Вы находитесь на странице: 1из 14

1 Rizqullah Ihsan Priambodo

PAJAK INTERNASIONAL
Pajak adalah sebuah setoran wajib yang diberikan oleh wajib pajak dalam atau luar

negeri kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan tidak dapat mendapatkan imbalannya

secara langsung. Di dunia ini maupun di negara manapun pasti terdapat pajak. Karena pajak

sendiri merupakan salah satu pemasukan kas negara. Jika tidak ada pajak maka sebuah negara

kemungkinan besar atau bahkan sudah pasti mengalami krisis yang berkelanjutan. Tanpa

disadari seorang yang bukan wajib pajak pun seperti anak kecil secara tidak langsung

membayar pajak contoh ketika anak kecil tersebut membeli sebuah snack di toko swalayan

maka secara tidak langsung pada saat membayar barang tersebut dia sudah membayar pajak

dalam pembayarannya karena di harganya tersebut sudah termasuk pajak.

Namun bagaimana dengan dengan kegiatan perpajakan antar negara. Apakah tidak

ada pajak? Bagaimana perlakuannnya? Apakah bisa terjadi yang pajak berganda? bukannya

kedua negara atau lebih tersebut memiliki ketentuan pajak masing – masing? Maka dari itu di

dalam makalah ini akan kami bahas sedikit tentang perpajakan internasional. Seperti

penghindaran pajak berganda, asas pengenaannya dll.

Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa

kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip

yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan

dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai

objeknya.

Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-

sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan

Pajak Internasional
2 Rizqullah Ihsan Priambodo

perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan

negara-negara lainnya.

Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara

menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai

contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan

kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Artinya peraturan perundang-

undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan,

bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan

tersebut.

Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi

Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap.

Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara

lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang

menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas

kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh,

seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan.

Untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda sebagai akibat

timbulnya konflik tersebut, maka ada beberapa metode yang biasa dilakukan, di antaranya:

a. Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain

dapat dilakukan dengan:

i. Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh

beberapa Negara dalam suatu perjanjian;

ii. Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.

Pajak Internasional
3 Rizqullah Ihsan Priambodo

b. Metode unilateral atau sepihak

Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya,

yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat

menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya

Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata

cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:

i. Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar

jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan

ii. Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri

menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan

jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana

dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.

c. Metode Pembebasan

Metode ini adalah dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat

ditempuh, yaitu:

i. Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima

atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber

tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga

sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption;

ii. Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan

yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata

atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau

disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.

Pajak Internasional
4 Rizqullah Ihsan Priambodo

Pajak peghasilan yang timbul dari transaksi internasional baik berupa :

a. Active income

b. Passive income

c. Pekerjaan bebas

d. Penghasilan lain

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau

badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu

saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara

tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak

untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu

undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan

landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam

menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak

penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk

mengenakan pajak adalah:

1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle)

Berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan

yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan

perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di

negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam

kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu

berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan

pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan)

Pajak Internasional
5 Rizqullah Ihsan Priambodo

dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu

maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

2. Asas sumber,

Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu

penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila

penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi

atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam

asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan

yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan

pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga

kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia

akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.

3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan

(nationality/citizenship principle).

Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status

kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan

asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak

berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas

nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan

konsep pengenaan pajak atas world wide income.

Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan

dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di

pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang

Pajak Internasional
6 Rizqullah Ihsan Priambodo

dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek

yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai

penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara

(dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak

tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya

adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari

negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima

penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak

akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide

income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya

terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada

di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi

lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas

nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus. Indonesia, dari

ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana

terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang

mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia

menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia

juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang

mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.

Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual)

menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang

berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya,

Pajak Internasional
7 Rizqullah Ihsan Priambodo

baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan

penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk

membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di

Jepang.

Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan

di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber

penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas

penghasilan dari sumber yang ada di Australia.

1. Kriteria Penentu Resident

Sama halnya dengan Orang Pribadi (OP), Badan juga dapat dibedakan menjadi Badan

SPDN maupun Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Penentuan status residensi badan ini juga

menjadi masalah karena terkait dengan bentuk usaha, status hukum serta perlakuan atas kasus

dual residensi. Oleh karena itu, Undang – Undang Pajak (UU Pajak) juga mengatur mengenai

penentuan status residensi.

Untuk menjelaskan hal – hal tersebut, maka pada bagian ini akan menjelaskan mengenai

konsep resident untuk Wajib Pajak Badan. Perbandingan dengan perlakuan negara lain akan

lebih membantu memahami konsep dan penerapan yang berlaku.

A. Badan terkait bentuk usaha dan status hukum.

Badan sebenarnya adalah sebuah entitas yang ’artifisial’ apabila dianggap

melakukan kegiatan usaha dan memperoleh penghasilan.⁠1 Dari satu sudut pandang,

ada anggapan bahwa perusahaan sebagai sebuah entitas yang terpisah dengan pemilik

yang di istilahkan dengan ‘business entity concept’. Dari sisi ini, entitas dianggap

Pajak Internasional
8 Rizqullah Ihsan Priambodo

berbeda dengan pemilik dan kegiatannya dilaksanakan oleh manajemen yang

bertangung jawab kepada pemilik. Akan tetapi, apabila dilihat dari sisi lain, pemilik

umumnya mempunyai pengendalian atas perusahaan baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kontrol ini secara umum dilaksanakan dan pastinya akan

mempengaruhi kebijakan perusahaan. Tambahan lagi, untuk mendirikan badan

dengan berbagai bentuk hukumnya sangat mudah dan cepat disamping juga mudah

untuk membubarkannya. Selain itu, tidak ada batasan jumlah badan yang bisa dibuat

oleh perusahaan. Oleh karena itu, badan bisa dianalogikan sebagai entitas ‘semu’

yang digunakan untuk mencapai tujuan pemilik.

B. Bentuk

Bentuk hukum perusahaan yang didirikan dapat bermacam-macam. Sesuai UU

KUP badan didefinisikan sebagai berikut:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, persoran lainnya, badan usaha milik

negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,

organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan

bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.”⁠2

Dari definisi ini bisa diartikan bahwa UU kita menganggap bahwa sekumpulan

orang ataupun sekumpulan modal sebagai sebuah badan. Badan disini bisa bertujuan

untuk melakukan kegiatan usaha maupun tidak. Selain itu definisi ini mencakup

banyak sekali bentuk kumpulan baik nirlaba maupun tidak yang dikategorikan sebagai

Pajak Internasional
9 Rizqullah Ihsan Priambodo

badan. Pencantuman lembaga dan ‘bentuk badan lainnya’ akan mencakup banyak

sekali jenis badan yang tidak tercakup dalam definisi ini.

C. Status Hukum

Berdasarkan definisi badan tersebut, dengan luasnya lingkup definisi badan,

maka bisa jadi badan tersebut berbentuk badan hukum ataupun tidak. Tidak ada

penjelasan atas definisi badan tersebut di penjelasan UU KUP.

D. Kriteria Resident

Secara umum, kriteria resident untuk WP badan di beberapa negara tergantung

dari apakah badan tersebut didirikan berdasarkan hukum negara tersebut. Akan tetapi

terdapat juga ketentuan khusus dari beberapa negara yang menganggap bahwa

walaupun badan tidak didirikan berdasarkan hukum negara tersebut, tetapi tetap bisa

dianggap sebagai WPDN.

i. Resident WP Badan di Indonesia

UU PPh menetapkan bahwa SPDN adalah “badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia”. Ada dua kriteria yang menentukan disini

yaitu yang pertama adalah apakah badan itu didirikan di Indonesia sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Yang kedua adalah apakah badan tersebut

bertempat kedudukan di Indonesia.

PER-43/PJ/2011 menjelaskan lebih lanjut dengan dua kriteria tersebut.

Badan yang didirikan di Indonesia adalah badan yang pendiriannya

berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, didaftarkan

Pajak Internasional
10 Rizqullah Ihsan Priambodo

berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia atau didirikan di

dalam wilayah hukum Indonesia.

Sementara itu, badan yang bertempat kedudukan di Indonesia diartikan

sebagai badan yang:

a. Mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana

tercantum dalam akta pendirian badan,

b. Mempunyai kantor pusat di Indonesia,

c. Mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat

keuangan di Indonesia

d. Mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang

melakukan pengendalian

e. Pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat

keputusan strategis, atau

f. Pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia

Lebih lanjut, SPLN yang mempunyai tempat kedudukan manajemen

yang berada di Indonesia yang melakukan pengendalian atas seluruh

perusahaan atau tempat membuat keputusan yang bersifat strategis

diperlakukan sebagai SPDN.

ii. Resident di beberapa negara

Kriteria untuk menentukan suatu subjek menjadi resident berbeda pada

beberapa negara. Berikut akan dipaparkan perlakuan penentuan resident oleh

Republik Rakyat China (RRC) dan Amerika Serikat (AS).

Pajak Internasional
11 Rizqullah Ihsan Priambodo

a. Di China, SPDN badan merupakan badan yang didirikan dengan

hukum di China, atau badan yang didirikan berdasarkan hukum

negara lain akan tetapi mempunyai tempat kedudukan manajemen

efektif di China. Badan yang didirikan berdasarkan hukum China

tersebut termasuk perusahaan, unit bisnis, organisasi sosial, dan

organisasi lain yang memperoleh penghasilan. Tempat manajemen

efektif diartikan sebagai sebagai tempat eksekusi dan substansial dan

manajemen serta kontrol menyeluruh terhadap operasi bisnis dan

manufaktur, personel, akuntansi, properti, dan lain-lain dari

perusahaan. Lebih lanjut, terdapat beberapa kriteria untuk penentuan

berdasarkan tempat manajemen efektif yaitu:

i. Manajemen senior dan manajemen senior lainnya yang

bertanggung jawab untuk produksi harian, operasi dan

manajemen perusahaan melakukan tugasnya utamanya

dilakukan di wilayah China;

ii. Keputusan finansial dan keputusan terkait SDM dibuat atau

perlu disetujui oleh organisasi atau orang yang berlokasi di

China;

iii. Aset utama perusahaan, catatan akuntansi, ‘corporate seal’,

dan notula rapat dewan direksi dan pemegang saham di

administrasikan di China; dan

iv. Setengah atau lebih anggota dewan direksi atau senior

manajemen tinggal di China.

Pajak Internasional
12 Rizqullah Ihsan Priambodo

b. Amerika Serikat (AS)

Di AS, jenis badan sangat banyak berkaitan dengan

kompleksnya peraturan pajak. Sebelum membahas mengenai resident,

ada baiknya dibahas dulu jenis subjek pajak.

Entitas Bisnis (‘Business Entities’) diartikan sebagai entitas

yang tidak diklasifikasikan sebagai sebuah ‘trust’. Perusahaan

(‘Corporation’) diartikan sebagai:

i. Entitas bisnis berdasarkan UU sebagai perusahaan

ii. Assosiasi

iii. Joint-stock company atau Joint-stock association

iv. Perusahaan asurans

v. Entitas bisnis yang melakukan kegiatan perbankan

vi. Entitas bisnis yang dimiliki oleh negara atau partai

vii. Entitas bisnis yang dipajaki sebagai perusahaan

viii. Entitas luar negeri yang ada dalam list

ix. Entitas bisnis yang didirikan di lebih dari dua yurisdiksi

Selain itu, terdapat juga entitas bisnis lain yaitu:

i. Partnership

ii. Wholly owned entities

Asosiasi, sebagaimana dimaksud pada angka 2 diperbolehkan

untuk memilih bentuk usaha (‘check the box’) apakah persekutuan atau

dianggap sebagai bukan entitas (‘flow through’). Secara umum, apabila

Pajak Internasional
13 Rizqullah Ihsan Priambodo

tidak memilih, maka apabila jumlah anggota lebih dari satu, maka

dianggap persekutuan, sementara apabila jumlah anggota hanya satu,

maka dianggap sebagai bukan entitas.

Untuk penentuan residensi, maka entitas bisnis yang didirikan

atau diorganisasikan di AS atau dibawah UU AS dan negara bagiannya

sebagai resident.

E. Dual Residence

Resident ganda bisa juga terjadi terhadap badan karena perbedaan penentuan

resident. Sebagai contoh, perusahaan yang didirikan di negara A dan mempunyai

tempat manajemen efektif di negara B akan menjadi dual resident. Negara A akan

menganggap perusahaan itu sebagai resident di negaranya karena didirikan di

negaranya. Sementara, Negara B juga akan menganggap perusahaan tersebut sebagai

resident dengan argumen bahwa perusahaan tersebut mempunyai tempat manajemen

efektif di negaranya. Oleh karena itu, P3B biasanya mencantumkan pasal tentang tie-

breaker untuk menentukan dual resident untuk WP Badan ini.

Pemecahan atas masalah dual resident ini tergantung dari treaty negara terkait.

Hal ini akan sangat terkait dengan definisi badan di masing – masing negara. Sebagai

contoh, P3B Indonesia – Amerika menyebutkan bahwa apabila terjadi dual residence

untuk badan, maka resident ditentukan di negara dimana badan tersebut

diorganisasikan atau didirikan. Sementara itu, P3B Indonesia – Australia

menyebutkan bahwa penentuan resident apabila terjadi dual resident dipilih negara

dimana tempat manajemen efektif berada. Sementara itu, P3B Indonesia – China

menentukan pemecahan dual resident dengan ‘mutual agreement’.

Pajak Internasional
14 Rizqullah Ihsan Priambodo

Kesimpulannya, Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas

kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat

antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk

mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik

mengenai subjek maupun mengenai objeknya

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan

wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan,

seperti asas domisili, asas sumber dan asas kewarganegaraan.

Dari asas asas diatas terdapat penentu penentu yang membuat seseorang menjadi subjek

pajak suatu negara sesuai dengan ketentuan masing masing negara dan akan mengakibatkan

dual resident dimana seeorang menjadi subjek pajak dalam negri pada dua negara yang

berbeda.

Pajak Internasional

Вам также может понравиться