Вы находитесь на странице: 1из 10

Kejadian Diare Pada Wisatawan Di Daerah Wisata

BAB I
Latar Belakang

Jumlah orang yang melakukan wisata mancanegara meningkat setiap tahunnya.


Menurut statistik dari World Tourism Organization, wisatawan mancanegara pada tahun 2008
mencapai 922 juta. Wisatamancanegara diperkirakan mencapai 1 miliar pada tahun 2010 dan
1,6 miliar pada tahun 2020. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Bali (2009) pada tahun
2005-2009, wisatawan yang datang secara langsung ke Indonesia dan bali berjumlah 6,323 juta
dan 2,229 juta pada tahun 2009. Secara tradisional, kesehatan wisata bertujuan untuk
membantu wisatawan terhidar dari penyakit terkait wisata yang bisa diperoleh di daerah tujuan
wisata (luar negeri). Perlu diingat bahwa para pelancong akan terpajan dan berada pada kondisi
dan situasi lingkungan dan faktor risiko kesehatan yang tidak biasa mereka hadapi pada
lingkungan asalnya.
Wisata ke mancanegara dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan, tergantung dari
ciri wisatawan maupun tipe perjalanannya. Secara tiba-tiba wisatawan terpapar langsung
dengan perubahan ketinggian, kelembaban, suhu, dan mikroba yang sering menyebabkan
masalah kesehatan terjadi. Resiko kesehatan juga biasanya dapat terjadi jika pada daerah
tersebut mutu akomodasinya buruk dalam hal kualitas kebersihan dan sanitasi, layanan medis
yang kurang memadai, dan kurangnya penyediaan air bersih. Pada lain hal, kecelakaan lalu lintas
juga cukup sering menimpa wisatawan. Dari jutaan orang yang melakukan perjalanan dari dunia
Industri ke Negara-negara berkembang setiap tahun, sekitar 20% dan 50% akan mengalami
setidaknya satu episode diare sehingga traveler’s diarrhea menjadi penyakit medis yang paling
umum menimpa wisatawan. Meskipun penyakit ini dikatakan ringan, namun diare dapat
menyebabkan morbiditas yang signifikan dan kesulitan ketika kita berada di luar negeri (Sarayar
& Liwang, 2012).
Traveler’s diarrhea (TD) merupakan diare yang dialami oleh wisatawan akibat terpapar
patogen didaerah tujuannya. Tempat tujuan merupakan faktor risiko paling menonjol dalam
berkembangnya kasus traveler’s diarrhea. Daerah yang berisiko tinggi diantaranya negara-
negara berkembang di Amerika Latin, Afrika, Asia, dan sebagian Timur Tengah. Di daerah-daerah
tersebut telah dilaporkan memiliki angka serangan berkisar 20%-75%. Wilayah dengan resiko
menengah termasuk Cina, Eropa Selatan, Israel, Afrika Selatan, Rusia, dan beberapa pulau
Karibia (khususnya Haiti dan Republik Dominika) serangan dengan kisaran 8%-20% tercatat pada
pelancong ke daerah ini. Kanada, Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Jepang, Eropa Utara,
dan sedikit pulau-pulau di Karibia memiliki faktor resiko rendah, yaitu berkisar <5%. Dan
Indonesia termasuk di negara dengan tingkat serangan diare turis yang tinggi (Sarayar & Liwang,
2012). Penyebab terjadinya diare yang berasal dari makanan dan minuman yang tercemar
akibat kuman. Selain itu, musim juga turut berperan dengan angka kejaidan diare. Penelitian
yang telah dilakukan di daerah yang memiliki empat musim mendapatkan serangan paling
sering ditemukan pada bulan-bulan di musim panas dan musim hujan.
Menurut laporan UNWTO (World Tourism Organization) di tahun 2008 jumlah
wisatawan international adalah 846 juta. Bali salah satu tujuan wisata dengan kunjungan
wisatawan setiap tahunnya lebih dari 1juta wisatawan asing. Dalam perjalanan wisata,
wisatawan dapat terpapar oleh berbagai patogen dan risiko. Dilaporkan sekitar 20%-70% orang
yang melakukan perjalanan wisata mengalami masalah kesehtan. Secara keseluruhan pada
perjalanan wisata internasional didapatkan 1%-5% wisatwan membutuhkan perhatian medis,
0,01%-0,1% membutuhkan evakuasi medis darurat dan 1 diantara 100.000 wisatwan meninggal
dunia. Walaupun bukan penyebab utama, penyakit infeksi akut memberi andil terjadinya
kematian pada seseorang yang melakukan perjalanan wisata.
Selain istilah Traveler’s Diarrhea, sebutan lain pada penyakit diare ini yaitu bali belly,
menurut situs doktersehat.com, dikatakan bahwa Bali belly merupakan istilah yang sudah
umum di kalangan wisatawan internasional karena kerap menyerang para turis terutama
mancanegara . Penyakit ini erat kaitannya dengan kebersihan makanan yang dijual serta
kesadaran turis terhadap kebersihan.hal ini disadari karena banyaknya penjaja makanan yang
melayani konsumen dengan tangan dan kurang memerhatikan kebersihan. Namun hal ini bukan
hanya berfokus pada kesalahan pedagang, tetapi Konsumen juga harus selalu mencuci tangan
dengan sabun setelah beraktivitas di toilet dan memegang uang.
Belum begitu disadarinya kehadiran risiko kesehatan pada daerah-daerah wisata dan
transit atau berada pada jalur sibuk perjalanan hendaknya dapat ditindaklanjuti dengan serius
dalam bentuk upaya peringatan, pencegahan dan kewaspadaan dini yang terintegrasi. Tingkat
resiko yang bersifat global hendaknya menjadi perhatian para ahli medis, profesi kesehatan
masyarakat, serta kepada para penyedia pelayanan jasa wisata, usaha penerbangan dan
trasportasi air. Sehingga dapat menjadi suatu perhatian yang pada akhirnya akan membentuk
suatu sikap antisipasi menyeluruh dan terpadu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan pada Lingkungan dan Kesehatan


Pariwisata Bali sangatlah terkenal. Bali memiliki segudang pesona yang selalu dapat
memikat hati para wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan internasional.
Kunjungan mereka memberikan manfaat devisa yang sangat besar untuk negara. Salah satu
yang tetap menjadi idola para wisatawan yaitu berbagai kuliner khas Bali yang selalu menjadi
incaran para wisatawan. Rumah makan yang menyediakan masakan khas Bali selalu ramai untuk
dikunjungi hingga pasar-pasar tradisional pun tak luput dari daftar kunjungan para wisatawan
ini.
Banyak masalah kesehatan yang mengincar para wisatawan ini. Seperti yang dijabarkan
dalam jurnal kesehatan yang dilakukan oleh Gandamayu., dkk (2015) didapat hasil banyak
alasan wisatawan melakukan kunjungan ke unit pelayanan kesehatan. Salah satu yang tertinggi
yaitu pada diagnosis medis sistem pencernaan ditemukan dari 26 sampel, masalah kesehatan
wisatawan asing berdasarkan diagnosis medis sistem pencernaan yang terbanyak adalah diare
12 (46.1%).
Diare terjadi akibatkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
bakteri, virus, atau parasit. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
diare. Apabila lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian penyakit diare.
Penelitian yang dilakukan oleh Hakim dan Khan (2014), ditemukan bahwa angka kejadian
diare pada masyarakat di kota Menado tahun 2010 sebesar 1,24%. Angka tersebut mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 1,62%. Dari penelitian ini didapatkan hasil yaitu resiko
kejadian diare oleh masyarakat lokal yang dapat menginfeksi wisatawan sebesar 1,24% tahun
2010 yang disebabkan karena masih rendahnya standart kebersihan makanan di kota Menado.
Penelitian yang dilakukan oleh Purnama., dkk (2017) yang melakukan penelitian mengenai
Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan Pariwisata Kabupaten Gianyar,
Bali ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas lawar merah (babi) secara
mikrobiologis, hasil pemeriksaan uji EMBA dari total 44 sampel yang diteliti, ditemukan 32
sampel (72,7%) masakan lawar babi mengandung bakteri E.coli dan tidak memenuhi syarat
kualitas pangan. Hal ini terjadi dikarenakan bahan baku lawar ini merupakan daging mentah
sehingga sangat rentan untuk terjadinya kontaminasi. Selain itu dengan sistem pengolahan
masakan yang kurang baik akan menyebabkan kontaminasi makanan oleh E.coli sehingga dapat
menimbulkan kejadian diare akut pada pelanggan ataupun wisatawan.
Selain itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Sundari, dkk (2014) didapat hasil jika
cemaran makanan oleh mikroorganisme penyebab diare didapat dari higienitas perorangan dari
tangan penjamah makanan sehingga dapat mempengaruhi kualitas makanan. Penelitian ini
dilakukan dengan teknik observasional dengan metode cross sectional dengan meneliti rumah
makan seafood di pantai Kedonganan, Kuta. Yang diobservasi yaitu praktik cuci tangan dan
melakukan identifikasi keberadaan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada
tangan penjamah makanan. Dari penelitian didapatkan hasil 68,3% praktik cuci tangan pada
penjamah makanan berhubungan dengan variabel pengetahuan, fasilitas cuci tangan, dukungan
dari pemilik atau pengelola restoran, tokoh masyarakat, dan dinas kesehatan atau puskesmas.
Dari hasil penelitian menunjukkan terdapat 15% tangan penjamah makanan mengandung
bakteri Staphylococcus aureus dan 25% mengandung Escherichia coli. Hal ini menunjukkan
bahwa ancaman terjadinya kejadian diare akut pada wisatawan cukup besar.
Penelitian lainnya yang dilaksanakan di Kota Padang oleh Kusuma, dkk (2015) mengenai
Identifikasi Bakteri Coliform pada Air Kobokan di Rumah Makan Kelurahan Andalas Kecamatan
Padang Timur ditemukan pada uji klinik air kobokan atau air cuci tangan pada 12 rumah makan,
ditemukan bahwa 11 rumah makan dengan air kobokannya yang berasal dari PDAM memiliki
indeks MPN yang tinggi yaitu >2400 per 100 ml air dan mengandung bakteri E.coli, Klebsiella,
Enterobacter dan Pseudo-monas, serta hanya 1 sampel yaitu no. 8 pada air PDAM yang
menunjukkan nilai indeks MPN yang rendah dan memenuhi syarat bakteriologis dengan nilai
indeks MPN 9. Nilai MPN ini jauh melebihi dari standar yang ditetapkan pemerintah yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan no 416 Tahun 1990 tentang persyaratan kualitas air bersih adalah
tidak boleh mengandung bakteri golongan coliform lebih dari 50/100 cc air. Penelitian juga
dilakukan pada air kobokan rumah makan yang bersumber dari sumur bor dan didapatkan hasil
air kobokan dari semua rumah makan tersebut juga mengandung bakteri golongan coliform
lebih dari 50/100 cc air.
Bakteri Coliform sendiri merupakan suatu flora normal dalam usus besar manusia dan
hewan berdarah panas lainnya, tidak berbahaya namun ada beberapa strain yang patogen pada
manusia dan hewan. Adanya bakteri Coliform dalam air dan makanan menunjukkan bahwa air
dan makanan tersebut telah terkontaminasi oleh tinja yang bersifat patogen di dalam usus,
sehingga tidak layak dikonsumsi oleh manusia (Sopacua. Dkk., 2013).

B. Upaya Pengendaliannya
Keberadaan E.coli dan bakteri umumnya normal berada di feses manusia dan hewan.
Keberadaannya dapat menandakan telah terjadi kontaminasi tinja pada air dan memungkinkan
terdapat bakteri patogen lain di dalam air. Seiring dengan berkembangnya penduduk,
ketersediaan akan air bersih semakin berkurang mengakibatkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk menyerap air menjadi tidak sempurna sehingga bakteri Coliform dapat
mengkontaminasi sumber air (Bambang dkk., 2014). Penyebab lain air bersih menjadi
terkontaminasi dengan Coliform adalah dari sumber air yang berdekatan dengan lingkungan
yang tidak bersih seperti dekat dengan tempat pembuangan limbah maupun tempat
pembuangan sampah (Sutrisno. 2007).
Upaya pengendalian untuk mencegah kasus diare pada wisatawan ini adalah dengan
meningkatkan higiene dan higiensanitasi. Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat untuk
mencegah timbulnya penyakit, membuat kondisi sehat serta terjamin pemeliharaan
kesehatannya (Purnawijayanti, 2006). Higiensanitasi meliputi melindungi, memelihara, dan
mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu dan masyarakat), sehingga faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan. Sanitasi
merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi lingkungan hidup sehat yang
menyenangkan dan menguntungkan masyarakat (Pitojo. 2013).
Faktor yang mempengaruhi higiensanitasi air minum, makanan, air kobokan/cucian pada
para pedagang makanan adalah pada sumber air yang digunakan, wadah penampung air, serta
tempat berdagang.

1. Sumber Air
Sumber air yang digunakan para pedagang pada umumnya berasal dari air yang
sudah tercemar logam berat dan bahan kimia beracun, serta dekat dengan
pembuangan limbah rumah tangga (septic tank, pembuangan toilet). Hal ini
menyebabkan sumber air menjadi terkontaminasi dan menyebabkan gangguan
kesehatan pada saluran pencernaan seperti diare (Sutrisno, 2007). Sumber air ini
biasa digunakan untuk mencuci tangan serta bahan baku pembuatan makanan dan
minuman sehingga dengan kondisi air yang yang sudah tercemar tersebut dapat
meningkatkan resiko terkontaminasi bakteri Coliform.
2. Wadah Penampung Air
Wadah yang digunakan untuk menampung sumber air biasanya jarang dilakukan
pembersihan serta tidak ditutup dengan rapat sehingga peralatan untuk memasak
serta air untuk bahan baku masakan terkontaminasi dengan debu (Natalia dkk.,
2014).
3. Tempat Berdagang
Tempat berdagang adalah fasilitas yang digunakan oleh pedagang untuk aktivitas jual
beli dan pembuatan makanan/minuman. Tempat berdagang harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut: tersedia air bersih, tersedia tempat pembuangan
sampah, dan fasilitas untuk mencuci peralatan masak dan tangan. Lokasi dari tempat
berdagang yang dekat dengan tempat pembuangan sampah serta kurangnya air
bersih itulah yang menyebabkan kontaminasi bakteri Coliform tinggi (Ningsih, 2014).
Setelah mengetahui penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi traveler’s
diarrhea, maka idealnya dilakukan penanggulangan sebagai berikut:
1. Pengadaan alat Chlorine Diffuser oleh Dinkes setempat di Bali. Chlorine diffuser
digunakan untuk meningkatkan kualitas air dengan cara memfilternya.
2. Sosialisasi mengenai higiene dan higiensanitasi pada pedagang makanan serta
masyarakat luas.

3. Menindaklajuti laporan pengaduan dari warga khususnya para wisatawan mengenai


indikasi wabah penyakit diare serta pencemaran air di lingkungan sekitar.

4. Mengirimkan tim survey dari pemerintah untuk memeriksa sampel di sumber air
yang digunakan warga serta memeriksa sampel makanan yang dijual di
restoran/daerah wisata kuliner untuk diuji di laboratorium.

5. Melakukan pengawasan pada sumber air yang digunakan untuk air minum dengan
cara observasi, inspeksi sanitasi, pengambilan sampel, pengawasan dan perawatan
terhadap jaringan perpipaan air, serta pemeriksaan korositas dalam air.

Oleh karena itu diharapkan peran aktif dari pemerintah dan warga untuk selalu
membudayakan hidup sehat agar berkurangnya angka kasus traveler’s diarrhea di Bali. Dengan
berkurangnya angka traveler’s diarrhea, maka diharapkan akan terjadi peningkatan signifikan
dari wisatawan asing untuk mengunjungi Bali tanpa khawatir akan terserang diare ketika
melakukan perjalanan wisata di Bali.
BAB III
KESIMPULAN

Diare wisatawan (travelers‘ diarrhea) adalah sindrom yang terkait dengan makanan atau
air terkontaminasi yang terjadi selama dan sesaat setelah wisata. Penyakit ini merupakan
penyakit yang paling sering ditemukan pada wisatawan dan biasanya diderita oleh wisatawan
dari daerah asal dengan standart kebersihan dan sanitasi yang tinggi ke daerah tujuan dengan
standart yang lebih rendah.
Standar kebersihan yang berbeda dengan Negara asal wisatawan dapat memicu kejadian
diare pada travelers ini. Yang dapat menjadi penyebab munculnya diare pada wisatawan dapat
berasal dari bakteri, virus maupun parasit. Makanan maupun minuman yang tercemar dan
terkontaminasi dapat mengakibatkan kejadian diare akut.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi travelers‘ diarrhea ini antara lain
dengan peningkatan kualitas sanitasi pada lingkungan wisata, peningkatan standar kebersihan
bagi daerah- daerah wisata, sosialisasi mengenai higiene dan higiensanitasi pada pedagang
makanan, dan dapat dilakukan pengawasan oleh dinas terkait seperti dinas kesehatan dengan
kerjasa lintas sektor mengenai pengawasan pada sumber air, mekanan, dan lingkungan sehingga
nantinya tidak ditemukan lagi kejadian diare pada wisatawan.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, A.G dkk. 2014. Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia Coli Pada Air Isi
Ulang Dari Depot di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Dinas Pariwisata Bali, 2009. Statistik Pariwisata Bali. Bali: s.n.
Gandamayu., dkk. 2016. Gambaran Masalah Kesehatan Wisatawan Asing Ang Berkunjung Ke
Pusat Pelayanan Kesehatan 2015: Jurnal Ners LENTERA, Vol. 4, No. 2, September 2016.
Hakim. A.R., dan Khan. A., .2014. Problematika Penyakit Pribumi Bagi Para Wisatawan Asing Di
Kota Manado. Jurnal Intisari Sains Medis. VOL.1 NO.1, JANUARI-APRIL, HAL.24-28.
Kusuma, dkk., 2015. Identifikasi Bakteri Coliform pada Air Kobokan di Rumah Makan Kelurahan
Andalas Kecamatan Padang Timur. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3).
Natalia LA, dkk. 2014. Kajian Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Kabupaten Blora.
UNNES Journal of Life Science. 2014: 3.
Ningsih, Riyan. 2014. Penyuluhan Hygiene Sanitasi Makanan Dan Minuman, Serta Kualitas
Makanan yang Dijajakan Pedagang di Lingkungan SDN Kota Samarinda. Jurnal Kesehatan
Masyarakat UNNES Volume 10 Nomor 1 Juli 2014: 64-72.
Particia, t.thn. 2018. Waspada Penyakit Bali Belly. [Online] Available at:
http://www.doktersehat.com access at 9 march 2018.
Pitojo S, Zumiati. 2013. Cara Pembuatan dan Variasi Mengolah Makanan Terbuat dari Cincau.
Tangerang: Agromedia Pustaka.
Purnama., dkk. 2017. Kualitas Mikrobiologis dan Higiene Pedagang Lawar di Kawasan Pariwisata
Kabupaten Gianyar, Bali. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia: 16 (2) 2017, 56-62.
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Sarayar, A. M. & Liwang, F., 2012. Pencegahan Dan Penatalaksanaan Terkini Penyakit Travelers
Diarrhea. In: Intisari Sains Medis. Indonesia: s.n., pp. 36-40.
Sopacua, dkk. 2013. Kandungan Coliform dan Klorin Es Batu di Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Biologi:
1-9.
Sundari., dkk. 2014. Hubungan Faktor Predisposisi, Pemungkin, dan Pengat Dengan Praktek
Cuci Tangan Serta Keberadaan Mikroorganisme Pada Penjamah Makanan Di Pantai
Kedonganan. Jurnal Skala Husada Volume 11 Nomor 1 April 2014 : 67-73.
Sutrisno, TC. 2007. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
WHO, 2008. Internatioanl Travel and Health , s.l.: s.n.

Вам также может понравиться