Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH
KELOMPOK :
1. FIZA ISOLPIA
2. MAKHDA NURFATMALA LUBIS
3. MUTYA AMAL DWI SAFURA
4. ULFHA PUTRI RAHMI
5. MAWADDAH TURRAHMAH
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tugas Komunikasi
Terapeutik, Komunikasi Terapeutik Terhadap Pasien Tuna Wicara“
Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada Dosen dan teman-teman yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca nya mengenai bagaimana cara berkomunikasi
dengan tuna wicara dengan baik.
Terlepas semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun sangat diharapkan dari kesempurnaan nya makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1Latar Belakang...............................................................................................1
1.2Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3Tujuan Penulisan ...........................................................................................1
1.4Manfaat Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
3.1 Kesimpulan..................................................................................................11
3.2 Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Pada klien yang mengalami gangguan wicara, komunikasi yang dilakukan pasti
akan berbeda dengan klien yang tidak mengalami gangguan terutama pada media
penyampaian pesan. Sebagai seorang perawat, diperlukan pemahaman dan strategi untuk
berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan tersebut. Tujuannya adalah agar
pesan yang disampaikan perawat dapat dipahami oleh klien, dan sebaliknya pesa dari
pasien bisa dipahami oleh perawat. Berdasarkan masalah tersebut, pada makalah ini kami
akan membahas mengenai cara berkomunikasi pada pasien dengan gangguan wicara.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang, tujuan makalah ini yaitu untuk mengetahui :
1. Cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan wicara
2. Faktor-faktor penyebab tuna wicara
3. Penanganan pada anak yang mengalami tuna wicara
1.4 Manfaat
1. Untuk memahami bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan tuna wicara
2. Untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan tuna wicara
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan pada anak yang mengalami tuna
wicara
BAB II
PEMBAHASAN
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita
suara, ataupun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan
wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap denganbenar.
Pasien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
1. Menurut Heri Purwanto dalam buku Ortopedagogik Umum (1998) tuna wicara
adalah apabila seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)
bahasa maupun suaranya dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan
dalam berkomunikasi lisan dalam lingkungan.
2. Sedangkan menurut Frieda Mangunsong,dkk dalam Psikologi dan Pendidikan
Anak Luar Biasa, tuna wicara atau kelainan bicara adalah hambatan dalam
komunikasi verbal yang efektif.
3. Kemudian menurut Dr. Muljono Abdurrachman dan Drs.Sudjadi S dalam
Pendidikan Luar Biasa Umum (1994) gangguan wicara atau tuna wicara adalah
suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi bicara, dan atau
kelancaran berbicara.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunawicara adalah individu
yang mengalami gangguan atau hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23) tuna wicara dapat terjadi
karena gangguan ketika :
1. Hereditas (keturunan)
2. Anoxia
1. Prematur
Bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan tidak normal dan lahir
dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat mengakibatkan kebisuan yang
kadang disertai ketulian. Kurangnya berat pada ketika lahir juga dapat menyebabkan
jaringan-jaringan
1. Infeksi
Penderita akan mengalami kelainan pada pusat syaraf pendengaran dan akan
mengalami ketulian perseptif.
Seseorang dapat menjadi tuna wicara apabila terjadi gangguan pada organ
pernafasan seperti paru-paru, laring, atau gangguan pada mulut dan lidah.
Kelainan bahasa dan bicara seringkali berkaitan dengan kelainan yang lain.
Frieda Mangunsong dkk dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa
mengutip Nelson (1993) secara spesifik mengemukakan faktor-faktor yang berkaitan
dalam bicara yaitu :
a. Faktor Sentral
Yaitu berhubungan dengan susunan syaraf pusat,yaitu
ketidakmampuan berbahasa secara spesifik
keterbelakangan mental
luka otak (brain injury)
autism
defisit dalam hal perhatian dan hiperaktivitas, dll
b. Faktor Periferal
Berhubungan dengan gangguan sensoris atau fisik,yaitu
Gangguan pendengaran
Gangguan fisik
c. Faktor Lingkungan
Disebabkan oleh faktor lingkungan dan psikologik, seperti :
Penyia-nyian dan penganiayaan
Masalah perkembangan perilaku dan emosi
d. Faktor campuran
Yaitu kombinasai atau gabungan dari faktor-faktor diatas.
Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa (1998) Frieda
Mangunsong dkk mengemukakan Tunawicara juga dapat disebabkan oleh :
gangguan emosi
kerusakan otak
kerusakan syarat
gangguan organ bicara
2. Kelainan artikulasi
Teknik dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara adalah sebagai berikut :
Komponen komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah :
2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan wicara
Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Perawat benar-benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik
6. Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan simbol
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan
pasien untuk menjadi mediator komunikasi.
2.7 Alat bantu untuk berkomunikasi dengan pasien gangguan tuna wicara
Berikut adalah alat bantu yang biasa digunakan untuk berkomunikasi dengan apsien
gangguan wicara :
1. Papan tulis dan spidol
2. Papan komunikasi dengan kata, huruf, atau gambar yang umum untuk menunjukkan
kebutuhan dasar
3. Alarm pemanggil
4. Bahasa isyarat
5. Penggunaan kedipan mata atau gerakan jari untuk merenspons sederhana (“ya” dan
“tidak”).
Cara membantu tunawicara:
Cara untuk membantu anak tunawicara adalah :
1. Bicara harus jelas dengan ucapan yang benar
2. Gunakan kalimat sederhana dan singkat
3. Gunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan
4. Gunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan
5. Bicara berhadapan muka
6. Latihan gerak bibir dengan cermin
7. Latihan menggunakan bahasa isyarat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada gangguan tuna wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual,
kerusakan pita suara, atau pun gangguan persyarafan. Berkomunikasi dengan klien
dengan gangguan tuna wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan
ditangkap benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan
gambar.
3.2 Saran
Ketika berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan fisik seperti tuna
wicara diperlukan pemahaman dan kesabaran terhadap klien serta perlu strategi
komunikasi dan mempertimbangkan media yang digunakan yang disesuaikan dengan
kondisi klien, agar pesan tetap dapat diterima.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayuavitha.blogspot.co.id/2015/11/komunikasi-terapeutik-pada-klien.html?m=1
https://www.scribd.com/document/348192088/komunikasi-pada-klien-dengan-gangguan-wicara
https://juliyanticardosoamaralblog.wordpress.com/2016/11/10/pemeriksaan-penunjang/
Naskah Role-Play
FASE PRA-INTERAKSI
Seorang pasien bernama Desi di rawat di Rumah Sakit X. Pasien mendapat diagnosa oleh
Dokter terkena tipoid. Selama pasien rawat inap hanya di temani oleh Ayahnya yang bernama
Bambang. Seorang perawat bernama Pia akan melakukan pemeriksaan TTV terhadap pasien.
Namun karena pasien tersebut menderita gangguan tunawicara membuat perawat memeriksa
sambil melakukan komunikasi terapeutik.
FASE ORIENTASI
Perawat : Perkenalkan, saya Suster Pia, saya akan melakukan pemeriksaan pada anak
Bapak
Orang tua : Sepertinya udah agak mendingan, Suster. Tidurnya udah nyenyak, gak seperti
kemarin.
FASE KERJA
Pasien : Eung.. eung… (Tampak berpikir) Nanti (Kata pasien tidak jelas)
Pasien : Suntik, Sus? (Tanya tidak jelas dengan bahasa isyarat dan tampak takut-takut)
Perawat : (Mencoba memahami)
Perawat : (Tersenyum) O… enggak (Dengan bahasa isyarat) Cuma di tensi. Gak sakit kok
Pasien : Baiklah (Bicara tidak jelas dan tampak siap di periksa meski masih takut-takut)
FASE TERMINASI
Perawat : Iya, kan udah selesi (Bicara pelan-pelan dan tersenyum) Jangan sedih
(Menyentuh pundak pasien, menunjukan senyum lebar) Nanti Suster kesini lagi
Perawat : Pak, saya permisi dulu ya, kalau ada apa-apa, panggil saya atau perawat yang
lain ya, Pak (Tersenyum)