Вы находитесь на странице: 1из 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN TUMOR OTAK DI RUANG MELATI RUMAH SAKIT


DAERAH dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

oleh
Laely Anggraeni, S.Kep.
NIM 142311101093

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
APRIL 2019
Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121
Phone/Fak: (0331) 323450
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Tumor Otak di Ruang Melati


RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Melati RSD dr. Soebandi Jember

Jember,
Mahasiswa

Laely Anggraeni, S.Kep.


NIM 182311101138

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Medikal Ruang Melati
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Jon Hafan S., M. Kep., Sp. Kep. MB Ns. Umayanah, S. Kep
NIP 19840102 201504 1 002 NIP 19770611 200604 2 020
A. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang terdapat di
kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau
cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak
dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang
tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak
yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar
terhadap kepala (Syaifuddin, 2004).
a. Histologi Susunan Saraf Pusat
Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan
saraf pusat, akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian
tampak berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu).
Atas dasar itu, susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia grisea yang
berwarna kelabu dan substansia alba yang berwarna putih. Warna kelabu
ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di bagian tersebut,
sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf yang
bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat
dibagi menjadi sel saraf dan sel penunjang. Sel penunjang merupakan sel
jaringan ikat yang tidak berfungsi untuk menyalurkan impuls. Pada sel
saraf serabut dengan diameter besar ditandai dengan nama serabut alpha
atau A, beta atau B untuk yang lebih kecil dan gamma untuk yang lebih
kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang membentuk sinaps, ternyata
terdapat gelembung yang menghasilkan macam-macam zat kimia. Karena
demikian banyaknya sinaps yang terdapat di otak, secara keseluruhan otak
dapat dianggap sebagai sebuah kelenjar yang sangat besar (Mardjono,
2009).
b. Anatomi Selaput Otak
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1) Lapisan Luar (Durameter): Durameter disebut juga selaput otak keras
atau pachymeninx. Durameter dapat dibagi menjadi durameter
cranialis yang membungkus otak dan durameter spinalis yang
membungkus medula spinalis. Di samping itu, durameter masih dapat
dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal yang lebih dekat
ke otak (lapisan dalam) dan lapisan endostium yang melekat erat pada
tulang tengkorak. (Wibowo, 1994).
2) Lapisan Tengah (Araknoid), Disebut juga selaput otak, merupakan
selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter,
membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan
araknoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen
serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini dapat
dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal
fungsi (Syaifuddin, 2009).
3) Lapisan dalam (Piameter), Lapisan piameter merupakan selaput tipis
yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak
dalam jumlah yang banyak dan lapisan ini melekat erat pada
permukaan luar otak atau medula spinalis (Wibowo, 1994). Ruangan
di antara araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi
radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang (Suwono, 1996).
Gambar 1. Bagian Otak

B. Tumor Otak
1. Definisi
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang
menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer & Bare, 2001). World Health
Organization (2007) dalam Tanto, dkk (2014) menyembutkan beberapa
klasifikasi tumor otak, salah satunya adalah tumor meninges. Meningioma
adalah tumor pada meninx, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat
manapun di bagian otak maupun, medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di
hemisphere otak di semua lobusnya.
Tumor meninges (Meningioma) merupakan tumor yang berasal dari
meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan
dura. Sebagian besar tumor bersifat jinak dan tidak menginfiltrasi jaringan
sekitarnya, tetapi agak menekan struktur yang berada dibawahnya.
Pertumbuhan tumor ini lambat sehingga gejala kurang diperhatikan dan dapat
menyebabkan diagnosis yang salah (Price& Wilson, 2005).
2. Penyebab Tumor Otak
Sebenarnya, penyebab tumor otak masih belum diketahui tetapi masih ada
faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu:
a. Herediter Sindrom herediter seperti von Recklinghausen’s Disease,
tuberous sclerosis, retinoblastoma, multiple endocrine neoplasma bisa
meningkatkan resiko tumor otak. Gen yang terlibat bisa dibahagikan pada
dua kelas iaitu tumor –suppressor genes dan oncogens. Selain itu,
sindroma seperti Turcot dapat menimbulkan kecenderungan genetik untuk
glioma tetapi hanya 2%. ( Mehta, 2011)
b. Radiasi. Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak
jenis neuroepithelial tumors, meningiomas dan nerve sheath tumors.
Selain itu, paparan therhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko
tumor otak.( Keating, 2001)
c. Substansi-substansi Karsinogenik Penyelidikan tentang substansi
karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada
substansi yang karsinogenik seperti nitrosamides dan nitrosoureas yang
bisa menyebabkan tumor system saraf pusat ( Petrovich, et al., 2003.,
Mardjono, 2000)
d. Virus. Infeksi virus juga dipercayai bisa menyebabkan tumor otak.
Contohnya, virus Epseien-barr. (Kauffman, 2007) Universitas Sumatera
Utara
e. Gaya Hidup penelitian telah menunjukkan bahwa makanan seperti
makanan yang diawetkan, daging asap atau acar tampaknya berkorelasi
dengan peningkatan risiko tumor otak. Di samping itu, risiko tumor otak
menurun ketika individu makan lebih banyak buah dan sayuran. (Stark-
Vance, et al., 2011)

3. Patofisiologi Tumor Otak


Menurut Muttaqin (2008), Tumor otak menyebabkan gangguan
neurologis yang progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan
fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal
terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan
suplai darah akibat tekanan yang ditimbulakn tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak yang mengakibatkan terjadi kehilangan
fungsi secara akut dan dapat diperparah dengan gangguan serebrovaskuler
primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan
otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang
menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar di otak menimbulkan peningkatan volume
intrakranial dan meningkatkan TIK (Batticca, 2008).
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intra
cranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah intra
kranial, volume CSS, kandungan cairan intra sel, dan mengurangi sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan
herniasi unkus serebellum. Hernia si unkus timbul jika girusmedialis lobus
melalui insisuratentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisuratentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf
otak ke 3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum bergeser kebawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang
terjadi akibat peningkatan intra kranial yang cepat adalah bradikardiprogresif,
hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan (Batticca, 2008).
4. Tanda dan Gejala Tumor Otak
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan
tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan
oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan
pada nervus atau pembuluh darah). Gejala umumnya menurut Mardjono
(2003) yaitu sebagai berikut:
a) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari
b) Perubahan mental
c) Kejang
d) Mual muntah
e) Perubahan visual, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumornya, seperti:
a) Meningioma falx dan parasagittal: nyeri tungkai
b) Meningioma convexitas: kejang, sakit kepala, deficit neurologis fokal,
perubahan status mental
c) Meningioma sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
d) Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah
visual.
e) Meningioma fossa posterior: nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
f) Meningioma suprasellar: pembengkakan diskus optikus, masalah visus
g) Spinal meningioma: nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
h) Meningioma Intraorbital: penurunan visus, penonjolan bola mata
i) Meningioma Intraventrikular: perubahan mental, sakit kepala, pusing.

5. Komplikasi Tumor Otak


Secara umum komplikasi dari tumor meningen atau meningioma adalah
sebagai berikut (Ariani, 2012):
a) Edema serebral
Edema serebri atau edema otakadalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume
otak yang meningkatkan volume intraseluler (lebih banyak di daerah
substansia grisea) maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
b) Tekanan intrakranial meningkat (TIK)
Peningkatan tekanan intrakranial sendiri dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan tumor otak atau meningioma. Peningkatan tekanan intrakranial
ini diakibatkan oleh karena bertambahnya massa dalam tengkorak,
terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal.
c) Herniasi otak
d) Hidrosefalus
Hidrosefalus dapat teradi karena diakibatkan oleh adanya obstruksi
sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan
subaraknoid.
e) Kejang
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak
sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologis fokal.
f) Metastase ke tempat lain.

6. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor otak yaitu
(Gisenberg, 2005):
a) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-
tanda penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik
dari sindrom atau gejala-gejala tumor.

Gambar 1. Meningioma

b) Pemeriksaan cairan serebrospinal


Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar.
Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi
anatomi sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
c) Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
d) Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
e) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor
dan dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang
7. Terapi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada tumor meningeal
(Meningioma) adalah sebagai berikut:

a) Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan untuk kejang dan kortikosteroid seperti dexametason
untuk mengurangi peningkatan tekanan intra kranial. Steroid juga dapat
memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati
edema otak (Gisenberg, 2005)
b) Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis
meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan
diagnosis definitif, mengurangi efek massa, danmeringankan gejala-
gejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agarmemberikan hasil
yang lebih baik. Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputijaringan
tumor, batas duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabilaterlibat.
Reseksi tumor pada skull base sering kali subtotal karena lokasi
danperlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin, 2005).
c) Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Radioterapi memiliki banyak peranan
pada berbagai jenis tumor otak. Radioterapi diberikan pada pasien
dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada
kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi.Pada
dasarnya teknik radioterapi yang dipakai adalah 3D conformal
radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan untuk pasien
tertentu seperti stereotactic radiosurgery/radiotherapy (Kemenkes RI,
2015).
d) Chemotherapy
Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan
karena diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama
pada kasus oligodendroglioma. Kemoterapi pada tumor otak tidak
bersifat kuratif, tujuan utama dari kemoterapi adalah untuk menghambat
pertumbuhan tumor dan meningkatkan kualitas hidup (quality of life)
pasien selama mungkin (Kemenkes RI, 2015).
2. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan tumor otak dapat dilakukan sebagai berikut
1) Data demografi
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat,
penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan
TIK dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-
muntah, kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan
penurunan tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST.Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial.Keluhan perubahan perilaku
juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi
letargi, tidak responsif dan koma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah
ada yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak
6) Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan
bagaimana pengambilan keputusan saat sakit
b) Pola nutrisi metabolik
Nafsu makan hilang, adanya mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, kesulitan
menelan gangguan pada refleks palatum dan faringeal
c) Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar
d) Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan
tingkat kesadaran, resiko trauma karena epilepsi, hemiparesis,
ataksia, gangguan penglihatan dan merasa mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat atau mudah tertidur
f) Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik,
gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan,
penurunan memori, pemecahan masalah, kehilangan
kemampuan masuknya rangsang visual, menurunan kesadaran
sampai dengan koma, tidak mampu merekam gambar, tidak
mampu membedakan kanan/kiri
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan
untuk mengekspresikan
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Masalah bicara dan ketidakmampuan dalam berkomunikasi
(kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo)
i) Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
atau pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah,
perasaan tidak berdaya, putus asa, respon emosional klien
terhadap status saat ini, mudah tersinggung, mekanisme koping
yang biasa digunakan dan orang yang membantu dalam
pemecahan masalah
k) Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau
tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu
dengan pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati
sadar sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi
koma, koma, keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau
tampak tidak sakit. Pengukuran tingkat kesadaran bisa dlakukan
dengan Gasglow Coma Scale
Pengukuran Respon Skor
Eye Spontan Membuka mata 4
(Respon Membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan) 3
membuka Membuka mata dengan rangsang nyeri. 2
mata)
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal Berorientasi baik 5
(Respon Bingung , berbicara mengacau, disorientasi tempat 4
verbal / dan waktu)
bicara) Bisa membentuk kata tetapi tidak bisa membentuk 3
kalimat
Bisa mengeluarkan suara tanpa arti (mengerang) 2
Tidak bersuara 1
Motor Mengikuti perintah 6
(respon Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan 5
motoric) stimulus saat diberi rangsang nyeri)
Withdraw (menghindar / menarik extremitas atau 4
tubuh menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri
Menjauhi rangsang nyeri 3
Extensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Nilai Normal GCS 15

Tingkat kesadaran dapat dibedakan kedalam beberapa


tingkatan, yaitu:
a. Composmentis (14-15), yaitu kondisi seseorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang
ditanyakan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis (12-13), yaitu kondisi seseorang yang tampak segan
dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
c. Delirium (10-11), yaitu kondisi seseorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan
tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
d. Somnolen (7-9) yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang
berhenti akan tertidur kembali.
e. Sopor (5-6), yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang
dalam, namun masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang
kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna
dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
f. Semi-coma (4) yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak dapat
dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang nyeri
hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
g. Coma (3), yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,
memberikan respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan,
dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

2) Pengkajian saraf kranial


a) Saraf I (N. Olfaktorius)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh membedakan
bau yang dirasakan (kopi, teh, minyak kayu putih, dll)
Pada klien tumor meningeal yang tidak mengalami kompresi saraf
ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
b) Saraf II (N. Optikus)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang
pandang

Gangguan lapang pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu dari


lintasan visual. Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan
adanya papiledema. Tanda yang menyertai papailedema dapat terjadi
gangguan penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan
amaurosis fugaks (saat ketika penglihatan berkurang).
c) Saraf III, IV, dan VI
Saraf III (N. Okulomotoris)
Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler
Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola mata, menggerakan
konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata
Saraf IV (N. trochlearis)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III
Saraf VI (N. Abdusen)
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral
Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Pada pasien meningoma biasanya adanya kelumpuhan unilateral atau
bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda
adanya glioblastoma multiforms

Gambar 8 glioblastoma multiforms


d) Saraf V (Nervus Trigeminus)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan
gigi, refleks korenea dan refleks kedip
Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien
memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi.
menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
Pada meningioma tidak menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan
pada fungsi saraf ini.
e) Saraf VII (Nervus Fasialis)
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup
kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan
gula dan garam
Pada meningioma , Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
f) Saraf VIII (Nervus Verstibulocochlearis)
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan
Cara pemeriksaan: test webber dan rinne
Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi
pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran
temporalis atau korteks yang berbatasan
g) Saraf IX dan X
Nervus Glosofaringeus (N. IX)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam
Nervus Vagus (N. X)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
Cara pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan
saliva, disuruh mengucap ah…
Pada meingioma, Kemampuan menelan kurang baik dan terdapat
kesulitan membuka mulut
h) Saraf XI (N. Asesoris)
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu
cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan
lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut.
Pada meningioma, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
i) Saraf XII (N. Hipoglosus)
Fungsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah
cara pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan
menggerakan dari sisi ke sisi.
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal
3) Pengkajian sistem motorik
Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebellum mengakibatkan
gangguan pergerakan. Gangguan ini bervariasi bergantung pada
ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebellum. Gangguan yag
paling sering dijumpai yang kurang mencolok tetapi memiliki
karakteristik yang sama dengan tumor serebellum adalah hipotonia
(tidak ada resistensi normal terhadap regangan dan perpindahan
anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstenbilitas sendi.
Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan ciri khas pada
klien dengan tumor lobus temporalis.
Gambar 9 Gangguan koordinasi berpakaian
4) Pengkajian refleks
Gerakan involunter: pada lesi tertentu yang memberikan tekanan
pada area fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang
umum.
5) Pengkajian sistem sensorik
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering
dijumpai pada klien tumor otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat
dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali.
Nyeri ini paling hebat waktu pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh
aktivitas yang biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti
membungkuk, batuk dan mengejan. Nyeri kepala dapat berkurang
bila diberi aspirin dan kompres air dingin di daerah yang sakit. Nyeri
kepala digambarkan dalam atau meluas atau dangkal tetapi terus
menerus. Tumor frontal menghasilkan sakit kepala pada frontal
bilateral, tumor kelenjar hipofisis menghasilkan nyeri yang
menyebar antara 2 pelipis, tumor serrebelum menghasilkan nyeri
daerah suboksipital bagian belakang kepala. Nyeri kepala oksipital
merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira
sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
6) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi
pada medulla oblongata didapatkan adanya gangguan
pernafasan seperti irama nafas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi .
c. B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi
tergantung dari gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya. Trias
klasik pada tumor kepala adalah nyeri kepala, muntah dan
papiledema.
d. B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis yang luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut.Mual dan muntah
terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla
oblongata.Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial disertai
pergeseran batang otak.Muntah dapat terjadi tanpa didahului
mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f. B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.
c. Pemeriksaan penunjang
1) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-
tanda penyakit otak yang difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik
dari sindrom atau gejala-gejala tumor.

Gambar 2. Gambaran Meningioma


d. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak
rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang
besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor
dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
e. Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis

f. Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak
tumor serebral.
g. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal
pada waktu kejang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan tumor
meningeal atau meningioma adalah sebagai berikut:
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kompresi pada pusat
pernapasan di medulla oblongata, kelemahan otot-otot pernapasan,
kegagalan fungsi pernapasan.
b) Nyeri akut berhubungan dengan kompresi/ penekanan jaringan otak dan
peningkatan tekanan intrakranial
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan muntah dan peningkatan tekanan intrakranial
d) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan oklusi vena sentral dan
peningkatan tekanan intrakranial
e) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terkait
penyakit
f) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
gangguan suplai darah ke otak
g) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan dan
papiledema
3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No. Intervensi Keperawatan (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas dan
pola napas tindakan keperawatan monitor pernapasan
berhubungan dengan selama ..x 24 jam pasien 1. Monitor respirasi dan status 1. Mengetahui status respirasi
kompresi pada pusat menunjukkan keefektifan O2 sebagai dasar untuk
pernapasan di pola nafas, dibuktikan melakukan tindakan
medulla oblongata, dengan kriteria hasil: keperawatan
kelemahan otot-otot 1. Suara nafas yang 2. Pantau frekuensi, irama, 2. Distres pernapasan dan
pernapasan, bersih, tidak ada kedalaman pernafasan. perubahan pada tanda vital
kegagalan fungsi sianosis dan dyspneu dapat terjadi sebagai akibat
pernapasan. 2. Irama nafas, stres fisiologi dan dapat
frekuensi pernafasan menunjukkan terjadinya syok
dalam rentang sehubungan dengan hipoksia.
normal (16- 3. Berikan posisi yang 3. Meningkatkan inspirasi
20x/menit) nyaman yaitu semifowler maksimal, meningkatkan
3. TTV dalam batas ekspansi paru
normal (TD: 120/80, 4. Anjurkan pasien untuk 4. Memaksimalkan oksigen pada
RR 16-20x/mnt, melakukan nafas dalam. darah arteri dan membantu
Nadi 80-100x/mnt, dalam pencegahan hipoksia
Suhu 36,5-37,5oC) 5. Kolaborasi dengan dokter 5. Memenuhi oksigen dalam
untuk pemberian terapi tubuh.
oksigen.
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui karakteristik
kompresi/ penekanan selama ...x24 jam pasien secara komprehensif nyeri untuk pemilihan
jaringan otak dan dapat mengontrol nyeri termasuk lokasi, intervensi
peningkatan tekanan dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
intrakranial 1. Menggunakan frekuensi, kualitas dan faktor
metode non-analgetik presipitasi
untuk mengurangi 2. Observasi reaksi non-verbal 2. Mengetahui reaksi pasien
nyeri dari ketidaknyamanan terhadap nyeri yang
2. Menggunakan dirasakan
analgetik sesuai 3. Gunakan teknik komunikasi 3. Guna memilih intervensi
kebutuhan terapeutik untuk mengetahui yang tepat yang dapat
3. Melaporkan nyeri pengalaman nyeri pasien digunakan
sudah terkontrol
4. Lakukan manajemen nyeri 4. Meningkatkan rasa nyaman
sesuai skala nyeri misalnya dengan mengurangi sensasi
pengaturan posisi fisiologis tekan pada area yang sakit
5. Kontrol lingkungan yang 5. Mengurangi faktor yang
dapat mempengaruhi nyeri dapat memperparah nyeri
seperti suhu ruangan, pasien
pencahayaan, dan kebisingan

6. Ajarkan teknik non- 6. Mengurangi nyeri tanpa obat-


farmakologi untuk mengatasi obatan
nyeri seperti relaksasi nafas
dalam, distraksi, dan
kompres)
7. Kolaborasi pemberian 7. Pemberian analgesik dapat
analgetik mengurangi nyeri dan dapat
diselingi dengan melakukan
teknik manajemen nyeri non
farmakologi

3. Risiko Setelah dilakukan Monitoring TIK


ketidakefektifan tindakan keperawatan 1. Pantau tanda dan gejala 1. Trias klasik meningkatan
perfusi jaringan otak selama ...x24 jam pasien peningkatan TIK yaitu TIK yaitu muntah, nyeri
berhubungan dengan terbebas dari risiko mengkaji GCS klien, tanda- kepala, dan papil edema
gangguan suplai ketidakefektifan perfusi tanda vital, respon pupil,
darah ke otak jaringan otak dengan dancatat adanya muntah,
kriteria hasil: sakit kepala, perubahan
1. Tidak ada tanda tersebunyi (mis; letargi,
peningkatan TIK gelisah, perubahan mental
2. Klien mampu bicara 2. Hindarkan situasi atau 2. Fleksi / rotasi leher
dengan jelas, manuever yang dapat berlebihan, stimulasi panas
menunjukkan meningkatkan TIK (fleksi / dingin, menahan nafas,
konsentrasi, perhatian rotasi leher berlebihan, mengejan, perubahan posisi
dan orientasi baik stimulasi panas dingin, yang cepat, mengejan, batuk
3. Peningkatan tingkat menahan nafas, mengejan, dapat meningkatkan tekanan
kesadaran (GCS 15, perubahan posisi yang intrakranial
tidak ada gerakan cepat)
involunter) 3. Monitor lingkungan yang 3. Panas merupakan reflek dari
4. TTV dalam batas dapat menstimulus hipotalamus.Peningkatan
normal (TD: 120/80, peningkatan TIK kebutuhan metabolisme dan
RR 16-20x/mnt, Nadi O₂ akan menunjang
80-100x/mnt, Suhu peningkatan TIK
36,5-37,5oC). 4. Berikan lingkungan yang 4. Memberikan suasana yang
tenang tenang dapat mengurangi
respon psikologis dan
memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang
rendah
5. Kolaborasi pemberian obat 5. Steroid untuk mengurangi
sesuai indikasi seperti inflamasi dan mengurangi
steroid dexametason edema
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan.
Format evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format ini
kita dapat mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah masalah
keperawatannya sudah terselesaikan atau belum.Evaluasi keperawatan yang
mungkin dicapai dalam pemberian asuhan keperawatan dalah sebagai berikut:
a) Pola nafas kembali efektif
b) Nyeri akut berkurang
c) Nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
d) Gangguan persepsi sensori teratasi
e) Pengetahuan tentang penyakit bertambah
f) Tidak terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g) Tidak terjadi cedera

5. Discharger Planning
Pemberian informasi pada klien dan keluarga tentang:
a. Obat
Beritahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, cara, dan
waktu pemberian obat
b. Diet yang dianjurkan
Klien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang
mengandung Omega-3 (salmon, tuna dan tenggiri) yang bermanfaat dalam
menguransi resistensi tumor pada terapi. Omega-3 juga membantu
mempertahankan dan menaikan daya tahan tubuh dalam menghadapi
proses pengobatan tumor otak seperti kemotrapi. Omega-9 yang ada di
minyak zaitun pun dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh sekaligus
mengurangi pembengkakan dan menguransi sakit saat pengobatan tumor
otak.Serat dari roti gandum, sereal, buah segar, sayur dan suku kacang-
kacangan membantu mengatur tingkat gula. Sel kanker cenderung
mengkonsumsi gula 10-15 kali lipat daripada sel normal sehingga semakin
meradang. Folic acid yang dikenal sebagai vitamin B9 bisa mencegah
menyebarnya sehinga bisa membantu pengobatan tumor otak atau bagian
lainnya. Vitamin B9 dapat ditemukan di sayuran dengan daun hijau tua
(bayam, asparagus dan daun selada), kacang polong, kuning telur dan biji
bunga matahari. Antioksidandikenal sebagai salah satu senjata untuk
membantu pengobatan tumor otak. Antioksidan dapat di temukan di
keluarga beri (strawberi, rasberi dan blueberi), anggur, tomat, brokoli,
jeruk, persik, apricot, bawang putih, gandum, telur, ayam, kedelai dan
ikan. Makanan yang harus dihindari penderita kanker dan tumor otak
adalah gula dan karbohidrat harus dihindari karena merupakan makanan
utama sel kanker.
DAFTAR PUSTAKA

___. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba


Medika

Ariani, T.A. 2012. Sistem Neurobehavior. Jakarta : Salemba Medika.

Batticca FB. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing


Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing


Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Corwin, E.J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Dorland, W.A.N. 2012. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Gisenberg L. 2005. Neurologi. Jakarta: Erlangga

Kemenkes RI. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker: Tumor Otak.


Jakarta: Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN)

Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Fakultas Kedokteran


Universtas Indonesia

Modha, A., dan Gutin, P.H. 2005. Diagnosis and Treatment of Atypical
Analplastic Meningioma: A Review. Neurosurgery 57: 538-550

Moorhead, Johnson, Maas, dan Swaanson. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Fifth Edition. USA: Mosby

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nanda International 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi.


Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.

Price, Sylvia A., dan Wilson L. M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Вам также может понравиться