan dengan cara grinding
dan pulverizing. Meskipun kecepatan penetrasinya relative lambat karena diproduksinya
butiran halus dalam jumlah besar, dan harga cutters yang sangat mahal, cutter jenis ini mungkin
merupakan tipe yang paling mungkin berhasil jika menghadapi batuan paling kuat yang
mungkin ditemui saat penggunaan tunneling machine.

5.3.7. Konfigurasi Cutting Head


Pada kondisi tanah lunak, umumnya drag cutters digunakan pada seluruh permukaan cutting
head face, tetapi pada kondisi batu berbagai kombinasi tipe cutter dan layout digunakan.
Konfigurasi cutting head TBM terdiri dari tiga zone yang berbeda, yaitu bagian centre, face, dan
outside edge.
Centre cutters, bagian pusat membutuhkan serangkaian cutter untuk menghasilkan galian
dengan cepat dan efektif pada kondisi kecepatan pemotongan yang relative rendah. Beberapa
desian cutting head menggunakan cutters yang disusun dalam bentuk tricone untuk memecah
batuan. Jika hanya menggantungkan galian batuan dengan cara grinding dan pulverizing pada
posisi kunci ini, maka akan menyebabkan lambatnya pergerakan maju dari tunneling. Face
cutters. Permukaan terowongan digali dengan disc atau roller, tegantung pada kekerasan
batuan. Dalam beberapa situasi seperti pada batuan yang lebih lunak juga digunakan drag
cutter. Gauge cutter. Bagian ini terletak di ujung luar dari cutting head, dan bertujuan untuk

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 30


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

membuat bukaan sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Gauge cutter umumnya dari tipe disc
atau roller yang ditingkatkan kekuatannya agar mampu menahan aus lebih lama.

Gambar 5.32. TBM pada galian Hard Rock

5.3.8. Desain TBM


Dua prinsip dasar desain TBM adalah :
- Mesin gripper tunggal
- Mesin gripper ganda
Kedua prinsip ini memiliki kelebihan dan kekurangan, mesin singlegripper lebih sering
digunakan dalam proyek terowongan standar.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 31


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.33. Skema Single Gripper TBM

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 32


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.3.8.1. Single Griple TBM


Konsep dasarnya terdiri dari bingkai utama dengan drive utama, sebuah dukungan
mengambang di ujung depan dan gripper di bagian belakang, diperlukan untuk mentransfer
kekuatan induksi ke dinding terowongan. Sebuah pemotong yang berputar menempel pada
roda gigi utama dan berputar pada kira-kira. Kecepatan periferal 2,5 m/dt. Cutterhead didorong
maju oleh jack depan. Setelah stroke 1,5 - 1,8 mesin harus regrip untuk stroke baru. Dukungan
depan disediakan oleh perisai debu, yang merupakan struktur baja dengan pelat yang dapat
dibuang di daerah atas dan dukungan yang kaku di daerah bawah. Ini menutup area kerja dan
mempermudah koleksi debu. Dukungan depan ini disimpan dalam kontak gesekan dengan
dinding terowongan dan digulung oleh kekuatan dorong terpasang.

Mesin dikemudikan dengan menyesuaikan ujung belakang bingkai dan menghidupkan mesin di
sekitar dukungan depan. Sebuah mesin gripper tunggal dapat dikendalikan terus menerus
selama operasi membongkaran yang menghasilkan permukaan halus di terowongan. Kemudi
perlu hati-hati pada saat cutter head berputar hal ini sangat penting untuk menghindari patah
akibat tekanan dan kerusakan bantalan utama.
Jari-jari belokan TBM kira-kira > 150 m, dan bisa <100 m dalam desain khusus. Sebuah belt
conveyor menangani galian tanah. Ini dipasang dirangkaian utama dan dimuati mangkuk
pemotong melalui gerbong di tengah pemotong. Untuk alasan perawatan dan perubahan
pemotong, belt bisa ditarik kembali untuk memberi akses ke bagian belakang bagian dalam
cutterhead. Belt tersebut dilepaskan ke dalam conveyor utama yang mengarah melalui bagian
belakang dan melepaskannya ke dalam gerbong pada bagian belakang.

Gambar 5.34. TBM Perisai Tunggal

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 33


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.3.8.2. Double Gripper TBM


Berlawanan dengan mesin gripper tunggal, TBM gripper ganda didukung oleh dua set grippers
yang melakukan keseluruhan fungsi penuntun TBM. Perisai debu depan hanya menutup debu
dari terowongan dan membersihkan sebaliknya. Bingkai utama, yang distabilkan oleh grippers,
tidak bergerak. Untuk memajukan cutterhead, bingkai dalam geser digunakan. Kemudi saat
pengeboran hampir tidak mungkin; dan karena itu, gripper ganda TBM mengandung garis
terowongan poligonal. Pelepasan mucking juga dilakukan oleh belt conveyor dari atas rangka
sampai akhir TBM.

Gambar 5.35. Skema Double Gripper TBM

Grippers ganda memiliki keuntungan lebih baik mendistribusikan daya gripper ke dinding
terowongan di tanah yang lemah. Namun kerugiannya adalah mengambil ruang kerja gratis
untuk proyek peristirahatan dan konsolidasi setidaknya dalam diameter yang lebih kecil.
Selanjutnya proses miring menekan pemotong gage dan bearing cutterhead utama.

5.3.9. Roadheaders
Roadheaders pertama digunakan untuk tunneling pada 1960-an. Pada awal 1970-an, sekitar
150-200 roadheaders digunakan untuk pembangunan konstruksi sipil bawah tanah. Selama
tahap awal jenis ini untuk pemotongan ditempat pada shields seperti pada struktur alat gali
lainnya yaitu excavator sehingga alat ini menjadi populer. Dasar desain dan operasi fitur
Roadheader standar fitur fungsi-fungsi berikut:
a. Penggalian rock (batu pemotongan)
b. Mengumpulkan batu pecah hasil penggalian
c. Hasil penggalian ditransfer ke peralatan sekunder
d. Mesin transfer

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 34


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.36. TBM Perisai Ganda

Gambar 5.37. Bagian – Bagian Roadheaders

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 35


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Keterangan:
1. Cutter Boom 2. Turret 3. Loading Assembly 4. Chain Conveyor
2. 5. Track drive 6 Frame 7 Electric Equipment 8 Hydraulic Equipment

5.3.9.1. Cutter Boom


Boom pemotong terdiri dari roadheader sebagai alat pemecah batuan. Cutter boom memiliki
komponen-komponen berikut: basis, motor, kopling antara motor dan gigi, dan kepala.

Gambar 5.38. Desain Utama Roadheaders

A. Dua prinsip-prinsip desain utama diterapkan:


1. Jenis longitudinal atau milling cutter kepala berputar sejajar dengan sumbu boom
cutter
2. Traversal atau penggilingan tipe cutter kepala dengan tegak lurus boom sumbu
rotasi.

Gambar 5.39. Longitudinal Cutter Head & Transversal Cutter Head

B. Kedua kepala cutter memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Beberapa fitur
utama yang penting untuk tunneling disebutkan di sini:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 36


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

1. Kepala traversal cutter potong di arah wajah. Oleh karena itu, mereka lebih stabil
daripada roadheaders dengan kepala longitudinal sebanding berat dan pemotong
kekuasaan kepala.
2. Pada kepala traversal mayoritas reaktif kekuatan yang dihasilkan dari proses
pemotongan diarahkan menuju bagian utama dari mesin.
3. Pada kepala longitudinal cutter, memilih array lebih mudah karena gerakan kedua
memotong dan slewing pergi ke arah yang sama.
4. Roadheaders dengan kepala cutter traversal-jenis yang lebih tidak terpengaruh oleh
perubahan kondisi batu dan bagian-bagian batu lebih keras. Proses pemotongan dapat
membuat lebih baik menggunakan perpisahan pesawat terutama di tempat tidur batuan
sedimen.
5. Jika boom pemotong yang mengubah titik terletak lebih atau kurang di sumbu
terowongan, pemotong kepala longitudinal booming dapat disesuaikan untuk
memotong dengan minimal overbreak. Sebagai contoh, Cutter booming di mana
permintaan dapat sempurna bertemu shields sering dilengkapi dengan jenis yang sama
cutter kepala. Kepala melintang cutter selalu menyebabkan overbreak tertentu Terlepas
dari posisi mesin.
6. Kebanyakan longitudinal heads Tampilkan angka-angka yang lebih rendah untuk
memilih konsumsi, yang terutama hasil dari kecepatan pemotongan yang lebih rendah.
7. Kepala melintang cutter menawarkan fleksibilitas yang lebih besar, dan dengan tata
letak yang tepat dan alat seleksi, memiliki aplikasi yang lebih luas. Kinerja tidak secara
substansial berkurang di batu yang menyajikan sulit memotong (misalnya, karena
kekuatan tinggi atau ulet perilaku).
8. Selain itu, cadangan yang melekat dalam konsep menawarkan lebih banyak kesempatan
untuk menyesuaikan peralatan untuk kondisi batu.

C. Cutter picks
Sejak aplikasinya yang pertama pada boom cutter roadheader pada tahun 1972, memilih
kerucut dilengkapi dengan tips wolfram karbida (juga disebut memilih titik-serangan)
telah menjadi lebih penting dan hari ini yang paling sering digunakan memilih.

Gambar 5.40. Cutterpicks

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 37


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

1. WC-inset 6. C Cutting depth


2. Cone 7. FC Cutting force
3. Shaft 8. FN Normal force
4. Retainer ring 9. FD Driving force due to friction on rock
5. Pick box 10. FR Frictional resistance between pick and pick box

D. Proses Tuning
Tuning proses pemotongan kepala pemotong untuk batuan yang sudah ada kondisi sangat
penting untuk mencapai pemotongan yang optimal. Secara teoritis, mungkin spasi tertinggi
pemotong hasil di interaksi optimal antara kepala cutter dan batu:
a. Relatif memilih lagu per satuan volume digali batu berkurang
b. Memilih-lagu mengurangi panjang juga menghasilkan energi yang lebih baik
pemanfaatan dan, karenanya, memotong tingkat yang lebih cepat
c. Kurang debu yang dihasilkan
d. Mengurangi keausan (memilih bank m3)

E. Penggalian berurutan
Sebaliknya TBMs, yang secara bersamaan menyerang seluruh wajah dengan tetap alat
konfigurasi, operasi roadheader terdiri dari langkah-langkah yang berbeda dari proses
penggalian.
Langkah pertama, sumping cutter kepala ke wajah, dilakukan oleh depan gerakan roadheader
seluruh melalui trek crawler atau alternatif melalui khusus cutter Desain booming. Cutter
teleskopik atau diartikulasikan desain booming juga dapat melakukan tugas ini.
Karena proses sumping membutuhkan kekuatan yang paling dalam pemotongan urutan, ada
sedikit dampak ke lantai karena sumping dilakukan tanpa terlibat crawler trek. Lebih lanjut
penggalian wajah terutama dilakukan oleh horizontal berputar boom cutter dengan vertikal
offset boom saat mencapai garis terowongan.
Semua gerakan horisontal dan vertikal boom dilakukan oleh kubah meriam. Turet itu sendiri
berfungsi untuk gerakan horisontal boom. Ditutup rack & ampinion drive atau silinder hidrolik
eksternal digunakan untuk tugas ini.

Gambar 5.41. Sumping

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 38


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.42. Cutting Face

Gambar 5.43. Provilling

Pergerakan vertikal dilakukan oleh berbagai putar silinder; pasukan reaktif adalah lagi
ditransfer ke kubah meriam. Jika perlu, langkah ekstra profil meminimalkan tulang rusuk
tunnel´s dan membawa lebih dekat ke bentuk teoritis. Proses penggalian ini fundamental untuk
roadheader fleksibilitas mengenai bentuk dan ukuran dari bagian terowongan.
Roadheader dapat, dalam batas geometris tergantung desain (mendefinisikan minimal dan
maksimum lintas bagian dll.) memotong praktis apapun diperlukan bentuk dan ukuran. Itu juga
dapat mengikuti Semua perlu transisi dan perubahan dan sangat adaptif berbeda penggalian
proses. Dengan menggunakan pemotong booming dengan teleskopik atau Khusus Desain, fitur
penting ini dapat ditingkatkan lebih jauh.
Penggalian bagian atap pendek dan benching berturut-turut dari posisi satu mesin dapat
dilakukan, membuat dilengkapi dengan benar roadheaders alat yang sempurna untuk
mengatasi tuntutan NATM dalam kondisi tanah dengan stabilitas buruk.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 39


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.3.10. Metode Penggalian Lainnya


Berbagai macam metode pembuatan terowongan pada batuan maupun tanah telah
dikembangkan oleh manusia. Metode-metode tersebut memiliki karakteristik masing-masing,
baik itu kelebihan maupun kekurangan. Tetapi secara umum metode pembuatan lubang bukaan
terowongan dapat dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu :
- Cara portal
- Cara open cut

Gambar 5.44. Penggalian Permukaan Lubang Bukaan, Cara Portal (Kiri) dan Cara Open Cut
(Kanan)

Dalam penggalian terowongan ada beberapa metode yang umum digunakan, akan tetapi
metode penggalian terowongan yang akan dipilih disesuaikan oleh keadaaan alam sekitar
dengan segala pertimbangan dan analisis, Rai Made Astawa Rai (1988), membagi beberapa
metode penggalian terowongan yang biasa diterapkan dilapangan sebagai berikut :
a. Full face
Metode full face adalah suatu cara dimana seluruh penampang terowongan digali secara
bersamaan. Metode ini sangat cocok untuk terowongan yang mempunyai ukuran penampang
melintang kecil hingga terowongan dengan diameter 3 meter. Cara penggaliannya yaitu dimana
seluruh bidang muka setelah dibor untuk tempat detonator kemudian diledakkan seluruh
bidang muka. Ini umumnya dilakukan pada adit yang mempunyai diameter kecil yaitu kurang
dari 10 feet.

Gambar 5.45. Full Face Method


Keuntungan dari menggunakan cara ini adalah pekerjaan menjadi lebih cepat, lintasan
pembuangan hasil peledakan dapat langsung dipasang bersamaan dengan proses penggalian
berikutnya, dan proses tunneling dapat dilakukan secara kontinu. Sedangkan kerugiannya
adalah saat penggalian banyak membutuhkan alat mekanis, tidak dapat digunakan untuk
batuan yang tidak stabil, dan hanya terbatas untuk terowongan yang lintasannya pendek.
b. Heading dan bench

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 40


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Cara penggaliannya adalah bagian atas terowongan digali lebih dulu sampai mencapai 3 – 3.5 m
(heading), selanjutnya penggalian bagian bawah penampang dikerjakan (bench cut) sampai
membentuk penampang yang diinginkan. Proses ini diulangi sampai seluruh lintasan
terowongan tercapai.
Untuk kondisi batuan yang buruk, cara penggalian dapat dimodifikasi menjadi “top heading” →
heading diperpanjang sampai 25 m – 35m atau lebih, kemudian pasangi penyangga, baru
kemudian bench cut dibuat.

Gambar 5.46. Heading and Bench

Keuntungan dari menggunakan cara ini adalah memungkinkan pekerjaan pengeboran dan
pembuangan sisa peledakan dilakukan secara simultan, efektif untuk ukuran terowongan
penampang besar dan lintasan, dan dapat diterapkan untuk setiap kondisi batuan. Sedangkan
kerugian dari menggunakan cara ini adalah metoda ini membutuhkan waktu yang lebih lama
bila dibandingkan metoda full face.
c. Drift
Cara yang digunakan dalam metoda ini adalah dengan menggali terlebih dahulu lubang bukaan
yang berukuran kecil sepanjang lintasan terowongan, kemudian diperbesar sampai membentuk
penampang yang direncanakan. Berdasarkan posisi lubang terhadap sumbu terowongan :
(i) Center drift

Gambar 5.47. Center drift

Diawali dengan penggalian lubang berukuran 2.5 m x 2.5 m – 3m x 3m dari portal ke portal.
Perluasan dimulai setelah penggalian center drift selesai, dengan membuat lubang untuk bahan
peledakan yang dibor melingkar pada selimut drift dari sumbu terowongan.
Keuntungan dari posisi lubang terhadap sumbu terowongan ini adalah sistem ventilasinya baik,
tidak memerlukan sistem penyangga sementara, dan mucking dapat dikerjakan bersama
dengan pekerjaan penggalian. Sedangkan kerugiannya adalah pekerjaan perluasan harus
menunggu center drift selesai secara keseluruhan, dan alat bor dipasang dengan pola tertentu,
seringkali spasi alat bor dirubah sesuai dengan kondisi batuan yang diledakan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 41


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

(ii) Side drift

Gambar 5.48. Side Drift

Dua drift digali sekaligus pada sisi-sisi penampang, sepanjang lintasan terowongan. Selanjutnya
penggalian bagian arch diikuti dengan pemasangan penyangga sementara. Selesai penyangga
dipasang, penggalian bagian tengah dikerjakan. Keuntungan dari cara ini adalah proses lining
dapat dikerjakan sebelum penggalian bagian tengah dilaksanakan, metoda ini efektif untuk
terowongan besar dengan kondisi batuan yang buruk. Sedangkan kerugiannya adalah pekerjaan
perluasan harus menunggu drift selesai dikerjakan.
(iii) Top drift

Gambar 5.49. Top Drift


Digunakan untuk penggalian endapan. Metodanya mirip dengan heading and bench.

(iv) Bottom drift

Gambar 5.50. Bottom Drift

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 42


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Penggalian dimulai dengan membuka bagian bawah penampang. Pembuatan lubang – lubang
bahan peledak untuk membuka bagian atas penampang dilakukan dengan membor dari Bottom
drift vertikal ke atas.

d. Sumuran vertikal

Gambar 5.51. Sumuran Vertikal

Awal dibuat lubang vertikal sampai pada terowongan yang akan digali. Dengan demikian akan
terbentuk tiga buah heading face.
Sumuran dapat bersifat sementara atau permanen. Sumuran sementara berfungsi saat
pelaksanaan → membantu pembuangan pelaksanaan pembuangan sisa – sisa peledakan
(mucking), salah satu jalur untuk mensuplai peralatan dan material, dsb. Sumuran permanen →
bila masih tetap berfungsi setelah terowongan mulai digunakan untuk keperluannya, misal
sebagai sarana ventilasi.

(i) Pilot tunnel

Gambar 5.52. Pilot Tunnel


Pillot tunnel digali paralel pada jarak ± 25 meter dari sumbu terowongan yang direncanakan
dengan ukuran 2 x 2 m2 – 3 x 3 m2. Penggalian pada terowongan utama sendiri dilakukan
dengan metoda drift. Pada interval tertentu dibuat cross cut memotong sumbu utama rencana.
Bila cross cut mencapai drift, proses pelebaran dimulai dari titik ini dengan dua heading face.
Bila cross cut mencapai titik dimana drift belum mencapai titik ini, maka drift heading
dilakukan dengan titik potongan melintang. Keuntungannya adalah efektif untuk terowongan
yang lintasannya panjang, dengan topografi yang tidak memungkinkan untuk membuat
sumuran, pilot tunnel dengan sendirinya merupakan sistem ventilasi, mucking dapat dilakukan
dengan cepat. Sedangkan kerugiannya adalah pekerjaannya memerlukan lebih banyak waktu,
biaya dibandingkan dengan metoda penggalian lainnya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 43


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.4. PENEROWONGAN PADA TANAH LUNAK


5.4.1. Metode Pelaksanaan Terowongan pada Tanah Lunak
Pengertian tanah lunak adalah material yang dapat digali secara manual. Material ini pada
umumnya tidak dapat menahan berat sendiri dalam jangka waktu yang panjang. Dalam
teknologi terowongan, tanah dimasukan dalam kategori soft ground. Tanah yang kokoh dapat
memberikan kondisi yang menguntungkan karena atap terowongan dapat dibiarkan tanpa
disokong untuk beberapa waktu. Sebaliknya kondisi tanah yang lembek tidak mengunntungkan
karena mudah runtuh atau bergerak menutup lubang galian. Tingkat kesulitan dan biaya
pelaksanaan terowongan pada tanah amat ditentukan oleh stand-up time dan posisi muka air
tanah. Di atas muka air tanah, stand-up time ditentukan oleh kuat geser dan kuat tarik material,
sedang dibawah muka air tanah, stand-up time ditentukan oleh nilai permeabilitasnya. Terzahi
membedakan tanah dengan : Firm Ground, Ravelling Ground, Running Ground, Flowing Ground,
Squezzing Ground, Swelling Ground.
Pada kondisi tanah yang buruk, dapat terjadi squeezing atau penciutan lubang galian, raveling
yaitu tanah atau batuan yang rontok secara bertahap, running yaitu keruntuhan massa tanah
atau batuan, dan flowing atau tanah mengalir (karena muka air tanah tingggi dan air cenderung
membawa material tanah mengalir ke lubang galian terowongan). Secara garis besar ada dua
metode yang applicable untuk tanah lunak yaitu metode gali timbun (cut and cover) dan metode
shield tunneling.
Terowongan pada tanah lunak telah dibedakan dari terowongan pada batuan berdasarkan
perbedaan kondisi alami pada tanah serta jarak kedalaman dan besar tegangan di lapangan
yang dapat terjadi saat konstruksi dilakukan. Terowongan pada tanah lunak juga merupakan
pelajaran yang umum dalam teknik sipil, yang meliputi ragam ukuran terowongan dengan
syarat-syarat tertentu untuk setiap sistem pendukung yang diterapkan, yang biasanya dibangun
di bawah daerah perkotaan yang rentan terhadap kerusakan struktur diatasnya. Perencanaan
terowongan pada tanah lunak memiliki filosofi yang berbeda dengan terowongan pada batuan,
dan memerlukan penjelasan yang berbeda untuk kedua pendekatan.
Istilah tanah lunak yang digunakan meliputi lapisan tanah yang ada di dekat permukaan bumi.
Dari tanah non-cohesive seperti pasir kering dan kerikil, sampai tanah cohesive terkonsolidasi
normal dan tanah lempung terkonsolidasi lebih. Juga termasuk lapisan tanah seperti tills (tanah
lempung berbatu) yang bisa saja mengandung pecahan batu yang cukup besar, yang mana
diketahui sebagai kasus khusus dalam konstruksi terowongan dan pendukungnya. Efek yang
ditimbulkan dari air tanah dalam stabilitas terowongan juga merupakan faktor penting dalam
konstruksi terowongan pada tanah lunak, karena dalam menghadapi masalah stabilitas secara
radikal dipengaruhi oleh tekanan air pori, apabila konstruksi terowongan berada di bawah
muka air tanah. Hal ini tak sama seperti konstruksi terowongan pada batuan karena kekuatan
tarik dari batuan biasanya tinggi dalam hubungannya dengan tekanan atmosfer. Istilah tanah
lunak yang digunakan dalam pembuatan terowongan yaitu suatu deposit tanah yang ditemukan
pada atau dekat permukaan tanah dan mecakup tanah tidak berkohesi seperti pasir dan kerikil
sampai tanah kohesif seperti lempung dan lanau.

5.4.1.1. Perubahan Tegangan


Penggalian terowongan mengubah kondisi tegangan terhadap keadaan awal pada tanah dan
batuan yang semula berupa massa yang berada dalam keseimbangan dalam medan gravitasi.
Akibat dari galian yang terjadi pelepasan tegangan (stress release) yang menyebabkan
redistribusi tegangan mula–mula sehingga terjadi regangan dan deformasi baru. Pembuatan
terowongan mengakibatkan perubahan secara kontinu atau bertahap sehingga mencapai
keseimbangan yang lain. Kondisi final beruoa suatu kondisi hidrolik yang baru dan deformasi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 44


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

yang mengakibatkan perubahan tegangan awal. Pada penggalian terowongan umumnya timbul
suatu zona teganga yang berubah. Umumnya akan ada peningkatan dari tegangan vertikal
didepan galian yang bergerak maju pada proses penggalian.
Perubahan keadaan tegangan yang disebabkan oleh penggalian tidak dapat terjadi tanpa adanya
deformasi pada massa tanah atau batuan. Meskipun digunakan lining, deformasi tetap akan
terjadi. Deformasi ini umumnya berubah sebagai fungsi waktu dan merupakan kondisi yang
amat kompleks. Terjadinya deformasi disekitar lubang galian akan dapat mengakibatkan
penurunan dari tanah permukaan. Cara pelaksanaan, urutan pelaksanaan dan bentuk lubang
galian memberikan pengaruh besar kepada tegangan–tegangan pada tanah.

Gambar 5.53. Penggambaran Sifat Umum pada desain terowongan dalam medan tegangan.

5.4.1.2. Stabilitas Terowongan


Stabilitas Terowongan berdasarkan Broms dan Bennemark (1967), Salah satu faktor yang
penting untuk dipertimbangkan dalam penggalian terowongan adalah mempertahan-kan
stabilitas lapisan tanah pada muka shield machine agar tidak runtuh. Memastikan stabilitas
tersebut sangat berkaitan dengan keamanan pekerjaan penggalian terowongan. Broms dan
Bennemark memberikan solusi persamaan untuk menentukan angka stabilitas tunnel face saat
penggalian dilaksanakan pada persamaan berikut :

𝑞𝑠 + (𝐶 + 𝑅)𝛾 − 𝜎𝑇
𝑁=( )
𝐶𝑢
Dengan ;
C = kedalaman titik Crown dari terowongan (m)
R = jari – jari terowongan (m)
𝜎𝑇 = face pressure (kN/m2)
𝛾 = berat jenis tanah total (kN/m3)
𝑐𝑢 = kuat geser tanah dalam kondisi undrained (kN/m2)
𝑞𝑠 = beban permukaan tanah (kN/m2)

Secara empiris, ketidakstabilan terjadi saat N > 6. Keruntuhan terowongan akan terjadi saat
nilai N melebihi 6. Menurut Davis et. al (1980), persamaan Broms dan Bennemark digunakan
pada kasus terowongan dengan bukaan vertikal tanpa adanya support pressure untuk
meningkatkan stabilitas tunnel face. Davis et. al. mengembangkan persamaan Broms dan
Bennemark mengenai stabilitas tunnel face dengan memperhitungkan adanya support pada
jarak P antara face dengan lokasi dimana support pressure diaplikasikan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 45


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

𝑞𝑠 − 𝑠 + (𝐶 + 𝑅)𝛾 − 𝜎𝑇
𝑁=( )
𝐶𝑢
Dengan ;
𝑠 = support pressure (kN/m2)
Davis et. Al juga memberikan nilai N dengan menggunakan pendekatan radial (spherical)
terhadap pola tegangan pada tunnel face pada persamaan :

𝐶
𝑁 = 4 ln ( + 1)
𝑅

5.4.2. Metode NATM


5.4.2.1. Klasifikasi Batuan berdasar NATM
Rabceivicz, Müller dan Pacher telah mengembangkan New Austrian Tunneling Method (NATM)
antara tahun 1957 dan 1965 di Austria. Menurut Bieniawski (1989), klasifikasi massa batuan
NATM merupakan sistem klasifikasi tanah/batuan yang bersifat kualitatif yang harus
mempertimbangkan secara keseluruhan konteks dari NATM.
Menurut NATM, massa batuan diklasifikasikan tanpa penilaian kualitas numerik; kondisi
batuan/tanah dijelaskan secara kualitatif. Standar Austria ONORM B2203 Oktober 1994
berdasarkan saran dari Rabcewicz (1964), telah mengembangkan klasifikasi massa batuan dan
perilaku massa batuan untuk setiap kelompoknya.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 46


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.2. Kategori dan Penilaian dari RMR (Bieniewski, 1989)

A. Klasifikasi Parameter dan Rating


Parameter Batasan Nilai
point-load strenght untuk nilai yang lebih kecil
kekuatan > 10 MPa 4-10 MPa 2-4 MPa 1-2 MPa
index dilakukan uji uniaxial
material
1 uniaxial comp.
batuan padat > 250 MPa 100-250 MPa 50-100 MPa 25-50 Mpa 5-25 MPa 1-5MPa <1MPa
Strength
Rating 15 12 7 4 2 1 0
Nilai ROD 90% - 100% 75% - 90% 50% - 75% 25% - 50% <25%
2
Rating 20 17 13 8 3
Jarak diskontinuitas >2m 0.6 - 2m 200 - 600mm 60 - 200mm <60mm
3
Rating 20 15 10 8 5
permukaan
permukaan yang tergerus
permukaan
sangat kasar permukaan agak (sickensided)
agak kasar
tidak menerus kasar pemisahan atau Gauge, Gauge halus, tebal >5mm
kondisi diskontinuitas pemisahan
4 tidak ada <1mm lapuk tebal <5mm pemisahan menerus
<1mm lapuk
pemisahan kuat atau pemisahan
ringan
batuan segar 1-5 mm
menerus
Rating 30 25 20 10 0
aliran (inflow) tiap
10m panjang tidak ada < 10 10 - 25. 25 - 125 > 125
terowongan
Air Tanah
5 tekanan air kekar,
0 < 0.1 0.1 - 2 0.2 - 0.5 > 0.5
tegangan utama
kondisi umum kering lembab basah menetes mengalir
Rating 15 10 7 4 0
B. Penyesuaian rating untuk orientasi diskontinuitas
Orientasi strike dan dip sangat sesuai sesuai cukup tidak sesuai sangat tidak sesuai
terowongan & tambang 0 -2 -5 -10 -12
Rating pondasi 0 -2 -7 -15 -25
lereng 0 -5 -25 -50 -

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 47


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

C. Kelompok massa batuan dari total rating


Rating 100 < -81 80 < -61 60 < -41 40 < -21 < 21
Nomor Kelompok I II III IV V
Deskripsi sangat bagus bagus cukup jelek sangat jelek
D. Keterangan setiap kelompok batuam
Nama Kelompok I II III IV V
20 th untuk 1 th untuk 1 minggu untuk 10 hari untuk
Rata - rata stand up time 30 menit untuk rentang 1m
rentang 15m rentang 10m rentang 5m rentang 2.5m
kohesi masa batuan Kpa > 400 300 - 400 200 - 300 100 - 200 < 100
sudut geser massa batuan (derajat) > 45 35 - 45 25 - 35 15 - 25 < 15
E. Keterangan setiap kelompok batuan
panjang diskontinuitas < 1m 1 - 3m 3 - 10m 10 - 20 m > 20m
rating 6 4 2 1 0
pemisahan (aperture) tidak ada < 0.1 mm 0.1 - 1.0 mm 1 - 5 mm > 5 mm
rating 6 5 4 1 0
kekasaran sangat kasar kasar agak kasar halus tergerus
rating 6 5 3 1 0
Hard Filing < Hard Filing < soft filing <
pengisian (gauge) tidak ada soft filing > 5mm
5mm 5mm 5mm
rating 6 4 2 2 0
pelapukan tidak lapuk lapuk ringan lapuk sedang lapuk kuat hancur
rating 6 5 3 1 0
F. Pengaruh orientasi arah jurus dan kemiringan diskontinuitas pada terowongan
arah jurus (strike) tegak lurus poros terowongan arah jurus (strike) sejajar poros terowongan
searah dengan dip - Dip
searah dengan dip - Dip 20 – 450 Dip 45 – 900 Dip 20 – 450
45 – 900
sangat sesuai sesuai sangat tidak sesuai sesuai
berlawanan arah dengan berlawanan arah dengan dip - Dip 20 – 450 Dip 0 - 20 - imespective of strike
dip - 45 – 900
sesuai tidak sesuai sesuai

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 48


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.3. Panduan untuk penggalian dan Penyanggaan Terowongan pada Media Batuan berdasarkan Sistem RMR (Bieniawski, 1989)

Kelompok Masa Rock bolts/Baut Batuan (diameter 20 Rangkaian Baja


Penggalian Beton Semprot
Batuan mm, digrout seluruhnya) (Steel Sets)
1 – Sangat Bagus
Seluruh muka, Kemajuan 3 m Tidak diperluksn kecuali pemnuatan setempat (spot bolting)
RMR : 81 – 100
Setempat,baut dipasang pada puncak Jika diperlukan,
II – Bagus Seluruh muka, kemajuan 1 – 15 m penyangga
dengan panjng 3m, jarak 2.5m dengan 50mm pada bagian Tidak diperlukan
RMR : 61 – 80 penuh 20 m dari permukaan
jaring kawat (occasional wire mesh) puncak
Baut dipasang secara sistematis dengan 50-100mm pada
Bagian atas dan bench, kemajuan 1,5-2m pada
III – Cukup panjang 4m, jarak 1.5-2m pada puncak bagian puncak dan
puncak dan dinding dengan jaring kawat pada Tidak diperlukan
RMR : 41 – 40 dan dinding dengan jaring kawat pada 30mm di bagian
bagian puncak
bagian puncak tepi
Bagian atas dan bench, kemajuan 1,0-1.5m Baut dipasang secara sistematis dengan 100-150mm pada Tulangan ringan
IV – Jelek pada bagian atas. Pasang penyangga panjang 4-5m, jarak 1-1.5m pada puncak bagian puncak dan sampai sedang
RMR : 21 – 40 bersamaan dengan penggalian, 10m dari dan dinding dengan jaring kawat pada 100mm di bagian berjarak 1.5m jika
permukaan bagian puncak tepi diperlukan
Tulangan sedang
150-200mm pada sampai berat
Beberapa arah (drift) kemajuan 0.5-1.5m pada Baut dipasang secara sistematis dengan
bagian puncak dan berjarak 0.75m
V – Sangat Jelek bagian atas. Pasang penyangga bersamaan panjang 5-6m, jarak 1-1.5m pada puncak
100mm di bagian dengan steel laging
RMR : <20 dengan penggalian, beton semprot dipasang dan dinding dengan jaring kawat pada
tepi dan 50mm dan forepoling jika
secepatnya setelah peledakan bagian puncak. Bolt invert
pada permukaan diperlukan. Close
invert

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 49


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.54. Hubungan antara Waktu Penyanggaan sendiri Batuan (stand – up time) dan
rentang Atap berdasarkan nilai RMR ( Bineniawski, 1989)

Gambar 5.55. Batas Kelas Massa Batuan untuk penggunaan TBM ( Bieniawski, 1989 modifikasi
dari Lauffer 1988 )

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 50


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.4. Klasifikasi Massa batuan NATM (Geoconsult 1993 and ONORM B 2203,
1994)

Perilaku Massa Batuan


Klasifikasi
Massa ORNORM B ORNORM B Uraian
Batuan 2203 Setelah 2203 sebelum
Okt. 1994 Okt. 1994
Massa batuan bersifat elastis. Deformasi kecil dan
berkurang dengan cepat. Tidak ada kecenderungan
A A1 Stabil A1 Stabil overbreaking setelah penskalaan bagian batuan
yang terganggu akibat peledakan. Massa batuan
secara permanen stabil tanpa dukungan.
Massa batuan bersifat elastis. Deformasi kecil dan
berkurang dengan cepat. Cenderung mengalami
A2 Sedikit A1 Sedikit sedikit overbreaks pada atap terowongan dan di
overbreak overbreak bagian atas dinding samping yang disebabkan oleh
diskontinuitas dan bobot mati massa batuan yang
ada.
Sebagian besar dari massa batuan bersifat elastis.
Deformasi kecil dan berkurang dengan cepat.
Kekuatan massa batuan rendah dan terbatasnya
waktu penyanggaan sendiri batuan (stand-up time)
B1 Rapuh B1 Rapuh terkait dengan pola diskontinuitas yang berlaku
yang menghasilkan overbreaks dan sifat lepas dari
strata batuan di atap terowongan dan dinding
samping atas jika tidak ada dukungan yang
dipasang saat itu.
B2 Sangat Jenis batuan ini ditandai dengan sebaran yang luas
Rapuh zona nonelastis, hingga jauh ke dalam massa batuan
sekitarnya. Pemasangan langsung sistem penyangga
B
terowongan, dapat memperkecil deformasi dan
menghentikannya dengan cepat. Dalam kasus,
tertundanya pemasangan atau kurangnya jumlah
elemen-elemen penyangga, rendahnya kekuatan
B2 Sangat
massa batuan berkekuatan rendah akan
Rapuh
B3 Rolling menyebabkan keruntuhan (loosening) dalam dan
pembebanan (loading) penyangga awal. Waktu
penyanggaan sendiri (stand-up time) dan rentang
tanpa penyanggaan menjadi pendek. Potensi
keruntuhan dalam dan keruntuhan tiba-tiba dari
atap, dinding samping dan muka bidang
terowongan menjadi tinggi.
C1 Batuan
Retak C1 ditandai dengan zona plastik yang menyebar
(bursting) jauh hingga ke massa batuan sekitarnya dan
mekanisme keruntuhan seperti patah (spalling),
buckling, geser dan merekahnya (rupture) struktur
batuan, karena pemampatan (squeezing) atau
kecenderungan retaknya batuan. Massa batuan ini
C1 Mampat
menunjukkan tingkat kekuatan sedang, namun
C2 Mampat
dalam waktu yang berbeda tergantung perilaku
(Squeezing)
pemampatan; deformasi akan menurun dengan
perlahan kecuali dalam kasus batuan yang retak
(rock bursts). Besaran dan kecepatan deformasi
pada batas rongga adalah sedang.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 51


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

C2 ditandai dengan meluasnya zona keruntuhan


C3 sangat C2 sangat dalam dan pergerakan yang cepat dan signifikan
mampat mampat dari massa batuan ke dalam rongga dan deformasi
(heavily (heavily yang turun dengan sangat lambat. Elemen-elemen
squeezing ) squeezing) penyangga akan sering mengalami tekanan yang
berlebih.
L1 Stabil dalam
waktu yang Dengan keterbatasan rentang tanpa penyanggaan
C4 Mengalir singkat dengan pada lengkungan dan muka terowongan, massa
kohesi yang batuan akan tetap stabil untuk waktu yang terbatas.
tinggi
Tidak mempunyai waktu berdiri sendiri tanpa
L2 Stabil dalam
penyangga dengan sebelumnya memasang
waktu yang
C5 forepolling atau forepiling dan beton semprot yang
singkat dengan
Mengembang menutup muka bidang terowongan dan dilakukan
kohesi yang
bersamaan dengan penggalian. Kohesi rendah
rendah
memerlukan sejumlah subdivisi.

5.4.2.2. Klasifikasi Batuan untuk Terowongan Jalan dari JSCE (Japan Society of Civil
Engineers)
Beberapa parameter yang menjadi penilaian dalam klasifikasi dari Jepang ini, diantaranya
adalah tipe batuan, kecepatan gelombang elastis, faktor kompetensi, kondisi inti bor dan nilai
RQD, serta kondisi geologinya. Klasifikasi ini membagi jenis massa batuan menjadi 5 kelompok,
seperti diperlihatkan pada Tabel 5.4. Faktor Kompetensi yang menjadi salah satu parameter
penilaian dalam klasifikasi ini, di definisikan sebagai :

𝑞𝑢
Faktor Kompetensi =
(𝛾.𝐻)
Dimana :
qu = kuat tekan bebas tanah/batuan (MPa)
𝛾 = berat satuan tanah/batuan (MPa)
𝐻 = kedalaman tanah di atas terowongan (m)
Untuk batuan/tanah yang telah dipengaruhi oleh proses patahan dll., dimana kondisi ini dapat
diabaikan, nilai kuat tekan bebas spesimen dapat digunakan sebagai nilai kuat tekan bebas
massa batuan/tanah, tetapi untuk tanah yang dipengaruhi oleh patahan, dll., yang tidak dapat
diabaikan, maka kuat massa batuan semu qu’ (tf/m2) harus digunakan :

2
𝑉𝑝
𝑞′𝑢 = ( ) 𝑥𝑞𝑢
𝑈𝑝

dimana : Vp = kecepatan gelombang elastis massa tanah ( P, km/dtk)


Up = kecepatan gelombang ultrasonik spesimen ( P, km/detik)

Umumnya nilau Up adalah sama atau lebih besar dari Vp tetapi jika Vp lebih besar dari Up,
maka kuat tekan semu massa batuan harus ditentukan dengan Up dibagi dengan Vp.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 52


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.5. Klasifikasi Batuan dari Jepang (JSCE, 2002)

Kriteria Klasifikasi Tanah


Kelas Tipe (1) Kecepatan gelombang
(2) Faktor (3) Inti Bor
Batuan Batuan elastis (V, km/detik) RQD (%)
Kompetensi
1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 Kondisi Inti
a
b Inti umumnya berkondis 90% atau lebih, dalam bantuk
80 atau
A - silinder yang hampir sempurna. Mempunyai panjang
c lebih
20cm atau lebih, termasuk serpihan kecil
d
a Inti umunya berkondis 70% atau lebih, dalam
b bentuk sepihan besar, silinder yang cukup
B - 90 - 60
c pendek: panjang inti berkisar 10 – 20cm tetapi
d1 panjang 5cm pun dapat diperoleh
a
b -
I c
d1 Inti umumnya berkondisi 40% - 70%, menagndung
4 atau lebih serpihan kecil seanjang 5cm atau lebih kecil yang
d2
C diakibatkan retakan yang terdapat pada batuan. Sangat 70 - 20
a
sulit bahkan tidak mungkin untuk memperbaiki bentuk
b contoh
II c
d1
4 atau lebih
d2
a
b Kualitas inti sangat menurun, kadang-kadang 40%
c 4-2 atau lebih kecil. Inti berbentuk serpihan kecil, 20 atau
D I
d1 terkadang mengandung lempung, atau pasir lebih kecil
d2 dengan campuran fragmen batuan
e 2 atau lebih

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 53


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

a
b
c
II 2-1
d1
d2
e
a
b
c 1 atau lebih
E -
d1 kecil
d2
e

Catatan :
1) Tipe Batuan
a. Batuan metamorfosis (phyllite, graphite schist, quartz schist, greenschist, gneiss, serpentin, hornfels, dll). Batuan Plutonic (gabbro, peridotite,
dll)
b. Paleozoic dan strata Mesozoic (slate, batu pasir dan konglomerat, graywacke, batu gamping, quartzite, schalstein, dll)
c. Batuan Vulkanik (quartz trachyte, andesite, basalt, dll). Batuan Dike (gronoporphyry, quartz porphyry, diabasa, dll). Batuan Plutonic (granit,
diorite, dll)
d. Tertier dan strata diluvial rendah (batu lumpur, shale, siliceous, batu pasir, dan konglomerat, tufa breksi, dll) kelpmpok batuan ini dibagi
menjadi d1 dan d2, yang ditentukan oleh nilai kuat tekan bebas
d1 : qu ≥ 20 Mpa
d2 : qu < 20 Mpa
e. Strata atas diluvial (loam dan deposit lempung piroklastik) strata aluvial (rombakan lereng, permukaan tanah, dll)
2) Kondisi inti bor, RQD dan spasi retakan digunakan pada batuan a, b, c dan d 1

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 54


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.6. Kriteria klasifikasi Tanah menurut JSCE

Kriteria Klasifikasi Tanah


(5) Pengamatan Kondisi Setelah Penggalian
(4) Kondisi Geologi (Hasil Survei geologi/kondisi
Pengujian dengan Palu Besarnya
permukaan kerja) Jarak Retakan Kemampuan untuk menyangga sendiri
Geologi Konvergnsi
- Batuan sangat keras dan segar, masif dan menerus Perlu geologi memantul Kondisi sangat baik, tidak ada
dengan hampir tidak ada retakan dan bersifat stabil batuan dengan kehilangan tekanan tanah dalam periode
100 – 50 atau Menit
- Tidak rusak karen air permukaan segar, sukar yang lama
lebih
pecah pada ayunan
keras.
- Batuan segar dan keras, retakan berjumlah sedikit Batuan pecah karena - Permukaan kerja penggalian mampu
- Batuan keras, kecenderungan perusakan akibat pukulan palu geologi menyangga sendiri, batuan jatuh dapat
pelapukan juga terlihat yang cukup keras, tetapi terjadi di beberapa lokasi tetapi
- Lapisan batuan keras dab pecahan tipis terlihat, dan hampir semua pecahan permukaan kerja penggalian secara
Menit
batuan mudah terbelah berukuran besar 70 – 30 keseluruhan adalah stabil
- Tidak terjadi perusakan akibat air sepanjang retakan, - Kehilangan tekanan tanah lokal
sesar, dan bidang menyebabkan dibutuhkan penyangga
perlemahan lainnya - Tinggi zona kehilangan tekanan tanah
biasanya 1.5 – 4m
- Batuan menjadi lunak hasil pelapukan. Sangat mudah pecah - Permukaan kerja penggalian mampu
- Batuan relatif keras, retakan halus terbentuk dan akibat pukulan palu menyangga sendiri
mengandung lapisan tipis lempung geologi. Pecah menjadi - Beton semprot dibutuhkan pada
- Batuan mudah terbagi dalam potongan halus fragmen kecil sepanjang 50 atau lebih puncak terowongan yang tidak
50 atau lebih kecil
- Batuan mengandung sesar sempit di bagian sisi bidang patahan, kecil disangga, segera setelah pe;edakan
- Perusakan dalam skala kecil akibat air sebaliknya sangat sukar berakhir
dipecahkan di luar - Tinggi zona kehilangan tekanan tanah
bidang retakan tersebut biasanya 2 – 4m
- Batuan menjadi lunak hasil pelapukan bahkan Batuan mudah menjadi - Batuan jatuh dapat terjadi pada
menjadi tanah, tetapi masih terdapat bagian yang serpihan akibat pukulan permukaan kerja penggalian dan
keras palu geologi. Batuan penampang galian yang tidak disangga,
- Batuan mengnaudng retakan tang sangat banyak, mudah pecah hanya - jepitan lateral terkadang terjadi 60 atau lebih kecil
dan sangat mudah menjadi serpihan. dengan ditekan dengan - Pra-penyangga dan penyangga pada
- Zona patahan yang mengandung lempung tidak jari permukaan kerja penggalian
meluas, dan mengandung campura tanah kohesif diperlukan
dan fragmen batuan kecil, juga terdapat bagian-
- Batuan jatuh dapat terjadi pada 200 atau lebih
bagian yang keras -

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 55


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

- Material tanah, rombakan lereng, dll permukaan kerja penggalian kecil


- Permukaan kerja penggalian menjadi lunak karena - Jepitan lateral terkadang terjadi akibat
air. penampang galian yang tidak disangga
- Daerah plastik atau tinggi zona
kehilangan tekanan tanah adalah 3-6m
- Sesar, daerah patahan, daerah rombakan lereng Batuan mudah menjadi - Tanah terjepit akan terjadi pada
besar, dll mengandung formasi lempung dengan serpihan hanya dengan permukaan kerja penggalian dan dapat
tanah tidak simetris pukulan geologi yang menjadi runtuh 400 atau lebih
-
- Perlunakan akibat perusakan oleh air lemah ujung palu - Fenomena tanah terjepit akibat kecil
geologi tertancap di tekanan akan terjadi pada bukaan yang
batuan tidak disangga

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 56


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.5. STRUKTUR LINING TEROWONGAN


5.5.1. Beton Cor di Tempat
5.5.1.1. Pendahuluan
Lining (Lapisan) terowongan dengan metode Beton-insitu (cor di tempat) biasa digunakan
pada tanah yang lunak maupun pada terowongan batu. Penggunaan metode cor di tempat
mudah mengikuti bentuk geometris yang ada, tetapi harus didukung oleh suatu konstruksi
pendukung yang cukup kuat, misalnya dengan memakai sistem dinding Secant Pile.

Menurut “Tunnel Lining Desain Guide”, The British Tunnelling Society and The Institution of
Civil Engineers: di masa lalu lapisan in situ terbentuk dari batu atau batu bata. Sekarang terbuat
dari beton cor yang diberi perkuatan atau tidak. Lapisan tersebut dibangun dalam beberapa
bentuk (sementara) dukungan tanah yang telah dipasang untuk menciptakan lingkungan kerja
yang aman.

Gambar 5.56. Contoh Penggunaan Lining In-situ di Cumberland Gab Tunnel, US.

5.5.1.2. Pertimbangan Konstruksi


Beton cor di tempat harus mencapai kekuatan minimum sebelum dilepas perancahnya. Beton
juga harus dirawat/curing. Membiarkan cetakan di tempat bisa mencapai kedua tujuan
tersebut, tetapi bisa menghambat laju konstruksi. Beton harus mencapai beberapa kekuatan
minimum sebelum dilepas cetakannya. Hal ini harus dihitung oleh perancang dengan asumsi
bahwa terowongan didukung oleh dukungan awal dan dengan demikian lapisan akhir pada saat
pengupasan hanya akan membawa berat sendiri. Kekuatan beton dalam bentuk dapat
diverifikasi dengan menguji silinder beton uji yang diawetkan lapangan. Ini akan
memungkinkan cetakan bisa diambil sesegera mungkin. Curing dapat berlanjut setelah
pengupasan dengan menjaga kelembaban beton atau dengan mengaplikasikan campuran
pengawet. Pemakaian bahan aditif untuk kekuatan beton dan perawatan beton sangat
dianjurkan mengingat teknologi tentang aditif beton sudah berkembang pesat saat ini.
Panjang penuangan sepanjang garis tengah terowongan harus dibatasi untuk meminimalkan
penyusutan beton. Bentuk cetakan biasanya direncanakan agar bisa digunakan kembali
sehingga pembatasan panjang tuang tidak menimbulkan kesulitan pada kontraktor. Sambungan
konstruksi bisa dinding petak atau miring. Sambungan yang berbentuk bulat panjang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 57


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

memberikan penampilan seragam, bagaimanapun, tergantung pada seberapa tidak meratanya


permukaan penggalian, konstruksi sekat mungkin sulit dilakukan. Kemiringan konstruksi slope
tidak mempengaruhi kinerja Lining, namun bisa jadi tidak menarik dan harus digosok setelah
cetakan dilepas.
Menempatkan beton dengan bentuk lengkung di atas akan meninggalkan kekosongan pada
mahkota. Kekosongan ini terisi setelah beton diawetkan dengan memompa nat ke dalam
kekosongan. Pipa grout dipasang dalam cetakan sebelum menempatkan beton untuk
memudahkan operasi ini. Jarak pipa grout sepanjang terowongan harus dibatasi sampai 10 kaki
dan pipa harus diimbangi dari mahkota hingga 15 derajat pada kedua sisi.

5.5.2. Beton Pracetak Segmental


Pada pembangunan terowongan, umumnya dibuat struktur perkuatan untuk memastikan
terowongan bisa berfungsi dengan baik selama masa layannya. Bahan dan tipe struktur
perkuatan untuk menahan tanah di sekeliling terowongan akan ditentukan terutama oleh
kondisi tanah atau batuan dimana terowongan dibuat. Struktur dinding beton sudah terbukti
paling banyak digunakan dalam pembangunan terowongan, terutama terkait dengan proses
pembuatan beton dan pembentukan dinding beton yang cukup sederhana.
Sebelum metode pracetak (precast) berkembang, tekonologi pembuatan dinding terowongan
(lining) didominasi dengan metode pengecoran setempat. Cara mengecoran dilakukan dengan
menyemprotkan beton segar (shotcrete) dengan campuran khusus dan tekanan yang diatur
sesuai dengan kebutuhan.
Seiring perkembangan teknologi beton dengan sistem pracetak, maka pembuantan dinding
terowongan (lining) tidak popular lagi menggunakan Teknik shotcrete. Teknologi beton
pracetak memiliki keunggulan berupa jaminan mutu beton yang baik, alat pencetak yang bisa
digunakan berkali-kali, ketepatan dimensi elemen struktur beton yang tinggi, serta biaya
produksi yang lebih rendah. Beton pracetak akan menjadi masa depan teknologi beton untuk
berbagai keperluan struktur, termasuk pada proses pembangunan terowongan untuk
transportasi.
Pada suatu terowongan, dinding terowongan akan berfungsi untuk melindungi fungsi dan
utlitias di dalam terowongan dari adanya keruntuhan atau kerontokan tanah. Dinding
terowongan harus diperhitungkan agar mampu menahan beban-beban tanah di sekeliling
terowongan dan beban-beban yang muncul dari fungsi yang disediakan terowongan.
Penggunaan beton pracetak untuk dinding terowongan (lining) harus dibuat dalam sistem
segmental. Sistem ini akan membagi dinding terowongan menjadi ring–ring, dan
lingkaran ringtersebut akan disusun dari beberapa pias segmen beton. Ketebalan dan jumlah
pias segmen pada satu ring dinding terowongan terutama ditentukan oleh diameter
terowongan. Semakin besar diameter suatu terowongan, umumnya jumlah segmen pias beton
penyusun ringg dinding terowongan akan semakin banyak.
Pias-pias segmen beton harus dibuat dengan mempertimbangkan kemampuan pencapaian
mutu beton yang tinggi, alat transportasi dan alat pemasangan, serta inersie efektif ring beton
terowongan karena tersusun dari beberapa segmen. Secara umum, semakin banyak jumlah
segmen, maka inersia efektif lingkaran ring beton akan semakin rendah. Posisi, jumlah dan
bentuk, serta metode penysunan segmental precast lining dapat dilihat pada Gambar di bawah
ini:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 58


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.57. Penomoran posisi segmen pada satu ring (SOWJ, 2015)

Gambar 5.58. Bentuk dan posisi penyusunan segmen pada satu ring (SOWJ, 2015)

Keuntungan lain dengan teknologi precast segmental adalah setelah pias atau segmen dinding
beton selesai pasang, dinding terowongan bisa langsung digunakan sebagai tumpuan untuk
mendorong mesin EPB Shield untuk bergerak maju. Hal ini berbeda jika pembuatan dinding
terowongan menggunakan teknik shotcrete, yang mana perlu ditunggu setidaknya dua minggu
agar dinding bisa digunakan sebagai pendukung beban. Cara kerja gabungan antara EPB Shild
Machinedengan segmental precast lining dapat dilihat pada Gambar 5. Dengan kombinasi
tersebut, metode panggalian sekaligus dinding terowongan dapat dikerjakan dengan tingkat
efesiensi yang tinggi.

Gambar 5.59. Rangkaian kerja gabungan antara mesin EPB dan segmental precast
lining (SOWJ, 2015)

Pengunaan teknologi EPB Shield Machine yang digabung dengan teknologi segmental precast
concrete diprediksi akan popular di Indonesia, terutama untuk pemenuhan kebutuhan
transportasi perkotoaan. Persoalan penyediaan sarana transportasi di wilayah perkotaan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 59


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

umumnya terkait dengan jumlah besar pengguna yang harus dilayani, keterbatasan lahan yang
tersedia, harga tanah yang semakin mahal, serta persoalan social yang pada gilirannya akan
mengarahkan kepada pembiayaan yang tinggi
Biaya investasi untuk pembuatan sarana transportasi bawah tanah memang perlu dikaji lebih
mendalam, apakah cukup layak secara ekenomi dibandingkan dengan penyediaan sarana
tranpsortasi di atas permukaan tanah atau melayang (elevated). Dalam kajian kelayakan
tersebut harus pula dipertimbangan aspek lingkungan yang timbul dari kegiatan
pembangunannya. Keuntungan penggunaan jalur transportasi bawah tanah antara lain adalah
biaya pembebasan tanah yang rendah, gangguan sosial yang kecil, tidak merusak pemandangan
di permukaan, dan dampak polusinya bisa lebih dikendalikan
Dari sisi teknologi, di Indonesia sudah tersedia sarana pendukung penggunaan teknologi
EPB Shield Machine dan segmental precast lining. Satu-satunya yang harus didatangkan dari luar
negeri adalah mesih EPB Shiled itu saja. Proses pembuatan beton untuk dinding terowongan
sudah dikuasai dengan baik
Dengan penjelasan di atas, dapat diprediksi pembuatan terowongan untuk keperluan
infrastruktur transportasi di Indonesa akan banyak menggunakan teknologi ini. Untuk itu
diperlukan tenaga-tenaga pendukung yang meliputi perencana, pengawas, kontraktor, serta
dari aspek pengambil kebijakan agar kemanfaatan teknologi ini dapat dinikmati secara
maksimal di Indonesia

5.5.3. Struktur Plat Baja


5.5.3.1. Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah dengan lapisan beton terowongan, seperti
pengelupasan kulit, retak dan deformasi karena penuaan, transkripsi terestrial, gempa bumi
atau faktor internal atau eksternal lainnya, telah dilaporkan dari berbagai penjuru negara. Oleh
karena itu, memelihara dan mengelola terowongan secara terus menerus sambil melakukan
perbaikan dan penguatan lapisan beton mereka telah menjadi tugas penting baik untuk saat ini
dan masa depan. Secara khusus, metode perbaikan / penguatan yang diterapkan pada
terowongan kereta api dan jalan raya harus sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat
dilakukan dengan aman tanpa mengganggu lalu lintas karena kereta api dan jalan merupakan
infrastruktur utama untuk transportasi. Makalah ini akan memperkenalkan metode penguatan
terowongan dengan tulangan yang berlaku untuk jalur kereta api dan terowongan jalan. Metode
ini memungkinkan dengan cepat membangun lapisan penguat berdinding tipis dengan
menerapkan potongan pelat baja (selanjutnya disebut "panel") ke lapisan terowongan yang ada.

5.5.3.2. Karakteristik Metode Penguat Terowongan Baru


1) Karakteristik dan posisi metode ini
Dalam metode ini, panel yang terbuat dari pelat baja 8 sampai 20+ mm dalam ketebalan
diterapkan ke permukaan dalam terowongan untuk diperkuat. Bentuknya disesuaikan
dengan memanfaatkan anggota seperti bar ("spacer") untuk mengamankan celah yang
sesuai antara panel dan lining. Kemudian, celah itu penuh dengan grout. Dengan demikian,
metode penguatan ini dapat diterapkan untuk mencegah pengelupasan lapisan beton,
memperbaiki gangguan tanah, dll. Karakteristik yang menonjol dari metode ini disebutkan
di bawah ini.

a) Struktur berdinding tipis: Struktur penguatan yang terdiri dari panel dapat dibuat
sesuai bentuk yang diinginkan sesuai dengan lapisan yang ada. Oleh karena itu, meski

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 60


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

hanya ada ruang sempit antara batas batasan bangunan dan lapisan yang ada, adalah
mungkin untuk membangun lapisan penguat berdinding tipis yang tidak menyebabkan
bagian dalam terowongan berubah secara signifikan

Gambar 5.60. Gambar Basic Strukur

b) Metode Prefab: Karena panel dirakit dengan pemasangan pada anggota baja yang sudah
dipabrikasi di pabrik, akseptasi pembuatan bagian atas dan pekerjaan konstruksi
lapangan dapat dilakukan secara akurat. Selain itu, panci sangat tahan korosi.
c) Kekuatan luluh tinggi: Karena lapisan penguat adalah struktur lengkung bebas yang
dibatasi pada lapisan yang ada oleh grout yang terisi di antara panel baja dan lapisan
yang ada, ia memiliki kekuatan hasil tinggi meskipun ketebalannya terbatas.
d) Ukuran penguatan permanen: Struktur berdiri bebas yang disebutkan di atas dapat
menjadi ukuran penguat permanen bila pencegahan korosi sesuai dengan lingkungan
terowongan diterapkan padanya.
e) Pekerjaan perakitan cepat yang tidak memerlukan operasi pengelasan: Karena
perakitan panel tidak memerlukan operasi pengelasan, hal itu dapat dilakukan dengan
cepat bahkan di tengah malam. Bahkan selama pelaksanaan pekerjaan, lalu lintas
melalui terowongan tidak terhambat sama sekali.
f) Permukaan dalam yang halus: Permukaan bagian dalam yang mulus dari lapisan
penguat memiliki daya tarik estetis dan mudah dicuci saat diwarnai.
2) Jenis dan fitur dari metode ini
Sesuai dengan struktur lapisan dan metode konstruksi, metode ini terbagi menjadi tiga
jenis berikut:
a) Tipe panel besar: Pelat baja tunggal dipasang melingkar secara mekanis.
b) Jenis panel berukuran sedang: Potongan pelat baja berukuran sedang dipasang secara
melingkar dengan tenaga mekanis.
c) Tipe panel kecil: Potongan kecil pelat baja secara manual diikat secara melingkar
 Karakteristik struktur
Jenis panel besar bisa diaplikasikan ke saluran air, dan lain-lain, lapisan yang ada
bebas dari instalasi apapun. Di sini, kita akan menjelaskan jenis panel berukuran
sedang dan tipe panel kecil yang berlaku untuk berbagai terowongan. Karakteristik
yang menonjol dari struktur panel adalah panel yang dilengkapi sambungan cincin

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 61


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

sepanjang sisi panjang dan sambungan samping sepanjang sisi pendek diatur dengan
cara yang terhuyung dan beban panel didukung oleh pelat baja dan sambungan.

Gambar 5.61. Detail Panel dan metode pemasangan

Setiap jenis memungkinkan konstruksi lapisan penguat berdinding tipis. Karena lapisan
menonjol tidak lebih dari sekitar 50 mm untuk menutupi bagian dalam, ia dapat dipasang
bahkan di lokasi yang memiliki batasan batas yang parah dari bangunan di dekatnya.
Seperti segmen perisai, sendi berperan dalam transmisi beban dengan efek splicing mereka.
Gaya eksternal dapat didukung oleh dua atau lebih cincin.

(1) Perakitan support leg dan beam

(2) Instalasi Panel

(3) Grouting

Gambar 5.62. Proses Instalasi dengan Mesin Elector

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 62


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.5.3.3. Karakteristik Struktur dan Metode Desain


1) Karakteristik Struktural
Panel membentuk struktur melengkung. Seperti telah disebutkan, ini adalah struktur
berdiri bebas yang dibatasi oleh lapisan dan lapisan yang ada melalui grout yang terisi di
antara panel dan lapisan yang ada. Oleh karena itu, walaupun struktur melengkung
memiliki ketebalan dinding yang terbatas, ia mampu menahan gaya eksternal yang
diaplikasikan dengan pengelupasan lapisan beton yang ada, gangguan tanah, dan
sebagainya. Dengan tujuan untuk secara kasar menentukan efek penguatan pelat baja yang
diterapkan pada lapisan yang ada. , perhitungan dilakukan dengan struktur dasar di mana
pelat baja tunggal dengan ketebalan seragam diaplikasikan pada lapisan beton. Hasil
perhitungan ditunjukkan pada Gambar di bawah. Untuk mengantisipasi pengelupasan
lapisan beton atau tekanan tanah longgar, enam kasus dianalisis dimana ketebalan pelat
baja (t) divariasikan antara 8 mm, 16 mm dan 24 mm dan terowongan diameter (D)
divariasikan antara 5 m dan 10 m di bawah beban dis -ribut (W), seperti yang ditunjukkan
pada gambar.
Dalam analisis, diasumsikan bahwa setiap panel adalah model balok dan pegas tanah
adalah pegas non-linier non-linier. Sebagai konstanta pegas sisi kompresi (Kv), nilai 50 MN
/ m3-sedikit di sisi kecil-diadopsi untuk tanah berpasir. Pelat baja yang digunakan adalah
SM 490, dan beban di mana ia mencapai tegangan yang diijinkan (σa diasumsikan 185 N /
mm2 sesuai dengan Spesifikasi Asosiasi Jalan Jepang) dihitung. Hasil kalkulasi
menunjukkan bahwa, dengan asumsi berat jenis tanah menjadi 18 kN / m3, struktur dapat
menahan tekanan tanah longgar yang sesuai dengan kelonggaran diameter 0,4 sampai 1,8
kali diameter terowongan (H = 4,81 sampai 8,81 m dan D = 5 m ; H = 3,95 sampai 8,17 m)

2) Konstruksi Joint
Joint adalah konstruksi mekanis yang pas. Selama perakitan panel, panel dijepit bersama
oleh baut yang dipasang miring untuk mencegah penutup panel terbuka secara aksial atau
melingkar. Batang datar disediakan sebagai pemisah bersama antara panel, dan dengan
harapan efek splicing yang dihasilkan dengan memungkinkan panel untuk saling
membatasi pengangkatannya pada arah geser, struktur joint telah dirancang dengan baik.

Gambar 5.63. Model Perhitungan dan Hasil

3) Uji kekuatan Joint


Dengan tujuan untuk menentukan karakteristik bantalan beban panel dan karakteristik
kekuatan gabungan, percobaan pemuatan dilakukan. Adegan pengujian pemuatan
ditunjukkan pada Foto 1. Potongan uji yang digunakan adalah panel kecil (ketebalan pelat 8
mm × 400 mm lebar × 1.000 mm panjang melingkar; 4,200 mm R (permukaan pelat baja

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 63


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

luar). Dari tiga cincin panel, satu bagian (lebar 1.000 mm, panjang melebar 2.000 mm)
dibawa keluar dan beban konsentrat bervariasi diterapkan ke pusatnya.
Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 5. Pada gambar, nilai yang dihitung dan nilai
yang diukur diperoleh dengan menggunakan model balok-pegas dengan sambungan pas
sebagai pegas geser (dijelaskan kemudian; lihat Gambar 6) diperlihatkan. Dalam analisis,
defleksi panel (δ) pada analisis geser di bawah beban (P) dievaluasi untuk menetapkan
konstanta pegas geser (Kr = P / δ).
Dengan memvariasikan konstanta pegas gabungan sampai nilai yang dihitung sesuai
dengan nilai yang terukur, konstanta pegas geser dapat ditentukan.

Gambar 5.64. Experimen Pembebanan

Gambar 5.65. Perbandingan Hasil eksperiment dan analisis FEM

Gambar 5.66. Analisis model Frame-spring

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 64


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

4) Metode perancangan
a) Model struktural
1) Model struktural
Dalam perancangan ini, berdasarkan hasil percobaan di atas, dilakukan analisis dengan
menggunakan model balok-pegas, dengan model panel sebagai model balok melingkar
dan model sendi yang dimodelkan seperti yang dijelaskan di bawah ini.
i. Sambungan cincin
Sambungan cincin dimodelkan sebagai pegas geser radial. Sebagai konstanta
pegas pegas geser, konstanta pegas yang diperoleh pada percobaan di atas
ditetapkan.
ii. Potongan Joint
Potongan Joint dimodelkan sebagai sambungan pin yang mentransmisikan gaya
aksial antara panel melingkar (potongan joint) namun tidak mentransmisikan
momen lentur di antara keduanya.
2) Ground Spring
Dalam penelitian yang dilakukan selama pekerjaan, sebagai pegas tanah yang didukung
titik melalui bagian dari tanah ke spacer di arah radial, hanya pegas nonlinier non-
tegangan yang dipertimbangkan. Dalam studi setelah selesainya lapisan penguat sebagai
struktur permanen, reaksi dari bagian dari grout ke tanah dipertimbangkan. Sebagai
pegas tanah, pegas nonlinier non-tegangan yang diasumsikan sebagai pegas distribusi
melalui porsi dari tanah ke grout di arah radial dipertimbangkan.

b) Perancangan beban
Setelah selesai lapisan penguat, berat panel, tekanan udara selama melewati kereta api
(atau kendaraan bermotor), berat nat, beban pengelupasan dan beban tanah dianggap
sebagai beban desain. Selama bekerja, pertimbangan diberikan pada beban yang terjadi
saat proses grouting berlangsung.

5.5.3.4. Jenis dan Metode Kerja


1) Survei dan Disain
Bentuk penampang dari terowongan yang ada disurvei secara intensif dengan menggunakan
pengukur jarak optik atau beberapa instrumen lain yang sesuai. Ini adalah untuk menentukan
posisi relatif garis batas pengikat dan batasan yang ada pada bangunan yang berdekatan dan
untuk menentukan penampang panel instalasi yang meminimalkan penurunan penampang
terowongan karena penguatan.

2) Relokasi kabel, dll.


Sedapat mungkin, kabel listrik, jalur komunikasi / sinyal, peralatan penerangan, pendukung
logam, dan lain-lain yang dipasang di lapisan terowongan perlu dilepas atau dipindahkan
sementara sebelum dimulainya pekerjaan penguat dari sudut pandang pengamanan
keselamatan. memasang kabel dan memfasilitasi pekerjaan.

3) Memasang kaki dan balok penopang panel


Di bagian bawah panel instalasi, ada balok berlekuk yang panelnya bisa dipasang di arah aksial
terowongan dipasang sebagai panel-supporting member. Saat panel dipasang hanya di bagian
atas bagian terowongan, kaki penopang sampai ujung bawah panel dipasang di ground dan
balok pendukung panel dipasang di kaki penopang tersebut. Saat kaki pendukung dipasang, tas

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 65


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

grout kosong sebelumnya ditempatkan di depannya. Setelah panel dipasang, grout dimasukkan
ke dalam tas tersebut untuk mengisi celah antara lapisan yang ada dan yang baru.

4) Pemasangan panel
Saat panel kecil dipekerjakan, panel dibawa secara manual ke lokasi pemasangan dan dipasang
di perancah sederhana. Panel terus dirakit dalam arah melingkar terowongan menggunakan
alat standar (mis., Kunci pas). Tidak ada perlengkapan khusus yang diperlukan untuk perakitan
panel. Selama perakitan panel, panel untuk sementara dipasang pada lapisan yang ada dengan
jangkar yang dilengkapi untuk mengendalikan celah antara lapisan yang ada dan panel yang
digunakan untuk penentuan posisi panel dan penyesuaian bentuk, dan untuk mencegah
deformasi panel selama pemasangan.

Ketika panel berukuran sedang digunakan, panel diberi label oleh kendaraan konstruksi yang
dilengkapi dengan erektor (karena lebih berat) dan dipasang dengan cara yang sama seperti
yang disebutkan di atas.

5) Grouting
Kesenjangan antara panel dan lapisan yang ada diisi dengan grout baik secara langsung maupun
dengan tas. Dalam kasus terakhir, tas terpasang di bagian belakang setiap panel sebelum dirakit
dan setelah semua panel dipasang, grout disuntikkan ke dalam kantong dari bagian dalam panel
melalui lubang grouting. Bahan grouting berbasis semen biasa yang kekakuan pegasnya sama
atau lebih besar dari pada tanah sekitarnya. Meskipun grouting langsung adalah norma,
memasang dengan tas mungkin dipilih tergantung kondisi di lokasi konstruksi. Kelebihan
penggunaan tas untuk pemasangan adalah sebagai berikut.
a) Air yang bocor dari lapisan dapat dikeringkan melalui celah antara tas.
b) Plat ujung untuk menghentikan aliran grout dapat dihilangkan.
c) Grout tidak mengalir keluar melalui celah-celah, dll di lapisan.
d) Karena air yang bocor tidak bercampur dengan grout, kualitas grout dipertahankan dalam
waktu lama.

6) Pemulihan kabel, dll.


Setelah pekerjaan selesai, dukungan metalik dipasang kembali ke panel dan kabel, peralatan
penerangan, dan lain-lain yang telah direlokasi sementara dipasang kembali di posisi awal
mereka. Contoh metode yang digunakan adalah tipe panel kecil dan panelnya dibentuk dan
diaplikasikan secara manual. Sejak pemasangan kabel di dalam terowongan tidak dapat
dipindahkan ke tanah, alat kelengkapan logam untuk pemasangan kabel digantikan dengan
yang lebih kecil untuk mendapatkan izin yang memadai dari lapisan yang ada untuk
pemasangan panel. Bagian dalam terowongan dan penampang melintang dan lapisan penguat
ditunjukkan pada gambar di bawah.
Menggunakan: Terowongan jalan dengan satu jalur di setiap arah (dibangun pada tahun 1930)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 66


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.67. Instalasi panel dengan mesin elector

Gambar 5.68. Section desain dan instalasi panel

Gambar 5.69. Contoh Terowongan jalan raya


Bagian dalam: Tinggi H = 6,5 m, luasnya B = 9,0 m
Panjang diperkuat: 75 m
5.5.4. Struktur Beton Semprot
Sudah lazim bahwa beton semprot menawarkan metode cepat dan efektif untuk menutup wajah
penggalian. Dalam waktu yang relatif singkat, beton penyemprotan dapat diaplikasikan pada
wajah terbuka untuk mendukung pemuatan tanah jangka pendek pada terowongan selama
konstruksi. Kemajuan teknologi lapisan penyemprotan beton (SCL) - seperti penggunaan proses
campuran basah, akselerator yang lebih baik, penguatan serat, robot penyemprotan jarak jauh,
peralatan survei yang inovatif dan skema kompetensi nozzleman-telah meningkatkan
kecepatan dan keamanan penggalian terowongan dengan menggunakan ini. teknik. Akibatnya,

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 67


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

perancangan desain semakin percaya diri untuk menggunakan lapisan utama SCL sebagai
bagian dari lapisan struktural permanen.
1) Secara historis, beban tanah dan air tekanan jangka panjang telah dianggap dilakukan oleh
lapisan struktural atau sekunder utama, yang dibangun dengan menggunakan beton cor in
situ.
2) Namun, kemajuan yang dijelaskan di atas telah membuat penyemprotan lapisan sekunder
sebagai pilihan yang tepat, yang telah terbukti di Terowongan Hinddale A3 [3].

Gambar 5.70. Tipikal cross section platform terowongan

Lapisan sekunder beton semprot menawarkan penghematan biaya dan waktu yang signifikan
selama proses konstruksi. Kontraktor tidak perlu mendapatkan sistem bekisting yang dipesan
lebih dahulu untuk setiap terowongan ukuran yang berbeda - pabrik SCL yang dibutuhkan
sudah ada di lokasi untuk lapisan utama. Setiap teluk disemprot dengan beton akselerasi
menjadi mandiri sesaat - dibandingkan dengan memindahkan dan mengatur ulang rana,
memompa beton dan menunggunya untuk disembuhkan. Dengan urutan kerja beton disemprot
dan penampang melintang dapat dengan mudah diubah.
Namun, apakah ini dirasakan dalam peningkatan kecepatan dan pengurangan biaya
diterjemahkan menjadi kenyataan.

Konstruksi
Setelah selesainya lapisan utama, sejumlah pekerjaan persiapan diperlukan. Ini termasuk
pemeriksaan survei menyeluruh untuk memastikan ada cukup ruang untuk mengakomodasi
lapisan terowongan selanjutnya; penyegelan kebocoran dengan natrium poliuretan reaktif; dan
menutupi serat baja yang menonjol dengan lapisan pengatur tebal 40 mm.

Waterproofing Membran
Selaput waterproofing diaplikasikan menggunakan pompa rotor kering yang memberi makan
boom manipulator robot atau nozel semprot tangan. Membran umumnya disemprotkan dalam
dua lapisan berturut-turut, dengan ketebalan minimum 3 mm, pertama ke mahkota dan
kemudian pembalik. Di persimpangan, ketebalan ganda diperlukan untuk memperbaiki kinerja
bridging yang diperbaiki di area ini (Gambar 3). Di daerah terowongan yang sangat tertekan
(biasanya di sekitar persimpangan), lapisan sekunder yang disemprotkan terdiri dari tulangan
baja berdiameter hingga 16 mm. Tulangan digantung dari papan serat bertulang serat kaca

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 68


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

(GFRP), yang dibor dan dipasang ke lapisan utama sebelum mengoleskan membran. Memasang
dowels setelah waterproofing disemprotkan terbukti bermasalah, karena selaput selaput dwi
yang sesuai harus dilukis dengan tangan.

Gambar 5.71. Penyemprotan waterproofing membrane telah selesai

Setelah disemprotkan, pengeringan membran biasanya memakan waktu 24-48 jam. Namun, di
daerah terowongan dimana penyegelan kebocoran lapisan primer kurang efektif, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai membran yang sesuai secara signifikan lebih lama.

Cor Invert
Setelah perbaikan membran yang memadai, konstruksi cor invert mulai menggunakan sistem
bekisting kayu dan kayu lapis. Selaputnya ternyata sensitif dan sering rusak sepanjang aktivitas
ini meski ada upaya terbaik dari tim lokasi.
Setelah tes yang mengkonfirmasikan kualitas membran, pembalik terowongan dituang
menggunakan serangkaian garis beton. Panjang masing-masing tuangkan tergantung pada area
waterproofing yang sesuai di tempat dan biasanya berkisar antara 10-50 m. Penyemprotan
Lapisan Sekunder (SFR).
Setelah cor invert telah mencapai kekuatan yang cukup untuk gerakan tanaman, penerapan
lapisan SFR sekunder bisa dimulai. Seperti ditunjukkan Gambar, konstruksi lapisan SFR
mengikuti prosedur dua langkah untuk mengurangi kemungkinan kejatuhan yang
menyebabkan kerusakan pada membran waterproofing. Dimana desainnya mencakup dua lapis
tulangan bar, wajah jauh dan wajah dekat disemprotkan ke dalam dua lapisan terpisah.
Campuran SFR diterapkan menggunakan manipulator robot yang diservis oleh serangkaian
pipa atau gerobak remixer. Lapisan disemprotkan di teluk sepanjang 2 m atau 3 m dengan
kecepatan pompa maksimum 13 m³ per jam (terbatas untuk meningkatkan kualitas dan risiko
kejatuhan). Setelah selesainya masing-masing teluk, perbaikan lapisan dilakukan pada interval
yang ditentukan selama periode 24 jam.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 69


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.72. Diagram memperlihatkan dua tahap prosedur penyemprotan

Gambar 5.73. Secondary lining pada saat curing

Lapisan fireproofing
Sebelum melanjutkan ke kegiatan konstruksi berikutnya, pemeriksaan survei lebih lanjut
dilakukan untuk memastikan toleransi yang memadai tetap ada untuk mengakomodasi lapisan
tahan api 50 mm akhir. Pada tahap ini, toleransi pembangunan yang tersisa menimbulkan
tantangan; daerah yang ketat yang diidentifikasi harus digiling kembali menggunakan
pengemudi jalan. Setelah memastikan ketebalan tahan api minimum yang dibutuhkan dapat
dipenuhi, lapisan tersebut diaplikasikan dengan menggunakan robot penyemprotan otomatis
yang mampu menerapkan ketebalan seragam pada profil terowongan. Lapisan tahan api
disemprotkan pada kecepatan 10,3 m³ per jam di teluk dengan panjang maksimal 2 m.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 70


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.7. Sprayed secondary lining production rates — platform tunnel


Average Weighted Average Man hours per
Activity Gang
[m / day] [m / day] m
Invert 14.7 Nozzleman
Pumpman General
Waterproofing 5.4 17.7
Crown 8.6 operative Engineer
(4)
SFR Nozzleman
10.8
Secondary Backup man Pumpman
Secondary Lining 4.1 Underground plant 34.9
Fireproofing 6.7 operator General
operative Engineer (6)

5.6. TEROWONGAN TERENDAM AIR (IMMERSED TUNNEL)


Immersed Tunnel adalah terowongan yang terdiri atas beton precast yang sangat lebar atau
concrete-filled steel yang dirakit dibawah permukaan air. Elemen dari immersed tunnel dapat
dibuat di kapal barang, di dermaga kering atau di lokasi improvisasi floodable basin. Metode
pelaksanaan dari jenis terowongan ini adalah ditarik ke lokasi yang terdekat (tujuan akhir)
kemudian ditenggelamkan ke dasar laut atau air.

Pelaksanaan konstruksi dari immersed tunnel terdiri dari banyak elemen yang digabungkan
dengan menggunakan joint yang dilengkapi dengan gasket untuk membuat hubungan yang
kedap air dengan elemen yang berdekatan. Terowongan sebaiknya paling sedikit 5 ft (1,5 m)
berada di bawah dasar asli untuk memungkinkan kecukupan backfill namun, dalam beberapa
kasus di mana kondisi hidrolik mengizinkan, terowongan itu bisa ditempatkan lebih tinggi dari
tempat dasar air asli di dalam tanggul pelindung bawah air. Unsur terowongan yang terendam
biasanya melayang ke lokasi dalam kondisi terapung, namun terkadang tambahan tangki apung
eksternal yang melekat pada elemen akan digunakan jika perlu. Ujung dari unsur terowongan
dilengkapi dengan bulkheads (dam plates) di ujungnya untuk menjaga bagian dalam tetap
kering untuk memungkinkan hanya sekitar 6 sampai 8 ft (2 m sampai 2,5 m) antara bulkheads
dari elemen yang berdekatan.

Gambar 5.74. Produksi Immersed Tunnel di pabrik di daratan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 71


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.75. Konstruksi Box Tunnel dan Gambar 5.76. Ilustrasi


Immersed Tunnel penempatan Immersed
Tunnel

5.6.1. Penghilangan Aliran Air dan Sambungan Antar Elemen


Prinsip dasar dalam pengerjaan sambungan antar elemen adalah :
a. Pengecoran blok beton di dok kering
b. Pengangkutan blok beton ke site
c. Persiapan bed dan pengerukan lahan/site
d. Proses perendaman blok beton
e. Menyambung antar elemen blok beton
f. Pemasangan sekaligus pondasi untuk immersed tube tunnel
Secara garis besar ilustrasinya sebagai berikut :

Gambar 5.77. Proses Persiapan blok Gambar 5.78. Penurunan blok beton ke
terowongan bed dengan alat berat

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 72


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.79. Proses Persiapan pemasangan Gambar 5.80. Penyambungan antar elemen
antar elemen blok beton

Gambar 5.81. Penyambungan elemen dan Gambar 5.82. Peletakan elemen beton pada
pengaliran air bed dan proses dredging
(pengeringan)

Gambar 5.83. Peletakan elemen beton dok di cerukan (dredge)

5.7. KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN


Konstruksi perkerasan jalan merupakan bagian struktur dari terowongan jalan raya, dimana
konstruksi tersebut seperti biasa terdiri dari 2 tipe yaitu tipe perkerasan lentur yang memakai
aspal dan tipe perkerasan kaku yang memakai konstruksi beton.

5.7.1. Perkerasan Lentur


Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri atas : tanah dasar, lapis pondasi bawah (LPA kelas
B), lapis pondasi (LPA kelas A atau CTB) dan lapis permukaan (AC Base, AC BC dan AC WC).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 73


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Untuk kondisi terowongan yang bagian invertnya berupa tanah maka masing-masing lapisan
perkerasan jalan tersebut harus ada, sedangkan untuk struktur invert terowongan memakai
plat beton bertulang, maka dapat dipakai langsung atau dengan menambahkan lapis permukaan
saja seperti AC WC.

Gambar 5.84. Struktur Perkerasan lentur pada Permukaan Tanah Asli (at grade)

Tahapan Pelaksanan Perkerasan Lentur terdiri dari :


I. Penyiapan Tanah Dasar
II. Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat (LPA kelas B dan LPA kelas A)
III. Pekerjaan Lapis Pondasi Atas kelas A (LPA kelas A)
IV. Pekerjaan AC Base
V. Pekerjaan AC Binder Course (AC BC)
VI. Pekerjaan AC Wearing Course (AC WC)
5.7.1.1. Penyiapan Tanah Dasar (Sub-grade Preparation)
Timbunan yang terlalu kering untuk pemadatan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan
tersebut, dilanjutkan dengan penyemprotan air secukupnya dan dicampur dengan
menggunakan “ Motor Grader”. Timbunan yang terlalu basah untuk pemadatan, harus
diperbaiki dengan menggaruk bahan tersebut dengan menggunakan “Motor Grader” atau alat
lainnya secara berulang-ulang dengan selang waktu istirahat selama penanganan, dalam cuaca
cerah.
Bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat dicapai dengan menggaru dan membiarkan
bahan gembur tersebut, bahan tersebut harus diganti dengan bahan yang lebih cocok.
Dalam hal pemadatan Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar
harus dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan spesifikasi.
Sedangkan untuk lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar
harus dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan.
5.7.1.2. Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat
Pencampuran bahan untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dikerjakan di lokasi
instalasi pemecah batu atau pencampur yang disetujui, dengan menggunakan pemasok mekanis
(mechanical feeder) yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari
komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak
dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan.
Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3% di
bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum, dimana kadar air optimum
adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) yang
ditentukan. Kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan kering maksimum modifikasi
(modified) .

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 74


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Mesin yang dipakai menggunakan mesin gilas beroda karet digunakan untuk pemadatan akhir,
bila mesin gilas statis beroda baja di anggap mengakibatkan kerusakan/degradasi berlebihan
dari Lapis Pondasi Agregat.
5.7.1.3. Pekerjaan Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)
Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) adalah hamparan bahan aspal emulsi reaksi sedang
(medium setting) atau reksi lambat (slow setting) atau aspal semen Pen. 80/100 atau Pen.
60/70 yang diencerkan dengan minyak tanah (kerosen) dengan proporsi tertentu yang
dihampar diatas permukaan pondasi tanpa bahan pengikat aspal atau semen

5.7.1.4. Pekerjaan Lapis Perekat (Tack Coat)


Lapis Perekat (Tack Coat) adalah hamparan bahan aspal emulsi jenis reaksi cepat (Rapid
Setting) yang diencerkan dengan air dengan perbandingan tertentu atau aspal semen Pen.
60/70 atau Pen. 80/100 yang diencerkan dengan minyak tanah (kerosen) dengan proporsi
tertentu yang dihampar diatas permukaan berbahan pengikat semen atau aspal (misalnya
semen tanah, CTB, perkerasan beton, lapis penetrasi Macadam, Laston, Lataston, dan lain-lain.

5.7.1.5. Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Hot-mix)


a. Pemadatan Awal
Segera setelah campuran aspal dihampar dan diratakan, permukaan tersebut harus
diperiksa dan setiap ketidaksempurnaan yang terjadi harus diperbaiki. Temperatur
campuran aspal yang terhampar dalam keadaan gembur harus dipantau dan penggilasan
harus dimulai dalam rentang viskositas aspal yang disyaratkan dalam spesifikasi.
Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk ukuran roda baja dan harus
selalu dijaga rendah sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran panas tersebut.
Garis, kecepatan dan arah penggilasan tidak boleh diubah secara tiba- tiba atau dengan cara
yang menyebabkan terdorongnya campuran beraspal.
b. Pemadatan Antara
Pemadatan kedua atau utama harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda karet sedekat
mungkin di belakang penggilasan awal. Temperatur campuran aspal yang terhampar
dalam keadaan gembur harus dipantau dan penggilasan harus dimulai dalam rentang
viskositas aspal yang disyaratkan. Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 10 km/jam
untuk roda karet dan harus selalu dijaga rendah sehingga tidak mengakibatkan
bergesernya campuran panas tersebut.
c. Pemadatan Akhir
Temperatur campuran aspal yang terhampar dalam keadaan gembur harus dipantau dan
penggilasan harus dimulai dalam rentang viskositas aspal yang disyaratkan; Pemadatan
akhir atau penyelesaian harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja tanpa
penggetar (vibrasi); Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda
baja dan harus selalu dijaga rendah sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran
panas tersebut.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 75


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Gambar 5.85. Ilustrasi penghamparan Agregat Lapis Pondasi dan Perkerasan Aspal di
Terowongan

5.7.2. Perkerasan Kaku


Perkerasan kaku secara struktural merupakan jenis perkerasan jalan beton semen menerus,
tanpa tulangan, yang menggunakan tulangan dowel guna mengurangi pengaruh susut, muai dan
lenting akibat perubahan temperature dan kelembaban. Kebutuhan akan ketebalan beton
disajikan pada tabel berikut ini.

Gambar 5.86. Struktur Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (at grade)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 76


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tabel 5.8. Tebal Perkerasan kaku untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat

Struktur Pekerasan R1 R2 R3 R4 R5
Kelompok Sumbu Kendaraan
<4.3x106 <8.6x106 <25.8x106 <43x106 <86x106
berat (overloded)11
Dowel dan Bahu Beton Ya
STRUKUTR PERKERASAN (mm)
Tebal Pelat Beton 265 275 285 295 305
Lapis Pondasi LMC 150
Lapis Pondasi Agregat Kelas A12 150

Tahapan Pelaksanaan Perkerasan Kaku :


I. Penyiapan Tanah Dasar (Sub-grade Preparation)
II. Pekerjaan Lapis Drainase Agregat A
III. Pekerjaan Lean Concrete
IV. Pekerjaan Perkerasan Beton

5.7.2.1. Penyiapan Tanah Dasar (Sub-grade Preparation)


Timbunan yang terlalu kering untuk pemadatan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan
tersebut, dilanjutkan dengan penyemprotan air secukupnya dan dicampur dengan
menggunakan “ Motor Grader” atau peralatan lain yang disetujui. Timbunan yang terlalu basah
untuk pemadatan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut dengan menggunakan
“Motor Grader” atau alat lainnya secara berulang-ulang dengan selang waktu istirahat selama
penanganan, dalam cuaca cerah.
Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus dipadatkan
sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan. Lapisan tanah pada kedalaman
0 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus dipadatkan sampai dengan 100 % dari
kepadatan kering maksimum yang ditentukan.
5.7.2.2. Penyiapan Lapisan Drainase Aggregate A
Pencampuran bahan untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dikerjakan di lokasi
instalasi pemecah batu atau pencampur yang disetujui, dengan menggunakan pemasok mekanis
(mechanical feeder) yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari
komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak
dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan.
Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3% di
bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum, dimana kadar air optimum
adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) yang
ditentukan. Kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan kering maksimum modifikasi
(modified) .
Mesin yang dipakai menggunakan mesin gilas beroda karet digunakan untuk pemadatan akhir,
bila mesin gilas statis beroda baja di anggap mengakibatkan kerusakan/degradasi berlebihan
dari Lapis Pondasi Agregat. Pencampuran bahan untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan
harus dikerjakan di lokasi instalasi pemecah batu atau pencampur yang disetujui, dengan
menggunakan pemasok mekanis (mechanical feeder) yang telah dikalibrasi untuk memperoleh

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 77


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

aliran yang menerus dari komponen-komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam
keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan.
Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 3% di
bawah kadar air optimum sampai 1% di atas kadar air optimum, dimana kadar air optimum
adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) yang
ditentukan. Kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan kering maksimum modifikasi
(modified) .
Mesin yang dipakai menggunakan mesin gilas beroda karet digunakan untuk pemadatan akhir,
bila mesin gilas statis beroda baja di anggap mengakibatkan kerusakan/degradasi berlebihan
dari Lapis Pondasi Agregat.

5.7.2.3. Penyiapan Campuran Beton Kurus (Lean Mix Concrete)


Campuran Beton Kurus (Lean-Mix Concrete) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik
pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan abu terbang (Fly Ash)
atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
Prosedur pengecoran dilaksanakan seperti pengecoran beton biasa (normal).
Penghamparannya hanya dilakukan 1 lapis saja, berbeda dengan rigid pavement yang diatasnya
yang harus 2 kali hamparan.
5.7.2.4. Penyiapan Perkerasan Beton
Ketentuan minimum untuk kuat tekan dan kuat lentur pada umur 28 hari
untuk Perkerasan Beton Semen diberikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.9. Kekuatan Beton Minimum untuk Perkerasan Beton Semen

Uraian Syarat Kuat Tekan Syarat Kuat Lentur


Beton Percobaan
K400(1) (fc’ 35) @ 28 hari K47 (fc’ 4) @ 28 hari
Campuran
Perkerasan Beton Semen
K350(1) (fc’ 30) @ 28 hari K45 (fc’ 4) @ 28 hari
(pengendalian produksi)
Metoda Pengujian SNI 03-1974-1990 SNI 03-4431-1997
Ukuran Benda Uji silinder dia. 150 mm balok 500x150x150 mm
Tahapan pelaksanaan Perkerasan Beton nya adalah sebagai berikut :
1. Pemasangan Acuan dan Alat Pengendali Elevasi
Acuan dan alat pengendali elevasi (jenis kawat atau lainnya) dipasang secukupnya di
muka bagian perkerasan yang sedang dilaksanakan agar diperoleh kinerja dan
persetujuan atas semua operasi yang diperlukan pada atau berdekatan dengan garis-
garis acuan.
2. Pengecoran Beton
Beton dicor dengan ketebalan sedemikian rupa sehingga pekerjaan pemindahan
sedapat mungkin dihindari. Beton dituangkan ke dalam alat penghampar dan
dihamparkan secara mekanis sedemikian rupa untuk mencegah segregasi. Dan
penghamparan harus dilakukan secara menerus di antara sambungan melintang tanpa
sekatan sementara.
3. Pengecoran Beton Lapis Pertama

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 78


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

a. Setelah beton dituangkan, beton harus dibentuk agar memenuhi penampang


Bilamana perkerasan beton bertulang dihampar dalam dua lapis, lapis bawah harus
digetar dan dipadatkan sampai panjang dan kedalaman tertentu sehingga anyaman
kawat baja atau hamparan baja tulangan dapat diletakkan di atas beton dengan tepat.
Beton harus dipadatkan secara merata pada tepi dan sepanjang acuan, sepanjang dan
pada kedua sisi setiap sambungan, dengan menggunakan vibrator yang dimasukkan
ke dalam beton.
4. Pemasangan Baja Tulangan
Baja tulangan langsung diletakkan di atas hamparan beton tersebut, sebelum lapisan
atasnya dituangkan, digetar dan dihampar. Sambungan antara anyaman kawat baja,
kawat baja pertama dari anyaman kawat baja harus berada pada anyaman kawat baja
yang lengkap sebelumnya.
5. Pengecoran Beton Lapis Kedua
Beton dituangkan digetar dan hampar setelah baja tulangan dihampar diatas hamparan
beton sebelumnya jarak waktu maksimum 30 menit dari hamparan pertama.
Penghamparan perkerasan beton bertulang dilaksanakan dalam dua lapis, lapis
pertama harus dihamparkan, dibentuk dan dipadatkan sampai level tertentu sehingga
baja tulangan setelah terpasang mempunyai tebal pelindung yang cukup.
6. Pemadatan Penyelesaian
Pemadatan penyelesaian dilakukan dengan salah satu alat pemadat yaitu mesin atau
dengan tangan (balok vibrator).
7. Penghalusan
Setelah dibentuk dan dipadatkan, selanjutnya beton diperhalus, diperbaiki dan
dipadatkan lagi dengan bantuan alat-alat penyetrika.
8. Perawatan Beton
Permukaan Perkerasan Beton Semen yang terekspos segera dirawat dengan
penyemprotan bahan perawat yang disetujui, disemprot segera setelah permukaan
tersebut selesai dikasarkan dengan sikat sesuai dengan kondisi yang ada dalam
persyaratan spesifikasi.

Gambar 5.87. Ilustrasi Penghamparan Perkerasan Beton di Terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 79


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.8. ASPEK KONTRAK PELAKSANAAN KEGIATAN


Konstruksi SEM membutuhkan pengalaman masa lalu dan keterampilan personil yang solid.
Keterampilan ini berkaitan dengan penggunaan peralatan konstruksi dan penanganan bahan
untuk pemasangan dukungan awal termasuk shotcrete, balok kisi, tindakan pra-dukungan, dan
elemen penguat batuan dan yang lebih penting adalah pengamatan dan evaluasi tanah untuk
merespon terowongan. Oleh karena itu penting untuk mengajukan sebuah proses penawaran
yang menangani kebutuhan ini secara formal dengan menangani kualifikasi dan keterampilan
kontraktor dan pembayaran berdasarkan harga satuan yang dijelaskan di bawah ini

5.8.1. Pra-Kualifikasi Kontraktor


Disarankan agar penawaran kontraktor melakukan pra-kualifikasi untuk memastikan pelaksana
terowongan SEM yang terampil. Pra-kualifikasi ini dapat terjadi sejak awal selama
pengembangan desain namun minimal harus dilakukan sebagai langkah terpisah sebelum
meminta tawaran terowongan. Pada proyek SEM kritis seperti terowongan NATT Russian di
Wharf di Boston pada akhir tahun 90an, pemilik proyek meminta kualifikasi dari kontraktor
pada tahap perancangan awal. Pra-kualifikasi ini menghasilkan satu set kontraktor pra-
kualifikasi yang diundang untuk mengomentari desain pada tahap perancangan awal dan
menengah. Proses awal ini memastikan bahwa kontraktor mengetahui pekerjaan yang akan
datang dan dapat merencanakan ke depan dalam mengumpulkan tenaga kerja yang berkualitas.
Dokumen prakualifikasi harus mengidentifikasi lingkup pekerjaan dan meminta pengalaman
serupa yang diperoleh dari proyek masa lalu oleh perusahaan terowongan dan staf tunneling
utama termasuk manajer proyek, perencana terowongan, dan pengawas terowongan pengawas.
Minimal dokumen-dokumen tersebut menguraikan deskripsi kondisi tanah, ukuran terowongan
dan panjang, penggalian dan siklus pendukung, dan metode khusus yang ditujukan untuk
perbaikan tanah.

5.8.2. Harga Satuan atau Lumpsum


Tidak ada dua ketentuan pembayaran konstruksi bawah tanah yang sama. Preseden pemilik,
iklim politik dan anggaran, filosofi pembagian risiko, dan bahkan preferensi pribadi perencana
dapat mempengaruhi bagaimana ketentuan pembayaran disusun. Ketentuan pembayaran
dimaksudkan untuk memberi pemilik sarana untuk mengukur dan membayar kontraktor lebih
banyak daripada yang telah diperolehnya, yang keduanya merupakan tujuan yang adil.
Sub bab ini menjelaskan metode penetapan harga yang paling umum digunakan di Amerika
Serikat, yaitu harga tetap dan penggantian biaya tetap, dan masalah yang sering dihadapi dalam
penggunaannya.
Pertanyaan penawaran biaya dan waktu (A + B) diperiksa untuk diterapkan pada konstruksi
bawah tanah.

5.8.2.1. Filosofi Penetapan Harga


Penetapan harga telah menetapkan proses yang sistematis dan merata untuk
mengkompensasikan kontraktor selama bekerja dan pada saat penyelesaian pekerjaan untuk
kinerja yang memuaskan dan risiko yang ditetapkan / diasumsikan. Konsensus industri adalah
bahwa ketentuan pembayaran harus berfokus pada tujuan agar sesuai, yang berarti bahwa

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 80


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

ketentuan itu sendiri harus adil dan harus dilaksanakan secara adil. Dalam kasus penetapan
harga, persepsi ekuitas sama pentingnya dengan fakta ekuitas.
Untuk mengimbangi kontraktor pada berbagai tahap pekerjaan, pemilik harus menetapkan
metode untuk mengukur jumlah pekerjaan yang diselesaikan dalam interval waktu tertentu dan
menetapkan nilai dolar ke pekerjaan itu. Terlepas dari metode penetapan harga yang
digunakan, sebagian besar masalah yang ada Terjadi berkaitan dengan kemajuan pembayaran,
bukan pembayaran akhir.

5.8.2.2. Harga Kontrak Tetap (Unit Price)


Kontrak harga tetap perusahaan sejauh ini merupakan jenis kontrak yang paling umum di
Amerika Serikat. Dalam kontrak harga tetap, kontraktor menjamin untuk melakukan pekerjaan
dengan harga tetap perusahaan. Harganya mungkin satu jumlah sekaligus atau mungkin "harga
satuan" - yaitu, jumlah beberapa tetap saat proyek berjalan, kemudian mengeluarkan
pembayaran akhir pada akhir proyek.

Ada beberapa metode yang digunakan di industri ini untuk mengukur dan mengevaluasi
pembayaran pekerjaan untuk kemajuan. Yang pertama adalah perputaran biaya negosiasi
setelah tawaran, yang mengharuskan kontraktor menyerahkan rincian elemen kerja sebelum
kontrak diberikan. Rinciannya mencakup unsur-unsur pekerjaan, jumlah yang diantisipasi, dan
harga satuan yang diusulkan. Dari perincian ini, pemilik dan kontraktor menghina jadwal nilai
pembayaran. Aspek positif dari pendekatan ini adalah sebagai berikut: tidak praktis untuk
diimplementasikan dan relatif mudah dipantau. ; Ini memberi peluang kepada wner untuk
meniadakan jadwal velues, sehingga meningkatkan kepercayaan diri pada harga yang adil; Dan
itu membuat menggabungkan perubahan ke dalam pekerjaan cukup mudah. Kerugian potensial
adalah beberapa biaya (misalnya, mobilisasi, biaya tidak langsung dan biaya overhead, eskalasi,
dan pembiayaan) dapat menjadi sulit untuk dihitung. Hal ini dapat membuatnya sulit untuk
meniadakan jadwal pembayaran yang adil.

Pendekatan kedua menggunakan jadwal metode penetapan jalur biaya / sumber daya yang
diperlukan (BPS). Pendekatan ini semakin populer dengan ketersediaan komputer pribadi dan
penjadwalan CPM, merupakan alat yang relatif baru. Metode ini mengharuskan kontraktor
untuk menyerahkan jadwal CPM sumber daya yang dapat diterima dan dapat diterima yang
mengidentifikasi elemen dasar pekerjaan, harga, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapainya sesuai jadwal. Aspek positif dari pendekatan ini adalah jika Pekerjaan relatif stabil
dan dapat diprediksi, metode ini memungkinkan pemantauan kemajuan yang tepat dan prediksi
arus kas yang tepat. Aspek negatifnya adalah bahwa ia memerlukan banyak usaha untuk
menerapkan dan merawat dengan baik, dan menjadi sangat memberatkan ketika kondisi kerja
bervariasi, karena sering kali menghasilkan alat pembayaran daripada alat manajemen jadwal,
memberikan pengungkapan Jadwal kemajuan sekunder untuk menentukan pembayaran.
Pendekatan umum ketiga untuk mengukur dan mengevaluasi pembayaran pekerjaan untuk
kemajuan adalah metode harga satuan. Dalam kasus ini, dokumen penawaran termasuk dan
daftar item proyek yang terperinci, atau "item penawaran", dengan jumlah perkiraan untuk
masing-masing. (Untuk beberapa item penawaran, unit usulan yang ditunjuk dapat dinyatakan
sebagai jumlah sekaligus dengan jumlah tawaran "satu Kontraktor mendirikan perusahaan
mereka. Harga satuan yang diusulkan untuk setiap item penawaran dalam tawaran mereka.
Ketika harga satuan dikalikan dengan jumlah masing-masing dan jumlah tersebut, jumlahnya
adalah total harga penawaran kontraktor. Pendekatan ini relatif mudah diterapkan, digunakan,

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 81


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

dipantau, dan direvisi dalam kondisi kerja yang berubah. Ketika kontrak diberikan dan
pekerjaan dimulai, sebagian besar pengukuran dan proses pembayaran berkala hanya
melibatkan evaluasi kuantitatif item pekerjaan yang diberlakukan oleh kontraktor. Namun,
bahkan dalam kontrak harga satuan, ada item pekerjaan / biaya yang tidak mudah memberikan
evaluasi kuantitatif, seperti mobilisasi, pemeliharaan situs, overhead, pembiayaan, eskalasi,
keuntungan, risiko dan biaya kecelakaan. Cara pemilik dan kontraktor menangani kontrak unit
tidak langsung dan umum dan unit ini secara khusus.
Penjadwalan nilai lump sum pasca-penghargaan dan jadwal harga satuan bit merupakan
metode yang dapat diterima untuk menetapkan nilai pekerjaan yang telah selesai. Kelemahan
yang terkait dengan penggunaan Jadwal BPS yang dimuati biaya sangat penting sehingga
metode ini tidak disarankan.

5.8.2.3. Harga Lump Sum


Kontrak lump sum (atau kontrak jumlah yang ditetapkan) adalah cara tradisional untuk
pengadaan konstruksi, dan merupakan bentuk kontrak konstruksi yang paling umum. Di bawah
kontrak lump sum, satu harga 'lump sum' untuk semua pekerjaan disetujui sebelum pekerjaan
dimulai.
Ini didefinisikan dalam Kode Estimasi Estimasi CIOB sebagai, 'kontrak harga tetap di mana
kontraktor bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kontrak yang lengkap dengan
sejumlah uang yang dinyatakan.'
Ini umumnya sesuai di mana proyek didefinisikan dengan baik saat tender dicari dan
perubahan yang signifikan terhadap persyaratan tidak mungkin terjadi. Ini berarti bahwa
kontraktor dapat secara akurat menentukan harga pekerjaan yang diminta untuk dilakukan.
Kontrak lump sum mungkin kurang tepat bila kecepatannya penting, atau di mana sifat kerjanya
tidak didefinisikan dengan baik. Bentuk kontrak lain yang mungkin lebih sesuai dalam keadaan
seperti itu termasuk kontrak pengukuran (digunakan jika pekerjaan dapat dijelaskan dengan
sangat rinci, namun jumlahnya tidak dapat), kontrak penggantian biaya (digunakan jika sifat
pekerjaan tidak dapat didefinisikan dengan benar di awal, sering digunakan di tempat yang
segera dimulai di lokasi diperlukan), kontrak biaya target dan sebagainya (lihat rute pengadaan
untuk informasi lebih lanjut).
Kontrak jumlah selisih lebih berisiko terhadap kontraktor daripada beberapa bentuk kontrak
lainnya, karena ada sedikit mekanisme untuk memungkinkan mereka mengubah harga mereka,
dan mereka memberi kepastian tentang kemungkinan biaya karya tersebut kepada klien. Proses
tender akan cenderung lebih lambat dari pada bentuk kontrak lainnya dan menyiapkan tender
mungkin lebih mahal bagi kontraktor.
Namun, kontrak lump sum tidak memberikan semua risiko proyek kepada kontraktor, dan ini
bukan harga tetap, atau bahkan harga maksimum yang dijamin. Harga kontrak lump sum bisa
berubah. Mekanisme untuk memvariasikan jumlah kontrak pada kontrak lump sum meliputi:
Variasi: Ini adalah perubahan sifat kerja. Sebagian besar kontrak akan berisi ketentuan bagi
arsitek atau administrator kontrak untuk mengeluarkan instruksi untuk mengubah rancangan,
kuantitas, kualitas, urutan atau kondisi kerja.
Peristiwa yang relevan:
Peristiwa yang relevan dapat disebabkan oleh klien (misalnya kegagalan untuk memasok
barang atau instruksi), atau mungkin merupakan kejadian netral (seperti cuaca yang sangat
buruk) dan dapat mengakibatkan klaim atas kerugian dan biaya oleh kontraktor.
Jumlah sementara:

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 82


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Tunjangan untuk elemen tertentu dari karya yang tidak didefinisikan secara cukup rinci untuk
harga tender untuk harga.
Fluktuasi:
Mekanisme untuk menangani inflasi pada proyek yang mungkin berlangsung selama beberapa
tahun di mana kontraktor melakukan tender berdasarkan harga berlaku dan kemudian kontrak
membuat ketentuan agar kontraktor dapat diganti karena perubahan harga selama masa
proyek berlangsung.
Pembayaran ke sub-kontraktor yang ditunjuk atau pemasok yang ditunjuk.
Biaya wajib:
Pembayaran yang berkaitan dengan pembukaan dan pengujian karya. Semakin baik
didefinisikan karya adalah ketika kontrak disepakati, semakin kecil kemungkinan jumlah
kontrak akan berubah. Penting untuk disadari bahwa kontrak harga yang benar-benar 'tetap'
tidak harus menjadi kepentingan klien karena akan memerlukan risiko harga kontraktor
dimana mereka mungkin tidak memiliki kendali, dan hal itu mungkin tidak akan timbul. Ini juga
akan memberi sedikit ruang bagi klien untuk mengubah persyaratan mereka.

5.8.2.4. Problematika Masalah Pembayaran


Seperti disebutkan, sebagian besar masalah pembayaran terkait kontrak harga tetap
perusahaan berasal dari pekerjaan atau biaya yang tidak mudah dipinjamkan ke evaluasi
kuantitatif. Item dan masalah umum ini akan dibahas selanjutnya.

a) Mobilisasi
Pada awal proyek, kontraktor konstruksi menghabiskan sejumlah besar uang yang tidak cukup
diwakili oleh pekerjaan yang telah selesai. Biaya ini termasuk pembelian peralatan utama,
setoran premi asuransi, mobilisasi personil dan peralatan, pembelian peralatan, setoran premi
asuransi, mobilisasi personil dan peralatan, dan tata letak survei. Pengeluaran ini dapat menjadi
persentase yang lebih besar dari total biaya pada proyek bawah tanah daripada pada proyek di
atas tanah. Jika ketentuan pembayaran tidak dilakukan untuk mobilisasi, biaya tersebut
mungkin tercermin dalam harga penawaran. Pemilik biasanya memiliki kemampuan untuk
meminjam Uang pada tingkat yang lebih baik daripada kontraktor, sehingga sebagian besar
kontrak konstruksi bawah tanah berisi item pembayaran untuk mengganti kontraktor untuk
pengeluaran mobilisasi.

Dalam merumuskan ketentuan pembayaran untuk mobilisasi, tujuannya adalah untuk mencapai
netralitas tunai untuk kontraktor secepat mungkin tanpa memberikan pembebanan berlebihan
atau pemuatan "depan". Beberapa ketentuan mendasarkan pembayaran mobilisasi atas
submittal faktur bayar untuk elemen biaya yang diidentifikasi Sebagai item mobilisasi.
Pendekatan ini sulit dilakukan dan dapat disalahgunakan oleh kontraktor jika staf pemilik tidak
memiliki pemahaman menyeluruh mengenai biaya konstruksi. Untuk proyek-proyek besar yang
memerlukan invensi subtantial pada peralatan khusus baru seperti TBM, satu pilihan yang tepat
adalah dengan menggunakan barang mobilisasi terpisah untuk peralatan utama. Prasarana
pembayaran yang menggunakan pendekatan biaya sebenarnya harus dengan jelas
menyebutkan biaya apa yang harus disertakan dalam pembayaran mobilisasi dan bagaimana
biaya tersebut akan didokumentasikan dan diajukan untuk pembayaran.

Pendekatan yang lebih umum untuk merumuskan ketentuan mobilisasi adalah hanya
memungkinkan kontraktor untuk menetapkan jumlah pembayaran untuk item biaya sampai

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 83


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

batas yang dibatasi. Batas dapat berupa jumlah tetap, sebagaimana ditetapkan pada lembar
penawaran, atau persentase dari jumlah keseluruhan harga kontrak. Untuk pembelian
bangunan bawah tanah invamining dari TBM baru, persentase yang masuk akal mungkin 10%
dari nilai kontrak.

Biaya mobilisasi biasanya dibayar selama interval yang ditentukan (misalnya, selama 6 bulan
pertama). Dokumentasi seperti tata letak situs, submittals gambar toko, faktur, dan bukti
penyampaian peralatan di tempat disediakan untuk memberi tambahan kemajuan. Pada
proyek-proyek di bawah tanah, umum untuk pembayaran yang harus diselesaikan selama 10%
pertama dari jadwal proyek. Seringkali, ketentuan kontrak akan memungkinkan penyimpanan
sebagian dari item mobilisasi untuk menemukan demobilisasi pada akhir proyek. Namun,
praktik ini dapat mengalahkan tujuan menyediakan netralitas tunai, dan ada ketentuan kontrak
lainnya, seperti retensi, yang menjamin agar kegiatan demobilisasi selesai. Banyak ketentuan
pembayaran termasuk pembayaran mobilisasi dalam total pendapatan yang dapat ditarik
kembali. Sekali lagi, praktik ini mengalahkan tujuan memberikan netralitas tunai (yaitu,
menghindari investasi modal kontraktor yang terlalu tinggi, dengan biaya pendanaan terkait
yang tercakup dalam harga penawaran).

b) Penawaran/beban di depan yang tidak seimbang


Dalam kontrak harga satuan, jadwal harga tidak secara eksplisit mencantumkan banyak elemen
biaya insidental yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, termasuk item-item seperti biaya
overhead dan biaya umum, premi obligasi dan asuransi, penetapan lokasi dan biaya mobilisasi
yang melebihi yang diganti oleh Item penawaran mobilisasi, tunjangan risiko, dan keuntungan.
Biaya ini, terkadang disebut "spread" bisa menjadi 40% atau lebih dari total harga proyek.
Kontraktor memutuskan item tawaran mana yang akan digunakan untuk memulihkan biaya ini.
Sebuah tawaran dikatakan seimbang bila penyebarannya didistribusikan secara realistis
berdasarkan bagaimana kinerja pekerjaan. Misalnya, jika item penawaran ditempatkan
seluruhnya oleh subkontraktor dan memerlukan lebih sedikit risiko dan overhead di atas
kontraktor, maka spread yang kurang dapat diterapkan ke item penawaran tersebut, namun
keseimbangannya tetap realistis. Contoh lain dari hal tersebut adalah Biaya pembelian bahan
baku tetap. Konsep penawaran berimbang juga berlaku untuk penawaran sekaligus yang
kemudian dipecah menjadi jadwal nilai untuk tujuan pembayaran.

Ketidakseimbangan tawaran adalah proses di mana seorang kontraktor mendistribusikan


jumlah yang tidak proporsional dari spread ke item penawaran tanpa ada justifikasi yang telah
diberikan. Ketidakseimbangan biasanya dilarang.

Pembebanan di muka adalah bentuk ketidakseimbangan dimana kontraktor menga-lokasikan


jumlah penyebaran yang tidak proporsional terhadap pekerjaan yang akan dilakukan di awal
jadwal konstruksi, sehingga dibayar untuk pekerjaan yang harus dilakukan. Ketika pemilik
meninjau tawaran, mereka harus secara khusus mengetahui pemuatan depan dan menahan
godaan untuk mengabaikannya agar dapat menerima tawaran rendah. Dimasukkannya
ketentuan mobilisasi yang masuk akal dapat menghilangkan kebutuhan kontraktor untuk
mengajukan penawaran di depan dan tetap netral. Meskipun demikian, jika ada dugaan
pembebanan di depan yang jelas, pemilik tidak boleh ragu untuk meninjau kembali dokumen
penawaran escrow dan mendiskusikan masalahnya dengan penawar rendah sebelum

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 84


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

memberikan kontrak. Pemilik kemudian harus memutuskan apakah ketidakseimbangan itu


tidak berbahaya atau jika ia memberi tahu risiko bahwa pemiliknya tidak mau menerima.

Dalam beberapa keadaan, kontraktor mungkin tergoda untuk tidak seimbang dengan
menyebarkan biaya distrubted ke item harga satuan yang diyakini akan mengalami overruns
kuantitas, sehingga overruns anggaran proyek untuk pemilik dan keuntungan nontarifan yang
dirasakan oleh kontraktor. Namun, ketika jumlah lepas landas dari kontraktor menunjukkan
bahwa jumlah barang tawaran dapat disalahkan, ia harus mengurangi jumlah proporsional
biaya terdistribusi yang dialokasikan ke item tersebut untuk menghindari hilangnya biaya riil
yang tidak dapat dipulihkan saat kuantitas tawaran gagal terwujud. Masalah jenis ini dapat
dikurangi sebagian besar oleh penerapan inklusi dan penerapan klausa "variasi dalam jumlah"
dalam kontrak.

c) Variasi Kuantitas
Variasi dalam klausa kuantitas menetapkan renegosiaasi harga satuan item pembayaran jika
jumlah sebenarnya bervariasi secara substansial dari jumlah tawaran yang ditentukan. Sebagian
besar kontrak dengan harga satuan mengandung ketentuan ini, dan variasi prosentase yang
memicu penggunaan ketentuan biasanya 15% sampai 25%. Bila benar dipahami, ketentuan ini
mempengaruhi pemilik dan kontraktor. Ini melindungi kontraktor bila ada biaya dan
keuntungan terdistribusi yang tidak terpulihkan jika jumlah pembayaran sebagai tawaran gagal
terwujud. Ini melindungi pemilik dari biaya overrubs saat jumlah pembayaran aktual melebihi
yang diperkirakan dalam jadwal harga satuan.

Masalah muncul ketika maksud variasi dalam penyediaan kuantitas adalah misunderestood
atau subverted untuk misalnya, kesalahpahaman yang umum adalah bahwa klausul ini
memberikan harga fix untuk item pembayaran sampai persentase pemicu yang ditentukan,
bahkan bila variasinya disebabkan oleh perubahan diarahkan dalam pekerjaan. Ini tidak benar.
Variasi dalam penyediaan kuantitas dimaksudkan untuk hanya membahas variasi-variasi yang
diakibatkan oleh ketidakpastian estimasi yang melekat dalam dokumen penawaran pada saat
penawaran. Mereka tidak memberi pemilik izin untuk mengganti kontrak.
Dengan cara yang meningkatkan biaya untuk melakukan pekerjaan tanpa bayar harga yang
wajar untuk pekerjaan yang telah diubah.
Demikian pula, variasi dalam ketentuan kuantitas telah disalahgunakan oleh pemilik yang
menentukan jumlah gaji yang tidak realistis dan pemicu yang tidak masuk akal dalam situasi di
mana pemiliknya bisa yakin dengan kuantitas sebenarnya. Dalam beberapa kasus, item
pembayaran yang telah dikecualikan dari variasi dalam bentuk kuantitas secara lengkap.
Praktik ini bisa dievaluasi oleh kontraktor dan bahkan mungkin tidak mengetahuinya.

d) Harga untuk kuantitas tidak diketahui atau spekulatif


Salah satu hal yang paling umum yang sedang dalam penyelesaian pembayaran untuk
konstruksi bawah tanah adalah barang barang yang barangnya tidak pasti dan spekulatif.
Contoh utama adalah aktivitas grouting untuk perbaikan tanah dan / atau kontrol udara tanah;
Aktivitas pendukung tanah untuk kondisi tanah yang bervariasi; Pemindahan batu-batuan dan
rintangan lainnya di terowongan tanah lunak; Dan terjerat, perawatan, dan pembuangan udara
tanah. Sangat jarang menemukan proyek konstruksi bawah tanah yang tidak memiliki kondisi
seperti ini. Konsekuensi biaya dan waktu dari kondisi variabel ini diperbesar saat pekerjaan
yang saling berada pada jalur kritik. Apakah proyek itu adalah kontrak lump sum tunggal atau

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 85


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

kontrak harga satuan, masalahnya selalu diperparah ketika pemiliknya mengubah risiko untuk
kondisi ini ke kontraktor, yang pada umumnya menghasilkan klaim besar, perselisihan, dan
penundaan jadwal.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah memberikan kompensasi untuk kuantitas
yang tidak diketahui atau spekulatif melalui klausula perubahan. Namun, beberapa pemilik
menggunakan persyaratan "pembayaran sementara" untuk menghindari negoiting dan
menerapkan perubahan kontrak selama bekerja. Bila diterapkan dengan benar, pendekatan ini
berhasil (lihat "Harga Satuan untuk Item Pekerjaan Sementara").
Dengan tidak adanya ketentuan kontrak yang mengganggu akuntabilitas kontraktor, pemilik
mengasumsikan kepemilikan, kontrol, dan tanggung jawab atas ketidakpastian geoteknik ini.
Tidak harus berarti bahwa pemilik harus mengawasi dan mengarahkan pekerjaan di lapangan,
namun dokumen kontrak memberikan unsur-unsur yang diperlukan sebagai berikut:
- Kuota awal yang dapat diandalkan kontraktor dalam mempersiapkan penawaran.
- Spesifikasi terperinci yang menjelaskan bagaimana pemilik mengharapkan pekerjaan
yang harus dilakukan.
- Ketentuan yang merinci bagaimana kontraktor diberi kompensasi untuk waktu dan
biaya jika jumlah melebihi baseline. Bila pekerjaan berada pada jalur kritis, ketentuan
ini harus menangani biaya langsung dan biaya terkait untuk dampak jadwal yang
dihasilkan.

Kompensasi untuk biaya yang terkait dengan waktu sering ditangani dengan menggunakan
aparatus "waktu dan bahan", yang mengharuskan agar tenaga kerja, peralatan, dan bahan
didokumentasikan secara bersamaan dengan woek. Perselisihan pasti timbul dari biaya tidak
langsung ini, terutama bila pekerjaan berada di jalur kritis. Proyek terakhir telah berhasil
menerapkan ketentuan untuk memasukkan biaya variabel ini sebagai item pembayaran
sementara dalam dokumen penawaran, sehingga mencegah perselisihan biaya tersebut. Selain
menyediakan biaya unit untuk melakukan pekerjaan, beberapa pemilik agencises telah
mencantumkan harga satuan untuk setiap kenaikan keterlambatan. Ini mungkin biaya per jam
atau per hari dan termasuk waktu siaga untuk awak dan peralatan lain yang terkena dampak
juga.
Ketika pemilik mengalihkan tanggung jawab atas risiko dengan cara melebih-lebihkan jumlah
yang diantisipasi, menentukan harga unit tetap sepihak, atau menentukan harga sekaligus
untuk pekerjaan yang terlibat, pemilik harus mengharapkan harga penawaran yang jauh lebih
tinggi dan sengketa risiko yang lebih besar.

e) Pembayaran untuk Stok Material


Biaya bahan bangunan permanen dan sementara biasanya dapat merupakan 40% atau total
biaya proyek. Karena bahan-bahan ini harus dibeli, dikirim, disimpan, dan dibayar sebelum
penggunaannya, ada jeda subtantial antara kapan pemasok material dibayar oleh kontraktor
dan kapan kontraktor memenuhi syarat untuk pembayaran atas pekerjaan yang telah selesai di
tempat. Seperti halnya mobilisasi, sebagian besar pemilik mengakui bahwa meminta kontraktor
untuk menanggung biaya pendanaan akan meningkatkan biaya proyek kepada pemiliknya. Jadi,
pemilik memberikan ketentuan pembayaran untuk persentase, biasanya 50% sampai 90%, dari
nilai faktur bahan saat dikirim ke situs atau halaman atau fasilitas yang ditunjuk.
Dari sudut pandang kontraktor, biaya biaya penanganan, penanganan, asuransi, dan biaya
pembelian (interest on contractor invesment) dapat bersifat subtantial. Perbedaan antara

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 86


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

pembayaran bersih yang diterima dari pemilik aqn nilai penuh dari material yang dibayar oleh
kontraktor dapat menjadi biaya kontrak subtantial yang akan tercermin dalam harga
penawaran.
Dalam menyetujui untuk memberikan pembayaran untuk materi yang tersimpan, pemilik juga
harus mempertimbangkan masalah dan risiko, seperti kepatuhan terhadap spesifikasi, kontrol
kualitas, pengendalian inventaris, verifikasi pembayaran kepada pemasok, dan masalah
pertanggungjawaban.
Kadang-kadang, kondisi pasar untuk bahan bangunan mengalami volatilitas ekstrim selama
perkiraan durasi proyek. Ketika ini terjadi, pemilik dapat memperoleh keuntungan dengan
memberikan ketentuan khusus untuk pembayaran di muka bahan baku (misalnya baja dan
semen) yang mungkin diperlukan untuk produk manufaktur. Digunakan selama bekerja.Namun,
karena pengendalian persediaan pada bahan baku yang disimpan di luar lokasi - sulit
diterapkan, hal ini jarang terjadi.

f) Eskalasi
Dalam beberapa tahun terakhir, pasar atau produk minyak bumi, baja, semen, dan bahan
bangunan lainnya sangat tidak stabil, karena faktor-faktor seperti ketergantungan A.S terhadap
produk impor, bencana alam, dan polikisme dan konflik internasional. Biaya tenaga kerja dan
materi eskalasi, Termasuk kekuatan dan bahan bakar, adalah dua kategori utama eskalasi yang
harus ditangani dalam ketentuan pembayaran kontrak. Masing-masing didorong oleh faktor
yang berbeda dan harus dianggap independen dari yang lain. Untuk menghindari membayar
biaya semacam itu di muka dalam harga penawaran, banyak agen pemilik termasuk ketentuan
kontrak yang menangani risiko kenaikan biaya, terlepas dari apakah kontraktor benar-benar
menghargai biaya tersebut atau tidak. Eskalasi buruh di Amerika Serikat baru-baru ini lebih
stabil dan dapat diprediksi daripada pasar bahan. Stabilitas umum kontrak kerja terorganisir
dan lambannya tingkat pengangguran yang tidak beraturan terhadap kondisi pasar berarti
bahwa eskalasi tenaga kerja biasanya tidak menjadi perhatian proyek kurang dari 2 atau 3
tahun.
Bila digunakan, ketentuan eskalasi material dan tenaga kerja biasanya memberi kontraktor
untuk menerima kompensasi tambahan atas barang yang dibeli setelah kenaikan harga pasar
barang atau jasa yang tetap. Indeks biaya penerbitan yang diakui biasanya ditentukan untuk
mengelola ketentuan eskalasi, dengan indeks dasar ditetapkan pada saat penawaran masuk.
Ketentuan penyesuaian pembayaran juga dilakukan, biasanya sebagai persentase kenaikan
biaya (atau penurunan). Ada beberapa metode untuk melakukannya. Salah satu metode
menggunakan harga aktual yang diumumkan dan jumlah bahan untuk menerapkan indeks
harga.
Untuk biaya tenga kerja yang melibatkan pegawai yang digaji dan pegawai overhead, eskalasi
tenaga kerja dapat dipantau dengan indeks serupa. Ketentuan eskalasi tenaga kerja dapat
diindeks ke dalam kesepakatan serikat pekerja atau tingkat upah federal Davis-Bacon.

g) Insentif
Meskipun beberapa pemilik menganggap klausa insentif sebagai sisi lain dari kerusakan yang
dilikuidasi, ada beberapa perbedaan konseptual. Kerusakan yang tidak diobati bukanlah
penetapan harga atau pembayaran namun terkait dengan jadwal. Klausa insentif biasanya
berhubungan dengan keselamatan, kontrak kerja kontrak, dan kondisi khusus seperti
penutupan lalu lintas terjadwal atau penutupan pabrik.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 87


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Insentif keselamatan mungkin yang paling umum di industri saat ini dan biasanya dimasukkan
ke dalam program di mana pemiliknya menyediakan asuransi pembungkus. Logika di balik
program insentif tersebut adalah jika pemilik dan kontraktor berbagi penghematan premi
akibat operasi konstruksi yang aman, kontraktor sangat sadar akan keselamatan dan akan
melakukan upaya terbaik mereka untuk mengoperasikan insentif keselamatan memiliki catatan
yang dapat membenarkan praktik tersebut.
Keberatan terhadap aspek spesifik dari beberapa program insentif keselamatan meliputi
penggabungan insentif dengan denda untuk kecelakaan besar atau kematian. Kontraktor
percaya bahwa bahkan kontraktor yang paling sadar keselamatan pun bisa mengalami insiden
besar, dan insentif atau hukuman tidak akan berpengaruh pada kejadian itu. Selanjutnya, pihak
yang berkeberatan menyatakan bahwa tidak ada tujuan yang baik dilayani dengan
menambahkan hukuman pada insiden yang mungkin sudah memiliki konsekuensi pribadi dan
organisasi yang signifikan.
Insentif jadwal dapat ditawarkan di mana ada keuntungan moneter atau keuntungan lainnya
bagi pemilik untuk menyelesaikan proyek lebih awal. Contohnya termasuk membawa fasilitas
ke layanan pendapatan lebih awal dan mengurangi biaya sewa dan kemudahan. Bila insentif
jadwal digunakan, durasi kontrak yang ditentukan biasanya aggresive dan kerusakan akibat
likuidasi biasanya sangat parah. Agar efektif, insentif jadwal harus dapat dicapai, praktis, dan
tidak tentu.

h) Retensi
Ketentuan retensi dianggap sebagai bagian penting dari proses manajemen konstruksi. Tujuan
tradisional adalah menyediakan dana yang cukup kepada pemilik untuk menyelesaikan
pekerjaan atau memperbaiki pekerjaan yang rusak jika kontraktor gagal melakukannya dan
untuk memastikan pembayaran tenaga kerja dan material kepada pemasok. Kontraktor
umumnya menerima ketentuan tersebut tanpa keberatan, namun masalah dapat timbul saat
ketentuan tersebut disalahgunakan.
Di industri bawah tanah, penyediaan retensi memungkinkan pemilik mempertahankan
persentase pendapatan tertentu dari setiap pembayaran kemajuan hingga maksimum, atau
plafon. Ketentuan umum mungkin menahan 10% dari pembayaran kemajuan hingga 50% dari
nilai kontrak total, kemudian berhenti menahan lebih lanjut, jika pekerjaan tetap sesuai jadwal.
Dana yang ditahan dilepaskan saat tanggung jawab kontraktor berdasarkan kontrak selesai. Di
beberapa yurisdiksi, substitusi undang-undang sekuritas sebagai pengganti retensi, atau
mengizinkan pemberian obligasi. (Misalnya, lihat State of Washington, RCW 60.28.010 (2);)
Pendekatan ini memberikan konsorsium dengan beberapa pengembalian dana yang diperoleh
dan menghasilkan tawaran yang lebih rendah dan hubungan yang baik selama kinerja kontrak.
Ketentuan retensi dapat disalahgunakan saat pemiliknya, misalnya, menggunakan retensi
sebagai pengaruh saat menegosiasikan klaim kontrak dan perubahan. Ini adalah implikasi
tertentu ketika klaim negoitasi melampaui penyelesaian dan penerimaan pekerjaan, situasi
yang tidak biasa untuk proyek konstruksi bawah tanah.
i) Prasyarat Pemrosesan Pembayaran
Beberapa pemilik menggunakan proccesing of progress payments sebagai leverage untuk
mendapatkan dokumen atau submittals yang diperlukan di bagian lain dari spesifikasi, seperti
update jadwal bulanan dan narasi, daftar submittal yang ada, dan bentuk usaha bisnis yang
tidak disengaja. Dalam beberapa kasus, pembayaran sebesar milyaran dolar mungkin ditahan
sambil menunggu submittal semacam itu. Mengakui bahwa beberapa kontraktor memerlukan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 88


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

insentif untuk menyediakan (atau disinsentif untuk tidak menyediakan) dokumen semacam itu,
beberapa pemilik telah menetapkan ketentuan kerusakan yang dilikuidasi, yang diterapkan jika
bahan tidak disediakan secara tepat waktu - misalnya, penundaan $ 500 per hari pada suatu
Jadwal update sebagai ketentuan likuidasi kerusakan, ini bukan pemotongan tapi jumlah yang
disepakati berdasarkan perkiraan dampak moneter kepada pemiliknya.
5.8.3. Kontrak Biaya-Reimbus
Metode penetapan harga alternatif untuk harga yang ditetapkan perusahaan adalah metode
biaya-penggantian. Hal ini paling sesuai untuk proyek-proyek di mana ruang lingkupnya tidak
pasti, jika ditawarkan sebagai kontrak harga tetap perusahaan, para penawar akan dipaksa
untuk memasukkan kontigensi tambahan dalam harga penawaran, sehingga meningkatkan
biaya pemilik. Meskipun metode penggantian biaya lebih umum digunakan di sektor swasta,
beberapa agen publik (seperti Departemen Pertahanan AS) secara teratur menggunakannya.
Ada tiga metode umum atau penetapan harga kontrak penggantian biaya untuk konstruksi
bawah tanah:
- Biaya ditambah biaya tetap (CPFF)
- Biaya ditambah biaya penghargaan (CPAF), dan
- Biaya ditambah biaya insentif (CPIF).
Lebih sering ditemui dalam konstruksi bawah tanah di Amerika Serikat, CPFF memiliki
ketentuan pembayaran yang relatif sederhana dan mudah:
- Biaya tetap yang dinegosiasikan ditetapkan pada saat dimulainya kontrak. Ini bisa
mencakup sejumlah faktor tapi biasanya mencakup keuntungan dan overhead kantor di
rumah. Biaya tetap tidak berbeda dengan biaya sebenarnya namun dapat disesuaikan
dengan perubahan lingkup kerja.
- Biaya tetap dibayar seperti yang terjadi selama konstruksi, sesuai dengan definisi kontrak
biaya penggantian.
- Pembayaran tambahan biaya tetap dilepaskan sesuai prosedur yang disepakati, tergantung
pada kemajuan pekerjaan.
Dengan pendekatan CPFF, pemilik membayar semua penggantian biaya penggantian namun
mendapatkan keuntungan dari semua penghematan biaya. Tidak ada insentif bagi kontraktor
untuk kinerja superior lainnya sehingga mereka yang melekat pada penyelesaian awal dan
pengumpulan biaya. Karena biaya tetap umumnya mencakup sejumlah biaya yang berkaitan
dengan waktu, penetapan biaya memerlukan jadwal yang rinci.
Berbeda dengan CPFF, CPAF memiliki biaya penghargaan yang dinegosiasikan pada saat
dimulainya kontrak, di samping biaya tetap pokok. Kontraktor dapat memperoleh sebagian atau
seluruh biaya penghargaan berdasarkan evaluasi kinerja berkala oleh pemiliknya. Kriteria
kinerja yang ditetapkan dalam kontrak dapat mencakup evaluasi subyektif dari aspek-aspek
seperti biaya, penjadwalan, keamanan, pengendalian mutu, dan program bisnis perusahaan
minoritas dan wanita. Penilaian terhadap evaluasi kinerja ini menentukan bagian akhir iklan
sementara dari biaya penghargaan yang akan diterima kontraktor.
Ketentuan pembayaran untuk metode CPIF lebih kompleks daripada dua lainnya, dengan
penekanan lebih besar pada evaluasi kinerja kontraktor yang obyektif. Fitur utama dari
ketentuan CPIF adalah sebagai berikut;
- Biaya target yang disepakati;
- Biaya target yang disepakati berdasarkan biaya target;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 89


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

- Formula penyesuaian biaya yang ditetapkan, dengan menggunakan variabel seperti


hubungan biaya aktual dengan biaya target; dan
- Persentase yang ditetapkan untuk pemecahan penghematan biaya bersama dan biaya
selama berjalan.
Setelah menentukan biaya aktual, persentase pembagian digunakan untuk penghematan atau
overruns dan biaya disesuaikan. Biaya meningkat oleh bagian kontraktor dari penghematan
biaya apapun atau dikurangi oleh bagian kontraktor dari setiap overruns biaya. Kontraktor
terkena kerugian seringkali terbatas pada nilai biaya target. Biaya yang terkait dengan
perubahan pada kontrak biasanya dikecualikan dari biaya akhir jika dibandingkan dengan biaya
target.
Bentuk hibrida metode biaya-biaya, menggabungkan berbagai properti CPIF, CPAF dan CPFF,
memang ada. Namun, ketentuan utama dikenali sebagai yang paling sesuai dengan salah satu
definisi yang diberikan.

5.8.4. Penawaran A + B
Konsep penawaran biaya dan waktu (A + B) cukup umum terjadi di industri jalan raya namun
tidak banyak digunakan di industri bawah tanah. Berdasarkan konsep ini, pemilik dasar
menetapkan biaya harian untuk waktu tersebut (mis., $ 10.000 per hari) dan menggunakan
lembar tawaran yang mengharuskan penawar mengisi biaya untuk melakukan pekerjaan (B).
Evaluasi tawaran didasarkan pada jumlah A dan produk tingkat yang ditetapkan (mis., $
10.000) dan durasi bidder (B). Penawar rendah dipilih dengan kombinasi biaya dan waktu,
dengan jumlah kontrak yang ditetapkan oleh nomor A dan durasi kontrak dengan nomor B.
Konsep ini bisa menghasilkan sebuah penghargaan kontrak kepada penawar yang tidak
berbiaya rendah namun memiliki cara untuk melakukan pekerjaan dalam periode waktu yang
lebih singkat dari penawar lainnya. Dengan metode ini, agen pemilik setuju untuk membayar
lebih untuk durasi yang lebih pendek, berdasarkan nilai yang ditetapkan ke B pada lembar
penawaran.
Sebuah proyek mungkin sangat sesuai untuk penawaran A + B jika
- Pembatasan lalu lintas yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan (misalnya,
penutupan jalur dan detak) mengakibatkan biaya yang signifikan bagi masyarakat yang
bepergian yang tidak dikenali dalam evaluasi harga penawaran.
- Pekerjaan konstruksi akan berdampak signifikan pada ekonomi masyarakat setempat,
sehingga membenarkan tambahan biaya percepatan untuk meminimalkan waktu dampak
tersebut.
- Kontraktor memiliki kemampuan untuk menerapkan metode konstruksi inovatif untuk
mempercepat kerja saya cara yang tidak layak atau praktis untuk ditentukan dengan
menggunakan metode preskriptif.
- Ada sedikit kemungkinan penundaan, seperti konflik utilitas, ketidakpastian desain, konflik
dengan benar, atau masalah lain yang berada di luar kendali. Peristiwa semacam itu bisa
menunda penyelesaian dan mengakibatkan pemilik agen membayar premi untuk
penyelesaian lebih awal yang tidak dapat dicapai.
Banyak proyek bawah tanah tidak memenuhi kriteria ini. Sebagian besar proyek terowongan
mencakup situs portal khusus dan akses ke jalan raya yang tidak memerlukan penutupan atau
jalan memutar. Karena banyak pekerjaan terowongan di bawah tanah, dampak publik hanya
ada di portal atau situs poros. Ini biasanya berarti perangkat mitigasi dampak publik yang
signifikan (misalnya, dinding kebisingan) harus digabungkan ke dalam rancangan preskriptif.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 90


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Karena sebagian besar proyek terowongan menambang secara bergantian, peluang untuk
percepatan terbatas. Dan, yang paling penting, kontrol utama dari durasi proyek bawah tanah
biasanya merupakan dasar dan seberapa baik respons terhadap sarana dan metode yang
digunakan untuk menggali. Akibatnya, pada sebagian besar proyek di bawah tanah, metode
penawaran A + B dapat mengakibatkan pemilik membayar manfaat yang dijanjikan yang tidak
mungkin dicapai.
Bagaimanapun, beberapa bagian proyek bawah tanah tertentu mungkin sesuai dengan metode
A + B; Misalnya, proyek yang memerlukan penutupan jalan untuk beberapa waktu tertentu
untuk menenggelamkan poros dan memulihkan TBM. Dalam kasus seperti itu, mungkin akan
bermanfaat untuk memasukkan waktu ke dalam salah satu harga unit yang serupa dengan
konsep A + B. Jika kontraktor selesai lebih lambat dari waktu yang diusulkan, maka akan
mendapatkan jumlah harian sebagai bonus, dan jika selesai lebih dari waktu yang diusulkan,
maka akan membayar ganti rugi yang dilikuidasi dalam jumlah daly tersebut. Untuk
pengetahuan terbaik penulis buku ini.
Menyadari bahwa tujuan kedua pihak yang melakukan kontrak dapat dicapai dengan sebuah
kesepakatan yang mencakup ketentuan pembayaran yang adil, bab ini menetapkan metode
yang tepat untuk membuat pembayaran kemajuan sementara dan membahas berbagai
ketentuan pembayaran yang telah terbukti merepotkan pada proyek-proyek di bawah tanah. Ini
juga secara singkat membahas berbagai metode untuk menentukan biaya kontrak dengan
menggunakan metode penggantian biaya. Terakhir, penggunaan kontrasepsi A + B yang sesuai
di industri bawah tanah dipresentasikan.

5.9. REFERENSI
1) Society for Mining, Metalurgy, and Exploration, 2008, Edited by. William W. Edgerton:
Recomended Contract Practice for Underground Construction;
2) Article: Designing Buildings, The Construction industry knowledge base, September 2017
3) U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration, Technical Manual for
Design and Construction of Road Tunnels — Civil Elements, Publication No. FHWA-NHI-10-
034,December 2009
4) Su dan A. Thomas (2014). Design of Shotcrete Layer in Soft Soil - Crossrail Perspective.
Crossrail Project: Design and construction of infrastructure. ICE Publishing.
5) A. Pickett (2014). Lapisan Beton Penampang Crossrail. Proyek Crossrail: Desain dan
konstruksi infrastruktur. ICE Publishing.
6) P. Arnold (2012). Pergi di bawah Devil's Punch Bowl: kisah terowongan Hindley A3, Inggris.
Proc. ICE - Teknik Sipil 165 (CE4) 162-170.
7) P. Evans, J. Turzynski, R. Oag dan A. Sindle (2011). Pusat bawah tanah super: memperbarui
King's Cross St Pancras. Proc. ICE - Teknik Sipil 164 (2) 73-80.
8) C.G. Bailey dan G.A. Khoury (2011). Kinerja Struktur Beton dalam Kebakaran. Pusat Beton.
9) K. Smith (2015). Waterproofing – the best in the world, Jurnal Tunneling
10) Kiga, K. Nikkei Construction (2004.10.8), 32 (2004)
11) The British Tunnelling Society andThe Institution of Civil Engineers, Tunnel lining design
guide, first publication 2004.
12) William W. Edgerton, Recommended Contract Practices for Underground Construction,
Society for Mining, Metallurgy and Exploration Inc, 2009

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 91


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

Bab V ..................................................................................................................................................... 1
Pelaksanaan Pembangunan Terowongan ............................................................................................. 1
5.1. UMUM ...................................................................................................................................... 1
5.2. SURVEI DAN INVESTIGASI SAAT PEMBANGUNAN ..................................................................... 2
5.2.1. Survei Geoteknik ........................................................................................................... 2
5.2.2. Pengukuran dan Pematokan Saat Pelaksanaan ............................................................. 3
5.2.2.1. Pengukuran diatas Permukaan .................................................................................. 5
5.2.2.2. Pengukuran didalam Terowongan........................................................................... 10
5.3. PENEROWONGAN PADA BATUAN........................................................................................... 16
5.3.1. Umum ......................................................................................................................... 16
5.3.2. Pengeboran Dan Peledakan ........................................................................................ 18
5.3.2.1. Desain Pola Pemboran ............................................................................................ 18
5.3.2.2. Ukuran Lubang ........................................................................................................ 19
5.3.2.3. Tipe Cut ................................................................................................................... 19
5.3.2.4. Stoping .................................................................................................................... 20
5.3.2.5. Underground Chamber ........................................................................................... 25
5.3.3. Tunnel Boring Machine ( TBM ) ................................................................................... 27
5.3.4. TBM untuk Tanah Lunak .............................................................................................. 28
5.3.4.1. Open Shield ............................................................................................................. 28
5.3.4.2. Slurry Shield ............................................................................................................ 28
5.3.4.3. Earth Pressure Balance (EPB) Shield ........................................................................ 29
5.3.5. TBM untuk Hard Rock ................................................................................................. 29
5.3.6. Cutters......................................................................................................................... 29
5.3.6.1. Drag cutters (picks) ................................................................................................. 29
5.3.6.2. Disc cutter ............................................................................................................... 29
5.3.6.3. Roller cutter ............................................................................................................ 30
5.3.7. Konfigurasi Cutting Head ............................................................................................. 30
5.3.8. Desain TBM ................................................................................................................. 31
5.3.8.1. Single Griple TBM .................................................................................................... 33
5.3.8.2. Double Gripper TBM ............................................................................................... 34
5.3.9. Roadheaders ............................................................................................................... 34
5.3.9.1. Cutter Boom ............................................................................................................ 36
5.3.10. Metode Penggalian Lainnya ........................................................................................ 40
5.4. PENEROWONGAN PADA TANAH LUNAK ................................................................................. 44

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 92


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.4.1. Metode Pelaksanaan Terowongan pada Tanah Lunak ................................................ 44


5.4.1.1. Perubahan Tegangan ............................................................................................... 44
5.4.1.2. Stabilitas Terowongan ............................................................................................. 45
5.4.2. Metode NATM............................................................................................................. 46
5.4.2.1. Klasifikasi Batuan berdasar NATM ........................................................................... 46
5.4.2.2. Klasifikasi Batuan untuk Terowongan Jalan dari JSCE (Japan Society of Civil
Engineers) 52
5.5. STRUKTUR LINING TEROWONGAN.......................................................................................... 57
5.5.1. Beton Cor di Tempat ................................................................................................... 57
5.5.1.1. Pendahuluan ........................................................................................................... 57
5.5.1.2. Pertimbangan Konstruksi ........................................................................................ 57
5.5.2. Beton Pracetak Segmental .......................................................................................... 58
5.5.3. Struktur Plat Baja ........................................................................................................ 60
5.5.3.1. Pendahuluan ........................................................................................................... 60
5.5.3.2. Karakteristik Metode Penguat Terowongan Baru ................................................... 60
5.5.3.3. Karakteristik Struktur dan Metode Desain .............................................................. 63
5.5.3.4. Jenis dan Metode Kerja ........................................................................................... 65
5.5.4. Struktur Beton Semprot .............................................................................................. 67
5.6. TEROWONGAN TERENDAM AIR (IMMERSED TUNNEL) ........................................................... 71
5.6.1. Penghilangan Aliran Air dan Sambungan Antar Elemen .............................................. 72
5.7. KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN ........................................................................................... 73
5.7.1. Perkerasan Lentur ....................................................................................................... 73
5.7.1.1. Penyiapan Tanah Dasar (Sub-grade Preparation) .................................................... 74
5.7.1.2. Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat ............................................................................. 74
5.7.1.3. Pekerjaan Lapis Resap Pengikat (Prime Coat) ......................................................... 75
5.7.1.4. Pekerjaan Lapis Perekat (Tack Coat) ........................................................................ 75
5.7.1.5. Pekerjaan Campuran Beraspal Panas (Hot-mix) ...................................................... 75
5.7.2. Perkerasan Kaku .......................................................................................................... 76
5.7.2.1. Penyiapan Tanah Dasar (Sub-grade Preparation) .................................................... 77
5.7.2.2. Penyiapan Lapisan Drainase Aggregate A ................................................................ 77
5.7.2.3. Penyiapan Campuran Beton Kurus (Lean Mix Concrete) ......................................... 78
5.7.2.4. Penyiapan Perkerasan Beton................................................................................... 78
5.8. ASPEK KONTRAK PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................................ 80
5.8.1. Pra-Kualifikasi Kontraktor............................................................................................ 80

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 93


Bab V Pelaksanaan Pembangunan Terowongan

5.8.2. Harga Satuan atau Lumpsum ...................................................................................... 80


5.8.2.1. Filosofi Penetapan Harga......................................................................................... 80
5.8.2.2. Harga Kontrak Tetap (Unit Price) ............................................................................. 81
5.8.2.3. Harga Lump Sum ..................................................................................................... 82
5.8.2.4. Problematika Masalah Pembayaran ........................................................................ 83
5.8.3. Kontrak Biaya-Reimbur ............................................................................................... 89
5.8.4. Penawaran A + B ......................................................................................................... 90
5.9. REFERENSI ............................................................................................................................... 91

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan V - 94


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Bab VI
Pemeliharaan Terowongan

Pemeliharaan terowongan merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan sesudah


terowongan ini selesai dibangun. Kegiatan ini bila dibandingkan dengan tahap kegiatan
lainnya merupakan kegiatan paling ringan tetapi memakan jangka waktu yang paling lama
yaitu selama umur rencana dari terowongan itu sendiri. Biasanya umur terowongan
direncanakan selama 50-100 tahun tergantung lokasi dan kepentingannya.
Pemeliharaan terowongan juga bertingkat-tingkat sesuai kepentingan dan keperluannya,
sebagaimana pemeliharaan pada bangunan lainnya. Pemeliharaan tersebut secara umum
dibagi menjadi pemeliharaan rutin, berkala dan khusus serta rehabilitasi. Selain itu dalam
masa operasional terowongan diperlukan pula kegiatan pemeriksaan terowongan dimana
kegiatan ini hasilnya akan menentukan jenis-jenis pemeliharaan yang harus dilakukan
terhadap terowongan tersebut.
Pada bab 6 ini materi yang disampaikan disini dimulai dari (i) pemeriksaan terowongan
yang terdiri dari inventarisasi dan rutin serta pemeriksaan detail, (ii) instrumen yang
diperlukan untuk memonitor kesehatan struktur (SHM) Terowongan dan (iii) kegiatan
pemeliharaan yang dibutuhkan seperti pemeliharaan rutin, berkala dan khusus serta
rehabilitasi baik untuk struktur terowongan maupun komponen mekanikal dan elektrikal
yang terpasang.

6.1. PEMERIKSAAN TEROWONGAN


Pemeriksaan kondisi terowongan sebagaimana dimamanatkan dalam Permen PUPR No
41/PRT/M/2015 Tentang Penyelenggaraan Keamanan Jembatan Dan Terowongan Jalan,
maka pemeriksaan terowongan jalan harus terdiri dari :
a. Pemeriksaan inventarisasi;
b. Pemeriksaan rutin;
c. Pemeriksaan detail; dan
d. Pemeriksaan khusus;
6.1.1. Pemeriksaan Inventarisasi
Pemeriksaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada permen PUPR di atas dilakukan
pertama kali pada jembatan dan terowongan jalan ketika baru terbangun. Selanjutnya
dilakukan rutin tiap tahun yang meliputi :
a. data administrasi;
b. data geometri;
c. data material;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 1


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

d. kondisi secara umum;


e. kapasitas lalu lintas; dan
f. kapasitas muatan.
6.1.2. Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin dilakukan setiap tahun untuk memastikan kondisi terowongan jalan
dalam keadaan aman dan menentukan diperlukannya tindakan darurat. Selanjutnya ruang
lingkup yang diperiksa adalah sama dengan pemeriksaan inventarisasi
6.1.3. Pemeriksaan Detail
Pemeriksaan detail dilakukan pada masing-masing struktur terowongan dan komponen
yang terpasang naik itu mekanikal maupun elektrikalnya. Struktur terowongan bisa
meliputi portal, struktur lining, perkerasan jalan, dan bangunan lain utk dukungan
operasional terowongan. Sedangkan komponen mekanikal bisa berupa pompa air, pipa air,
pipa hidran dan extinguiser dan komponen elektrikal bisa berupa lampu penerangan, kipas
exhaus, instrumen telepon darurat, instrumen pendeteksi panas dan lain-lain.

6.1.3.1. Pemeriksaan Struktur Lining


Desain Lining akan menghasilkan berbagai bentuk yang melekat pada perilaku selama dan
pasca konstruksi. Misalnya, akan terjadi cacat karena berada di bawah penurunan beban
dan permukaan. Penyebab dan dampaknya ditangani secara rinci dalam hal yang relevan
bagian desain. Pentingnya QC adalah memahami apa yang seharusnya terjadi pada lapisan
sesuai dengan disain dan pemantauan perilaku ini dapat dipastikan bahwa lapisannya
berkinerja seperti yang dirancang
A. Deformasi Lining
Semua Lining akan memiliki tingkat fleksibilitas sehingga terjadi deformasi dari bentuk
awal yang dibangun karena pembebanan yang datang dari bawah. Ini mungkin memerlukan
beberapa waktu tergantung pada sifat dasar dan beban yang dikenakan, baik secara
internal maupun eksternal. Sifat deformasi akan terjadi juga bervariasi tergantung pada
jenis lapisan dan kondisi tanah. Lapisan segmen akan 'squat' di lahan konsolidasi biasa
sementara di tanah yang terlalu konsekuen, lapisan bisa terjepit mengurangi diameter pada
tingkat springing dan meningkatkan diameter vertikal. Tingkat deformasi yang diantisipasi
atau dapat diterima untuk Lining pracetak segmental akan tergantung pada desain struktur
cincin dan mekanisme penghubung antar segmen. Kualitas pengerjaan dan metode
konstruksi juga memengaruhinya sampai tingkat tertentu. Transmisi in situ dan
penyemprotan beton harus berubah bentuk dalam cara yang lebih dapat diprediksi sebagai
konsekuensi langsung dari desain struktural.
Berikut ini adalah sistem untuk memantau dan mencatat deformasi terhadap waktu
diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan desain Dalam banyak
kasus, ini akan menjadi rangkaian sederhana pengukuran diametrik pada jarak reguler dan
waktu yang ditentukan interval sepanjang terowongan yang dibangun. Spasi bisa, misalnya,
secara sembarangan ditetapkan sebagai:
- setiap cincin segera setelah ereksi
- setiap cincin setelah 'keluar' kulit ekor perisai
- setiap cincin kelima setelah pembebanan tanah penuh telah terjadi
- setiap 100 m setelah selesai dan semua pemuatan hidup telah terjadi.
Sebagai alternatif, jarak dapat dirancang untuk menyesuaikan perubahan pada kondisi
tanah dimana tingkat deformasi diperkirakan dapat bervariasi.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 2


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Skala waktu akan tergantung pada tingkat kemajuan, sifat dari tanah untuk sepenuhnya
memuat terowongan, dan aplikasi beban hidup. Pengukuran akan mencakup minimal,
diameter horizontal dan vertikal. Pengukuran tambahan mungkin disertakan dimana
pembebanan asimetris menciptakan deformasi serupa. Rencana Mutu Konstruksi
menentukan apa yang harus dipantau, kapan dan bagaimana itu akan diukur, dan
bagaimana data akan direkam. Ini juga harus mengacu pada ambang batas penerimaan dan
tingkat pemicu di mana tindakan yang spesifik harus dilakukan.
Dalam kasus Lining beton semprot, dimana hasil monitoring dapat digunakan untuk
meyakinkan dan / atau mengubah proses perancangan di masa depan, program
pemantauan mungkin lebih kompleks dan juga mencakup antara lain, regangan dan
pengukuran tegangan. Proses ini lebih kompleks dan tertutup sebagai bagian dari Bab 8
dari Panduan ini. Itu pentingnya program pemantauan yang ditentukan dalam Rencana
Mutu Konstruksi tetap penting.
Dalam semua kasus, pelaporan hasil dengan cara yang spesifik di dalam Rencana Mutu
Konstruksi memungkinkan data mudah dan konsisten dianalisis dan tindakan yang harus
dilakukan terhadap tingkat penyebab yang ditetapkan. Oleh karena itu, sistem harus
memberikan akurasi yang memadai untuk mengenali keluar dari batas yang dapat diterima
namun hasilnya dapat memberikan hasil sehingga tindakan dapat dilakukan dengan tepat
waktu.
Berbagai aplikasi perangkat lunak dapat digunakan untuk komputerisasi analisis data dan
representasi hasil grafis.
B. Penurunan Permukaan
Penurunan permukaan terutama merupakan konsekuensi dari metode konstruksi.
Beberapa, jika ada, penurunan permukaan bisa dikaitkan untuk desain sebenarnya dari
lining, misalnya sebagai akibat deformasi. Terlepas dari perbedaan ini, perbedaan
penurunan permukaan dan struktur bawah permukaan merupakan pertimbangan utama
dalam keseluruhan desain proyek terowongan.
Rencana Mutu Konstruksi (RMK) akan mengandung persyaratan berikut:
- Penurunan diantisipasi maksimum pada titik-titik tertentu, misalnya terowongan,
bangunan sensitif, dll.
- Prosedur untuk pemantauan penurunan aktual
- Metode pencatatan dan pelaporan data terukur
- Tingkat pemicu di mana tindakan spesifik harus dilakukan, misalnya mulai
melakukan grouting.
Prosedur pemantauan yang aktual dapat bervariasi dari yang sederhana pada tingkat
utama secara reguler, hingga pada tingkat yang dirancang dan tingkat spesifik pada lokasi
kritis. Prosesnya bisa manual, atau otomatis ke standar yang sangat canggih, yang mungkin
juga termasuk pencatatan, analisis dan representasi hasil komputerisasi. Perancangan
sistem ini akan tergantung pada penyelesaian yang diantisipasi dan kepekaan struktur
terhadap penyelesaian ini.
Waktu proses pemantauan tergantung pada tingkat kemajuan terowongan dan perilaku
tanah. Prosedur itu harus mencakup hal berikut.
- Tingkat yang tercatat untuk periode waktu sebelum penggalian terowongan
melewati titik pemantauan, misalnya tiga bacaan di interval mingguan untuk
mengidentifikasi pergerakan tanah alami.
- Tingkat yang tercatat pada jarak tertentu di depan muka terowongan di dekat titik
pemantauan. Ini akan mencatat perkembangan penurunan sampai (atau berpotensi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 3


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

naik) di depan terowongan dan memberikan informasi awal tentang bagaimana


penurunan berkembang dibandingkan dengan perilaku yang diantisipasi.
- Tingkat yang tercatat pada interval waktu reguler saat terowongan melewati suatu
titik pemantauan misalnya, untuk persimpangan kereta api ini mungkin interval per
jam sampai tidak ada pergerakan yang dapat dilihat. Di Area yang kurang sensitif ini
mungkin setiap 12 jam sampai 75% dari penurunan yang diantisipasi telah terjadi
dan pada interval 24 jam sampai semua penurunan yang jelas telah dicatat.
Pengakuan harus diberikan pada tingkat penyelesaian dan prediksi yang dimungkinkan
berdasarkan informasi ini, untuk memeriksa apakah teori penurunan maksimum akhirnya
dapat terlampaui. Ini akan memungkinkan tindakan diambil pada tingkat pemicu yang
ditentukan sebelum penyelesaian yang diantisipasi sudah terlampaui.
6.1.3.2. Pemeriksaan Perkerasan Jalan
Pemeriksaan detail dilaksanakan mengacu panduan survey kondisi jalan nomor SMD-
03/RCS, panduan survey jalan per km jalan. Adapun pelaksanaannya menggunakan
formulir survey kondisi jalan per 100 m.
A. Permukaan Perkerasan
Susunan permukaan perkerasan apakah dalam kondisi baik / kasar
a) Baik/rapat :
Permukaan jalan halus dan rata seperti penghamparan baru dari material yang
dicampur ditempat percampuran misalnya Laston atas, Lataston atau Laston.
Batu-batu kecil kelihatan pada permukaan tetapi tersusun rapi/baik didalam
bahan pengikat.
b) Kasar :
Keadaan permukaan jalan kasar dengan batu-batu yang menonjol keluar
dibandingkan dengan bahan-bahan pengikatnya (aspal).
Kondisi / Keadaan permukaan jalan apakah baik atau yang lain
a) Baik/tidak ada kelainan :
Permukaan jalan rata tanpa perubahan bentuk atau penurunan.
b) Aspal yang berlebihan :
Permukaan jalan licin dan berkilat, tidak ada batu yang kelihatan. Waktu hari
panas permukaan dari tipe ini menjadi lunak dan lekat.
c) Lepas-lepas :
Keadaan ini terjadi pada permukaan perkerasan yang banyak bahan pengikat
aspal tidak mengikat agregat batu sehingga banyak batu berlepasan tanpa
pengikat aspal.
d) Hancur :
Permukaan jalan hancur dan hampir semua bahan pengikat aspal hilang. Banyak
sekali batu dari berbagai ukuran yang sudah lepas di atas permukaan jalan dan
kelihatan seperti jalan kerikil dengan sedikit permukaan yang masih mempunyai
aspal.
B. Penurunan
Penurunan permukaan merupakan penurunan setempat pada suatu bidang perkerasan
yang biasanya terjadi dengan bentuk tidak menentu. Termasuk kategori penurunan adalah
penurunan bekas beban roda kendaraan. Yang diperhitungkan adalah prosentase luas
bidang yang mengalami penurunan terhadap luas total permukaan jalan sepanjang 1 km.
C. Tambalan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 4


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Tambalan adalah keadaan dari permukaan perkerasan dimana lubang-lubang, penurunan


dan retak-retak sudah diperbaiki dan diratakan dengan material aspal dan batu atau
agregat lain. Yang diperhitungkan adalah prosentase luas bidang tambalan terhadap luas
total permukaan jalan sepanjang 1 km.
D. Retak-retak
Retak-retak yang merupakan garis-garis dengan bentuk tidak beraturan dan panjang yang
berbeda serta arahnya memanjang atau melintang permukaan perkerasan jalan.
E. Bekas Roda (Penurunan Akibat Beban Roda Kendaraan) / Wheel Ruts
Penurunan yang terjadi pada suatu bidang permukaan jalan yang disebabkan oleh beban
roda kendaraan. Pada ruas jalan dengan volume lalu lintas rendah, dimana kendaraan
dapat melaju ke beberapa arah maka penurunan akibat beban roda kendaraan tersebut
dapat berbentuk tonjolan dan lekukan yang tersebar secara luas pada permukaan jalan
tidak seperti bekas roda.
F. Kerusakan Tepi
Adalah kerusakan yang terjadi pada tepi perkerasan sehingga bentuk tepi perkerasan tidak
rata. Kerusakan ini diamati sampai selebar 25 cm dari tepi perkerasan. Kerusakan tepi
perkerasan biasanya terjadi pada daerah bahu yang lunak yang telah mengalami penurunan
atau erosi, atau disebabkan oleh bekas roda kendaraan di luar tepi perkerasan.
Tepi perkerasan mulai lepas disertai keluarnya agregat dari permukaan jalan serta batu-
batu berlepasan.
6.1.3.3. Pemeriksaan Instrumen Elektrikal
Pekerjaan Instalasi Listrik yang telah selesai dikerjakan dan akan dioperasikan, tidak serta
merta langsung boleh dioperasikan. Sebelum dan pada saat akan dioperasikan harus
diyakini terlebih dahulu bahwa instalasi tersebut benar-benar aman untuk dioperasikan.
Untuk meyakini bahwa instalasi listrik tersebut benar-benar aman dioperasikan,
keberadaannya harus telah memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis yang ditentukan.
Apakah instalasi listrik telah memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis yang ditentukan,
perlu dilakukan pemeriksaan dan pengujian atau disebut Testing dan Komisioning.
Testing dan Komisioning (Commissioning test) adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan
dan pengujian instalasi listrik yang telah selesai dikerjakan dan hendak dioperasikan.
Dengan hasil pemeriksaan dan pengujian yang baik, maka diyakini bahwa instalasi listrik
aman pada saat dioperasikan, yaitu aman bagi manusia dan aman bagi instalasi itu sendiri.
Ada dua jenis pemeriksaan yaitu: pemeriksaan sifat tampak (Visual check) dan pemeriksaan
pemasangan (konstruksi).
 Pemeriksaan Sifat Tampak :
o Pemeriksaan material / barang / alat yang telah terpasang.
o Untuk mengetahui apakah perlengkapan yang dipasang telah sesuai dengan
spesifikasi didalam kontrak.
o Melihat, apakah semua perlengkapan dalam kondisi baik,secara phisik tidak ada
kelalaian, tidak cacat fisik, dan lain-lain.

 Pemeriksaan pemasangan :
o Pemeriksaan rangkaian (Konstruksi) material / barang /alat yang telah terpasang.
o Untuk mengetahui apakah rangkaian material / barang / alat yang dipasang telah
sesuai /tidak sesuai dengan gambar rencana maupun peraturan yang berlaku (PUIL,
SPLN dan lain-lain).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 5


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

A. Pengujian / Pemeriksaan Komponen Elektrikal


Pengujian merupakan bagian dari testing dan komisioning, dimana dilakukan dengan
menggunakan alat ukur. Beberapa jenis pengujian antara lain :
 Pengujian pencahayaan (Lampu terowongan)
o Tes nyala lampu terowongan selama 24 jam (Tes fungsi lampu)
o Pengukuran kuat pencahayaan rata-rata lampu terowongan

Tabel 6.1. Kuat Pencahayaan Rata-Rata Zona Dalam


Kuat Pencahayaan Rata-Rata Zona Dalam (Cd/m2)
Kepadatan Lalu lintas
Kecepatan Rendah Medium TInggi
(Km/jam) <2.400 >2.400 & <24.000 >24.000
100 6 8 10
80 4 6 8
60 3 4 6

o Alat ukur yang yang digunakan adalah candela mater, sebagaimana disajikan pada
gambar 6.1.
 Pengukuran tahanan pentanahan (Grounding tes) panel listrik
o Fungsi : Mengukur Tahanan Pentanahan
o Parameter pengukuran : ≤ 5Ω
o Peralatan pengukuran : Earth Tester

Green : dihubungkan ke grounding Panel Listrik


Red : Kelengkapan Earth Tester
Yellow : Kelengkapan Earth Tester

Gambar 6.1. Gambar Candela Meter Gambar 6.2. Gambar ilustrasi Earth
Tester

 Pengukuran tahanan insulasi kabel (Meger tes) dapat dilihat pada gambar 6.3
o Fungsi : Mengukur Tahanan Insulasi Kabel
o Parameter pengukuran : ≥ 15 MΩ
o Peralatan pengukuran : Meger
 Pemeriksaan Arus Listrik dan Tegangan dengan Multi Tester dapat dilihat pada gambar
6.4
o Fungsi : Mengukur Tegangan & Arus Listrik Suatu Rangkaian
o Parameter pengukuran :
 Tegangan : ( 0 – 500 ) Volt

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 6


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

 Arus Listrik : Sesuai dengan beban ( Ampere )


o Peralatan pengukuran : Multi Tester
 Tes Beban Genset
Tes Beban Genset dilakukan dengan Load Bank Tes (Dumi Load), berfungsi untuk
mengetahui kemampuan kinerja genset, dapat dilihat pada gambar 6.5 dengan tahapan
sebagai berikut :
1. 0% selama 15 menit.
2. 25% selama 1 jam.
3. 50% selama 1 jam.
4. 75% selama 2 jam.
5. 100% selama 1 jam.
6. 110% selama 1 jam.
7. 100% selama 3 jam.
8. Setelah lulus uji dengan load bank, dilakukan uji beban nyata selama (2x24 jam)

Gambar 6.3. Gambar Gambar 6.4. Gambar Gambar 6.5. Gambar


Peralatan Alat Ukur Meger Test Peralatan Alat Ukur Multi peralatan load bank
Tester tes
6.1.3.4. Pemeriksaan Instrumen Pompa
Instalasi Pompa yang telah selesai dikerjakan dan akan dioperasikan, tidak serta merta
langsung boleh dioperasikan. Sebelum dan pada saat akan dioperasikan harus diyakini
terlebih dahulu bahwa instalasi tersebut benar-benar aman untuk dioperasikan. Untuk
meyakini bahwa instalasi pompa tersebut benar-benar aman dioperasikan harus telah
memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis yang ditentukan. Untuk memenuhi ketentuan
dan persyaratan teknis yang ditentukan, perlu dilakukan pemeriksaan dan pengujian atau
disebut Testing dan Komisioning.
Testing dan Komisioning (Commissioning test) adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan
dan pengujian instalasi pompa yang telah selesai dikerjakan dan hendak dioperasikan.
Dengan hasil pemeriksaan dan pengujian yang baik, maka diyakini bahwa instalasi pompa
aman pada saat dioperasikan, yaitu aman bagi manusia dan instalasi pompa itu sendiri.
Pemeriksaan merupakan bagian dari testing dan komisioning, dengan cara melihat
langsung terhadap material / peralatan maupun konstruksi instalasi listrik yang telah
terpasang, secara kasat mata dan tanpa melalui alat / peralatan bantu. Ada dua jenis
pemeriksaan yaitu: pemeriksaan sifat tampak (Visual check) dan pemeriksaan pemasangan
(konstruksi).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 7


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

 Pemeriksaan Sifat Tampak :


o Pemeriksaan material / barang / alat yang telah terpasang.
o Untuk mengetahui apakah perlengkapan yang dipasang telah sesuai dengan
spesifikasi didalam kontrak.
o Melihat, apakah semua perlengkapan dalam kondisi baik,secara phisik tidak ada
kelalaian, tidak cacat fisik, dan lain-lain.
 Pemeriksaan pemasangan :
o Pemeriksaan rangkaian (Konstruksi) material / alat yang telah terpasang.
o Untuk mengetahui apakah rangkaian material / alat yang dipasang telah sesuai /
tidak sesuai dengan gambar rencana maupun peraturan yang berlaku.
 Pengujian / Pemeriksaan instrumen pompa
Pengujian / Pemeriksaan instrument pompa merupakan bagian dari testing dan
komisioning, dimana dilakukan dengan menggunakan alat ukur. Beberapa jenis
pengujian antara lain :
a. Tes kebocoran pipa
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam pengujian tes kebocoran pipa,
dilihat pada gambar 6.6 :
 Semua katub (valve) dan sambungan (joint) sudah terpasang dengan baik
 Katub (valve) sumbat harus dalam keadaan tertutup.
 Sebaiknya pengujian dilakukan perbagian pipa (tidak seluruh panjang pipa)
 Pipa yang akan diuji harus dibilas dengan air bersih, dan kemudian diisi air
perlahan-lahan agar tidak meninggalkan udara.
 Akan lebih mudah sebelum dilakuakan pengetesan, pipa tidak diurug terlebih
dahulu (agar lebih mudah mencari sumber kebocorannya)
 Kemudian alat tes kebocoran dihubungkan dengan pipa yang akan dites.
Kelengkapan alat tes kebocoran dilengkapi dengan :
o Pressure indicator dengan kapasitas 10 Kg/cm2
o Pompa tangan untuk memberikan tekanan pada pipa sampai dengan 1,5 kali
tekanan kerja pipa (± 8 Kg/cm2) dan ditahan sampai dengan 2 jam

Gambar 6.6. Gambar alat tes kebocoran Gambar 6.7. Gambar Peralatan sensor
pipa water level

b. Tes fungsi automatic pompa


 Kontrol Level Air (Water Level Control)

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 8


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Tes automatic pompa bertujuan untuk memastikan bahwa sensor water level
dapat bekerja dengan baik untuk menjaga keberadaan air pada level tertentu
dengan mengatur ON/OFF pompa air secara automatic, disajikan pada gambar
6.7 :
 Controller di pasang didalam panel pompa
 Sensor water level dipasang di ground tank / bak air (sumpit)
 Sensor water level akan memberikan input ke controller menggunakan
kabel, sehingga pompa akan On atau Off secara automatic.

 Kontrol Tekanan (Pressure Control)


Tes automatic pompa hydran dengan sensor tekanan (Pressure) bertujuan
memastikan bahwa sensor Tekanan (Pressure) pada pipa hydran dapat bekerja
dengan baik untuk menjaga tekanan air pipa hydran pada tekanan tertentu
dengan mengatur ON/OFF pompa air hydran :
 Controller di pasang didalam Panel Kontrol Pompa Hydran
 Sensor Tekanan (Pressure) dipasang pada jalur pipa hydran
 Sensor Tekanan akan memberikan input ke controller menggunakan kabel,
sehingga pompa hydran On atau Off dengan automatic
 Gambar Sensor Tekanan (Pressure) yang dilengkapi Pressure Indikator

Gambar 6.8. Gambar Peralatan Kontrol Tekanan

6.2. INSTRUMEN MONITORING KESEHATAN STRUKTUR TEROWONGAN


6.2.1. Instrumen Pendeteksi Pergerakan Tanah
Jika berbagai bagian struktur harus bergerak seragam bahkan dalam jumlah besar,
kerusakan yang terjadi kecil, mungkin tidak ada, kecuali mungkin untuk utilitas penetrasi
seperti pipa air yang mungkin tidak mampu menyesuaikan diri dengan gerakan semacam
itu. Namun, sebagian besar struktur dipengaruhi oleh reaksi konstruksi dengan
menunjukkan lebih banyak pergerakan bagian-bagian yang paling dekat dengan penggalian
daripada bagian-bagiannya yang lebih jauh. Pergerakan diferensial ini merupakan
penyebab utama kerusakan terkait konstruksi karena struktur yang terkena dapat tekena
kekuatan yang tidak dirancangnya.. Secara umum, pendeteksian penurunan merupakan
jalur pertahanan pertama dalam perlindungan fasilitas yang ada, apakah itu permukaan
(jalan raya, bangunan, jembatan) atau subsurface (utilitas, transit terowongan, terowongan
jalan raya lainnya). Pendeteksian kemiringan juga bisa bermanfaat dan menjadi lebih
umum karena pengembangan perangkat pemantauan telah berjalan ke arah peningkatan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 9


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

otomatisasi. Jenis pemantauan yang paling sederhana melibatkan pendeteksian dan


pelacakan pemisahan joint dan perambatan retakan pada akhir beton struktural atau
arsitektur. Yang ideal adalah mendeteksi dan mengurangi beberapa atau semua gerakan ini
sebelum hal itu menjadi cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan serius atau
mungkin merupakan bahaya.
Beberapa jenis instrumentasi digunakan untuk memantau struktur eksisting:
1. Deformation Monitoring Points
2. Structural Monitoring Points
3. Robotic Total Stations
4. Tiltmeters
5. Utility Monitoring Points
6. Horizontal Inclinometers
7. Tilt Sensors on Beams

6.2.1.1. Deformation Monitoring Points


Deformation Monitoring Points di jalan, atau trotoar bisa dilakukan secara sederhana
dengan menggunakan tanda cat yang didapat pada saat survei secara rutin. Cat memiliki
kelemahan sehingga bisa terlihat menonjol secara visual setelah saat tersebut, tetapi
setelah itu akan hilang dan sewaktu waktu surveyor akan datang umtuk mencari data
eksisting. Alternatif yang lebih baik adalah rancangan baut kecil seperti yang diatur dalam
expansion sleeve yang bisa dipasang pada lubang kecil yang dibor dalam beton atau aspal
seperti terlihat pada gambar di bawah. Intinya harus memiliki kepala yang bulat sedikit
menonjol dengan titik tinggi yang konsisten yang selalu bisa ditemukan oleh surveyor
seperti dirinya atau dia mencari tempat yang sama yang tidak berubah untuk mengatur
stadi rod. Yang penting intinya tidak menonjol terlalu banyak karena bisa jadi menjadi
bahaya tersandung atau rentan terhadap kerusakan peralatan yang melewatinya. Meskipun
harganya murah untuk dibeli dan dipasang, biaya akhir untuk Deformation Monitoring
Points dapat tumbuh menjadi relatif tinggi jika pengumpulan data menjadi intensif karena
tergantung pada mobilisasi awak survei. Selain itu, pemantauan semacam itu tidak selalu
mudah dilakukan karena surveyor belum tentu sesuai dengan kebutuhan akan tingkat
akurasi yang tinggi yang diinginkan spesialis instrumentasi. Hal ini sangat umum untuk
data sehingga dihasilkan untuk menunjukkan jumlah yang wajar "Flutter," yaitu gerakan
up-down yang tidak nyata, namun hanya akibat inkonsistensi di proses survei.
Ketidakkonsistenan semacam itu mungkin diakibatkan oleh terlalu sering berubah personil
dalam kru survei, perubahan yang terjadi umumnya karena sifat bisnis.

Gambar 6.9. Deformation Monitoring Point pada Batu atau Beton

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 10


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

6.2.1.2. Structural Monitoring Points


Structural Monitoring Points adalah titik-titik survei yang ditempatkan secara langsung
pada struktur yang paling memprihatinkan, sering dipasang pada dinding vertikal
bangunan atau elemen struktur jembatan. Kecuali untuk bangunan, kebanyakan struktur
dapat mengakomodasi titik pemantauan yang cenderung melakukan pekerjaan terbaik dan
"point" yang mungkin mengambil beberapa bentuk.
Yang paling sederhana adalah bekas goresan kecil yang mudah ditemukan pada masing-
masing pemantauan saat kunjungan oleh kru survei. Poin yang sama adalah target stiker
stick-on, yang sedikit lebih banyak menonjol, tapi mudah dilepas begitu sudah tidak
dibutuhkan lagi. Masalah dengan perawatan permukaan semacam itu adalah untuk
bangunan terutama, titik pemantauan mungkin hanya pada fasad yang bergerak secara
independen elemen struktural yang mendasari gerakannya penting untuk dideteksi. Hal ini
bisa diatasi dengan pemasangan perangkat seperti baut yang menembus ke struktur dasar
untuk indikasi yang lebih benar gerakan berlangsung.
Pilihan titik pemantauan akan sering tergantung pada keinginan pemilik atau manajer
bangunan yang mungkin keberatan dengan tonjolan secara visual atau potensi kerusakan
dari apa pun yang dipasang. Kerusakan yang mungkin terjadi dapat berlanjut ke masa
pasca-konstruksi saat titik pemantauan mungkin harus dilepas dan ditambal, sesuatu yang
sering ditekankan oleh pihak yang mengijinkan instalasi. Dengan demikian, mungkin perlu
memperbaiki bekas luka yang ditinggalkan akibat perbaikan, yang mungkin memerlukan
penggunaan pelarut, infilling, spackling, polishing, painting atau replacement untuk
perbaikan yang memuaskan.
Pertimbangan besar dalam penggunaan Structural Monitoring Points adalah kebutuhan
yang tergantung pada pengumpulan data surveyor. Dibandingkan dengan jalan dan trotoar,
kebanyakan struktur memiliki spesifikasi yang ketat pergerakan yang diijinkan (tingkat
penanggulangan penyebab pergerakan yang lebih rendah dari 1/4 inci tidak biasa), jadi
survei umumnya harus memiliki tatanan yang lebih tinggi, tidak harus seketat kelas I, tapi
setidaknya dilakukan dengan perawatan tambahan.

Gambar 6.10. Structure Monitoring Point pada Batu atau Beton

Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan mengadakan briefing di mana pentingnya
besar akurasi dihasilkan oleh surveyor yang akan melakukan pekerjaan. Lain (jika

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 11


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

memungkinkan dalam iklim ekonomi iklim saat ini) adalah untuk menulis dan menegakkan
kontrak survei sehingga setiap kelompok struktur selalu ada pemantauan oleh kru yang
sama dan menggunakan peralatan yang sama persis. Dengan cara ini, "flutter" bisa
dikurangi sehingga meminimalkan kebutuhan instruktur dalam memperkirakan rata - rata
batas atas dan bawah dalam menentukan apakah penurunan itu nyata atau tidak.
6.2.1.3. Robotic Total Stations
Robotic Total Stations digunakan untuk memperoleh data real time yang hampir nyata
tentang pergerakan dalam tiga dimensi bila tidak memungkinkan untuk terus memobilisasi
awak survei dalam pengumpulan data. Operasi Total Instrumen Station (theodolite)
didasarkan pada electronic distance meter (EDM), yang menggunakan energi
elektromagnetik untuk menentukan jarak dan sudut dengan komputer kecil yang dibangun
langsung ke dalam instrumen. Akurasi umumnya jauh lebih besar daripada yang bisa
dicapai dengan penggunaan optik survei klasik. Selain itu, peralatan berbasis EDM mampu
mendeteksi gerakan target sepanjang semua tiga arah plotting yaitu, x, y dan z. Total station
yang digunakan dalam geoteknik dan structure monitoring adalah elektro-optik dan
menggunakan laser atau cahaya inframerah sebagai generator sinyal.
Robotic (juga disebut bermotor otomatis) total station dikonfigurasi untuk duduk di atas
motor listrik kecil dan untuk berputar pada sumbunya. Seperti ditunjukkan pada gambar di
bawah, peralatan tersebut dipasang secara semi permanen dan, pada interval yang telah
ditentukan, secara otomatis "bangun" untuk mengarahkannya pada daerah prisma target
kaca khusus yang bisa memberikan sinyal balik dari berbagai sudut.
Prisma target, yaitu Diameter 2 sampai 3 inci, dipasang pada struktur yang
memprihatinkan dan total instrumen stasiun terpasang pada struktur lainnya sejauh 300
kaki jauhnya. Cara terbaik adalah memasang Total Station di luar zona pengaruh yang
diharapkan untuk kepastian mutlak dalam mengukur pergerakan target dengan akurasi.
Namun, ini adalah praktik standar untuk menginstal beberapa prisma di luar zona
pengaruh sehingga mereka menjadi titik referensi dari mana Total Station dapat
menentukan posisinya sendiri dan menghitung ukuran prisma lain yang mungkin
mengalami pergerakan. Garis penglihatan yang jernih dari Total Station ke prisma target
adalah persyaratan sehingga perencanaan yang matang diperlukan untuk penempatan yang
tepat. Data dicatat dengan menggunakan komputer Total Station sendiri dan mungkin
disambungkan ke komputer pusat basis data dengan menggunakan saluran telepon atau
sinyal radio.
Aspek utama penggunaan Robotic Total Station adalah biaya awal yang dikeluarkan.
Bergantung pada nomor seri yang dibeli, biaya prisma target kualitas terbaik bisa berkisar
dari $ 80 sampai $ 200 pada tahun 2009. Total Station bisa menghabiskan biaya 30 sampai
$ 40 ribu masing-masing, dan umumnya memerlukan layanan spesialis untuk instalasi dan
perawatan. Namun demikian, untuk banyak proyek dimana data hampir real time gerakan
struktural diperlukan, ini mungkin satu-satunya sistem pemantauan yang mampu
memenuhi semua Persyaratan.
6.2.1.4. Tiltmeters
Tiltmeters digunakan untuk mengukur perubahan kecenderungan elemen struktur seperti
lantai, dinding, kolom pendukung, abutment, dan sejenisnya, yang mungkin miring saat
tanah di bawahnya hilang pada sebuah kemajuan penggalian. Tiltmeter manual umumnya
terdiri dari titik acuan pada pelat yang dilekatkan pada permukaan penting yang dipantau
dengan menggunakan unit pembacaan portabel, yang fungsinya berbasis pada transduser

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 12


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

accelerometer. Karena pengaturan seperti itu bisa jadi operator menjadi sensitif dan
membacanya agak sulit, terutama bila akses lanjutan tidak mudah, ini menjadi lebih umum
dalam mengumpulkan data secara jarak jauh dengan menggunakan tiltmeters bertenaga
listrik yang elemen penginderaannya terdiri dari accelerometer atau transduser tingkat
elektrolitik yang ditempatkan di perumahan yang bisa dilekatkan pada elemen yang akan
dipantau.

Gambar 6.11. Robotic Total Station Gambar 6.12. Prisma Target untuk Robotic
Instrument Total Station

Jika hanya satu arah gerakan yang diharapkan, instrumen yang dipilih mungkin bersifat
uni-aksial, tapi jika Ada kemungkinan kombinasi gerakan, instrumen bi-aksial perlu
digunakan. Angka 15-18 untuk mengilustrasikan tiltmeter biaksial. Karena tiltmeters hanya
dapat menginformasikan pengguna tentang komponen rotasi pergerakan, data harus
dikombinasikan dengan instrumen lain untuk menentukan tingkat penyelesaian yang
mungkin mempengaruhi struktur. Instalasi tiltmeter yang paling sulit adalah yang
dibutuhkan elemen struktural di suatu tempat di dalam bangunan yang ditempati. Bahkan
alat baca secara manual, dengan pelat berdiameter 6 sampai 8 inci datar menjadi bagian
terlampir, agak menonjol secara visual dan mungkin begitu keberatan oleh seorang
manajer bangunan. Pembacaan jarak jauh tiltmeters bahkan lebih menonjol karena
membutuhkan transfer tenaga listrik dan terhubung ke data logger bertenaga yang perlu
memiliki koneksi telepon jika data real time benar dibutuhkan.
Ada beberapa kontroversi dalam pemantauan masyarakat tentang ketinggian pemasangan
terbaik untuk instrumen ini, dengan beberapa pilihan untuk lantai bawah dan beberapa
untuk lantai yang lebih tinggi di mana gerakan dinding absolut - meski kemungkinan tidak
miring ke atas - akan lebih besar.
Argumen ini sering diberikan oleh seorang manajer bangunan yang akan mengizinkan
instalasi semacam itu masuk tingkat bawah tanah agar mereka memperoleh jalan keluar
yang lebih baik.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 13


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Gambar 6.13. Biaxial Tiltmeter


6.2.1.5. Utility Monitoring Points
Utility Monitoring Points adalah instrumen yang sangat sederhana yang digunakan untuk
menentukan apakah utilitas yang ada seperti garis air yang tetap sebagai respon terhadap
proses penggalian di dekatnya atau di bawahnya. Perangkat terdiri dari pipa kecil dengan
titik survei yang dibulatkan atau diatur dengan penggunaan gage felter di bagian atas akhir.
Pipa ini terletak di dalam casing yang lebih besar yang dilekatkan pada kotak jalan untuk
perlindungan permukaan. Ujung bawah pipa kecil yang terpasang di bagian atas utilitas
yang akan dipantau dan data yang dikumpulkan menentukan apakah bagian atas
nampaknya bergerak ke bawah.
Sayangnya, instrumen semacam itu bekerja dengan baik hanya jika utilitas yang
dimonitor terpapar di parit, dan pipa bagian dalam instrumen terpasang sebelum utilitas
ditutup kembali dengan timbunan. Bila Instalasi seperti itu dicoba dengan utilitas yang
tidak terbuka, satu dari dua hal yang mungkin terjadi: (a) karena lokasi utilitas jarang
diketahui dengan kepastian mutlak, ada bahaya bahwa pengebor instalasi dapat menembus
utilitas, menyebabkan timbulnya masalah yang lebih besar daripada terowongan baru yang
sedang dibangun; dan (b) dalam batas-batas lubang bor kecil, sangat sulit untuk benar-
benar terpasang untuk memonitor pipa ke bagian atas utilitas, jadi sangat mungkin utilitas
dapat menyelesaikan tanpa ada indikasi dari instrumen terhadap keparahan pergerakan
yang sebenarnya.
Dalam kasus seperti ini, posisi fallback terbaik adalah memasang Borros Point (Gambar di
bawah) atau SPBX samping dan membalikkan kedalaman utilitas. Jika pergerakan tanah
diamati di lokasi itu, mungkin terjadi indikasi bahwa prosedur penggalian perlu
dimodifikasi agar terlihat ada masalah. Bergantung pada ukuran dan kekakuannya, sebuah
utilitas mungkin bisa menjembatani zona gangguan dan karenanya tidak dalam bahaya,
namun penurunan tanah dengan besaran tertentu bisa menjadi indikasi bahwa gerakan
tersebut perlu ditangkap sebelum itu menjadi serius.
6.2.1.6. Inclinometer Horisontal
Inclinometer horisontal adalah inclinometer sederhana yang menyalakan sisi dan
transduser dalam probe (instrumen konvensional) atau sensor (instrumen di tempat) yang
dipasang sedemikian sehingga sumbu yang sensitif tegak lurus terhadap panjang pipa
(gambar di bawah). Dengan cara ini, sebuah inclinometer mengukur arah vertikal
pergerakan lateral instrumentasi struktur. Satu digunakan untuk horisontal inclinometer
berada dalam determinasi penurunan utilitas sepanjang jangkauan yang membutuhkan
data continue yang tidak dapat dibuat oleh Utility Monitoring Points atau ekstensometer
yang dijelaskan di atas. Karena kesulitan akses terus menerus untuk pemantauan, instalasi
inclinometer seperti itu cenderung melibatkan alat di tempat yang bisa dibaca dari jarak
jauh, tapi bahkan akses di sini bisa berperan sebagai tantangan kecil. Jika Utilitasnya besar
dan aliran cairan yang terkandung bisa dikontrol, maka casing inclinometer bisa digantung
menempel pada atap di dalam instrumentasi struktur. Jika utilitas terlalu kecil untuk masuk
atau cairan tidak bisa dikontrol, maka perlu dipaparkan di parit untuk instrumen tambahan
luar dan kemudian ditimbun kembali.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 14


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Dalam kasus yang lain , pengaturan akan dibuat untuk pemasangan kabel ke data logger
dasarnya real time monitoring. Kesulitan akses untuk instalasi adalah kelemahan yang jelas,
tapi ketika kebutuhan untuk pemantauan selesai, harus selalu dimungkinkan untuk bisa
menyelamatkan sensor mahal agar bisa digunakan kembali. Jika dimungkinkan masuk ke
dalam utilitas untuk pemasangan, mungkin juga bisa dilakukan upaya pemulihan. Jika
instrumen dipasang dan ditutupi oleh timbunan, lubang kecil harus disediakan untuk akses
ke reference head dan kabel, dan dari sinilah sensor dan kabel yang terpasang bisa dilepas.
6.2.1.7. Sensor Kemiringan pada Balok
Sensor kemiringan pada balok, direncanakan untuk memantau perubahan elevasi dan
bukan kemiringan, terdiri dari sensor yang menempel pada batang atau balok logam,
dengan balok dihubungkan bersama dengan pivot (lihat gambar). Dengan memantau
perubahan kemiringan masing-masing sensor dan mengetahui panjang masing-masing
balok panjang +/- 5 kaki, pengguna bisa menghitung perubahan elevasi masing-masing
pivot terhadap datum. Kemiringan relatif masing-masing sensor dan balok diatur di
lapangan dan data perubahan elevasi ditentukan dengan membuat pemindaian awal
pembacaan, yang disebut himpunan referensi, dan secara matematis mengurangi
pembacaan dalam pemindaian dari masing-masing pemindaian berikutnya. Semua data
perubahan elevasi direferensikan ke salah satu ujung sistem yang didefinisikan sebagai
datum. Idealnya, datum masuk daerah yang stabil tidak mungkin bergerak, dan elevasi
absolut umumnya ditentukan oleh optik awal survei. Mengintegrasikan data adalah proses
berulang karena penurunan dihitung dari sensor ke sensor. Bacaan dikumpulkan dengan
sistem yang terhubung dengan data logger untuk pemantauan mendekati kenyataan.

Gambar 6.14. Horizontal In-Place Gambar 6.15. Skematika dari Electrolytic Level
Inclinometer Tilt Sensor (After Dunnicliff, 1988, 1993)

Instalasi semacam itu bisa dilakukan di jembatan, balkon bangunan, dinding atau jalur
keselamatan yang ada pada terowongan, atau bahkan rel kereta api. Namun, mereka
tergantung pada penginderaan gerakan mekanis serangkaian komponen, dan
komponennya harus bebas dari interferensi. Jika terpasang dimana ada pekerja
berlalulalang atau peralatan yang bergerak, mereka harus dilindungi dengan pemasangan
metalic housings atau heavy plastic casing setengah lingkaran. Masalah potensial lainnya
berawal dari perubahan suhu, terutama di luar rumah dimana ketika terjadi cuaca
perubahan cuaca yang sangat parah. Meskipun sensor bisa melaju sebaik yang bisa
dilakukan pada jenis instalasi lainnya, seperti di tiltmeter housing , balok dan pivot adalah
logam dan terpengaruh pada efek termal dengan potensi merubah data dengan cara yang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 15


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

tak terduga. Pengguna perlu menyadari bahwa, jika bahkan satu sensor atau kombinasi
sensor / balok gagal karena alasan apapun dan membutuhkan penggantian, seluruh
rangkaian sensor dan balok akan menyala perlu diinisiasi ulang.
6.2.2. Pemantauan Deformasi Terowongan
Bila dukungan struktural sementara atau permanen untuk terowongan sedang dirancang,
perhitungannya adalah dilakukan untuk memprediksi jenis gerakan dan menekankan
dukungan secara aman sebelumnya ada bahaya kegagalan. Adalah tugas instrumentasi
spesialis untuk melacak gerakan dan tekanan tersebut dan memberikan panduan apakah
dukungan atau proses konstruksi perlu dimodifikasi untuk memastikannya keamanan
jangka pendek dan stabilitas jangka panjang dari terowongan yang telah selesai. Dukungan
penggalian adalah standar praktis untuk mengukur beban pada beberapa elemen
pendukung, dan sering menggabungkannya dengan pengukuran defleksi elemen
pendukung jika pengukuran gerakan tanah di luar sistem pendukung tidak mencukupi yang
menyajikan gambaran lengkap tentang kinerja pendukung. Apakah mungkin untuk
memantau perilaku kinerja yang signifikan terkait soldier piles, slurry walls, struts, tiebacks
dan elemen lain dari penggalian terbuka atau penggalian cut-and-cover. Di mined tunnel
umumnya lebih banyak menggunakan pengukuran defleksi sebagai garis pertahanan
pertama melawan perkembangan yang merugikan karena eksentrisitas dalam pergerakan
banyak elemen pendukung, seperti steel ribs, membuat pengukuran tegangan dan beban
jauh lebih rumit dan cenderung beda interpretasi pada dukungan penggalian.
Pemantauan terowongan itu sendiri mirip dengan pemantauan gerakan tanah, dengan
menggunakan instrumentasi berikut :
1. Deformation Monitoring Points
2. Inclinometers in Slurry Walls
3. Surface Mounted Strain Gages
4. Load Cells
5. Convergence Gages
6. Robotic Total Stations
7. Crack Gages
6.2.2.1. Deformation Monitoring Points
Deformation Monitoring Points (DMP) pada elemen pendukung mengambil beberapa
bentuk, namun semuanya memiliki satu hal umum: titik-titik semi permanen yang bisa
digunakan lagi oleh seorang surveyor yang pasti akan memantau titik yang sama persis.
DMP terdiri dari baut pendek di dalam lengan yang dapat diupgrade jika dipasang di lubang
bor kecil pada beton, seperti slurry walls (gambar), atau mungkin kepala sebuah baut itu
adalah tack yang dilas ke permukaan baja seperti bagian atas soldier piles. DMP dapat
menentukan gerakan lateral dan vertikal untuk membantu menentukan apakah jangkauan
dukungan atas mungkin "menendang" atau menetap ke bawah saat tanah bergerak. Jika
dipasang pada permukaan vertikal, kepala baut harus memiliki cukup tongkat untuk
membiarkan batang stadia diikatkan padanya. Jika dipasang pada sebuah permukaan
horisontal, kepala baut harus dibulatkan, terutama jika digunakan untuk menentukan
gerakan vertikal, untuk alasan yang sama bahwa DMP kepala bulat penting dalam
pemantauan jalan dan jalanan. Jika DMP hanya berupa pelat datar, akan terlalu mudah bagi
rod peson untuk memasangnya sedikit tempat yang berbeda dengan setiap survei,
terutama jika elemen pendukung yang dipantau menelungkup ke dalam, dan hal ini dapat
mengakibatkan kesalahan kumulatif pada plot data elevasi. Untuk elemen pendukung itu

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 16


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

yang sangat diinginkan saat survei ketinggian dilakukan dengan akurasi 1/4 atau bahkan
1/16 inci, dan setiap usaha harus dikeluarkan untuk membuat hal ini sesederhana mungkin
bagi para surveyor. Masalah terbesar untuk tipe ini pemantauan sama seperti yang telah
dibahas sebelumnya dalam memastikan ketepatan survei, kecuali bahwa kesulitan yang
lebih besar dalam hal ini karena surveyor lebih cenderung bekerja di sektor pekerjaan
konstruksi berat, maka lebih banyak terburu-buru dan / atau lebih terganggu.
6.2.2.2. Inclinometers di Slurry Walls
Inclinometers di dinding slurry sangat mirip dengan yang dideskripsikan sebelumnya
untuk pemasangan di tanah, kecuali bahwa pengeboran umumnya tidak diperlukan
(gambar di bawah). Pemasangan dilakukan dengan cara mengencangkan casing instrumen
di dalam tempat panel dinding pada elemen yang sedang dibuat. Seperti pada tempatnya
yang turun ke dalam slurry trench, casing inclinometer berjalan dengan itu dan tetap di
tempat seperti bubur yang mengalir selama beton awal. Karena dinding slurry akan
dirancang menembus di bawah zona pergerakan yang diharapkan, bagian bawah casing
inclinometer-nya yang diduga merupakan referensi yang tidak bergerak yang memiringkan
titik dangkal di sepanjang casing yang dihitung.
Pemantauan yang dicapai oleh spesialis instrumentasi yang menurunkan probe ke bagian
bawah casing dan mengumpulkan bacaan seperti yang diambil kembali ke permukaan.
Masalah terbesar dengan inclinometer semacam instalasi adalah ketidakmungkinan
perbaikan yang penting jika ada sesuatu yang salah. Juga, satu lagi tidak bisa mengganti
instrumen hanya dengan mengebor casing baru ke beton bertulang satu atau dua kaki
jauhnya.
Jika instrumen dianggap benar-benar penting, mungkin layak untuk mengebor yang baru ke
dalam tanah pada di belakang dinding, tapi lubang bor panjang cenderung keluar jauh dari
arah vertikal - atau ke arah menjauh dari slurry walls - dan kemungkinan tidak bagus
bahwa penggantian instrumen akan benar-benar menunjukkan apa yang dilakukan slurry
walls itu sendiri. Kemungkinan kerusakan ini adalah salah satu argumen melawan
pemasangan inclinometer yang berada dalam jenis dukungan ini. Tergantung pada
keseriusan dan kedalaman dari kerusakan pada casing, beberapa atau sebagian besar
sensor mahal bisa macet dan tidak mungkin dipulihkan.
6.2.2.3. Surface Mounted Strain Gages
Surface Mounted Strain Gages paling sering digunakan untuk menentukan tegangan dan
beban pada struts across penggalian yang cepat. Meski banyak jenis tersedia, jenis vibrating
wire merupakan aplikasi yang dipakai secara luas, karena adanya output yang stabil yaitu
berupa sinyal frekuensi dan bukan magnitudo.
Gambar di bawah menunjukkan skematik dari vibrating wire type strain gage. Dalam
kemasan instrumen ini, panjang kawat baja dijepit pada ujungnya di dalam perumahan
kecil dan dikencangkan sehingga bebas bergetar pada frekuensi alaminya. Frekuensi
bervariasi dengan ketegangan, yang tergantung pada jumlah kompresi atau perpanjangan
strut yang diinstrumentasi ke gage yang telah terpasang dengan pengelasan spot atau baut.
Kabel dipetik secara magnetis oleh perangkat pembacaan, dan perubahan frekuensi diukur
dan diterjemahkan ke dalam tegangan, yang pada gilirannya dapat diterjemahkan ke dalam
tekanan dan beban pada elemen instrumen dari pengetahuan tentang modulus materi. Inti
pengukurannya adalah bahwa desainer akan menghitung beban yang diperbolehkan di
struts dan spesialis instrumentasi mengumpulkan data untuk menentukan apakah struts
mungkin mendekati batas disainnya. Gages biasanya dipasang 2 sampai 3 lebar strut /

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 17


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

diameter dari ujungnya untuk menghindari "efek akhir" yang menurunkan akurasi. Karena
struts akan menekuk ke bawah arah gaya gravitasi meski tidak dibebani, menghasilkan
kompresi di bagian atas dan perluasan di bagian bawah, perlu dipasang beberapa gages
yang tersusun dalam pola di sekitar sumbu netral dan rata-rata bacaan untuk perkiraan
kemungkinan tegangan maksimum yang paling dekat.

Gambar 6.16. Deformation Monitoring Point pada Gambar 6.17. Inclinometer


Batu Vertikal atau permukaan beton Casing in Slurry Wall

Gambar 6.18. Surface Mounted Vibrating Wire Strain Gauge

Banyak hal yang bisa salah dengan instalasi semacam itu, dan perlu dilakukan dengan yang
perawatan terbaik oleh para ahli dengan pengalaman yang baik. Namun, seperti dicatat
dalam pendahuluan, masalah terbesar dengan jenis pengukuran ini dapat berada dalam
agenda berbagai pihak yang mungkin perlu dipahami data dan mungkin mengambil
tindakan untuk mengurangi masalah yang nyata. Pengukuran tanah dan struktur gerakan
pada umumnya dipahami oleh kebanyakan orang yang terkait dengan penerowongam.
Namun, tekanan dan tegangan membutuhkan sejumlah kecanggihan untuk dipahami, dan
bahkan di antara mereka yang memiliki kecanggihan, interpretasi tentang apa arti data
yang bisa sangat bervariasi. Hal ini sangat umum terjadi pada konstruktor dan konsultan
mereka untuk mempercayai instrumen yang salah, data tersebut belum dikumpulkan
dengan benar, atau data belum benar-benar direduksi menjadi nilai teknik yang baik jika
mengambil tindakan mitigasi akan ikut campur dengan operasi lapangan. Juga seperti yang

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 18


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

dicatat sebelumnya, inilah mengapa penggunaan gage strain bisa penuh dengan komplikasi
jika digunakan pada steel ribs di mined tunnel. Dibandingkan dengan struts dalam
penggalian yang cepat, steel ribs pada pembebanan bisa bengkok dan berputar dengan
banyak cara yang tidak diantisipasi, dan menempatkan gages strain dengan sebaik-baiknya
konfigurasi di mana mereka harus ditempatkan adalah pekerjaan sulit.
6.2.2.4. Load Cells
Load Cells secara umum, adalah susunan gage strain yang tertanam pada rumah yang
ditempatkan pada instrumen terowongan yang sedang dibangun sedemikian rupa sehingga
kekuatan beban melewati sel. Untuk alasan yang disebutkan dalam deskripsi gage strain di
atas, transduser vibrating wire sangat stabil dalam pengumpulan elemen data yang
didasarkan pada sebagian besar konfigurasi beban cell. Seperti ditunjukkan pada gambar di
atas, sel beban adalah berbentuk sebuah "Donat" dari baja atau aluminium dengan
beberapa transduser terpasang di dalam dengan cara pembacaan secara terpisah dan
dirata-ratakan dalam perangkat pembacaan. Transduser berorientasi pada setengah
pengukuran strain tangensial dan setengah pengukuran strain aksial. Integrasi output
strain individu membantu mengurangi kesalahan yang mungkin akibat kesalahan lokasi
pembebanan atau di luar pusat pembebanan. Meskipun load cells dapat dipasang tensioned
rockbolts pada mined tunnels, penggunaannya yang lebih umum adalah penggalian terbuka
tanpa perkuatan. Di sini sel dipasang di tieback di dekat permukaan batu dan dikunci
dengan pelat bantalan tebal, washers dan large steel nut. Dalam kebanyakan kasus,
instrumen akan disadap untuk pembacaan elektikal jarak jauh karena akan ditinggalkan
pada tempatnya untuk waktu yang cukup lama, dan akses langsung untuk pengumpulan
data seringkali tidak tersedia setelah penggalian telah berlalu pada tingkat tieback. Jika load
cells tampaknya menghasilkan data yang dipertanyakan, kemungkinan penyebabnya adalah
misalignment instrumen pada poros tieback. Untuk Sebagian besar, tiebacks miring ke
bawah daripada dipasang secara horizontal, hati-hati dalam penempatan pelat bantalan
dan washers dengan ketebalan yang benar-benar sangat penting.

Gambar 6.19. Skematika Electrical Resistance Load Cell (After Dunnicliff, 1988, 1993)

6.2.2.5. Convergence Gages


Convergence Gages dapat digunakan pada dukungan terowongan seperti pada pemantauan
terowongan tanah dijelaskan dalam pembahasan di atas. Untuk sebagian besar yang terbaik
adalah memantau tanah itu sendiri karena itu memberi pengukuran awal terbaik yang
merupakan pembacaan gerakan awal yang baik. Namun, jika memang demikian diperlukan
untuk alasan apapun, angkur, eyelets, cradles dan target survei serupa juga bisa dipasang
pada dukungan baja, Lining shotcrete, dan Lining beton akhir. Seperti dalam diskusi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 19


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

sebelumnya, nampaknya distometers harus menjadi pengganti tape ekstensometer yang


lama saat mengukur distorsi.
Di pertambangan modern ada situasi yang tidak memberi kemudahan pengukuran gerakan
pada terowongan itu sendiri karena metode pendukung tanah yang dipilih. Yang paling
umum situasi ini diakibatkan oleh penggunaan TBM dimana segmen beton pracetak
dipasang setelah masing-masing dorongan yang membentuk cincin terowongan sepanjang
4 atau 5 kaki tepat di belakang perisai. Secara teoritis ini merupakan lingkaran sempurna
yang dapat mendistorsi beban tanah atau tekanan lainnya seperti pada terowongan
bersebelahan juga konstruksi yang sedang dibangun untuk mengerahkan diri mereka
sendiri. Lapisan terowongan bisa berbentuk "oval" dengan sumbu panjang vertikal dari
tinggi tekanan samping, atau oval dengan sumbu panjang horizontal dari tinggi tekanan
vertikal atau tekanan sisi rendah (terowongan bersebelahan lagi.)
6.2.2.6. Robotic Total Stations
Robotic Total Stations seperti yang dijelaskan untuk struktur pada pembahasan di atas juga
bisa digunakan untuk memonitor pembukaan saat pembangunan. Namun, mungkin ada
lebih banyak keterbatasan instalasi di bawah tanah yang berhubungan dengan bangunan
yang dihuni di atasnya. Alat stasiun total duduk di atas platform pendukung bermotor
memiliki landasan minimal satu kaki persegi, tingginya sedikit lebih besar, dan platformnya
bisa menonjol dari dinding terowongan sebanyak 18 inci. Peralatan tersebut hampir tidak
muat dengan baik pada terowongan kecil, dan akan terus bergerak pada terowongan yang
lebih besar. Karenanya, tempat yang paling logis untuk pemantauan konstruksi aktif
semacam itu berada di dalam ruang chamber yang besar atau mungkin penggalian terbuka
yang besar. Bahkan di sini, bagaimanapun penggunaannya mungkin lebih terbatas dari
pada kenyataan awalnya. Lokasi konstruksi rata-rata adalah lingkungan yang tidak
bersahabat, dan keputusan untuk menginstal seperti itu perlengkapan mahal tidak bisa
dianggap enteng. Hanya debu di beberapa lokasi konstruksi cukup untuk memaksa
prosedur perawatan berat dari pengguna. Bahkan di alam terbuka, target prisma harus
menjalani perawatan rutin karena sinyal bisa jadi sangat terdegradasi akibat akumulasi
debu pada atmosfir. Bagian interior sebuah lokasi konstruksi jauh lebih buruk;
pemeliharaan yang mahal Instrumen itu sendiri akan lebih berat dari biasanya, dan banyak
target prisma kemungkinan akan berada pada ketinggian yang membutuhkan penggunaan
manlift untuk akses. Tampaknya mungkin penggunaan terbaik untuk robotic total station
akan ditemukan dalam tahap lanjutan konstruksi besar di mana sebagian besar concreting
akhir telah tercapai dan struktur perlu dipantau dalam sesuatu yang mendekati real time
sebagai tahap akhir hasil konstruksi.
6.2.2.7. Crack Gages
Crack Gages (kadang disebut juga Jointmeters) yang dipasang pada struktur biasanya
digunakan memantau retak pada beton atau plester, atau untuk menentukan apakah
gerakan melintasi sendi melebihi batas desain struktur. Tampilan pertama retak bisa
menjadi indikasi tekanan struktural, dan perkembangan mereka, baik dengan lebar atau
panjang, bisa menjadi indikasi bahwa tegangan semakin meningkat, begitu pula yang terus
berlanjut pelebaran ekspansi joint. Ada beberapa cara untuk mengukur pergerakan ini;
hanya dua yang paling umum bisa dibahas di sini.
Seperti ditunjukkan pada gambar di bawah, Grid Crack Gage terdiri dari dua lempeng
plastik transparan yang tumpang tindih, satu dipasang di setiap sisi diskontinuitas dan
dipasang di tempat dengan sekrup epoksi atau mounting. Disilangkan garis kursor pada

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 20


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

pelat atas melapisi grid lulus di pelat bawah. Gerakan ditentukan oleh pengamatan posisi
silang di pelat atas berkenaan dengan grid. Data disimpan di buku catatan dan harus
dimasukkan ke dalam komputer jika diperlukan untuk database elektronik. Gage semacam
itu murah untuk dibeli dan dipasang, namun bacaannya bisa berbeda dengan perubahan
personil pemantau dan ini harus dijaga. Ada tiga keadaan di mana perangkat sederhana
semacam itu bisa dibuktikan tidak memadai: (a) di mana retakan terlalu sempit atau
melebar terlalu sulit bagi mata manusia untuk mendeteksi perkembangan nya; (b) di mana
akses fisik yang berkelanjutan sangat sulit dan pemantauan jarak jauh diperlukan; dan (c)
dimana sesuatu yang dekat dengan pemantauan nyata diperlukan. Kesulitan seperti itu bisa
diatasi pemilihan dan pemasangan Electrical Crack Gages seperti terlihat pada gambar di
bawah.

Gambar 6.20. Grid Crack Gauge Gambar 6.21. Electrical Crack Gauge

Ada sejumlah jenis kelistrikan listrik, namun sebagian besar didasarkan pada susunan pin
yang menempel sisi berlawanan dari sendi atau retakan, dengan pin dihubungkan oleh
geser batang penyangga yang diferensial Gerakan dideteksi oleh transduser built-in.
Transduser yang paling umum adalah variabel linier transformator perpindahan (LVDT)
yang terdiri dari inti magnetik bergerak yang melewati satu primer dan dua kumparan
sekunder. Data readouts bergantung pada deteksi dan pengukuran perbedaan antara
tegangan yang dihasilkan pada koil sekunders, besaran yang bergantung pada kedekatan
bergerak inti magnetik ke gulungan sekunder. Pengguna mungkin lebih memilih untuk
mengambil sinyal gage dengan menggunakan rendah kecil pemancar radio tenaga
terpasang di lokasi instrumen untuk menghindari transmisi bolak-balik arus melalui kabel
timbal panjang yang bisa membuat degradasi output efek kabel.
6.2.3. Instrumen Monitoring Pendeteksi Peralatan Elektrikal
Sistem pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual atau dengan
menggunakan instrument atau alat yang disebut Transducer / Sensor. Tranduser
merupakan bagian terdepan yang berhubungan langsung dengan objek yang diukur. Daya
untuk menggerakan sistem ini diberikan oleh power supply. Perubahan fisik dari objek
yang diukur kemudian diubah oleh tranduser menjadi besaran listrik.
Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah
variasi mekanis, magnetis, sinar menjadi tegangan dan arus listrik. Tranduser adalah suatu
peralatan atau analog devices yang berfungsi untuk mengkonversi suatu perubahan
mekanis atau perubahan fisik yang terukur menjadi besaran listrik sehingga dapat dilihat /
dimonitor. Karakteristik terpenting sebuah transduser adalah aspek sensitivitas dan
temperatur operasional yang ditentukan oleh sensor di dalam transduser. Beberapa
perlatan monitoring peralatan elektrikal terdiri minimal sebagai berikut :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 21


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

 Ampere meter , Berfungsi untuk mengukur besaran arus listrik dalam satuan ampere
 Voltmeter, Berfungsi untuk mengukur tegangan rangkaian listrik dalam satuan Volt
 Frequency meter, Berfungsi untuk mengukur frequensi instalasi listrik dalam satuan
Hertz
 Watt meter, Berfungsi untuk mengetahui daya yang dikonsumsi beban listrik, dalam
satuan Watt
 KWh meter, Alat yang digunakan untuk mencatat pemkaian beban listrik, dalam
satuan kWh

Gambar 6.22. Ilustrasi alat deteksi untuk peralatan elektrikal

6.2.4. Instrumen Pendeteksi Peralatan Mekanikal


Sistem pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual atau dengan
menggunakan instrument atau alat yang disebut Transducer / Sensor. Tranduser
merupakan bagian terdepan yang berhubungan langsung dengan objek yang diukur. Daya
untuk menggerakan sistem ini diberikan oleh power supply. Perubahan fisik dari objek
yang diukur kemudian diubah oleh tranduser menjadi besaran listrik.
Sensor adalah alat untuk mendeteksi / mengukur sesuatu yang digunakan untuk mengubah
variasi tekanan, panas, volume udara, aliran udara dan suara menjadi tegangan dan arus
listrik.
Tranduser adalah suatu peralatan atau analog devices yang berfungsi untuk mengkonversi
suatu perubahan mekanis atau perubahan fisik yang terukur menjadi besaran listrik
sehingga dapat dilihat / dimonitor. Karakteristik terpenting sebuah transduser adalah
aspek sensitivitas dan temperatur operasional yang ditentukan oleh sensor di dalam
transduser. Beberapa peralatan monitoring peralatan mekanikal terdiri minimal sebagai
berikut :
 Pressure Indicator, Berfungsi untuk mengukur tekanan didalam pipa/tabung dalam
satuan (PSI) Kg/cm2
 Heat Detector, Berfungsi untuk mengukur kenaikan suhu karena adannya sumber
panas/api dalam suatu ruangan atau area tertentu dalam satuan derajat celcius ( oC)
 CFM Meter, Berfungsi untuk mengukur volume udara dalam suatu ruangan dalam
satuan CFM.
 Anemo Meter, Berfungsi untuk mengukur kecepatan aliran udara, dalam satuan m/dt

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 22


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Gambar 6.23. Ilustrasi peralatan Deteksi Alat Mekanikal

6.3. PEMELIHARAAN RUTIN TEROWONGAN


6.3.1. Prinsip Dasar, Tujuan dan Lingkup Pemeliharaan
Terowongan terdiri dari komponen (a) portal, (b) invert, (c) dinding (lining) dan (d)
fasilitas pendukung. Perawatan terowongan dilakukan untuk menjaga kondisi terowongan
dapat berfungsi dengan baik dan aman untuk dioperasikan secara berkelanjutan sesuai
dengan beban yang direncanakan meliputi:
a. beban tanah atau batuan di atasnya (overburden);
b. beban mati dan beban hidup;
c. beban akibat tekanan air;
d. beban gempa; dan
e. beban lainnya yang akan mempengaruhi konstruksi terowongan.
Tujuan dari manajemen pemeliharaan terowongan adalah sebagai berikut
a. Menjaga terowongan dalam kondisi sehat dan beroperasi dengan lancar
b. Meminimalkan kerusakan pada terowongan. Dan memaksimalkan kapasitas lalu lintas
c. Menjaga agar tidak terdapat halangan pada terowongan dan memaksimalkan kapasitas
lalu lintas
d. Menjaga terowongan dalam kondisi yang bagus secara teknis. Meningkatkan
kemampuan untuk menahan aksi lingkungan/bencana
e. Memperpanjang keselamatan dan umur pakai terowongan sampai maksimum
f. Mendapatkan informasi tentang kondisi dari setiap komponen terowongan
g. Mengumpulkan data teknis dan manajemen akan diperlukan sebagai dasar untuk
pemeliharaan dan pengantian serta perkuatan di masa mendatang
Persyaratan manajemen pemeliharaan terowongan
a. Kombinasi dari pencegahan, pemeliharaan dan perawatan dengan mengkombinasikan
pemeliharaan rutin harian dan pemeliharaan secara umum
b. Perencanaan dan persiapan harus disiapkan untuk setiap pemeliharaan dan untuk
mengurangi biaya.
c. Penyiapan dan peningkatan regulasi pemeliharaan terowongan disertai dengan
pengorganisasian tim profesional untuk pemeliharaan terowongan serta penyusunan
file data terowongan yang komprehensif.
Jenis dari perawatan dan pemeliharaan terowongan meliputi:
a. Pemeliharaan rutin dan perbaikan minor
Perawatan pencegahan haris dilakukan pada terowongan dari semua fasilitas yang ada.
Jika ditemukan bagian yang mengalami kerusakan kecil harus segera diperbaiki.
Aktifitas ini disebut pemeliharaan rutin
b. Pemeliharaan periodik/berkala (membongkar, memeriksa dan memperbaiki)
Lapis permukaan dinding terowongan (lining) serta kerusakan lokal pada terowongan
dan fasilitas lainnya harus diperbaiki dan diperkuat agar kondisinya kembali ke
semula. Aktifitas ini harus dilakukan secara periodik/berkala sesuai dengan rencana
pemeliharaan
c. Overhaul Comprehensive

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 23


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Secara periodik, overhaul comprehensive harus dilakukan untuk membuat terowongan


benar-benar berada pada kondisi sesuai perencanaan atau perbaikan lokal dapat
dilakukan sesuai dengan kondisi teknis yang direncanakan semula untuk
meningkatkan kapasitas lalu lintasnya. Aktivitas ini harus dilakukan setiap 10-15
tahun sebagai program tahunan yang disetujui oleh pemilik terowongan
d. Peningkatan (improving atau upgrading)
Kondisi/grade teknis terowongan perlu ditingkatkan jika terowongan dan faslitas yang
ada tidak lagi memenuhi kebutuhan lalu lintas. Tipe pekerjaan ini harus dilaksanakan
berdasarkan hasil perencanaan kambali dan pelelangan kembali. Aktifitas ini berada
diluar tanggung jawab tim pemeliharaan terowongan
e. Perbaikan dan perkuatan darurat
Pada kasus dimana terjadi kerusakan akibat bencana alam, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan akibat ulah manusia, maka terowongan berserta fasilitasnya harus segera
diperbaiki untuk menjamin keselamatan pengguna terowongan. Pada kasus dimana
terowongan dan fasilitasnya tidak dapat dikembalikan kondisinya dengan perbaikan,
maka tim khusus perlu dibentuk dan ditugaskan untuk mereview dan menyiapkan
rencana perbaikan yang diperlukan
6.3.2. Pemeliharaan Rutin Struktur
Pemeliharaan rutin/berkala pada dasarnya menjaga terowongan dalam keadaan seperti
semula dan mencakup beberapa pekerjaan yang berulang, yang secara teknis cukup
sederhana. Pemeliharaan rutin harus dimulai pada waktu terowongan selesai dibangun
(terowongan masih dalam keadaan baru) dan dilanjutkan seumur terowongan tersebut. Hal
ini meupakan suatu pengalokasian dana yang efektif dalam hal pemeliharaan

Pemeliharaan rutin terowongan biasanya dimasukan dalam pekerjaan pemeliharaan rutin


jalan dan dilaksanakan bersamaan dengan pemeliharaan rutin jalan tersebut. Lingkup
pekerjaan pemeliharaan rutin terowongan adalah sebagia berikut :
 Pembersihan secara umum
 Membuang tumbuhan liar dan sampah
 Pembersihan dan melancarkan
 Penanganan kerusakan ringan drainase
 Pengecetan sederhana
 Pemeliharaan permukaan lantai kendaraan
6.3.2.1. Pelaksanaan Pembersihan
Terowongan harus dibersihkan dengan baik dan tepat untuk menjamin bahwa
penumpukan kotoran tidak akan menyebabkan kerusakan elemen terowongan atau
terowongan secara keseluruhan dikemudian hari
Kegiatan pembersihan mencakup :
 Membersihkan tanah, kerikil, pasir dan sebagainya dari tempat-tempat yang
seharusnya tidak ada dan yang mungkin, mempunyai pengaruh yang membahayakan
- Semua drainase
- Lantai dan siar muai (Expansion Joint)
- Daerah sekitar sambungan dinding (lining)
- Lubang suling-suling di kepala terowongan
- Pembersihan sampah-sampah yang masih sedikit di bagian portal dan sepanjang
jalan di dalam terowongan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 24


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

 Pembersihan tumbuhan liar, terutama daerah portal terutama di atas portal, di bagian
dinding terowongan. Pada setiap pekerjaan pembersihan harus diingat adanya
pengaruh yang mugkin terjadinya erosi yang disebabkan oleh pembabatan tumbuhan
yang ada.
 Membersihkan/mencuci tanda-tanda lalu-lintas, papan nama terowongan dan
sandaran yang dicat, lokasi dimana telepon darurat, hidran dan alat pemadam
kebakaran.
Pada umumnya kegiatan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan sapu atau sekop.
Untuk membersihkan tumbuhan dapat menggunakan parang pembabat, kapak atau gergaji.
Pembersihan Utama
Terowongan harus dicuci saat bagian dalam menjadi kusam dengan kotoran. Pencucian
juga dianjurkan agar pekerjaan pemeriksaan lebih mudah. Proses pencucian terdiri dari
penyemprotan terowongan dengan air dan deterjen, menggosok permukaan dengan sikat
berputar, dan membilas sabun dan kotoran menggunakan semburan air. Frekuensi
pencucian bervariasi dari satu fasilitas terowongan ke yang berikutnya karena kondisi
lingkungan, tingkat lalu lintas, dan jenis kendaraan seperti truk. Beberapa terowongan
harus dicuci setiap tiga bulan, sementara yang lain hanya dibersihkan setiap tahun.

Gambar 6.24. Pembersihan terowongan.

1) Pembersihan struktur terowongan (dinding, jalan, pagar, dll.);


Di terowongan jalan, kotoran yang menempel di dinding sebagian besar berasal dari
gas buang, bagian kendaraan yang dipakai (rem, ban), kebocoran oli dari kendaraan
dan keausan trotoar. Tingkat deposit bervariasi dengan karakteristik terowongan
(panjang, kemiringan, dll.), Kinerja ventilasi dan karakteristik lalu lintas (kepadatan,
persentase kendaraan berat, kendaraan dengan ban salju, dll.). Pembersihan dinding
berkontribusi pada kenyamanan pengguna yang meningkat, namun sama pentingnya,
hal ini berkontribusi terhadap pencegahan korosi pada peralatan (kabinet, panel,
kabel, dan lain-lain) yang terpasang di dalam terowongan dan pemeliharaan tingkat
pencahayaan (karena pemulihan reflektifitas ).
Dinding biasanya dicuci pada saat bersamaan dengan membersihkan dan menyapu
trotoar, garasi atau tempat service. Frekuensi pembersihan di terowongan
berhubungan dengan karakteristiknya, dengan sifat dan kepadatan lalu lintas; hal ini
juga sangat bergantung pada anggaran yang tersedia bagi manajer terowongan.
2) Pembersihan peralatan;

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 25


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Hal ini menyangkut peralatan yang berada di dalam terowongan (yang paling terbuka)
dan juga yang berada di ruang layanan. Jenis pembersihan ini juga perlu dilakukan
secara berkala, meliputi khususnya:
 menyapu ruang yang dapat diakses oleh pengguna (relung dan pintu keluar
darurat),
 menyapu ruang layanan dan ruang operasi,
 membersihkan dari debu, lemari dan panel listrik,
 mencuci peralatan yang dipasang di area lalu lintas (peralatan penerangan,
panel papan tanda, papan tanda yang menunjukkan relung pengaman dan
pintu keluar darurat, lensa kamera, dll.).
Frekuensi pembersihan untuk peralatan (atau peralatan teknis) bergantung pada
tingkat pengotoran dan juga fungsinya: panel signposting relung dan pintu keluar
harus dibersihkan lebih sering daripada lemari yang ditempatkan di ruang layanan.
6.3.2.2. Pengecatan Sederhana
Pengecatan-pengecatan sederhana atau sedikit pada portal, tiang sandaran dan parapet
tercakup dalam pemeliharaan rutin
6.3.2.3. Penanganan Kerusakan Pada Permukaan Jalan
Pemeliharaan permukaan jalan terdiri dari penambalan lubang-lubang dan perbaikan
kerusakan lapisan aspal pada terowongan serta jalan pendekatnya, dan hal ini pada
dasarnya merupakan kelanjutan dari pekerjaan pemeliharaan jalan.
6.3.3. Pemeliharaan Elektrikal dan Mekanikal
Pemeliharaan pada instalasi mekanikal dan elektrikal terowongan adalah gabungan dari
tindakan teknis dan administrative, yang dimaksudkan untuk mempertahankan dan
memulihkan fungsi komponen mekanikal dan elektrikal sesuai yang telah di rencanakan
sebelumnya. Keberhasilan dari suatu tindakan ini dinilai dari karakteristik komponen
mekanikal dan elektrikal agar tetap pada kondisi yang diharapkan dan hal ini dipengaruhi
oleh beberapa ketentuan antara lain :
 Persyaratan fungsional
Persyaratan fungsional adalah persyaratan yang terkait dengan fungsi komponen
Mekanikal dan Elektrikal yang memiliki fungsi umum dan khusus yang perlu dipenuhi.
Persyaratan umum contohnya adalah Lampu terowongan sudah mampu menerangi
area didalam terowongan, akan tetapi persyaratan khusus sangat tergantung pada
ketentuan berapa standar kuat pencahayaan rata-rata didalam terowongan.
 Persyaratan Kinerja
Masing – masing komponen Mekanikal dan Elektrikal memiliki persyaratan kinerja yang
sangat spesifik. Kinerja komponen Makanikal dan Elektrikal mencakup banyak aspek,
mulai dari komponen bagian luar (Visual) sampai pada komponen - komponen bagian
dalam.
Tindakan pemeliharaan mekanikal dan elektrikal terowongan sangat ditentukan oleh
tuntutan kinerja komponen Mekanikal dan elektrikal yang terkait kebutuhan operasional
terowongan.

6.3.3.1. Pelaksanaan Pemeliharaan


Peleksanaan pemeliharaan komponen Mekanikal dan Elektrikal Terowongan meliputi
berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4 kegiatan yaitu :

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 26


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

 Pemeliharaan rutin harian.


 Rectification (Perbaikan instalasi Mekanikal & Elektrikal yang baru saja selesai)
 Replacement ( Penggantian bagian dari komponen Mekanikal & elektrikal )
 Retrofitting ( Melengkapi komponen sesuai kemajuan teknologi )
Secara sederhana, pemeliharaan komponen Mekankal & elektrikal terowongan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu :
1. Pemeliharaan rutin
2. Pemeliharaan remedial / perbaikan.
6.3.3.2. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu
tertentu untuk mempertahankan komponen mekanikal & elektrikal pada kondisi yang
diinginkan / sesuai. Namun jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan
atau penggantian komponen yang rusak. Kerusakan - kerusakan tersebut diakibatkan oleh
proses secara alami (keausan) karena proses pemakaian. Pada pemeliharaan rutin sangat
penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus pemeliharaan ditentukan
berdasarkan :
 Data fisik equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi.
 Manual pemeliharaan
 Pengalaman dalam pekerjaan pemeliharaan sebelumnya.
Dalam suatu rencana program pemeliharaan, jika siklus kegiatannya sudah ditentukan,
maka jenis pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala – kendala yang sering terjadi dalam pemeliharaan rutin adalah :
a. Pemilik / Owner
Seringkali para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang
sudah dibuat,bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharan dengan tujuan
mengurangi beban biaya pemeliharaan. Padahal dengan tertundanya jadwal
pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan (
Multipier effect ) yang akhirnya akan membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih
besar.
b. Kurangnya data dan pengetahuan
Seringkali pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik
manual,sejarah pemeliharaan ataupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan
pengetahuan dari personil pengelola baik tingkat manajerial maupun pelaksana
mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaanya kurang optimal.
Secara lebih luas, ditinjau dari direncanakan atau tidak, kegiatan pemeliharaan rutin
dapat diklasifikasikan menjadi :
 Pemeliharaan terencana / planned.
 Pemeliharaan tidak terencana / unplanned
Klasifikasi kegiatan pemeliharaan adalah sebagai berikut :
 Planned Maintenance : Pemeliharaan yang diorganisasikan dan dilaksanakan
dengan perencanaan, control dan penggunaan laporan – laporan untuk suatu
rencana yang ditentukan sebelumnya.
 Unplanned Maintenance : Pemeliharaan yang dilaksanakan untuk rencana yang
yang tidak ditentukan sebelumnya.
 Preventive Maintenance : Pemeliharaan yang dilaksanakan pada interval yang
ditentukan sebelumnya atau yang sesuai untuk kriteria yang ditentukan dan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 27


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

ditujukan untuk mengurangi kemungkinan kegagalan atau degradasi


performansi suatu bangunan.
 Corrective Maintenance : Pemeliharaan yang dilakukan setelah suatu kegagalan
terjadi dan ditujukan untuk memperbaiki suatu item untuk suatu keadaan yang
item tersebut dapat melakukan fungsinyayang diperlukan.
 Emergency Maintenance : Pemeliharaan yang diperlukan dengan segera untuk
menghindari akibat – akibat yang serius.
 Condition Based Maintenance : Preventive maintenance yang di mulai dari
suatu hasil pengetahuan kondisi suatu hal dari pemantauan rutin.
 Scheduled Maintenance : Preventive maintenance yang dilaksanakan untuk
suatu interval waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Pada prinsipnya tindakan pemeliharaan dilakukan berdasarkan atas laporan hasil
pemeriksaan / survey. Untuk itu pemeriksaan yang dilakukan harus teliti dan menyeluruh,
sehingga dapat ditentukan bentuk tindakan pemeliharaan yang tepat.
6.3.3.3. Pemeliharaan Remedial
Pemeliharaan remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang dapat diakibatkan oleh :
 Kegagalan teknis / manajemen
Kegagalan teknis / manajemen bisa terjadi pada tahap pemasangan maupun pada
tahap pengoperasian. Pada tahap pemasangan contohnya adalah kecerobohan dalam
pemasangan suatu komponen. Pada tahap pengoperasian, kesalahan dalam
merencanakan jadwal pemeliharaan bisa terjadi dan ini dapat berakibat pada
kerusakan alat atau komponen mekanikal dan Elektrikal terowongan.
 Kegagalan pemasangan dan desain
Dalam hal ini faktor desain dan pemasangan berhubungan erat. Contoh dari segi
desain adalah kesalahan dalam pemilihan komponen mekanikal & elektrikal
terowongan, sehingga usia pemakaiannya pendek dan tidak bertahan lama.
Sedangkan dari segi pemsangan kesalahan dalam pelaksanaan pemasangan dapat
menyebabkan usia pemakaiannyapun tidak bertahan lama.
 Kegagalan dalam pemeliharaan
Faktor lain yang menyebabkan kegagalan kegiatan pemeliharaan selama periode
operasional terowongan adalah akibat kegagalan pemeliharaan yang disebabkan
oleh:
- Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai
- Program perbaikan yang tidak efektif
- Inspeksi – inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik
- Data - data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi
6.3.3.4. Management Pemeliharaan
Dalam management pemeliharaan terowongan pelaksanakan perawatan dan perbaikan
fasilitas dan kelengkapan mekanikal & elektrikal terowongan dengan tujuan tercapainya :
a. Reliabilitas ( kehandalan )
b. Availabilitas ( ketersediaan )
c. Memperpanjang umur teknis
d. Memberikan nilai tambah
Untuk mencapai hal tersebut diatas maka dibuat harus ada jadwal pemeliharaan mekanikal
dan elektrikal terowongan.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 28


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Personil organisasi pemeliharaan yang dibawah manager mechanical dan electrical


terowongan bertanggung jawab atas kegiatan pemeliharaan terhadap :
a. Sistim Air Condition (AC)
b. Sistim ventilasi terowongan
c. System suplai air bersih
d. System pembuangan air kotor / pengendalian banjir
e. System pencegah kebakaran
f. Sistim power suplay PLN dan Emergensi genset
g. Lampu penerangan terowongan
Tugas – tugas pokok masing – masing bidang Management Terowongan adalah sebagai
berikut :
a. Manager & Elektrikal Terowongan
 Menetapakan visi management terowongan.
 Membuat planning,budgeting dan program tahunan
 Melakukan supervise total atas seluruh fungsi organisasi.
 Membuat laporan rutin dan insidentil
b. Chief Mekanikal & Elektrikal Terowongan
 Membuat protap –protap
 Membuat standart operasi dan maintenance
 Mengatur jadwal dan penugasan pelaksana
 Melakukan inspeksi
 Memberikan laporan kepada buiding manager secara rutin
c. Supervisor Mekanikal & Elektrikal Terowongan
 Membuat rencana kerja dan pemeliharaan dan penugasan bersama - sama chief
 Mengatur dan mengkoordinir pekerja harian sesuai dengan bidangnya
 Mengatur penggunaan peralatan dan bahan
 Membuat laporan kepada chief secara rutin
d. Teknisi / pelaksana Mekanikal & Elektrikal Terowongan
 Melaksanakan pekerjaan pengoperasian,perbaikan dan perawatan komponen
mekanikal & elektrikal terowongan
 Memberikan masukan perihal jadwal pemeliharaan rutin dan pemeliharaan
perbaikan
 Melakukan inspeksi dan pencatatan ( checklist harian secara rutin )
 Membuat laporan kepada supervisor

Tabel 6.2. Tabel Schedule Pemeliharaan dan Perawatan Mekanikal & Elektrikal
Terowongan
No URAIAN PEKERJAAN SCHEDULE
1 Perawatan Genset
a. Penggantian olie Setiap 6 bulan sekali
b. Penggantian filter olie Setiap 1 tahun sekali
c. Penggantian filter solar Setiap 1 tahun sekali
d. Running genset 2 kali dalam seminggu
e. Pembersihan Setiap 1 bulan sekali
f. Pengisian air accu Seminggu sekali
g. Pengisian solar Sesuai kebutuhan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 29


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

No URAIAN PEKERJAAN SCHEDULE


2 Perawatan Pompa Hydrant & Drainage
a. Pembersihan Setiap 1 bulan sekali
b. Pemberian Grece ( gemuk ) Setiap 3 bulan sekali
c. Pengecekan drainage Setiap 3 bulan sekali
3 Perawatan AC ( Air Conditioning ) Setiap 3 bulan sekali
a. Pembersihan body unit indoor/outdoor
b. Pembersihan Filter indoor Setiap 3 bulan sekali
c. Pembersihan Evaporator & condenser Setiap 3 bulan sekali
4 Perawatan exhaust fan ( terowongan )
a. Pembersihan body exhaust fan Setiap 3 bulan sekali
b. Pembersihan saluran exhaust fan Setiap 3 bulan sekali
c. Check conection motor exhaust fan Setiap 1 bulan sekali
5 Perawatan Panel Listrik
a. Pembersihan Setiap 1 bulan sekali
b. Check Conection Setiap hari
c. Check Ampere Setiap hari
d. Check Tegangan Setiap hari

6 Perawatan Instalasi Listrik dan lampu


a. Pengecheckan Conection Setiap hari
b. Pembersihan Cover lampu Setiap 3 bulan sekali
7 Perawatan Pipa air bersih & hydrant
a. Pembersihan Setiap 3 bulan sekali
b. Pengecatan Setiap 1 tahun sekali
c. Pembuangan air pipa hydrant Setiap 3 bulan sekali
8 Perawatan Panel alarm
a. Pembersihan Setiap 1 bulan sekali
b. Pengecheckan conection Setiap hari/
9 Perawatan Groundtank dan rooftank
a. Pembersihan Roof tank Setiap 6 bulan sekali
b. Pembersihan Groundtank Setiap 1 tahun sekali
10 Perawatan bak Control Pembersihan Setiap 1 bulan sekali

1. Schedule harian Pemeliharaan & Perawatan Mekanikal & Elektrikal Terowongan


Schedule harian seorang maintenance pemeliharaan dan perawatan mekanical
dan electrikal antara lain :
 Melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan oleh supervisor
 Membuat laporan kerja
 Mencatat pemakaian listrik dan air
 Melaksanakan kegiatan schedule kerja yang telah dibuat sesuai jadwal
 Mengkoordinasikan kegiatan dengan atasan
Setiap teknisi yang melakukan tugas checklist harian harus paham terhadap
standarisasi pengecheckan dan standar pengecheckan itu antara lain

6.4. PEMELIHARAAN BERKALA


Menurut BM 018 tahun 2011, definisi pemeliharaan berkala adalah kegiatan penanganan
terhadap setiap kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 30


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

jembatan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana. Adapun
pemeliharaan berkala pada terowongan disimpulkan meliputi:
 Kegiatan pemeliharaan berkala yang diduga
 Perbaikan sederhana
Mengacu pada pemeliharaan box girder, maa kegiatan pemeliharaan berkala diduga untuk
terowongan mencakup hal-hal sebagai berikut:
 Pengecatan ulang
 Penggantian lapisan permukaan
 Pembersihan terowongan secara keseluruhan
Tabel 6.3. Check list harian untuk pemeliharaan ME
No ITEM PEKERJAAN KETERANGAN
1 Genset a. Check olie
 Encer
 Hitam
b. Air accu
Level air accu harus selalu berada di level atas
c. Running seminggu 2 kali
 Temperatur
 Voltase accu
 Tegangan output genset
d. Check air radiator
 Air berkurang
 Kotor
e. Kebersihan
f. Check solar
Tanki solar yang berada di unit harus selalu terisi
2 Panel Listrik a. Ampere
b. Tegangan 380 V / 400 V
c. Check fisik
3 Panel Fire Alarm a. Ampere
b. Tegangan 380 V / 400 V
c. Buzzer (alarm)
d. Check fisik
4 Hydrant a. Bocor
b. Valve macet
c. Karat
d. Valve dalam kondisi on
e. Check tekanan
f. Nozzel
g. Selang
5 Saluran air kotor a. Bocor
b. Mampet
6 Listrik a. MCB
 Panas
 Bunyi
b. Tegangan Voltase 220 V / 240 V
c. Ampere
d. Check kabel
 Conection
 Fisik kabel
7 Pompa a. Pompa berfungsi dengan baik dan berjalan dengan
b. otomatis
c. Instalasi pipa tidak ada yang bocor
d. Valve dalam keadaan On
e. Pastikan groundtank cukup air

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 31


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

No ITEM PEKERJAAN KETERANGAN


f. Panel pompa
 Tegangan
 Fisik kabel
 Ampere
 Bunyi
 Panas
8 AC (air conditioning) a. Freon ( tekanan freon )
b. Filter udara
c. Filter dryer
d. Temperatur/ suhu kedinginan
e. Ampere
Perbaikan sederhana mencakup hal-hal :
 Penggantian bagian-bagian kecil dan elemen yang kecil
 Perbaikan tiang dan sandaran
 Perkuatan bagian-bagian yang bergerak
 Perkuatan bagian yang struktural
 Perbaikan tebing yang longsor dan terkena erosi
 Perbaikan bangunan pengaman yang sederhana
6.4.1. Pemelliharaan Berkala yang Terencana
6.4.1.1. Pengecatan
Kegiatan pengecatan dilakukan dengan maksud:
 Melindungi bagian-bagian baja terhadap karat
 Memberi tanda pada elemen tertentu
 Mengarahkan lalu-lintas
 Melindungi kayu terhadap pembusukan dan serangga
 Melindungi beton terhadap kelembaban
Lapisan permukaan jalan pada terowongan memerlukan penggantian secara berkala.
Permukaan aspal yang berada diatas lantai baja atau lantai beton akan tahan sekitar 5
tahun sampai 8 tahun sebelum memerlukan penggantian. Lapisan aspal permukaan
sebaiknya dikupas terlebih dulu dari fantai sebelum lapisan yang baru dipasang. Ketebalan
lapisan aspal tidak boleh melebihi 50 mm.
6.4.1.2. Saluran dan Pipa Drainase
Jalan masuk saluran pembuangan harus dibersihkan dari kotoran dan disiram air untuk
mencegah penyumbatan. Kegiatan ini harus dijadwalkan dengan kegiatan cuci terowongan.
Pipa ular dan kamera video down-the-hole dapat dimasukkan ke dalam pipa dengan
cleanouts untuk membantu mengidentifikasi area masalah dalam senar tersembunyi.
Sistem drainase harus dipantau selama periode cuaca dingin untuk mengurangi terjadinya
pembekuan pipa dan kemungkinan ledakan berikutnya.
6.4.1.3. Pembersihan dan Penggantian Lampu
Pencahayaan dan visibilitas memainkan peran penting dalam pencegahan kecelakaan.
Lampu harus mudah dalam pelayanan untuk membatasi penutupan jalur dan waktu
pemeliharaan. Lampu harus disegel dari efek lingkungan yang berbahaya dan jauhkan
kelembaban, serangga, dan debu. Luminer yang memudahkan penggantian bohlam cepat
sangat ideal.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 32


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

6.4.2. Penggantian Bagian-Bagian Kecil


6.4.2.1. Klasifikasi Perbaikan
Penggantian pada konstruksi terowongan untuk bagian-bagian kecil adalah dengan
beberapa cara antara lain dapat dilihat pada tabel Klasifikasi Kerusakan. Klasifikasi
kerusakan untuk terowongan mengacu pada jembatan dapat dilihat pada pedoman No. 22
BM 2011, yaitu tentang perbaikan kerusakan dan perkuatan struktur beton.

Tabel 6.4. Kalisifikasi umum teknik perbaikan dan bahan yangdiaplikasikan pada
bangunan struktur beton jembatan
Elemen Teknik yang Bahan perbaikan dan
No Tipe Pekerjaan
Struktur diterapkan perlindungan
Pengangkatan beton Semua Cipping dengan tangan,
1
yang telah lapuk elemen beton palu bertekanan
Pembersihan manual
dengan sikat kawat atau
2 Pengangkatan Korosi Tulangan gurinda, penyemprotan
dengan pasir
bertekanan
Pembersihan Baja dan Pembersihan tanpa alat
3
permukaaan beton atau penyemprotan
Tergantung lebar retak:
pemberian lapisan Grout semen,
4 Perbaikan retak Beton pelindung, injeksi Grout epoksi,
gravitasi, injeksi Aspal karet.
bertekanan
Pembasahan area yang
akan diperbaiki dan
penerapan lapisan yang
kaya mortar (dengan
Penempelan bahan teknik manual tanpa
5 Beton
perbaikan alat), pelapisan epoxy
pengikat atau
penambahan sengkang
pengikat atau bahan
polymer
Mortar semen, Beton,
6 Patching/Penambalan Beton Teknik tanpa alat Mortar atau beton
modifikasi
Penggantian atau Tulangan, sengkang
Teknik tanpa alat atau
7 penambahan Tulangan dan tulangan
dengan pengelasan
penulangan penyambung
Kuas atau Lapisan pelindung
8 Perlindungan tulangan Tulangan
penyemprotan epoxy

Mortar semen, Beton,


Teknik dengan singkup, Mortar semen atau
Penerapan bahan dibalut dengan teknik beton modifikasi,
9 Beton
perbaikan gravitasi, beton semprot mortar atau beton
atau pemompaan berserat, mortar epoxy,
polimer yang berbasis

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 33


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Elemen Teknik yang Bahan perbaikan dan


No Tipe Pekerjaan
Struktur diterapkan perlindungan
resin
Untuk pelapisan
permukaan
menggunakan: semen
polimer modifikasi,
polimer semen
Pembuatan modifikasi
permukaan lebih Dengan menggunakan Untuk membuat lapisan
10 Beton
kedap atau pelapisan kuas permukaan lebih
permukaan kedap:
Persapan dengan bahan
polimer, silika, sealent
berbasis epoxy, resin
karet dan silikon, oli,
biji rami.
Sumber: 22 BM 2011, Pedoman Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton pada Jembatan

6.4.2.2. Perbaikan Akibat Rembesan Air Tanah Melalui Lining Terowongan


Rembesan air tanah dapat dikontrol oleh solusi sementara dengan menggunakan palung
tangkapan dan lapisan komposit interior; Namun, solusi sementara ini tidak melindungi
kapal akhir dari korosi dan degradasi jangka panjang. Sebelum menerapkan metode ini,
seorang insinyur harus mengevaluasi potensi untuk:
 Migrasi partikel tanah halus, penciptaan void, dan redistribusi tekanan di sekitar
terowongan.
 Migrasi tanah halus, deposisi ulang, dan penyumbatan saluran pembuangan.
 Perlindungan material struktural dari korosi dan degradasi lebih lanjut.
 Penyelesaian struktur yang berdekatan karena pengurasan massa tanah atau
batuan.
 Pemogokan kendaraan karena kurangnya bahan terpasang yang tidak memadai.
 Menjelaskan kelemahan keamanan penting selama inspeksi akhir kapal akhir.
1) Bak Penangkapan dan Pipa
Troughs dapat dipasang di bagian dalam liner untuk menangkap air yang bocor dan
mengirimkannya ke dalam sistem drainase menggunakan pipa yang saling berhubungan.
Sistem ini telah menggunakan pipa neoprene, baja, fiberglass, dan fleksibel atau kaku
polyvinyl chloride (PVC) di masa lalu; Namun, beberapa bahan jenis plastik diketahui
melepaskan asap beracun selama kebakaran. Sistem tangkapan sederhana ditunjukkan
pada gambar di bawah. Sistem yang lebih kuat hanya disegel lebih baik untuk
meminimalkan kemungkinan kebocoran air seperti yang ditunjukkan pada gambar di
bawah. Kadang lubang drainase radial dibor ke terowongan untuk meredakan tekanan air
di belakang liner; air ini bisa dikumpulkan dan disampaikan ke dalam sistem drainase.
Penumpukan tekanan hidrostatik dapat sedikit terbebas dengan mengurasnya, yang pada
akhirnya dapat mengurangi jumlah retak di terowongan.
Ukuran dan jenis palung tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat keparahan masalah
infiltrasi air, potensi pembekuan di musim dingin, kecenderungan retakan, dan
pertimbangan untuk kebakaran di terowongan. Masalah penyumbatan dapat diminimalkan
dengan membersihkan sistem dan menyaring air. Di iklim yang lebih dingin, isolasi atau
pemanasan umumnya dapat mencegah terbentuknya es. Palu kecil, sikat kawat, dan mesin
cuci bertekanan tinggi biasanya digunakan untuk menghilangkan bahan yang tidak menyala
atau berbahaya sebelum pemasangan sistem ini.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 34


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Pipe inserted into


concrete
Conveyance pipe
to primary

Gambar 6.25. Sistem drainase sementara Gambar 6.26. Treatment menggunakan


terdiri dari bak karet neoprene dan saluran membran penutup dan pipa (FHWA,
aluminium 25 mm (FHWA, 2005). 2005).

Gambar 6.27. Saluran tembaga atau aluminium dengan injeksi retak yang digunakan
untuk menyalur air yang menembus lapisan beton (Russell, 2001)

Gambar 6.28. Stainless steel saddle anchored dengan beton untuk menyalurkan air
melalui retak bocor (Russell, 2001).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 35


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Gambar 6.29. Saluran kotak dari Hard viniy-chloride pada sisi atap beton untuk
menyalurkan kebocoran air (Russell, 2001).

Gambar 6.30. Kanal dari Hard vinyl-chloride yang didukung oleh profil stainless steel dan
angkur atap beton untuk membawa air yang bocor (Russell, 2001).

Gambar 6.31. Lubang drainase radial dibor melalui dinding samping terowongan untuk
meredakan tekanan air eksternal. Pipa yang ditunjukkan terbungkus dalam mortir polimer
(Russell, 2001).

Gambar 6.32. Lubang drainase radial dibor melalui dinding samping terowongan untuk
meringankan tekanan air eksternal. Pipa saringan dibungkus dengan kain yang mudah
menyerap untuk mencegah penyumbatan (Russell, 2001).

2) Interior Lining Komposit Terowongan (NCHRP, 2010; FHWA 2005)


Suatu lining komposit dapat dibangun di bagian dalam liner terowongan untuk
mengendalikan rembesan yang tidak diinginkan. Hal ini dicapai dengan mengelompokkan
membran dan geotekstil yang tak tembus antara liner terowongan yang ada dan lapisan

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 36


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

baru dari shotcrete terapan (lihat Gambar 6.33). Geotekstil digunakan untuk melindungi
membran kedap air dari kerusakan dan menyediakan jalur drainase. Untuk drainase yang
lebih signifikan, geo-drain bisa digunakan. High Density Polyurethane (HDPE) dan Polyvinyl
Chloride (PVC) menciptakan penghalang kedap. Penerapan shotcrete melindungi bahan geo
terhadap kebakaran. Gambar di bawah menggambarkan beberapa skema umum yang telah
dilaporkan dalam literatur (Russell, 2001).
Sebelum pemasangan lapisan komposit, area permukaan harus dibersihkan dengan
menggunakan palu kecil, penyemprot air kecepatan tinggi, atau sikat kawat. Celah dan
persendian yang bocor terlebih dahulu harus disegel. Menempatkan patch yang disegel
panas di atas lokasi pelabuhan dianggap "praktik yang baik" untuk meminimalkan
kemungkinan bocornya masa depan.

Gambar 6.33. Potongan dari Gambar 6.34. Penyegelan air bocor menggunakan drain
sistem waterproofing dengan sheet, insulasi busa, dan tulangan welded-mesh dengan
membran (FHWA, 2005). beton semprot. Sistem ini diangkur ke beton yang ada
melalui batang berulir dan mur / washers (Russell, 2001).

Gambar 6.35. Penyegelan air bocor Gambar 6.36. Pengendalian kebocoran di

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 37


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

menggunakan drain sheet, lembaran PVC unlined rock tunnel menggunakan welded-
dilas dengan washers, dan tulangan, wlded- mesh dengan lapisan beton semprot,
mesh dengan beton semprot yang diangkur selubung drainase, busa isolasi, dan lapisan
ke permukaan beton yang ada (Russell, pelindung welded-mesh, dengan beton
2001). semprot bertulang (Russell, 2001).

Gambar 6.37. Kontrol kebocoran pada permukaan interior terowongan beton yang ada
menggunakan ruang untuk pengeringan air, kabel pemanas listrik, waterproofing plastik,
lapisan isolasi yang disemprot, dan Interior Lining pracetak (Russell, 2001).

Gambar 6.38. Penyegelan air bocor pada penampang interior beton dengan
menempatkan lembaran waterproofing dan lapisan pelindung dengan mortar bertulang
(Russell, 2001).

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 38


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Gambar 6.39. Mengumpulkan air bocor melalui lembaran waterproofing, pipa vinyl-
chloride, dan penutup dengan lapisan pelindung shotcrete bertulang baja (Russell, 2001).

Air yang beredar bisa menyebabkan lembaran waterproofing sisi negatif terlepas.
Pengelasan yang tidak memadai, pengelasan yang buruk, dan bahan yang tidak tepat adalah
masalah umum.

Gambar 6.40. Panel isolasi pada Gambar 6.41. Kegagalan pemasangan


waterproofing membran di wilayah air waterproofing membran pada air plenum.
plenum di atas jalan telah copot di Perhatikan bahwa dilas dilas panas tidak
lokasi yang terisolasi (NCHRP, 2010). menembus membrane waterproofing putih
(NCHRP, 2010).

3) Hambatan Air Tanah Eksterior


Hambatan air tanah eksterior sulit dipasang di terowongan yang ada. Bila ketentuan yang
sesuai dimasukkan ke dalam desain, beberapa elemen bocor dapat di-treatment dengan
sealant. Dalam kasus ekstrim, penghalang eksternal dapat dipasang untuk membentuk
dinding pemutus yang tidak semestinya; namun, metode ini mahal dan mungkin tidak
selalu layak dilakukan. Ketika terowongan dibangun pada batuan yang retak, diskontinuitas
dapat digantikan dengan beberapa keberhasilan untuk membentuk tirai eksterior; namun
dengan pendekatan ini, kebocoran umumnya "dikejar" ke lokasi baru. Russell (2001)
membahas metode grouting ascending dan descending stage.
 Pemasangan bahan gouting menaik dicapai dengan mengebor lubang bor ke kedalaman
dangkal dan massa batu suntik dengan nat dimulai dengan pengepakan di dekat
permukaan batu. Packer adalah membran yang dapat diupgrade yang menyegel anulus

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 39


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

lubang bor antara senar bor dan tanah untuk membantu mencegah grout bocor keluar
dari lubang bor. Saat tahap pertama selesai, lubang tersebut kemudian dibor lebih dalam
untuk mencapai area batuan yang lebih rendah. Selama tahap kedua, packer
ditempatkan di bagian atas atau bawah zona yang akan dirawat. Pemasangan groin
menaik direkomendasikan bila massa batuannya lemah, sangat retak, atau perlu
dikonsolidasikan sebelum memasang zona yang lebih dalam di bawah tekanan aplikasi
yang lebih tinggi.
 Untuk grouting tahap menaik, lubang grout dibor sampai kedalaman yang direncanakan;
dan kemudian grouting dilakukan secara bertahap dengan packer yang terletak di
bagian atas yang paling rendah.
 tahap grouting Untuk setiap tahap grouting berikutnya, packer harus dinaikkan ke tahap
berikutnya dan diulang sampai pemasangan selesai pada massa batuan.
6.4.3. Penggantian Elektrikal dan Mekanikal
Penggantian komponen mekanikal dan elektrikal terowongan dimaksudkan untuk
memulihkan fungsi komponen mekanikal dan elektrikal agar kinerja / karakteristik
komponen mekanikal dan elektrikal tetap pada kondisi yang diharapkan yang dikarenakan
usia pemakaian komponen mekanikal dan elektrikal
Tindakan penggantian komponen mekanikal dan elektrikal terowongan dikarenakan usia
pemakaian sehingga diharapkan kinerja / karakteristik komponen mekanikal dan elektrikal
tetap pada kondisi yang diharapkan yang terkait dengan kebutuhan operasional
terowongan.
6.4.3.1. Penggantian Komponen Mekanikal dan Elektrikal
Pelaksanaan penggantian komponen Mekanikal dan Elektrikal Terowongan meliputi
berbagai komponen diantaranya :
 Komponen Mekanikal.
o Komponen Genset
 Oli
 Filter oli
 Filter Solar
 Filter Udara
 Air Radiator
 Battery / Accu Genset
o Komponen Pompa
 Impeler pompa
 Discharge pompa
 Komponen Elektrikal.
 Lampu terowongan
 Kabel Instalasi

Tabel 6.5. Schedule Penggantian Komponen Mekanikal & Elektrikal Terowongan


No URAIAN PEKERJAAN SCHEDULE
A Komponen Mekanikal
1. Penggantian Komponen Genset
a. Penggantian olie Setiap 6 bulan sekali
b. Penggantian filter olie Setiap 1 tahun sekali
c. Penggantian filter solar Setiap 1 tahun sekali

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 40


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

No URAIAN PEKERJAAN SCHEDULE


d. Penggantian filter Udara Setiap 400 jam pemakaian
e. Penggantian Air radiator Setiap 1000 jam pemakaian
f. Pengisian Selang Bahan Bakar Setiap 2000 jam pemakaian
g. Penggantian Battery / Accu Setiap 2 tahun pemakaian

2. Perawatan Komponen Pompa


a. Penggantian Impeler pompa Setiap 1000 jam pemakaian
b. Penggantian discharge pompa Setiap 1000 jam pemakaian

B Komponen Elektrikal
1. Lampu pijar Setiap 1.000 jam pemakaian
2. Lampu Fluorescent Setiap 20.000 jam pemakaian
3. lampu Mercury vapor Setiap 24.000 jam pemakaian
4. Lampu Metal halide Setiap 20.000 jam pemakaian
5. Lampu High-pressure sodium Setiap 24.000 jam pemakaian
6. Kabel Instalasi Setiap 10 tahun pemakaian

6.5. PERBAIKAN DAN REHABILITASI TEROWONGAN


6.5.1. Perbaikan Darurat
Kegiatan pemeliharaan yang digunakan untuk menanggapi kejadian yang lebih sulit
diprediksi atau seperti kerusakan akibat benturan, spalling beton, kegagalan peralatan, dan
lubang yang menganga. Metode ini juga sesuai untuk perbaikan atau penggantian barang
tidak darurat yang memiliki dampak minimal terhadap keselamatan terowongan dan
tingkat layanan yang dipersyaratkan. Jika dampaknya berpotensi signifikan, rencana
kontinjensi yang tepat harus dikembangkan untuk meminimalkan efek samping.
6.5.1.1. Kerusakan Terowongan
Antara lain, terowongan bisa rusak akibat tabrakan kendaraan, kebakaran, ledakan, banjir,
gempa bumi, rock slide, dan tanah longsor. Setelah salah satu insiden ini, inspeksi
kerusakan harus dilakukan sesuai dengan pedoman yang ada.
6.5.1.2. Pengelupasan Beton
Beton dapat dilepas dan dilepas karena teknik penempatan yang salah, korosi baja
tulangan, kerusakan akibat panas yang berlebihan, dampak dari kendaraan, dan
kemunduran. Beberapa proses ini bisa terjadi tanpa peringatan. Ketika puing-puing beton
ditemukan di bagian jalan terowongan, harus segera dibersihkan; dan beton yang longgar
atau menjuntai harus dilepas dengan menggunakan palu, balok, jack jammer, atau alat lain
yang sesuai.
6.5.1.3. Kegagalan Peraltan Mendadak
Kegagalan peralatan bisa sulit diprediksi, terutama bila komponen elektronik dilibatkan.
Rencana kontinjensi yang tepat harus siap diimplementasikan untuk memulihkan layanan
secepat mungkin. Program perawatan pencegahan yang efektif dapat membantu
mengurangi beban yang ditempatkan pada perawatan on-demand.
6.5.1.4. Perbaikan Perkerasan
Permukaan pemakaian jalan biasanya terdiri dari bahan beton atau aspal. Permukaan celah
dan lubang patch merupakan bagian dari pemeliharaan jalan raya. Perbaikan tanah dasar
yang luas mungkin diperlukan karena pembekuan, drainase yang tidak mencukupi, atau

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 41


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

hilangnya denda di tanah dasar. Perbaikan perkerasan seharusnya tidak dibiarkan


mempengaruhi jarak vertikal terowongan.
6.5.2. Perbaikan Elemen dengan Bahan Beton
6.5.2.1. Perbaikan Umum
Perbaikan delaminasi beton dan lubang di terowongan secara tradisional dilakukan dengan
metode form and pour untuk penempatan beton, atau dengan aplikasi semen mortar semen
yang telah dimodifikasi dengan penambahan polimer. Kedua metode ini tidak sesuai untuk
terowongan raya yang beroperasi terus menerus setiap hari. Operasi sehari-hari ini
biasanya memungkinkan terowongan tidak beroperasi dalam waktu yang sangat singkat.
Oleh karena itu, proses perbaikan harus cepat, tidak melanggar aturan operasi lalu lintas
harian dan menjadi perbaikan monolitik jangka panjang yang tahan lama.
Saat ini, perbaikan elemen struktur beton dilakukan secara tipikal dengan dua metode:
penggunaan mortar buatan tangan untuk perbaikan kecil dan penggunaan shotcrete untuk
perbaikan struktural yang lebih besar. Dalam kedua kasus, persiapan substratnya sama,
hanya jenis bahan yang berbeda. Proses ini telah digunakan selama beberapa dekade di AS
untuk konstruksi dan perbaikan struktur beton baik di atas maupun di bawah tanah.
Shotcrete didefinisikan oleh American Concrete Institute sebagai "mortir atau beton yang
diproyeksikan secara pneumatik pada kecepatan tinggi ke permukaan." Sejak tahun 1970an
penggunaan aplikasi tekanan rendah mortar semen telah umum terjadi di Eropa dan
dikenal sebagai Plastering. Selama bertahun-tahun, perkembangan material dan metode
aplikasi membuat penggunaan produk beton bertulang semen untuk memperbaiki cacat
pada terowongan terowongan dalam terowongan jalan raya aktif yang hemat biaya.
Pemilihan jenis proses, dan material yang akan diterapkan tergantung pada kondisi spesifik
akses terowongan dan waktu yang tersedia untuk pemasangan perbaikan. Shotcrete lebih
disukai daripada metode perbaikan lainnya karena perbaikannya bersifat monolitik dan
menjadi bagian dari struktur. Penggunaan shotcrete adalah proses yang memungkinkan
penyiapan cepat, aplikasi dan kemudahan transportasi masuk dan keluar dari terowongan
setiap hari.
Bagian ini hanya menyediakan prosedur yang digunakan untuk menggambarkan tingkat
perbaikan pada liner, dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan perbaikan
senapan.
Tabel 6.6. Perbandingan Perbaikan dengan Material (Russell, 2007)
Two- Polymer Two Polymer Polymer
Component Shotcrete Component Shotcrete Masonry
Apliccation
Self Leveling Wet Mortar Dry Mortar
Mortar Process Process
On Grade; above, below yes yes yes yes yes
On horizontal yes yes yes yes yes
On vertical no yes yes yes yes
Overlay system yes No yes no yes
Structural repair yes yes yes yes yes
Leveling material yes yes no yes yes
Filler: voids no yes yes yes yes
Maximum depth 3 inches unlimited 1 inch/lift unlimited 1 inch/lift
Minimum depth 1/2 inch 1/4 inch 1/4 inch 1/4 inch 1/8 inch
Extended w/ aggregate yes No yes no yes
High abrasion yes yes yes yes yes

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 42


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Two- Polymer Two Polymer Polymer


Component Shotcrete Component Shotcrete Masonry
Apliccation
Self Leveling Wet Mortar Dry Mortar
Mortar Process Process
Good bond Strength yes yes yes yes yes
Compatible coefficient of yes yes yes yes yes
expansion w/concrete
Resistant to salts yes yes yes yes yes
High early strength yes yes yes yes yes
High Flexural yes yes Yes yes yes
Good freeze- thaw yes yes yes yes yes
Vapor Barrier yes No no no no
Flammable no No no no no
Ok Potable water yes yes yes yes yes
Open to traffic 1-2 hours yes yes yes yes yes
Low rebound dust yes yes yes no yes
Prepackaged yes yes yes yes yes

1) Persiapan Awal
Persiapan awal untuk perbaikan beton memerlukan pemindahan semua beton yang tidak
sehat dengan menggunakan palu atau penggunaan pembongkaran secara hidro. Beton yang
tidak sehat akan dilepas sampai kedalaman penuh dari beton yang tidak baik. Dalam kasus
dimana palu digunakan, telah ditemukan bahwa membatasi ukuran palu menurut berat
adalah cara terbaik untuk mengendalikan penggalian. Membatasi berat palu chipping
dengan sedikit, sampai kurang dari 30 lbs. (13.6Kg) mengurangi risiko over excavation of
concrete. Palu ini terlalu lemah untuk menggali beton melebihi 4.000 psi. (27.580 Kpa).
Penggunaan pembongkaran hidro memerlukan pengujian di lokasi, pada awal proyek untuk
menentukan berapa tekanan yang diperlukan untuk menggali beton yang tidak baik tanpa
menimbulkan gangguan suara. Pembongkaran hidro sebaiknya tidak digunakan di area
yang menampung peralatan listrik, kabel, atau peralatan mekanis lainnya yang mungkin
dilakukan dengan proses penggalian. Area yang harus diperbaiki tidak boleh memiliki tepi
yang kasar, dan harus memiliki tepi vertikal setinggi 1/8 inci. Sisi vertikal ini diperlukan
untuk mencegah spalling di pinggir perbaikan baru.

Gambar 6.42. Sisi negatif coating Gambar 6.43. Substrat setelah


dengan semen, Terowongan Tuscarora pembongkaran Hydro, Shawmut Jct. Boston
PA Turnpike

Setelah beton yang tidak baik dilepaskan, retakan bocor atau sambungan konstruksi harus
ditutup sebelum penerapan lapisan baja tulangan dan shotcrete. Penutupan ini harus

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 43


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang sesuai untuk jenis dan besarnya
kebocoran. Secara umum komponen tunggal polyurethane grouts adalah yang paling
berhasil dalam menutup kebocoran terowongan secara efektif.
2) Baja Tulangan
Setelah beton yang tidak sehat telah dilepas, baja tulangan harus dibersihkan dan jika
kehilangan pada bagian terlihat, baja tulangan yang rusak harus dilepas dan diganti. Semua
karat dan kotoran harus dilepaskan dari baja tulangan dan bagian baja liner yang terbuka
atau elemen baja struktural lainnya. Pembersihan umumnya dilakukan untuk pembersihan
kelas logam putih. Setelah dibersihkan, baja tulangan harus dievaluasi untuk kehilangan
bagian dan jika kehilangan bagian lebih besar dari 30%, analisis struktur harus dilakukan.
Jika hasil analisis menunjukkan bahwa lapisan tidak memiliki kekuatan yang memadai
dengan baja tulangan yang tersisa, maka baja yang rusak harus diganti. Perancah mekanis
digunakan saat splicing baja tulangan yang baru. Kopel mekanis menghilangkan kebutuhan
sambatan putaran pada baja tulangan dan dengan demikian mengurangi jumlah pelepasan
lapisan yang diperlukan untuk menggantikan baja tulangan.

Gambar 6.44. Tipikall Kopel Mekanis untuk Baja Tulangan

Setelah baja dibersihkan, lapisan harus ditempatkan pada baja untuk melindungi baja dari
percepatan korosi karena adanya pembentukan sel elektrolit. Sejumlah produk ada untuk
tujuan ini, termasuk pelapis kaya epoksi dan seng. Seng yang kaya lapisan epoksi lebih
cocok untuk aplikasi ini karena fakta bahwa mereka tidak membentuk pemutus ikatan
seperti banyak epoksi lain. Hal ini penting karena bahan ini diaplikasikan dengan
menggunakan kuas cat dan sulit untuk mencegah permukaan beton dilapisi tanpa
kesengajaan. Penerapan lapisan kaya seng harus dilakukan dalam waktu 48 jam setelah
pembersihan dan tidak lebih dari 30 hari sebelum aplikasi shotcrete.
3) Perbaikan
Spalling yang kecil bisa diperbaiki dengan menggunakan patching mortar patch manual
yang dimodifikasikan dengan polimer seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah. Patching
mortar manual adalah mortar yang dimodifikasi dengan polimer, dibuat dengan kedalaman
antara 1 sampai dengan 2 inci. Area tambalan umumnya kurang dari 2 meter persegi di
daerah dan memerlukan penguncian ke substrat dengan menggunakan kait “J” dan kawat
yang dilas atau baja tulangan. Beton yang tidak sehat dibersihkan dengan tongkat tangan
pembongkaran hidro atau palu dengan berat kurang dari 30 lbs, termasuk bit. Pembatasan
ukuran palu yang ada untuk menghilangkan beton dengan kekuatan tekan kurang dari
4.000 psi dan batas di atas penggalian karena energi palu tidak cukup kuat untuk
menghilangkan beton dengan kekuatan lebih tinggi.
Selain perbaikan kecil yang menggunakan perbaikan mortar, bahan yang paling banyak
digunakan adalah shotcrete (atau khusus dikemas polimer modified fibrous shotcrete).
Gambar di bawah menggambarkan rincian perbaikan beton khas untuk lubang yang lebih
dalam.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 44


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

4) Perbaikan Shotcrete
Ada dua proses untuk penerapan shotcrete; Proses Kering dan Proses Basah. Kedua proses
telah digunakan selama bertahun-tahun dan sama-sama berlaku untuk rehabilitasi
terowongan. Proses basah mennghasilkan sedikit debu dan berlaku untuk penggunaan
terowongan saat penutupan terowongan parsial yang memungkinkan adanya lalu lintas di
dalam terowongan selama pekerjaan perbaikan. Proses kering menciptakan debu yang luas
dan tidak sesuai untuk penutupan terowongan parsial karena jarak pandang terbatas yang
tercipta dari debu. Keberhasilan penerapan shotcrete terlepas dari proses yang dipilih
bergantung pada keterampilan nozzleman (Dalam kasus proses basah, baik nozel maupun
pekerja yang mencampur adukan). Program perbaikan yang berhasil mengharuskan
nozzleman dan anggota awak shotcrete lainnya terampil dan teruji di tempat dengan
menggunakan mock-up dari jenis area yang akan diperbaiki. Mock-up ini harus secara
cermat menduplikasi bentuk dan permukaan yang akan diperbaiki. Program pengujian ini
sering digunakan untuk mengesahkan keterampilan kru shotcreting dan memberikan
kontrol kualitas yang lebih baik selama kemajuan pekerjaan. Program pengujian
mengembangkan pemahaman antara Engineer, Owner dan kontraktor yang mendefinisikan
produk yang dapat diterima untuk pekerjaan itu. Begitu elemen baja tulangan dan elemen
struktur telah dibersihkan dan dilapisi, wire mesh yang dilas harus ditempatkan di atas
area yang akan ditembakkan. Mesh ditempatkan pada jarak 2 inci dari tepi perbaikan. Wire
mesh terpasang pada perkuatann yang ada dan ke substrat dengan menggunakan kait "J".

Gambar 6.45. Perbaikan Spalling kecil (FHWA, 2005b)

Tujuan wire mesh adalah untuk membantu penumpukan shotcrete dan untuk memberikan
perbaikan monolitik yang menjadi bagian dari struktur inang. Kawat harus dicelupkan
lapisan ke galvanis panas pada proses fabrikasi, dan yang terbaik jika dikirim ke lokasi
dalam bentuk lembaran bukan berupa gulungan. Wire mesh dilapisi epoksi yang digunakan
harus dalam lembaran agar menghilangkan sentuhan permukaan ujung ujung jaring.
Ukuran mesh pada proses kering adalah mesh 2 X 2 inci dan untuk proses basah mesh 4 X 4
inci. Mesh yang lebih besar diperlukan untuk proses basah untuk mencegah penyumbatan
jala oleh shotcrete dan karena itu menciptakan rongga di balik permukaan mesh.
Setelah seluruh area yang akan ditambal diisi dengan bahan shotcrete, bahan tersebut bisa
untuk didiamkan selama 20-30 menit, dan pada saat itu campuran tersebut dimodifikasi
dan disiram ke lapisan yang diinginkan. Pekerjaan dengan shotcrete sebelum proses ini

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 45


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

akan mengakibatkan robeknya permukaan dan membuat finishing sangat sulit. Perhatian
harus dilakukan untuk memantau tingkat pengeringan dari shotcrete karena waktu yang
disebutkan di sini akan bervariasi tergantung pada kondisi angin dan kelembaban relatif.
Setelah perbaikan disiram ke lapisan yang diinginkan, senyawa pengawet harus
disemprotkan di permukaan shotcrete baru untuk mencegah pengeringan yang cepat.
Pabrikan shotcrete premix akan merekomendasikan senyawa penyembuhan yang paling
sesuai untuk kondisi lokasi kerja.

Gambar 6.46. Tipikal Potongan melintang pada perbaikan beton (FHWA, 2005b)

Gambar 6.47. Nozzleman melakukan Proses Gambar 6.48. Penulangan besi untuk
Shotcrete kering, USPS Tunnel Chicago perbaikan, Sumner Tunnel Boston

6.5.2.2. Injeksi Pada Struktur Crack


Cracking adalah cacat yang paling umum ditemukan pada liner terowongan beton.
Sementara sebagian besar retak akibat aktivitas panas, ada celah yang merupakan hasil
tekanan struktural yang tidak diperhitungkan dalam desain. Penting untuk dicatat bahwa
retakan juga terjadi akibat penyusutan dan tekanan termal dalam struktur terowongan.
Celah yang menunjukkan tekanan termal tidak boleh disegmentasikan secara struktural
karena hanya akan bergerak dan retak kembali. Namun, retakan struktural yang terjadi
akibat gerakan struktural, seperti penurunan dan tidak lagi bergerak harus diimbangi

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 46


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

secara struktural. Setiap retakan yang dipertimbangkan untuk rebonding struktural harus
dipantau untuk menilai apakah ada gerakan yang terjadi. Analisis struktur lapisan
terowongan harus dilakukan untuk memastikan apakah retak subjek memerlukan tindakan
perbaikan.
Ada tiga jenis resin yang biasanya tersedia untuk injeksi celah struktural pada terowongan.
 Resin Vinyl Ester
 Amine Resin
 Resin poliester
Resin vinil ester adalah jenis resin yang umum digunakan untuk pekerjaan perbaikan
jembatan dan biasanya tidak sesuai untuk kerja terowongan karena sebagian besar celah di
terowongan lembab atau basah. Resin vinil ester tidak akan terikat pada beton jenuh
permukaan dan tidak akan memberkati retak basah atau lembab. Namun, jika retak benar-
benar kering selama proses injeksi epoxy ini akan memberikan rebonding beton yang
sesuai.

Resin amina dan poliester paling cocok untuk rebonding retakan struktural di terowongan.
Kedua resin tidak terpengaruh oleh kelembaban saat pemasangan dan akan mengikat
permukaan jenuh beton. Celah dengan air yang mengalir harus disuntikkan secara hati-hati
dan saran dari produsen harus diperoleh untuk memastikan pemasangan resin yang benar.
Dalam semua kasus, rekomendasi pabrikan harus diikuti untuk injeksi resin epoksi,
terutama dalam hal pemasangan overhead. Gambar di bawah mengilustrasikan
pemasangan epoksi tipikal resin untuk rebonding struktural retak pada beton. Prosedur
untuk memasang ulang elemen batu dan beton pracetak serupa.

Gambar 6.49. Typical Structural Crack Gambar 6.50. Crackak Injection, Tuscarora
Injection (FHWA, 2005b) Tunnel PA Turnpike

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 47


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

6.5.2.3. Konstruksi Joints (NCHRP, 2010)


Jika joint konstruksi bocor, maka chemical grout bisa disuntikkan untuk menutup joint.
Cacat seperti delaminasi dan lubang di dekat joint harus dilepas dan dibangun kembali
dengan bahan suara yang memiliki sifat yang serupa dengan substrat beton. Saat
melakukan pekerjaan, rembesan air dapat diarahkan ke sistem drainase menggunakan pipa
drainase fleksibel.
6.5.2.4. Re-bonding Area yang Terkupas
Beton yang sudah terkupas ditandai dengan pemisahan dan retak pada bidang yang sejajar
dengan permukaannya. Bagian yang terkupas biasanya relatif dangkal. Bila bagian beton
yang terkupas terlepas dari elemen induk, maka benda itu dianggap spalled. Daerah yang
terkupas, seperti ubin keramik, terkadang dapat diikat ulang menggunakan proses injeksi
vakum.

Gambar 6.51. Routing a Construction Gambar 6.52. Vacuum Injection dengan


Joint Methyl Methacrylate (NCHRP, 2010).
6.5.3. Perbaikan Elemen Baja
Baja struktural biasanya digunakan di portal terowongan, didukung oleh plafon internal,
kolom, liner segmental dan sebagai standoffs untuk selesai terowongan. Perbaikan elemen
baja harus spesifik lokasi dan harus dilakukan sesuai dengan standar yang sesuai (Gambar
16-7). Standar Pengelasan Baja Welding Society Amerika Welding AWS D1.1 / D1.1
Panduan Pengelasan Struktural versi terbaru harus digunakan untuk konstruksi semua
sambungan baja las. Perbaikan paku keling dan kelambanan harus sesuai dengan
Spesifikasi AASHTO.

Gambar 6.53. Tipikal Framing Steel Repair di Temporary Incline

6.5.3.1. Lining Baja/Cast Iron


Perbaikan baja / besi cor bervariasi sesuai dengan jenis material liner. Baja, jika dibuat
setelah tahun 1923, bisa dilipat sementara besi cor tidak. Cacat umum pada jenis liner ini

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 48


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

adalah deformasi flensa dan penetrasi segmen liner karena berkarat. Flensa yang cacat
dapat diperbaiki dengan membentuk kembali flensa dengan palu atau panas. Lubang pada
segmen liner baja dapat diperbaiki dengan pengelasan pada pelat baru. Koneksi baut sering
mengalami korosi galvanik yang disebabkan oleh kontak logam yang berbeda dan
seringkali membutuhkan penggantian koneksi baut. Bila sambungan baut diganti paksa
isolasi nylon digunakan untuk mencegah kontak antara baut dengan kekuatan tinggi dan
pelat liner. Gambar di bawah menunjukkan perbaikan segmen baja berkarat dan
sambungan kabut yang diperbaiki.
Perbaikan segmen besi cor mirip dengan baja. Namun, karena besi tuang tidak dapat dilas
pelat perbaikan untuk segmen dipasang dengan mematangkan pelat perbaikan ke besi
tuang atau pengeboran dan mengetuk segmen kapal dan mengunci pelat perbaikan ke
segmen kapal asli. Dalam beberapa kasus, lebih mudah untuk mengisi area antara flensa
dengan shotcrete. Gambar di bawah mengilustrasikan panel uji untuk mengisi plat liner
dengan shotcrete.

Gambar 6.54. Perbaikan Liner Baja Segmental (Russell, 2000)

Gambar 6.55. Besi tuang segmental pada Segmen Mock-up pengisian Shotcrete, MBTA
Boston

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 49


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

6.6. REFERENSI
1. U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration. Tunnel Operations,
Maintenance, Inspections and Evaluation Manual, Publication No. FHWA-HIF-15-005,
July 2005.
2. Technical Manual for Design and Construction of Road Tunnels-Civil Elements yang
dikeluarkan oleh U.S. Department of Transportation Federal Highway Administration.
No. FHWA-NHI-10-034- December 2009
3. The British Tunnelling Society andThe Institution of Civil Engineers, Tunnel lining design
guide, first publication 2004.
4. Technical Manual for Design and Construction of Road Tunnels-Civil Elements, U.S.
Department of Transportation Federal Highway Administration. No. FHWA-NHI-10-034-
December 2009
5. Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran, Badan Standarisasi Nasional (BSN),
SNI 03 - 3985 - Tahun 2000
6. Departemen Pekerjaan Umum, SK Menteri Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran
7. NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition,
National Fire Protection Association.
8. NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 1993 Edition, National Fire Protection Association.
9. NFPA 204M, Standard on Smoke and Heat Venting, Natinal Fire Protection Association,
Batterymarch Park, Quincy, MA 02269.
10. Standard for Road Tunnels,Bridges, and Other Limited Access Highways, NFPA - 502 -
2011 Edition
11. Perencanaan & Pemeliharaan Sistem Plambing, Soufyan Nurbambang & Morimura
12. SNI 03-6481-2000 atau edisi terakhir tentang Sistem Plambing
13. SNI-03-6571-2001 tentang Sistem Pengendalian Asap
14. ASHRAE 62-2001 Standard of Ventilation
15. Standar Nasional Indonesia (SNI) No.03-6570-2001 tentang Standar Pemasangan
Instalasi Pompa
16. Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum, No.12/S/BNKT/1991, Februari 1992
17. Spesifikasi Lampu Penerangan Jalan Umum, Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor
: SNI 7391 Tahun 2008
18. American National Standard Practice For Tunnel Lighting, ANSI/IESNA RP-22-96
19. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Nomor
: SNI 04-0225 Tahun 2000
20. SNI-04-0227-1994 tentang Tegangan Standar.
21. SNI-03-6197-2000 tentang Konversi Energi Sistem Pencahayaan.
22. SNI-03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan
23. SNI-03-7018-2004 tentang Sistem Pasokan Daya Darurat
24. SNI-03-3985-2000 tentang Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran.
25. Keputusan Menteri PU 10/KPTS/2000, tanggal 1-03-2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran.
26. Direktorat Jenderal Bina Marga, Perbaikan dan Perkuatan Struktur Beton pada
Jembatan, No. 22/ BM/2011.

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 50


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

27. NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition,
National Fire Protection Association.
28. NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 1993 Edition, National Fire Protection Association.
29. Standard for Road Tunnels,Bridges, and Other Limited Access Highways, NFPA - 502 -
2011 Edition

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 51


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

Bab VI ............................................................................................................................................ 1
Pemeliharaan Terowongan ............................................................................................................ 1
6.1. PEMERIKSAAN TEROWONGAN .......................................................................................... 1
6.1.1. Pemeriksaan Inventarisasi ..................................................................................... 1
6.1.2. Pemeriksaan Rutin ................................................................................................. 2
6.1.3. Pemeriksaan Detail ................................................................................................ 2
6.1.3.1. Pemeriksaan Struktur Lining .............................................................................. 2
6.1.3.2. Pemeriksaan Perkerasan Jalan ........................................................................... 4
6.1.3.3. Pemeriksaan Instrumen Elektrikal ...................................................................... 5
A. Pengujian / Pemeriksaan Komponen Elektrikal ............................................................. 6
6.1.3.4. Pemeriksaan Instrumen Pompa ......................................................................... 7
6.2. INSTRUMEN MONITORING KESEHATAN STRUKTUR TEROWONGAN ................................. 9
6.2.1. Instrumen Pendeteksi Pergerakan Tanah .............................................................. 9
6.2.1.1. Deformation Monitoring Points ....................................................................... 10
6.2.1.2. Structural Monitoring Points ............................................................................ 11
6.2.1.3. Robotic Total Stations ...................................................................................... 12
6.2.1.4. Tiltmeters ......................................................................................................... 12
6.2.1.5. Utility Monitoring Points .................................................................................. 14
6.2.1.6. Inclinometer Horisontal ................................................................................... 14
6.2.1.7. Sensor Kemiringan pada Balok ......................................................................... 15
6.2.2. Pemantauan Deformasi Terowongan .................................................................. 16
6.2.2.1. Deformation Monitoring Points ....................................................................... 16
6.2.2.2. Inclinometers di Slurry Walls............................................................................ 17
6.2.2.3. Surface Mounted Strain Gages ......................................................................... 17
6.2.2.4. Load Cells ......................................................................................................... 19
6.2.2.5. Convergence Gages .......................................................................................... 19
6.2.2.6. Robotic Total Stations ...................................................................................... 20
6.2.2.7. Crack Gages ...................................................................................................... 20
6.2.3. Instrumen Monitoring Pendeteksi Peralatan Elektrikal ....................................... 21
6.2.4. Instrumen Pendeteksi Peralatan Mekanikal......................................................... 22
6.3. PEMELIHARAAN RUTIN TEROWONGAN ........................................................................... 23
6.3.1. Prinsip Dasar, Tujuan dan Lingkup Pemeliharaan ................................................ 23

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 52


Bab VI Pemeliharaan Terowongan

6.3.2. Pemeliharaan Rutin Struktur ................................................................................ 24


6.3.2.1. Pelaksanaan Pembersihan ............................................................................... 24
6.3.2.2. Pengecatan Sederhana..................................................................................... 26
6.3.2.3. Penanganan Kerusakan Pada Permukaan Jalan ............................................... 26
6.3.3. Pemeliharaan Elektrikal dan Mekanikal ............................................................... 26
6.3.3.1. Pelaksanaan Pemeliharaan .............................................................................. 26
6.3.3.2. Pemeliharaan Rutin .......................................................................................... 27
6.3.3.3. Pemeliharaan Remedial ................................................................................... 28
6.3.3.4. Management Pemeliharaan ............................................................................. 28
6.4. PEMELIHARAAN BERKALA ................................................................................................ 30
6.4.1. Pemelliharaan Berkala yang Terencana ............................................................... 32
6.4.1.1. Pengecatan ...................................................................................................... 32
6.4.1.2. Saluran dan Pipa Drainase................................................................................ 32
6.4.1.3. Pembersihan dan Penggantian Lampu ............................................................. 32
6.4.2. Penggantian Bagian-Bagian Kecil ......................................................................... 33
6.4.2.1. Klasifikasi Perbaikan ......................................................................................... 33
6.4.2.2. Perbaikan Akibat Rembesan Air Tanah Melalui Lining Terowongan ................ 34
6.4.3. Penggantian Elektrikal dan Mekanikal ................................................................. 40
6.4.3.1. Penggantian Komponen Mekanikal dan Elektrikal ........................................... 40
6.5. PERBAIKAN DAN REHABILITASI TEROWONGAN............................................................... 41
6.5.1. Perbaikan Darurat ................................................................................................ 41
6.5.1.1. Kerusakan Terowongan .................................................................................... 41
6.5.1.2. Pengelupasan Beton ........................................................................................ 41
6.5.1.3. Kegagalan Peraltan Mendadak ......................................................................... 41
6.5.1.4. Perbaikan Perkerasan ...................................................................................... 41
6.5.2. Perbaikan Elemen dengan Bahan Beton .............................................................. 42
6.5.2.1. Perbaikan Umum ............................................................................................. 42
6.5.2.2. Injeksi Pada Struktur Crack............................................................................... 46
6.5.2.3. Konstruksi Joints (NCHRP, 2010) ...................................................................... 48
6.5.2.4. Re-bonding Area yang Terkupas ...................................................................... 48
6.5.3. Perbaikan Elemen Baja......................................................................................... 48
6.5.3.1. Lining Baja/Cast Iron ........................................................................................ 48
6.6. REFERENSI........................................................................................................................ 50

Best Practice Sistem Manajemen Terowongan Jalan VI - 53

Вам также может понравиться