Вы находитесь на странице: 1из 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A Pendidikan
1 Pengertian Pendidikan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyebutkan

bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,

cara, perbuatan mendidik. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara

pendidikan berarti daya, upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter,

kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan

alam dan masyarakat (Muthoifin, 2015).

Menurut Vasta Ross dkk., dalam Suryana (2016), tahap

perkembangan kognitif anak dibagi menjadi 4 tahap yaitu tahap sensori

motor (lahir-2 tahun), tahap praopeasi (usia 2-7 tahun), tahap operasi konkrit

( usia 7-11 tahun), dan tahap operasi formal (usia 11-14 tahun). Sistem

sosial sangat penting terhadap perkembangan kognitif anak. Orangtua, guru,

8
9

dan teman berinteraksi dengan anak dan berkolaborasi untuk

mengembangkan suatu pengertian (Solso Robert dkk., dalam Suryana

(2016)). Adanya tahap perkembangan kognitif tersebut disesuaikan dengan

tingkatan pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-

Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah

Atas, dan Perguruan Tinggi.

2 Tujuan Pendidikan

Rini (2012) menyatakan tujuan pendidikan adalah tujuan

pendidikan mengalami perubahan menyesuaikan dengan perkembangan

manusia. Oleh karena pendidikan dialami sejak manusia lahir hingga

dewasa, maka tujuan pendidikan juga merupakan suatu proses. Proses

“memanusiakan dirinya sebagai manusia” merupakan makna yang hakiki di

dalam pendidikan.

3 Fungsi Pendidikan

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.
10

4 Tingkatan Pendidikan
a Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang

ditunjukkan kepada anak sejak lahir sampai dengan anak usia 6 tahun

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar

anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.17 tahun 2010 Pasal 1

Ayat 3)
b Taman Kanak-Kanak

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pada bab 4 pasal 28

dijelaskan bahwa “taman kanak-kanak merupakan pendidikan formal

pada jalur pendidikan anak usia dini yang mendidik anak usia 4-6 tahun”.

Tujuan pendidikan taman kanak-kanak adalah membantu meletakkan

dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku, pengakuan, ketrampilan,

dan krativitas yang diperlukan oleh anak dalam pertumbuhan serta

perkembangan selanjutnya. Anak unsia taman kanak-kanak dapat

digolongkan pada tahap praoperasional, dimana pada tahap ini anak

belum dapat dituntun untuk berpikir logis (Suryana, 2016).

c Sekolah Dasar
Undang-Undang No. 20 Pasal 17 mengatakan “Pendidikan dasar

merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah (1), pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau berbentuk lain yang sederajat (2)”.


d Sekolah Menengah Pertama
11

Sekolah Menengah Pertama (SMP), adalah salah satu bentuk

satuan pendidikan formal yang menyelenggaran pendidikan umum pada

jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain

yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara dengan SD dan MI (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

17 Tahun 2013 Pasal 1 Ayat 10).


e Sekolah Menengah Atas
Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 Pasal 18 Ayat 1-3

menyebutkan bahwa pendidikan menengah merupakan lanjutan

pendidikan dasar (1), pendidikan menengah terdiri atas pendidikan

menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan (2), pendidikan

menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah

(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah

Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (3).


f Perguruan Tinggi
Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 menyatakan bahwa

pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah menengah yang

mencangkup progam pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,

dan doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.


12

5 Tingkat Pendidikan Taman Kanak-Kanak

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pada bab 4 pasal 28

dijelaskan bahwa “taman kanak-kanak merupakan pendidikan formal pada

jalur pendidikan anak usia dini yang mendidik anak usia 4-6 tahun”.

Tujuan pendidikan taman kanak-kanak adalah membantu meletakkan dasar

ke arah perkembangan sikap, perilaku, pengakuan, ketrampilan, dan

krativitas yang diperlukan oleh anak dalam pertumbuhan serta

perkembangan selanjutnya. Anak unsia taman kanak-kanak dapat

digolongkan pada tahap praoperasional, dimana pada tahap ini anak belum

dapat dituntun untuk berpikir logis (Suryana, 2016). Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 17 Tahun 2013 juga menyebutkan Taman Kanak-

Kanak yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang

menyelenggaran progam pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) sampai

dengan 6 (enam) tahun.

6 Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar

Undang-Undang No. 20 Pasal 17 mengatakan “Pendidikan dasar

merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan

menengah (1), pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau berbentuk lain yang sederajat (2)”.

Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk

satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada

jenjang pendidikan dasar (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.


13

17 Tahun 2010 Pasal 1 Ayat 8). Burhaien (2017), jenjang usia anak

Sekolah Dasar mulai 7-13 tahun.


14

B Konsep Karies Gigi


1 Definisi Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras

gigi yaitu email, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis

regresif. Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di

permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen karbohidrat

yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam

laktat dan asetat. Yang ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras

gigi dan rusaknya bahan organik akibat terganggunya keseimbangan email

dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya invasi bakteri serta kematian

pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga dapat

menimbulkan rasa nyeri pada gigi (Hegar, 2008)

2. Etiologi Karies gigi

Karies gigi merupakan penyakit periodontal yang dapat menyerang

seluruh lapisan masyarakat. Etiologi karies bersifat multifaktorial, sehingga

memerlukan faktor-faktor penting seperti host, agent, mikroorganisme,

substrat dan waktu. Ada yang membedakan faktor etiologi atas faktor

penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm atau lapisan tipis

normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva dan faktor modifikasi

yang tidak langsung mempengaruhi biofilm (Saroson dkk., 2008).

a Host

Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya

faktor host yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari

lapisan enamel yang terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin
15

yang terletak dibawah lapisan enamel. Enamel merupakan struktur gigi

yang paling keras namun bersifat rapuh dan memiliki struktur sangat

tipis. Selain itu merupakan jaringan gigi yang padat serta dapat

mengalami kalsifikasi tinggi. Jika enamel pecah atau berlubang tidak

dapat melakukan regenerasi karena tidak memiliki sel. Kandungan bahan

organik dan anorganik enamel dapat mempengaruhi kerentanan

permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat

mengisi kurang lebih 97% bahan anorganik, patit berperan terhadap

penambahan karies substrat gigi dan saliva (Saroson dkk., 2008)

b Etiologi karies

Resistensi enamel terhadap serangan asam, sedangkan karbohidrat

dapat mengurangi resistensi terhadap serangan asam. 1% lainnya terdiri

dari bahan organik yang tidak dapat larut air yaitu keratin, dan dapat larut

air yaitu mukopolisakarida. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan

dalam proses terjadinya karies. Plak yang mengandung bakteri

merupakan awal bagi terbentuknya suatu karies. Oleh karena itu kawasan

gigi yang memudahkan pelekatan plak sangat mungkin diserang karies.

Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies tersebut adalah:

1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar ; pit

bukal molar dan pit palatal insisif.


2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit dibawah titik kontak
3. Email pada tepian didaerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva
4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat

melekatnya plak pada pasien dengan resesi ginginva karena

penyakit periodontium.
16

5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper.


6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam

terbentuknya karies. Saliva tersusun atas komponen organik dan

anorganik. Komponen utama anorganik saliva adalah elektrolit dalam

bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida, dan

fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak

dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat

bakterial. Komponen Ion kalsium fosfat dan fluor yang terkandung

dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini. Selain

mempengaruhi komposisi mikroorganisme didalam plak saliva juga

mempengaruhi pH. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat

menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali. Komponen-komponen

tersebut dipengaruhi oleh derajat hidrasi, posisi tubuh, paparan cahaya,

irama siang-malam, obat, usia, efek psikis, hormonal dan jenis kelamin

(Saroson dkk., 2008).

c Agent

Faktor agent dipengaruhi oleh jumlah bakteri dan plak dalam

rongga mulut. Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies.

Plak merupakan lapisan lunak yang melekat erat pada permukaan gigi

yang tidak dibersihkan, terdiri dari kumpulan mikroorganisme beserta

produk-produknya. Proses pembentukan plak diawali dengan absorbsi

glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut pelikel,

perlekatan bakteri pada pelikel dan peningkatan plak pada permukaan


17

gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri. Streptococcus mutans dan

lactobacillus merupakan kuman kariogenik karena dapat dengan cepat

membuat asam dari karbohidrat yang diragikan. Kuman-kuman tersebut

tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan

gigi. Penebalan plak yang semakin menumpuk dapat menghambat fungsi

saliva dalam menetralkan pH. Penumpukan plak akan mendorong jumlah

perlekaan bakteri yang semakin banyak. Bakteri-bakteri ini banyak

memproduksi asam dengan tersedianya karbohidrat yang mudah meragi

seperti sukrosa dan glukosa, menyebabkan pH plak akan menurun

sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-

ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi

permukaan gigi dan dimulai proses karies (Saroson dkk., 2008).

d Substrat

Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada

permukaan enamel. Karbohidrat memiliki peran penting dalam

pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Sintesa

polisakharida ekstra sel dari sukrosa lebih cepat daripada glukosa,

fruktosa, dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang

paling kariogenik. Karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak

dikosumsi. Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat

menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat

mengakibatkan demineralisasi pada email. Konsumsi gula yang sering


18

dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan

menyebabkan demineralisasi email terus terjadi (Saroson dkk., 2008).

e Waktu

Karies merupakan suatu penyakit kronis progresif yang

membutuhkan waktu beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat

berkembang (Saroson dkk., 2008).

3. Faktor Risiko Karies

Karies merupakan peyakit multifaktorial, Untuk dapat terjadinya

karies harus didapatkan berbagai macam faktor resiko. Faktor resiko adalah

berbagai aspek atau karakteristik dasar dari studi populasi yang

mempengaruhi kemungkinan terjadinya suatu penyakit. Adanya hubungan

sebab akibat antara faktor resiko dengan terjadinya karies penting sebagai

proses identifikasi dan menilai perkembangan lesi awal karies (Saroson

dkk., 2008).

a Pengalaman Karies

Menurut penelitian epidemiologis, pengalaman karies berhubungan

terhadap perkembangan karies dimasa mendatang. Sensitifitas

parameter ini hampir mencapai 60%. Tingginya skor pengalaman karies

pada gigi desidui dapat memprediksi terjadinya karies pada gigi

permanennya (Saroson dkk., 2008).

b Umur
19

Pada studi epidemiologis terdapat suatu peningkatan prevalensi

karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi

lebih rentan terhadap karies karena sulitnya membersihkan gigi yang

sedang erupsi. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi

ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko

terhadap terjadinya karies akar. Dalam penelitiannya, Nurlaila dkk.,

(2009) membuat faktor umur menjadi 3 fase yaitu:

1. Periode gigi campuran, disini Molar 1 paling sering terkena karies.


2. Periode pubertas (remaja) umur antara 14- 20 tahun. Pada masa ini

terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan

gusi, sehingga kurang terjaganya kebersihan mulut dan dapat

meningkatkan prosentase karies.


3. Umur antara 40-50 tahun, pada umur ini sudah terjadi retraksi atau

menurunnya gusi dan papil sehingga, sisa-sisa makanan sering lebih

sukar dibersihkan.
c Jenis Kelamin

Nilai DMFT wanita masa kanak kanak dan remaja lebih tinggi

dibandingkan pria. Walaupun demikian, komponen gigi yang hilang (M,

missing) lebih sedikit daripada pria umumnya karena oral higiene

wanita lebih baik. Sebaliknya, pria mempunyai komponen tumpatan pada

gigi (F, filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.

d Sosial Ekonomi

Terdapat hubungan antara keadan ekonomi dan prevalensi karies.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini ialah pendidikan dan

penghasilan yang berhubungan dengan diet, kebiasaan merawat gigi dan


20

lain-lain. Hubungan antara status sosial ekonomi berbanding terbalik,

peningkatan status sosial ekonomi merupakan faktor resiko terjadinya

karies gigi dan scara umum diukur dari indikator seperti pendapatan,

tingkat pendidikan, pola hidup dan prilaku kesehatan gigi. Karies lebih

sering terjadi pada kelas sosial ekonomi rendah dibandingkan dengan

kelas sosial ekonomi tinggi. Sebenarnya hal ini terjadi bukan karena

mahalnya biaya perawatan gigi, tetapi lebih karena besarnya rasa

kebutuhan terhadap kesehatan gigi.

e Oral Higiene

Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri

pada gigi. Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak

secara mekanis dari permukaan gigi. Pembersihan dengan menggunakan

pasta gigi mengandung fluoride secara rutin dapat mencegah karies.

Pemeriksaan gigi yang teratur dapat mendeteksi gigi yang berpotensi

menjadi karies. Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat

membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka

pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.


21

f Pola Makan

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat

lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi

makanan. Kadar kariogenik dalam makanan tergantung pada komponen-

kompnennya dan dipengaruhi berbagai macam faktor. Nurlaila dkk.,

(2009) mengatakan bahwa karbohidrat akan dimetabolisme oleh bakteri

plak menjadi asam dengan kadar yang berbeda. Seseorang dengan

kebiasaan diet gula terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan

pada giginya dibandingkan kebiasaan diet lemak dan protein. Setiap kali

seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung

karbohidrat yang dapat diragikan, maka beberapa bakteri penyebab karies

di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi

demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan.

Diantara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan

membantu proses remineralisasi. Tetapi apabila makanan dan minuman

berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak

mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan

sempurna sehingga terjadi karies. Konsistensi dari makanan juga

mempengaruhi kecepatan pembentukan plak. Makanan lunak yang tidak

memerlukan pengunyahan hanya memiliki sedikit efek membersihkan

gigi geligi atau bahkan tidak sama sekali, sedangkan jenis makanan yang

mudah melekat ke gigi seperti coklat dan permen, memudahkan

kemungkinan terjadinya karies karena lamanya retensi makanan terhadap


22

gigi. Gula tidak hanya terdapat pada makanan, tetapi juga terdapat pada

minuman. Minuman yang mengandung gula seperti jus atau minuman

soda berpotensi menyebabkan demineralisasi enamel karena nilai pH

yang rendah mempengaruhi perkembangan bakteri di rongga mulut.

Beberapa jenis diet yang dapat mempengaruhi naik dan turunnya pH

rongga mulut diantaranya yaitu:

- Diet kariogenik yaitu, makanan dan minuman yang mengandung

karbohidrat yang diragian dan dapat menyebabkan penuurunan pH

plak dibawah 5,5. Seperti kopi, teh manis, coklat dll)

- Diet kariostatik, yaitu makanan yang tidak dapat dimetabolisme oleh

bakteri plak dan tidak menyebabkan penurunan pH plak dibawah.

Seperti sarbitol, mannitol dan xylitol.

- Diet antikariogenik, yaitu makanan dan minuman yang dapat menaikan

pH plak sehingga membantu proses remineralisasi. Seperti keju dan

kacang-kacangan.Ketiga diet ini dipengaruhi oleh jenis makanan,

frekuensi konsumsi gula, lamanya retensi makanan, komposisi dan

kemampuan makanan merangsang sekresi saliva.

4. Patogenesis Karies Gigi

Karies gigi dimulai dengan kerusakan pada email yang dapat

berlanjut ke dentin. Terjadinya proses karies pada gigi dibutuhkan empat

faktor utama yang harus saling berinteraksi yaitu faktor host, aget, substrat

dan waktu. Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak
23

beserta bakteri penyusunnya. Dalam proses terjadinya kries,

mikroorganisme lactobacillus dan streptococcus mempunyai peranan yang

sangan besar. Proses karies dimulai oleh streptococcus dengan membentuk

asam sehingga menghasilkan pH yang lebih rendah. Penurunan pH tersebut

mendorong laktobacillus untuk memproduksi asam dan menyebabkan

terjadinya proses karies. Streptococcus memiliki sifat-sifat tertentu yang

memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi,

yaitu memfermentasi karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan

pH turun, membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler dari

berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh

mikroorganisme tersebut bila karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan

demikian menghasilkan asam terus menerus. Proses karies gigi diperkirakan

sebagai perubahan dinamik antara tahap demineralisasi dan remineralisasi.

Proses demineralisasi merupakan proses hilangnya sebagian atau

keseluruhan dari kristal enamel. Demineralisasi terjadi karena penurunan pH

oleh bakteri kariogenik selama metabolisme yang menghasilkan asam

organik pada permukaan gigi dan menyebabkan ion kalsium, fosfat dan

mineral yang lain berdifusi keluar enamel membentuk lesi di bawah

ermukaan. sedangkan proses demineralisasi adalah proses pengembalian

ion-ion kalsium dan fosfat yang terurai ke luar enamel atau kebalikan reaksi

demineralisasi dengan penumpatan kembali mineral pada lesi dibawah

permukaan enamel. Remineralisasi terjadi jika asam pada plak dinetralkan

oleh saliva, sehingga terjadi pembentukan mineral baru yang dihasilkan oleh
24

saliva seperti kalsium dan fosfat menggantikan mineral yang telah hilang

dibawah permukaan enamel (Amy, 2009)

Proses remineralisasi dan demineralisasi terjadi secara bergantian

didalam rongga mulut selama mengkonsumsi makanan dan minuman. Lesi

awal karies dapat mengalami remineralisasi tergantung pada beberapa faktor

diantaranya diet, penggunaan fluor dan keseimbanhan pH saliva. Jika

lapisan tipis enamel masih utuh, lesi awal karies akan mengalami

remineralisasi sempurna. Sebaliknya, jika lapisan enamel rusak maka proses

remineralisasi tidak dapat terjadi secara sempurna dan gigi harus direstorasi.

Jika lesi awal karies mengalami demineralisasi terus-menerus, maka lesi

akan berlanjut ke dentin membentuk kavitas yang tidak dapat kembali

normal (irreversibel), tetapi mungkin juga tidak berkembang (arrested)

(Amy, 2009)

5. Klasifikasi Karies Gigi


Menurut Suhita (2009) mengklasifikasikan karies gigi menjadi :
a. Karies Superfisialis

Karies hanya mengenai enamel, dentin belum terkena

b. Karies Media

Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

c. Karies Profunda

Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang sudah

mengenai pulpa.
25

6. Pemeriksaan Karies Gigi

Prosedur pemeriksaan karies dalam penelitian ini bersifat

observasi. Caranya :

a. Pemeriksaan karies gigi geraham pertama permanen dilakukan di bawah

pencahayaan yang baik serta gigi harus dalam kondisi bersih.

b. Untuk mendeteksi karies gigi pemeriksaan dilakukan dengan kaca mulut

dan sonde lurus.

c. Gigi geraham pertama permanen diperiksa dan dicatat sebagai karies bila

terlihat enamelnya pecah, berwarna coklat sampai kehitaman, yang ujung

sonde tersangkut atau terkait dalam lekukan fisur (Budiharto, 2009).

7. Diagnosis Karies

Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk kesuksesan

perawatan lesi pada karies, baik dengan pemeriksaan klinis maupun dengan

pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Diagnosis yang dilakukan pada

tahap dini telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat penting, sejak karies

diketahui dapat dihentikan dan remineralisasi dapat terjadi. Deteksi lesi

awal merupakan perpaduan diagnosis yang penting karena hal ini mengacu

kepada jenis pencegahan dan perawatan yang dibutuhkan. Beberapa karies

awal dapat dideteksi oleh alat diagnosa klinis yang lebih teliti dan

pemeriksaan radiografi. (Budiharto, 2009).

Deteksi dini lesi karies karies yang kecil dapat dilakukan dengan

beberapa pendekatan, pada lesi karies yang mengenai pit atau fisura dapat
26

menggunakan kaca mulut dan eksplorer, dengan tekanan ringan dapat terasa,

ujung sonde yang tersangkut dan pada tekanan yang lebih besar akan teraba

daerah lebih lunak, opak, warna dan lebih buram jika dibandingkan dengan

gigi sebelahnya. (Budiharto, 2009).

8. Pemeriksaan OHIS

Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi dan pada

permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu :

a. Untuk rahang atas yang diperiksa:

1). Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.

2). Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial.

3). Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.

b. Untuk rahang bawah yang diperiksa:

1). Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.

2). Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial.

3). Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.

Bila ada kasus dimana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada,

maka penilaian dilakukan sebagai berikut :

a. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

molar kedua atas atau bawah.


2. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian

dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.


3. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak

dapat dilakukan penilaian.


27

4. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kiri atas.


5. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.
6. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada

insisivus pertama kanan bawah.


7. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.

Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya

diperiksa tidak ada, maka penilaian debris indeks dan kalkulus indeks masih

dapat dihitung apabila ada dua gigi indeks yang dapat dinilai (Nio, 2009).

Kriteria Penilaian OHI-S menurut Depkes R.I., (2010), kriteria penilaian

kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari adanya

debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria

penilaian debris atau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris score dan

calculus score.

Indeks DMF-T (DMF-Teeth) untuk gigi permanen

1. Decay : Jumlah gigi karies yang tidak ditambal / yang masih dapat

ditambal.
2. Missing : Jumlah gigi yang indikasi untuk dicabut / gigi yang telah hilang

karena karies.
3. Filling : Jumlah gigi yang telah ditambal dan masih baik.

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita

seseorang. DMF-T maksudnya karies dihitung per gigi, artinya gigi yang

memiliki karies lebih dari 1 (misal karies pada gigi molar 1 permanen

terdapat karies di oklusal dan di bukal maka karies tetap dihitung ”satu”).
28

Beda dengan indeks karies DMF-S (Surface) maka karies dihitung

perpermukaan, jadi pada kasus diatas karies/dcay dihitung ”dua”). Pada

indeks DMF-T juga tidak membedakan kedalam karies, misalnya karies

superficial, media atau profunda.

Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T:

DMF-T = D + M + F

D+ M + F
DMF-T rata-rata = jumlah orang yang diperiksa

Kategori DMF-T menurut WHO :

0,0 – 1,1 = sangat rendah

1,2 – 2,6 = rendah

2,7 – 4,4 = sedang

4,5 – 6,5 = tinggi

6,6 > = sangat tinggi


29

C Konsep Anak Usia Sekolah


1 Definisi Anak Usia Sekolah

Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12

tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika

anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri

dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang

lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar

pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa

dan memperoleh keterampilan tertentu.

Menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dikutip

dari Suprajitno (2008), anak sekolah anak yang memiliki umur 6 sampai 12

tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan

perkembangan sesuai usianya.

2 Ciri-ciri Anak Usia Sekolah

Menurut Hurlock (2007), orang tua, pendidik, dan ahli psikologis

memberikan berbagai label kepada periode ini dan label-label itu

mencerminkan ciri-ciri penting dari periode anak usia sekolah, yaitu sebagai

berikut:

a Label yang digunakan oleh orang tua


1 Usia yang menyulitkan

Suatu masa dimana anak tidak mau lagi menuruti perintah dan

dimana ia lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya

daripada oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.


30

2 Usia tidak rapi

Suatu masa dimana anak cenderung tidak memperdulikan dan

ceroboh dalam penampilan, dan kamarnya sangat berantakan.

Sekalipun ada peraturan keluarga yang ketat mengenai kerapihan dan

perawatan barang-barangnya, hanya beberapa saja yang taat, kecuali

orang tua mengharuskan melakukannya dan mengancam dengan

hukuman.

b Label yang digunakan oleh para pendidik


1 Usia sekolah dasar

Pada usia tersebut anak diharapkan memperoleh dasar-dasar

pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian

diri pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan

penting tertentu, baik keterampilan kurikuler maupun ekstra kurikuler.

2 Periode kritis

Suatu masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai

sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Sekali terbentuk, kebiasaan

untuk bekerja dibawah, diatas atau sesuai dengan kemampuan

cenderung menetap sampai dewasa.telah dilaporkan bahwa tingkat

perilaku berprestasi pada masa kanak-kanak mempunyai korelasi yang

tinggi dengan perilaku berprestasi pada masa dewasa.

c Label yang digunakan ahli psikologi


1 Usia berkelompok

Suatu masa di mana perhatian utama anak tertuju pada keinginan

diterima oleh teman-teman sebaya sebagai angota kelompok, terutama


31

kelompok yang bergengsi dalam pandangan temantemannya. Oleh

karena itu, anak ingin menyesuaikan dengan standar yang disetujui

kelompok dalam penampilan, berbicara, dan perilaku.

2 Usia penyesuaian diri

Suatu masa dimana perhatian pokok anak adalah dukungan dari

teman-teman sebaya dan keanggotaan dalam kelompok.

3 Usia kreatif

Suatu masa dalam rentang kehidupan dimana akan ditentukan

apakah anak-anak menjadi konformis atau pencipta karya yang baru

yang orisinil. Meskipun dasar-dasar untuk ungkapan kreatif diletakkan

pada awal masa kanak-kanak, namun kemampuan untuk

menggunakan dasar-dasar ini dalam kegiatan-kegiatan orisinal pada

umumnya belum berkembang sempurna sebelum anak-anak belum

mencapai tahun-tahun akhir masa kanak-kanak.

4 Usia bermain

Bukan karena terdapat lebih banyak waktu untuk bermain daripada

dalam periode-periode lain hal mana tidak dimungkinkan lagi apabila

anak-anak sudah sekolah melainkan karena terdapat tumpang tindih

antara ciri-ciri kegiatan bermain anak-anak yang lebih muda dengan

ciri-ciri bermain anak-anak remaja. Jadi alasan periode ini disebut

sebagai usia bermain adalah karena luasnya minat dan kegiatan

bermain dan bukan karena banyaknya waktu untuk bermain.


32

3. Tugas Perkembangan Usia Sekolah

Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst

dalam Wong (2009) adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-

permainan yang umum


b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang

sedang tumbuh
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung


f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk

kehidupan sehari-hari
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan

lembaga-lembaga
i. Mencapai kebebasan pribadi

Вам также может понравиться