Вы находитесь на странице: 1из 7

`````````````````BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film dalam arti sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam
pengertian yang secara luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi.1 Di dalam film juga
mengandung banyak mengandung lambang atau simbol berarti.Menurut Deddy Mulyana
(2007: 92) lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan
verbal), perilaku non-verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Proses pembuatan film membutuhkan ide, gagasan, cerita, dan keterampilan artistik.
Ide atau gagasan dapat diperoleh melalui novel, puisi, dongeng, cerpen, sejarah atau cerita
nyata.
Dalam era globalisasi sekarang ini terutama di Indonesia film tidak hanya sebagai
hiburan, tapi bisa sebagai alat edukasi dan bahkan sebagai alat propaganda yang
menimbulkan kontroversi antar masyarakat Rasial, Etnis dan Agama tertentu. Terutama di
Indonesia yang mempunyai kesensitifan dalam urusan Agama dan Budaya tertentu. Dalam
makalah ini saya akan menganalisis tentang film karya sutradara Hanung Bramantyo yang
berjudul “Cinta Tapi Beda”.
Film ini menceritakan tentang Cahyo, cowok ganteng asal Yogja, bekerja sebagai chef
di Jakarta. Ia anak pasangan Fadholi dan Munawaroh, keluarga muslim yang taat beribadah.
Cahyo berusaha lepas dari kesedihan setelah ditinggal selingkuh sang kekasih, Mitha.
Diana, gadis asal Padang. Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan
seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik
taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka
memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan
hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Cahyo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa
memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan
merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus ikatan tali keluarga.
Ternyata tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.

1
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om
dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Ibu Diana memaksa Diana mengikuti
kehendaknya. Itu sebabnya, Diana akhirnya memilih kembali ke Padang dan menerima
perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibunya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk
Cahyo.
Cahyo melewati masa terburuk dalam hidupnya. Cahyo berkesimpulan bahwa Diana
tak ada bedanya dengan Mitha yang lari ke pelukan laki-laki lain. Di Padang, Diana berusaha
mencintai Oka, dan Oka berusaha membantunya melupakan Cahyo.2

B. Rumusan Masalah

Dalam Film yang saya jelaskan tadi ternyata menuai banyak kontroversi terutama
dalam ceritanya yang memakai latar beda agama dan beda kebudayaan yang sangat kontras
terlihat dari filmnya. Maka dari itu dalam analisis ini timbul pertanyaan – pertanyaan di film
ini baik dalam film maupun luar film.
 Apa dampak dari film ini Cinta tapi beda ?
 Bagaimana publik melihat film ini sebagai tontonan ?
 Kenapa masyarakat meminta agar pemutaran film ini dihentikan di bioskop terutama
di minangkabau ?
 Bagaimana respon masyarakat yang terbuka akan ras, budaya dan latar agama yang
di ambil ?
 Bagaimana peran media massa memainkan kontroversi dalam film tersebut untuk
khalayak banyak ?

Saya menganalisis film ini berdasarkan dua teori yaitu teori komunikasi yaitu yang
pertama teori keheningan “Spiral Of silence” dan yang kedua yaitu teori Norma dan Budaya
serta terkait dengan teori Agenda Setting yang dibuat oleh media massa dalam pemberitaan
tentang film ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2
Wikipedia.com/Cinta_Tapi_Beda
A. Film

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip


fotografi dan proyektor. Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film
terutama untuk memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi
informatif maupun edukatif, bahkan persuasif.3
Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu
pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Film menjadi
sebuah karya estetika sekaligus sebagai alat informasi yang bisa menjadi alat penghibur, alat
propaganda, juga alat politik. Ia juga dapat menjadi sarana rekreasi dan edukasi, di sisi lain
dapat pula berperan sebagai penyebarluasan nilai-nilai budaya baru. Film bisa disebut sebagai
sinema atau gambar hidup yang diartikan sebagai karya seni, bentuk populer dari hiburan,
juga produksi industri atau barang bisnis. Film sebagai karya seni yang lahir dari proses
kreativitas yang menurut kebebasan berkreativitas.4

B. Kaitan Film Dengan Etika Komunikasi


Etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas moralitas (norma-
norma).Etika juga merupakan cabang aksiologi yang membahas nilai baik dan buruk.Etika
juga bisa didefinisikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau sekelompok manusia (masyarakat) yang mengatur tingkah lakunya.

Jika kita hubungkan dengan pengertian film di atas, maka kaitanya antara film dan
etika komunikasi itu sendiri yaitu nilai – nilai yang ditayangkan dalam film itu sendiri.
Mempunyai ciri – ciri terbatas oleh ruang dan waktu tergantung sebuah ideologi suatu negara
tertentu dan budaya tertentu.

Menurut Budi Susanto SJ, berbicara tentang etika komunikasi, seperti pada media
massa, tidak berarti akan memberikan pedoman tindakan yang dianggap etis. Apalagi kita
hubungkan dengan film yang pada dasarnya produser yang ingin filmnya laku dan tidak
melihat etika yang ada dalam dunia film.5

3
Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media. 2005) h. 130
4
Akhlis Suryapati, Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi, (Jakarta: Panitia hari Film Nasional ke-60
Direktorat perfilman tahun 2010) hal.26
5
Tebba, Sudirman. Filsafat dan Etika Komunikasi (Tangerang Selatan: Pustaka irVan) Hal. 115
C. Analisis Film “Cinta Tapi Beda” Dalam Teori keheningan (Spiral Of Silence)

Dalam teori ini saya akan menghubungkan kenapa film ini masuk dalam teori Spiral
of Silence karena dilihat dari segi masyarakat minoritas minang yang tidak setuju film ini
diputar di bioskop.

Teori spiral kebisuan mengajukan gagasan bahwa orang – orang yang percaya bahwa
pendapat mereka mengenai berbagai isu publik merupakan pandangan minoritas cenderung
akan menahan diri untuk mengemukakan pandangannya, sedangkan mereka yang meyakini
bahwa pandangannya mewakili mayoritas cenderung untuk mengemukakan kepada orang
lain. Noelle-neumann menyebut situasi tersebut sebagai spiral keheningan yang terjadi ketika
orang mengemukakan opininya karena merasa pandangannya mewakili pandangan populer
memilih untuk diam. Seperti dalam film ini yang dilihat adalah bukan tentang cerita filmnya
tapi tangggapan masyarakat yang resah atas dampak dari film tersebut itu kenapa film ini
menuai kontroversi di sana-sini.

Pada dasarnya mayoritas orang di Indonesia tidak memprotes film ini di putar di
bioskop namun ternyata kelompok minoritas yang merasa di lecehkan dalam film tersebut
memprotes atas cerita tersebut yang menyinggung norma dan budaya yang yang mereka anut
yang akan dijelaskan di teori berikutnya terkait dengan film ini. Namun dalam film ini
kontras menjelaskan perbedaan agama sebagai konflik yang sangat kontroversial di Indonesia
dan membawa kebudayaan minang yang membuat organisasi minang resah. Organisasi yang
merasa film ini tidak layak tonton karena akan menimbulkan berbagai konflik antar agama
dan budaya di Indonesia.

Teori spiral keheningan menyadarkan gagasan pada tiga asumsi dasar dan
berdasarakan penjelasan mengenai opini publik sebagai latar belakangnya,yaitu :

1. Asumsi pertama adalah masyarakat yang menyatakan bahwa memiliki kekuasaan


terhadap pandangan yang menyimpang dan tidak ingin menyesuaikan pendapatnya
dengan ancaman terisolasi.
2. Asumsi kedua adalah bahwa perasaan khawatir akan terisolasi menyebabkan individu
harus mengukur iklim pendapat sepanjang waktu. Teori spiral kebisuan memberikan
argumentasi bahwa orang selalu bertindak sebagai penilai iklim opini publik orang
mengetahui pendapat atau pandangan mana yang populer yang lebih banyak diterima
dan pandangan mana tidak banyak diterima orang.
3. Asumsi tiga menyatakan bahwa evaluasi atas opini publik akan mempengaruhi
pendapat dan perilaku masyarakat. Neolle-neumann percaya bahwa orang tidak suka
mendiskusikan topik-topik yang tidak memiliki dukungan mayoritas.

Dari ketiga gagasan di atas dapat kita ketahui kenapa masyarakat minang sangat
menentang film Cinta Tapi Beda di putar di bioskop. Opini – opini mengenai dampak budaya
dan Agama yang menjadi korban cerita dalam film tersebut sebagai konflik yang tidak
berujung di Indonesia. Dan sebagian masyarakat minang setuju dengan hal tersebut.

D. Analisis Film “Cinta Tapi Beda” Dalam Teori Norma Budaya

Teori Norma Budaya menurut Melvin DeFleur hakikatnya adalah bahwa media massa
melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada tema – tema tertentu,
menciptakan kesan – kesan pada khalayak di mana norma-norma budaya umum mengenai
topik yang diberi bobot itu. Dibentuk dengan cara – cara tertentu.6

Seperti yang telah dijelaskan film ini sarat akan budaya dan agama yang kental. Oleh
karena itu masyarakat resah akan timbulnya konflik antar umat beragama dan makin
banyaknya orang yang pindah agama untuk bisa menikah. Film ini mengajarkan bagaimana
cara orang mencintai agama yang berbeda. Dalam film ini juga mengajarkan perbedaan
agama dan ras budaya tidak masalah asal saling cinta. Tapi pada dasarnya Agama dan Cinta
sesama manusia itu tidak dapat digabungkan karena itu film ini menuai kontroversi dan Cinta
dan Ras itu masih menjadi kontroversi tersendiri dalam Indonesia. Dan indonesia masih
tertutup akan hal tersebut, dan film ini menjelaskan bahwa agama saling berdampingan dan
saling toleransi.

Di film ini juga Hanung Bramantyo salah mengartikan antara orang Padang dan Suku
Minang sehinggga menuai kontroversi yang hebat di suku Minang itu sendiri dan membuat
penonton mengira kalau orang padang ya suku Minang itu sendiri. Padahal bukan suku
Minang memang orang Padang tapi orang Padang belum tentu suku minang.

Dalam film ini akan menibulkan budaya baru di Indonesia bahwa pernikahan beda
agama itu wajar. Walaupun dalam film tidak menceritakan ending yang jelas.
6
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003) hal.279
E. Analisis Film “Cinta Tapi Beda” Dalam Teori Agenda Setting

Dalam teori ini saya menjelaskan media yang memberitakan film Cinta Tapi Beda
sampai menjadi headline beberapa media cetak dan media televisi.

Menurut M.E mc. Combus dan D.L. Shaw menyatakan bahwa jika media
memberikan tekanan akan satu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak
untuk menganggapnya penting. Tetapi menurut David H. Heaver mengatakan bahwa pers
sebagai media komunikasi massa tidak merefleksikan kenyataan, serta menyaring dan
membentuknya seperti sebuah kaleidoskop yang menyaring dan membentuk cahaya. Ciri dari
teori agenda setting ini dapat mempengaruhi presepsi masyarakat mengenai satu hal yang
dibicarakan.7

Disini peran media amat diperlukan untuk memberitakan hal yang benar tentang film
ini baik secara makna dalam film tersebut maupun tanggapan orang atas film tersebut. Media
massa sangat berperan akan agenda setting pemberitaan yang disampaikan tentang film ini.
Apalagi Film ini mengangkat Agama dan Ras tertentu dalam ceritanya. Banyak media yang
memberitakan kontroversi film ini seperti detik.com, kompas.com, metro tv dan media besar
lainnya. Itu karena agenda setting yang dibuat oleh satu media dan membuat pemmberitaan
ini sangatlah penting karena mencakup masalah Agama dan Ras tertentu.

Karena di Indonesia sendiri perbedaan agama dan Ras masih sangat penting di
bicarakan dalam media, maka dari itu media dengan mudah memberitakan film Cinta Tapi
Beda ini menjadi satu masalah yang penting dibicarakan dalam media kebanyakan. Dan
masyrakat menerima dengan respon – respon tertentu yang membuat beritanya makin naik
dan hangat dibicarakan oleh publik.

Seperti yang telah dituturkan oleh Kurt Lang dan Gladys Engel Lang (1059) bahwa
“media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu, media massa membangun citra
publik tentang figur – figur objek”

BAB III

7
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003 hal. 287
KESIMPULAN

Film Cinta Tapi Beda menuai berbagai kontroversi karena dalam film tersebut sarat
dengan konflik – konflik yang dinilai sensitif dalam kebudayaan Indonesia itu sendiri dari
Cinta yang berbeda Agama antara agama Kristen dan Islam padahal agama di Indonesia tidak
hanya Islam dan Kristen kemudian Suku Minangkabau juga yang identiknya seratus persen
orang Islam dan dalam cerita ternyata Kristen. Akibat film yang menuai kontroversi banyak
media memanfaatkan pemberitaan tentang film ini menjadi agenda setting dan penting
dibicarakan. Film ini juga menjadi budaya baru kalau berpacaran berbeda Agama itu sah dan
memungkinkan menikah berbeda Agama.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

 Tebba, sudirman. 2008. Filsafat dan Etika Komunikasi. Tanggerang: Pustaka irVan
 Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti.
 Stephen W. Little John dan Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.
 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. 2005. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar.
 Akhlis Suryapati. 2010. Jakarta: Panitia hari Film Nasional ke-60 Direktorat perfilman tahun.
Hari Film Nasional Tinjauan dan Restrospeksi.
 Hafied Cangara. 2008. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pengantar Ilmu
Komunikasi.
 www.wikipedia.com/Cinta_Tapi_Beda
 www.kaskus.com

Вам также может понравиться