Вы находитесь на странице: 1из 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan tugasnya tenaga kesehatan menjunjung tinggi


keselamatan pasien. Keselamatan pasien meliputi tindakan cuci tangan sebelum
menyentuh pasien, sterilisasi alat bedah, melakukan sarung tangan steril,
melakukan monitoring terhadap infeksi, melakukan audit medis (Cahyono, 2008).
Kejadian resiko yang mengakibatkan pasien tidak aman sebenarnya masih dapat
dicegah atau diminimalisasi dengan beberapa cara antara lain dokter
meningkatkan kompetensi, melakukan kewaspadaan dini terhadap penggunaan
obat-obatan, monitoring resiko infeksi.

Health-care Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang didapat di


rumah sakit terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama
72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah
sakit (Brooker, 2009). Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan
di rumah sakit, daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya
infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam
tubuh penderita dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial (Arfiana, dkk.,
2012). Beberapa kejadian infeksi HAI’s mungkin tidak menyebabkan kematian
pasien namun menyebabkan pasien di rawat lebih lama, sedang pihak rumah
sakit juga akan mengeluarkan biaya besar (Depkes, 2010). Infeksi yang didapat
saat dirawat di rumah sakit lebih sering terjadi dan infeksi ini memakan biaya
berpuluh-puluh juta rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama.

HAI’s merupakan masalah penting di seluruh dunia. Infeksi ini terus


meningkat dari 1% di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari
40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu
jenis infeksi adalah HAIs. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari

1
di seluruh dunia (Arfiana, dkk., 2012). Menurut data WHO angka kejadian infeksi
di rumah sakit sekitar 3-21% di mana infeksi HAI’s merupakan persoalan serius
yang dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien
(Depkes, 2010). Di Indonesia infeksi nosokomial mencapai 15,74 % jauh di atas
negara maju yang berkisar 4,8-15,5% (Firmansyah, 2007).

Infeksi HAI’s yang paling sering terjadi yaitu sekitar 40% dari seluruh
infeksi nosokomial yang dapat terjadi di rumah sakit setiap tahunnya (Arisandy,
2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meila Supeni didapatkan
hubungan antara kepatuhan pelaksanaan hand hygiene dengan pertumbuhan
bakteri penyebab infeksi nosokomial dengan nilai korelasi 0,327 (Supeni, 2010).

Mikroorganisme memiliki beberapa cara penularan untuk membantu


memfasilitasi perpindahan suatu agen dari reservoir ke penjamu yang rentan.
Mekanisme penularan infeksi melalui penularan langsung, tidak langsung, dan
melalui udara (Arias, 2010). Selama perawatan medis, tangan tenaga layanan
kesehatan sering berkontak dengan pasien. Dengan demikian, tangan klinisi
tersebut merupakan sarana yang paling lazim untuk penularan infeksi
nosokomial. Penularan melalui rute ini lebih sering terjadi dibandingkan
penularan bawaan vektor, bawaan udara ataupun bentuk kontak langsung dan
tidak langsung (Pruss, et al., 2005).

Rumah sakit perlu menyusun program pencegahan dan pengendalian


infeksi. Pelaksanaan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI),
merupakan salah satu bentuk dari program keselamatan pasien. Tujuan dari
pelaksanaan PPI adalah meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi,
melindungi sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit
infeksi yang berbahaya, serta menurunkan angka HAIs. Ruang lingkup dari PPI
meliputi pencegahan infeksi, pendidikan dan pelatihan, surveilans, dan
penggunaan obat antibiotik secara rasional. Dalam Kepmenkes no. 129 tahun
2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk di
dalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah

2
sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini (Arfiana, dkk., 2012). Upaya
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dengan menerapkan
prinsip asepsis dan menerapkan standar tinggi untuk menghilangkan sumber
potensial penyakit. Menghambat rute penularan bakteri dari sumber potensial
dan reservoir bakteri ke orang yang tidak mengalami infeksi dengan hand
hygiene yang efektif terutama pada tenaga medis juga merupakan salah satu
pencegahan (Brooker, 2009). Hand hygiene termasuk cuci tangan dan disinfeksi
tangan merupakan tindakan pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh
tenaga layanan kesehatan. Pencucian tangan menyeluruh dengan jumlah air dan
sabun yang memadai dapat menghilangkan lebih dari 90% flora sementara.
Disinfeksi dengan alkohol digunakan untuk membunuh mikroorganisme beserta
kontaminan yang ada (Pruss, et al., 2005). Meningkatkan resistensi pasien
terhadap infeksi, termasuk status nutrisi dan kerentanan terhadap infeksi dalam
upaya menekan penularan infeksi (Brooker, 2009).

Teknik aseptik adalah metode yang digunakan untuk mencegah infeksi


nosokomial. Prosedur ini harus dilakasanakan untuk meminimalkan resiko
infeksi, diperkirakan 30% infeksi nosokomial dapat dicegah (Baker, et al., 2008).
The Centers for Disease Control and Prevension mengeluarkan rekomendasi
untuk hand hygiene yang merupakan salah satu tindakan aseptik.

Hand hygiene adalah istilah yang diterapkan untuk mencuci tangan,


menggunakan antiseptik mencuci tangan, atau antiseptis tangan untuk
pembedahan. Data menunjukkan bahwa pembersihan tangan dengan antiseptik
pencuci tangan lebih efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial dari pada
mencuci tangan dengan cara biasa (Garber, et al., 2010).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengkajian dan intervensi dalam menanggulangi
pemenuhan rasa aman dan keselamatan (PPI)
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui prosedur pemenuhan rasa aman dan keselamatan.

3
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini di mulai dari cover, kata pengantar,
daftar isi, bab I, bab II, bab III, dan daftar pustaka.
Sistematika penulisan pada makalah dengan judul Prosedur pemenuhan
rasa aman dan keselamatan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
bertujuan untuk memenuhi kewajiban tugas dari dosen pengajar mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia dari 3 bab utama.
Pada Bab I berisi tentang latar belakang dari penulisan makalah yang
menjelaskan tentang HAI’s (Health-care Associated Infection).
Pada Bab II merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang tinjauan
teori yang membahas materi/pokok bahasan makalah ini yakni skenario kasus
pengkajian dan intervensi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman
dan keselamatan (PPI) dan prosedur pencegahan, pengendalian infeksi dengan
teknik isolasi.
Pada Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan dan
saran, serta daftar pustaka.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Penyakit Infeksi

Infeksi merupakan proses invasi dan multiplikasi berbagai


mikroorganisme dan multiiplikasi berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh
(seperti bakteri, virus, jamur, dan parasite) yang saat dalam keadaan normal,
mokroorganisme tersebut tidak terdapat di dalam tubuh. Sebenarnya, di
beberapa tempat dalam tubuh kita pun, seperti di dalam mulut atau usus,
terdapat banyak mikroorganisme yang hidup secara alamiah dan biasanya tidak
menyebabkan infeksi. Namun, dalam beberapa kondisi, beberapa
mikroorganisme tersebut juga dapat menyebabkan penyakit.

Bakteri, virus, jamur, dan parasite memiliki berbagai cara untuk masuk ke
dalam tubuh. Cara penularannya dibagi menjadi kontak langsung dan tidak
langsung. Kontak langsung terdiri atas penyebaran manusia ke manusia
(misalnya dari bensin, kontak sensual, atau semacamnya). Hewan ke manusia
(gigitan atau cakaran hewan). Kontak langsung terdiri atas gigitan serangga yang
hanya menjadi pembawa dari mikroorganisme atau vector (seperti nyamuk, lalat,
kutu, tungau) dan kontaminasi air atau makanan.

Setelah masuk ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut mengakibatkan


beberapa perubahan dengan cara memperbanyak diri dan mengakibatkan
cedera jaringan dengan berbagai mekanisme yang mereka punya, seperti
mengeluarkan toksin, mengganggu DNA sel normal, dan sebagainya.

B. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang


ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat
pelayanan kesehatan (Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan
memiliki arti mencegah agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian
memiliki arti meminimalisasi resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, tujuan
utama dari pelaksanaan program ini adalah mencegah dan mengendalikan

5
infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang
berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang dirawat (Darmadi, 2008).

Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan
dalam pelaksanaan PPI, yaitu:
a. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang
disebarkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris
serta menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga
kebersihan tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja,
sebelum kontak dengan pasien atau melakukan tindakan untuk pasien,
selama melakukan tindakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan
setelah kontak atau melakukan tindakan untuk pasien. Secara garis besar,
kebersihan tangan dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun
dan/atau larutan antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan
kain yang bersih dan kering (Kemenkes RI, 2011).

b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi
pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun,
dengan munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan
Hepatitis C, serta meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TBC),
pemakaian APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat
pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya (Kemenkes RI, 2011).

c. Penatalaksanaan peralatan pasien dan linen


Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung
tangan, linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan
larutan klorin 0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta
memilih proses penanganan yang akan digunakan secara tepat.
Penatalaksanaan ini dapat dilakukan dengan precleaning, pencucian dan

6
pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), serta sterilisasi (Kemenkes RI,
2011).

d. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa
pengelolaan limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah
yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi (Kemenkes RI, 2011).

e. Pengendalian lingkungan rumah sakit


Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan
lainnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan
nyaman. Pengendalian lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau
mencegah transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan
(Kemenkes RI, 2011).

f. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan


Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat
bekerja. Upaya rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah
transmisi ini adalah membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi
pada petugasnya, misalnya dengan pemberian imunisasi (Kemenkes RI,
2011).

g. Penempatan/isolasi pasien
Penerapan program ini diberikan pada pasien yang telah atau sedang
dicurigai menderita penyakit menular. Pasien akan ditempatkan dalam suatu
ruangan tersendiri untuk meminimalkan proses penularan pada orang lain
(Kemenkes RI, 2011).

h. Hygiene respirasi/etika batuk


Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu

7
memperhatikan kebersihan pernapasan dengan cara selalu menggunakan
masker jika berada di fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya
menutup mulut dan hidung menggunakan tangan atau tissue (Kemenkes RI,
2011).

i. Praktik menyuntik yang aman


Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril
dan sekali pakai pada setiap kali suntikan (Kemenkes RI, 2011).

j. Praktik lumbal pungsi


Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker
untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring (Kemenkes RI, 2011).

C. Prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi


1. Teknik isolasi pada klien dengan penyakit infeksi dan menular
a. Kebijakan Manajemen
1. Ada kebijakan kewaspadaan isolasi (isolation Precaution).
- Kebersihan tangan
- Penggunaan alat pelindung diri (APD)
- Penatalaksanaan linen
- Pemrosesan peralatan pasien

b. Kebijakan Teknis
Ada SPO tentang kewaspadaan isolasi (isolation precaution) :
1. Ada SPO kebersihan tangan
2. Ada SPO penggunaan alat pelindung diri (APD)
3. Ada SPO penatalaksanaan linen
4. Ada SPO pemrosesan peralatan pasien

D. Teknik penerapan
1. Cara mencuci tangan

8
Mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat
dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan
tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silang melalui
tangan.

a. Teknik mecuci tangan biasa


Alat dan bahan
1. Air bersih yang mengalir
2. Handuk
3. Sabun
4. Sikat lunak

Prosedur kerja

1. Lepaskan benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau
jam tangan.
2. Basahu jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian sabuni
dan sikat bila perlu.
3. Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk
atau lap kering.

b. Teknik mencuci tangan dengan disinfektan


Alat dan bahan
1. Air bersih yang mengalir
2. Larutan disinfektan lisol atau savlon
3. Handuk atau lab kering

Prosedur kerja

1. Lepaskan benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau
jam tangan.
2. Basahu jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian
gosokkan larutan desinfektan lisol atau savlon dan sikat bila perlu.

9
3. Bilas dengan air bersih yang mengalir dan keringkan dengan handuk
atau lap kering.

c. Teknik mencuci tangan steril


Alat dan bahan
1. Air bersih yang mengalir
2. Handuk
3. Sabun
4. Sikat steril dalam tempat
5. Alcohol 70%

Prosedur kerja

1. Lepaskan benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau
jam tangan.
2. Basahu jari tangan, lengan, hingga siku dengan air, kemudian tuang
sabun 2-5 ml ke tangan dan gosokkan tangan serta lengan samapi 5
cm diatas siku, kemudian sikat ujung jari, tangan, lengan, dan kuku
sebanyak ±15 kali gosokka, sedangkan telapak tangan 10 kali
gosokkan hingga siku.
3. Bilas dengan air bersih yang mengalir.
4. Setelah selesai tangan tetap diarahkan ke atas.
5. Gunakan sarung tangan steril.

2. Cara menggunakan sarung tangan


Sarung tangan digunakan dalam melakukan prosedur tindakan
keperawatan dengan tujuan mencegah terjadinya penularan kuman dan
mengurangi resiko tertularnya penyakit.

Alat dan bahan


1. Sarung tangan
2. Bedak atau talk

10
Prosedur kerja
1. Cuci tangan secara menyeluruh.
2. Bila sarung tangan belum dibedaki, ambil sebungkus bedak dan
tuangkan sedikit.
3. Pegang tepi sarung tangan dan masukan jari-jari tangan, pastikan ibu
jari dan jari-jari lain tepat pada posisinya.
4. Ulangi pada tangan kiri.
5. Setelah terpasang cakupakan kedua tangan.

Prosedur melepaskan sarung tangan

1. Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi.


2. Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lalu
lepaskan.
3. Pegang sarung tangan yang telah dilepaskan dengan menggunakan
tangan yang masih memakai sarung tangan.
4. Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan
dibawah.
5. Lepaskan sarung tangan diatas sarung tangan pertama.
6. Buang sarung tangan di tempat limbah infeksi.
7. Cuci tangan sesuai prosedur.

3. Cara menggunakan masker dan kacamata


Tindakan pengamanan dengan menutup hidung, mulut dan mata
dengan menggunakan masker dan kacamata bertujuan mencegah
kemungkinan terjadinya penularan atau mengurangi transmisi droplet
mikroorganisme saat merawat pasien.

Alat dan bahan


1. Masker
2. Kacamata

11
Prosedur kerja
1. Tentukan tepi atas dan bawah bagian masker.
2. Pegang kedua tali masker.
3. Ikatan pertama, bagian atas berada pada kepala, sedangkan ikatan
kedua berada pada bagian belakang leher.
4. Periksa ulang ketepatan pemakian masker.
5. Gunakan kacamata yang telah disediakan menurut standar APD.
6. Pastikan menggunakannya dengan benar dan sesuaikan pada mata
agar pas.

Prosedur melepaskan masker


1. Jangan menyentuh bagian depan masker karena telah terkontaminasi.
2. Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali bagian atas.
3. Buang ketempat limbah infeksius.

Prosedur melepas kacamata


1. Saat melepasnya pegang karet atau gagang kacamata.
2. Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk disterilkan atau dalam
tempat limbah infeksius jika kacamata sudah tidak dapat digunakan
kembali.

4. Cara mengggunakan penutup kepala


Maksud penggunaan penutup kepala yaitu menghindari jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas pada alat-
alat atau daerah steril serta demikian sabaliknya membuat perlindungan
kepala atau rambut petugas dari percikan bahan-bahan dari pasien.

Prosedur kerja
1. Pakailah pelindung kepala sesuai ukuran sehingga menutup semua
rambut.
2. Ikat dengan baik pada bagian belakang penutup kepala.

12
Prosedur melepas penutup kepala
1. Lepaskan pelindung kepala dengan terutama membuka ikatan pada
bagian belakang penutup kepala.
2. Setelah itu langsung buanglah penutup kepala tersebut ke tempat
sampah yang sudah di sedikan khusus.

5. Cara mengguakan apron


Maksud penggunaan apron yaitu untuk melindungi perugas dari
peluang percikan darah atau cairan tubuh lain dari klien. Penggunaan
apron ini biasanya dikenakaan saat membersihkan luka infeksi, irigasi,
bertindak drainase, dan mengatasi klien dengan kasus pendarahan masif.

Prosedur pemasangan apron


1. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga
bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
2. Ikat tali apron di bagian belakang leher dan pinggang.

Prosedur melepas apron


1. Bagian depan apron dan lengan pelindung telah terkontaminasi jadi
pastikan tidak menyentuh bagia tersebut.
2. Lepas tali dengan cara menarik leher dan bahu dengan memegang
bagian dalam apron saja.
3. Kemudian lipat atau gulung dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk dibersihkan dan disterilkan atau buang apron ke
dalam tempat pembungan limbah infeksius bila apron tidak dapat
diproses ulang lagi.

6. Cara menggunakan pelindung kaki


Penggunaan pelindung kaki bertujuan untuk melindungi kaki
petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dari klien yang

13
terinfeksi, untuk fungsi lain pelindung kaki ini juga berfungsi agar terhindar
dari peluang kejatuhan alat kesehatan. Pelindung kaki disebut sepatu
safety dan sepatu ini harus menutupi semua bagian kaki. Sehingga saat
kita memasuki ruang isolasi penyakit infeksi menular kita harus
menggunakan pelindung kaki khusus yang telah disediakan dan tidak
menggunakan sendal.

Prosedur pemasangan pelindung kaki


1. Gunakan sepatu karet yang menutupi saluran ujung dan telap kaki.
2. Sepatu harus selalu bersih.
3. Harus selalu digunakan dalam kamar isolasi maupun kamar tertentu
yang mewajibkan mengenakan pelindung kaki.
4. Tidak boleh dikenakan keluar dari ruangan tersebut.

E. Tanda-tanda penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Tidak semua alat pelindung diri harus digunakan. Jenis pelindung badan
yang digunakan bergantung pada jenis aksi atau aktivitas yang dikerjakan.
Penentuan jenis alat pelindung diri yang sesuai saat bertindak :

1. Kemungkinan rendah
a. Kontak dengan kulit
b. Tidak terpapar dengan darah langsung
Contoh : perawatan luka infeksi.
Alat pelindung diri yang digunakan sarung tangan esensial.

2. Kemungkinan sedang
a. Peluang terpapar darah tetapi tidak terkena cipratan darah tersebut.
Contoh : transfuse darah dan pemasangan kateter intra vena
Alat pelindung diri yang digunakan yakni sarung tangan dan apron.

14
3. Kemungkinan tinggi
a. Peluang terpapar darah klien
b. Peredaran massif
Contoh : persalinan vagina
Alat pelindungg diri yang digunakan sarung tangan, apron, kacamata
pelindung, dan masker.

Jenis penyakit yang memiliki resiko pada penularan infeksi yakni :


1. HIV
2. Cacar air
3. Hepatitis A
4. Hepatitis B
5. Influenza
6. tuberkulosis
7. Mump (gondok)
Perawatan peralatan pasien
Pengendalian lingkungan
Pemrosesan peralata pasien dan penatalaksanaan linen

F. Penatalaksanaan Linen
Salah satu upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah
melalui pelayanan penunjang medis, khususnya dalam pengelolaan linen di
rumah sakit. Linen di rumah sakit dibutuhkan disetiap ruangan.
Kebutuhan akan linen disetiap ruangan ini sangat berfariasi, baik jenis,
jumlah, dan kondisinya. Alur pengelolaan linen cukup panjang, membutuhkan
pengelolaan khusus dan banyak melibatkan tenaga kesehatan dengan
bermacam-macam klasifikasi. Klasifikasi tersebut terdiri dari ahli manajemen,
teknis, perawat, tukang cuci, penjahit, tukang setrika, ahli sanitasi, serta ahli
kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik,
nyaman dan siap pakai, diperlukan perhatian khusus, seperti kemungkinan
terjadinya pencemaran infeksi dan efek penggunaan bahan-bahan kimia.

15
1. Jenis Linen
Ada bermacam-macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit. Jenis linen
dimaksud antara lain :
1. Sprei/laken 8. Alas Kasur
2. Steek laken 9. Bed cover
3. Perlak/Zeil 10. Tirai/gorden
4. Sarung bantal 11. Vitrage
5. Sarung guling 12. Kain penyekat/scherm
6. Selimut 13. Kelabu
7. Boven laken

2. Bahan Linen
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
a. Katun 100%
b. Wool
c. Kombinasi seperti 69% aconilic dan 35% wool
d. Silk
e. Blacu
f. Flanel
g. Tertra
h. CVC 50% 50%
i. Polyester 100%
j. Twill/drill

Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara


perawatan serta penampilan yang diharapkan.
3. Peran dan Fungsi
Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup penting. Diawali
dari perencanaan salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses
pencucian. Alur aktivitas fungsional dimulai dari penerimaan linen kotor,
penimbangan, pemilihan, proses pencucian, pemerasan, pengeringan, sortir

16
noda, penyetrikaan, sortir linen rusak, pelipatan, merapikan, mengepak atau
mengemas, menyimpan, dan mendistribusikan ke unit-unit yang
membutuhkannya, sedangkan linen yang rusak dikirim ke kamar jahit.
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancer dan baik, maka
diperlukan alur yang terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah
perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pemusnahan, kontrol dan
pemeliharaan fasilitas kesehatan dan lain-lain, sehingga linen dapat tersedia
di unit-unit yang membutuhkan.

4. Prinsip pengelolaan linen di rumah sakit


Kemungkinan menimbulkan infeksi

Kemungkinan
Rendah
menimbulkan infeksi

Desinfeksi tingkat rendah

Tinggi

Secara umum infeksi


Desinfeksi tingkat tinggi
yang disebabkan karena
linen relatif rendah Sterilisasi

Karena tidak kontak


langsung dengan
jaringan tubuh yang
steril atau dengan
pembuluh darah

5. Pengelolaan Linen
Pengelolaan linen di rumah sakit merupakan tanggung jawab dan
penunjang medik. Saat ini struktur pengelolan linen sangat Bergama. Pada
umumnya diserahkan pada bagian rumah tangga atau bagian pencucian dan

17
sterilisasi bagian sanitasi, bahkan pencucian linen dapat dikontrakkan pada
puhak ke tiga (di luar rumah sakit) atau yang kita kenal dengan Metode out
sourcing. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa:
a. Beban kerja berbeda di setiap rumah sakit
b. Afanya keterbatasan lahan di rumah sakit
c. Adanya keterbatasan tenaga kesehatan
d. Manajemen perlu berkonsentrasi pada core bisnis yaitu jasa layanan
kesehatan yang artinya adalah perawatan dan pengobatan.

Kewenangan, pengaturan dan struktur organisasi unit pengelolaan


diserahkan sepenuhnya kepada direktur rumah sakit, disesuaikan dengan
kondisi si rumah sakit masing-masing.

6. Tata Laksana Pengelolaan


Tata laksana pengelolan pencucian linen terdiri dari :
1. Perencanaan
2. Penerimaan linen kotor
3. Penimbangan
4. Pensortiran/pemilihan
5. Perosen pencucian
6. Pemerasan
7. Pengeringan
8. Sortir noda
9. Penyetrikaan
10. Sortir linen rusak
11. Pelipatan
12. Merapikan, pengepakkan/pengemasan
13. Penyimpanan
14. Distribusi
15. Perawatan kualitas linen
16. Pencatatan dan pelaporan

18
Skema Manajemen Linen di Rumah Sakit

perencanaan

Proses pengadaan

pengadaan

penerimaan

Pemberian identitas

Distribusi ke unit-unit terkait


yang membuktikan

Pemanfaatan linen oleh


unit-unit terkait

Hilang Rusak

Perbaikan Musnahkan

Pencatatan/Pelaporan

19
G. Pemrosesan peralatan pasien
Pemrosesan alat medis adalah salah satu cara untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme berbahaya penyebab penyakit dari peralatan
kesehatan yang sudah terpakai.
Pemrosesan peralatan yang telah digunakan pasien adalah tindakan yang
dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara
aman peralatan medis yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
Maka sangatlah penting untuk mengamankan peralatan medis yang belum
ataupun sudah terpakai.

Jenis-jenis pemrosesan alat antara lain :

1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan,
perlengkapan medis yang tekontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-
benda lebih aman untuk ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan.
Untuk perlindunga lebih jauh, kenakanlah sarung tangan dari latex, jika
menangani peralatan yang sudah digunakan atau kotor.
Segera setelah digunakan, masukkan alat medis yang terkontaminasi
tadi ke dalamm larutan klorin 0,5% selama 10 menit, ini akan dengan cepat
mematikan virus seperti virus hepatitis B. pastikan bahwa seluruh permukaan
alat medis tersebut terendam dalam larutan klorin.
Daya larutan klorin akan cepat menurun sehingga harus diganti
minimal setiap 24 jam sekali atau lebih cepat jika terlihat mulai kotor atau
keruh.

2. Pencucian atau bilas


Pencucian adalah sebuah cara yang efektif untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada peralatan dan instrument yang kotor
atau sudah digunakan. Baik seterilisasi maupun desinfeksi tingkat tinggi
menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya, jika benda-
benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah

20
didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi lalu cuci
dengan seksama secepat mungkin.
a. Teknik mencuci peralatan medis yang telah terkontaminasi
Alat dan bahan
1. sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks
2. Sikat halus
3. Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml : untuk membilas bagian dalam
kateter,termasuk kateter penghisap lender )
4. Wadah plastik atau baja anti katat (stainless steel)
5. Air bersih
6. Sabun dan detergent

Prosdur kerja
1. Gunakan sarung tangan yang tebal pada kedua tangan.
2. Ambil peralatan bekas pakai yang sudah di dekontaminasi (hati-hati bila
memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit).
3. Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet,
jangan dicuci secara bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari
logam.
4. Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.
5. Jika peralatan akan di desinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalnya
dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam wadah yang
bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT.
6. Peralatan yang akan di desinfeksi Tingkat Tinggi dangan cara dikukus
atau di rebus atau disterilisasi di dalam autoklaf atau open panas kering,
tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
7. Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air
dan sabun kemudian dibilas secara seksama dangan menggunakan air
bersih.

21
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Disinfektan tingkat tingggi adalah cara efektif untuk membunuh
mikroorganisme penyebab penyakit dari peralatan, sterilisasi tidak selalu
memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT bisa dijangkau dengan cara
merebus, mengukus atau secara kimiawi. Ini dapat menghilangkan semua
organisme kecuali beberapa bakteri endospora sebesar 95%.
a. Teknik disinfektan tingkat tingggi dengan cara merebus
Merebus merupakan cara efektif dan praktis untuk DTT. Perebusan dalam
air selama 20 menit setelah mendidih, dimana semua alat jika mungkin
harus terendam semua, ditutup rapat dan dibiarkan mendidih serta
berputar.

Prosedur Kerja

1. Gunakan panci dengan penutup yang rapat


2. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
3. Rendam peralatan sehingga semuanya terendam dalam air
4. Mulai panaskan air
5. Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih
6. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah
penghitungan waktu dimulai
a. Rebus selama 20 menit
b. Catat lama waktu perebusan pelaratan di dalam buku khusus
c. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum
digunakan atau disimpan
d. Setelah peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam
wadah DTT dan penutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu
minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.
e. DTT dengan uap panas

Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci maka sarung tangan


siap DTT dengan uap tanpa diberi talk.

22
1. Gunakan panci perebus yang memiliki 3 susunan nampan pengukus.
2. Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai,
sarung tangan dapat dipakai tanpa membuat kontaminasi baru
3. Letakkan sarung tangan pada baki atau tampan pengukus yang
berlubang di bawahnya, agar mudah dikeluarkan dari panci, letakkan
sarung tangan dengan bagian jarinya kearah tengah panci, jangan
menumpuk sarung tangan.
4. Ulangi proses tersebut hingga semua nampan terisi dengan
menyusun tiga nampan pengukus yang brisi air.
5. Letakkan penutup di atas panci paling atas dan panaskan air hingga
mendidih. Jika uap airnya sedikit, suhunya mungkin tidak cukup tinggi
untuk membunuh mikroorganisme.
6. Catat lamanya waktu pengukusan jika uapa air mulai keluar dari
celah panci.
7. Kukus sarung tangan 20 menit
8. Angkat nampan pengukus paling atas dan goyangkan perlahan-lahan
agar air yang tersisa menetes keluar.
9. Letakkan nampan pengukus diatas panci yang kosong disebelah
kompor
10. Ulangi langkah tersebut hingga nampan tersebut berisi sarung tangan
susun diatas panci perebus yang kosong.
11. Biarkan sarung tangan kering dengan diangin- anginkan di dalam
panci sampai 4 – 6 jam.
12. Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering
gunakan pinset DTT untuk memindahkan sarung tangan. Letakkan
sarung tangan dalam wadah DTT lalu tutup rapat.
13. DTT dengan kimiawi
a. Letakkan peralatan kering yang sudah didekontaminasi dan dicuci
dalam wadah yang sudah berisi laruta kimia.
b. Pastikan bahwa peralatan terendam semua dalam larutan.
c. Rendam selama 20 menit.

23
d. Catat lama waktu perendaman
e. Bilas peralatan dengan air matang dan angina-anginkan di wadah
DTT yang berpenutup
f. Setelah kering peralatan dapat digunakan atau disimpan dalam
wadah DTT yang bersih.

4. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua
bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik
maupun kimiawi. Strilisasi jika dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh
kuman patogen atau apatoge beserta spora yang terdapat pada alat
perawatan atau kedokteran denngan cara merebus, stoom, panas tinggi atau
bahan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterlisasi cepat, strilisasi panas
kering, strerilisasi gas (formalin, H2O2), radiasi ionisasi.
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua
bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik
maupun kimiawi. Strilisasi jika dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh
kuman patoge atau apatoge beserta spora yang terdapat pada alat perawatan
atau kedokteran denngan cara merebus, stoom, panas tinggi atau bahan
kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterlisasi cepat, strilisasi panas kering,
strerilisasi gas (formalin, H2O2), radiasi ionisasi.

Prosedur kerja

1. Bersihkan peralatan yang akan disterilisasi.


2. Peralatan yang dibungkus haris diberi label.
3. Masukkan ke dalam sterilisator dan hidupkan sterilisator sesuai dengan
waktu yang ditentukan.
4. Cara sterilisasi:
a. Sterilisasi dangan merebus dalam air mendidih sampai 100 (15 –
20 menit) untuk logam, kaca, dan karet.

24
b. Sterilisasi dengan stoom menggunakan uap panas di dalam
autoclave dengan waktu, suhu, tekanan tertentu untuk alat tenun.
c. Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi
(logam yang tajam, dll).
d. Sterilisasi dengan bahan kimia menggunakan bahan kimia seperti
alkohol, sublimat, uap formalin, sarung tangan dan kateter.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi merupakan proses invasi dan multiplikasi berbagai


mikroorganisme dan multiplikasi berbagai mikroorganisme ke dalam tubuh
(seperti bakteri, virus, jamur, dan parasite) yang saat dalam keadaan normal,
mokroorganisme tersebut tidak terdapat di dalam tubuh. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan untuk mencegah
transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan (Minnesota
Department of Health, 2014). Pencegahan memiliki arti mencegah agar tidak
terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti meminimalisasi resiko
terjadinya infeksi. Ada empat hal yang harus diperhatikan pada PPI yaitu
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), penatalaksaan linen,
dan pemrosesan peralatan pasien.

26

Вам также может понравиться