Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Pelindung Bola Mata


2.1.1. Cavum Orbita
2.1.1.1. Anatomi
Orbita (lekuk mata) adalah sebuah kavitas tulang berbentuk
piramida yang terletak pada tulang wajah. Cavum ini berfungsi melindungi
bola mata, otot-otot, saraf, dan pembuluh darah di dalamnya, termasuk
sebagian besar apparatus lakrimalis. Selain diisi oleh struktur- struktur
seperti bola mata, otot-otot, saraf, dan pembuluh darah, cavum orbita juga
diisi oleh jaringan lemak orbita yang terletak diantara struktur-struktur
tersebut.18

Gambar 2.1 Anatomi Cavum orbitae.5

Cavum orbitae memiliki sebuah basis dan apex, serta empat buah
dinding yang menyusunnya, yaitu:

a. Basis orbitae dibatasi oleh margo orbitae yang mengelilingi aditus


orbitae. Tulang-tulang yang membentuk margo orbitae berfungsi

4
untuk melindungi struktur di dalam cavum orbitae dan menjadi
tempat menempelnya septum orbitae.
b. Dinding superior terutama dibentuk oleh facies orbitalis ossis
frontalis yang memisahkan cavum orbitae dengan fossa cranii
anterior. Di sekitar apex, dinding superior dibentuk oleh ala minor
ossis sphenoid.
c. Dinding medial dibentuk sebagian besar oleh os ethmoid dan juga
sebagian kecil oleh os frontalis, os lakrimalis, dan os sphenoidalis.
Pada bagian anterior dinding medial terdapat sulkus lakrimalis dan
fossa saccus lakrimalis.
d. Dinding inferior terutama dibentuk oleh maxilla dan sebagian
lainnya oleh os zygomaticum dan os palatinum. Dinding inferior
dipisahkan oleh dinding lateral oleh fissura orbitalis inferior.
e. Apex orbita terletak pada canalis opticus di ala minor ossis
sphenoid, medial dari fissura orbitaslis superior.19
Tulang-tulang yang menyusun cavum orbita dilapisi oleh periorbita
(periosteum dari cavum orbita). Periorbita membentuk pembungkus fascial
untuk isi dari cavum orbita. Periorbita pada canalis opticus dan fissura
orbitalis superior akan berlanjut menjadi lapisan periosteal dari duramater.
Sedangkan periorbita pada margo orbitae dan fossa orbitalis inferior akan
berlanjut menjadi lapisan periosteum yang melapisi bagian luar dari
cranium.19

2.1.2. Palpebra
2.1.2.1. Anatomi
Bola mata pada bagian anteriornya dilindungi dari kemungkinan
cedera dan cahaya yang berlebihan oleh palpebra. Palpebra juga
berfungsi menjaga kelembaban kornea dengan meratakan cairan lakrimal
yang disekresikan oleh apparatus lakrimalis. Palpebra pada bagian
luarnya dilapisi oleh kulit yang tipis dan bagian dalamnya dilapisi oleh
mukus membrane yang transparan yang dikenal sebagai konjungtiva
palpebralis. Konjungtiva palpebralis terlipat balik pada bulbus oculi dan

5
bersambung dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi yang tipis dan
transparan serta melekat secara longgar pada permukaan bola mata. 19

2.1.2.2. Histologi
Palpebra adalah lipatan jaringan yang berfungsi melindungi mata
dan dapat digerakkan. Jaringan ini bersifat longgar dan elastis.10
Pada palpebra terdapat tiga buah kelenjar, yaitu kelenjar Meibom
kelenjar Moll dan Zeis. Kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea panjang
dalam lempeng tarsal. Kelenjar Meibom tidak berhubungan dengan folikel
rambut. Kelenjar Meibom membentuk lapisan berminyak pada permukaan
air mata dengan menghasilkan substansi sebaseus. Lapisan ini berfungsi
membantu mencegah cepatnya penguapan dari lapisan air mata normal.
Kelenjar Zeis merupakan modifikasi kelenjar sebasea yang lebih kecil dan
berhubungan dengan folikel bulu mata. Kelenjar keringat Moll merupakan
tubulus yang mirip sinus dan tidak bercabang yang awalnya berupa
pilinan sederhana dan bukan berbentuk glomerulus seperti halnya kelenjar
keringat biasa. Kelenjar Moll melepaskan sekretnya ke folikel bulu mata.10

Gambar 2.2 Histologi Palpebra. 5


2.1.3 Apparatus lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam
drainase dan produsksi air mata. Apparatus lakrimalis memiliki 2 bagian:
1. Komponen ekskresi, yang mengalirkan sekret ke dalam hidung,
terdiri dari kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

6
2. Komponen sekresi, yang terdiri dari kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata.22
2.1.3.1 Sistem ekskresi air mata
Sistem eksresi terdiri atas puncta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan
duktus nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan
resleting- mulai di lateral, menyebabkan air mata secara merata di atas
kornea, dan menyalurkan ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial
palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan kecepatan
sesuai dengan jumlah yang menguap sehingga sangat sedikit yang masuk
dalam sistem ekskresi. Dengan menutup mata, bagian khusus orbiklaris
pra-tarsal yang mengelilingi ampula mengencang dan mencegahnya
keluar. Bersamaan waktu, palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis
posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam
sakus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus yang
kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis kerena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung.22
2.1.3.2 Sistem sekresi air mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama
yang terletak di fossa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar
yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil,
masing-masing dengan sistem saluran pembuangan airnya tersendiri ke
dalam forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat
dilihat dengan membalikkan pelpebra superior. Sekeresi dari kelenjar
lakrimal utama dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air
mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan
kelenjar utama datang dari nucleus lakrimalis pons melalui nervus
intermedius dan menempuh jalur rumit dari cabang maxilaris nervus
trigeminus. 22
Kelenjar lakrimal tambahan, meskipun hanya sepersepuluh dari
massa utama, mempunyai peran penting. Kelenjar Krause dan Wolfring

7
identik dengan kelenjar utama namun tidak memiliki sistem saluran.
Kelenjar-kelenjar ini terletak dalam konjungtiva, terutama di forniks
superior. Sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva,
menghasilkan glikoprotein dalam bentik musin. Modifikasi kelenjar
sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata.
Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut
membentuk film air mata. 22
Kelenjar tambahan dikenal sebagai pensekresi dasar. Sekretnya
cukup memelihara kornea, tanpa sekresi dari kelenjar utama. Tetapi
hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea, meskipun banyak air
mata dari kelenjar lakrial.22
2.1.3.3 Lapisan-lapisan film air mata
Film air mata terdiri atas 3 lapisan
1. Lapisan superficial adalah film lipid monomolekuler yang berasal
dari kelenjar Meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan.
2. Lapisan akueus tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal
mayor dan minor dan mengandung substansi larut air (garam dan
protein)
3. Lapisan musin dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel
epitel kornea dan konjungtiva. Membrane sel epitel terdiri atas
lipoprotein yang bersifat hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak
dapat basah oleh air. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel
epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel
permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru agar air
mata menyebar secara merata kebagian yang dibasahinya dengan
cara menurunkan tegangan permukaan.22

8
2.2. Struktur Permukaan Bola Mata
2.2.1. Konjungtiva
2.2.1.1 Anatomi
Secara anatomi konjungtiva terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Konjungtiva palpebralis yang letaknya dimulai dari mukocutaneus
junction pada margo palpebra dan melekat erat pada lempeng
tarsal. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.22
Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi menjadi zona marginal,
tarsal, dan orbital. Konjungtiva marginal merupakan zona
transisional antara kulit dan konjungtiva proper. Kemudian zona
tarsal konjungtiva merupakan bagian dari konjungtiva palpebralis
yang merekat erat pada tarsus. Zona ini bersifat sangat vaskuler
dan translusen. Zona terakhir adalah zona orbital, yang mulai dari
ujung perifer tarsus hingga forniks.12
2. Forniceal merupakan bagian yang longgar dan melipat
menghubungkan antara konjungtiva bulbar dan palpebra.
3. Konjungtiva bulbar yang melapisi bagian anterior dari sklera.
Stroma dari kunjungtiva bulbi ini melekat secara longgar pada
Kapsul Tenon, kecuali pada bagian limbus yang pada bagian ini
stroma melekat dengan kuat.11

Gambar 2.3 Anatomi Palpebra.5


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan
arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan

9
bersama banyak vena konjungtiva yang umum mengikuti pola arterinya
membentuk jarring-jaring vascular konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superficial dan
profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
(oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki sabut nyeri yang relative
sedikit.22
2.2.1.2. Histologi
Konjungtiva merupakan lapisan epitel yang menutupi sklera dan
permukaan bagian dalam dari palpebra. Epitelnya merupakan epitel
berlapis silindris yang pada umumnya epitel berlapis ini jarang
mengandung. Sel Goblet pada permukaannya. Pada lapisan basalnya
didapatkan adanya melanosit. Sekresi mucus yang dihasilkan kelenjar-
kelenjar konjungtiva berperan sebagai lapisan perlindungan pada
permukaan yang terbuka dan memungkinkan palpebra dapat lebih mudah
untuk bergerak.30
Pada konjungtiva terdapat beberapa kelenjar, antara lain:
1. Kelenjar mucinous
a. Sel Goblet, terletak di dalam epitel yang terkonsentrasi paling
banyak di daerah inferonasal
b. Kripta dari Henle terletak sepanjang sepertiga atas dari
konjungtiva tarsal superior dan sepenjang sepertiga bawah dari
konjungtiva tarsal inferior.
c. Kelenjar Manz melingkari limbus
2. Kelenjar lakrimal tambahan dari Krause dan Wolfring yang terletak
dalam substansia propia.11

2.2.2. Kornea
2.2.2.1. Anatomi
Kornea merupakan sebuah jaringan transparan yang merupakan
kelanjutan dari sklera pada limbus dan dibatasi oleh sulkus sklera, sebuah
cekungan disekeliling limbus. Kornea ini disisipkan dalam skera pada

10
limbus. Tebal kornea 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65mm di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm. dari anterior ke posterior, kornea
mempunyai lima lapisan yang berbeda, yaitu: lapisan epitel, lapisan
bowman, stroma, membrane Descemet, dan lapisan endotel. 18,22
Kornea tidak berpembuluh darah, dan sensitive terhadap
sentuhan. Kornea dipersarafi oleh nervus ophthalmicus (nervus kranialis
V1) dan memperoleh nitrisi dari humor akueus, air mata, dan oksigen yang
diserap dari udara.18
2.2.2.2. Histologi
Kornea merupakan bagian luar mata yang meliputi seperlima
bagian anterior mata. Kornea tidak berwarna dan transparan. Pada
potongan melintang kornea, didapatkan bahwa kornea tersusun atas 5
lapisan, yaitu
a. Epitel kornea merupakan epitel berlapis pipih tidak bertanduk dan
terdiri dari 5 atau 6 lapis sel. Di bagian basal dari epitel ini banyak
ditemukan gambaran mitosis yang menunjukkan daya regenerasi
epitel kornea yang tinggi. Regenerasi ini biasanya terjadi setiap 7
hari. Epitel kornea juga dilapisi oleh lapisan lipid dan glikoprotein
dengan tebal sekitar 7µm kornea memiliki suplai saraf sensori yang
banyak. 10
b. Membran Bowman merupakan lapisan di bawah kornea setebal 7-
12 µm. Lapisan ini tersusun atas serat-serat kolagen yang tersusun
menyilang secara acak, suatu substansi antar sel yang padat, dan
tidak mengandung sel. Membran Bowman juga membantu
stabilitas dan kekuatan kornea. 10
c. Stroma tersusun atas berkas-berkas kolagen yang saling menyilang
secara tegak lurus. Serabut kolagen ini berjalan sejajar satu sama
lainnya dan membentang seluruh lebar kornea di dalam setiap
lamelnya. Di antara beberapa lapisan, juluran sitoplasma fibroblast
memiliki bentuk menyerupai kupu-kupu. Sel dan serat stroma
tertanam dalam substansi yang banyak mengandung glikoprotein

11
dan kondroitin sulfat. Sel-sel limfoid dapat ditemukan di stroma
walaupun stroma merupakan lapisan yang avaskular. 10
d. Membran Descemet merupakan struktur homogen yang tersusun
atas filamen-filamen kolagen halus yang membentuk jalinan 3-
dimensi. Membran ini memiliki ketebalan 5-10 µm. 10
e. Endotel kornea merupakan lapisan epitel selapis pipih. Sel-sel
punyusunnya memiliki organel untuk sekresi yang khas untuk sel
yang terlibat dalam transpor aktif dan sintesa protein, dan memiliki
organel yang mungkin berhubungan dengan sistesis dan juga
ketahanan dari membran Descemet. Endotel dan epitel kornea
berfungsi menjaga kejernihan kornea. Kedua lapisan itu sanggup
mentranspor ion natrium ke permukaan apikalnya. Ion klorida dan
air akan ikut secara pasif, dan mempertahankan terhidrasi dari
stroma kornea. Mekanisme ini ditambah dengan susunan serabut
kolagen yang teratur membuat kornea menjadi transparan.10

Gambar 2.4 Histologi kornea.5


2.2.2.3. Fisiologi
Kornea merupakan lapisan protektif dan juga sebagai media
masuknya cahaya ke retina. Sifatnya yang transparan merupakan efek
dari strukturnya yang homegen, avaskular, dan mekanisme hidrasi yang
baik. Mekanisme hidrasi dijalankan oleh pompa bikabonat pada endotel
kornea dan fungsi barier yang ditimbulkan oleh epitel dan endotel kornea.
Kerusakan pada endotel kornea akan memiliki efek yang besar pada
proses hidrasi tersebut dibandingkan jika terjadi kerusakan pada epitel

12
kornea. Kerusakan pada endotel kornea akan menyebabkan edema pada
kornea yang berujung pada berkurangnya transparasi. Sedangkan
kerusakan pada epitel kornea hanya akan menyebabkan edema local
yang akan pulih setelah sel pada epitel kornea mengalami regenerasi.22

2.3. Pterygium
2.3.1. Defenisi
Pertumbuhan abnormal dari konjungtiva bulbi dan hipertrofi dari
jaringan ikat subkonjungtiva yang berbentuk segitiga. Pterygium dapat
tumbuh secara medial ataupun lateral pada fissura palpebra dan dapat
mencapai permukaan kornea. Pertumbuhan yang progresif dalam kurun
beberapa bulan sampai tahun pada permukaan kornea berhubungan
dengan kerusakan membran Bowman.2,4,8

2.3.2. Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi didtribusinya lebih
banyak di daerah tropis yang terletak di sekitar ekuator dengan lintang
antara 37º LU sampai 37º LS. Daerah ini dikenal sebagai “pterygium
belt”.2
Di Amerika Serikat, kasus Pterygium sangat bervariasi tergantung
pada letak geografisnya. Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya
berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas lintang 40º lintang utara
sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36º. Secara internasional,
hubungan antara kejadian menurun di lintang atas dan relative meningkat
pada lintang lebih rendah. 6
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pterygium
meningkat seiring dengan peningkatan usia, jenis kelamin laki-laki, dan
berhubungan dengan merokok, tingkat pendidikan yang rendah, dan
pekerjaan luar ruangan dengan paparan matahari yang kronis.2

13
2.3.3. Faktor risiko
a. Radiasi Ultraviolet
Faktor lingkungan yang meningkatkan risiko timbulnya pterygium
adalah paparan cahaya ultraviolet. Penyerapan ultraviolet oleh kornea dan
konjungtiva akan menyebabkan kerusakan dan proliferasi sel pada kornea
dan konjungtiva. Posisi lintang, waktu di luar ruangan, pemakaian
pelindung mata dan topi juga mempengaruhi paparan sinar ultraviolet.2
b. Faktor Genetik
Beberapa kasus menunjukkan adanya pasien pterygium dengan
anggota keluarga yang juga mengalami pterygium yang mungkin bersifat
autosomal dominan.
c. Iritasi kronis atau inflamasi di limbus atau tepi kornea
d. Debu, kelembeban rendah, mikrotrauma, mata kering, HPV.2
e. Usia tua, laki-laki, refraksi hiperopik, tekanan intraokuler rendah.25

2.3.4 Patogenesa
Salah satu patogenesa dari pterygium adalah terjadinya stres
oksidatif pada jaringan yang mengalami pterigium tersebut. Stres oksidatif
dapat terjadi akibat radiasi ultraviolet. 2,12
Paparan ultraviolet dapat menimbulkan efek secara langsung
melalui efek fototoksik ataupun secara tidak langsung melalui radikal
bebas yang dapat berupa anion superoksida (O²ˉ), hidrogen piroksida
(H2O2), dan peroksinitrit (ONOOˉ). Radikal bebas tersebut akan
didetoksifikasi oleh enzim superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT),
dan glutation peroksidase (GSH-Px). Pada keadaan homeostasis system
antioksidan dapat melawan oksidan, baik yang endogen maupun
eksogen. Ketika paparan oksidan endogen ataupun eksogen
meningkatkan stres oksidatif, homeostasis akan terganggu dan radikal
bebas akan merusak moleku-molekul intraseluler seperti asam nukleat,
protein, dan lemak. Hal inilah yang memicu terjadinya degenerasi kronis
pada konjungtiva yang terlihat pada sediaan histopatologinya. Pada
mikroskop cahaya tampak adanya jaringan subepitel yang abnormal
akibat adanya degenerasi pada sabut kolagen 2,12

14
Defisiensi dari limbal stem cell juga diduga terlibat dalam
patogenesis pterygium. Pada keadaan normal limbal stem cell berfungsi
untuk meregenerasi epitel pada kornea. Ketika terjadi defisiensi, pada
permukaan kornea akan mengalami konjungtivalisasi. Tanda khas dari
defisiensi limbal stem cell dan juga merupakan tanda dari pterygium
adalah adanya pertumbuhan konjungtiva ke arah limbus, vaskularisasi,
inflamasi kronis, destruksi dari membran basal, dan pertumbuhan jaringan
fibrosa.2

2.3.5 Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi pterygium adalah suatu kondisi
degenerasi dan hiperplastik pada konjungtiva. Epitel bervariasi antara
atrofi, hyperplasia, metaplasia, dan dysplasia. Jaringan subkonjungtiva
mengalami degenerasi elastic dan proliferasi menjadi jaringan vascular di
bawah epithelium yang pada akhirnya akan mencapai kornea. Epitel
kornea,lapisan Bowman dan stroma superficial mengalami kerusakan.12,24

2.3.6Tanda dan Gejala


Secara kronologis, urutan pterygium adalah adanya bentukan kecil,
abu-abu, kornea yang opak. Bentukan ini berkembang di sekitar limbus
nasalis. Kemudian akan terjadi perkembangan secara progresif dari
konjungtiva yang opak menuju ke kornea dalam bentuk segitiga. Setelah
itu terjadi penumpukan dari besi (Stocker line) yang mungkin terlihat di
epitel kornea pada anterior dari caput pterygiumnya.11
Pterygium dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: head (bagian
apex dari kornea, neck (bagian limbal), dan body (bagian sklera) yang
meluas antara limbus dan kantus. 12
Pterygium menurut perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi 2
tipe, yaitu progresif dan regresif.
1. Pterygium progresif: tebal, seperti daging, dan vaskular dengan
beberapa infiltrate di depan kelapa pterygium.

15
2. Pterygium regresif: tipis, atrofi, sangat sedikit vaskular. Tidak
terdapat cap. Tipe ini akhirnya akan membentuk membrane tetapi
tidak hilang. 12
Pterygium dibagi menjadi beberapa tipe:
1. Tipe 1: meluas kurang dari 2 mm dari kornea. Deposit besi
(stocker’s line) dapat dijumpai pada epitel kornea yang meluas ke
bagian kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis, meskipun
sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan penggunaan
lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.11

Gambar 2.5 Pterygium tipe 1. 11


2. Tipe 2: menutupi kornea sampai 4 mm dan dapat primer atau
rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan lapisan film air mata
dan menimbulkan astigmatisma.11

Gambar 2.6 Pterygium tipe 2. 11

3. Tipe 3: mengenai kornea lebih dari 4 mm dan mengganggu


aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren,
mungkin berhubungan dengan fibrosis subkinjungtiva yang

16
meluas ke fornik dan biasanya dapat menyebabkan gangguan
pergerakan mata.11

Gambar 2.7 Pterygium tipe 3. 11

2.3.7 Diagnosa

a. Anamnesa didapatkan keluhan sensasi benda asing, nyeri,


bengkak, gatal dan kemerahan progesif
b. Riwayat pasien 15
c. Tes ketajaman penglihatan: mungkin menurun akibat sentralisasi
dari pterygium atau akibat irregular astigmatism
d. Refraksi: mungkin terjadi astigmatisma akibat pterygium
e. Tekanan intraokuler: biasanya normal
f. Pemeriksaan Slit-lamp: bisa dijumpai adanya iron line (Stocker’s
line) di bagian depan dari pterygium yang menandakan
pertumbuhan yang stabil.
g. Pemeriksaan dilatasi fundus: biasanya normal.14

2.3.8 Diagnosa Banding


a. Pseudopterygium disebabkan oleh lipatatan konjungtiva yang
melekat pada daerah perifer dari ulkus di kornea atau di area dari
peripheral thinning. Pseudopterygium dapat terjadi akibat pada tepi
epitel kornea akibat trauma atau inflamasi. Peudopterygium dapat
berkembang pada semua sisi konjungtiva dengan hanya bagian

17
apex yang melekat pada kornea. Sedangkan pada pterygium,
seluruh bagiannya melekat pada struktur di bawahnya.11

Gambar 2.8 Pseudopterygium. 10

Tabel 2.1 Perbedaan Pterygium dan Pseudopterygium.12


Perbedaan Pterygium dengan Pseudopterygium
Pterygium Pseudopterygium
Etiologi Proses degenerasi Proses inflamasi
Umur Sering pada orang tua Pada semua umur
Lokasi Konjungtiva nasal atau Pada semua sisi
temporal konjungtiva
Stadium Progresif, regresif, Biasanya stasioner
stasioner
Tes Sondase Negatif Positif

b. Neoplasia konjungtiva intraepitel.11

2.3.9 Manajemen
Sampai hari ini terapi pembedahan untuk pterygium memiliki
banyak variasi, mulai dari yang paling sederhana berupa eksisi sklera
sederhana sampai yang lebih rumit seperti keratoplasti lamellar dan
transplantasi membran amnion. Semua prosedur penanganan pterygium
memiliki tujuan yang sama, yaitu menghilangkan jaringan pterygium dan
mencegah kekambuhan. Kegagalan terapi pembedahan pada pterygium

18
ditandai dengan pertumbuhan jaringan pterygium di permukaan kornea
secara berulang. Tingkat kekambuhannya berkisar antara 0% sampai
89%. Selain itu, risiko komplikasi berupa kebutaan juga menghantui
pemberian terapi adjunctive pada operasi pterygium. Hal ini menimbulkan
kontroversi tentang komplikasi jangka panjang yang akan ditimbulkan oleh
berbagai terapi dari pterygium.2
Terapi pembedahan modern dari pterygium dibagi menjadi empat
macam sesuai dengan tingkat kerumitannya, yaitu eksisi sklera
sederhana, eksisi dengan penutupan konjungtiva/transposisi, eksisi
dengan terapi andjunctive amnion, dan teknik transplantasi permukaan
okuli.2
a. Eksisi Sklera Sederhana
Teknik yang diperkenalkan pada tahun 1948 oleh D’Ombrain ini
dilakukan dengan mengeksisi bagian kaput dan korpus dari pterygium
yang akan menimbulkan reepitalisasi dari permukaan sklera. Meskipun
pada penelitian terdahulu penggunaan teknik ini cukup berhasil, tetapi
saat ini diketahui bahwa eksisi sklera sederhana tidak cukup mampu
untuk mencegah kekambuhan dari pterygium. Tingkat kekambuhan
dengan teknik ini bervariasi antara 24% sampai 89%.2
b. Eksisi dengan Penutupan Konjungtiva/Transposisi
Beberapa tindakan penutupan luka pada konjungtiva dilaporkan
telah diterapkan. Penutupan luka mungkin merupakan penanganan
sederhana dari kerusakan tepi/batas konjungtiva, dengan atau tanpa
insisi relaksasi, atau mungkin merupakan suatu prosedur transposisi
konjungtiva menggunakan rotational pedicle flap dari atas ke bawah.
Namun, tingkat kekambuhan dari teknik ini juga tidak terlalu berbeda
dibandingkan dengan teknik eksisi sklera sederhana. Penggunaan
teknik ini yang dikombinasikan dengan terapi adjunctive antimitotic,
secara teori, akan mengurangi risiko timbulnya scleral melting setelah
terapi, tetapi dalam beberapa penelitian terdapat fakta bahwa
penutupan sederhana dan menggunakan penutupan rotational flap

19
superior masih terdapat risiko kekambuhan sekitar secara berurutan
37% dan 29%.2
c. Eksisi dengan Terapi Adjucntive
Beberapa terapi adjunctive memiliki manfaat mengurangi risiko
kekambuhan setelah terapi pembedahan. Masing-masing dari terapi
tersebut memiliki kelebihan yang berbeda, tetapi di sisi lain juga
memiliki kekurangan.2
i. Irradiasi Beta
Radiasi ion ini bekerja dengan cara menghambat mitosis
yang sangat cepat dan mencegah proliferasi jaringan. Walaupun
teknik ini telah digunakan selama lebih dari setengah abad, tingkat
efektivitas dan keamanannya masih kurang. Tingkat kekambuhan
dengan terapi ini, menurut beberapa penelitian, adalah sekitar
10%.2
Efek samping terapi pembedahan dengan irradiasi beta ini
terkait dengan dosis yang digunakan dalam irradiasinya.
Komplikasi yang paling berbahaya adalah pembentukan katarak
sektoral, atrofi iris, nekrosis sklera, dan scleral melting dengan
atau tanpa timbulnya endopthalmitis ataupun timbulnya plak
kalsium pada sklera. Komplikasi yang lebih ringan adalah
konjungtivitis, sikatrik pada konjungtiva, keratitis, fotopobia, dan
ptosis. Komplikasi-komplikasi tersebut menyebabkan penggunaan
irradiasi beta masih diperdebatkan.2
ii. Mitomycin C
Mitomycin C (MMC) merupakan agen atibiotik dan antikanker
yang menghambat sintesis DNA,RNA, protein, dan memiliki
pengaruh pada proliferasi sel. MMC telah digunakan secara
khusus sebagai terapi adjunctive untuk glaukoma dan
pembedahan pada pterygium serta memperpanjang inhibisi lokal
dari Tenon’s fobroblast yang akan mengurangi timbulnya scar
pada trabekulektomi dan kekambuhan dari pterygium. Komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari penggunan tetes mata MMC yang

20
tidak tepat adalah iritis, avaskularisasi limbus, sceral melting atau
pembentukan plak kalsium, dekompensasi kornea, perforasi
sklera atau kornea, glaukoma sekunder, dan katarak.Oleh karena
komplikasi yang ditimbulkan oleh tetes matanya, MMC hanya
diaplikasikan satu kali saat tindakan pembedahan dengan tingkat
kekambuhan antara 3% sampai 43%.2
d. Teknik Transplantasi Permukaan Okuli
Terdapat enam macam teknik transplantasi permukaan oculi, yaitu:
i. Transplantasi Autograft Konjungtiva
Teknik ini merupakan “gold standard” dibandingkan dengan
metode-metode yang lainnya karena lebih efektif dan aman, serta
hasil yang sempurna dari segi kosmetik. Teknik ini dilakukan
dengan menanamkan free conjungtival autograft dan menjahitnya
pada dasar skelra setelah pterygium dieksisi.2
ii. Modified Conjunctival Autografting
iii. Conjunctival Rotational Autografting
Karena salah satu patogenesa dari pterygium adalah
defisiensi limbal cell stem cell, maka transplantasi limbal stem cell
adalah salah satu cara untuk mengatasi pterygium. Prosedur
transplantasinya tidak jauh berbeda dengan conjunctival
autografting.2
iv. Annular conjunctival Autografting
v. Conjunctival Limbal Autografting
vi. Amniotic Membran Transplantation
Penggunaan membran amnion manusia sebagai substrat
membran basal pada prosedur transplantasi oculi sebagaimana
pada pembedahan limbal allograft transplantation telah banyak
digunakan. Amniotic membran transplantation efektif untuk
mencegah scar dan fibrosis pada pembedahan permukaan mata
serta menekan proses signaling TGF-β pada fibroblas di
konjungtiva dan jaringan pterygium. 2

21
e. Terapi lain
Terapi lain dari pterygium meliputi lamellar keratoplasti, excimer
laser phototherapeutic keratectomy, dan penggunaan terapi
farmakologi seperti senyawa steroid angiostatik.2

2.3.10 Komplikasi
Komplikasi dari pterygium adalah iritasi kronis, kekambuhan,
terganggunya pre-corneal tear film, deformitas kosmetik bola mata, infeksi
sekunder, dan menurunnya penglihatan akibat terhalangnya sumbu
penglihatan atau timbulnya astigmatisma.7,11

2.3.11 Prevensi
UVB merupakan paparan yang primer, sehingga perlu dilakukan
perlindungan mata dari paparan secara langsung. Sinar matahari
merupakan sumber UV yang paling besar sehingga hindari bekerja di
tempat terbuka, pembatasan lama paparan pada radiasi ultraviolet dan
jika diperlukan gunakan topi berdiameter besar dan kacamata anti UV.
Selain melindungi dari paparan UV, kacamata juga berperan dalam
menghindari paparan angin secara langsung serta paparan kimia yang
terdapat dalam partikel debu.28

2.3.12 Prognosa
Pterigium merupakan neoplasma jinak. Umumnya prognosa baik
untuk penglihatan maupun secara kosmetik setelah eksisi. Kekambuhan
dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitostatik tetes mata atau
beta irradiasi. Pasien dengan pterygium yang kambuh dapat dilakukan
eksisi ulang dengan conjungtiva graft atau transplantasi membrane
amnion.6,27

2.4. Estrogen
Estrogen merupakan salah satu bagian dari hormon steroid yang
merupakan hasil konversi dari kolesterol. Selain estrogen terdapat lima

22
hormon lain yang tergolong steroid, yaitu progesteron, kortisol, aldosteron,
testosteron, dan kalsitriol.12
Target jaringan dari estrogen meliputi kelenjar mammae, uterus,
dan beberapa jaringan lain di seluruh tubuh. Estrogen menyebabkan
berhentinya pertumbuhan pada tulang panjang yang menyebabkan
perempuan secara rata-rata lebih pendek dari laki-laki. Selain itu, efek
estrogen juga menyebabkan kandungan lemak yang lebih banyak pada
wanita dan juga kulit wanita yang lebih halus.16
2.4.1 Sintesis Estrogen
Estrogen merupakan sebuah kelompok hormon yang disintesis
dibanyak jaringan. Estrogen yang paling utama adalah estradiol-17β yang
berasal dari ovarium. Pada masa kehamilan estriol diproduski lebih
banyak dan senyawa ini disintesis di plasenta. Jalur sintesis utama dari
estradiol sama dengan jalur dari sintesa androgen. Beberapa hal yang
khas untuk ovarium diperlihatkan pada gambar 2.9. 20

Gambar 2.9 Sintesis estrogen.20

23
Estrogen dibentuk oleh aromatisasi androgen dalam suatu prosen
komplek yang didalamnya terdapat tiga tahap hidroksilasi yang masing-
masing memerlukan O2 dan NADPH. Kompleks enzim aromatase
diperkirakan termasuk suatu P450 mono-oksigenase. Estradiol terbentuk
ketika substrat komplek enzimnya berupa testosterone,sedangkan estron
terbentuk dari aromatisasi androstenedion. 20

Sumber dari berbagai macam steroid di ovarium sulit diketahui,


tetapi diketahui terjadi perpindahan substrat antara dua tipe sel, yaitu sel
teka dan sel korpus luteum. Sel teka adalah sumber androstenedion dan
testosterone. Keduanya diubah oleh enzim aromatase di sel granulose
masing-masing menjadi estron dan estradiol. Sementara sel korpus
luteum mensekresikan progesterone sebagai produk akhir hormone
karena sel korpus luteum tidak mengandung enzim yang dapat mengubah
progesterone menjadi hormone steroid lain. 20

Estrogen disintesis dan dibentuk terutama oleh folikel matur dan


corpora lutea dari ovarium serta plasenta selama masa kehamilan. Selain
itu estrogen juga dihasilkan oleh korteks adrenal dan testis pria dalam
jumlah kecil.9,16
2.4.2 Kadar Estrogen
Estradiol sebagai estrogen utama dalam darah dapat diukur
nilainya dalam darah. Beberapa faktor dapat mempengaruhi hasil dari
pengukuran ini, antara lain sedang menjalani terapi estrogen dan
mengkonsumsi pil KB yang mengandung estrogen. 17

Kadar estradiol dalam darah pada laki-laki antara 10 – 50 pg/ml dan


pada perempuan premenopause antara 30 – 400 pg/ml. Sedangkan pada
perempuan paska menopause kadar estrogen menurun drastis
dibandingkan pada perempuan premenopause yaitu antara 0 – 30
pg/ml. 17

2.5. Hubungan Jenis Kelamin dengan Pterigium


Pterygium lebih banyak terjadi pada pria pada setiap jenjang umur.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa laji-laki lebih berisiko mengalami

24
pterygium daripada perempuan. Dalam penelitian yang dilakukan di
Singapura didapatkan hasil yang menyatakan bahwa laki-laki lebih
berisiko empat kali disbanding perempuan. Penelitian lain di Korea
Selatan yang melibatkan 11,014 orang, didapatkan bahwa prevalensi
pterygium pada laki-laki sebesar 6,1%, sedangkan pada perempuan
sebesar 4,7%. Rasio prevalensi semakin meningkat pada masa pre-
menopause dan menurun pada pasca-menopause.29
Faktor yang menyebabkan laki-laki berisiko lebih tinggi adalah
adanya produksi hormon estrogen yang lebih banyak pada perempuan.
Hormon tersebut sebagian besar diproduksi oleh ovarium pada masa
subur yaitu masa premenopause. Rata-rata perempuan Indonesia
memasuki masa menopause pada usia 50 tahun. Estrogen berperan
dalam mengurangi stres oksidatif akibat paparan radikal bebas yang
terjadi di dalam sel. Ketika paparan radikal bebas meningkatkan stres
oksidatif, homeostasis akan terganggu dan radikal bebas akan merusak
moleku-molekul intraseluler seperti asam nukleat, protein, dan lemak. Hal
inilah yang memicu terjadinya degenerasi kronis pada konjungtiva yang
terlihat pada sediaan histopatologinya Stres oksidatif inilah yang turut
berperan dalam patogenesa pterygium. 3,9,21

25

Вам также может понравиться

  • Sel Injury
    Sel Injury
    Документ2 страницы
    Sel Injury
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Update + TAO BA 7 NOV 2021
    Update + TAO BA 7 NOV 2021
    Документ7 страниц
    Update + TAO BA 7 NOV 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Laporan MULTITRAUMA - Maret 2021
    Laporan MULTITRAUMA - Maret 2021
    Документ20 страниц
    Laporan MULTITRAUMA - Maret 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • 8 Repair Ruptur Buli (5-578)
    8 Repair Ruptur Buli (5-578)
    Документ8 страниц
    8 Repair Ruptur Buli (5-578)
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Jadwal Jaga Stase Oktober 2021
    Jadwal Jaga Stase Oktober 2021
    Документ2 страницы
    Jadwal Jaga Stase Oktober 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Multra Februari 2021
    Multra Februari 2021
    Документ11 страниц
    Multra Februari 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Multra Januari 2021
    Multra Januari 2021
    Документ9 страниц
    Multra Januari 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • DTPS Pembimbing TA
    DTPS Pembimbing TA
    Документ5 страниц
    DTPS Pembimbing TA
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Multra Maret 2021
    Multra Maret 2021
    Документ12 страниц
    Multra Maret 2021
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Multra November 20
    Multra November 20
    Документ11 страниц
    Multra November 20
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • 13 BDH VASC PSeudoan
    13 BDH VASC PSeudoan
    Документ2 страницы
    13 BDH VASC PSeudoan
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • 14 Osca Fraktur Femur
    14 Osca Fraktur Femur
    Документ2 страницы
    14 Osca Fraktur Femur
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • CADANGAN
    CADANGAN
    Документ3 страницы
    CADANGAN
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • CRC Vs Diverticulitis
    CRC Vs Diverticulitis
    Документ3 страницы
    CRC Vs Diverticulitis
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Penelitian PML
    Penelitian PML
    Документ120 страниц
    Penelitian PML
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Lembar Koreksi Proposal Penelitian DR - Asi
    Lembar Koreksi Proposal Penelitian DR - Asi
    Документ7 страниц
    Lembar Koreksi Proposal Penelitian DR - Asi
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Tugas Baca Lien
    Tugas Baca Lien
    Документ31 страница
    Tugas Baca Lien
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Mas Asep
    Mas Asep
    Документ44 страницы
    Mas Asep
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Rev1 Kerangka Konsep
    Rev1 Kerangka Konsep
    Документ58 страниц
    Rev1 Kerangka Konsep
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Metabolisme Dan Pengukuran Vitamin D
    Metabolisme Dan Pengukuran Vitamin D
    Документ9 страниц
    Metabolisme Dan Pengukuran Vitamin D
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Jam Tesis Fix-Edit
    Jam Tesis Fix-Edit
    Документ102 страницы
    Jam Tesis Fix-Edit
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Rencana Penjualan Tanah Dan Pohon Jati
    Rencana Penjualan Tanah Dan Pohon Jati
    Документ4 страницы
    Rencana Penjualan Tanah Dan Pohon Jati
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Hernia Interna
    Hernia Interna
    Документ16 страниц
    Hernia Interna
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет
  • Kiki NCCN
    Kiki NCCN
    Документ20 страниц
    Kiki NCCN
    Sisca Dwi Agustina
    Оценок пока нет