Вы находитесь на странице: 1из 28

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

“PERJANJIAN PEMBORONGAN “

SEMESTER VI (ENAM)
KODE MATA KULIAH : MKKS - 602
JUMLAH SKS 2

Disusun Oleh :
1. SISCHA GAN (1422201055)
2. ERY IRAWAN (1622201003)
3. FERRY FERDIAN (1622201006)
4. DESI NURKAROMAH (1622201022)
5. DEDEK KARTIKA DEWI (1622201012)
6. ARDIANSYAH RAMADHAN (1622201080)

Dosen Pengampu :
ZAINURI ,S.T.,M.T.

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
2018/2019

Page | ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah
memberikan nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga makalah “Aspek Hukum
Dalam Pembangunan” dapat diselesaikan. Aspek Hukum Dalam Pembangunan ini
dibuat sebagai bentuk rasa tanggung jawab kami sebaai mahasiswa dalam
memenuhi kewajiban dan juga untuk meningkatkan wawasan kami.
Dalam penyusunan makalah Aspek Hukum Dalam Pembangunan ini, kami
menyampaikan terimakasih kepada Bapak Zainuri, S.T,. M.T. selaku dosen
pengampu mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembangunan dan atas
bimbingannya makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan yang terdapat
didalamnya dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis mengharap
koreksi, kritik dan saran yang dapat membangun untuk perbaikan dan
kesempurnaan kami kedepannya. Penulis berharap makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembacanya.

Pekanbaru, Maret 2019


Penyusun

Kelompok 1

Page | iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB PERJANJIAN PEMBORONGAN


1.1 Pengertian dan Unsur – Unsur Perjanjian Borongan .......................................1
1.1.1 Pengertian perjanjian ............................................................................1
1.1.2 Bentuk perjanjian ................................................................................2
1.1.3 Unsur perjanjian pemborongan ..........................................................7
1.2 Syarat Sah Perjanjian Borongan ....................................................................10
1.3 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Borongan .........................13
1.4 Upah Dalam Perjanjian Borongan ..................................................................17

BAB PENUTUP
2.1 Kesimpulan ......................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

Page | iv
BAB
PERJANJIAN PEMBORONGAN

1.1 Pengertian dan Unsur – Unsur Perjanjian Borongan


1.1.1 Pengertian perjanjian
Hukum kontrak merupakan bagian hukum privat. Hukum ini memusatkan
perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan sendiri (self imposed obligation).
Dipandang sebagai hukum privat karena pelanggaran terhadap kewajiban-
kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak
yang berkontrak. Kontrak dalam bentuk yang paling klasik dipandang sebagai
ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian.
Paradigma baru hukum kontrak timbul dari dua dalil dibawah ini :
1. Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan adalah sah (geoorloofd)
2. Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan secara bebas adalah adil dan
memerlukan sanksi undang-undang
Kontrak dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai “perjanjian”.
Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dimana
masing-masing pihak yang ada didalamnya dituntut untuk melakukan satu atau
lebih prestasi. Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan “suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. R. Setiawan, menyebutkan bahwa
perjanjian ialah “perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata
yang menyebutkan : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Definisi
perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah
1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian.
2. Tidak tampak asas konsensualisme, dan
3. Bersifat dualisme.
Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya
disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut

Page | 1
dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam
doktrin. Jadi menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah
“Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.
Unsur-unsur perjanjian, menurut teori lama adalah sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan hukum.
2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang.
3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan.
4. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih.
5. Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung
satu sama lain.
6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau
timbal balik, dan
8. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-
undangan
Menurut teori baru yang dikemukan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian adalah “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Teori baru tersebut tidak hanya
melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya
atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian, menurut
teori baru yaitu :
1. Tahap Pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.
2. Tahap Contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak.
3. Tahap Post Contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian

1.1.2 Bentuk perjanjian


Menurut Subekti, Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan
pekerjaan dalam tiga macam yaitu :
1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu.
2. Perjanjian kerja/perburuhan
3. Perjanjian pemborongan pekerjaan.

Page | 2
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu adalah “suatu pihak
menghendaki dari pihak lawannya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai
sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah sedangkan apa yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak
lawan itu”.
Perjanjian kerja/perburuhan adalah “suatu perjanjian antara seorang “buruh”
dengan seorang “majikan” dimana perjanjian ditandai oleh ciriciri : adanya suatu
upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu “hubungan diperatas”
(bahasa Belanda “dienstverhouding”) yaitu hubungan berdasarkan mana pihak
yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh
orang lain.
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah “suatu perjanjian antara seorang
(pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang
memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran suatu jumlah uang
sebagai harga pemborongan.
Ketiga perjanjian tersebut memiliki persamaan yaitu “bahwa pihak yang
satu melakukan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan menerima upah”,
sedangkan perbedaan antara perjanjian kerja dengan perjanjian pemborongan dan
perjanjian menuaikan jasa yaitu “bahwa dalam perjanjian kerja terdapat unsur
subordinasi”. Sedang pada perjanjian pemborongan dan perjanjian menunaikan
jasa ada koordinasi.
Mengenai perbedaan antara perjanjian pemborongan dengan perjanjian
menunaikan jasa yaitu “bahwa dalam perjanjian pemborongan berupa
mewujudkan suatu karya tertentu sedangkan dalam perjanjian menunaikan jasa
berupa melaksanakan tugas tertentu yang ditentukan sebelumnya”. Dilihat dari
obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan perjanjian lain yaitu
“perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa dengan sama-sama menyebutkan
bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak
yang lain dengan pembayaran tertentu”.84 Perbedaannya satu dengan yang lain
ialah “bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan/kekuasaan antara
buruh dan majikan”.

Page | 3
Pada pemborongan pekerjaan dan perjanjian melakukan jasa tidak ada
hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara
mandiri, sedangkan perbedaannya dengan perjanjian melakukan jasa ialah “bahwa
pada perjanjian untuk melakukan jasa pembayaran dilakukan dengan imbalan
pembayaran upah yang tidak dipersetujukan lebih dahulu antara para pihak,
melainkan ditentukan berdasarkan tarif yang layak, sedang pada perjanjian kerja
dan perjanjian pemborongan pembayaran dipersetujukan sebelumnya antara para
pihak.85 Sebagai bentuk perjanjian tertentu maka perjanjian pemborongan tidak
terlepas dari ketentuan-ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam title I
sampai dengan title IV buku III KUHPerdata. Didalam buku ke III KUHPerdata
diatur mengenai ketentuan-ketentuan umum dari perjanjian yang berlaku terhadap
semua perjanjian, yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata
maupun jenis perjanjian baru yang belum ada aturannya dalam Undang-Undang.
Sebagai dasar perjanjian pemborongan bangunan diatur dalam Pasal 1601 b
KUHPerdata dengan definisi yaitu Pemborongan pekerjaan adalah “perjanjian,
dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak memborongkan,
dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.
pemborongan pekerjaan adalah “suatu persetujuan dengan mana pihak yang
satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan,
sedang pihak yang lain yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar
suatu harga ditentukan.88 Dari definisi diatas dapat dikatakan :
1. Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau dengan kata lain yang
terkait dalam perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja yaitu : Pihak
kesatu disebut yang memborongkan / prinsip / bouwheer / aanbesteder /
pemberi tugas dan sebagainya. Pihak kedua disebut pemborong / kontraktor
/ rekanan / annemer / pelaksana dan sebagainya
2. Bahwa objek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatu karya
(het maken van werk)
Didalam KUHPerdata, ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan
berlaku baik bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun
pada proyek-proyek pemerintah. Perjanjian pemborongan dalam KUHPerdata

Page | 4
bersifat pelengkap. Artinya ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan dalam
KUHPerdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau
para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-
ketentuan perjanjian pemborongan asal tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Apabila para pihak
perjanjian pemborongan membuat sendiri ketentuan-ketentuan dalam perjanjian
pemborongan maka ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata dapat melengkapi
apabila ada kekurangannya.
Dalam dunia proyek, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan
perjanjian pemborongan. Dimana istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai
keterikatan satu sama lain. Istilah pemborong memiliki cakupan yang lebih luas
dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja
berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan
dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum
kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah
hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan.
Menurut Pasal Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, Kontrak kerja konstruksi adalah “keseluruhan dokumen
yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”. Sehingga dalam penyelenggaraan
pengadaan di bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi
substansinya, kecuali mengenai segisegi hukum kontrak, undang-undang ini
cukup lengkap mengatur pengadaan jasa konstruksi.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan
menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang
membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi.
Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para pihak.
Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak
konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi adalah :

Page | 5
1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa.
2. Adanya objek, yaitu konstruksi.
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan
penyedia jasa.
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 telah menggunakan istilah “pekerjaan konstruksi”,
penggunaan istilah ini berbeda dengan yang digunakan dalam Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003. Dari sisi terminologi, istilah jasa pemborongan tidak
tepat, sebab sejak berlakunya Undangundang Nomor 18 tahun 1999 istilah ini
tidak digunakan lagi.93 Jenis kontrak dengan objek pekerjaan jasa konstruksi
adalah kontrak kerja konstruksi dan bukan kontrak pemborongan bangunan
sebagaimana lazim digunakan sebelum lahirnya undang-undang ini.
Kontrak kerja konstruksi meliputi tiga bidang pekerjaan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan. Pada prinsipnya, pelaksanaan masing-masing jenis
pekerjaan ini harus dilakukan oleh penyedia jasa secara terpisah dalam suatu
pekerjaan konstruksi. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik kepentingan.
Dengan demikian tidak dibenarkan ada perangkapan fungsi, misalnya pelaksana
konstruksi merangkap konsultan pengawas atau konsultan perencana merangkap
pengawas. Perkecualian terhadap prinsip ini dimungkinkan untuk pekerjaan yang
bersifat kompleks, memerlukan teknologi canggih serta mengandung resiko besar,
seperti pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga listrik dan reaktor nuklir.
Cakupan atau layanan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 15 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 adalah seluruh
pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pekerjaan konstruksi menurut Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 meliputi 3 (tiga) bidang pekerjaan yakni : perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan konstruksi. Penggunaan istilah ini lebih sesuai dan
menunjukkan konsistensi dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi sebagai produk hukum yang lebih tinggi menyangkut bidang
konstruksi.

Page | 6
1.1.3 Unsur perjanjian pemborongan
Dalam perjanjian pemborongan selain dikenal pihak-pihak yang terkait
dalam perjanjian pemborongan atau pihak-pihak dalam perjanjian pemborongan
yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong, dikenal juga pihak-
pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan. Adapun pihak-pihak yang
terkait dalam perjanjian pemborongan dibedakan antara pihak-pihak yang
langsung terkait dalam perjanjian pemborongan dan pihak-pihak yang tidak
langsung terkait dalam perjanjian pemborongan seperti buruh/tenaga kerja,
leveransir dan sebagainya.
Mengenai pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan
disebut peserta dalam perjanjian pemborongan yang terdiri dari unsur-unsur :
1. Yang memborongkan/prinsipil/bouwheer/aanbesteder/pemberi tugas dan
sebagainya.
2. Pemborong/kontraktor/rekanan/aannemer/pelaksana dan sebagainya.
3. Perencana/Arsitek
4. Direksi/Pengawas
Berikut penjelasan dari unsur-unsur perjanjian pemborongan :
1. Yang Memborongkan
Yang memborongkan dapat berupa perorangan maupun badan hukum baik
pemerintah maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah sebagai pihak yang
memborongkan adalah Departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang
memborongkan yang mempunyai rencana/prakarsa memborongkan proyek sesuai
dengan Surat Perjanjian Pembrongan/Kontrak dan apa yang tercantum dalam
bestek dan syarat-syarat. Yang memborongkan dalam pelaksanaan perjanjian
pemborongan akan menunjuk seorang wakil yang memiliki kemampuan untuk
menjadi pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek/Kepala kantor/Kepala satuan
kerja.
2. Pemborong
Pemborong/Kontraktor Bangunan adalah perusahaan-perusahaan yang
bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak
dalam bidang pelaksanaan pemborongan (Dewan Teknis Pembangunan
Indonesia). Pemborong bisa perorangan maupun badan hukum, baik pemerintah

Page | 7
maupun swasta. Bagi proyek-proyek pemerintah, pemborong harus berbadan
hukum.
Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong diatur sebagai
berikut :
a. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya
pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.
b. Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan
pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut
perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat
perintah kerja, surat perjanjian kerja/kontrak.
c. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak
swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan
yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat perintah kerja, surat
perjanjian pemborongan/kontrak.
3. Perencana/Arsitek
Perencana dapat dari pihak pemerintah ataupun swasta (konsultan
perencana). Perencana merupakan peserta namun bukan merupakan pihak dalam
perjanjian. Perencana hanya mempunyai hubungan hukum dengan si pemberi
kerja yang ditentukan atas dasar perjanjian tersendiri diluar perjanjian
pemborongan. Hubungan kerja antara perencana dengan pemberi kerja pada
pokoknya adalah bahwa perencana bertindak sebagai penasehat dan sebagai wakil
boowheer dan melakukan pengawasan mengenai pelaksanaan pekerjaan.
4. Direksi/Pengawas
Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborong.
Disini pengawas memberi petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan,
memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya
membuat penilaian opname dari pekerjaan. Selain itu, pada waktu pelelangan
pekerjaan, direksi bertugas sebagai panitia pelelangan yaitu : mengadakan
pengumuman pelelangan yang akan dilaksanakan, memberikan penjelasan
mengenai RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat) untuk
pemboronganpemborongan/pembelian dan membuat berita acara penjelasan,
melaksanakan pembukuan surat penawaran dan membuat surat berita acara

Page | 8
pembukuan surat penawaran, mengadakan penilaian dan menetapkan calon
pemenang serta membuat berita acara hasil pelelangan dan sebagainya. Hubungan
direksi dengan pemberi tugas dituangkan dengan perjanjian pemberian kuasa
(Pasal 1792-1819 KUHPerdata).
Hubungan hukum antara direksi/pengawas dengan yang memborongkan diatur
sebagai berikut :
a. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak
pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.
b. Apabila direksi pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak
pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian
kuasa, dimana yang memberi kuasa pihak yang memborongkan
(pemerintah) sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi (swasta).
c. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta
maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa.
Keempat unsur tersebut diatas sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
teknologi sebaiknya terpisah satu sama lain sehingga hasil pekerjaan lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Jika keempat unsur tersebut ada didalam satu tangan
disebut swakelola/eigenbeheer. Proyekproyek pemerintah yang dilakukan secara
swakelola seperti :
1. Proyek yang tidak bisa ditunda-tunda karena adanya bencana alam.
2. Proyek-proyek yang sifatnya menyangkut segi keamanan seperti gudang
penyimpanan senjata, percetakan uang negara dan sebagainya.
3. Tidak adanya pemborong yang mau mengerjakan proyek tersebut

1.2 Syarat Sah Perjanjian Borongan


Salah satu persoalan penting di dalam hukum perjanjian atau kontrak adalah
penentuan keabsahan suatu perjanjian. Tolok ukur keabsahan perjanjian tersebut
di dalam sistem hukum perjanjian Indonesia ditemukan dalam Pasal 1320
KUHPerdata.
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu :

Page | 9
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (de toesteming van degenen
die zich verbinden).
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (de bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan).
3. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp) ; dan
4. Suatu sebab yang halal (eene geoorloofde oorzaak).
Keempat syarat tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam :
2 Dua syarat pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan
perjanjian (syarat subyektif)
3 Dua syarat pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek
perjanjian (syarat obyektif).
Syarat subyektif mencakup adanya syarat kesepakatan secara bebas dari
para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan
perjanjian. Sedangkan syarat obyektif merupakan obyek yang diperjanjikan, dan
causa dari obyek berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan.
Tidak terpenuhinya salah satu syarat dari ke empat syarat tersebut
menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian diancam dengan kebatalan,
baik dalam bentuk dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap syarat
subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya syarat
obyektif).
Berikut penjelasan dari 4 (empat) syarat perjanjian :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para
pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau
saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak
dengan tidak ada paksaan,kekeliruan dan penipuan. Persetujuan mana dapat
dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan
perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan

Page | 10
tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan sesuatu
perbuatan tertentu.
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, mereka yang tidak cakap membuat suatu
perjanjian adalah :
a. Orang yang belum dewasa.
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang undang
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Akibat hukum dari ketidakcakapan adalah bahwa perjanjian yang telah
dibuat dan dapat di mintakan pembatalannya kepada hakim. Yang dimaksud
dengan kecapakan dalam hal ini adalah keabsahan untuk bertindak sebagai para
pihak dalam perjanjian pemborongan. Dalam perjanjian pemborongan ini
dilakukan berdasarkan orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Untuk menentukan ukuran
kedewasaan seseorang ditentukan dengan orang tersebut sudah berumur 21 tahun
dan atau orang tersebut sudah pernah kawin.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang/jasa yang menjadi obyek
suatu perjanjian. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata ditentukan bahwa “barang-
barang yang bisa dijadikan obyek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat
diperdagangkan”. Lazimnya barang-barang yang diperdagangkan untuk
kepentingan umum, dianggap sebagai barang-barang diluar perdagangan sehingga
tidak dapat dijadikan obyek perjanjian. Sedangkan menurut Pasal 1333
KUHPerdata ayat (1) menyebutkan bahwa “suatu perjanjian harus mempunyai
sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”. Mengenai
jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan atau
dihitung.
4. Suatu sebab yang halal
Yang dimaksud dengan suatu halal tertentu dalam hal ini adalah perjanjian
untuk melakukan program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan. Suatu
sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian.

Page | 11
Melihat ketentuan dalam Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu
perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu yang palsu atau
terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Perjanjian tanpa sebab apabila perjanjian
itu dibuat dengan tujuan yang tidak pasti atau kabur. Perjanjian yang dibuat
karena sebab yang palsu, tujuannya untuk menutupi apa yang sebenarnya hendak
dicapai dalam perjanjian tersebut. Akhirnya, Pasal 1337 KUHPerdata menentukan
bahwa “sesuatu sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum”. Semua perjanjian yang tidak
memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum.
Untuk menyatakan demikian, diperlukan formalitas tertentu, yaitu dengan putusan
pengadilan. Yang dimaksud dalam suatu sebab halal dalam hal ini adalah untuk
melakukan rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan.

1.3 Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Borongan


Pada umumnya dalam setiap perikatan, pemenuhan prestasi yang
berhubungan dengan kedua hal tersebut (schuld dan haftung) terletak di pundak
salah satu pihak dalam perikatan, yang pada umumnya disebut “debitur”. Prestasi
untuk melaksanakan kewajiban diatas memiliki dua unsur penting. Pertama
berhubungan dengan persoalan tanggung jawab atas pelaksanaan prestasi oleh
pihak yang berkewajiban (schuld). Kedua berkaitan dengan pertanggungjawaban
pemenuhan kewajiban dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban tanpa
memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban untuk memenuhi kewajiban
(haftung).
Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa terdapat hubungan
hukum, dimana pemenuhan prestasinya tidak dapat dituntu oleh pihak terhadap
siapa kewajiban harus dipenuhi (kreditur) oleh karena tidak ada harta
kekayaannya yang dijaminkan untuk memenuhi perikatan tersebut. Jadi dalam hal
ini tidak dimungkinkan terjadinya perikatan yang prestasinya ada tetapi tidak
dapat dituntut pelaksanaannya (natuurlijke verbintenis) atau dengan kata lain
dimungkinkan terbentuknya perikatan yang menimbulkan schuld tetapi tanpa
haftung. 120 Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi yang dijanjikan adalah :
1. Untuk memberikan sesuatu (to geven)

Page | 12
2. Untuk berbuat sesuatu (to doen)
3. Untuk tidak berbuat sesuatu (of nien to doen)
Prestasi ini menimbulkan adanya hak dan kewajiban para pihak. Misalnya
prestasi memberikan sesuatu (to geven) maka pihak yang satu berkewajiban untuk
menyerahkan atau melever (levering) sesuatu/benda dan pihak lain berhak
menerima benda tersebut. Hal ini diatur di dalam Pasal 1235 KUHPerdata.
Dengan demikian, pemenuhan prestasi merupakan kewajiban. Prestasi tidak hanya
memberikan hak kepada satu pihak lalu berkewajiban kepada pihak lain, tetapi
prestasi memberikan hak sekaligus kewajiban pada masing-masing pihak.
Disinilah letak keseimbangan dari suatu perjanjian karena sudah menjadi
kebiasaan manusia untuk saling tergantung. Tidak ada manusia yang rela hidup
hanya melaksanakan kewajiban tetapi tidak pernah menerima hak. Perjanjian yang
dibuat oleh kedua belah pihak secara sah menjadi tolak ukur hubungan mereka
dalam pelaksanaan hak dan kewajiban dimana mereka sepakati bersama dan
berlaku sebagai undangundang baginya. Dengan demikian, Pasal 1339
KUHPerdata memungkinkan munculnya hak dan kewajiban bagi para pihak
diluar yang disetujui tetapi dianggap sebagai hak maupun kewajiban berdasarkan
kepatutan, kebiasaan dan undang-undang yang ada. Mengenai hak-hak dan
kewajiban dari para pihak dalam perjanjian pemborongan bangunan hanya sedikit
sekali diatur dalam KUHPerdata. Sebagian besar hak-hak dan kewajiban diatur
dalam peraturan standar pemborongan bangunan AV 1941 (Algemene
Voorwarden voor de uitvoering bij aaneming van openbare werken in Indonesia)
artinya syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di
Indonesia, kemudian diatur secara terperinci dalam perjanjian pemborongan, juga
dalam bestek dan syarat (rencana kerja dan syarat).
AV 1941 ditetapkan dengan surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda
tanggal 28 Mei 1941 No.9. AV 1941 terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu :
1. Bagian kesatu tentang syarat-syarat administratif.
2. Bagian kedua tentang syarat-syarat bahan
3. Bagian ketiga tentang syarat-syarat teknis.
Di Indonesia hak-hak dan kewajiban dari para pihak yaitu pemberi tugas
dan pemborong, dalam peraturan perundangan yang baru tentang pemborongan

Page | 13
bangunan nanti hendaknya sebanyak mungkin dapat diatur dalam undang-undang
secara khusus, sehingga ketentuan undang-undang tersebut dapat diterapkan
langsung pada perjanjian pemborong bangunan, manakala dalam perjanjian
tersebut tidak mengatur sendiri secara khusus.
Hak dari pemberi tugas adalah berhak atas hasil akhir yang dicapai oleh
pihak pemborong sesuai dengan apa yang diperjanjikan termasuk jaminan mutu
dan kualitas pekerjaan. Sedangkan kewajiban pemberi tugas adalah membayar
jumlah harga borongan sebagaimana yang tercantum dalam kontrak apabila
pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan perjanjian dan pembayaran dilakukan
secara bertahap.
Hak dari pemborong adalah berhak atas pembayaran sesuai dengan
perjanjian apabila pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya, sedangkan
kewajiban melaksanakan pekerjaan pemborongan sesuai dengan kontrak, rencana
kerja dan syarat-syarat yang telah ditetapkan (bestek). Bestek adalah uraian
tentang rencana pekerjaan dan syarat-syarat yang ditetapkan disertai dengan
gambar.
Dalam Lampiran II, III, IV-B,V Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
disebutkan bahwa hak dan kewajiban pihak pengguna barang/jasa dan pihak
penyedia barang/jasa dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hak dan Kewajiban pihak pengguna/PPK barang/jasa :
1. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia.
2. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia.
3. Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam
kontrak yang telah ditetapkan kepada penyedia, dan
4. Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan
kontrak.
5. Mengatur mengenai peralatan dan bahan yang disediakan oleh
pengguna/PPK untuk kebutuhan pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia.
Pada saat berakhirnya kontrak, penyedia harus menyerahkan peralatan
dan bahan sisa sesusai dengan instruksi pengguna/PPK.

Page | 14
b. Hak dan Kewajiban penyedia :
1. Berhak menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak.
2. Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana
dari pihak pengguna/PPK barang/jasa untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
3. Wajib melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada
pengguna/PPK.
4. Wajib melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal
pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak.
5. Wajib memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk
pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan pengguna/PPK.
6. Wajib menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan
pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak, dan
7. Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk
melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan
gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan
penyedia.
8. Penyedia melaksanakan perjanjian dan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadanya dengan penuh bertanggungjawab, ketekunan,
efisien dan ekonomis serta memenuhi kriteria teknik profesional dan
melindungi secara efektif peralatan, mesin, material yang berkaitan
dengan pekerjaan dalam kontrak.
9. Penyedia dalam melaksanakan jasa konsultasi sesuai dengan hukum
yang berlaku di Indonesia. Pengguna/PPK secara tertulis akan
memberitahukan kepada penyedia mengenai kebiasaan-kebiasaan
setempat.
10. Penyedia tidak akan menerima keuntungan untuk mereka sendiri dari
komisi usaha (trade commision), rabat (discount) atau pembayaran-
pembayaran lain yang berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan jasa
konsultasi.

Page | 15
11. Penyedia setuju bahwa selama pelaksanaan kontrak, penyedia
dinyatakan tidak berwenang untuk melaksanakan jasa konsultasi
maupun mengadakan barang yang tidak sesuai dengan kontrak.
12. Penyedia dilarang baik secara langsung atau tidak langsung melakukan
kegiatan yang akan menimbulkan pertentangan kepentingan (conflict of
interest) dengan kegiatan yang merupakan tugas penyedia.
13. Tanggung jawab penyedia merupakan ketentuan mengenai halhal
pertanggungjawaban penyedia sesuai dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.
14. Pemeriksaan keuangan merupakan ketentuan mengenai kewajiban
penyedia untuk merinci setiap biaya-biaya yang berhubungan dengan
pelaksanaan perjanjian, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan
keuangan. Selain itu, dengan sepengetahuan penyedia atau kuasanya,
pengguna/PPK dapat memeriksa dan menggandakan dokumen
pengeluaran yang telah diaudit sampai 1 (satu) tahun setelah berakhirnya
kontrak.
15. Ketentuan mengenai dokumen-dokumen yang disiapkan oleh penyedia
dan menjadi hak milik pengguna/PPK : mengatur bahwa semua
rancangan, gambar-gambar, spesifikasi, disain, laporan dan dokumen-
dokumen lain serta software yang disiapkan oleh penyedia jasa menjadi
hak milik pengguna/PPK. Penyedia, segera setelah pekerjaan selesai
atau berakhirnya kontrak harus menyerahkan seluruh dokumen dan data
pendukung lainnya kepada pengguna/PPK. Penyedia dapat menyimpan
salinan dari dokumen-dokumen tersebut.

1.4 Upah Dalam Perjanjian Borongan


Dalam pelaksanaan setiap perjanjian yang melibatkan dua pihak pastilah
mempunyai hak dan kewajiban/prestasi yang harus dilaksanakan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan terlebih dalam menentukan upah yang mana untuk
menentukan upah tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan yang tertuang
dalam isi perjanjian. Menurut Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2015 menyatakan bahwa upah ialah “Hak pekerja/buruh yang diterima dan

Page | 16
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja
kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau
akan dilakukan”.
Menurut Pasal 1601 KUHPerdarta menyatakan bahwa upah ialah “Untuk
menghitung upah seharinya yang ditetapkan dalam uang, maka pemakaian satu
hari ditetapkan atas sepuluh jam, satu minggu atas enam hari, satu bulan atas dua
puluh lima hari dan satu tahun atas tiga ratus hari. Jika upah seluruhnya atau
sebagian ditetapkan secara lain daripada menurut waktu, maka sebagai upah
harian yang ditetapkan dalam jumlah uang harus diambil upah rata-rata dari si
buruh, dihitung selama tiga puluh hari kerja yang telah lalu ; jika terdapat ukuran
seperti itu maka sebagai upah harus diambil upah yang biasa untuk pekerjaan
yang paling menyerupai, mengingat sifat, tempat dan waktu”.
Dalam KUHPerdata tidak ada ketentuan mengenai uang muka dan
pembayaran prestasi kerja, maka ketentuan mengenai uang muka dan pembayaran
prestasi kerja diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
Dalam Pasal 88 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 disebutkan mengenai
uang muka :
Ayat (1) Uang muka dapat diberikan kepada Penyedia barang/jasa untuk :
a. Mobilisasi alat dan tenaga kerja
b. Pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material
c. Persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan pengadaan
barang/jasa.
Ayat (2) Uang muka dapat diberikan kepada Penyedia barang/jasa dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. PPK menyetujui rencana penggunaan uang muka yang diajukan oleh
penyedia barang/jasa.
b. Untuk usaha kecil, uang muka dapat diberikan paling tinggi 30% (tiga pulu
persen) dari nilai Kontrak Pengadaan Barang/Jasa

Page | 17
c. Untuk usaha nonkecil dan Penyedia jasa konsultasi, uang muka dapat
diberikan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari nilai Kontrak
Pengadaan Barang/Jasa
d. Untuk kontrak tahun jamak, uang muka dapat diberikan ; 1) 20% (dua puluh
persen) dari kontrak tahun pertama atau 2) 15% (lima belas persen) dari
nilai kontrak.
Ayat (3) Uang muka yang telah diberikan kepada Penyedia barang/jasa, harus
segera dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana
penggunaan uang muka yang telah mendapat persetujuan PPK.
Ayat (4) Nilai jaminan uang muka secara bertahap dapat dikurangi secara
proposional sesuai dengan pencapaian prestasi pekerjaan.
Dalam hal melakukan pembayaran, termasuk pembayaran upah dalam
perjanjian borongan menggunakan mata uang Rupiah yang dimana sudah diatur
dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang. Dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa “Rupiah
wajib digunakan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran maka
dalam penyelesaian kewajiban harus dipenuhi dengan uang”. Sehingga dengan
adanya ketentuan seperti itu maka setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan mata uang Rupiah. Namun
Rupiah tidak bisa digunakan dalam hal penerimaan atau pemberiaan hibah dari
atau ke luar negeri dan transaksi perdagangan Internasional.

Page | 18
BAB
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah “suatu perjanjian antara seorang
(pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang
memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan atas pembayaran suatu jumlah uang
sebagai harga pemborongan.
Dalam Lampiran II, III, IV-B,V Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
disebutkan bahwa hak dan kewajiban pihak pengguna barang/jasa dan pihak
penyedia barang/jasa dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hak dan Kewajiban pihak pengguna/PPK barang/jasa :
1. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia.
2. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan oleh penyedia.
3. Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak
yang telah ditetapkan kepada penyedia, dan
4. Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.
5. Mengatur mengenai peralatan dan bahan yang disediakan oleh
pengguna/PPK untuk kebutuhan pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia. Pada
saat berakhirnya kontrak, penyedia harus menyerahkan peralatan dan bahan
sisa sesusai dengan instruksi pengguna/PPK.
Hak dan Kewajiban penyedia :
1. Berhak menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
harga yang telah ditentukan dalam kontrak.
2. Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari
pihak pengguna/PPK barang/jasa untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan
sesuai ketentuan kontrak.
3. Wajib melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada
pengguna/PPK.

Page | 19
4. Wajib melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal
pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak.
5. Wajib memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk
pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan pengguna/PPK.
6. Wajib menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan
pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak, dan
7. Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang memadai untuk
melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan
gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan penyedia.
8. Penyedia melaksanakan perjanjian dan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadanya dengan penuh bertanggungjawab, ketekunan, efisien
dan ekonomis serta memenuhi kriteria teknik profesional dan melindungi
secara efektif peralatan, mesin, material yang berkaitan dengan pekerjaan
dalam kontrak.
9. Penyedia dalam melaksanakan jasa konsultasi sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia. Pengguna/PPK secara tertulis akan memberitahukan
kepada penyedia mengenai kebiasaan-kebiasaan setempat.
10. Penyedia tidak akan menerima keuntungan untuk mereka sendiri dari komisi
usaha (trade commision), rabat (discount) atau pembayaran-pembayaran
lain yang berhubungan dengan kegiatan pelaksanaan jasa konsultasi.
11. Penyedia setuju bahwa selama pelaksanaan kontrak, penyedia dinyatakan
tidak berwenang untuk melaksanakan jasa konsultasi maupun mengadakan
barang yang tidak sesuai dengan kontrak.
12. Penyedia dilarang baik secara langsung atau tidak langsung melakukan
kegiatan yang akan menimbulkan pertentangan kepentingan (conflict of
interest) dengan kegiatan yang merupakan tugas penyedia.
13. Tanggung jawab penyedia merupakan ketentuan mengenai halhal
pertanggungjawaban penyedia sesuai dengan hukum yang berlaku di
Indonesia.
14. Pemeriksaan keuangan merupakan ketentuan mengenai kewajiban penyedia
untuk merinci setiap biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan
perjanjian, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan keuangan. Selain itu,

Page | 20
dengan sepengetahuan penyedia atau kuasanya, pengguna/PPK dapat
memeriksa dan menggandakan dokumen pengeluaran yang telah diaudit
sampai 1 (satu) tahun setelah berakhirnya kontrak.
15. Ketentuan mengenai dokumen-dokumen yang disiapkan oleh penyedia dan
menjadi hak milik pengguna/PPK : mengatur bahwa semua rancangan,
gambar-gambar, spesifikasi, disain, laporan dan dokumen-dokumen lain
serta software yang disiapkan oleh penyedia jasa menjadi hak milik
pengguna/PPK. Penyedia, segera setelah pekerjaan selesai atau berakhirnya
kontrak harus menyerahkan seluruh dokumen dan data pendukung lainnya
kepada pengguna/PPK. Penyedia dapat menyimpan salinan dari dokumen-
dokumen tersebut.

Page | 21
DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal Online :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66419/Chapter
%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
2. Jurnal Online :
http://scholar.unand.ac.id/14634/2/BAB%20I.pdf

Page | 22
CONTOH SOAL :
1. Undang-Undang yang mengatur pembangunan nasional ?
Jawaban : 1. Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).
3. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
4. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
5. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
6. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja
dan Anggaran Kementrian/Lembaga yang direvisi menjadi
Peraturan Pemerintah No. 90 tahun 2010.
7. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tatacara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
8. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional.
9. Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintah antar Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, Kabupaten dan Kota.
10. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan,
Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah.
11. Peraturan Mentri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang
Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
12. Peraturan Presiden No 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Page | 23
2. Apa pengertian hukum dan mengapa harus ada hukum dalam kehidupan ?
Jawaban: Hukum adalah segala peraturan yang bersifat mengikat dan
memaksa yang jika dilanggar akan mengakibatkan diberikannya
sanksi atau hukuman bagi si pelanggar yang bertujuan untuk
mengatur tingkah laku manusia agar tercipta ketertiban,
kenyamanan, keamanan, dan keadilan. Namun perlu diketahui
bahwa hingga saat ini belum ada defenisi baku yang disepakai
untuk pengertian “hukum”. Alasan mengapa harus ada hukum
dalam kehidupan adalah untuk mengatur tingkah laku manusia agar
tercipta ketertiban, kenyamanan, keamanan, keamanan, dan
keadilan. Tentu kita bisa bayangkan kalau tidak ada hukum atau
aturan dalam kehidupan sehari-hari bukan? Ketiadaan
hukum/aturan dapat menyebabkan kekacauan dalam kehidupan
sehari-hari karena orang-orang akan berbuat sesuka hatinya karena
mereka bebas berbuat apa saja tanpa adanya perasaan takut akan
terkena sanksi atas perbuatannya.

3. Apa saja ruang lingkup yang ada dalam perencanaan pembangunan nasional ?
Jawaban : 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-
Nasional).
2.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-
Nasional).
3. Renstra Kementerian/Lembaga (Renstra KL) Peraturan
Pimpinan KL.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres.
5. Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja KL) Peraturan
Pimpinan KL.

4. Apa yang dimaksud dengan perjanjian pemborongan ?


Jawaban : Perjanjian pemborongan sebagai suatu persetujuan dengan mana
pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain,

Page | 24
yang memborongkan mengikatkan diri untuk membayar suatu
harga yang telah ditentukan.

5. Sumber hukum bisnis/ekonomi pada Aspek Hukum terdiri dari sumber


hukum apa saja ?
Jawaban : 1. Perundang-undangan
1. Perjanjian/Kontrak perusahaan
2. Traktat
3. Yurispudensi
4. Kebiasaan-kebiasaan
5. Doktrin

Page | 25

Вам также может понравиться