Вы находитесь на странице: 1из 18

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA II
PROSES TERAPI MODALITAS INDIVIDU
( Terapi Kognitif ( CT ) Dan Terapi Perilaku ( BT) )
Dosen Pembimbing : Iin Isnawaty S,Kep Ns., M.Kep

Di susun oleh:

Nur Aisah 14201.08.16032


Nur Aini 14201.08.16034

SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan negatifnya,
memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu
memecahkan masalah tersebut. Didalam makalah ini akan menjelaskan konsep dari
mekanisme koping dengan menggunakan terapi koping. Terapi kognitif dikembangkan
pada tahun 1960-an oleh Aaron Beck dan berkaitan dengan terapi rasional emotif dari
Albert Ellis. Terapi kognitif akan lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan
perilaku.). Terapi ini memperlakukan individu sebagai agen yang berpikir positif dan
berinteraksi dengan dunianya. Individu membentuk sudut pandang dan keyakinan serta
memiliki afek atau perasaan mengenai apa yang dianggap benar bagi diri sendiri,
lingkungan, dan mengenia pikiran serta perasaannya pada interaksi yang luas dengan
perilaku atau tindakan dalam rangkaian interaksi. Setiap interaksi memperngaruhi
interaksi lain. Berdasarkan kognisi dan pengalaman masa lalu, individu membentuk
pandangan dan skema kognitif yaitu cara berpikir atau perspektif kebiasaan mengenai
diri sendiri, dunia dan masa depan. Misalnya, individu mengembangkan pandangan
psimistis mengenai cara mengontrol takdirnya sendiri atau merasa takdirnya mampu
dikontrol oleh orang lain dan tidak mampu mengontrolnya sendiri.
B. Rumusan masalah
1. Apa Definisi Terapi Kognitif dan terapi perilaku ?
2. Apa Tujuan Terapi Kognitif dan terapi perilaku ?
3. Apa sajakah Indikasi Terapi Kognitif dan terapi perilaku?
4. Bagaimana Teknik Terapi Kognitif dan terapi perilaku?
5. Bagaimana Langkah - langkah Terapi Kognitif dan terapi perilaku?
6. Bagaimana Prinsip Terapi Kognitif dan terapi perilaku ?
7. Bagaimana strategi untukTerapi Kognitif dan terapi perilaku ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Terapi Kognitif dan terapi perilaku
2. Untuk mengetahui Tujuan Terapi Kognitif dan terapi perilaku.
3. Untuk mengetahui Indikasi Terapi Kognitif dan terapi perilaku.
4. Untuk mengetahui Teknik Terapi Kognitif dan terapi perilaku
5. Untuk mengetahui Langkah - langkah Terapi Kognitif dan terapi perilaku
6. Untuk mengetahui Prinsip Terapi Kognitif dan terapi perilaku
7. Untuk Mengetahui strategi untukTerapi Kognitif dan terapi perilaku
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu
fenomena kesehatan yang spesifik tentang proses terapi modalitas individu ( terapi
kognitif dan terapi perilaku )
2. Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)

Makalah ini bagi tenaga kesehatan khususnya untuk perawat adalah untuk
mengetahui pentingnya bagaimana pelayanan yang tepat dengan melakukan
proses terapi modalitas individu ( terapi kognitif dan terapi perilaku ).
3. Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah
untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang proses terapi modalitas
individu ( terapi kognitif dan terapi perilaku )

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Proses Modalitas
1. Definisi Terapi Kognitif (CT
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan
negatifnya, memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta
mampu memecahkan masalah tersebut.( Yusuf, 2015 )
Terapi Kognitif adalah variasi teori belajar dalam kehidupan dengan tujuan
untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya dari berbagi bidang
kehidupannya dan pengalamannya
Menurut “ Anggota Kelompok ” Terapi Kognitif yaitu terapi berfikir yang
diberikan kepada pasien dengan tujuan memecahkan masalahnya atau keluar dari
masalahnya.( kelompok 16, 2019)
2. Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan
menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
a. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang
keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi
yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi
gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan
terapi depresan.
b. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
c. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah
cara berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.
d. Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir
tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang
menentukan sifat fungsionalnya.
e. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala
depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara
berpikir maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi
bahwa kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri,
dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari
kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon
kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif,
klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-
harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien mengidentifikasi
kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi
lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
f. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan
mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan
klien, restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik
biologis, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.
g. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan
obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan
cara pelimpahan atau pencegahan respons, mengidentifikasi, dan
merestrukturisasi distorsi kognitif melalui psikoedukasi.
h. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi
fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap
mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi
sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien
terhadap situasi yang ditakutinya.
i. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan
hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
j. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan
yang salah.
k. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik
untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya.
l. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.
3. Indikasi Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi
psikiatri yang lazim, terutama:
a. Depresi (ringan sampai sedang).8
b. Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
c. Indiividu yang mengalami stress emosional.
d. Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang
sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi
perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada awal masa anak-anak,
meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
e. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
f. Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
g. Gangguan makan (anoreksia nervosa).
h. Gangguan mood.
i. Gangguan psikoseksual
j. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
4. Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus
diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat
agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-
teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu
therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:
a. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan
terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai
dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran
yang mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom.
Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat
menghadapi masalah terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.
a) Tanggal
b) Situasi emosi
c) Pikiran otomatis
d) Respon rasional
e) hasil
f) Tanggal saat masalah dirasakan
 kejadian nyata yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
 Pokok pikiran, khayalan yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.
b. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan
pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk
memudahkan menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan
perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta untuk
mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi
dalam pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua
sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien
menganggap data-data itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa
diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai
support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat memberikan
masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-
pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai
penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data
yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang
perasaanya selama ini.
c. Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak
adanya alternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan
percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif
pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat.
Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-
masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya.
Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya
rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti: listrik belum dibayar, suami
selingkuh, anak sakit, genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang
paling ringan biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa
dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik belum dibayar klien boleh
memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak mampu, menerima
pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan lain, gabung dengan
tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu dan sebagainya.
Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani
berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
d. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa . Hal ini
meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi
dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi
alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang
mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
“ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.
Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh
klien yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya
lakukan bila tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-
tiba tenggelam?; dan sebagainya.
e. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi
atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain
dari masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut
pandang saja. Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang
keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat
menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam
prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan negatif dari
masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini
juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan
makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien.
Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien
merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan
untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama
keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang
lainnya.
f. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju
bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit
dipecahkan. Teknik berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik
digunakan pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien
dapat menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai. Menghayalkan
bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan sebuah bata di dinding yang
digunakan untuk menghentikan berpikir dysfunctional. Untuk memulainya,
klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman
masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien dengan cara
mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk
melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba
menerapkannya dalam situasi keseharian.
g. Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam
meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat
diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang
disusun dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan
observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa
dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah
itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien
melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien
mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang
diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki
stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis
atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa
melakukannya sendiri.
h. Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan
reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain
berniat untuk damai dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu
menjadi kenyataan, klien diberi pujian.
i. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering
digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah
psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu
menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap
berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan
mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan
berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.
j. Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku
salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan
memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan
belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada
dalam cerita. Klien biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita
yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien
yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok
k. Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun
diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh
keterampilan baru bagi klien adalah: Feedback Sebagai contoh bagi klien
pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan membersihkan lantai, perawat
mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat
mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat melakukan
feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum
selesai harapan
l. Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan
buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan
sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat
boring dengan cara membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai
cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan
kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran
kambing yang dimakan terus.
m. Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara
therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan
punishment dan reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau
meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal
tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati
antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk
yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam
melakukan terapi kkognitif adalah sebagai berikut:
a. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan
keyakinan yang menyebabkan khawatir.
b. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang
merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa
asumsi tersebut tidak logis dan tidak rasional.
c. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai
diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru,
dan distress enmosional menjadi hilang.
5. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi
dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih
kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:
1. Fase awal (sesi 1-4)
a. Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b. Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan
terhadap emosi dan fisik.
c. Menentukan tujuan terapi.
d. Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2. Fase pertegahan (sesi 5-12)
a. Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b. Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta
mempraktikan keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan
depresi dan memodifikasinya.
3. Fase akhir (13-16)
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi
yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b. Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
6. Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
a. Menghilangkan pikiran otomatis.
b. Menguji pikiran otomatis.
c. Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
d. Menguji validitas asumsi maladaptive.

7. DISTORSI KOGNITIF
a. Pemikiran “segalanya atau tidak sama sekali”
Melihat segala sesuatu dalam kategori hitam atau putih. Contohnya,
jika prestasi Anda kurang dari sempurna, maka Anda memandang diri Anda
sendiri sebagai seorang yang gagal total.
b. Overgeneralisasi
Memandang suatu peristiwa yang negatif sebagai sebuah pola
kekalahan tanpa akhir. Contoh, seorang murid yang gagal dalam ujian berpikir,
“Saya tidak akan pernah lulus ujian yang lain dalam semester ini dan saya
akan keluar dari sekolah ini.”
c. Personalisasi
Memandang diri sebagai penyebab dari suatu peristiwa eksternal yang
negatif yang kenyataanya tidaklah demikian. Contohnya, “Direktur saya
mengatakan bahwa produktivitas perusahaan kami menurun, tapi saya tahu ia
sebenarnya sedang membicarakan saya.”
d. Berpikir dikotomi
Berpikir dengan ekstrem bahwa semua hal adalah semuanya baik atau
semuanya buruk. Contohnya, “Jika suami saya meninggalkan saya, saya
mungkin akan mati.”
e. Pembencanaan
Berpikir yang terburuk tentang orang atau kejadian. Contohnya, “Saya
lebih baik tidak mengajukan diri untuk promosi di tempat pekerjaan karena
saya tidak akan mendapatkannya dan saya merasa diri saya sangat buruk.”
f. Membuat abstrak yang selektif
Memfokuskan pada detail tapi tidak pada informasi yang relevan.
Contohnya, “Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya karena
ia pulang kerja larut malam, tetapi sang istri menolak perhatian yang diberikan
oleh suami, hadiah yang dibawanya, dan acara khusus yang mereka
rencanakan bersama.”
g. Kesimpulan yang tidak beralasan
Menarik kesimpulan negatif tanpa bukti yang mendukung. Contohnya,
seorang wanita muda menyimpulkan, “Teman saya tidak suka kepada saya
karena saya tidak mengirimkan kartu ulang tahun untuknya.”

h. Membesar-besarkan atau mengecilkan


Melebih-lebihkan suatu hal atau mengecilkan suatu hal secara tidak
tepat. Contoh, “Saya telah menghanguskan makan malam, itu menunjukkan
betapa tidak mampunya saya.”
i. Prefeksionis
Merasa butuh untuk melakukan segala sesuatu secara sempurna agar
merasa dirinya baik. Contoh, “Saya akan menjadi seorang yang gagal apabila
saya tidak mendapat nilai A pada semua ujian saya.”
j. Eksternalisasi harga diri
Mengukur nilai seseorang berdasarkan pendapat orang lain. Contoh,
“Saya harus selalu kelihatan cantik. Kalau tidak, teman-teman saya tidak akan
mau berada di dekat saya.”
k. Filter mental
Menemukan hal kecil yang negatif dan terus memikirkannya sehingga
pandangan tentang realita menjadi gelap.
l. Mendiskualifikasi hal positif
Menolak pengalaman-pengalaman positif dengan bersikeras bahwa
semua itu “bukan apa-apa”.
m. Penalaran emosional
Menganggap emosi-emosi yang negatif mencerminkan realita yang
sebenarnya. Contohnya, “Saya merasa begitu, maka pastilah begitu.”
n. Memberi cap atau salah memberi cap
Bentuk ekstrem dari overgeneralisasi, yaitu memberi cap negatif pada
diri sendiri. Contohnya, “Saya memang seorang sial” atau, “Saya memang
seorang yang bodoh.”
8. Definisi Terapi Perilaku ( BT )
Terapi perilaku adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori
Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi
seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang
didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan
perilaku yang tidak diinginkan.
Terapi Perilaku merupakan belajar, Belajar yang dimaksud adalah belajar yang
dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan perubahan tingkah
laku . ( Abdul Nasir, 2011)
Menurut “Anggota Kelompok” terapi perilaku adalah terapi pendekatan
dengan cara merubah perilaku pasien dari yang menyimpang menjadi lebih baik.
( Kelompok 16, 2019)
9. Tujuan Terapi Perilaku ( BT )
a. Menghapus atau menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk
digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang
diinginkan klien.
b. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesiiik:
diinginkan oleh klien, konselor mampu dan bersedia membantu mencapai
tujuan tersebut, klien dapat mencapai tujuan tersebut, dirumuskan secara
spesifik.
c. Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan atau
merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling. ( Abdul Nasir, 2011)
10. Indikasi Terapi Perilaku ( BT )
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi perilaku untuk sejumlah kondisi psikiatri
yang lazim, terutama
a. Stress
b. Cemas
c. Depresi
d. Nyeri
e. hipokondria.
11. Teknik – Teknik Terapi Perilaku ( BT )
a. Latihan asertif.
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini
terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu
mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,
mengungkapkan afeksi dan respons positif lainnya. Cara yang digunakan
adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi
kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
b. Desensitisasi sistematis.
Desensitisasi sistematis merupakan teknik terapi perilaku yang memfokus
bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara
mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan
tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respons yang
berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengondisian
klasik respons-respons yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara
bertahap. Iadi, desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksasi
yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif,
biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respons yang berlawanan
dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
c. Pengondisian aversi.
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respons
pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara
bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah
laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
d. Pembentukan tingkah laku model.
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada
klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini
konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat
menggunakan model audio, model tisik, model hidup, atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku
yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat
berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
e. Covert Sensitization.
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang
menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homoseks, alkoholisme.
Caranya: belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang
disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak
menyenangkan dirinya. Sebagai contoh, seorang peminum, sambil rileks
diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hampir
menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin
muntah. Hal ini diminta berulang kali dilakukan, hingga hilang tingkah laku
peminumnya.

f. Thought Stopping.
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien
diminta menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan
sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata
“saya jahat!”. Iika klien memberi tanda sedang membayangkan yang
dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahatl”), tepis segera dengan
berteriak nyaring : “berhentil”. Pikiran yang tidak karuan tersebut segera
diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan
ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang
mengganggunya itu.
12. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
a. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien
terdorong untuk mengubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya
mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan
nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.

b. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.


c. Memberikan penguatan terhadap suatu respons yang akan mengakibatkan
terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
d. Mengondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau
model
13. Langkah – Langkah Terapi Perilaku ( BT )
a. Menyampaikan salam.
b. Mengingatkan mana perawat.
c. Menegaskan maksud pertemuan.
d. Menyampaikan tujuan terapi.
e. Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi.
f. Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu kalau perlu
tindak lanjuti sementara
g. Menanyakan keluhan utama
h. Atur posisi klien senyaman mungkin tersedia. (Duduk atau tiduran)
i. Perawat berada disamping klien.
j. Melakukan bimbingan :
a) Klien menutup mata.
b) Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.
c) Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks. Ambil nafas melalui
hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan
(sesuai bimbingan)
d) Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau
keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya.
e) Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bias dan gagal.
f) Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi
sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
g) Biarkan klien menikmati imaginasinya.
h) setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam
rentang 15-30 menit, minta klien untuk membuka mata.
i) Mintai respon klien.
j) Kesimpulan dan support.
k) Memberikan follow up.
l) Kontrak (bila diperlukan)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara teratur, yang
memberikan dasar berpikir pada pasien untuk mengekspresikan perasaan negatifnya,
memahami masalahnya, mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu
memecahkan masalah tersebut. Terapi kognitif di indikasikan kepada klien dengan
depresi (ringan sampai sedang), gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau
kecemasan, indiividu yang mengalami stress emosional, gangguan obsesif kompulsif
(obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki
respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-
anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi, gangguan fobia (misalnya
agoraphobia, fobia social, fobia spesifik), gangguan stress pascatrauma (post traumatic
stress disorder), gangguan makan (anoreksia nervosa), gangguan mood, gangguan
psikoseksual, mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
Beberapa teknik dalam terapi kognitif yaitu teknik restrukturisasi kongnisi
(restructuring cognitive), teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence),
teknik penemuan alternatif (examing alternatives), dekatastropik (decatastrophizing),
reframing, thought stopping, learning new behavior with modeling, membentuk pola
(shaping), token economy, role play, social skill training, anversion theraphy,
contingency contracting.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena adanya keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang
ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca
apat memberikan saran yang dapat membangun kepada kami demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis dan juga para pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.
Abdul Nasir.2011. Dasar – Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Вам также может понравиться