Вы находитесь на странице: 1из 18

Manajemen

 Penyimpanan  Obat  Di  Instalasi  Logistik  


Rumah  Sakit  Anak  dan  Bunda  Harapan  Kita  Tahun  2014  
Wan Kynanthi Nufira1, Wachyu Sulistiadi2
1Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok 16412
2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Depok 16412
E-­‐mail:  kynannufira@gmail.com  
Abstrak  
Studi ini bertujuan untuk mengetahui manajemen penyimpanan obat di Instalasi Logistik Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita tahun 2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain
deskriptif melalui pengamatan langsung, telaah dokumen, dan wawancara mendalam kepada informan
terkait. Hasil penelitian menunjukkan ada faktor-faktor input dan proses yang belum terlaksana dengan
baik, sehingga berakibat kepada hasil penyimpanan seperti kualitas (mutu) obat yang belum optimal.
Disarankan faktor-faktor yang menunjang manajemen penyimpanan dapat ditingkatkan seperti SDM,
anggaran, prosedur, formulir/dokumen, sarana dan prasarana, penyusunan obat, serta stock  opname.  
Drug  Storage  Management  in  the  Logistics  Installation  of  
Children  and  Maternity  Harapan  Kita  Hospital  in  2014  
Abstract  
This study aims to determine the drug storage management in the Logistics Installation of Children and
Maternity Harapan Kita Hospital in 2014. This research was conducted by using qualitative approach with
descriptive design through direct observations, documents learning, and in-depth interviews with related
informants. The results showed flawed input factors and processes which resulted in storage outcomes such
as the quality of medicinal drugs not optimal or change in medicinal drugs’ quality like damaged syrup’s
packaging. It is suggested that the supporting factors such as human resources, budget, procedure,
forms/documents, facilities and infrastructure, drugs’ organization, and stock opname be improved.
Keywords:  Logistic;  Drug;  Storage;  Hospital  
Pendahuluan  
Pembangunan kesehatan seperti yang terkandung pada UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
tersebut banyak hal yang perlu diperhatikan, salah satu diantaranya yang dianggap
memiliki peranan yang penting adalah penyelenggara pelayanan kesehatan, salah satunya
yaitu rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan
yang memiliki peran strategis dalam upaya peningkatan derajat kesehatan, dilihat
berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, definisi rumah sakit yaitu suatu
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Tidak jauh berbeda definisi rumah sakit menurut WHO (1957) adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan
paripurna, kuratif dan preventif kepada masyarakat.
Perkembangan pembangunan perumahsakitan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang cukup pesat, terlihat dari semakin banyaknya rumah sakit baru, yang
berdampak kepada persaingan yang cukup ketat antar rumah sakit, baik rumah sakit
pemerintah, swasta maupun asing. Oleh karena itu rumah sakit sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan harus dapat meningkatkan mutu pelayanan dan mampu memenuhi
pelayanan kesehatan yang terbaik. Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah
satu tolak ukur kepuasan yang akan memberikan efek terhadap keinginan pasien untuk
kembali kepada rumah sakit tersebut. Dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut rumah
sakit harus mampu memberikan pelayanan optimal dengan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas di semua bidang pelayanan di rumah sakit. Salah satu instalasi yang mampu
memberikan pengaruh besar terhadap hal tersebut adalah Instalasi Logistik.
Instalasi logistik pada umumnya merupakan unit penunjang dari rumah sakit yang
menyediakan bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional rumah sakit
dalam jumlah, kualitas dan pada waktu yang tepat dengan menerapkan manajemen
logistik. Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap
pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari pemasok,
diantara fasilitas-fasilitas dan kepada para langganan (Bowersox, 1995).
Salah satu alur dalam manajemen logistik adalah fungsi penyimpanan. Fungsi
penyimpanan merupakan salah satu hal yang paling vital pada manajemen logistik, karena
pada proses penyimpanan ini dapat diketahui apakah tujuan manajemen logistik itu dapat
tercapai atau tidak dan menentukan kelancaran pendistribusian. Sehingga salah satu
indikator keberhasilan manajemen logistik adalah pengelolaan gudang tempat
penyimpanan.
Penyimpanan merupakan kegiatan pengurusan logistik, baik yang bersifat
administratif maupun operasional berkaitan dengan perumusan maupun pelaksanaan tata
kerja, tata ruang, tata usaha, maupun pengaturan barang di tempat penyimpanan/gudang
(Dwiantara, 2004). Apabila dilaksanakannya fungsi penyimpanan yang baik dan benar,
maka akan terjaga dan terpeliharanya mutu barang, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab dan memudahkan pencarian serta pengawasan pengelolaan
penyimpanan secara baik, cermat, dan penuh tanggung jawab, sehingga barang masih
dalam keadaan baik setelah didistribusikan ke user dan gudang terminal.
Berdasakan hasil observasi lapangan yang dilaksanakan oleh penulis saat magang
pada bulan Juli dan Agustus 2014 ditemukan ada obat yang tidak sesuai jumlahnya
dengan kartu gantung atau kartu stok, penataan obat pada rak di gudang yang tidak sesuai
dengan yang seharusnya sehingga menyulitkan dalam proses pencarian obat, dan ada obat
yang sudah jarang digunakan (slow  moving) sehingga terjadi penumpukan obat pada
gudang. Oleh karena itu, penulis akan meneliti terkait Manajemen Penyimpanan Obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita tahun 2014.
Tinjauan  Teoritis  
Menurut Longest (1978), manajemen adalah suatu proses yang melibatkan
hubungan interpersonal dan teknologi, yang akan digunakan untuk mencapai seluruh atau
setidaknya sebagian tujuan organisasi dengan menggunakan tenaga manusia yang ada
serta sumber daya lain dan teknologi yang tersedia (Aditama, 2004).
Lubis (1985) menyatakan bahwa terdapat enam unsur dalam manajemen yang
perlu diketahui yaitu antara lain:
1. Men  : tenaga kerja/sumber daya manusia
2. Money  : uang/dana yang diperlukan untuk mencapai tujuan
3. Materials  : bahan-bahan atau peralatan yang digunakan
4. Machines  : mesin-mesin yang digunakan
5. Methods  : sistem atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
6. Market  : pasaran/tempat menjual hasil produksi atau hasil karya
Manajemen logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis terhadap
pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari suplaier, diantara
fasilitas-fasilitas dan kepada para langganan (Bowersox, 1995). Tujuan logistik adalah
menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada
waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi di mana ia dibutuhkan,
dan dengan total biaya yang terendah (Bowersox, 1995). Fungsi manajemen logistik
adalah Perencanaan, Penganggaran, Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi, Pemeliharaan,
Penghapusan, dan Pengendalian.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian
serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Depkes RI, 2002).
Gudang adalah lokasi untuk penyimpanan produk sampai permintaan (demand)
cukup besar untuk melaksanakan distribusinya (Bowersox, 1995). Tidak jauh berbeda
menurut John Warman, Gudang merupakan bangunan yang dipergunakan untuk
menyimpan barang dagangan (Warman, 2012).
Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah sebagai berikut (1) Untuk memelihara
mutu obat; (2) Untuk menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab; (3) Untuk
menjaga kelangsungan persediaan; dan (4) Untuk memudahkan pencarian dan
pengawasan (Depkes RI, 2002).
Dalam pencapaian tujuan tersebut, penyimpanan obat meliputi kegiatan-kegiatan
seperti Pengaturan tata ruang, Penyusunan stok obat, Pencatatan stok obat, dan
Pengamatan mutu obat.
Obat harus selalu disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak,
mutu obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi penderita. Beberapa ketentuan
mengenai sarana penyimpanan obat antara lain (Dirjen pelayanan kefarmasian dan alat
kesehatan Depkes RI, 2004) :
1. Persyaratan gudang
a. Cukup luas minimal 3 x 4 m2
b. Ruangan kering tidak lembab
c. Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas
d. Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk
menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis
e. Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan ber- tumpuknya
debu dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (pallet)
f. Dinding dibuat licin
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam
h. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat
i. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda
j. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci
k. Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan
2. Kondisi penyimpanan.
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Kelembaban :
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga
mempercepat kerusakan.
b. Sinar matahari :  
Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar
matahari. Sebagai contoh : Injeksi Klorpromazin yang terkena sinar matahari,
akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa.
c. Temperatur / panas
Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh
panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas.
Sebagai contoh Salep Oksi Tetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan
tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus
sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada
suhu 4 – 8 derajat celcius, seperti Vaksin, Sera dan produk darah, Antitoksin,
Insulin, Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa), dan Injeksi oksitosin.
3. Ruang Penyimpanan
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi temperature
sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas yang terdiri dari (1) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan,
yaitu obat jadi, obat produksi, bahan baku obat, alat kesehatan dan lain-lain. (2)
Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan, yaitu obat termolabil, alat kesehatan
dengan suhu rendah, obat mudah terbakar, obat/bahan obat berbahaya dan barang
karantina.
Metode  Penelitian  
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif melalui
pengamatan langsung pada sistem yang sedang berjalan disertai wawancara mendalam
dengan informan yang terlibat dalam pelaksanaan manajemen penyimpanan obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita. Penelitian dilaksanakan bulan November –
Desember 2014 di RSAB Harapan Kita, Jalan Let. Jend. S. Parman Kav. 87, Slipi, Jakarta
Barat 11420.
Berdasarkan ketentuan dalam penelitian kualitatif, informan penelitian tidak
dipilih secara acak (probability  sampling), melainkan ditentukan dengan menetapkan
secara langsung (purposive) sesuai prinsip yang berlaku, yaitu :
1. Kesesuaian (appropriateness) Informan ditentukan berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki berkaitan dengan topik dan tujuan penelitian yang dilakukan.
2. Kecukupan (adequacy) Informan yang dipilih secara adekuat memenuhi kategorikategori
yang terkait dengan penelitian, seperti: pendidikan, jabatan, pengalaman,
dan lain-lain.
(Bachtiar dkk, 2006)
Berdasarkan prinsip di atas, maka peneliti menentukan informan untuk penelitian
ini, yaitu:
Tabel 1. Distribusi Informan berdasarkan Informasi yang dibutuhkan
Informan  Informasi  
Kepala Instalasi Logistik Input  (SDM, Anggaran, Prosedur, Sarana dan
Prasarana), Proses (Stock  Opname,  Pencatatan
dan Pelaporan)
Koordinator Obat Instalasi Logistik Input  (SDM, Anggaran, Prosedur, Sarana dan
Prasarana), Proses (Stock  Opname,  Pencatatan
dan Pelaporan)
Petugas Obat Instalasi Logistik Input  (SDM, Dokumen/Formulir, Prosedur,
Sarana dan Prasarana), Proses (Penerimaan,
Penyusunan, Pengeluaran, Stock  Opname,  
Pencatatan dan Pelaporan)
Koordinator Obat Gudang Terminal Output  (Kuantitas dan Kualitas Obat)
Petugas Obat Gudang Terminal Output  (Kuantitas dan Kualitas Obat)
Pada penelitian ini sebagai instrumen digunakan pedoman wawancara mendalam
untuk setiap tahap dan melakukan observasi dengan pedoman observasi (check  list) untuk
pengamatan proses pelaksanaan manajemen penyimpanan logistik obat.
Penulis  
Menggunakan   rancangan   kualitatif,   dalam   penelitian   kualitatif   pengambilan   sampel   atau  
penentuan   informan   dilakukan   secara   langsung   (purposive)   dan   jumlahnya   sedikit.   Oleh  
karena   itu   perlu   dilakukan   strategi   agar   validitas   tetap   terjaga.   Upaya   untuk   menjaga  
validitas   yang   digunakan  
dalampenelitiankualitatifdisebuttriangulasi,yangmeliputitriangulasisumber,triangulasimet
odedantriangulasidata(Sumantri,2011).Upayauntukmenjagavaliditasyangditerapkandalam
penelitaniniyaitu:  
1. Triangulasi sumber
Melakukan cross-­‐check  informasi yang diperoleh dengan cara menggali
informasi untuk topik yang sama melalui wawancara pada informan yang
berbeda kemudian membandingkan hasilnya. Untuk triangulasi sumber ini
penulis juga membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan dan
membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang terkait.
2. Triangulasi metode
Menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Metode yang penulis
gunakan adalah observasi langsung, wawancara mendalam dan penelusuran
dokumen.
3. Triangulasi data
Meminta umpan balik dari informan terhadap hasil penelitian untuk dapat
memperbaiki kualitas data dan kesimpulan yang ditarik dari data tersebut.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, telaah dokumen
dikumpulkan dan dilakukan perbandingan dengan kepustakaan melalui pendekatan
kualitatif, kemudian dilihat apakah terdapat perbedaan atau kesenjangan antara hasil
penelitian dengan standar atau prosedur yang seharusnya.
Hasil penyajian disajikan dalam bentuk tabel, hasil observasi, matriks hasil
wawancara dan dalam bentuk narasi tentang manajemen penyimpanan obat di Instalasi
Logistik pada tahun 2014 mulai dari input  yaitu SDM, anggaran, prosedur, dokumen,
sarana & prasarana; lalu pada process  yaitu penerimaan, penyusunan, pengeluaran, stock  
opname  dan pancatatan/ pelaporan; dan sampai pada tahap output  yaitu kuantitas dan
kualitas (mutu) obat pada tahap distribusi. Digabungkan untuk memperjelas manejemen
penyimpanan obat di Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita.
Hasil  Penelitian  dan  Pembahasan  
Hasil dan pembahasan akan diuraikan sesuai dengan hasil wawancara mendalam,
observasi dan penelusuran dokumen, yaitu mengenai faktor-faktor input/masukan (sumber
daya manusia, anggaran, formulir, prosedur, serta sarana dan prasarana), proses
(penerimaan obat, penyusunan obat, pengeluaran obat, stock  opname  obat, serta
pencatatan dan pelaporan), dan output  (kuantitas dan kualitas obat) yang terkait dengan
manajemen penyimpanan obat di RSAB Harapan Kita Tahun 2014.
1.  Input  (masukan)  
Input  (masukan) merupakan bagian dari sistem yang menjadi awal dapat
berjalannya suatu sistem. Idealnya input  (masukan) yang baik dapat menunjang
terlaksananya proses secara baik dan menghasilkan output  (keluaran) yang optimal.
1.1  Sumber  Daya  Manusia  (SDM)  
1.1.1  Kecukupan  dan  Kesesuaian  SDM  
Dari hasil observasi maupun wawancara menyatakan bahwa dari segi kuantitas
atau jumlah, sumber daya manusia yang terkait dalam proses penyimpanan obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita masih terbilang kurang atau belum memadai.
Sumber daya manusia pada proses penyimpanan obat terdiri dari 1 (satu) orang
Penanggung Jawab dan 3 (tiga) orang pelaksana. Hal ini dapat dibilang kurang karena
kuantitas barang yang banyak dan proses yang panjang dimulai dari penerimaan,
penyusunan, hingga pendistribusian, sehingga SDM merasa berat dalam pelaksanaan
tugas dan tidak mampu secara efektif melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur
yang ada.
SDM yang ada di Instalasi Logistik bagian obat memiliki tanggung jawab yang
sama terhadap barang obat secara keseluruhan. Dalam artian setiap pelaksana tidak
memiliki jobdesk  yang spesifik. Menurut Stoner (1996) dalam (Ilyas, 2011) bahwa
pengorganisasian adalah suatu proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan,
wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi sehingga mereka dapat mencapai
sasaran organisasi. Pembagian pekerjaan berarti membagi seluruh beban pekerjaan
menjadi sejumlah tugas yang secara wajar dan nyaman dapat dilaksanakan oleh individu
atau kelompok. Perlu adanya pengorganisasian yang baik terhadap SDM yang ada di
Instalasi Logistik, sehingga setiap pelaksana bagian obat memiliki beban kerja yang
sesuai dan memiliki tanggung jawab yang jelas.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kekurangan
jumlah SDM, melihat dari tanggung jawab pelaksanaan yang cukup besar yaitu mulai dari
penerimaan, penyusunan, hingga pendistribusian. Oleh karena itu perlu adanya
penambahan SDM di Instalasi Logistik bagian obat, Namun juga perlu adanya
pengorganisasian yang baik sehingga setiap pelaksana nantinya memiliki jobdesk  yang
spesifik dan tidak ada yang memiliki beban kerja terlalu berat.
Kepala Instalasi Logistik, Koordinator dan pelaksana bagian obat memiliki latar
belakang 1 orang D3 Farmasi, 1 orang D3 Analis Farmasi, dan 3 orang lagi memiliki latar
belakang yang tidak sesuai. Sedangkan yang sebaiknya melaksanakan manajemen
penyimpanan obat adalah Apoteker, Asisten Apoteker, Sarjana Farmasi, D3 Farmasi,
Analis Farmasi, dan lulusan Logistik (Depkes, 2002). Maka perlu adanya penyesuaian
pendidikan yang mendukung kefarmasian. Namun hal ini juga dapat dibantu dengan
pengalaman kerja yang cukup lama serta diadakannya beberapa pelatihan sehingga SDM
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dan sesuai. Materi pelatihan yang
dapat diberikan seperti Manajemen Logistik, Manajemen Pengelolaan Obat, Tata Letak
Penyimpanan Obat, Farmakologi, dan Pergudangan.
1.1.2  Kedisiplinan  
Dari  
segi  
kedisiplinan,  
berdasarkan  
hasil  
observasi  
diketahui  
bahwa  
semua  
pelaksana  
bagian  
obat  
hadir  
tepat  
waktu,  
namun  
ada  
beberapa  
pelaksana  
bagian  
obat  
yang  
tidak  
langsung  
memulai  
bekerja  
atau  
menyelesaikan  
tugasnya.  
Beberapa  
diantara  
mereka  
meninggalkan  
ruangan  
kerja,  
dan  
baru  
kembali  
kurang  
lebih  
satu  
jam  
kemudian.  
Dan  
sering  
terjadi  
penundaan  
tugas  
namun  
hal  
ini  
dikarenakan  
waktu  
yang  
tidak  
cukup  
untuk  
mengerjakannya.  
Sedangkan  
berdasarkan  
wawancara  
menyatakan  
bahwa  
kedisiplinan  
sudah  
cukup  
baik  
karena  
didukung  
oleh  
prosedur-­‐-­‐-­‐  
prosedur  
atau  
SOP  
yang  
ada  
di  
rumah  
sakit.  
Setiap  
individu  
memiliki  
kedisiplinan  
yang  
berbeda,  
secara  
keseluruhan  
sudah  
cukup  
baik,  
namun  
perlu  
adanya  
peningkatan  
kedisiplinan,  
dan  
pentingnya  
kedisiplinan  
kerja  
harus  
disadari  
oleh  
setiap  
individu  
yang  
ada  
di  
Instalasi  
Logistik  
dan  
didukung  
oleh  
pemimpin.  
Setiap  
pelaksana  
bagian  
obat  
harus  
memiliki  
motivasi  
demi  
kelancaran  
kegiatan  
yang  
ada  
di  
Instalasi  
logistik.  
Tiga  
elemen  
penting  
yang  
dimiliki  
oleh  
motivasi  
adalah  
energi,  
arah,  
dan  
tentunya  
ketekunan  
(Robbins  
&  
Coutler,  
2010).  
1.2  Anggaran  
Sumber dana RSAB Harapan Kita adalah Dana Rupiah Murni dan Dana BLU, dana
BLU merupakan pendapatan dari layanan dan non-layanan yang ada di RSAB Harapan
Kita. Hal ini sesuai dengan Permenkeu No. 08/PMK.02/2006 tanggal 16 Februari 2006.
Pembuatan anggaran biasanya dimulai dari pertengahan tahun untuk anggaran tahun
berikutnya. Hal ini yang biasa disebut RBA. RBA atau Rencana Bisnis Anggaran
merupakan sebuah dokumen perencanaann bisnis dan penganggaran tahunan yang berisi
program kegiatan, target kinerja dan anggaran Badan Layanan Umum. Idealnya
penyusunan RBA harus melibatkan semua unit yang terkait di rumah sakit, dengan
metode kombinasi antara Top  Down  dan Bottom  Up. Sehingga dokumen RBA yang
dihasillkan benar-benar mencerminkan perencanaan bisnis dan penganggaran secara
komprehensif.
RBA yang bersumber dari pendapatan, disusun menganut pola fleksibilitas dengan
suatu ambang batas tertentu, dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional
BLU. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, selanjutnya diajukan
kepada Menkeu cq Ditjen Anggaran, sebagai bagian dari RKA-KL. Hasil kajian RBA
dalam rangka pemprosesan RKA-KL sebagai penetapan APBN Lembaga. Setelah APBN
ditetapkan maka RBA-BLU ini akan menjadi RBA definitif, RBA definitif ini yang
selanjutnya dijadikan acuan dalam menyusun DIPA-BLU. DIPA-BLU berisi seluruh
pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, jumlah dan kualitas barang dan jasa yang akan
dihasilkan. DIPA-BLU ini selambat-lambatnya diterima tanggal 31 Desember setelah
disahkan oleh Menkeu cq Ditjen Perbendaharaan. DIPA-BLU ini secara garis besar
terdapat 3 (tiga) jenis belanja/pengeluaran yaitu: belanja pegawai (gaji, tunjangan, dan
yang berhubungan dengan pegawai), belanja barang (barang/alat yang dipakai sebagai
operasional kegiatan rutin), dan belanja modal/inventaris (Imron, 2010).
Dari penjelasan diatas, maka kebutuhan yang menunjang Instalasi Logistik dapat
dimasukkan kedalam RBA. Namun Berdasarkan hasil wawancara Instalasi Logistik
bahwa setiap kebutuhan yang menunjang penyimpanan obat telah diajukan pada anggaran
rumah sakit setiap tahunnya. Namun hingga saat ini belum terealisasi. Dengan kata lain,
kebutuhan Instalasi Logistik belum termasuk prioritas rumah sakit sehingga tidak
dimasukkan kedalam RBA. Untuk itu perlu adanya perhatian dan prioritas oleh rumah
sakit mengenai anggaran untuk menunjang penyimpanan obat, melihat dari urgensi
Instalasi Logistik yang merupakan keuangan rumah sakit dalam bentuk asset  dan barang.
Mengingat bahwa anggaran merupakan satu masukan penting guna berjalannya suatu
organisasi (Depkes RI, 2002).
Anggaran yang seharusnya dipenuhi untuk menunjang pengelolaan Obat di Instalasi
Logistik terdiri sebagai berikut (Depkes RI, 2002) :
1. Kebutuhan Anggaran Rutin, seperti daya dan jasa, pemeliharaan, ATK dan cetakan,
Pengolahan Data, dan Gaji Pegawai.
2. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan Obat, seperti Pelatihan, Monitoring dan
Evaluasi.
3. Sarana dan Prasarana, seperti gedung, kendaraan, komputer dan printer, telepon,
sarana penyimpanan (rak, pallet,  lemari, lemari khusus), sarana administrasi umum
(lemari arsip), dan Sarana Administrasi Pengelolaan Obat.
Sedangkan pada Instalasi Logistik, untuk kebutuhan anggaran rutin dan
pengembangan pengelolaan obat sudah ada dan terealisasi. Namun yang menjadi kendala
adalah untuk sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan di Instalasi Logistik terutama
Penyimpanan Obat.
1.3  Dokumen/Formulir  
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dokumen atau formulir yang terdapat
pada proses penyimpaknan obat yaitu LPLPO atau Bukti Permintaan Obat, Kartu
Gantung, Bukti Pengeluaran Obat, Bon Sementara, dan Pencatatan Suhu. Sedangkan
Formulir Alokasi Obat, Formulir Pemeriksaan/Penerimaan Obat, Buku
Penerimaan/Pengeluaran Obat, Formulir Khusus Obat Rusak/Kadaluarsa, dan Formulir
Pereturan Obat tidak tersedia di Instalasi Logistik. Untuk Formulir Alokasi Obat tidak
terlalu dibutuhkan di Instalasi Logistik mengingat Instalasi Logistik memiliki Gudang
Terminal Farmasi. Tidak ada buku khusus yang mencatat mengenai penerimaan dan
pengeluaran obat, namun di Instalasi Logistik selalu mengarsip Bukti Penerimaan dan
Pengeluaran Obat. Serta tidak adanya formulir khusus untuk penerimaan dan pereturan
obat, namun hanya ada arsip Surat Jalan dan Bukti Pereturan Obat dari perusahaan obat
yang yang sangkutan.
Menurut Febriawati (2013) bahwa formulir/dokumen yang wajib dalam manajemen
penyimpanan adalah Formulir Rencana Penerimaan, Buku Harian Penerimaan Barang,
Kartu Stok, Kartu Stok Induk, Buku Harian Pengeluaran Barang, Bukti Mutasi, dan
Laporan Berkala.
Dari penjelasan di atas menyatakan bahwa formulir/dokumen yang ada di Instalasi
Logistik perlu dilengkapi seperti seharusnya untuk menunjang penyimpanan obat.
1.4  Prosedur  
Prosedur atau SOP yang ada di Instalasi Logistik yaitu berupa Mekanisme
Penerimaan Barang Hilang, Batas Waktu Barang di Logistik, Entry Penerimaan Barang,
Penarikan Obat Kadaluarsa, Pengelolaan Obat Kadaluarsa, Pembuatan Laporan,
Permintaan Barang di Logistik, Penerimaan Di Logistik, Penyimpanan Logistik, dan
Pendistribusian Barang Logistik. SOP tersebut berada didalam arsip Instalasi Logistik dan
tidak ditempel dan tidak dimiliki oleh setiap individu. Adanya upaya sosialisasi terkait
SOP kepada petugas Instalasi Logistik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
pengetahuan dan pelaksanaan SOP tersebut.
Hasil wawancara mengenai prosedur yang ada, sudah dilaksanakan dengan
semestinya, namun kendala yang biasa terjadi adalah kondisi yang tidak mendukung
dalam pelaksanaan SOP serta kebiasaan beberapa SDM yang tidak dapat diubah.
SOP yang ada sudah cukup membantu dalam pelaksanaan proses penyimpanan,
namun dalam kondisi tertentu, SOP tersebut tidak dapat dilaksanakan, hal ini tidak terlalu
menjadi masalah apabila tindakan yang dilakukan masih sesuai dan mengarah kepada
SOP atau tidak melanggar SOP yang ada. Untuk kebiasaan yang tidak bisa berubah
tersebut perlu adanya pengawasan yang baik oleh pimpinan sehingga hal-hal tersebut
tetap mengacu kepada SOP dan tidak mengganggu proses penyimpanan obat.
1.5  Sarana  dan  Prasarana  
Sarana dan Prasarana memiliki porsi yang cukup besar dalam mempengaruhi proses
penyimpanan obat. Prosedur penyimpanan obat menyatakan bahwa obat harus selalu
disimpan di ruang penyimpanan yang layak. Bila obat rusak, mutu obat menurun dan
memberi pengaruh buruk bagi penderita. Berdasarkan observasi bahwa luas gudang yang
tidak memadai mempersulit dalam penyimpanan obat, terdapatnya hama seperti rayap dan
tikus memiliki potensi besar dalam kerusakan barang, serta tidak tersedianya rak atau
lemari khusus obat rusak dan kadaluarsa. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang
menyatakan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Instalasi Logistik belum
memadai. Seperti luas gudang, rak, pallet, kulkas, temperatur ruangan, dan hal-hal lain
yang belum memadai.
Perlu adanya penambahan, pemeliharaan, dan peningkatan sarana dan prasarana
yang ada, hal ini dapat dicantumkan dalam pengajuan anggaran kebutuhan Instalasi
Logistik. Dan perlu adanya perhatian rumah sakit terhadap kebutuhan Instalasi Logistik
demi menunjang penjagaan mutu obat rumah sakit.
Permasalahan sarana dan prasarana yang paling menghambat dalam proses
penyimpanan obat yaitu luas gudang yang tidak memadai, dan adanya hama yang dapat
merusak obat. Gudang merupakan tempat penyimpanan obat, yang merupakan inti dari
proses penyimpanan obat. Dengan kata lain, untuk mendapatkan penyimpanan obat yang
baik perlu adanya tempat penyimpanan yang baik pula. Apabila obat yang datang dalam
jumlah yang banyak, gudang mengalami overload  sehingga pelaksana berupaya untuk
tetap melakukan penyimpanan namun dengan mengabaikan prosedur-prosedur dalam
penyimpanan terutama tata letak obat. Dapat dikatakan obat yang ada dipaksa-paksa
masuk ke dalam gudang penyimpanan obat. Instalasi Logistik dapat mengajukan
permohonan perluasan gudang sehingga sesuai dengan prosedur yang ada. Tidak hanya
itu adanya hama seperti rayap dan tikus ini memiliki potensi besar dalam merusak obatobat
yang ada dalam gudang penyimpanan, SDM yang ada di Instalasi Logistik harus
dapat memastikan bahwa rayap dan tikus sudah tidak ada di dalam gudang obat. Serta
harus adanya upaya pemeliharaan yang baik terhadap gudang penyimpanan, sehingga
bersih dan bebas dari hama yang dapat merusak mutu obat.
2.  Process  
2.1  Penerimaan  Obat  
Hasil observasi dan wawancara menyatakan bahwa proses penerimaan obat
dilakukan oleh Panitia Penerimaan Barang. Supplier  yang membawa obat melengkapi
Surat Jalan dan SPPB, lalu pelaksana bagian obat Instalasi Logistik memanggil Panitia
Penerima Barang. Obat akan di periksa dan disesuaikan dengan SPPB yang ada baik dari
segi kuantitas dan kualitas obat. Pemeriksaan obat didampingi oleh pelaksana bagian obat.
Setelah pemeriksaan, maka Panitia Penerima Barang akan menanda tangani Surat Jalan
dan diketahui oleh Kepala Instalasi Logistik. Kemudian obat tersebut diserahkan
sepenuhnya kepada pelaksana bagian obat di Instalasi Logistik.
Namun dalam pelaksanaannya, terdapat kendala seperti banyaknya obat yang
datang sehingga Panitia Penerima Barang tidak memeriksa obat dengan semestinya. Tidak
hanya itu Panitia Penerima Barang yang tidak menetap di Instalasi Logistik dapat
menghambat penerimaan barang karena membutuhkan waktu dalam memanggil Panitia
Penerimaan Barang.
Proses penerimaan barang secara ringkas dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Gambar 1. Skema Penerimaan Obat di Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita
Obat dibawa
oleh distributor
(DO & SPPB)
Pemeriksaan
Obat
Administrasi
Penerimaan
Obat
dikembalikan
Penerimaan
Obat
Obat disimpan
di gudang
penyimpanan
Catatan
Selesai Kartu Stok
Sesuai
Tidak
sesuai
2.2  Penyusunan  Obat  
Menurut Depkes (1990) Pengaturan atau penyusunan stok obat yang sesuai
prosedur dapat memudahkan petugas dalam pencarian, menghitung dan mengetahui
jumlah persediaan dengan lebih akurat, mudah diawasi, serta mudah dalam
pengendaliannya (Muharomah, 2008).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, setelah Panitia Penerimaan Barang
menyerahkan obat kepada pelaksana bagian obat di Instalasi Logistik, pelaksana bagian
obat mulai menata dan menyusun obat sesuai dengan jenisnya serta diurutkan berdasarkan
abjad. Namun proses penyimpanan obat sering terkendala ketika obat yang datang dalam
jumlah yang banyak, dimulai dengan penuhnya gudang penyimpanan, serta kurangnya
pallet,  rak, kulkas dan lain-lain. Sehingga obat disusun sesuai kondisi gudang, jadi tidak
berpedoman lagi kepada sistem penyusunan obat. Hal ini tentu erat kaitannya mengenai
sarana dan prasarana, perlu peningkatan sarana dan prasarana untuk menunjang
penyimpanan obat.
2.3  Pengeluaran  Obat  
Hasil observasi dan wawancara menyatakan bahwa proses pengeluaran obat
dilaksanakan apabila gudang terminal atau user  melakukan administrasi untuk membuat
Bukti Permintaan Pengeluaran Barang melalui SIRS dan diketahui oleh Kepala
Bidang/Instalasi yang bersangkutan. Kemudian membawa Bukti Permintaan Pengeluaran
Barang ke Instalasi Logistik. Pelaksana Instalasi Logistik akan mencari obat yang diminta
dengan memperhatikan kuantitas obat yang diminta. Setelah sesuai, pelaksana Instalasi
Logistik membuat Bukti Pengeluaran Barang melalui SIRS dan di tanda tangani oleh
Kepala Instalasi Logistik. Instalasi Logistik beserta user  atau gudang terminal mengecheck  
obat dari segi kualitas dan kuantitas. Apabila sudah sesuai, maka obat akan
diserahkan kepada user  atau gudang terminal.
Dalam pelaksanaannya sering terjadi user  atau gudang terminal kelupaan beberapa
item  obat permintaan sehingga tidak jarang mereka melakukan berkali-kali dalam satu
hari. Hal ini akan mengganggu pelaksana obat Instalasi Logistik dalam mengerjakan tugas
atau kewajibannya.
Proses pengeluaran barang secara ringkas dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Gambar 2. Skema Pengeluaran Obat di Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita
2.4  Stock  Opname  
Stock  opname  obat dilakukan untuk mengetahui jumlah dan kualitas persediaan
dalam kurun waktu tertentu sesuai yang diinginkan. Dalam prosesnya stock opname obat
juga dapat digunakan untuk mengatur ulang persediaan obat agar sesuai dengan prosedur
yang ditentukan.
Stock  Opname  Hasil Penelitian mengenai Stock  Opname  secara mendalam sulit
didapat karena penelitian dilakukan pada waktu yang tidak bertepatan dengan jadwal
stock  opname.  Stock  Opname  dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun yang melibatkan
Instalasi Logistik, Keuangan, dan SPI. Dilihat dari hasil wawancara, Stock  Opname  sudah
berjalan sesuai SOP yang berlaku namun terkadang ada suasana atau situasi yang tidak
kondusif. Hal ini berdampak terhadap kurangnya waktu dalam pelaksanaan stock  opname.  
Dari penjelasan di atas, juga bisa dikatakan bahwa Stock  Opname  hanya dilakukan
secara keseluruhan oleh rumah sakit, perlu adanya stock  opname  yang bersifat internal,
sehingga kondisi stok obat dapat di monitoring secara berkala, misal dalam 1 (satu) atau 3
(tiga) bulan sekali.
2.5  Pencatatan  dan  Pelaporan  
Pencatatan rutin sudah cukup baik namun ada hal yang sering diabaikan oleh
pelaksana bagian obat namun bernilai penting, seperti pencatatan pada Kartu Gantung.
Surat Permintaan
Barang oleh user  
Surat Perintah
Pengeluaran Barang
Bukti Pengeluaran
Barang
Obat dikeluarkan
sesuai permintaan
user  
Selesai Catatan
Kartu Stok
Nama Sumber Dana, Nomor Dokumen Penerimaan/Pengeluaran, Sumber Obata atau
Tujuan Obat, Nomor Batch, Tanggal Kadaluarsa, dan Paraf Petugas tidak diisi oleh
pelaksana bagian obat.
Perlu adanya monitoring dan pengawasan dari Kepala Instalasi sehingga pelaksana
terdorong untuk melakukan hal-hal yang sesuai prosedur.
Sedangkan dalam proses pembuatan laporan, terkadang mengalami keterlambatan
pada proses penyusunan laporan, Hal yang biasa terjadi terletak pada SIRS, gangguan
pada SIRS sehingga terkadang di upayakan dalam pembuatan beberapa item  secara
manual.
3.  Output  (hasil)  
Output  (hasil) merupakan bagian dari tujuan manajemen penyimpanan obat dimana
manajemen penyimpanan obat yang baik akan menghasilkan kesesuaian kuantitas obat
dengan yang diminta dan tidak berubahnya kualitas (mutu) obat setelah didistribusikan
kepada user  dan gudang terminal. Guna mendukung efektifitas dan efisiensi kerja setiap
unit kerja rumah sakit, dalam pendistribusian logistic harus memperhatikan beberapa asas,
yaitu ketepatan jenis dan spesifikasinya, ketepatan nilai logistik, ketepatan jumlah,
ketepatan waktu, ketepatan tempat penyampaian, dan ketepatan kondisi logistik yang
didistribusikan (Dwiantara & Sumarto, 2004). Dalam penelitian ini akan dibahas
mengenai ketepatan jumlah (kuantitas) dan ketepatan kondisi (mutu) obat yang
didistribusikan oleh Instalasi Logistik.
3.1  Kuantitas  Obat  
Ketepatan jumlah berarti obat yang didistribusikan oleh Instalasi Logistik sesuai
dengan yang diminta/kebutuhan gudang terminal/user.  Karena apabila tidak sesuai hal ini
akan membawa kerugian dan menghambat proses pelayanan yang ada di rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara, kuantitas obat yang diterima dari proses penyimpanan
sesuai dengan yang diminta, namun bukan berarti tidak pernah. Ketidak sesuaian
kuantitas pernah terjadi namun tidak fatal dan masih dapat diselesaikan. Perlu adanya
ketelitian pelaksana obat bagian Instalasi Logisitik, sehingga meminimalisir kesalahan
yang ada.  
3.2  Kualitas  (mutu)  Obat  
Ketepatan kualiatas (mutu) obat adalah tidak adanya perubahan mutu obat baik
secara fisik ataupun kimiawi (Febriawati, 2013). Hal ini sangat dipengaruhi oleh proses
penyimpanan obat dan poses pendistribusian obat tersebut.
Hasil wawancara menyatakan bahwa yang sering mengalami kerusakan mutu obat
yaitu pada sirup. Kerusakan bisa berupa bocor dan pada kemasan. Hal ini sesuai dengan
Panduan Depkes RI tahun 2002 yang menyatakan bahwa cairan mengalami perubahan
mutu obat dengan tanda-tanda salah satunya botol-botol plastik rusak atau bocor. Hal ini
harus diminimalisir dengan meningkatkan faktor-faktor input serta proses dalam
melaksanakan manajemen penyimpanan yang baik dan dengan semestinya serta menjaga
mutu obat yang ada.
Kesimpulan  dan  Saran  
Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian mengenai manajemen penyimpanan
obat di Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor input  (masukan) yang berperan dalam proses penyimpanan obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita, yaitu:
a. Faktor sumber daya manusia yang ada belum mencukupi secara kuantitas,
beberapa orang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai serta tidak
ada jobdesk  yang spesifik sehingga seluruh SDM memiliki tanggung jawab yang
sama, namun pengalaman serta kedisiplinan dalam melaksanakan tugas sudah
cukup baik.
b. Anggaran untuk memenuhi kebutuhan yang menunjang penyimpanan obat sudah
sering diajukan namun belum terealisasi hingga sekarang.
c. Formulir/Dokumen yang digunakan perlu dilengkapi untuk menunjang
penyimpanan obat di Instalasi Logistik.
d. Prosedur yang ada yang berkaitan dengan penyimpanan obat sudah tersedia
dengan cukup baik dan dalam pelaksanaannya sudah dilaksanakan kecuali dalam
keadaan tertentu yang tidak memungkinkan.
e. Sarana dan Prasarana yang tersedia belum memadai dan perlu ditingkatkan.
2. Faktor-faktor process  (proses) yang berperan dalam proses penyimpanan obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita, yaitu:
a. Penerimaan Obat yang dilakukan sudah sesuai SOP, namun barang datang tidak
secara teratur sehingga petugas mengalami kesulitan dalam pemeriksaan
sehingga menurunkan ketelitian dalam pemeriksaan serta Panitia Penerimaan
Barang yang tidak menetap di Instalasi Logistik sehingga memerlukan waktu
untuk mobilisasi.
b. Penyusunan Obat sudah dilaksanakan sesuai SOP yang ada namun ada jenis obat
yang tidak tepat dalam tata letak, dalam penyunan obat masih sering menghadapi
kendala yang diakibatkan oleh sarana dan prasarana yang tidak memadai.
c. Pengeluaran Obat sudah dilaksanakan dengan baik, namun terkadang user  atau
gudang terminal berkali-kali melakukan permintaan karena kelupaan.
d. Stock  Opname  obat dilakukan 2 (kali) dalam setahun dan dilakukan oleh Instalasi
Logistik, Keuangan, dan SPI.
e. Pencatatan dan Pelaporan. Untuk pencatatan sudah dilakukan dengan cukup baik,
namun dalam pencatatan masih kurang detail atau terperinci. Sedangkan untuk
pelaporan sudah dilakukan dengan baik dan memiliki deadline  tersendiri
walaupun terkadang terkendala oleh SIRS yang error.  
3. Faktor-faktor output  (hasil) yang berperan dalam proses penyimpanan obat di
Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita, yaitu:
a. Kuantitas Obat selama ini sudah sesuai, namun bukan berarti tidak pernah
mengalami selisih dalam kuantitas pendistribusian obat. Pernah terjadi, namun
tidak sering.
b. Untuk Kualitas Obat ada yang mengalami perubahan mutu obat pada obat jenis
sirup, baik kerusakan pada kardusnya atau dari kemasan botolnya yang bocor.
Adanya kendala dalam pelaksanaan di lapangan menyebabkan manajemen
penyimpanan obat yang belum optimal. Oleh karena itu, peneliti mencoba memberikan
saran yang diharapkan mampu mengurangi kendala yang ada, antara lain:
1. Bagi Instalasi Logistik
a. Perlu adanya pembagian jobdesk  yang jelas, sehingga setiap individu memiliki
tanggung jawab yang jelas.
b. Perlu menambah beberapa formulir/dokumen yang dirasakan perlu seperti
Formulir Pemeriksaan/Penerimaan Obat dan dilengkapi dengan Surat Jalan atau
DO, Buku Penerimaan/Pengeluaran Obat, Formulir Khusus Pencatatan Obat
Rusak/Kadaluarsa, dan Formulir Pereturan Obat. Hal ini dapat mempermudah
pelaksana bagian obat dalam pengarsipan, memperjelas setiap kegiatan dalam
penyimpanan, dan akan mempermudah apabila terjadi masalah pada SIRS.
c. Dalam pelaksanaan SOP perlu ada pengawasan dari pemimpin memiliki peran
yang cukup besar terhadap hal ini.
d. Dalam penerimaan barang, agar lebih efisien diharapkan kerjasama dari Panitia
Penerimaan Barang yang sedang berjadwal pada hari itu untuk tetap stay  atau
menetap di Instalasi Logistik, sehingga apabila ada obat datang, bisa langsung di
periksa, dan tidak menggunakan waktu mobilisasi.
e. Pengeluaran obat sudah cukup baik, namun perlu sikap yang tegas dari pelaksana
bagian obat Instalasi Logistik agar user  dan gudang terminal disiplin dalam
melakukan permintaan pengeluaran obat.
f. Perlu adanya Stock  Opname  yang bersifat internal Instalasi Logistik, hal ini
untuk mengetahui secara berkala kondisi stok obat dan dalam range  waktu yang
tidak telalu lama, seperti sekali dalam 3 (tiga) bulan.
g. Harus ada pengawasan dari koordinator dan pimpinan dalam pelaksanaan
pencatatan, sehingga pelaksana bagian obat mampu displin dan teliti dalam
proses pencatatan. Serta untuk SIRS yang sering menghambat dalam proses
penyusunan laporan, perlu adanya koordinasi yang baik antara Instalasi Logistik
dan bagian IT, sehingga kendala-kendala yang dihadapi terkait SIRS bisa segera
di selesaikan dan meminimalisir kejadian tersebut di waktu yang akan datang.
2. Bagi pihak manajemen
a. Melakukan rekruitmen dengan latar belakang pendidikan yang sesuai, namun
apabila tidak memungkinkan untuk melakukan rekruitmen, maka perlu
optimalisasi sumber daya manusia yang ada melalui pelatihan-pelatihan untuk
lebih meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mengenai penyimpanan obat.
b. Perlu adanya perhatian mengenai urgensi kebutuhan gudang untuk menunjang
penyimpanan obat di Instalasi Logistik RSAB Harapan Kita.
c. Sarana dan Prasarana merupakan kendala yang banyak mengganggu dalam
proses penyimpanan obat, hal ini erat kaitannya dengan penjelasan sebelumnya
mengenai anggaran.
d. Dalam penerimaan barang, perlu adanya jadwal yang baik dalam pengiriman
barang. Sehingga barang yang datang dalam satu hari masih tetap dapat di handle  
oleh petugas Instalasi Logistik dan Panitia Penerima Barang.
Untuk mencapai kesesuaian kuantitas dan tidak adanya perubahan mutu obat, maka
manajemen penyimpanan obat harus dilaksanakan secara optimal dan didukung oleh
seluruh pihak.
Daftar  Referensi  
1. Aditama, T. Y. (2004). Manajemen  Administrasi  Rumah  Sakit  (kedua ed.). Jakarta:
UI-Press.
2. Anggraini, D. S. (2004). Tinjauan  Pelaksanaan  Pengendalian  Persediaan  Obat  dari  
Aspek  Administrasi  Persediaan  di  Bagian  Pengadaan  Obat  Rumah  Sakit  Agung  
Jakarta  Tahun  2004.  Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
3. Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : PT. Binarupa
Aksara.
4. Bachtiar, Adang., dkk. 2006. Metodologi  Penelitian  Kesehatan. Depok: FKM UI.
5. Bowersox, D. J. (1995). Manajemen  Logistik  1:  Integrasi  Sistem-­‐Sistem  Manajemen  
Distribusi  Fisik  dan  Manajemen  Material.  (D. A. Ali, Trans.) Jakarta: Bumi Aksara.
6. Depkes RI. (2002). Pedoman  Pengelolaan  Obat  Publik  Dan  Perbekalan  Kesehatan.  
7. Depkes RI. (2004). Pedoman  Pengelolaan  Obat  Program  Kesehatan.  
8. Depkes RI. (2005). Standar  Sarana  Penyimpanan  Obat  Publik  Dan  Perbekalan  
Kesehatan.  
9. Dirjen pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan Depkes RI. (2004). Standar  
Pelayanan  Farmasi  RS.  
10. Febriawati, Henni. (2013). Manajemen  Logistik  Farmasi  Rumah  Sakit.  Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
11. Hendayani, Ratih. (2011). Mari  Berkenalan  dengan  Manajemen  Logistik.  Bandung:
Alfabeta.
12. Ilyas, Y. (2011). Mengenal  Asuransi  Kesehatan.  Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat UI.
13. Imron, M. (2010). Manajemen  Logistik  Rumah  Sakit.  Jakarta: Sagung Seto.
14. Lubis, Ibrahim. (1985). Pengendalian  dan  Pengawasan  Proyek  dalam  Manajemen.  
Jakarta: Ghalia Indonesia.
15. Muharomah, Septi. (2008). Manajemen  Penyimpanan  Obat  di  Puskesmas  
Jagakarsa  Jaksel  tahun  2008. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
16. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi  Penelitian  Kesehatan.  Jakarta: Rineka
Cipta.
17. Nufira, Wan Kynanthi. (2014). Laporan  Praktikum  Kesehatan  Masyarakat  III  
Instalasi  Logistik  Anak  dan  Bunda  Harapan  Kita  Jakarta.  Depok: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
18. Prihatiningsih, Dini. (2012). Gambaran  Sistem  Penyimpanan  Obat  di  Gudang  
Farmasi  RS  ASRI  Tahun  2011.  Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
19. Republik Indonesia. (2009). Undang-­‐Undang  No.  39  Tahun  2009  tentang  
Kesehatan.  Jakarta: Republik Indonesia.
20. Republik Indonesia. (2009). Undang-­‐Undang  No.  44  Tahun  2009  tentang  Rumah  
Sakit.  Jakarta: Republik Indonesia.
21. Robbins, S. P., & Coutler, M. (2010). Manajemen  Edisi  Kesepuluh  Jilid  2.  (B.
Sabran, & D. B. Putera, Trans.) Jakarta: Erlangga.
22. Robbins, S. P., & Coutler, M. (2010). Manajemen  Edisi  Kesepuluh  Jilid  1.  (B.
Sabran, & D. B. Putera, Trans.) Jakarta: Erlangga.
23. Sumantri, Arif. (2011). Metodologi  Penelitian  Kesehatan.  Jakarta: Kencana.
24. Togas, Nelson Len. (2014). Analisa  Faktor  Penyebab  Terjadinya  Stock  Out  Pada  
Barang  Non  Medis  Di  Instalasi  Logistik  RSAB  Harapan  Kita  tahun  2013.  Jakarta:
Sekolah Tinggi Manajemen Transport Trisakti.
25. Warman, J. (2012). Manajemen  Pergudangan.  (I. Begdjomuljo, Trans.) Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.  

Вам также может понравиться