Вы находитесь на странице: 1из 14

METASTATIC SPINAL CORD COMPRESSION

PRESENTASI KASUS STASE REHABILITASI MEDIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai


Derajat Dokter Spesialis I

Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik


Minat Utama Neurologi

Diajukan oleh:
PUTU GEDE SUDIRA
11/326346/PKU/12873

BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

1
PRESENTASI KASUS NEUROLOGI STASE REHABILITASI MEDIS
Kamis, 27 November 2015
Presentan : dr. Putu Gede Sudira
Pembimbing : dr. Ahmad Fuath, Sp.KFR
dr. Pujiatun, Sp.KFR
dr. Bernita, Sp.KFR
dr. Lulus Hardiyanti, Sp.KFR

IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Alamat : Gedong Tengen Yogyakarta
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Masuk RS : 27 Oktober 2015
No RM : 01.70.44.03 (JKN non-PBI)

ANAMNESIS
Diperoleh dari pasien dan keluarga (7 November 2015)

KELUHAN UTAMA
Nyeri punggung bawah disertai kelemahan kedua tungkai

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Enam bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai merasakan nyeri punggung
bawah. Nyeri dirasakan terutama saat beraktivitas, berlangsung selama beberapa menit, dan
berkurang dengan beristirahat. Nyeri dirasakan seperti rasa pegal dan terkadang rasa seperti
tertusuk benda tajam. Pasien sering mengemudikan mobil jarak jauh dan mengangkat karung
beras dengan berat lebih dari 50 kg. Disangkal penjalaran nyeri dari punggung belakang
hingga tungkai bawah, kelemahan tungkai, kesemutan atau baal di kedua tungkai, dan
gangguan BAB/BAK.
Empat bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan nyeri makin sering dirasakan. Nyeri
sering diikuti dengan rasa kesemutan yang menjalar hingga tungkai kanan bawah. Pasien
mulai merasakan kelemahan tungkai kanan yang ditandai dengan sering terlepasnya sandal
jepit saat sedang berjalan. Pasien berhenti dari pekerjaannya.
Dua bulan sebelum masuk rumah sakit keluhan nyeri kian bertambah. Nyeri dan
kesemutan menjalar hingga kedua tungkai bawah, keluhan lebih berat pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Pasien mulai kesulitan untuk bangkit dan berjalan. Kedua tungkai
terasa berat, sisi kanan lebih berat dibandingkan sisi kiri. Pasien lebih sering duduk, karena
posisi berdiri ataupun duduk terasa tidak nyaman. Disangkal gangguan BAB/BAK dan rasa
baal atau kesemutan terus-menerus di kedua tungkai.
Hari masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri terasa sangat mengganggu. Nyeri dari
punggung bawah yang kadang menjalar hingga kedua tungkai bawah saat perubahan posisi
tubuh. Pasien hanya bisa tiduran karena rasa nyeri muncul saat pasien dalam posisi duduk.
Pasien mengeluhkan kesulitan untuk menggerakkan kedua tungkainya, terutama sisi kanan.
Pasien kesulitan mengangkat tungkai kanannya jika tidak diberi bantuan. Pasien mengalami
penurunan berat badan 10 kg dalam empat bulan terakhir. Disangkal gangguan BAB/BAK,

2
rasa baal atau kesemutan terus-menerus di kedua tungkai, batuk lama, mudah berkeringat di
malam hari, atau munculnya benjolan di tubuh.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Disangkal riwayat trauma langsung pada tulang belakang, penyakit DM, HT, stroke,
TB, dan keganasan.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Disangkal riwayat penyakit serupa.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien adalah tinggal dengan ibu, istri, dan kedua anaknya. Selama dirawat pasien
ditunggui oleh istri dan ibunya. Biaya pengobatan ditanggung oleh keluarga sebagai pasien
umum dan dirawat di kelas tiga.

ANAMNESIS SISTEM
Sistem serebrospinal : nyeri punggung bawah dengan penjalaran hingga kedua
tungkai bawah, kelemahan kedua tungkai.
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan

RESUME ANAMNESIS
Seorang pasien pria berusia 49 tahun dengan keluhan nyeri punggung bawah yang
menjalar hingga kedua tungkai bawah, kelemahan kedua tungkai terutama sisi kanan, dan
penurunan BB 10 kg sejak 4 bulan terakhir.

DISKUSI I
Berdasarkan hasil anamnesis pasien didapatkan keluhan nyeri punggung bawah yang
menjalar hingga kedua tungkai bawah dan kelemahan kedua tungkai terutama sisi kanan
sejak 4 bulan terakhir. Gambaran klinis yang terjadi pada pasien mengarah pada kecurigaan
suatu proses sekunder yang berujung pada kanalis stenosis.
Nyeri yang timbul di daerah punggung bawah dapat disebabkan oleh adanya gangguan
pada daerah peka nyeri (kulit, jaringan subkutan, kapsul sendi faset dan sendi sakroiliaka,
ligamentum, periosteum vertebrae dan fasia, tendon, aponeurosis korpus vertebrae, lapisan
luar anulus fibrosus, durameter bagian anterior, jaringan epidural fibroadiposa, terutama
durameter yang melapisi radiks, dan dinding pembuluh darah (Victor & Ropper, 2002).
Berdasarkan keterlibatan organ, nyeri punggung dapat dikelompokan menjadi a)
viserogenik, b) vaskuler, c) neurogenik, d) spondilogenik, dan e) psikogenik. Sedangkan
berdasar durasi klinis, gejala nyeri punggung bawah diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : 1)
nyeri punggung bawah akut (kurang dari 6 minggu), 2) nyeri punggung bawah subakut
(antara 6-12 minggu), dan 3) nyeri punggung bawah kronik yang lebih dari 12 minggu
(Victor & Ropper, 2002).
Keterlibatan osteogenik, termasuk di dalamnya adalah tulang dan otot akan
memberikan nyeri yang sifatnya inflamasi. Karakteristik nyeri berupa nyeri, teraba hangat,
bengkak, berwarna kemerahan, dan penurunan fungsi (range of motion/ ROM). Keterlibatan
neurogenik, termasuk di dalamnya radiks dan saraf akan memberikan nyeri yang disertai

3
sensasi terbakar, tersetrum, dingin, dam seperti tersayat pisau. Tidak ditemukannya
keterlibatan dua hal di atas, disertai pola kepribadian seseorang akan menimbulkan
munculnya nyeri dengan tipe fungsional (Victor & Ropper, 2002).
Pada kasus ini, nyeri yang ditimbulkan pada awalnya terbatas pada osteogenik yang
ditandai dengan rasa pegal dan nyeri yang muncul saat aktivitas dan membaik dengan
istirahat. Nyeri ini muncul sejak 6 bulan sebelum pasien masuk rumah sakit. Progresifitas
nyeri setelah dua bulan ditandai dengan mulai munculnya keterlibatan radiks lumbosakral.
Nyeri disertai penjalaran hingga mata kaki atau tungkai bawah. Perluasan proses patologis
nyeri meluas dari osteogenik hingga munculnya keterlibatan radiks sisi kanan, yang akhirnya
diikuti radiks sisi kiri.
Kasus pasien dengan nyeri punggung harus mempertimbangkan adanya kelainan yang
bersifat serius, dengan observasi timbulnya “red flags”, yaitu (Suryamiharja, 2002):
a. Kanker atau infeksi
 usia >50 tahun atau <20 tahun
 riwayat kanker
 penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
 terapi imunosupresan
 UTI, iv drug abuse, demam, menggigil.
 Nyeri punggung tidak membaik dengan istirahat.
b. Fraktur vertebra
 riwayat trauma yang bermakna
 penggunaan steroid dalam jangka lama
 usia >70 tahun
c. Sindrom kauda ekuina atau defisit neurologik berat
 retensi urin akut atau overflow inkontinensia
 inkontinensia alvi atau atoni sfingter ani
 saddle anaesthesia
 paraparesis progresif atau paraplegia
Perjalanan klinis pasien ini mengalami proses lanjutan, ditandai dengan proses
perluasan patologis hingga menyebabkan pendesakan pada medula spinalis segmen anterior
(segmen motorik). Pasien kesulitan untuk menggerakkan kedua tungkai bawahnya
(paraparesis). Paresis adalah bentuk parsial dari paralisis/ plegia yang berarti hilangnya fungsi
motorik. Berdasarkan pemeriksaan klinis dan studi fisiologis dikenal 2 tipe paresis atau
paralisis/ plegia, yaitu (Victor & Ropper, 2002): akibat keterlibatan lower motor neuron
(LMN), dan akibat keterlibatan upper motor neuron (UMN). Kelemahan UMN pada kedua
anggota gerak bawah adalah akibat dari gangguan pada medula spinalis, sementara tipe LMN
disebabkan lesi pada kauda equina. Sindrom UMN mempunyai gejala lumpuh, hipertoni,
hiperrefleksi dan klonus, serta refleks patologis (Lumbantobing, 1998).
Berdasarkan data yang didapat dari anamnesis pasien kita dapat menarik kesimpulan
jika proses patologis pada pasien ini bersifat kronis, yang dimulai dari kerusakan yang terjadi
pada tulang belakang, kemudian dilanjutkan hingga mengenai salah satu lalu kedua radiks
lumbosakral, yang pada tahap akhir memberikan penekanan pada medula spinalis segmen
motorik. Proses yang terjadi dapat berupa suatu primer infeksi pada tulang belakang ataupun
suatu kerusakan akibat proses keganasan (primer ataupun sekunder). Hal ini didukung oleh
adanya penurunan berat badan pasien yang signifikan dalam 4 bulan terakhir.
Lokasi topis lesi kemungkinan pada tulang belakang setinggi segmen medula spinalis
yang mempercabangkan hingga radiks lumbosakral, yaitu corpus vertebra lumbal II-III.
Tidak menutup kemungkinan lesi tersebut diikuti edema yang masif yang bertanggung jawab
pada kerusakan yang lebih lanjut pada 1-2 segemen di sekitarmya.

4
Paraparesis yang terjadi secara akut dapat disebabkan oleh dislokasi atau fraktur
vertebra akibat trauma atau lesi vaskuler berupa trombosis pada artesi spinalis dan aneurisma.
Paraparesis subkronik-kronis sering disebabkan oleh spondilitis tuberkulosa, abses epidural,
dan tumor spinal baik primer maupun metastasis (Sidharta, 1999). Dengan pertimbangan
tersebut maka pemilihan diagnosis banding adalah: spondilitis tuberkulosis/ tuberkulosis
spinal/ pott’s disease, tumor medula spinalis, dan abses epidural (spinal).

1. Spondilitis Tuberkulosis dan Tuberkulosis Spinal


Tuberkulosis tulang dan sendi dapat mencapai 35% kasus tuberkulosis ekstra pulmoner,
paling sering melibatkan tulang belakang dan persendian. Kasus ini paling sering mengenai
vertebra torakal. Infeksi dimulai dari aspek anteroinferior korpus vertebra dengan destruksi
diskus intervertebralis dan vertebra didekatnya, prosesnya rusaknya korpus asimptomatik.
Keluhan paling dini adalah munculnya rasa pegal di punggung yang tidak jelas lokasinya.
Nyeri dirasakan bertolak dari tulang belakang dan menyebar ke dada atau perut dan berhenti
di garis tengah. Pada tahap lanjut, nyeri punggung sering disertai nyeri interkostal yang
bersifat radikuler. Pada tahap ini sudah terbentuk gibbus yang belum tampak pada inspeksi.
Adanya gibbus yang tampak pada inspeksi dan adanya paraparesis atau plegi dengan
perjalanan akut atau sub kronik jelas merupakan manifestasi spondilitis tuberkulosis yang
dapat didiagnosis tanpa kesulitan (Sidharta, 1999); Golden & Vikram, 2005).
Prosedur diagnostik dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium tes tuberkulin
(hasil positif pada 84-95% pasien), tes kecepatan endap darah meningkat (dapat >100mm/
jam). Untuk konfirmasi diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologis dari sampel
abses untuk pewarnaan basil tahan asam (BTA), dan kultur (hasil positif 50% kasus).
Pemeriksaan radiografik dengan foto polos dapat menunjukkan lesi destruksi litik pada
daerah anterior korpus vertebra, penyudutan anterior, korpus vertebra yang kolaps, sklerosis
reaktif, dan proses litik yang progresif. Dapat pula ditemukan lesi porotik pada vertebral end
plate, diskus yang meyempit atau hancur, lesi tulang yang terjadi pada lebih dari satu level,
serta bayangan fusiform vertebral formasi abses. Foto toraks menunjukkan proses spesifik
pada hanya sekitar separuh penderita tuberkulosis osteoartikuler (Golden & Vikram, 2005).
CT scanning dapat menunjukkan gambaran tulang yang lebih detail. MRI adalah kriteria
standar dalam evaluasi infeksi disk space, dan perluasan penyakit ke jaringan lunak di
sekitarnya (Hidalgo, 2005).

2. Tumor Tulang Belakang dan Medula Spinalis


Saat dicurigai adanya tumor spinal harus dipertimbangkan bahwa hal ini mungkin juga
akibat pengaruh keterlibatan jaringan lain yang ada di sekitar kolumna spinalis. Jaringan
saraf, jaringan meningeal, tulang dan kartilago dapat mengalami perubahan neoplastik.
Struktur-struktur ini dapat menjadi tempat penyebaran tumor ganas melalui aliran limfatik
maupun hematogen (Sama, 2004).
Tumor primer spine sangat jarang terjadi dengan insidens kurang dari 5 persen dari
keseluruhan tumor yang menyerang tulang. Kanker metastasis tulang belakang cukup sering
terjadi. Sekitar 40-80% orang yang meninggal akibat kanker ganas telah terjadi metastasis
pada tulang belakang (Sama, 2004).
Gejala tersering dari tumor spine baik jinak maupun ganas adalah nyeri punggung.
Gejala neurologis yang terjadi adalah akibat dari penekanan terhadap medula spinalis dan
radiks. Derajat gangguan neurologis dapat bervariasi dari kelemahan ringan, refleks yang
meningkat maupun paraplegia. Hilangnya kontrol terhadap fungsi kandung kemih dan usus
besar adalah akibat kompresi langsung dario tumor atau merupakan akibat dari efek massa
dari suatu tumor di daerah sakrokoksigeal. Gejala sistemik atau konstitusional jelas terlihat
pada keganasan atau proses metastasis (Sama, 2004).

5
Sekitar 70% lesi simtomatik ditemukan pada daerah torakal, 20% daerah lumbal dan
10% daerah servikal. Lebih dari 50% pasien dengan metastasis tulang belakang mengalami
kelainan tulang dengan level yang multipel. Lesi primer dari metastasis tulang belakang dapat
berasal dari keganasan dari paru (31%), payudara (24%), saluran cerna (9%), prostat (8%),
limfoma (6%), melanoma (4%), tak diketahui (2%), lesi lain termasuk mieloma multipel
(13%) dan ginjal (1%) (Tse, 2004).
Tumor medula spinalis dibagi menjadi 3 kategori yaitu (1) tumor yang berasal dari
medula spinalis (intrameduler), (2) tumor yang terletak pada permukaan medula spinalis dan
berasal dari meninges atau radiks (ekstrameduler-intradural), dan yang paing sering adalah
(3) tumor yang berasal dari area epidural (ekstradural) yang dalam kondisi menekan medula
spinalis. Tumor epidural biasanya adalah lesi metastasis, limfoma, plasmasitoma, lipoma atau
kordoma. Biasanya merupakan perluasan dari tulang di dekatnya atau massa foramen
intervertebral. Massa non-neoplastik ekstrameduler dapat juga timbul, berupa lipomatosis
epidural, dan abses bakterial atau tuberkulosis (Victor & Ropper, 2002). Pada tumor
intradural atau ekstrameduler paraparesis atau plegi lebih cepat terjadi, bila dibandingkan
dengan tumor epidural. Tergantung tingkat lesi deradat defisit neurologis sekunder bervariasi
berupa kelainan sensorik, kelemahan ringan sampai total (Huff, 2001). Nyeri akibat tumor
medula spinalis dapat terjadi jika tumor tersebut menekan radiks, sering pada tumor
ekstradural dengan manifestasi nyeri radikuler. Pada tumor intrameduler nyeri radikuler lebih
jarang terjadi. Adanya keterkaitan antara nyeri radikuler dengan refleks yang asimetrik dan
onset yang insidious mendukung kecurigan ke arah tumor medula spinalis (Gilroy, 2000).
Prosedur diagnostik menyeluruh terhadap tulang sangat dibutuhkan pada kasus-kasus
yang dicurigai metastasis. Setiap pasien sebaiknya menjalani pemeriksaan klinis yang teliti
dan foto toraks, kemudian foto seluruh tulang belakang. Pada foto polos dapat terdeteksi
adanya erosi pedikel dan korpus vertebra. Untuk kemudian dapat diperjelas dengan
pemeriksaan MRI dengan atau tanpa kontras dalam melakukan skrining terhadap keterlibatan
jaringan lunak. Bone scanning positif pada 60% kasus (Tse,2004). MRI adalah prosedur
diagnostik pilihan dalam menegakkan diagnosis tumor medula spinalis. Gambaran detail dari
kanalis spinalis dan medula spinalis dalam potongan sagital, aksial atau koronal telah
menggeser prosedur diagnostik lain sebagai pilihan utama. Radiografi vertebra dapat
mendeteksi adanya pelebaran kanalis spinalis erosi aspek posterior korpus vertebra akibat
tumor ekstrameduler. Mielografi juga dapat membedakan tumor intrameduler dan
ekstrameduler. Denervasi unilateral akibat tumor dapat dideteksi dengan ENMG. Malformasi
arteriovenosa dapat dideteksi dengan angigrafi selektif artesi spinalis. Pungsi lumbal mulai
ditinggalkan dengan adanya pemeriksaan lain seperti MRI. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
adanya blok spinal, perubahan/perbedaan tekanan dalam kanalis spinalis. Pada blok spinal
LCS xantokrom, dan kadar protein yang meningkat (Gilroy, 2000).

DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : nyeri punggung bawah yang menjalar hingga kedua tungkai bawah,
kelemahan kedua tungkai terutama sisi kanan, dan penurunan BB 10
kg sejak 4 bulan terakhir
Diagnosis topik : susp medulla spinalis segmen anterior dengan perluasan corpus
vertebra II-III dan radiks nervi spinalis L5-S1
Diagnosis etiologik : susp infeksi (spondilitis tuberkulosa) DD keganasan (neoplasma
primer DD metastasis) pada tulang

6
PEMERIKSAAN (7 November 2015)
Status generalis
Keadaan Umum : Lemah, gizi kurang, compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : TD 110/60 mmHg
Nadi 70 x/mnt (reguler, isi tekanan cukup)
Respirasi 20 x/mnt (regular, tipe thorakoabdominal)
Suhu 36,6’C
NPS : 3 (tanpa provokasi)
NPS : 6 (dengan provokasi)
Kepala : Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : JVP tak meningkat, limfonodi tak teraba membesar
Dada : Pulmo I : simetris
P : fremitus normal
P : sonor
A: vesikuler normal, suara tambahan paru (-)
Jantung I : ictus cordis tampak
P : ictus cordis kuat angkat
P : batas jantung tidak melebar
A: Suara jantung I-II murni, bising (-)
Abdomen : supel, timpani, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : pulsasi arteri (+), deformitas (-), ulkus (-), dissuse atrofi tungkai (+)

Status Neurobehavior
Kewaspadaan : alert
Observasi perilaku
I.. Perubahan perilaku : normoaktif
II.. Status mental
- Tingkah laku umum : normoaktif
- Alur pembicaraan : nomal fluent
- Perubahan mood dan emosi : tidak ditemukan
- Isi pikiran : baik
- Kemampuan intelektual : normal
Sensorium:
1. Kesadaran : composmentis
2. Atensi : baik
3. Orientasi : baik
4. Memori jangka panjang : normal
5. Memori jangka pendek : normal
6. Kecerdasan berhitung : baik
7. Simpanan informasi : baik
8. Tilikan, keputusan dan rencana : baik

Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Sikap tubuh : normal
Kepala : mesocephal

7
Saraf Kranialis
Kanan Kiri
N.I Daya Penghidu normal normal
N.II Daya penglihatan normal normal
Penglihatan warna normal normal
Lapang Pandang normal normal
N.III Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial normal normal
Gerakan mata ke atas normal normal
Gerakan mata ke bawah normal normal
Ukuran pupil ф 3 mm ф 3mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen - -
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah normal normal
Strabismus konvergen - -
N.V Menggigit normal normal
Membuka mulut normal normal
Sensibilitas muka normal normal
Refleks kornea + +
Trismus - -
N.VI Gerakan mata ke lateral normal normal
Strabismus konvergen - -
N.VII Kedipan mata normal normal
Lipatan nasolabial normal normal
Sudut mulut normal normal
Mengerutkan dahi normal normal
Menutup mata normal normal
Meringis normal normal
Menggembungkan pipi normal normal
Daya kecap lidah 2/3 depan normal normal
N.VIII Mendengar suara berbisik normal normal
Mendengar detik arloji normal normal
Tes Rinne normal normal
Tes Schawabach normal normal
Tes Weber tanpa lateralisasi
N.IX Arkus faring simetris simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang normal normal
Refleks muntah + +
Sengau tidak ditemukan
Tersedak + +
N.X Denyut nadi 70 x/mnt,reguler 70 x/mnt,reguler
Arkus faring simetris simetris
Bersuara Normal
Menelan Normal
N.XI Memalingkan kepala normal normal
Sikap bahu normal normal
Mengangkat bahu normal normal
Trofi otot bahu normal normal
N.XII Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal normal
Tremor lidah tidak ditemukn tidak ditemukan
Menjulurkan lidah normal
Trofi otot lidah Normal normal
Fasikulasi lidah Normal normal

8
Leher : meningeal sign (-), Valsava (-), Nafziger (-)
Ekstremitas :
B B 5 5 +2 +2 - -
G K RF RP
T T 3 4+ +1 +1 - -

N N E E
Tr Cl -/-
Tn    

Pemeriksaan Khusus
Posisi terlentang : Laseque : + / + 20º/25º
Patrik : - /-
Kontra patrik : - /-
Posisi telungkup : Nyeri tekan vertebrae :(-)
Deformitas : (-)
Nyeri ketok : (-)
Gibbus : (-)
Sadel anestesi : (-)
Sensibilitas : Hiperalgesi : (-)
Alodinia : (-) NPS saat diperiksa : 2-3
Pin prick test : (-) ID Pain :3
Nyeri radikuler skiatika bilateral
Vegetatif : dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (9 Oktober 2011)
AL 11,14x103/uL BUN 23
HB 11,8 g/dl Creatinin 1,14
AT 451 x103/uL GDS 98 mg/dl
AE 4,12 x106/uL Asam urat 4,4
Hematokrit 42 % Albumin 3,41 mg/dl
Limfosit 8,8 % Na+ 36 mmol/l
Monosit 7% K+ 3,97 mmol/l
Eosinofil 1,2 % Cl- 101 mmol/l
Basofil 0,2 % Mg2+ 2.2
SGOT 33 Ca2+ 20
SGPT 34 CEA 71,84
IgG anti TB (-) Ca 19.9 25,4
BTA sputum (-) PSA 1,35
KED 47

9
EKG (29 September 2015) :

Sinus takikardi, normoaxis, heart rate 110 x/menit, ventrikel extra systole jarang

Bone Survey

Hasil : tidak ditemukan tanda metastasis ke tulang panjang. Kompresi pada VL II-III.

Rotgen Thorax

Hasil : pulmo dan besar cor dalam batas normal

10
Magnetic Resonance Imaging Vertebra Lumbal

Hasil : curiga multiple lesi litik di VL II-III, dengan fraktur yang menyebabkan stenosis
sentral setinggi lesi litik. Mendukung kecurigaan ke arah proses metastasis (MESCC)

RESUME PEMERIKSAAN FISIK


- KU lemah, gizi cukup, compos mentis, GCS E4V5M6
- Tanda vital : T : 110/60 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 70 x/menit
t : 36,6oC
NPS/ ID pain : 3-6/ 3
Status neurologis : lasague test (+)
Ekstremitas :
B B 5 5 +2 +2
G K RF
T T 3 4+ +1 +1
Sensibilitas : nyeri radikuler skiatika bilateral
Vegetative : dalam batas normal

Konsultasi bagian Orthopedi


Assesment : Paraparesis with Burst pathologic fracture of 2nd lumbal spine
Saran : Rawat bersama rencana pelacakan etiologis
Bone survey
Pro dekompresi, stabilisasi, dan biopsi tulang
Konsultasi bagian Penyakit Dalam
Assesment : Suspek spondilitis TB DD MESCC
Saran : Cek DR – KD – elektrolit
Penegakan TB (Ro thoraks, BTA cat gram sputum, ICT TB
Penegakan tumor primer (tumor marker, USG abdomen evaluasi)
Terapi sesuai TS Neurologi
Konsultasi bagian Rehabilitasi Medik
Assesment : Paraparesis flaksid
Terapi : Fisioterapi : ROM Exercise
Positioning
Alih Baring
Mobilisasi bertahap

11
DISKUSI II
Pada pasien ini ditemukan:
1. Nyeri punggung dengan onset kronik dan perjalanan progresif
2. Paraplegi flaksid dengan ditemukan clonus pada kedua kaki
3. Laboratoris ditemukan peningkatan KED ringan dan tumor marker colorectal
4. Pemeriksaan imaging mendukung suatu canalis stenosis dengan etiologi MESCC
Dari bukti klinis yang diperoleh di atas disertai hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologis
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pasien ini terdapat kemungkinan suatu proses
infeksi yang berjalan secara kronik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Vertebral Spondilitis TB Tumor Spinal Pasien Neoplasma
Osteomyelitis Metastase Primer
piogenik
Onset Umur Segala umur Segala umur < 20 th / >50 th 49 th 30-50 th
Durasi gejala Akut, sub akut Sub akut, Sub akut, kronik Sub akut, Kronik
progresif kronik progresif Kronik Progresif
progresif progresif
Demam (+) (-) (-) (-) (-)
Intensitas nyeri Sedang-berat Sedang-berat Berat Sedang – berat Sedang-Berat
Kontak TBC (-) (+) (-) (-) (-)
Anemia (-) (+) (+) (-) (-)
Defisit neurologis 4-17% 40% >50% (+) >50%
Paraplegi/paraparese (+/-) (+) (+) (+) (+)
Gibus (-) (+) (-) (-) (-)
KED Normal Meningkat </> Meningkat < Meningkat Meningkat
100 mm/jam 100 mm/jam 47mm/jam <100mm/jam
Predileksi utama Lumbal Thorakal Thorakal Lumbal Thoracal
Abses (+/-) (+) (-) (-) (-)
• Lesi 1/>1vertebra, 1/>1 vertebra, > 1 vertebra, > 1 vertebra, 1/>1 vertebra,
berdekatan berdekatan berjauhan/terseb berdekatan berdekatan
ar
• Imaging Litik, aspek Litik, aspek Litik & sklerotik Litik, Litik &
anterior anterior pedikel dan Pedikel dan sklerotik
korpus korpus korpus vertebra, korpus korpus
vertebra, vertebra, diskus tidak vertebra, vertebra,
diskus diskus menyempit diskus diskus tidak
menyempit menyempit menyempit menyempit
(Sumber: Gilroy, 2000; Tse, 2001; Greenberg, 2001; Peh,2004; Golden & Vikram, 2005)

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis klinik : paraparesis spastik cum ischialgia bilateral cum fase spinal syok
Diagnosis topik : corpus vertebra L2-3 cum radiks spinalis L5-S1 bilateral cum cornu
anterior medula spinalis
Diagnosis etiologik : metastatic spinal cord compression (MSCC) susp colorectal tumor

PENATALAKSANAAN
Terapi non farmakologis:
- Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
- Psikoterapi supportif untuk pasien dan keluarga
- Rehabilitasi medik fisioterapi
- Edukasi keluarga mengenai rencana terapi dan prognosis penyakit

12
Terapi farmakologis:
- IVFD RL 16 tpm
- Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam intravena
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam intravena
- Inj. Metilprednisolone 8 mg/12 jam intravena
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam intravena
- Gabapentin 2 x 100 mg per oral
- Parasetamol 3 x 1000 mg per oral
Rencana :
- Operasi laminektomi, stabilisasi, dekompresi, bone biopsy
- Biphosponate dan radioterapi menunggu konfirmasi diagnosis.

PROGNOSIS
Penyembuhan sekunder dari defisit neurologi akibat kompresi medula spinalis
berkaitan dengan lamanya dan beratnya gangguan pada saat mulainya pengobatan.
Kepatuhan menjalani terapi adalah faktor penting yang mempengaruhi hasil terapi.
Paraplegia akibat penyakit aktif biasanya berespon baik terhadap kemoterapi, tetapi dapat
menetap jika kerusakan medula spinalis sudah permanen (Hidalgo, 2005).
Kerusakan neurologi merupakan komplikasi serius yang berhubungan dengan infeksi
spinal, dimana prevalensinya berhubungan erat dengan derajat deficit neurologi saat
intervensi terapi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wimer (1998), pasien dengan
kelemahan ringan yang sembuh sempurna dengan terapi konservatif sebanyak 91,7 % (22
dari 24 pasien), sedangkan pasien dengan kelemahan berat hanya 25% yang sembuh
sempurna dalam 6 bulan.
Death : dubia ad malam
Disease : malam
Disability : malam
Discomfort : malam
Dissatisfaction : malam
Distitution : malam

DAFTAR PUSTAKA

Gilroy, 2000., Basic Neurology 3th Ed. McGraw-Hill Inc, New York.
Golden, M.P. & Vikram, H.R., 2005, Extrapulmonary tuberculosis: an overview. American
Family Physician, Vol 72(9) : 1761-7.
Hidalgo JA. 2005. Potts Disease, Retrieved from http://www.emedicine.com
Huff J. 2001. Spinal Cord Neoplasma. Retrieved from http://www.emedicine.com
Lumbantobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Sama, 2002. Spinal Tumors. Retrieved from eMedicine Journal
Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Suryamiharja, A., 2002, Red Flags dan Yellow Flags pada Nyeri Punggung Bawah,
PERDOSSI.
Tse, V., 2004, Metastatic Disease to the Spine and Related Structures. eMedicine Journal
Victor, M., Ropper, A.H., 2002, Adams and Victor’s Manual Neurology, McGraw-Hill, New
York.
Wimer C,. 1998. Conservatif Treatment of Tuberculous Spondylitis. Journal Spinal
Disorder. Departement of Orthophedic Surgery, University of Innsburk, Austria,
10(5) : 4179

13
Follow Up
27/10/2015 4/11/2015 7/11/2015 13/11/2015
Keluhan Kelemahan anggota Kelemahan anggota Kelemahan anggota Kelemahan anggota
gerak bawah, nyeri gerak bawah, nyeri gerak bawah dan nyeri gerak bawah dan nyeri
punggung punggung punggung membaik punggung membaik
KU Lemah, CM, E4V5M6 Lemah, CM, E4V5M6 Sedang, CM, E4V5M6 Sedang, CM, E4V5M6
Tanda Vital TD 120/80 TD 100/80 TD 100/60 TD 110/70
RR 20 RR 18 RR 20 RR 20
Nadi 85 Nadi 79 Nadi 70 Nadi 85
T 36.2 T 36.8 T 36.6 T 37
NPS 6-7 NPS 4-5 NPS 2-3 NPS 2-3
Nervi cranialis Dbn Dbn Dbn Dbn
Gerak B B B B B B B B
T T T T T T T T
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
2 2 2 3 3 4+ 3 4+
Refleks +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2 +2
fisiologis +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1
Refleks - - - - - - - -
patologis - - - - - - - -
Clonus - - - - - - - -
Sensibilitas Nyeri radikuler skiatika Nyeri radikuler skiatika Nyeri radikuler skiatika Nyeri radikuler skiatika
bilateral bilateral bilateral bilateral
Vegetatif Dbn dbn Dbn Dbn
Assesment Susp spondylitis TB dd Susp spondylitis TB dd MSCC MSCC
neoplasma primer dd neoplasma primer dd
sekunder sekunder
Rehabilitasi - Pemeriksaan dan ROM Exercise ROM Exercise
Medik rencana terapi Positioning Positioning
Alih Baring Alih Baring
Mobilisasi bertahap Mobilisasi bertahap
Terapi Diet TKTP Diet TKTP Diet TKTP Pasien menolak rencana
IVFD RL IVFD RL 16 tpm IVFD RL 16 tpm operasi dan
Inj.Ketorolac 1A/8jam Inj.Ketorolac 1A/8jam Inj.Ranitidin 1A/12 jam memutuskan APS,
Inj.Ranitidin 1A/12 jam Inj.Ranitidin 1A/12 jam Inj. Meticobalamin 500 terapi intravena
Inj. Meticobalamin 500 Inj. Meticobalamin 500 mcg/8 jam dilanjutkan oral dan
mcg/8 jam mcg/8 jam Inj. MP 8mg/24jam kontrol poliklinik saraf
Inj. MP 8mg/12jam Inj. MP 8mg/12jam PCT 3X1000 mg
PCT 3X1000 mg PCT 3X1000 mg Fisioterapi
Gabapentin 2 x 100 mg
Fisioterapi
Planning Penegakan TB (Ro MRI Plan operasi Pasien APS
thoraks, BTA cat Penegakan tumor Laminektomi
gram sputum, ICT primer (tumor Dekompresi, Stabilisasi
TB marker, USG
abdomen evaluasi)

14

Вам также может понравиться