Вы находитесь на странице: 1из 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

I. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
5-10% diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya
menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan
suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
90-95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah
dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,
suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika
preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering
pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang
obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe


II, diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidak mampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

F. DATA PENUNJANG
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

G. KOMPLIKASI
1. Akut
a. Ketoasidosis diabetik
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hiperosmolar
d. Efek Somogyi (penurunan kadar glukosa darah pada malam hari
diikuti peningkatan rebound pada pagi hari)
e. Fenomena fajar / down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari
antara jam 5-9 pagi yang tampaknya disebabkan peningkatan
sikardian kadar glukosa pada pagi hari)
2. Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
b. Penyakit arteri koroner (aterosklerosis)
c. Penyakit vaskuler perifer
d. Stroke
e. Mikroangiopati
f. Retinopati
g. Nefropati
h. Neuropati diabetik

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
2. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
5. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah
teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
6. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
7. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
8. Integritas Ego
Stress, ansietas
9. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
10. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
11. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
12. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
13. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
14. Keamanan
15. Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. DIANGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan
intake nutrisi (tipe 2)
4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
5. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
6. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan NOC: Manajemen nyeri :
agen injuri biologis (penurunan ü Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian
perfusi jaringan perifer) ü Nyeri terkontrol nyeri secara komprehensif
ü Tingkat kenyamanan termasuk lokasi,
Setelah dilakukan asuhan karakteristik, durasi,
keperawatan selama 3 x 24 frekuensi, kualitas dan
jam, klien dapat : ontro presipitasi.
1. Mengontrol nyeri, 2. Observasi reaksi
dengan indikator : nonverbal dari
§ Mengenal faktor-faktor ketidaknyamanan.
penyebab 3. Gunakan teknik
§ Mengenal onset nyeri komunikasi terapeutik
§ Tindakan pertolongan untuk mengetahui
non farmakologi pengalaman nyeri klien
§ Menggunakan analgetik sebelumnya.
§ Melaporkan gejala- 4. Kontrol ontro
gejala nyeri kepada tim lingkungan yang
kesehatan. mempengaruhi nyeri
§ Nyeri terkontrol seperti suhu ruangan,
2. Menunjukkan tingkat pencahayaan, kebisingan.
nyeri, dengan indikator: 5. Kurangi ontro
§ Melaporkan nyeri presipitasi nyeri.
§ Frekuensi nyeri 6. Pilih dan lakukan
§ Lamanya episode nyeri penanganan nyeri
§ Ekspresi nyeri; wajah (farmakologis/non
§ Perubahan respirasi rate farmakologis)..
§ Perubahan tekanan 7. Ajarkan teknik non
darah farmakologis (relaksasi,
§ Kehilangan nafsu distraksi dll) untuk
makan mengetasi nyeri..
. 8. Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada komplain
tentang pemberian
analgetik tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
klien tentang manajemen
nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program
pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik
tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang Nutritional Status : Food Nutrition Management
dari kebutuhan tubuh b.d. and Fluid Intake 1. Monitor intake
ketidakmampuan menggunakan § Intake makanan peroral makanan dan minuman
glukose (tipe 1) yang adekuat yang dikonsumsi klien
§ Intake NGT adekuat setiap hari
§ Intake cairan peroral 2. Tentukan berapa
adekuat jumlah kalori dan tipe zat
§ Intake cairan yang gizi yang dibutuhkan
adekuat dengan berkolaborasi
§ Intake TPN adekuat dengan ahli gizi
3. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat
oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien
akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral

3 Ketidakseimbangan nutrisi lebih Nutritional Status : Weight Management


dari kebutuhan tubuh b.d. Nutrient Intake 1. Diskusikan dengan
kelebihan intake nutrisi (tipe 2) § Kalori pasien tentang kebiasaan
§ Protein dan budaya serta faktor
§ Lemak hereditas yang
§ Karbohidrat mempengaruhi berat
§ Vitamin badan.
§ Mineral 2. Diskusikan resiko
§ Zat besi kelebihan berat badan.
§ Kalsium 3. Kaji berat badan ideal
klien.
4. Kaji persentase
normal lemak tubuh klien.
5. Beri motivasi kepada
klien untuk menurunkan
berat badan.
6. Timbang berat badan
setiap hari.
7. Buat rencana untuk
menurunkan berat badan
klien.
8. Buat rencana
olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet
sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: NIC :


Kehilangan volume cairan secara ü Fluid balance Fluid management
aktif, Kegagalan mekanisme ü Hydration 1. Timbang
pengaturan ü Nutritional Status : Food popok/pembalut jika
and Fluid Intake diperlukan
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan
§ Mempertahankan urine catatan intake dan output
output sesuai dengan usia yang akurat
dan BB, BJ urine normal, 3. Monitor status
HT normal hidrasi ( kelembaban
§ Tekanan darah, nadi, membran mukosa, nadi
suhu tubuh dalam batas adekuat, tekanan darah
normal ortostatik ), jika diperlukan
§ Tidak ada tanda tanda 4. Monitor vital sign
dehidrasi, Elastisitas turgor 5. Monitor masukan
kulit baik, membran makanan / cairan dan
mukosa lembab, tidak ada hitung intake kalori harian
rasa haus yang berlebihan 6. Kolaborasikan
pemberian cairan IV
7. Monitor status
nutrisi
8. Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
9. Dorong masukan
oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
12. Tawarkan snack
( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
14. Atur kemungkinan
tranfusi
15. Persiapan untuk
tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan Managemen
PK: Hiperglikemi askep….x24 jam Hipoglikemia:
diharapkan perawat akan 1. Monitor tingkat gula
menangani dan darah sesuai indikasi
meminimalkan episode 2. Monitor tanda dan
hipo/ hiperglikemia. gejala hipoglikemi ; kadar
gula darah < 70 mg/dl,
kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat
menelan berikan jus jeruk /
sejenis jahe setiap 15
menit sampai kadar gula
darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50
% dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
dietnya.

Managemen
Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai
indikasi
2. Monitor tanda dan
gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah >
300 mg/dl, pernafasan bau
aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD
rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan
kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan
nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin
sesuai order
5. Pertahankan akses
IV
6. Berikan IV fluids
sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan
dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu
ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika
gula darah >250 mg/dl
khususnya adanya keton
pada urine
10. Pantau jantung dan
sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu
pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak
minum
12. Monitor status cairan
I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak efektif b.d NOC : NIC :
hipoksemia jaringan. ü Circulation status Peripheral Sensation
ü Tissue Prefusion : Management (Manajemen
cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : § Monitor adanya daerah
a. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi terhadap
§ Tekanan systole panas/dingin/tajam/tumpul
dandiastole dalam rentang § Monitor adanya paretese
yang diharapkan § Instruksikan keluarga
§ Tidak ada untuk mengobservasi kulit
ortostatikhipertensi jika ada lsi atau laserasi
§ Tidak ada tanda tanda § Gunakan sarun tangan
peningkatan tekanan untuk proteksi
intrakranial (tidak lebih § Batasi gerakan pada
dari 15 mmHg) kepala, leher dan
b. mendemonstrasikan punggung
kemampuan kognitif yang § Monitor kemampuan
ditandai dengan: BAB
§ berkomunikasi dengan § Kolaborasi pemberian
jelas dan sesuai dengan analgetik
kemampuan § Monitor adanya
§ menunjukkan perhatian, tromboplebitis
konsentrasi dan orientasi § Diskusikan menganai
§ memproses informasi penyebab perubahan
§ membuat keputusan sensasi
dengan benar

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

PENYIMPANGAN KDM

Вам также может понравиться