Вы находитесь на странице: 1из 19

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN

TERAPEUTIK TERHADAP PASIEN TUNA WICARA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK :

1. FIZA ISOLPIA
2. MAKHDA NURFATMALA LUBIS
3. MUTYA AMAL DWI SAFURA
4. ULFHA PUTRI RAHMI
5. MAWADDAH TURRAHMAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tugas Komunikasi
Terapeutik, Komunikasi Terapeutik Terhadap Pasien Tuna Wicara“

Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan teman-teman yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca nya mengenai bagaimana cara berkomunikasi
dengan tuna wicara dengan baik.

Terlepas semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun sangat diharapkan dari kesempurnaan nya makalah ini.

Padang, 16 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1Latar Belakang...............................................................................................1
1.2Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3Tujuan Penulisan ...........................................................................................1
1.4Manfaat Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

2.1 Pengertian Tunawicara..................................................................................3


2.2 Faktor Penyebab Tunawicara........................................................................3
2.3Klasifikasi Tunawicara..................................................................................6
2.4 Penanganan Pada Anak Tunawicara.............................................................7
2.5 Teknik Komunikasi Pada Pasien Gangguan Wicara....................................8
2.6 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan pada Pasien dengan Gangguan Wicara 9
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan..................................................................................................11

3.2 Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan


seseorang untuk menetapan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang
lain. Seringkali orang salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang sangat
mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang komplek yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya. Untuk dapat melakukan komunikasi, diperlukan indera untuk
menyampaikan dan menerima pesan yang disampaikan.

Pada klien yang mengalami gangguan wicara, komunikasi yang dilakukan pasti
akan berbeda dengan klien yang tidak mengalami gangguan terutama pada media
penyampaian pesan. Sebagai seorang perawat, diperlukan pemahaman dan strategi untuk
berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan tersebut. Tujuannya adalah agar
pesan yang disampaikan perawat dapat dipahami oleh klien, dan sebaliknya pesa dari
pasien bisa dipahami oleh perawat. Berdasarkan masalah tersebut, pada makalah ini kami
akan membahas mengenai cara berkomunikasi pada pasien dengan gangguan wicara.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, masalah dalam makalah ini dirumuskan menjadi beberapa
pertanyaan :
1. Bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan wicara ?
2. Apa saja faktor penyebab tuna wicara ?
3. Bagaimana penanganan pada anak yang mengalami tuna wicara ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang, tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui :
1. Cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan wicara
2. Faktor-faktor penyebab tuna wicara
3. Penanganan pada anak yang mengalami tuna wicara
1.4 Manfaat
1. Untuk memahami bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan tuna wicara
2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan tuna wicara
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan pada anak yang mengalami tuna
wicara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tunawicara

Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap denganbenar.
Pasien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Pengertian tuna wicara menurut para ahli :

1. Menurut Heri Purwanto dalam buku Ortopedagogik Umum (1998) tuna wicara
adalah apabila seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)
bahasa maupun suaranya dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan
dalam berkomunikasi lisan dalam lingkungan.
2. Sedangkan menurut Frieda Mangunsong,dkk dalam Psikologi dan Pendidikan
Anak Luar Biasa, tuna wicara atau kelainan bicara adalah hambatan dalam
komunikasi verbal yang efektif.
3. Kemudian menurut Dr. Muljono Abdurrachman dan Drs.Sudjadi S dalam
Pendidikan Luar Biasa Umum (1994) gangguan wicara atau tuna wicara adalah
suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi bicara, dan atau
kelancaran berbicara.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunawicara adalah individu
yang mengalami gangguan atau hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.

2.2 Faktor Penyebab Tuna Wicara

Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23) tuna wicara dapat terjadi
karena gangguan ketika :

1. Sebelum anak dilahirkan/ masih dalam kandungan (pre natal)


2. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (umur neo natal)
3. Setelah dilahirkan ( pos natal)

Gangguan pre natal

1. Hereditas (keturunan)

Yaitu apabila anak tunawicara sejak dalam kandungan karena diantara


keluarga terdapat tunawicara atau membawa gen tunawicara sehingga ketika lahir
anak tersebut memiliki gangguan tunawicara. Ini disebut dengan tuli genetis.
Perbedaan rhesus ayah dan ibu juga dapat menyebabkan abnormalitas pada kelahiran
anak.

2. Anoxia

Kekurangan oksigen dalam janin dapat menyebabkan kerusakan pada otak


dan syaraf yang menyebabkan ketidak sempurnaan organ salah satunya organ bicara
seperti pita suara, tenggorokan, lidah dan mulut.

Gangguan neo natal

1. Prematur

Bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan tidak normal dan lahir
dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat mengakibatkan kebisuan yang
kadang disertai ketulian. Kurangnya berat pada ketika lahir juga dapat menyebabkan
jaringan-jaringan

Gangguan pos natal

1. Infeksi

Sesudah dilahirkan anak menderita infeksi misalnya campak yang


menyebabkan tuli preseftik, virus akan menyerang cairan koklea, menyebabkan anak
menderita otitis media (koken). Akibat yang sama akan terjadi bila anak menderita
scaerlet fever, dipteri, batuk hejang atau tertular sifilis.
2. meningitis(radang selaput otak)

Penderita akan mengalami kelainan pada pusat syaraf pendengaran dan akan
mengalami ketulian perseptif.

3. infeksi alat pernafasan

Seseorang dapat menjadi tuna wicara apabila terjadi gangguan pada organ
pernafasan seperti paru-paru, laring, atau gangguan pada mulut dan lidah.

Kelainan bahasa dan bicara seringkali berkaitan dengan kelainan yang lain.
Frieda Mangunsong dkk dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa
mengutip Nelson (1993) secara spesifik mengemukakan faktor-faktor yang berkaitan
dalam bicara yaitu :

a. Faktor Sentral
Yaitu berhubungan dengan susunan syaraf pusat,yaitu
 ketidakmampuan berbahasa secara spesifik
 keterbelakangan mental
 luka otak (brain injury)
 autism
 defisit dalam hal perhatian dan hiperaktivitas, dll

b. Faktor Periferal
Berhubungan dengan gangguan sensoris atau fisik,yaitu
 Gangguan pendengaran
 Gangguan fisik

c. Faktor Lingkungan
Disebabkan oleh faktor lingkungan dan psikologik, seperti :
 Penyia-nyian dan penganiayaan
 Masalah perkembangan perilaku dan emosi
d. Faktor campuran
Yaitu kombinasai atau gabungan dari faktor-faktor diatas.

Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa (1998) Frieda
Mangunsong dkk mengemukakan Tunawicara juga dapat disebabkan oleh :

1. Gangguan kelancaran bicara


2. Kelainan artikulasi
3. Kelainan suara
4. Kelainan bahasa

1. Gangguan kelancaran bicara

Gangguan kelancaran bicara sering disebut dengan gagap. Gagap dapat


disebabkan berbagai faktor yaitu :

 gangguan emosi
 kerusakan otak
 kerusakan syarat
 gangguan organ bicara

2. Kelainan artikulasi

Kelainan artikulasi adalah keadaan dimana suara bahasa diganti, dihilangkan,


dirambah atau didistorsikan. Kelainan ini disebabkan dari kesalahan memproduksi bunyi
yang mengakibatkan kebiasaan. Kesalahan memproduksi suara diakibatkan karena
koordinasi otot-otot mulut dan wajah yang tidak kuat. Selain itu kelainan artikulasi juga
disebabkan oleh lingkungan anak, karena seorang anak belajar berbicara melalui proses
peniruan atau imitasi, jika dalam lingkungannya terdapat kesalahan dalam artikulasi
makan kemungkinan anak tersebut juga akan mengalami kesalahan dalam artikulasi.
3. Kelainan suara

Kelainan suara dapat disebabkan oleh :

 penyakit seperti laringitis yang menyebabkan suara menjadi serak


 Terdapat tumor pada pita suara
 Kelainan pada pitch atau tinggi rendahnya nada. Suara terlalu tinggi,rendah, atau
monoton
4. Kelainan bahasa

Kelainan bahasa disebabkan disfungsi susunan syaraf pusat atau kerusakan


susunan syaraf pusat yang secara medis sulit diperbaiki.

2.3 Klasifikasi Tunawicara

Dalam buku Ortopedagogik Umum (1998), Heri Purwanto mengemukakan


tunawicara secara umum diklasifikasikan menjadi 4 bagian,yaitu :

1. Keterlambatan bicara (Delayed speech )


Yaitu seseorang yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan bicaranya
jika dibandingkan dengan anak seusianya.
2. Gagap (stuttering)
Yaitu kelainan dalam memulai pembicaraan dapat berupa,
 Pemanjangan fonom atau suku kata depan (prolongation),
 Pengulangan suku kata depan ( repetition ),
 Gerak mulut berbicara namun tidak keluar suara ( silent struggle )
 Anak dengan kekacauan dalam berbicara (cluttering), biasanya berupa bicara
terlalu cepat, struktur kalimat tidak karuan, repitisi berlebihan.
3. kehilangan kemapuan berbahasa(disphasia).
Yaitu kehilangan kemampuan berbahasa mulai dari kesalahan dalam inti
pembicaraan sampai tidak dapat bebicara sama sekali.
4. Kelainan suara(voice disorder)
Ditandai dengan perbedaan suara dengan anak normal.
Adapun kelainan suara berupa :
 Kelainan nada(pitch)
Kelainan nada bicara dapat berupa nada terlalu tinggi, terlalu rendah, atau monoton.
 Kelainan kualitas suara
Kelainan kualitas atau warna suara berupa serak, lemah, atau desah.
 Kelainan keras lembutnya suara.
Kelainan ini dapat berupa suara keras ataupun suara lembut

2.4 Penanganan pada anak tuna wicara


1. Latihan Artikulasi
Artikulasi adalah gerakan otot-otot dari langit-langit, rahang lidah dan bibir
yang perlu untuk bicara.
Sardjono mengutip De vreede Varekamp (1973) ada 4 latihan yang perlu dilakukan
dalam membantu anak tunawicara, yaitu :
 Latihan meniup
 Latihan bibir
 Latihan lidah
 Latihan velum (untuk anak yang berbicara sengau)
2. Terapi Wicara (speech therapy)
Yaitu pengembangan kemampuan bicara anak tuna wicara dengan melatih
pengucapan oral ( mulut ).
3. Speech development
Yaitu pengembangan kemampuan bicara. Anak tunawicara dapat diajar
berbicara. Dalam masyarakat masih banyak orang yang berfikir bahwa anak tuna
wicara tidak dapat membawa suara. Pendapat ini salah sebab anak tuna wicara dapat
bersuara. Hal ini tergantung melatih suara tersebut untuk berbicara.
4. speech Improvement
Yaitu segala macam usaha yang berhubungan dengan pengembangan
kemampuan bicara. Contoh : grammar, spelling, reading, dam comprehension.
Setelah anak terbiasa mengucapkan kata-kata dengan baik maka perlu peningkatan
bicara dengan menambah beberapa perbendaharaan kata.
5. Speech correction
Yaitu suatu pembetulan bicara yang brbau terapi, dengan cara membetulkan
dan mengoreksi istilah-istilah yang tidak benar.
6. Speech education
Yaitu pendidikan bicara dan berbahasa.

2.5 Teknik komunikasi pada pasien dengan gangguan wicara

Teknik dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara adalah sebagai berikut :

1. Dengarkan dengan penuh perhatian, kesabaran, dan jangan menginterupsi


2. Ajukan pertanyaan sederhana yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan “tidak”
3. Berikan waktu untuk terbentuknya pemahaman dan renspons
4. Gunakan petunjuk visual (kata-kata, gambar, dan objek)jika mungkin
5. Hanya izinkan satu orang untuk berbicara pada satu waktu
6. Jangan berteriak atau berbicara terlalu keras
7. Beritahu pasien jika anda tidak mengerti
8. Bekerja sama dengan ahli terapi bicara jika dibutuhkan

Komponen komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah :

1. Pengirim atau komunikator (sender)


Adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
2. Pesan (message)
Adalah isi atau pesan atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada
pihak lain.
3. Saluran (channel)
Adalah media dimana pesan yang disampaikan kepada komunikan. Dalam
komunikasi antar pribadi (tatap-muka)msaluran dapat berupa udara yang mengalirkan
getaran nada/suara.
4. Penerima / komunikan
Adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.
5. Umpan balik (feedback)
Adalah tanggapan dari penerimaan pesan atau isi pesan yang disampaikan.
6. Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu
dijalankan.

2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan wicara
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan
pasien untuk menjadi mediator komunikasi.

2.7 Alat bantu untuk berkomunikasi dengan pasien gangguan tuna wicara
Berikut adalah alat bantu yang biasa digunakan untuk berkomunikasi dengan apsien
gangguan wicara :
1. Papan tulis dan spidol
2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk menunjukkan
kebutuhan dasar
3. Alarm pemanggil
4. Bahasa isyarat
5. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk merenspons sederhana (“ya” dan
“tidak”).
Cara membantu tunawicara:
Cara untuk membantu anak tunawicara adalah :
1. Bicara harus jelas dengan ucapan yang benar
2. Gunakan kalimat sederhana dan singkat
3. Gunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan
4. Gunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan
5. Bicara berhadapan muka
6. Latihan gerak bibir dengan cermin
7. Latihan menggunakan bahasa isyarat
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada gangguan tuna wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,
kerusakan pita suara, atau pun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien
dengan gangguan tuna wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan
gambar.

3.2 Saran
Ketika berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan fisik seperti tuna
wicara diperlukan pemahaman dan kesabaran terhadap klien serta perlu strategi
komunikasi dan mempertimbangkan media yang digunakan yang disesuaikan dengan
kondisi klien, agar pesan tetap dapat diterima.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayuavitha.blogspot.co.id/2015/11/komunikasi-terapeutik-pada-klien.html?m=1

https://www.scribd.com/document/348192088/komunikasi-pada-klien-dengan-gangguan-wicara

https://juliyanticardosoamaralblog.wordpress.com/2016/11/10/pemeriksaan-penunjang/
Naskah Role-Play

FASE PRA-INTERAKSI

Seorang pasien bernama Desi di rawat di Rumah Sakit X. Pasien mendapat diagnosa oleh
Dokter terkena tipoid. Selama pasien rawat inap hanya di temani oleh Ayahnya yang bernama
Bambang. Seorang perawat bernama Pia akan melakukan pemeriksaan TTV terhadap pasien.
Namun karena pasien tersebut menderita gangguan tunawicara membuat perawat memeriksa
sambil melakukan komunikasi terapeutik.

FASE ORIENTASI

Perawat : Selamat pagi! (Tersenyum)

Orang tua : Selamat pagi juga, Suster (Tersenyum)

Perawat : Perkenalkan, saya Suster Pia, saya akan melakukan pemeriksaan pada anak
Bapak

Orang tua : Iya Suster, silahkan

Perawat : Bagaimana keadaan anak Bapak hari ini?

Orang tua : Sepertinya udah agak mendingan, Suster. Tidurnya udah nyenyak, gak seperti
kemarin.

Perawat : Wah, udah ada perkembangan ya, Pak (Tersenyum)

Orang tua : (Tersenyum) Iya Suster

“ Suster langsung mendekati pasien”

Perawat : Selamat pagi (Sambil menyentuh pasien)


Pasien : (Mengangguk dan meringis) Pagi (Bicara tidak jelas)

Perawat : Dek Desi, nama saya suster Pia

Pasien : Pia? (Meniru namun tidak jelas)

Perawat : (Tersenyum dan mengangguk) Pia.

FASE KERJA

Perawat : Gimana Dek Desi, masih panas? (Bicara pelan-pelan)

Pasien : Udah enggak (Jawab tidak jelas)

Perawat : Dek Desi, udah sarapan?

Pasien : (Tampak bingung)

Perawat : Udah sarapan? (Mengulang dan memberi bahasa isyarat)

Pasien : Sarapan? (Bicara tidak jelas dan dengan bahasa isyarat)

Perawat : (Mengangguk) Iya. Udah?

Pasien : (Menggeleng) Belom (Bicara tidak jelas)

Perawat : Hlo, kok belom. Terus mau sarapan kapan?

Pasien : Eung.. eung… (Tampak berpikir) Nanti (Kata pasien tidak jelas)

Perawat : O nanti. Beneran hlo, abis ini langsung sarapan ya?

Pasien : (Mengangguk dan tersenyum)

Perawat : Sekarang, Suster periksa dulu ya? (Bicara pelan-pelan)

Pasien : Periksa? (Tanya dengan kata tidak jelas)

Perawat : (Mengagguk dan tersenyum)

Pasien : Suntik, Sus? (Tanya tidak jelas dengan bahasa isyarat dan tampak takut-takut)
Perawat : (Mencoba memahami)

Orang Tua : (Menerjemahkan) Gak disuntik kan, Sus?

Perawat : (Tersenyum) O… enggak (Dengan bahasa isyarat) Cuma di tensi. Gak sakit kok

Pasien : Janji? (Bicara tidak jelas dan dengan bahasa isyarat)

Perawat : (Tersenyum) Janji (Berkata mantap)

Pasien : Baiklah (Bicara tidak jelas dan tampak siap di periksa meski masih takut-takut)

Perawat : (Tersenyum dan mulai memeriksa pasien)

FASE TERMINASI

Perawat : Udah selesai (Berkata pelan-pelan)

Pasien : Udah? (Tidak jelas)

Perawat : (Mengangguk) Kalo gitu Suster tinggal dulu ya?

Pasien : Kok mau pergi? (Tidak jelas dengan wajah sedih)

Perawat : Iya, kan udah selesi (Bicara pelan-pelan dan tersenyum) Jangan sedih
(Menyentuh pundak pasien, menunjukan senyum lebar) Nanti Suster kesini lagi

Pasien : Bener ya Suster? (Senang, suara tidak jelas)

Perawat : Iya (Tersenyum sambil mengaguk)

“ Kemudian perawat menghampiri orang tua pasien”

Perawat : Pak, saya permisi dulu ya, kalau ada apa-apa, panggil saya atau perawat yang
lain ya, Pak (Tersenyum)

Orang tua : Iya Suster, Terima kasih (Tersenyum)

Perawat : Sama-sama. Mari, Pak

Вам также может понравиться