Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Mahasiswa yang pertama kali
mempelajari ilmu jiwa dan keperawatan jiwa sering mengalami kesulitan
dengan hal yang harus dipelajari, karena jiwa bersifat abstrak dan tidak
berwujud benda. Setiap manusia memiliki jiwa, tetapi ketika ditanya, “Mana
jiwamu?” hanya sebagian kecil yang dapat menunjukkan tempat jiwanya. Hal
ini karena jiwa memang bukan berupa benda, melainkan sebuah sistem
perilaku, hasil olah pemikiran, perasaan, persepsi, dan berbagai pengaruh
lingkungan sosial. Semua ini merupakan manifestasi sebuah kejiwaan
seseorang. Oleh karena itu, untuk mempelajari ilmu jiwa dan keperawatannya,
pelajarilah dari manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat diamati berupa
perilaku manusia.
Manifestasi jiwa antara lain tampak pada kesadaran, afek, emosi,
psikomotor, proses berpikir, persepsi, dan sifat kepribadian. Kesadaran dalam
hal ini lebih bersifat kualitatif, diukur dengan memperhatikan perbedaan
stimulus (stressor) dan respons (perilaku yang ditampilkan), serta tidak diukur
dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Aspek kesadaran pada masalah kejiwaan mungkin kita temukan
kesadaran yang terlalu tinggi, terlalu rendah, atau fluktuatif. Inilah manifestasi
jiwa, tampak dari perilaku yang diekspresikan (secara lebih detail, ekspresi
perilaku pasien akan dipelajari pada komponen pengkajian tanda dan gejala
gangguan jiwa).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengetahui tentang kesehatan dalam keperawatan jiwa?
2. Bagaimana mengetahui bagian dari prevensi dalam keperawatan jiwa?
3. Bagaimana mengetahui teknik dan peran dalam prevensi primer, sekunder,
dan tersier?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesehatan dalam keperawatan jiwa
2. Mengetahui bagian dari prevensi dalam keperawatan jiwa
3. Mengetahui teknik dan peran dalam prevensi primer, sekunder, dan tersier.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kesehatan dalam Keperawatan Jiwa


Karl Menninger mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah
orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan,
serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia. Michael Kirk
Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari
gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada
padanya. Clausen mengatakan bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang
dapat mencegah gangguan mental akibat berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh
besar kecilnya stresor, intensitas, makna, budaya, kepercayaan, agama, dan
sebagainya.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan
kriteria orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal
berikut.
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan
itu buruk.
2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
Dalam lingkungan kesehatan jiwa mencakup 3 prevensi/ upaya, yaitu :
Prevensi primer, prevensi sekunder, dan prevensi tersier.

2.2 Prevensi Primer


Prevensi primer merupakan program untuk mengurangi insidensi atau
jumlah kemunculan kasus-kasus baru untuk suatu fenomena gangguan tertentu
dalam suatu masyarakat tertentu dan dalam periode waktu tertentu. Sasarannya

3
adalah anggota masyarakat yang saat ini sama sekali belum mengalami gangguan
psikologis tertentu namun mempunyai risiko tinggi atau rentan mengalami
gangguan tersebut.
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa.Tujuan pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
jiwa.Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami
gangguan jiwa.Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan
kesehatan, program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kegiatan jiwa,
manajemen setres, dan persiapan menjadi orang tua.
Yang dimaksud dengan pencegahan primer dalam ilmu kedokteran jiwa
pencegahan adalah usaha untuk mencegah timbulnya kasus gangguan jiwa baru
di masyarakat.Sasaran kegiatan, program, atau usahanya ditujukan kepada
masyarakat yang sehat agar mereka tetap sehat, tidak jatuh sakit atau mengalami
gangguan jiwa.Dengan demikian, apabila usaha ini berhasil indikator
epidemiologis yang dapat digunakan adalah rendahnya angka insiden (incidence
rate) gangguan jiwa. Ada 2 program dalam pencegahan primer, yaitu
peningkatan derajat kesehatan jiwa masyarakat dan pencegahan spesifik

1. Peningkatan derajat kesehatan jiwa masyarakat


Program ini bertujuan agar terjadi peningkatan derajat kesehatan jiwa
masyarakat (community mental health promotion) melalui beberapa kegiatan
atau usaha.Usaha yang dapat dilakukan dalam hal ini ada dua, yaitu
mengurangi atau kalau memungkinkah menghilangkan pengaruh buruk
lingkungan terhadap kesehatan jiwa masyarakat dan meningkatkan daya tahan
mental individu anggota masyarakat agar dapat terhindar dari gangguan jiwa.
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah onset penyakit atau
gangguan, dengan demikian menurunkan insidensinya (rasio kasus baru
terhadap populasi di dalam periode waktu tertentu).Tujuan tersebut dicapai

4
dengan menghiIangkan agen penyebab, menurunkan faktor risiko,
meningkatkan daya tahan host, dan mengganggu transmisi penyakit.Untuk
beberapa gangguan fisik identifikasi dan modifikasi satu atau lebih faktor
tersebut sangat mengubah perawatan kesehatan.Contoh yang paling baik
untuk keberhasilan tersebut adalah eliminasi sesungguhnya dari banyak
penyakit infeksi dan keadaan defisiensi vitamin dan dengan menurunkan
beberapa bentuk kanker, penyakit jantung, dan penyakit paru-paru.
Contoh dan pencegahan primer untuk membantu orang mengatasi
kesulitannya adalah program kesehatan masyarakat (sebagai contohnya,
latihan bagi orang tua tentang perkembangan anak dan program pendidikan
alkohol dan obat-obatan); usaha-usaha pada sarana tertentu (sebagai
contohnya, Outward Bound and Heart Star dan program perawatan lainnya
untuk anak yang kurang beruntung); perkembangan dan pemakaian sistem
pendukung sosial untuk menurunkan efek stres pada orang dalam risiko tinggi
(sebagai contohnya, program bagi janda atau duda); program bantuan awal
untuk membantu orang dalam menyiapkan situasi penuh ketegangan yang
diperkirakan terjadi (sebagai contohnya, konseling bagi Korps Perdamaian);
dan intervensi krisis setelah peristiwa kehidupan yang penuh dengan stres,
seperti kehilangan, perpisahan perkawinan, perceraian , trauma dan kelompok
orang yang selamat dari bencana. Program pembebasan sandera dimana
sandera yang dilepaskan dari tahanan dipersiapkan untuk memasuki kembali
masyarakatnya, adalah contoh lain dari pencegahan primer.
2. Faktor Sosial Ekonomi dalam Kesehatan Jiwa Masyarakat
Faktor sosial dan ekonomi secara bermakna mempengaruhi status
kesehatan negara dan timbulnya pelayanan kesehatan.
2.2.1 Teknik-teknik prevensi primer
Teknik dalam prevensi primer mencakup beberapa hal yaitu :

5
1. Untuk masyarakat luas, meliputi: peningkatan kualitas hidup,
peningkatan kesejahteraan sosial, peningkatan berpendidikan,
peningkatan kualitas perawatan medis, peningkatan kesempatan kerja
2. Dalam komunitas, meliputi: mendidik pemuka masyarakat, konsultasi
perencanaan tata pemukiman, konsultasi agen-agen komunitas, seperti
polisi atau guru, mengubah proses- proses sosial dalam sistem
sekolah, bersama- sama komunitas menghapus perasaan apatis dan
ketidakberdayaan dijadikan aksi kolektif guna pemenuhan kebutuhan
3. Untuk keluarga dan kelompok kecil, meliputi: program pendidikan
bagi orangtua, pendidikan prenatal, terapi keluarga dan intervensi
krisis untuk keluarga
4. Untuk individual, meliputi: memerkuat kemampuan koping terhadap
krisis kehidupan, konsultasi terhadap wali/pelindung atau teman
bermakna bagi individu bersangkutan, intervensi krisis perkembangan
terhadap anak sekolah, pasangan yang hendak menikah, ibu hamil,
pensiunan, atau pasangan bercerai
2.2.3 Peran dalam prevensi primer
Dalam prvensi primer beberapa peran yang mencakup antara lain :
1. Memberi penyuluhan tentang prinsip – prinsip sehat jiwa
2. Mengefektifkkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat
kemiskinan dan pendidikan
3. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal, petumbuhan, dan
perkembangan, dan pendidikan seks
4. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum gangguan jiwa terjadi,
berdasarkan pada stressor dan perubahan kehidupan yang potensial.
5. Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri dimasa
mendatang
6. Bersama – sama keluarga memeberi dukungan pada anggota keluarga
dan meningkatkan fungsi kelompok

6
7. Aktif dalam kegiatan masyarakat dan politik yang berkaitan dalam
kesehatan jiwa.

2.3 Prevensi Sekunder


Prevensi sekunder merupakan program untuk mengurangi durasi
jumlah penderita gangguan, untuk mendeteksi penderita gangguan psikologis
yang masih berada pada tahap awal, dan memberikan tritmen yangefektif.
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah
deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan
jiwa.Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadia gangguan jiwa.
Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang berisiko/ memperlihatkan
tanda - tanda masalah psikososial dan gangguan jiwa. Aktivitas yang dilakukan
pada pencegahan sekunder seperti menemukan kasus sedini mungkin dengan
caramemperoleh informasi dan berbagai sumber seperti masyarakat, tim
kesehatan lain, dan penemuan langsung, melakukan penjaringan kasus.
Prevensi sekunder juga usaha untuk mencegah berlarut-larutnya suatu
gangguan jiwa dan untuk mencegah risiko timbulnya kelemahan, hendaya, atau
penyulit (komplikasi) akibat menderita gangguan jiwa.Yang dapat digunakan
sebagai indikator epidemiologis keberhasilan program adalah rendahnya angka
prevalensi penderita gangguan jiwa di masyarakat.
Ada dua program dalam mencegah sekender, yaitu serta pembatasan
disabilitas (disability limitation) yang mungkin terjadi sebagai akibat menderita
gangguan jiwa, yaitu :
1. Diagnosis dini dan pengobatan segera
Program ini dimaksudkan untuk dapat melakukan deteksi dini gangguan
jiwa yang ada di masyarakat, dengan demikian dapat dilakukan pengobatan
yang tepat dan segera. Tujuan program ini agar dapat dilakukan pencegahan
terhadap berlarut-Iarutnya proses gangguan jiwa oleh karena akan
mempersulit pengobatan akibat adanya komplikasi (penyulit), terutama

7
dalam hal penurunan fungsi peran penderita apabila terlalu lama tidak
diobati.
2. Pembatasan disabilitas
Beberapa jenis gangguan jiwa mempunyai kecenderungan berlangsung,
secara menahun atau dalam perjalanan klinisnya sering kambuh, misalnya
gangguan cemas, distimik, psikosomatik, gangguan afektif berat, dan
skizofrenia. Anjuran terhadap penderita untuk tetap aktif bekerja atau
setidak-tidaknya untuk tetap melakukan aktivitas bersama orang lain, tidak
menarik diri, dan adanya kegiatan rutin harian, sangat membantu untuk
dapat mengurangi atau mencegah disabilftas , hendaya, atau penurunan
fungsi peran penderita

2.3.1 Peran dalam prevensi sekunder


Peran dalam prevensi sekunder ada 10 tahap yang mencakup yaitu :
1. Melakukan pelayanan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa
2. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penganan di rumah
3. Memberi pelayanan kedaruratan psikiatri
4. Menciptakan lingkungan terapeutik
5. Melakukan supervise klien yang mendapatkan pengobatan
6. Memberi pelayanan pencegahan bunuh diri
7. Memberikan konsultasi
8. Melaksanakan intervensi krisis
9. Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada
berbagai tingkat usia
10. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yang telah
teridentifikasi masalah yang dialaminya

8
2.3.2 Usaha – usaha dalam prevensi sekunder
Peran terapi atau psikolog komunitas lebih pada usaha mencari
kasus-kasus daripada “menanti” datangnya kasus-kasus. Usaha-usaha
yang dilakukan menyakup:
1. Deteksi dini adanya tanda-tanda gangguan
Sosialisasi informasi tentang sumber-sumber bantuan yang dapat
dicapai, meliputi: tempat, biaya, dan layanan yang dapat diperoleh.
2. Mengurangi usaha-usaha yang dapat menghalangi penyapaian bantuan
atau menyegah timbulnya miskonsepsi tentang apa yang dilakukan
petugas kesehatan mental.

2.4 Prevensi Tersier


Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pada
peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa.Tujuan pelayanan adalah mengurangi kekacauan/ ketidak
mampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
yang mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktivitas yang
dilakukan meliputi program dukungan sosial, program rehabilitasi, program
sosialisasi, dan program mencegah stigma.
Sasaran utama usaha pencegahan tersier ini adalah para mantan
penderita gangguan jiwa yang sudah menjalani perawatan dan mencapai
tingkatan remisi tertentu.Apabila usaha ini berhasil, maka terjadi penurunan
jumlah penderita gangguan jiwa yang menjadi cacat atau tergantung hidupnya
pada keluarga atau tergantung hidupnya pada keluarga atau Iingkungan
(dependent rate).Ada satu program dalam pencegahan tersier, yaitu rehabilitasi
Program rehabilitasi penderita gangguan jiwa sebenarnya harus dimulai pada
saat pertama mengalami gangguan jiwa.Program ini berusaha menjamin
kesinambungan tanggung jawab atas perawatan penderita, meliputi pengobatan

9
selama dirawat-inap, segera setelah pasca perawatan inap, dan setelah
dikembalikan kepada keluarga.

2.4.1 Teknik-tekniknya Prevensi Tersier


Teknik dalam prevensi tersier menyakup:
1. Rehabilitasi, meliputi: memerbaiki keyakinan dan harga diri klien,
memberi atau melatih kompetensi bekerja/bersosialisasi, memberikan
konseling terapeutik untuk memerkuat kesiapan klien menghadapi
tantangan berupa stigmatisasi/pelabelan negatif dari masyarakat
2. Mengubah sikap masyarakat melalui upaya mendidik masyarakat untuk
mengembangkan sikap rasional dan manusiawi terhadap orang dengan
gangguan mental berat, misalnya dengan menghapuskan stigmatisasi,
penolakan, dan ketidakpercayaan terhadap orang dengan gangguan
mental berat.
3. Hospitalisasi dan alternatifnya, dengan menyelenggarakan institusi
perantara (semacam rumah singgah) sebagai tempat transisi bagi klien
sebelum kembali ke kehidupan bermasyarakat
2.4.2 Peran dalam Prevensi Tersier
1. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi
2. Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari fasilitas
kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke
komunitas.
3. Memberikan pilihan “partial hospitalization” (Perawatan siang) pada
klien.

10
FORM KASUS 1

Leader kelompok Angenia Itoniat Zega Paraf :

1. Nama : Nn. X
2. Umur : 18 tahun
3. Keluhan : Mengeluh sakit dibagian
uluhati seperti ditusuk-
tusuk terutama bila
mengkonsumsi junkfood.
4. Diagnosa medis : Dispepsia
5. Hasil pengkajian : wajahpucat, konjungtiva
anemis, membran mukosa
kering, hipotensi, takikardia,
tremor, hipoperistaltik, akral
dingin, anorexia, dan oliguri.
6. Riwayat penyakit : eating disorders

Link references web 1. https://publikasi.unitri.ac.id/tingkat-stres/ilmiah/2019


(copy url dari jurnal 2. https://jurnal.untag-sby.ac.id/article/viewfile/2012
yang anda jadikan 3. https://jurnal.goretanpena.com/article/viewfile/2018
referensi)
Recomendation ( beri 1. Hubungan tingkat stres dengan eating disorders yang
opini anda dengan dapat memberikan efek pada kesehatan fisik atau
alasan rasional, mental dikarenakan perasaan enggan makan dan atau
singkat, jelas dan sebaliknya sehingga mempengaruhi kesehatan
relevan ) seseorang, hal ini dipicu oleh beban yang sedang
mereka tanggung salah satu nya yaitu adanya kasus
intimidasi dari teman-teman atau bullyng.
2. Kepercayaan diri, body image berhungan dengan
kecenderungan anorexia nervosa pada remaja
dikarenakan rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki
maka semakin tinggi kecenderungan anorexia nervosa
begitu juga sebaliknya. Dengan pembatasan makan
secara berlebih atau melakukan suatu hal agar dapat
menurunkan berat badan secara cepat maka itu akan
mengarah pada sikap atau perilaku penolakan untuk
mempertahankan berat badan secara normal yang
ditunjukkan dan perasaan tentang tubuhnya.
3. Upaya peningkatan kepercayaan diri kereng bulyng
melalui konseling individual rasional emotif behavior
therapi, antara lain :

11
a. Assertiveness dan berusaha meningkatkan
kepercayaan dirinya dimana seseorang berani
menyatakan apa yang dipikirkan secara jujur dan
terbuka tanpa mengganggu hubungan
b. Terbentuknya kepercayaan diri kepada seseorang
diawali dengan perkembangan konsep diri yang
diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok.
c. Meningkatkan perhatian, kasih sayang dan rasa
nyaman pada lingkungan sekitar.
d. Memperjelas nilai-nilai diri dan memutuskan akan
mengubahnya atau tidak serta bagaimana cara
mengubahnya jika memang diperlukan.

Integrity facts Dengan ini menyatakan Medan, Senin 18 Maret


bahwa tugas ini adalah benar 2019
karya kelompok, tidak ada
plagiat dan menduplikan hasil Nama kelompok 3.1
karya orang lain, bila ternyata
dapat plagiat dan duplikasi, 1. Angenia Itoniat Zega
maka kelompok 3.1 bersedia (032017044)
menerima segala
konsekuensinya
2. Krisanoraya Lase
(032017054)

3. Feronika M Sitohang
(032017057)

4. Hendrik A Zebua
(032017045)

1. Seorang perempuan berusia 18 tahun sering mengeluh sakit di bagian uluhati


seperti ditusuk-tusuk terutama bila mengkonsumsi junkfood. Saat ini klien
dirawat di rumah sakit dengan diagnosa medis dispepsia. Hasil pengkajian: wajah
pucat, konjungtiva anemis,membran mukosa kering, hipotensi, takikardia, tremor,
hipoperistaltik, akral dingin,anorexia dan oliguri. Klien memiliki riwayat eating
disorders demi mempertahankan berat badannya ideal agar tidak dibully di
kampusnya. Kien bertemn dengan model-model remaja dan sering hangout
bersama.

12
Form Kasus 2

Leader kelompok 3 FilipusWaruwu Paraf:

Trigger case Seorang laki-laki berusia 30 tahun merupakan klien rawatjalan RSJ akibat
substance-abuse disorders. Klien merupakan pekerja sosial yang biasanya
aktif dibagian keamanan lingkungan. Klien sudah dua tahun ini menjalani
rehabilita sejak ibunya meninggal. Saat ini klien ingin mencoba melamar
pekerjaan tetapi tidak diterima beberapa perusahaan karena riwayatnya.
Klien menjadi stress dan hamper putusasa.
Problem(identifikas 1.klien berusia 30 tahun di rawat jalan RSJ akibat subtanse-abuse
imasalah ) disorders.

2. klien sudah dua tahun menjalani rehabilitasi narkoba sejak ibunya


meninggal.

3. klien menjadi stress dan hampir putus asa dikarena kan ingin mencoba
melamar pekerjaan tetapi tidak di terima beberapa perusahaan.

Link references 1. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/download/5920/4388/


Web(copy url 2. jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/441/0
Dari jurnal yg
anda jadikan
referensi)

13
Recommendation 1. Dalam kasus, perlu diberikan dukungan untuk meningkatkan
(beriopini
kepercayaan diri, menghilangkan keputusasaan sehingga mampu
Anda dengan menunjukkan kemampuan yang dimiliki pada masyarakat untuk
alasan rasional,
singkat jelas dan merubah persepsi masyarakat terhadapnya.
relevan) 2. Dapat diberikan konseling sebagai upaya mengurangi masalah
psikososial yang dapat menyebakan kembali kenarkotika sebagai jalan
keluar dari masalah yang dihadapinya.
3. Dapat diberikan berbagai terapi seperti logo terapi agar klien dapat
menghadapi permasalahan yang mungkin akan ditemuinya jika
kembali kemasyarakat.

Integrity fact Dengan ini Medan, 18Maret2019


menyatakan bahwa
tugas ini adalah Kelompok 3.
benar karya saya,
tidak plagiat dan 1. Daniel SetiawanPurba (032017008)
menduplicat hasil
karya orang lain. 2. Amsarah Br Munthe (032017016)
Bila ternyata
terdapat plagiarism
dan duplikasi, maka 3. Gracya M Hutagaol (032017036)
saya bersedia
menerima Segala 4. Filipus Waruwu (032017041)
konsekuensinya.

14
Form Kasus 3

Leader kelompok Mei Anugrah waruwu Paraf:


Trigger case Kasus 3: Seorang perempuan berusia 40 tahun sering mendapat kekerasan
verbal, fisik bahkan seksual dari suaminya yang lebih muda 10
tahun darinya. Klien sering ketakutan bila mendengar motor
suaminya karena trauma. Klien memiliki 2 anak balita dan tinggal di
rumah mertuanya Karena tidak bekerja lagi.
Problem 1. Ny. X berusia berusia 40 tahun sering mendapat kekerasan verbal,fisik,
(identifikasi bahkan seksual.
masalah) Pembahasan: Ny X mengalami kekerasan dalam rumah tangga yaitu
kekerasan fisik (yang menyebabkan rasa sakit dan timbulnya luka),
kekerasan verbal yang termasuk dalam kekerasan psikis (dilakukan
dengan kata-kata yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri), serta kekerasan seksual (pemaksaan seksual).
2. Kekerasan dilakukan oleh suaminya yang 10 tahun lebih muda.
Pembahasan: keyakinan yang masih tertanam di masyarakat dimana
seorang laki-laki adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab penuh
dalam keluarga dan istri tidak memiliki kekuasaan apapun selain menuruti
suami.
3. Sering ketakutan saat mendengar suara motor suaminya karena trauma.
Pembahasan: Ketika mendengar suara motor suaminya, Ny. X takut
suaminya akan melakukan tindak kekerasan padanya lagi. Kekerasan yang
dialami dapat menimbulkan dampak psikologis seperti ketakutan,
kecemasan, kurangnya rasa percaya diri, harga diri rendah dan dapat
menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti depresi berat ataupun
post traumatic stress disorder (PTSD).
4. Tinggal di rumah mertua karena tidak bekerja lagi.
Pembahasan: Faktor ekonomi atau kesenjangan ekonomi dapat menjadi
penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Apalagi Ny. X sudah
tidak bekerja lagi. Ditambah Ny. X yang tinggal di rumah mertuanya yang
mendukung suaminya.
Link references 1. http://www.kejari-jaksel.go.id/files/document/1252128038.pdf
Web (copy url dari 2. http://jurnal.fkm.unad.ac.id/index.php/jkma/
jurnal yang anda 3. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/view/284
jadikan referensi) 4. http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/esensia/article/download/172-
08/1143
5. http://eprints.umm.ac.id/42098/

15
Recommendation 1. Dari kasus di atas, Ny. X sudah menunjukkan gejala gangguan yang
(beri opini anda berdampak pada psikologisnya. Karena itu, prevensi yang dapat dilakukan
dengan alasan pada Ny. X adalah dengan prevensi sekunder karena prevensi sekunder
rasional, singkat bertujuan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan mental.
jelas dan relevan) 2. Perlu diberikannya dukungan dan membangun hubungan terapeutik serta
konseling pada Ny. X untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme
koping yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar gejala
yang dialami tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan mental.
Integrity fact Dengan ini menyatakan Medan, 18 Maret 2019
bahwa tugas ini adalah benar Kelompok 3.3
karya saya, tidak plagiat dan 1. Mei Anugrah Waruwu (032017028)
menduplicat hasil karya
orang lain. Bila ternyata 2. Asrianti Lase (032017032)
terdapat plagiarism dan
duplikasi, maka saya 3. Astri Elvetta Mendrofa (032017047)
bersedia menerima segala
konsekuensinya

16
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi
dengan baik, tepat, dan bahagia. Dalam Prevensi keperawatan jiwa di bagi
menjadi 3 prevensi yaitu : Prevensi primer, prevensi tersier, prevensi sekunder.
Bagian-bagian dari prevensi itu menuju pada upaya pencegahan,penanggulangan,
dan rehabilitasi pada kesehatan jiwa.

3.2 Saran
Dalam kesehatan keperawatan jiwa, dalam melakukan pencegahan,
penanggulangan, dan rehabilitasi maka dilakukan tiga macam prevensi yang
terdiri dari : prevensi primer, prevensi sekunder, dan prevensi tersier. Prevensi
ini digunakan tujuannya untuk mencegah terjadinya gangguan mental yang
mengganggu fisik, batin, psikologis seseorang.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sriningsih.2010.Problem Kesehatan MentalMasyarakat Pedesaan. [Online]. Tersedia:


http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/Agustus-2010
https://www.researchgate.net/publication/317040335_Buku_Ajar_Keperawatan
Kesehatan_Jiwa/download/yusuf,Ah,Fitryasari,R.Nihayati,H.(2015)
www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/viewFile/1503/5338evaluasi

18

Вам также может понравиться