Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pendahuluan
1
Mahasiswa Kelas HES 5F Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syari’ah IAIN
Surakarta, NIM. 162111203
1. Apa yang dimaksud dengan Kompetensi Absolut di Peradilan Agama?
2. Bagaimana Wewenang dalam Kompetensi Absolut di Peradilan Agama?
3. Apa saja Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam ?
4. Bagaimana Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Perkara Warisan Dicabut?
5. Apa yang dimaksud dengan Kewenangan Mengadili Tidak Meliputi
Sengketa Hak Milik Atau Sengketa Lain Antar Orang Islam dengan Non
Islam?
C. Pembahasan
1. Kompetensi Absolut Di Peradilan Agama
Kata ‘kekuasaan’ sering disebut ‘kompetensi’ yang berasal dari
bahasa Belanda ‘competentie’, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan
‘kewenangan’ dan kadang dengan ‘kekuasaan’.Kekuasaan atau
kewenangan peradilan ini kaitannya adalah dengan hukum acara.
Kewenangan absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan
peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan
atau tingkat Pengadilan,dlam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis
Pengadilan atau tingkat Pengadilan lainnya.Kekuasaan pengadilan di
lingkungan Peradilan agama adalah memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat
tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.2
Kompetensi absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan.
Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan
golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.
Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
2
Asasriwarni dan Nurhasnah. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Padang: Hayfa Press. Hlm. 151
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada pokoknya
adalah sebagai berikut.
– perkawinan;
– waris;
– wasiat;
– hibah;
– wakaf;
– zakat;
– infaq;
– shadaqah; dan
– ekonomi syari’ah.3
3
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 98
4
Drs.H.Chatib Rasyid SH.M.Hum,.Drs.Syaifuddin.SH,M.Hum,.Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktik Pada Peradilan Agama.,Yogyakarta : UII Press 2009 hal.27-28
Kewenangan peradilan agama memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan bidang perdata dimaksud, sekaligus dikaitkan dengan asas
“personalita” ke-islaman yakni yang dapat ditundukkan ke dalam
kekuasaan lingkungan peradilan agama, hanya mereka yang beragama
islam.yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkungan
peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama yang bertindak sebagai
peradilan tingakat pertama, bertempat kedudukan di kotamadya atau
ibukota kabupaten. Peradilan tingkat “banding” dilakukan oleh
pengadilan tinggi agama yang bertempat kedudukan di ibukota provinsi.5
2. Wewenang dalam Kompetensi Absolut di Peradilan Agama
Kewenangan absolut Peradilan Agama pada akhir Masa Kolonial
Belanda, Masa Jepang dan Masa Kemerdekaan adalah sama, diatur dalam
Staatsblad Tahun 1882 Nomor 152, Staatsblad Tahun 1937 Nomor 116
dan 610, Staatsblad Tahun 1937 Nomor 638 dan 639 dan PP No. 45 Tahun
1957. kewenangan absolut Peradilan Agama pada Masa Orde Baru dan
Masa Reformasi adalah sama sebagaimana kewenangan yang diberikan
oleh UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU No. 7 Tahun 1989.
Kewenangan absolut Peradilan Agama pada Masa Pasca Reformasi diatur
dalam UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009. 2.
Perkembangan kewenangan absolut Peradilan Agama dari masa ke masa
mulai Masa Kolonial Belanda sampai dengan Masa Pasca Reformasi
semakin bertambah atau luas, lebih banyak perkara yang bisa diperiksa
oleh Peradilan Agama, bertambahnya perkara yang bisa diperiksa oleh
Peradilan Agama semakin signifikan pada masa Orde Baru. Dan lompatan
terbesar perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama ada pada
Masa Pasca Reformasi, kewenangan Peradilan Agama bertambah dengan
adanya kewenangan memeriksa perkara zakat, infak, dan ekonomi syariah
serta khusus untuk Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kewenangan
Peradilan Agama yang dijalankan oleh Mahkamah Syar‟iyah semakin
1. Perkawinan
3. dispensasi kawin;
4. pencegahan perkawinan;
6. pembatalan perkawinan;
9. gugatan perceraian;
6 Abdullah Tri Wahyudi, “Kewenangan Absolut Peradilan Agama di Indonesia Pada Masa Kolonial
Belanda Hingga Masa Pasca Reformasi”, Yudisia, Vol. 7, No. 2, Desember 2018
7
Ibid. Hlm. 99
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan bilamana bapak
yang seharusnya bertangung jawab tidak memenuhinya;
17. Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur
18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada
penunjukkan wali oleh orang tuanya;8
8
Ibid. Hlm. 99
9
Ibid. Hlm. 99
23. Penetapan Wali Adlal;
2. Warisan
3. Wasiat
4. Hibah
5. Wakaf
10
Ibid. Hlm. 128
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.11
6. Zakat
Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
7. Infaq
8. Shodaqoh
9. Ekonomi Syari’ah
– bank syari’ah;
– asuransi syari’ah;
11
Ibid. Hlm. 128
12
Ibid. Hlm. 129
– reksa dana syari’ah;
– sekuritas syari’ah;
– pembiayaan syari’ah;
– pegadaian syari’ah;
– bisnis syari’ah.
Dalam perkara ekonomi syari’ah belum ada pedoman bagi hakim dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Untuk memperlancar proses
pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, dikeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah.
13
Ibid. Hlm. 130
Bahwa dengan adanya Amandemen Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh diatur tentang adanya pengadilan khusus di lingkungan
Peradilan Agama yang berlaku di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang
mempunyai kewenangan yang lebih luas.14
yang didasarkan atas syari’at Islam dan akan diatur dalam Qanun Aceh.
14
Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama Dilengkapi Contoh Surat-surat Dalam
Praktik Hukum Acara di Peradilan Agama, Bandung: Mandarmaju. 2014 , Hlm 80
– qiradh (permodalan);
– perburuhan;
– harta rampasan;
– zina;
– mencuri;
– merampok;
– murtad;
– pemberontakan (bughat);
15
Ibid. Hlm. 81
Qishash/diat yang meliputi:
– pembunuhan;
– penganiayaan;
– judi;
– khalwat;
Mengenai hak opsi ini Mahkamah Agung memberikan petunjuk bagi hakim-
hakim dalam menyelesaikan perkara warisan dengan mengeluarkan Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1990 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang menyatakan bahwa
ketentuan pilihan hukum warisan merupakan permasalahan yang terletak di luar
badan peradilan dan berlaku bagi golongan rakyat yang hukum kewarisannya
tunduk pada Hukum Adat dan atau Hukum Perdata Barat (BW) dan atau Hukum
Islam. Para pihak boleh memilih Hukum Adat atau Hukum Perdata Barat (BW)
yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri Hukum atau memilih Hukum Islam
16
Ibid. Hlm. 81
yang menjadi wewenang Pengadilan Agama. Pilihan hukum ini berlaku sebelum
perkara diajukan ke pengadilan apabila suatu perkara warisan dimasukkan ke
Pengadilan Agama maka pihak lawan telah gugur haknya untuk menentukan
pilihan hukum dalam menyelesaikan perkara warisan. Apabila dalam perkara
warisan diajukan ke Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri secara bersamaan
oleh para pihak yang bersengketa maka hal ini telah terjadi sengketa kewenangan
mengadili antara pengadilan pada badan peradilan yang satu dengan pengadilan
pada badan peradilan yang lain sehingga harus diselesaikan dahulu melalui
Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir.
Apabila terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara yang
menjadi kewenangan Peradilan Agama cara penyelesaiannya adalah sebagai
berikut.
1. Apabila objek sengketa terdapat sengketa hak milik atau sengketa lain
antara orang Islam dengan selain orang Islam maka menjadi kewenangan
Peradilan Umum untuk memutuskan perkara tersebut. Proses pemeriksaan
perkara di Peradilan Agama terhadap objek sengketa yang masih terdapat
sengketa milik atau sengketa lain antara orang Islam dan selain orang
Islam ditunda terlebih dahulu sebelum mendapatkan putusan dari
Peradilan Umum. Sebagaimana diatur dalam pasal berikut. “Dalam hal
17
Ibid. Hlm. 81
terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus
diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.”
2. Apabila objek sengketa terdapat sengketa hak milik atau sengketa lain
antara orang Islam maka Peradilan Agama dapat memutus bersama-sama
perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sebagaimana diatur
dalam pasal berikut. “Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana
dimaksud ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang
beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama
bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49.”18
D. Kesimpulan
Berdasakan pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka penulis
memberikan kesimpulan sebagai berikut.
Kompetensi absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan yang
berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan.
Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan
rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.
– perkawinan;
– waris;
– wasiat;
– hibah;
18
Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm.
133
– wakaf;
– zakat;
– infaq;
– shadaqah; dan
– ekonomi syari’ah.
yang didasarkan atas syari’at Islam dan akan diatur dalam Qanun Aceh.
Apabila terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara yang
menjadi kewenangan Peradilan Agama cara penyelesaiannya adalah sebagai
berikut. Apabila objek sengketa terdapat sengketa hak milik atau sengketa lain
antara orang Islam dengan selain orang Islam maka menjadi kewenangan
Peradilan Umum untuk memutuskan perkara tersebut. Apabila objek sengketa
terdapat sengketa hak milik atau sengketa lain antara orang Islam maka Peradilan
Agama dapat memutus bersama-sama perkara yang menjadi kewenangan
Peradilan Agama.
Perkembangan kewenangan absolut Peradilan Agama dari masa ke masa
mulai Masa Kolonial Belanda sampai dengan Masa Pasca Reformasi semakin
bertambah atau luas, lebih banyak perkara yang bisa diperiksa oleh Peradilan
Agama, bertambahnya perkara yang bisa diperiksa oleh Peradilan Agama semakin
signifikan pada masa Orde Baru. Dan lompatan terbesar perkara yang menjadi
kewenangan Peradilan Agama ada pada Masa Pasca Reformasi, kewenangan
Peradilan Agama bertambah dengan adanya kewenangan memeriksa perkara
zakat, infak, dan ekonomi syariah serta khusus untuk Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, kewenangan Peradilan Agama yang dijalankan oleh Mahkamah
Syar‟iyah semakin bertembah, tidak saja memeriksa perkara perdata Islam (ahwal
syahsiyah dan muamalah) tetapi juga memeriksa perkara pidana Islam (jinayah).
DAFTAR PUSTAKA