Вы находитесь на странице: 1из 15

RESUME AKUNTANSI FORENSIK

“KASUS HAMBALANG”

Dosen Pengampu: Anis Chariri, SE, M.Com., Ph.D, Akt

Disusun oleh :

DEFEL SEPTIAN 120 301 174 200 61

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MAKALAH


Tindak kecurangan (fraud) di pemerintahan Indonesia sudah mencapai tingkat yang
memperhatikan. Pada saat ini banyak di media massa baik di surat kabar maupun
ditelevisi memberitakan tentang kasus-kasus kecurangan (fraud) yaitu korupsi yang
melibatkan berbagai pihak, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif, bahkan yudikatif.
Kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintahan sulit terdeteksi
karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu
proyek. Salah satu kasus pada 3 Desember Tahun 2013 Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng
sebagai tersangka tindak pidana korupsi kasus proyek Pusat Pendidikan Pelatihan
Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Oleh karna itu, auditor sebagai pihak yang berkompeten harus mempunyai keahlian
untuk mendeteksi kecurangan (Fraud). Pengungkapan lebih lanjut untuk penyidikan
dalam kasus tindak pidana tersebut diserahkan pada auditor forensik yang lebih
berwenang. Auditor forensik akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain audit
biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan
(Fraud) yaitu Audit Forensik.
Peran audit forensik dalam mengungkapkan kecurangan (fraud) di Indonesia dari
waktu ke waktu semangkin terus meningkat. Audit forensik digunakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolsian, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi
selama proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi.
Resume ini akan menjelaskan sesuatu analiysis keterkaitan kasus proyek Hambalang
dengan materi perkuliahan Akuntansi Forensik yang terdiri Fraud Triangle, Skema
Fraud, Red Flags, Penilaian Resiko Fraud dan Pencegahan Fraud.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LATAR BELAKANG KASUS HAMBALANG


Kasus Hambalang merupakan kasus Proyek tindak pidana korupsi yang merugikan
negara sebesar Rp 706 Miliar dari hasil audit investigasi BPK di Tahun 2012 hingga
Tahun 2013 dan melibatkan banyak pihak, diantaranya para elit Demokrat, Anas
Urbaningrum dan Istri Anas Urbaningrum yang menjabat sebagai komisaris PT Dutasari
Citralaras; Andi Alfian Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga RI;
Machfud Suroso sebagai Direktur PT Dutasari Citralaras; Muhammad Nazaruddin
sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat dan lain sebagainya. Awal mula proyek
Hambalang dimulai sekitar tahun 2003, ide pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan,
dan Sekolah Olahraga Nasional tercetus sejak jaman Menteri Pemuda dan Olahraga
dijabat oleh Adiyaksa Dault sebagai pengimplementasian UU Nomor 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan dipilihnya wilayah untuk membangun, yaitu
tanah di daerah Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Namun, pembangunan dibatalkan (tidak
terealisasi) dikarenakan persoalan sertifikasi tanah.
Pada Oktober Tahun 2009 proyek Hambalang kembali dilanjutkan oleh Menpora
Andi Alfian Mallarangeng yang berhasil terealisasi sehingga tender pun dilakukan,
pemenangnya adalah PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Anas Urbaningrum diduga
mengatur pemenangan kedua tender tersebut dan masalah sertifikasi tanah yang berhasil
diselesaikan bersama Muhammad Nazaruddin, Anggelina Sondakh, dan teman dekat
Anas, Muhfud Suroso. Pemenangan dua perusahaan BUMN itu ternyata tidak gratis, PT
Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor proyek Hambalang yang dipimpin oleh
Machfud Suroso dan Athiyyah Laila, Istri Anas Urbaningrum menerima jatah senilai Rp
63 Miliar. Selain itu, PT Adhi Karya juga menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp
100 Miliar yang setengahnya dipakai untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai
Ketua Umum Partai Demokrat dan sisanya dibagi-bagikan, oleh Machfud kepada
anggota DPR RI, termasuk kepada Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) Andi Alfian
Mallarangeng.
Terkuaknya kasus Hambalang pertama kali diungkapkan oleh terdakwa suap proyek
pembangunan wisma atlet, Muhammad Nazaruddin. Menurut mantan Bendahara Umum
Partai Demokrat itu, Anas Urbaningrum turut terlibat dalam proyek dengan melakukan
serangkaian pertemuan yang dihadiri Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo
Winoto terkait sertifikasi tanah di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Bukan hanya itu,
Nazaruddin juga menuding bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian
Mallarangeng turut terlibat dalam proyek tersebut.
Pada 1 Mei 2012 Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) telah menyatakan bahwa
penyelidikan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di
Hambalang, Bogor, Jawa Barat mengalami peningkatan. Hal tersebut diutarakan
langsung oleh pimpinan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) sendiri, Abraham Samad.
Menurutnya, peningkatan penyelidikan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang terlihat dari banyaknya informasi mengenai
kasus tersebut yang masuk ke KPK dari sejumlah orang yang pernah dimintai
keterangan, mengenai proses sertifikasi tanah Hambalang. Komisi Pemberatasan Korupsi
(KPK) mengungkapkan bahwa ada dua peristiwa yang penting yaitu pertama, pada
proses penerbitan sertifikat tanah di Hambalang dan yang kedua, pelaksanaan pengadaan
proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years.
Pada 3 Desember 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Andi
Alfian Malarangeng sebagai tersangka dalam posisinya sebagai Menpora serta
penggunaan Anggaran. Selanjutnya, 18 Juli 2014 mantan Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) RI, Andi Alfian Malarangeng divonis 4 Tahun Penjara. Andi Alfian
Malarangeng terbukti dinyatakan menyalahgunakan wewenang sehingga memperkaya
diri sendiri dari korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat, dengan nilai sebesar Rp 2 Miliar dan USD
550. Semua uang itu diterima Andi Alfian Malarangeng melalui adiknya, Andi
Zulkarnain Malarangeng alias (Choel Mallarangeng). Serta Andi Alfian Malarangeng
juga terbukti memperkaya orang lain seperti Anas Urbaningrum dan Istri Anas
Urbaningrum yang menjabat sebagai komisaris PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso
sebagai Direktur PT Dutasari Citralaras.
Pada 22 Februari 2013 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anas
Urbaningrum sebagai tersangka. Anas Urbaningrum diduga menerima gratifikasi berupa
barang dan uang, terkait dengan perannya dalam proyek Hambalang dan KPK
membenarkan pemberian mobil Toyota Harrier yang merupakan salah satu alat bukti
yang menjerat Anas Urbaningrum. Akhirnya Anas Urbaningrum terbukti menerima uang
gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)
Hambalang, Bogor, Jawa Barat, senilai Rp 20 Miliar serta terbukti menerima mobil
Toyota Harrier dan dijatuhkan hukuman selama 14 Tahun Kurungan Penjara.
2.2 PIHAK – PIHAK TERLIBAT
2.2.1 PELAKU KASUS HAMBALANG
1. Pelaku Utama
a. Andi Alfian Mallarangeng
Jabatan sebagai Menteri Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Indonesia
Bersatu II.
b. Wafid Muharam
Sebagai Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga dan orang kepercayaan
Menpora Andi Mallarangeng
c. Deddy Kusdinar
Sebagai Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda
dan Olahraga.
d. Choel Mallarengeng
Adiknya Andi Mallarangeng dan Presiden Direktur PR FOX Indonesia.
e. Anas Urbaningrum
Sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat tahun 2009.
f. Muhammad Nazaruddin
Muhammad Nazaruddin dipilih sebagai anggota Banggar DPR periode
2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrat dan pada tahun 2010 diangkat
Bendahara Umum Partai Demokrat.

2. Pihak Terlibat dalam Penerbitan Sertifikat Tanah Hambalang


a. Joyo Winoto
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait sertifikasi tanah
Hambalang. Menandatangani SK Hak Pakai untuk Kemenpora atas tanah
Hambalang.
b. Luki Ambar Winarti
Selaku Kabagian Persuratan BPN menyerahkan SK Hak Pakai kepada
orang yang tidak berhak menerima.
c. Managam Manurum
PLT Deputi II BPN memerintahkan Luki Ambar Winarti untuk
menyerahkan SK Hak Pakai kepada orang yang tidak berhak menerima.
3. Pihak Pemberi Izin
a. Rahmat Yasin
Jabatan Bupati Bogor yang menerbitkan Site Plan atas rencana
pembangunan proyek tersebut.
b. Syarifah Sofiah
Selaku Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor atas nama
Bupati yang menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
c. Burhanudin
Selaku Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor yang
membantu Bupati Bogor dalam menerbitkan Site Plan tersebut.
d. Yani Hasan
Selaku Kepala Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor
yang membantu Bupati Bogor dalam menerbitkan Site Plan atas rencana
pembangunan P3SON berlokasi di Desa Hambalang.
e. Achmad A Ardiwinata
Selaku PPK kegiatan studi Amdal tahun 2007.
4. Pihak Konstruksi
a. Adhi Karya
1) Teuku Bagus Mukhamad Noor (sebagai Kepala Divisi Konstruksi
Jakarta I)
2) M Arief Taufiqurahman (Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad )
3) Muhammad Tamzil (Fasilitator dari Teuku Bagus Mokhamad Noor
dan M Arief Taufiqurahman)
4) Indrajaja Manopol ( Sebagai Direktor Operasi)
b. Mahfud Suroso
Direktur PT Dutasari Citralaras
c. PT Grup Permai
Perusahaan milik M Nazaruddin
d. PT Global Daya Manunggal (GDM)
Perusahaan subkontraktor untuk pekerjaan struktur, arsitektur asrama
junior putra-putri dan Gedung Olah Raga (GOR) Serbaguna.
e. PT Duta Graha Indah (DGI)
Perusahaan milik Nazaruddin yang bergerak dibidang konstruksi
f. Mindo Rosalina Manulang
Direktur Marketing PT Anak Negeri yang kemudian menjadi rekanan PT
Duta Graha Indah (DGI)
5. Pihak dalam Proses Pemilihan Rekanan
a. Wisler Manulu alias WiM
Ketua Panitia Pengadaan Kemenpora
b. Jaelani alias J
Anggota Panitia Pengadaan Kemenpora
c. Bambang Siswanto alias BaS
Sekretaris Panitia Pengadaan Kemenpora
d. Rio Wilarso alias RW
Staf Biro Perencanaan Kemenpora
2.3 ANALYSIS KASUS
2.3.1 Fraud Triangle
OPPORTUNITY

Fraud
Triangle

PRESSURE RATIONALIZATION
A. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan (Oppertunity) merupakan suatu celah seseorang (pelaku) dalam
melakukan fraud. Faktor utama dalam Kesempatan (Oppertunity) adalah kontrol
internal. Kelemahan atau tidak adanya kontrol internal yang baik memberikan
kesempatam bagi seseorang (pelaku) untuk melakukan kejahatan fraud.
Pada kasus Hambalang melibatkan para petinggi elit partai Demokrat dan telah
ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK antara lain, Menteri Pemuda dan Olahraga
Andi Alfian Mallarangeng; Mantan Ketua Umum Demokrat dan Anggota DPR RI
Anas Urbaningrum; dan Muhammad Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai
Demokrat. Adanya jabatan yang tinggi pada kasus proyek Hambalang memberikan
Kesempatan (Opportunity) para pelaku tersebut untuk melakukan fraud. Selanjutnya,
rendahnya kontrol internal yang baik dalam penentuan tender pada PT Adhi Karya
dan PT Wijaya Karya yang memberikan Kesempatan (Opportunity) dalam melakukan
fraud untuk memenangkan kedua tender tersebut.
B. Tekanan (Pressure)
Tekanan (Pressure) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan seseorang
(pelaku) melakukan fraud. Pada saat kasus proyek Hambalang bergulir, menurut
Muhammad Nazaruddin dari persidangannya menyebutkan bahwa Anas Urbaningrum
membutuhkan dana kampanye untuk pencalonan kemenangan dirinya sebagai Ketua
Umum partai Demokrat. Tekanan (Pressure) akan kebutuhan dana kampanye pada
saat pencalonan kemenangan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung pada
Mei 2010 menyebabkan Anas Urbaningrum melakukan korupsi dengan adanya aliran
dana sebesar Rp 100 Miliar dari proyek Hambalang.
C. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi (Rationalization) merupakan suatu keadaan mencari pembenaran
sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran sebenarnya
merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu sendiri, bahkan merupakan
bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan.
Pada kasus Hambalang yang melibatkan para petinggi elit Partai Demokrat dan
Menpora Andi Alfian Mallarangeng, dengan tingginya kedudukan jabatan yang
dimiliki oleh mereka menyebabkan para pelaku tersebut berfikir rasional bahwa
mereka dapat melakukan korupsi secara terintegritas, bersama-sama, baik dan benar
karena jabatan yang mereka miliki.
2.3.2 Skema Fraud (Fraud Tree)
Berdasarkan latar belakang kasus Hambalang yang dikaitkan dengan tiga
komponen utama dalam katogori Skema Fraud (Fraud Tree) yaitu Korupsi,
Penyalahgunaan Aset, dan Laporan Keuangan dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus
Hambalang tersebut tergolong dalam komponen Korupsi.
A. Konflik Kepentingan (Conflicts of Interest)
Pada Oktober Tahun 2009 proyek Hambalang kembali dilanjutkan oleh Menpora
Andi Alfian Mallarangeng yang berhasil terealisasi. Hal tersebut menyebabkan
konflik kepentingan dengan melakukan lobi-lobi untuk kemenangan tender. Konflik
kepentingan untuk kemenangan tender tersebut dimenangkan oleh dua perusahaan
kontruktur BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, termasuk perusahaan
subkontraktor yang dimiliki oleh Machfud Suroso sebagai Direktur PT Dutasari
Citralaras dan Istri Anas Urbaningrum sebagai komisaris. Selanjutnya, konflik
kepentingan dalam pembebasan lahan tanah di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Anas
Urbaningrum turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian pertemuan
yang dihadiri Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto terkait
sertifikasi tanah di Hambalang.
B. Penyuapan (Bribery)
Sebelum kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
terbentuk dari 2009 – 2010, ternyata PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya telah
mengalirkan ongkos komitmen atau melakukan penyuapan (bribery) sebesar Rp 19,32
Miliar ke banyak orang untuk kemenangan tender proyek Hambalang. Selanjutnya,
setelah kerja sama operasi terbentuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
mengeluarkan lagi sebesar 15,22 Miliar sehingga total dana yang mengalir ke pihak
tertentu paling sedikit Rp 34,54 Miliar. Namun tidak sampai itu, kemenangan kedua
tender BUMN yaitu PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya ternyata tidak gratis.
Perusahaan kontraktor BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya tersebut
menggelontorkan dana terima kasih senilai Rp 100 Miliar yang setengahnya dipakai
untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan
sisanya dibagi-bagikan, oleh Machfud kepada anggota DPR RI, termasuk kepada
Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng.
C. Gratifikasi (Illegal Gratuities)
Pada 22 Februari Tahun 2013 saat penetapan tersangka oleh KPK, Anas
Urbaningrum diduga menerima gratifikasi berupa barang dan uang terkait dengan
perannya dalam proyek Hambalang dan KPK membenarkan pemberian mobil Toyota
Harrier yang merupakan salah satu alat bukti yang menjerat Anas Urbaningrum.
Menurut Nazaruddin mobil Toyota Harrier yang berikan olehnya adalah pemeberian
dari PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya atas kemenangan tender dalam proyek
Hambalang.
2.3.3 Red Flags
Red flags merupakan suatu indikasi atau tanda-tanda seseorang melakukan fraud.
Pada dasarnya ketika fruad terjadi, ada jejak-jejak kriminal dan sisa-sisa kejahatan
yang ditinggal oleh pelaku fraud. Dalam kasus Hambalang terdapat beberapa suatu
indikasi terjadinya red flags sebelum kasus Hambalang tersebut melibatkan para
petinggi partai elit Demokrat tersebut yaitu sebagai berikut:
A. Red Flags Skema Gratifikasi
Red flags gratifikasi ilegal pada kasus Hambalang yaitu adanya pemberian dana
yang diberikan oleh kedua kontraktor BUMN PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
kepada Anas Urbaningrum setelah keputusan resmi untuk kemenangan kedua tender
BUMN tersebut sebagai tanda ucapan terimakasih atas kesepakatan yang telah selesai,
sebesar Rp 100 Miliar. Red flags skema gratifikasi ilegal lainnya yaitu perubahan
gaya hidup Anas Urbaningrum setelah mendapatkan dana sebesar 50 Miliar yang
digunakan untuk pemenangannya sebagai Ketua Partai Demokrat dan mendapatkan
barang berupa mobil Toyota Harrier dari Muhammad Nazaruddin.
Red flags gratifikasi pada kasus Hambalang selanjutnya adalah adanya hubungan
antara kontraktor dan subkontraktor antara PT Adhi Karya dengan subkontraktor PT
Dutasari Citralaras yang dimpin oleh Machfud Suroso sebagai ketua dan Istri Anas
Urbaningrum sebagai komisaris. Subkontraktor PT Dutasari Citralaras yang dipimpin
oleh Machfus Suroso menerima atau mendapat jatah sebesar Rp 63 Miliar dari PT
Adhi Karya.
B. Red Flags Skema Penyuapan
Red flags skema penyuapan pada kasus Hambalang dapat dilihat dari adanya
tender yang dilakukan untuk kemenengan kedua kontraktor BUMN PT Adhi Karya
dan PT Wijaya Karya. Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, Angelina
Sondakh dan Macfud Suroso melakukan pertemuan antara peserta lelang dengan
panitia pengadaan proyek Hambalang untuk menentukan kemenangan kedua
kontraktor BUMN yaitu Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, dimana sebelum kerja
sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya terbentuk dari 2009 –
2010. PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya ternyata telah mengalirkan ongkos
komitmen atau melakukan penyuapan (bribery) sebesar Rp 19,32 Miliar ke banyak
orang untuk kemenangan tender proyek Hambalang. Selanjutnya, setelah kerja sama
operasi terbentuk PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya mengeluarkan lagi sebesar
15,22 Miliar sehingga total dana yang mengalir ke pihak tertentu paling sedikit Rp
34,54 Miliar.
C. Red Flags Skema Konflik Kepentingan
Red flags skema konflik kepentingan pada kasus Hambalang yaitu terungkapnya
hubungan antara pelaku kecurangan (fraud) setelah Kooridinator Anggaran Komisi X
DPR RI yang juga Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin,
ditangkap. Muhammad Nazaruddin menungkapkan berbagai aktifitas korupsi pada
proyek Hambalang untuk berbagai konflik kepentingan seperti kemengan tender PT
Adhi Karya dan PT Wijaya Karya serta sertifikat tanah di Hambalang yang
melibatkan dedengkot-dedengkot Partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum, Andi
Alfian Mallarangeng, Anggelina Sondakh dan Kepala Badan Pertahanan Nasional
(BPN) Joyo Winoto.
D. Red Flags Khusus
Pada red flags tentu adanya motif dari pemberian hadiah yang diberikan oleh
pihak pemberi. Secara umum terjadinya red flags pada kasus Hambalang yaitu
anomali dalam menyetujui tender PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang tidak
sesuai prosedur yang ada meliputi; Menggunakan standar penilaian yang berbeda
dalam mengevaluasi pra kualifikasi antara PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
dengan rekanan lain; Hubungan khusus antara Anas Urbaningrum dan Istri serta
Macfud Suroso sebagai subkontraktor dengan PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya
sebagai kontraktor resmi; Kelemahan pengecekan ulang dalam perjanjian kontrak
transaksi; Pemisahan tugas yang lemah dan transaksi yang besar dalam menentukan
kontrak dalam pemilihan tender.
2.3.4 Penilaian Resiko Fraud
Suatu proses indetifikasi, analiysis, dan evaluasi atas kerentanan suatu organisasi
dalam menghadapi resiko kecurangan sebelum terjadinya fraud. Pada kasus
Hambalang tiga faktor utama penilaian resiko fraud sebelum terjadinya fraud yaitu
sebagai berikut:
A. Penilaian Faktor Lingkungan
Kasus proyek Hambalang merupakan kejahatan korupsi yang “berjamaah” yang
terorganisasi dan terstrukur. Dimulai dari penyiapan sertifikat lahan di Hambalang
oleh Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto, pencairan dana
anggaran yang terlalu besar, hingga persetujuan penetapan kemenangan tender untuk
PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya dengan PT Dutasari Citralaras sebagai
subkontraktor. Suatu hal yang menyebabkan tingginya penilian resiko fraud untuk
faktor lingkungan adalah terlibatnya orang-orang (pelaku) dari Partai Demokrat dalam
kasus proyek Hambalang seperti Menpora Andi Alfian Mallarangeng, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dan Anggelina Sondakh. Selanjutnya, faktor lainnya yang menyebabkan
tingginya penilaian resiko fraud pada faktor lingkungan yaitu hubungan suami istri
antara Anas Urbaningrum dan Athiyyah Laila sebagai komisaris PT Dutasari
Citralaras untuk kemenangan subkontraktor proyek Hambalang dan tidak adanya
pemisahan subkontraktor PT Dutasari Citralaras Athiyyah Laila dengan kontraktor
utama PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya yang menyebabkan konflik kepentingan
pribadi terjadi.
B. Penilaian Faktor Internal
Kasus proyek Hambalang merupakan kegagalan faktor internal instansi
pemerintahan dalam menciptakan budaya jujur dan orientasi yang tidak memadai
untuk memahami isu-isu tentang hukum, etika, penipuan serta keamanaan. Kegagalan
faktor internal pemerintahan dalam pengambilan keputusan pada permasalahan
sertifikat tanah di Hambalang serta melobi suatu kepentingan untuk kemenangan
tender, menyebabkan pelaku koruptor mengambil jalan tercepat dengan menyuap
(bribery) dan gratifikasi ilegal. Sehingga hal tersebut, menyebabkan kegagalan dalam
menciptakan budaya jujur dengan baik pada internal instanasi pemerintahan.
C. Penilaian Faktor Kecurangan
Penilaian faktor kecurangan merupakan suatu faktor yang mencakup pihak yang
akan terlibat dalam fraud khususnya korupsi. Pada kasus Hambalang pihak-pihak
yang terlibat tidak hanya internal instansi pemerintahan seperti mantan Menpora Andi
Mallarangeng, Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto, Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dan Anggelina Sondakh melainkan pihak eksternal PT Adhi Karya dan
PT Wijaya Karya serta PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso sebagai Direktur dan
Athiyyah Laila sebagai Komisaris. Sehingga suatu hal yang menyebabkan tingginya
penilian resiko fraud untuk faktor kecurangan dalam kasus proyek Hambalang adalah
orang-orang (pelaku) yang memiliki jabatan yang tinggi dibidangnya. Jabatan yang
tinggi memberikan keluluasaan besar dalam melakukan korupsi untuk proyek
Hambalang seperti Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Joyo Winoto
memberikan atau mempelancar pengursan sertifikasi proyek tanah di Hambalang.
2.3.5 Pencegahan Fraud (Fraud Prevention)
Berdasarkan kasus Hambalang, salah cara terbaik untuk pencegahan fraud tindak
pidana kriminal korupsi sehingga tidak terjadi hal yang serupa dikemudian hari yaitu
meningkatkan persepsi deteksi atau “takut ketahuan”.
A. Pengawasan (Surveillance)
Pada kasus proek Hambalang tahapan korupsi dilakukan sejak dalam
pengangaran, lelang hingga pelaksanaan kegiataan pengadaan. Hal tersebut,
mengindentifikasikan kurangnya pengawasan yang baik dalam kasus proyek
Hambalang. Dalam pengawasan birokrasi terdiri dari 2 bentuk pengawasan, yaitu
pengawas internal dan pengawasan eksternal. Pengawas internal yaitu teridiri dari
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara (MENPAN), selanjutnya pengawas eksternal yaitu
terdiri dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Badan pengawas tersebut harus lebih baik
lagi memberikan jaminan keyakinan terhadap publik untuk kasus proyek Hambalang
melalui sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor eksternal birokerasi, dalam
hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sehingga kasus proyek Hambalang tidak terulang kembali.
B. Anonymous Tips
Anonymous tips merupakan kegiatan pencegahan yang ketika siapa pun melihat
seseuatu yang mencurgikan atau terindikasi dalam melakukan fraud dapat
melaporkannya. Pada kasus proyek Hambalang untuk anonymous tips telah
diterapkan dengan baik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ketua umum
KPK Abraham Samad menerima banyak informasi terkait kasus proyek Hambalang
sehingga 1 Mei 2012 kasus proyek Hambalang mengalami peningkatan penyelidikan
dan 3 Desember 2012 Komusi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menpora
sebagai terangka dalam kasus proyek Hambalang.
C. Penuntutan
Penuntutan merupakan sesuatu kegiatan ketika seseorang telah ditetapkan sebagai
tersangka harus di tuntut seadil-adilnya dan dijatuhkan hukuman yang sangat berat
sehingga tidak terjadi kasus proyek Hambalang terulang kembali dikemudian hari.
Hukuman Menpora Andi Alfian Mallarangeng yang divonis selama 4 Tahun
kurungan penjara dan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang di
vonis selama 14 Tahun kurungan penjara mengindikasikan hukum Indonesia dapat
menyeret siapa saja tanpa mengenal jabatan dan golongan sehingga hal tersebut dapat
memberikan peringatan kepada seseorang untuk melakukan tindak pidana fraud.
BAB 3
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN
Audit forensik dapat didefinisikan sebagai alat aplikasi keahlihan mengaudit atas
suatu keadaan terindentifikasinya keadaan terkait tindak pidana hukum. Tujuan utama
dari akuntansi forensik adalah untuk mendeteksi atau mencegah berbagai jenis
kecurangan (fraud). Dalam kasus proyek Hambalang Audit Forensik sangat dibutuhkan
untuk mengungkapkan kecurangan (fraud) yang terjadi dalam kasus tersebut.
Berdasarkan analysis kasus proyek Hambalang memberikan rekomendasi yaitu;
meningkatkankan transaparansi dalam pengerjaan suatu proyek pemerintahan;
meningkatkan transparansi banggar DPR sehingga tidak diidentikan sebagai sarang
mafia anggaran; serta menggunakan e-budgeting sehingga dengan menggunakan system
ini masyarakat pun akan dapat melihat, menilai dan memantau mengenai anggaran apa
saja yang dibuat dan diaujukan.

Вам также может понравиться