Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
“KASUS HAMBALANG”
Disusun oleh :
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Fraud
Triangle
PRESSURE RATIONALIZATION
A. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan (Oppertunity) merupakan suatu celah seseorang (pelaku) dalam
melakukan fraud. Faktor utama dalam Kesempatan (Oppertunity) adalah kontrol
internal. Kelemahan atau tidak adanya kontrol internal yang baik memberikan
kesempatam bagi seseorang (pelaku) untuk melakukan kejahatan fraud.
Pada kasus Hambalang melibatkan para petinggi elit partai Demokrat dan telah
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK antara lain, Menteri Pemuda dan Olahraga
Andi Alfian Mallarangeng; Mantan Ketua Umum Demokrat dan Anggota DPR RI
Anas Urbaningrum; dan Muhammad Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai
Demokrat. Adanya jabatan yang tinggi pada kasus proyek Hambalang memberikan
Kesempatan (Opportunity) para pelaku tersebut untuk melakukan fraud. Selanjutnya,
rendahnya kontrol internal yang baik dalam penentuan tender pada PT Adhi Karya
dan PT Wijaya Karya yang memberikan Kesempatan (Opportunity) dalam melakukan
fraud untuk memenangkan kedua tender tersebut.
B. Tekanan (Pressure)
Tekanan (Pressure) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seseorang
(pelaku) melakukan fraud. Pada saat kasus proyek Hambalang bergulir, menurut
Muhammad Nazaruddin dari persidangannya menyebutkan bahwa Anas Urbaningrum
membutuhkan dana kampanye untuk pencalonan kemenangan dirinya sebagai Ketua
Umum partai Demokrat. Tekanan (Pressure) akan kebutuhan dana kampanye pada
saat pencalonan kemenangan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung pada
Mei 2010 menyebabkan Anas Urbaningrum melakukan korupsi dengan adanya aliran
dana sebesar Rp 100 Miliar dari proyek Hambalang.
C. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi (Rationalization) merupakan suatu keadaan mencari pembenaran
sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya
merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan
bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
Pada kasus Hambalang yang melibatkan para petinggi elit Partai Demokrat dan
Menpora Andi Alfian Mallarangeng, dengan tingginya kedudukan jabatan yang
dimiliki oleh mereka menyebabkan para pelaku tersebut berfikir rasional bahwa
mereka dapat melakukan korupsi secara terintegritas, bersama-sama, baik dan benar
karena jabatan yang mereka miliki.
2.3.2 Skema Fraud (Fraud Tree)
Berdasarkan latar belakang kasus Hambalang yang dikaitkan dengan tiga
komponen utama dalam katogori Skema Fraud (Fraud Tree) yaitu Korupsi,
Penyalahgunaan Aset, dan Laporan Keuangan dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus
Hambalang tersebut tergolong dalam komponen Korupsi.
A. Konflik Kepentingan (Conflicts of Interest)
Pada Oktober Tahun 2009 proyek Hambalang kembali dilanjutkan oleh Menpora
Andi Alfian Mallarangeng yang berhasil terealisasi. Hal tersebut menyebabkan
konflik kepentingan dengan melakukan lobi-lobi untuk kemenangan tender. Konflik
kepentingan untuk kemenangan tender tersebut dimenangkan oleh dua perusahaan
kontruktur BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, termasuk perusahaan
subkontraktor yang dimiliki oleh Machfud Suroso sebagai Direktur PT Dutasari
Citralaras dan Istri Anas Urbaningrum sebagai komisaris. Selanjutnya, konflik
kepentingan dalam pembebasan lahan tanah di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Anas
Urbaningrum turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian pertemuan
yang dihadiri Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait
sertifikasi tanah di Hambalang.
B. Penyuapan (Bribery)
Sebelum kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
terbentuk dari 2009 – 2010, ternyata PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya telah
mengalirkan ongkos komitmen atau melakukan penyuapan (bribery) sebesar Rp 19,32
Miliar ke banyak orang untuk kemenangan tender proyek Hambalang. Selanjutnya,
setelah kerja sama operasi terbentuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
mengeluarkan lagi sebesar 15,22 Miliar sehingga total dana yang mengalir ke pihak
tertentu paling sedikit Rp 34,54 Miliar. Namun tidak sampai itu, kemenangan kedua
tender BUMN yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya ternyata tidak gratis.
Perusahaan kontraktor BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tersebut
menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 Miliar yang setengahnya dipakai
untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan
sisanya dibagi-bagikan, oleh Machfud kepada anggota DPR RI, termasuk kepada
Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng.
C. Gratifikasi (Illegal Gratuities)
Pada 22 Februari Tahun 2013 saat penetapan tersangka oleh KPK, Anas
Urbaningrum diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang terkait dengan
perannya dalam proyek Hambalang dan KPK membenarkan pemberian mobil Toyota
Harrier yang merupakan salah satu alat bukti yang menjerat Anas Urbaningrum.
Menurut Nazaruddin mobil Toyota Harrier yang berikan olehnya adalah pemeberian
dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya atas kemenangan tender dalam proyek
Hambalang.
2.3.3 Red Flags
Red flags merupakan suatu indikasi atau tanda-tanda seseorang melakukan fraud.
Pada dasarnya ketika fruad terjadi, ada jejak-jejak kriminal dan sisa-sisa kejahatan
yang ditinggal oleh pelaku fraud. Dalam kasus Hambalang terdapat beberapa suatu
indikasi terjadinya red flags sebelum kasus Hambalang tersebut melibatkan para
petinggi partai elit Demokrat tersebut yaitu sebagai berikut:
A. Red Flags Skema Gratifikasi
Red flags gratifikasi ilegal pada kasus Hambalang yaitu adanya pemberian dana
yang diberikan oleh kedua kontraktor BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
kepada Anas Urbaningrum setelah keputusan resmi untuk kemenangan kedua tender
BUMN tersebut sebagai tanda ucapan terimakasih atas kesepakatan yang telah selesai,
sebesar Rp 100 Miliar. Red flags skema gratifikasi ilegal lainnya yaitu perubahan
gaya hidup Anas Urbaningrum setelah mendapatkan dana sebesar 50 Miliar yang
digunakan untuk pemenangannya sebagai Ketua Partai Demokrat dan mendapatkan
barang berupa mobil Toyota Harrier dari Muhammad Nazaruddin.
Red flags gratifikasi pada kasus Hambalang selanjutnya adalah adanya hubungan
antara kontraktor dan subkontraktor antara PT Adhi Karya dengan subkontraktor PT
Dutasari Citralaras yang dimpin oleh Machfud Suroso sebagai ketua dan Istri Anas
Urbaningrum sebagai komisaris. Subkontraktor PT Dutasari Citralaras yang dipimpin
oleh Machfus Suroso menerima atau mendapat jatah sebesar Rp 63 Miliar dari PT
Adhi Karya.
B. Red Flags Skema Penyuapan
Red flags skema penyuapan pada kasus Hambalang dapat dilihat dari adanya
tender yang dilakukan untuk kemenengan kedua kontraktor BUMN PT Adhi Karya
dan PT Wijaya Karya. Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, Angelina
Sondakh dan Macfud Suroso melakukan pertemuan antara peserta lelang dengan
panitia pengadaan proyek Hambalang untuk menentukan kemenangan kedua
kontraktor BUMN yaitu Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dimana sebelum kerja
sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya terbentuk dari 2009 –
2010. PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya ternyata telah mengalirkan ongkos
komitmen atau melakukan penyuapan (bribery) sebesar Rp 19,32 Miliar ke banyak
orang untuk kemenangan tender proyek Hambalang. Selanjutnya, setelah kerja sama
operasi terbentuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya mengeluarkan lagi sebesar
15,22 Miliar sehingga total dana yang mengalir ke pihak tertentu paling sedikit Rp
34,54 Miliar.
C. Red Flags Skema Konflik Kepentingan
Red flags skema konflik kepentingan pada kasus Hambalang yaitu terungkapnya
hubungan antara pelaku kecurangan (fraud) setelah Kooridinator Anggaran Komisi X
DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin,
ditangkap. Muhammad Nazaruddin menungkapkan berbagai aktifitas korupsi pada
proyek Hambalang untuk berbagai konflik kepentingan seperti kemengan tender PT
Adhi Karya dan PT Wijaya Karya serta sertifikat tanah di Hambalang yang
melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum, Andi
Alfian Mallarangeng, Anggelina Sondakh dan Kepala Badan Pertahanan Nasional
(BPN) Joyo Winoto.
D. Red Flags Khusus
Pada red flags tentu adanya motif dari pemberian hadiah yang diberikan oleh
pihak pemberi. Secara umum terjadinya red flags pada kasus Hambalang yaitu
anomali dalam menyetujui tender PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang tidak
sesuai prosedur yang ada meliputi; Menggunakan standar penilaian yang berbeda
dalam mengevaluasi pra kualifikasi antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
dengan rekanan lain; Hubungan khusus antara Anas Urbaningrum dan Istri serta
Macfud Suroso sebagai subkontraktor dengan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
sebagai kontraktor resmi; Kelemahan pengecekan ulang dalam perjanjian kontrak
transaksi; Pemisahan tugas yang lemah dan transaksi yang besar dalam menentukan
kontrak dalam pemilihan tender.
2.3.4 Penilaian Resiko Fraud
Suatu proses indetifikasi, analiysis, dan evaluasi atas kerentanan suatu organisasi
dalam menghadapi resiko kecurangan sebelum terjadinya fraud. Pada kasus
Hambalang tiga faktor utama penilaian resiko fraud sebelum terjadinya fraud yaitu
sebagai berikut:
A. Penilaian Faktor Lingkungan
Kasus proyek Hambalang merupakan kejahatan korupsi yang “berjamaah” yang
terorganisasi dan terstrukur. Dimulai dari penyiapan sertifikat lahan di Hambalang
oleh Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto, pencairan dana
anggaran yang terlalu besar, hingga persetujuan penetapan kemenangan tender untuk
PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dengan PT Dutasari Citralaras sebagai
subkontraktor. Suatu hal yang menyebabkan tingginya penilian resiko fraud untuk
faktor lingkungan adalah terlibatnya orang-orang (pelaku) dari Partai Demokrat dalam
kasus proyek Hambalang seperti Menpora Andi Alfian Mallarangeng, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dan Anggelina Sondakh. Selanjutnya, faktor lainnya yang menyebabkan
tingginya penilaian resiko fraud pada faktor lingkungan yaitu hubungan suami istri
antara Anas Urbaningrum dan Athiyyah Laila sebagai komisaris PT Dutasari
Citralaras untuk kemenangan subkontraktor proyek Hambalang dan tidak adanya
pemisahan subkontraktor PT Dutasari Citralaras Athiyyah Laila dengan kontraktor
utama PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang menyebabkan konflik kepentingan
pribadi terjadi.
B. Penilaian Faktor Internal
Kasus proyek Hambalang merupakan kegagalan faktor internal instansi
pemerintahan dalam menciptakan budaya jujur dan orientasi yang tidak memadai
untuk memahami isu-isu tentang hukum, etika, penipuan serta keamanaan. Kegagalan
faktor internal pemerintahan dalam pengambilan keputusan pada permasalahan
sertifikat tanah di Hambalang serta melobi suatu kepentingan untuk kemenangan
tender, menyebabkan pelaku koruptor mengambil jalan tercepat dengan menyuap
(bribery) dan gratifikasi ilegal. Sehingga hal tersebut, menyebabkan kegagalan dalam
menciptakan budaya jujur dengan baik pada internal instanasi pemerintahan.
C. Penilaian Faktor Kecurangan
Penilaian faktor kecurangan merupakan suatu faktor yang mencakup pihak yang
akan terlibat dalam fraud khususnya korupsi. Pada kasus Hambalang pihak-pihak
yang terlibat tidak hanya internal instansi pemerintahan seperti mantan Menpora Andi
Mallarangeng, Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dan Anggelina Sondakh melainkan pihak eksternal PT Adhi Karya dan
PT Wijaya Karya serta PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso sebagai Direktur dan
Athiyyah Laila sebagai Komisaris. Sehingga suatu hal yang menyebabkan tingginya
penilian resiko fraud untuk faktor kecurangan dalam kasus proyek Hambalang adalah
orang-orang (pelaku) yang memiliki jabatan yang tinggi dibidangnya. Jabatan yang
tinggi memberikan keluluasaan besar dalam melakukan korupsi untuk proyek
Hambalang seperti Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto
memberikan atau mempelancar pengursan sertifikasi proyek tanah di Hambalang.
2.3.5 Pencegahan Fraud (Fraud Prevention)
Berdasarkan kasus Hambalang, salah cara terbaik untuk pencegahan fraud tindak
pidana kriminal korupsi sehingga tidak terjadi hal yang serupa dikemudian hari yaitu
meningkatkan persepsi deteksi atau “takut ketahuan”.
A. Pengawasan (Surveillance)
Pada kasus proek Hambalang tahapan korupsi dilakukan sejak dalam
pengangaran, lelang hingga pelaksanaan kegiataan pengadaan. Hal tersebut,
mengindentifikasikan kurangnya pengawasan yang baik dalam kasus proyek
Hambalang. Dalam pengawasan birokrasi terdiri dari 2 bentuk pengawasan, yaitu
pengawas internal dan pengawasan eksternal. Pengawas internal yaitu teridiri dari
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara (MENPAN), selanjutnya pengawas eksternal yaitu
terdiri dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Badan pengawas tersebut harus lebih baik
lagi memberikan jaminan keyakinan terhadap publik untuk kasus proyek Hambalang
melalui sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor eksternal birokerasi, dalam
hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sehingga kasus proyek Hambalang tidak terulang kembali.
B. Anonymous Tips
Anonymous tips merupakan kegiatan pencegahan yang ketika siapa pun melihat
seseuatu yang mencurgikan atau terindikasi dalam melakukan fraud dapat
melaporkannya. Pada kasus proyek Hambalang untuk anonymous tips telah
diterapkan dengan baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketua umum
KPK Abraham Samad menerima banyak informasi terkait kasus proyek Hambalang
sehingga 1 Mei 2012 kasus proyek Hambalang mengalami peningkatan penyelidikan
dan 3 Desember 2012 Komusi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menpora
sebagai terangka dalam kasus proyek Hambalang.
C. Penuntutan
Penuntutan merupakan sesuatu kegiatan ketika seseorang telah ditetapkan sebagai
tersangka harus di tuntut seadil-adilnya dan dijatuhkan hukuman yang sangat berat
sehingga tidak terjadi kasus proyek Hambalang terulang kembali dikemudian hari.
Hukuman Menpora Andi Alfian Mallarangeng yang divonis selama 4 Tahun
kurungan penjara dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang di
vonis selama 14 Tahun kurungan penjara mengindikasikan hukum Indonesia dapat
menyeret siapa saja tanpa mengenal jabatan dan golongan sehingga hal tersebut dapat
memberikan peringatan kepada seseorang untuk melakukan tindak pidana fraud.
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Audit forensik dapat didefinisikan sebagai alat aplikasi keahlihan mengaudit atas
suatu keadaan terindentifikasinya keadaan terkait tindak pidana hukum. Tujuan utama
dari akuntansi forensik adalah untuk mendeteksi atau mencegah berbagai jenis
kecurangan (fraud). Dalam kasus proyek Hambalang Audit Forensik sangat dibutuhkan
untuk mengungkapkan kecurangan (fraud) yang terjadi dalam kasus tersebut.
Berdasarkan analysis kasus proyek Hambalang memberikan rekomendasi yaitu;
meningkatkankan transaparansi dalam pengerjaan suatu proyek pemerintahan;
meningkatkan transparansi banggar DPR sehingga tidak diidentikan sebagai sarang
mafia anggaran; serta menggunakan e-budgeting sehingga dengan menggunakan system
ini masyarakat pun akan dapat melihat, menilai dan memantau mengenai anggaran apa
saja yang dibuat dan diaujukan.