Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Status gizi pada masa anak perlu mendapatkan perhatian yang serius

dari para orang tua, karena kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan

kerusakan yang irreveribel (tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang

pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan

pada anak. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada

perkembangan otak. Parameter yang cocok digunakan untuk balita adalah

berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Lingkar kepala digunakan untuk

memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Penderita gizi buruk

kurang berpenampilan seperti kurus, rambut pirang, perut buncit, wajah

monkey face karena bengkak atau monkey face (keriput), anak cengeng dan

kurang responsif. Penyebab kurang gizi pada anak adalah kemiskinan, diare,

ketidaktahuan orang tua karena pendidikan rendah atau faktor tabu makanan

yaitu makanan bergizi tidak boleh dikonsumsi oleh anak. Kurang gizi ini akan

berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental (Proverawati, 2009).

Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena dalam

saat seperti ini anak sangat membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua

dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk

mendapatkan gizi-gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari

orang tua agar dapat menyediakan menu pilihan yang seimbang (Devi, 2012).
Mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi sangat mempengaruhi

status gizi kesehatan seseorang yang merupakan modal utama bagi kesehatan

individu. Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai kebutuhan akan

menimbulkan masalah kesehatan istilah malnutrisi (gizi salah) diartikan

sebagai keadaan asupan gizi yang salah, dalam bentuk asupan berlebih

ataupun berkurang, sehingga menyebabkan ketidak seimbangan antara

kebutuhan dengan asupan. Masalah kesehatan di Indonesia dan negara

berkembang pada umumnya masih didominasi oleh 4 masalah gizi yaitu,

kurang energi protein (KEP), masalah anemia besi, masalah gangguan akibat

kekurangan yodium (GAKY), dan masalah kekurangan vitamin A (KVA)

(Sulystioningsih, 2012).

Secara nasional, prevalensi gizi buruk pada tahun 2013 adalah 19,6% ,

terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13.9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan

angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat

meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari tahun

2007 (5,4%) , pada tanun 2010 (4,9%), dan tahun 2013(5,7%). Sedangkan

prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari tahun 2007 dan 2013. Untuk

mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-

kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013

sampai 2015. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila

prevalensigizi buruk-kurang antara 20,0% - 29,0% dan dianggap prevalensi

sangat tinggi bila ≥ 30% ( WHO,2010). Pada tahun 2013, secara nasional

prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6% yang berarti
masalah gizi buruk-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat mendekati prevalensi tinggi (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan terdapat 4

daerah yang memiliki data status gizi buruk tertinggi yaitu di Lembeyan,

Karangrejo, Maospati, dan Panekan. Berdasarkan data wilayah kerja

Puskesmas Panekan jumlah balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 38

anak sedangkan balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 86 anak pada

120 anak (Dinkes, 2016). Sedangkan survei pendahuluan yang telah

dilakukan oleh peneliti pada tanggal 6 Februari tahun 2017 anak yang

mengalami gizi buruk sebanyak 2 anak dan yang mengalami gizi kurang

sebanyak 12 anak di desa Nglilir.

Pemenuhan gizi yang seimbang yang sesuai dengan kebutuhan disertai

pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik.

Hasil riset kesehatan dasar 2010 menunjukkan 40,6% penduduk

mengkonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70%

dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2010. Lebih lanjut

data tersebut menjuelaskan bahwa berdasarkan kelompok umur ditemukan

24,4% balita, 41,2% anak usia sekolah mengkonsumsi makanan di bawah

kebutuhan minimal. Begitu penting arti makanan yang sebaiknya dikonsumsi

oleh anak, maka orang tua perlu memahami atau lebih mengerti, bagaimana

sebaiknya memberikan makanan kepada buah hatinya. Kebutuhan gizi

tersebut akan terpenuhi jika konsumsi makan anaknya sesuai dengan

keseimbangan nutrisi yang dianjurkan sesuai dengan usianya (Kumala, 2013).


Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan

penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak

terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat kriteria untuk

menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein.

Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan

kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan,

daging, telur dan susu. Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat digunakan untuk

menilai tingkat kecukupan zat gizi individu (Supriasa, 2009).

Apabila seorang anak terkena defisiensi gizi maka kemungkinan besar

sekali anak akan mudah terkena infeksi. Selain itu gangguan gizi akan

berdampak pada timbulnya penyakit kwashiorkor dan maramus, penyakit ini

menyebabkan penderita kehilangan bahan makanan, penghancuran jaringan

tubuh semakin meningkat, karena dipakai untuk pembentukan protein atau

enzim-enzim yang diperlukan dalam usaha pertahanan tubuh. Hal ini akan

berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya

(Proverawati, 2009).

Pengetahuan orang tua tentang asupan gizi yang rendah untuk anak

dapat menjadi pemicu munculnya gizi buruk. Selama ini banyak orang tua

menganggap jika anaknya hanya diberikan makanan nasi dengan kecap atau

dengan lauk kerupuk atau hanya dengan ikan saja tanpa sayur, maka orang tua

beranggapan itu sudah benar, karena anaknya sudah terbebas dari rasa lapar,

tetapi sebenarnya pemberian yang dilakukan secara terus menerus akan

berdampak pada ketahanan tubuh anak sehingga mudah terserang penyakit.


Pengetahuan ibu tentang pemenuhan gizi yang tidak berimbang seperti ini

yang akan menjadi pencetus di mana banyak anak-anak yang akan menderita

gizi buruk (Maulana, 2012).

Pemenuhan gizi yang baik oleh ibu akan membuat gizi pada anak

tercukupi. Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi

di dalamnya memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan

kesehatan dan kecerdasan. Apabila terkena defisiensi gizi maka kemungkinan

besar sekali anak akan mudah terkena infeksi. Gizi ini sangat berpengaruh

terhadap nafsu makan. Jika pemenuhan gizi tidak tercapai dengan baik pada

balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh kurus, pendek bahkan

bisa terjadi gizi buruk pada balita (Nadeak, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yang juga mempengaruhi

terjadinya gizi buruk, kurang, maupun kelebihan gizi diantaranya adalah

faktor sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, penyakit

infeksi yang diderita, jumlah anak dalam keluarga, budaya dan pola pemberian

makan yang salah dan masalah kesulitan makan. Hal ini penting diperhatikan

karena dapat menghambat tumbuh kembang optimal pada anak (Maulana,

2012).

Pengetahuan orangtua khususnya ibu dalam pemenuhan gizi terhadap anak

sangat mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak. Pada usia 1-3 tahun,

biasanya anak bersifat pasih terhadap makanan dan hanya mengkonsumsi

makanan yang memang disediakan oleh orangtuanya. Oleh karena itu, sangat

diperlukan pengetahuan yang cukup bagi ibu terutama dalam hal gizi untuk
aak, agar status gizi anak dapat tercukupi dengan baik. Hal yang dapat

dilakukan oleh perawat dengan memberikan penyuluhan pada ibu, khususnya

ibu yang memiliki anak pada usia perkembangan dan pertumbuhan yang pesat

agar ibu dapat memahami tentang gizi apa saja yang diperlukan bagi anak

untuk tumbuh dan berkembang (Maulana, 2012).

Agus (2008) menerangkan bahwa salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi statuz gizi pada anak adalah pengetahuan orang tua dalam

memilih dan memberikan makanan, karena pengetahuan orang tua

mempengaruhi bagaimana orang tua mampu memenuhi persediaan makanan

bagi anaknya, mengkonsumsi makanan sesuai gizi yang benar, memilih jenus

makanan serta mempriorotaskan makanan di tengah keluarganya.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas makan peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Ibu

tentang Pemenuhan Gizi Seimbang Anak dengan Status Gizi Anak Usia 1-3

Tahun Di Posyandu Desa Ngliliran Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “Hubungan Pengetahuan Ibu tentang

Pemenuhan Gizi Seimbang Anak dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun Di

Posyandu Desa Ngliliran Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.”


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Pemenuhan Gizi

Seimbang Anak dan Status Gizi Anak usia 1-3 Tahun (Toddler) Di Posyandu

Desa Nglilir Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Pengetahuan Ibu tentang Pemenuhan Gizi Seimbang

pada Anak Usia 1-3 Tahun (Toddler) di Posyandu Desa Nglilir Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan.

2. Mengidentifikasi Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun (Toddler) di Posyandu

Desa Nglilir Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

3. Menganalisis Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Pemenuhan Gizi

Seimbang Anak dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun (Toddler) di

Posyandu Desa Nglilir Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan informasi khususnya dalam pengembangan ilmu

keperawatan anak terkait Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang


Pemenuhan Gizi Seimbang Anak dengan Status Gizi Anak Usia 1-3 Tahun

(Toddler).

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi ibu-ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun (toddler)

Untuk memberikan masukan yang bermanfaat sehingga menambah

pengetahuan ibu-ibu tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang

anak dan status gizi pada anak usia 1-3 tahun (toddler).

2. Bagi petugas di institusi kesehatan posyandu

a. Sebagai masukan bagi kader untuk memberikan informasi

tentang pentingnya mengetahui pemenuhan gizi seimbang pada

anak usia 1-3 tahun (toddler).

b. Sebagai acuan atau arahan untuk mensosialisasikan pentingnya

pemenuhan gizi seimbang dan status gizi anak usia 1-3 tahun

(toddler).

3. Bagi institusi pendidikan Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Sebagai bahan tambahan atau masukan dan informasi kepada ibu-ibu

tentang pemenuhan gizi seimbang anak dengan status gizi anak usia 1-

3 tahun (toddler). Untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya

memenuhi gizi anak dan pemenuhan status gizi serta sebagai bahan

masukan untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi peneliti selanjutnya


Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya tentang pemenuhan gizi

seimbang anak dengan menambah variabel yang lain dan untuk

menambah pengetahuan.

Вам также может понравиться